3
1.2 Rumusan Masalah
Kondisi hutan mangrove Muara Angke saat ini telah mengalami kerusakan, yang disebabkan oleh perubahan lingkungan di sekitarnya dan tekanan
langsung dan tidak langsung terhadap keberadaan hutan mangrove itu sendiri. Kondisi pengelolaan prasarana dan sarana, sumberdaya manusia, dana, data, dan
informasi juga sangat lemah. Hal ini mendorong persepsi masyarakat terhadap upaya pelestarian hutan mangrove yang rendah.
Faktor-faktor yang mendorong kerusakan hutan mangrove berasal dari aktivitas manusia atau pembangunan di darat industri, restoran atau hotel,
pemukiman, dan pertanian yang memberikan kontribusi tekanan berupa pencemaran limbah cair, sedimentasi, dan kerusakan sampah, serta aktivitas
manusia di perairan laut perhubungan, perikanan atau nelayan yang memberikan dampak negatif pencemaran minyak, abrasi terhadap pantai. Faktor lain yang
mendorong kerusakan hutan mangrove berasal dari aktivitas manusia pada hutan mangrove itu sendiri, berupa: budidaya tambak dan penebangan kayu bakau.
Aktivitas semua pihak pada ketiga tempat tersebut daratan atau hulu, hutan mangrove, dan perairan laut telah menimbulkan dampak negatif terhadap
keberadaan dan keberlanjutan fungsi hutan mangrove Muara Angke. Kebijakan Pemerintah Daerah Khusus Ibukota Jakarta ikut serta memberi
peluang terhadap terjadinya penurunan kualitas dan kuantitas hutan mangrove Muara Angke, yaitu: konversi hutan mangrove 831,63 ha menjadi wilayah
pemukiman Pantai Indah Kapuk dan rencana reklamasi pantai. Lemahnya fungsi pengawasan terhadap kegiatan pembangunan yang berpotensi menimbulkan
pencemaran industri, restoran, dan perhotelan juga ikut serta semakin meningkatnya intensitas pencemaran lingkungan, termasuk menurunnya kualitas
lingkungan hutan mangrove Muara Angke. Di samping itu, status kawasan mangrove Muara Angke hutan lindung,
taman wisata alam, suaka margasatwa, lahan dengan tujuan istimewa dan arboretum, tambak yang dikelola oleh Dinas Kelautan dan Pertanian, BKSDA
Balai Konservasi Sumberdaya Alam, PT. Murindra Karya Lestari, Badan Riset Kementrian Kelautan dan Perikanan telah mendorong tidak harmonisnya
pengelolaan kawasan mangrove 477,7 ha. Lemahnya koordinasi dan tidak
4 berjalanya integrasi, sinkronisasi dan sinergi pengelolaan telah menyebabkan
pengelolaan kawasan mangrove dilakukan secara parsial dan tidak terpadu. Pengembangan pengelolaan hutan mangrove Muara Angke di DKI Jakarta
sangat penting untuk mendukung sarana pendidikan lingkungan, penelitian, dan wisata alam bagi generasi muda dan masyarakat pada umumnya, serta sebagai
ruang terbuka hijau dan meningkatkan kualitas kawasan lindung. Terbatasnya ruang untuk melakukan kegiatan di alam terbuka telah mendorong upaya
pemanfaatan hutan mangrove oleh masyarakat untuk kegiatan wisata alam pemancingan, rekreasi, penelitian, dan pendidikan lingkungan.
Berdasarkan kondisi dan permasalahan serta pengembangan pengelolaan kawasan lindung DKI Jakarta, maka pengelolaan kawasan mangrove Muara
Angke Jakarta berkelanjutan perlu kajian yang meliputi: a. Bagaimana kondisi lingkungan ekosistem mangrove di Muara Angke?
b. Bagaimana kondisi sosial ekonomi masyarakat di sekitar kawasan mangrove Muara Angke?
c. Sejauhmana status keberlanjutan pengelolaan mangrove di Muara Angke? d. Bagaimana arahan kebijakan dan strategi pengelolaan kawasan mangrove
Muara Angke pada masa mendatang?
1.3 Tujuan Penelitian