2. Arus Laut 3. Pasang Surut 4. Bathymetri 5. Erosi, Abrasi, dan Sedimentasi

Jarak terhadap pantai mempengaruhi terjadinya interfrensi dengan gelombang yang berlawanan. Pada kondisi angin normal searah, periode gelombang relatif panjang dan konstan sehingga pada daerah yang lebih tengah relatif lebih aman untuk pelayaran. Pada daerah pantai yang kaya akan hutan rawa, gelombang yang datang akan diserap oleh hutan rawa tersebut, sedangkan pada pantai-pantai terbuka, terjadi pemantulan gelombang yang akan menimbulkan interferensi saling menguatkan. Kelandaian akan menentukan magnitudo gelombang pantul. Dinding pantai yang terjal dan keras akan membangkitkan gelombang pantul yang kuat. Pada pantai yang landai, meskipun tidak terjadi penyerapan energi, namun gelombang pantul lebih tersebar merata pada bidang yang lebih luas, sehingga efek interferensi saling menguatkan relatif lebih kecil. Berdasarkan kategori yang dibuat pada lokasi studi Daerah Kapuk, di sebelah Barat merupakan pantai yang terbuka untuk pertambahan Pantai Kamal dengan kondisi terbuka, daerah tengan merupakan hutan bakau, relatif tipis dan tidak begitu panjang, sebelah Timur terdapat jetti yang dapat dianggap sebagai dinding terjal dengan efek peredaman pada gelombang pantul kecil. Situasi tersebut dapat digambarkan secara garis besar sebagai pantai yang mengalami intervensi manusia, sehingga rona awal pada dasarnya telah mengalami perubahan dari kondisi alamiahnya.

b.2. Arus Laut

Arus Laut di Laut Jawa sebagian besar dipengaruhi oleh gerakan angin. Arus akan mengalir dari arah timur selama musim muson Barat Desember- Februari dan dari arah Barat selama musim muson Timur Juni-Agustus. Arus ini bisa mencapai kecepatan 0,25-0,50 mdet. Kecepatan arus rata-rata harian adalah 0,10-0,13 mdet, dari arah Barat selama musim muson timur.

b.3. Pasang Surut

Pengaruh pasang surut air laut merupakan aspek yang sangat penting dalam pengkajian bentang alam pesisir pantai. Sifat pasang surut untuk daerah Perairan Kapuk dan Pulau Bidadari adalah Harian Tunggal. Artinya dalam 24 jam terjadi satu kali pasang surut. Berdasarkan hasil pengukuran Dinas Hidrologi Angkatan Laut RI 1978 dapat diketahui tenggang pada saat pasang surut terendah 0,25 m. Berdasarkan pengamatan pasang surut yang dilakukan oleh Perum Pelabuhan Tanjung Priok adalah:  Air pasang tertinggi HHWS 1.80 m + PP  Air pasang rata-rata MHW 1.40 m + PP  Air rata-rata MSL 0.95 m + PP  Air surut rata-rata MLW 0.56 m + PP  Air surut terendah LLWS 0.23 m + PP Pengkajian variabilitas pasang surut air laut ini ditujukan untuk analisis tentang mekanisme pengikisan pantai dan operasional sisten drainase yag lebih dikhususkan pada analisis kecepatan aliran dan transport sedimen pada Sungai Angke Bawah-Banjir Kanal dan Cengkareng Drain yang berfungsi sebagai Floodway .

b.4. Bathymetri

Data bathymetri kondisi perairan di sekitar Muara Angke sebagai berikut :  Dasar laut mempunyai kemiringan 0,38  Kontur dengan interval 0,5 m sejajar dengan garis pantai  Potensi sedimen transport lumpur Sungai Angke dan Cengkareng Drain cukup luas sekitar 3 km dari pantai  Potensi sebaran lumpur Sungai Angke Bawah - banjir Kanal lebih besar dari Cengkareng Drain PT. Pantai Indah kapuk, 1994

b.5. Erosi, Abrasi, dan Sedimentasi

Secara alami proses erosi, abrasi, dan sedimentasi merupakan faktor yang sangat berperan dalam mengubah bentuk garis pantai, yang bergantung pada jenis dan jumlah sedimen air sungai. Kontiyunitas penyebarannya dipengaruhi oleh energi dinamik arus, gelombang, dan pasang surut air laut. Faktor alamiah dominan pengubahan bentang alam pesisir dipengaruhi oleh dinamika interaksi antara penbentukan delta dan pendangkalan interdelta tinggi gelombang, dan arus laut yang akan menimbulkan suksesi komponen lokal. Pembentukan delta akibat transport sediment sungai akan berakibat lanjut terjadinya perubahan arus laut dan berpotensi menimbulkan arus yang menimbulkan abrasi pada bagian pantai lain di sekitarnya.

b.6. Hubungan antara Pola Refraksi Gelombang dengan Penyebaran