Perumusan Kebijakan Pendidikan Deskripsi Teori

39 1. Teori Kelembagaan Formulasi kebijakan dari teori kelembagaan secara sederhana bermakna bahwa tugas membuat kebijakan publik adalah tugas pemerintah. Pada prosesnya teori ini mengandaikan bahwa tugas formulasi kebijakan adalah tugas lembaga-lembaga pemerintah yang dilakukan secara otonom tanpa berinteraksi dengan lingkungannya. 2. Teori Proses Teori ini memiliki asumsi bahwa politik merupakan sebuah aktivitas sehingga mempunyai proses. Kebijakan publik juga merupakan proses politik yang menyertakan rangkaian kegiatan seperti identifikasi permasalahan, menata agenda formulasi kebijakan, perumusan proposal kebijakan, legitimasi kebijakan, implementasi kebijakan, dan evaluasi kebijakan. 3. Teori Kelompok Teori ini mengandaikan kebijakan sebagai titik keseimbangan equilibrium. Inti gagasannya adalah interaksi dalam kelompok akan menghasilkan keseimbangan dan keseimbangan tersebut adalah terbaik. Teori ini merupakan abstraksi dari proses formulasi kebijakan yang di dalamnya beberapa kelompok kepentingan berusaha untuk mempengaruhi isi dan bentuk kebijakan secara interaktif. 40 4. Teori Elit Teori ini mengembangkan diri pada kenyataan bahwa sedemokratis apa pun, selalu ada bias dalam formulasi kebijakan, karena pada akhirnya kebijakan-kebijakan yang dilahirkan merupakan preferensi politik dari para elit dan tidak lebih. Teori ini merupakan abstraksi dari proses formulasi kebijakan yang kebijakan publiknya merupakan perspektif elit politik. 5. Teori Rasionalisme Teori ini mengedepankan gagasan bahwa kebijkaan publik sebagai maximum social gain, yang berarti pemerintah sebagai pembuat kebijakan harus memilih kebijakan yang memberikan manfaat optimum bagi masyarakat. 6. Teori Inkrementalis Teori ini pada dasarnya merupakan kritik terhadap teori rasional. Teori ini melihat bahwa kebijkaan publik merupakan variasi ataupun kelanjutan dari kebijakan di masa lalu. Inti kebijakan inkrementalis adalah berusaha mempertahankan komitmen kebijakan di masa lalu untuk mempertahankan kinerja yang telah dicapai. 7. Teori Pengamatan Terpadu Teori ini merupakan upaya menggabungkan antara teori rasional dengan teori inkremental. Teori ini adalah teori yang amat menyederhanakan masalah. 41 8. Teori Demokratis Teori ini berintikan bahwa pengambilan keputusan harus sebanyak mungkin mengelaborasi suara dari stakeholders. Teori yang dekat dengan teori “pilihan publik” ini baik, namun kurang efektif dalam mengatasi masalah-masalah yang kritis, darurat, dan dalam kelangkaan sumber daya. 9. Teori Strategis Intinya adalah bahwa pendekatan ini menggunakan rumusan runtutan perumusan strategi sebagai basis perumusan kebijakan. Perencanaan strategis lebih memfokuskan kepada pengidentifiksian dan pemecahan isu-isu, lebih menekankan kepada penilaian terhadap lingkungan di luar dan di dalam organisasi, dan berorientasi pada tindakan. 10. Teori Permainan Teori permainan adalah teori yang sangat abstrak dan deduktif dalam formulasi kebijakan. Teori ini mendasarkan pada formulasi kebijakan yang rasional, namun dalam kondisi kompetisi yang tingkat keberhasilan kebijakannya tidak lagi hanya ditentukan oleh aktor pembuat kebijakan. 11. Teori Pilihan Publik Teori ini melihat kebijakan sebagai sebuah proses formulasi keputusan kolektif dari individu-individu yang berkepentingan atas keputusan tersebut. Intinya, setiap kebijakan 42 publik yang dibuat oleh pemerintah harus merupakan pilihan dari publik yang menjadi pengguna. 12. Teori Sistem Formulasi kebijakan publik dengan teori sistem mengandaikan bahwa kebijakan merupakan hasil atau output dari sistem politik. 13. Teori Deliberatif Teori ini jauh berbeda dengan teori-teori teknokratik, karena peran dari analis kebijakan “hanya” sebagai fasilitator agar masyarakat menemukan sendiri keputusan kebijakan atas dirinya sendiri.

