Menambah estitika Sarana beristirahat bernuansa alami
Untuk itu, masyarakat mengharapkan pihak pengelola hutan lindung untuk membangun sarana rekreasi seperti: pemancingan, wisata pantai, taman burung,
arboretum alam dll, yang dilengkapi dengan sarana penunjang antara lain seperti: masjid, jalan, tempat berteduh, transportasi, rumah peristirahatan, dan kantin.
Namun mengingat statusnya sebagai hutan lindung, maka hendaknya pembangunan sarana alternatif rekreasi tersebut jangan sampai merubah fungsi
dan kondisi hutan lindung tersebut. Berkaitan dengan adanya pemanfaatan sebagian kawasan lindung menjadi
areal pertambakan, terlihat adanya pro dan kontra di kalangan masyarakat. Dari data di atas, terlihat bahwa masyarakat nelayan 54,5 ; masyarakat Non-PIK
87,6 ; dan masyarakat PIK 44,4 memiliki persepsi yang sama bahwa hutan mangrove memberikan manfaat yang jauh lebih besar daripada tambak.
Sedangkan menurut persepsi masyarakat petambak sendiri, walaupun sebagai besar 60 mereka berpendapat bahwa tambak memberikan manfaat yang lebih
besar daripada hutan mangrove, tetapi sebagian masyarakat masih memiliki pandangan yang cukup baik bahwa dari segi kelestarian sumberdaya alam sudah
barang tentu hutan mangrove memberikan manfaat yang lebih besar daripada tambak.
Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa umumnya masyarakat sekitar hutan lindung telah memahami dan merasakan manfaat
keberadaan hutan lindung yang lebih baik secara langsung ataupun tidak. Akan tetapi, perlu diberikan pemahaman yang mendalam tentang perimbangan besarnya
manfaaat ekonomis dan ekologis dari ekosistem hutan lindung tersebut. Hal ini mengingat akan desakan kebutuhan ekonomi yang semakin meningkat, sehingga
terdapat kecenderungan pemanfaatan sumberdaya alam untuk pemenuhan kebutuhan ekonomi masyarakat.
c. Persepsi Masyarakat Mengenai Upaya Pelestarian
Upaya pelestarian hutan lindung mutlak perlu dilakukan untuk kelangsungan kelestarian di masa mendatang. Sebagai kawasan lindung yang
dikelilingi oleh komunitas masyarakat, kelestarian Hutan Lindung Angke Kapuk sangat ditentukan oleh peran aktif masyarakat sekitar.
Untuk mengetahui persepsi masyarakat terhadap upaya pelestarian hutan lindung, maka dalam kajian ini dilakukan wawancara dengan masyarakat sekitar.
Hasil wawancara dapat direkapitulasi dengn menggunakan Tabel 38 berikut.
Tabel 38 Persepsi masyarakat pelestarian kawasan lindung menurut persentase penilaian responden
No Persepsi Masyarakat
Kategori Masyarakat Nelayan
Petambak Non-PIK
PIK
1
Kemampuan untuk mengamankan keberadaan hutan lindung a. Bersedia
b. Tidak bersedia c. Tidak tahu
100,0 0,0
0,0 90,0
10,0 0,0
50,0 0,0
50,0 55,6
0,0 33,3
2
Kemamuan untuk memasyarakatkan pentingnya hutan lindung a. Bersedia
b. Tidak bersedia c. Tidak tahu
81,8 18,2
0,0 90,0
10,0 0,0
62,5 0,0
37,5 66,7
0,0 22,2
3
Pemahaman mengenai akibat rusaknya hutan lindung a. Tahu
b. Tidak tahu 63,4
27,3 40,0
60,0 62,5
37,5 33,3
55,6 4
Persepsi terhadap keberadaan Perumahan Indah Kapuk PIK a. Baik
b. Tidak baik c. Tidak tahu
18,2 27,3
54,5 20,0
0,0 80,0
87,5 0,0
12,5 55,6
0,0 22,2
5
Persepsi terhadap keberadaan tambak a. Baik
b. Tidak baik c. Tidak tahu
45,5 9,1
36,4 100,0
0,0 0,0
50,0 25,0
25,0 44,4
11,1 22,2
Sumber : Santoso, N 2002
Dari data di atas, umumnya kemauan masyarakat untuk turut berpartisipasi dalam pengamanan hutan lindung yang cukup besar. Sebanyak 100 responden
yang berasal dari masyarakat nelayan, 90 masyarakat petambak, 50 masyarakat Non-PIK, dan 55 masyarakat PIK masing-masing menyatakan
bersedia turut serta dan berpartisipasi utnuk mengamankan dan melestarikan kawasan lindung. Hasil positif lainnya dari persepsi masyarakat tersebut adalah
munculnya kemauan yang baik untuk memasyarakatkan pentingnya hutan lindung. Terlihat dari data di atas, bahwa persentase jumlah responden yang
menyatakan bersedia turut memasyarakatkan pentingnya hutan lindung cukup besar yaitu berkisar antara 62,5 hingga 90 pada masing-masing kategori
masyarakat. Akan tetapi masyarakat nelayan dan petambak relatif lebih baik motivasinya dibanding masyarakat Non-PIK dan PIK. Hal ini dimungkinkan
karena masyarakat nelayan dan petambak relatif intensif dalam menggunakan sumberdaya hutan lindung, sehingga merasa bertanggung jawab pula atas
kelestariannya.
e. Penilaian Masyarakat Terhadap SMMA