Status Pemanfaatan dan Kelembagaan Pengelolaan Kawasan Mangrove Muara Angke

Peraturan Pemerintah No.06 tahun 2007, Peraturan Pemerintah No.28 tahun 2011 dan Keputusan Presiden No.32 tahun 1990 Tabel 63.

7.3.2 Status Pemanfaatan dan Kelembagaan Pengelolaan Kawasan Mangrove Muara Angke

Kawasan mangrove Muara Angke yang masih tersisa saat ini sekitar 478 ha yang terdiri atas kawasan hutan atau tanah negara hutan lindung, hutan wisata, arboretum atau kebun benih, lahan dengan tujuan istimewa, transmisi PLN, dan suaka margasatwa seluas 327,7 ha dan lahan tambak milik masyarakat 93,0 ha, dan lahan tambak penelitian KKP Kementrian Kelautan dan Perikanan 57,3 ha. Ditinjau dari status kawasan, maka kawasan hutan mangrove Muara Angke telah berstatus cukup kuat Hutan Lindung, Suaka Margasatwa, Taman Wisata Alam. Lahan tambak KKP tanah negara yang peruntukannya untuk penelitian dan pengembangan, sedangkan lahan tambak masyarakat 93 ha telah dibeli Pemda DKI seluas 32 ha sebagai pengganti kawasan LDTI yang dipakai untuk jalan rel kereta api Bandara Soekarno-Hatta. Dengan demikian keseluruhan tanah negara kawasan hutan dan lahan tambak KKP menjadi 401,0 ha, sedangkan lahan tambak milik masyarakat tinggal 61,0 ha. Memperhatikan kondisi potensi kawasan saat ini dan status kawasan mangrove Muara Angke, tidak memungkinkan dilakukan kegiatan pemanfaatan hasil hutan kayu atau ekstraksi sumberdaya. Pada kawasan hutan lindung, suaka margasatwa dan taman wisata alam hanya memungkinkan dilakukan kegiatan pemanfaatan jasa lingkungan wisata alam, pendidikan dan penelitian. Hal ini diperkuat oleh kondisi mangrove yang tidak mampu lagi menjalankan fungsinya dengan baik, karena tingginya tekanan lingkungan pencemaran limbah cair, limbah padatsampah, dan dinamika pembangunan yang kurang memperhatikan kelestarian ekosistem mangrove. Tabel 63 Klasifikasi Hutan Konservasi dan Hutan Lindung menurut Undang-Undang No. 41 tahun 1999 Peraturan Pemerintah No. 34 Tahun 2002 dan Peraturan Pemerintah No.28 Tahun 2011 Jenis Hutan Kawasan Sub Kawasan Kriteria Zona Pemanfaatan Hutan Konservasi Kawasan Suaka Alam KSA Cagar Alam a. Memiliki keanekaragaman jenis tumbuhan danatau satwa liar yang tergabung dalam suatu tipe ekosistem; b. Mempunyai kondisi alam, baik tumbuhan danatau satwa liar yang secara fisik masih asli dan belum terganggu; c. Terdapat komunitas tumbuhan danatau satwa beserta ekosistemnya yang langka danatau keberadaannya terancam punah; d. Memiliki formasi biota tertentu danatau unit-unit penyusunnya; e. Mempunyai luas yang cukup dan bentuk tertentu yangdapat menunjang pengelolaan secara efektif dan menjamin berlangsungnya proses ekologis secara alami; danatau f. Mempunyai ciri khas potensi dan dapat merupakan contoh ekosistem yang keberadaannya memerlukan upaya konservasi. a. Penelitian dan pengembangan ilmu pengetahuan; b. Pendidikan dan peningkatan kesadartahuan konservasi alam; c. Penyerapan danatau penyimpanan karbon; dan d. Pemanfaatan sumber plasma nutfah untuk penunjang budidaya. Tabel 63 Klasifikasi Hutan Konservasi dan Hutan Lindung menurut Undang-Undang No. 41 tahun 1999 Peraturan Pemerintah No. 34 Tahun 2002 dan Peraturan Pemerintah No.28 Tahun 2011 lanjutan Jenis Hutan Kawasan Sub Kawasan Kriteria Zona Pemanfaatan Suaka Margasatwa a. Merupakan tempat hidup dan berkembang biak satu atau beberapa jenis satwa langka danatau hampir punah; b. Memiliki keanekaragaman dan populasi satwa yang tinggi; c. Merupakan tempat dan kehidupan bagi jenis satwa migrasi tertentu; danatau d. Mempunyai luas yang cukup sebagai habitat jenis satwa a. Blok perlindungan; b. Blok pemanfaatan; dan c. Blok lainnya. a. Penelitian dan pengembangan ilmu pengetahuan; b. Pendidikan dan peningkatan kesadartahuan konservasi alam; c. Penyimpanan danatau penyerapan karbon, pemanfaatan air serta energi air, panas, dan angin serta wisata alam terbatas; dan d. Pemanfaatan sumber plasma nutfah untuk penunjang budidaya Kawasan Pelestarian Alam KPA Taman Nasional a. Memiliki sumber daya alam hayati dan ekosistem yang khas dan unik yang masih utuh dan alami serta gejala alam yang unik; b. Memiliki satu atau beberapa ekosistem yang masih utuh; c. Mempunyai luas yang cukup untuk menjamin kelangsungan proses ekologis secara alami; dan d. Merupakan wilayah yang dapat dibagi ke dalam zona inti, zona pemanfaatan, zona