6. Konsep Kenakalan Remaja

a. Pengertian Kenakalan Remaja

Kamus Besar Bahasa Indonesia KBBI mendefinisikan kenakalan adalah sifat nakal; perbuatan nakal; tingkah laku secara ringan yang menyalahi norma yang berlaku dalam suatu masyarakat; remaja perilaku remaja yang menyalahi aturan sosial di lingkungan masyarakat tertentu. Sementara pengertian remaja dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia KBBI diartikan mulai dewasa; sudah sampai umur untuk kawin dan muda. Sehingga apabila digabungkan pengertian kenakalan remaja adalah perilaku atau perbuatan yang menyalahi norma yang berlaku dalam suatu masyarakat, perilaku tersebut dilakukan oleh remaja atau seorang muda yang dalam usia mulai dewasa atau sudah pada usia untuk kawin. 43 Juvenile berasal dari bahasa Latin juvenilis, artinya anak- anak, anak muda, ciri karakteristik pada masa muda, sifat-sifat khas pada periode remaja Kartini Kartono, 1992: 7. Delinquent berasal dari kata Latin “delinquere” yang berarti terabaikan, mengabaikan; yang kemudian diperluas artinya menjadi jahat, a-sosial, kriminal, pelanggar aturan, pembuat ribut, pengacu, penteror, tidak dapat diperbaiki lagi, durjana, dursila, dan lain-lain Kartini Kartono, 1992: 7. B. Simanjuntak dalam Sudarsono 1991: 10 memberikan tinjauan sosiokultural tentang arti juvenile delinquency yaitu suatu perbuatan yang disebut delinkuen apabila perbuatan-perbuatan tersebut bertentangan dengan norma-norma yang ada dalam masyarakat di mana ia hidup, atau suatu perbuatan yang anti-sosial dimana di dalamnya terkandung unsur-unsur anti-normatif. Menurut Cavan dalam Sofyan S. Willis 2005: 88 menjelaskan tentang Juvenile Deliquency refers to the failure of children and youth to meet certain obligation expected of them by the society in which they live. Pengertian tersebut dapat diartikan bahwa juvenile deliquency adalah kenakalan anak dan remaja disebabkan kegagalan mereka dalam memperoleh penghargaan dari masyarakat tempat mereka tinggal. Penghargaan yang dimaksud disini adalah tugas dan tanggung jawab seperti orang dewasa, remaja ini menuntut adanya peranan seperti apa yang dilakukan oleh orang dewasa akan tetapi 44 orang dewasa tidak dapat memberikan tanggung jawab tersebut Sofyan S. Willis 2005: 88. Kartini Kartono dalam bukunya Patologi Sosial 2 menjeaskan bahwa kenakalan remaja merupakan gejala sakit secara sosial pada anak remaja Kartini Kartono 1992: 7. “Juvenile Deliquency ialah perilaku jahatdursila, atau kejahatankenakalan anak-anak muda; merupakan gejala sakit patologis secara sosial pada anak-anak dan remaja yang disebabkan oleh satu bentuk pengabaian sosial, sehingga mereka itu mengembangkan bentuk tingkah laku yang menyimpang”. Pengertian terkait kenakalan remaja di atas semakin diperkuat dengan pengertian Kusumanto dalam Sofyan S. Willis 2005: 89 yang menjelaskan bahwa juvenile delinquency atau kenakalan remaja ialah tingkah laku individu yang bertentangan dengan syarat-syarat dan pendapat umum yang dianggap sebagai acceptable dan baik oleh suatu lingkungan atau hukum yang berlaku di suatu masyarakat yang berkebudayaan. Beberapa pengertian para ahli tersebut dapat disimpulkan bahwa juvenile delinquency atau kenakalan remaja adalah suatu perilaku atau kenakalan yang dilakukan oleh remaja yang disebabkan oleh keadaan sosial yaitu dimana anak tidak dapat bersikap atau bertingkah laku sesuai dengan norma yang ada pada masyarakat dan tidak adanya perhatian sosial dari masyarakat. Berdasarkan pengertian di atas kenakalan remaja terjadi karena adanya pengabaian sosial dan faktor orang dewasa yang 45 belum percaya memberikan tanggung jawab pada remaja, sehingga terjadi ketimpangan karena seorang remaja ini ingin melakukan beberapa tanggung jawab seperti orang dewasa. Hurlock dalam Sofyan S. Willis 2005: 89 menjelaskan bahwa kenakalan remaja bersumber dari moral yang sudah berbahaya atau berisiko. Kerusakan moral ini bersumber dari: 1 Keluarga yang sibuk, keluarga retak, dan keluarga dengan single parent dimana anak hanya diasuh oleh ibu; 2 Menurunnya kewibawaan sekolah dalam mengawasi anak; 3 Peranan gereja tidak mampu menangani masalah moral Penjelasan dari Hurlock ini dapat disimpulkan bahwa untuk menangani atau mencegah terjadinya kenakalan remaja diperlukan peranan penting dari lingkungan yang ada disekitar remaja tersebut. Perhatian dan peranan yang diberikan dari keluarga, sekolah, lembaga agama atau masyarakat sekitar adalah cara untuk dapat mencegah, menangani atau mengontrol terjadinya kenakalan remaja.

b. Tipe Kenakalan Remaja

Kenakalan Remaja atau juvenile delinquency dibedakan atau dibagi menjadi beberapa tipe. Pembagian tipe tersebut berdasarkan dengan ciri kepribadian yang defek, yaitu yang mendorong anak menjadi delinkuen. Berikut menurut Kartini Kartono 1992: 49-56 tipe delinkuensi berdasarkan struktur kepribadian: