22 menyebabkan terjadi delta, yang dibentuk oleh lumpur laut dan tumpukan pasir sand
reworked ke arah darat selama pemunculan air laut.
e . Coral Coast
Dua penampilan yang terdapat pada lingkungan ini: mangrove bisa tumbuh pada sedimen terrestrial yang terakumulasi di belakang fringing reefs, atau bisa
terdapat pada sedimen coral sand pada platform reefs. Menurut Ongkosongo, Soemodihardjo, Abdullah 1986 dalam Mulia 1999,
berdasarkan proses terbentuknya hutan mangrove dan lokasi keberadaan hutan mangrove dapat dibedakan menjadi beberapa tipe-tipe hutan mangrove sebagai
berikut:
e.1 Tipe Delta
Terbentuk di muara-muara sungai besar, sedimen yang terbawa aliran sungai dengan cepat mengendap membentuk delta, umumnya dengan morfologi bercabang-
cabang. Delta semacam ini ditemukan di Sumatera Delta Sungai Musi, Delta Tembilahan, dan Delta Sungai Siak, Kalimantan Delta Mahakam, Delta Tarakan,
dan Delta Batu Ampar-Sungai Kapuas, dan Irian Jaya Delta Bintuni.
e.2 Dataran Lumpur
Dapat terletak di pinggiran pantai, umumnya dilatarbelakangi gunung dengan sungai-sungai yang mengalir. Arus pasang surut yang relatif tinggi tersebut
menyebarluaskan sedimen dari sungai menjadi daratan. Endapan lumpur yang luas setinggi permukaan air di waktu pasang tinggi dan apabila erosi cukup tinggi dari
daerah aliran sungai tersebut, maka dapat mengakibatkan terancamnya keadaan hutan
mangrove, karena dataran lumpur menjadi daratan.
e.3 Dataran Pulau
Berbentuk sebuah pulau kecil yang pada waktu surut rendah muncul di atas permukaan air. Substrat biasanya terdiri dari sedimen atas darat atau endapan
karbonat laut, misalnya paparan lumpur di pulau-pulau kecil Kepulauan Seribu.
23
e.4 Dataran Pantai
Habitat ini merupakann jalur sempit memanjang pantai. Substrat terdiri dari pasir, pasir berlumpur atau batu-batuan. Komunitas ini seperti biasanya disebut hutan
mangrove pinggiran fringing mangrove. Pantai timur Lampung, dan pantai timur Sumatera Selatan serta pantai utara Jawa merupakan daratan pantai dengan substrat
pembentuk lumpur dan pasir.
2.2.5 Sistem Perakaran Tumbuhan Mangrove
Berdasarkan Artsornkae 1995, tumbuhan yang membentuk komunitas mangrove dapat dibedakan menjadi 2 dua, yaitu: kelompok tumbuhan yang
memiliki perakaran napas dan kelompok tumbuhan yang tidak memiliki perakaran napas aerial roots.
1. Perakaran Napas
Aerial Roots
Sistem perakaran napas merupakan ciri khas sebagian besar tumbuhan mangrove, sebagai mekanisme adaptasi kondisi ekosistem pasang surut. Pada saat
pasang naik, akar napas ini akan tenggelam oleh air payaulaut, dan pada saat air surut akar napas ini akan terlihat sebagai sistem perakaran yang menjalankan fungsi
menopang batang, mensuplai kebutuhan airmakanan dan sebagian kebutuhan oksigen. Beberapa bentuk perakaran napas sebagai berikut:
a. Akar Tunjang Akar Jangkar
Perakaran tumbuhan mangrove yang memiliki bentuk akar tunjang nampak seperti jangkar yang menancap ke dalam tanahlumpur, menunjang atau menopang
batangtajuk pohon, serta menjalankan fungsi fisiologis bagi proses fotosintesis dan respirasi. Jenis tumbuhan mangrove yang memeliki perakaran ini adalah genus
Rhizophora .
b. Akar Tegak Pneumatophores
Perakaran tegak merupakan sistem perakaran tumbuhan ke arah sampinghorisontal dan pada setiap bagian akar akan ditunjukkan oleh keluarnya
bagian akar yang keluar tegak lurus kepermukaan tanahlumpur. Jenis tumbuhan yang
24 memiliki perakaran ini adalah: genus Avicennia dan Sonneratia. Akar tegak dari
genus Avicennia memiliki tinggi kurang dari 3 cm, sedangkan akar tegak dari genus Sonneratia
memiliki tinggi sampai 3 meter. Pada kedua perakaran genus Avicennia dan Sonneratia mengandung klorofil pada bagian permukaan akar.
c. Akar Lutut