rimba, danatau zona lainnya sesuai dengan keperluan. a. Zona inti; b. Zona rimba; c. Zona pemanfaatan; danatau d. Zona lain sesuai dengan keperluan. a. Penelitian dan pengembangan ilmu pengetahuan; b. Pendidikan dan peningkatan kesadartahuan konservasi alam; c. Penyimpanan danatau penyerapan karbon, pemanfaatan air serta energi air, panas, dan angin serta wisata alam; d. Pemanfaatan tumbuhan dan satwa liar; e. Pemanfaatan sumber plasma nutfah untuk penunjang budidaya; f. Pemanfaatan tradisional oleh masyarakat setempat Tabel 63 Klasifikasi Hutan Konservasi dan Hutan Lindung menurut Undang-Undang No. 41 tahun 1999 Peraturan Pemerintah No. 34 Tahun 2002 dan Peraturan Pemerintah No.28 Tahun 2011 lanjutan Jenis Hutan Kawasan Sub Kawasan Kriteria Zona Pemanfaatan Taman Hutan Raya a. Memiliki keindahan alam danatau gejala alam; b. Mempunyai luas wilayah yang memungkinkan untuk pengembangan koleksi tumbuhan danatau satwa; dan c. Merupakan wilayah dengan ciri khas baik asli maupun buatan, pada wilayah yang ekosistemnya masih utuh ataupun wilayah yang ekosistemnya sudah berubah. a. Blok perlindungan; b. Blok pemanfaatan; dan c. Blok lainnya. a. Penelitian dan pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi; b. Pendidikan dan peningkatan kesadartahuan konservasi; c. Koleksi kekayaan keanekaragaman hayati; d. Penyimpanan danatau penyerapan karbon, pemanfaatan air serta energi air, panas, danangin serta wisata alam; e. Pemanfaatan tumbuhan dan satwa liar dalam rangka menunjang budidaya dalam bentuk penyediaan plasma nutfah; f. Pemanfaatan tradisional oleh masyarakat setempat; dan g. Pembinaan populasi melalui penangkaran dalam rangka pengembangbiakan satwa atau perbanyakan tumbuhan secara buatan dalam lingkungan yang semi alami. Taman Wisata Alam a. Mempunyai daya tarik alam berupa tumbuhan, satwa atau bentang alam, gejala alam serta formasi geologi yang unik; b. Mempunyai luas yang cukup untuk menjamin kelestarian potensi dan daya tarik alam untuk dimanfaatkan bagi pariwisata dan rekreasi alam; dan a. Blok perlindungan; b. Blok pemanfaatan; dan c. Blok lainnya. a. Penyimpanan danatau penyerapan karbon, pemanfaatan air serta energi air, panas, dan angin serta wisata alam; b.Penelitian dan pengembangan ilmu pengetahuan; c. Pendidikan dan peningkatan kesadartahuan konservasi alam; d.Pemanfaatan sumber plasma nutfah untuk penunjang budidaya; Tabel 63 Klasifikasi Hutan Konservasi dan Hutan Lindung menurut Undang-Undang No. 41 tahun 1999 Peraturan Pemerintah No. 34 Tahun 2002 dan Peraturan Pemerintah No.28 Tahun 2011 lanjutan Jenis Hutan Kawasan Sub Kawasan Kriteria Zona Pemanfaatan c. Kondisi lingkungan di sekitarnya mendukung upaya pengembangan pariwisata alam. e.Pembinaan populasi dalam rangka penetasan telur danatau pembesaran anakan yang diambil dari alam; dan f. Pemanfaatan tradisional oleh masyarakat setempat Taman Buru Blok Perlindungan Blok Pemanfaata Buru, Breeding, Grazing breeding Berburu Wisata Buru Blok Lainnya Restoran, kantor, resort, dsb Hutan Lindung Pemanfaatan kawasan a. Budidaya tanaman obat; b. Budidaya tanaman hias; c. Budidaya jamur; d. Budidaya lebah; e. Penangkaran satwa liar; f. Rehabilitasi satwa; atau g. Budidaya hijauan makanan ternak Pemanfaatan Jasa Lingkungan a. Pemanfaatan jasa aliran air; b. Pemanfaatan air; c. Wisata alam; d. Perlindungan keanekaragaman hayati; e. Penyelamatan dan perlindungan lingkungan; atau f. Penyerapan danatau penyimpanan karbon. Sumber : 1. Undang-Undang No.5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumberdaya Alam Hayati dan Ekosistemnya 2. Undang-Undang No.41 Tahun 1999 tentang Kehutanan 3. Peraturan Pemerintah No.06 Tahun 2007 tentang Tata Hutan dan Penyusunan Rencana Pengelolaan Hutan, serta Pemanfaatan Hutan 4. Peraturan Pemerintah No. 28 Tahun 2011tentang Pengelolaan Kawasan Suaka Alam dan Kawasan Pelestarian Alam Tabel 63 Klasifikasi Hutan Konservasi dan Hutan Lindung menurut Undang-Undang No. 41 tahun 1999 Peraturan Pemerintah No. 34 Tahun 2002 dan Peraturan Pemerintah No.28 Tahun 2011 lanjutan Jenis Hutan Kawasan Sub Kawasan Kriteria Zona Pemanfaatan Pemungutan Hasil Hutan Non Kayu a. Rotan; b. Madu; c. Getah; d. Buah; e. Jamur; atau f. Sarang burung walet. Ditinjau dari potensi permintaan demand kegiatan pendidikan lingkungan dan penelitian yang dapat dilakukan oleh pelajar dan mahasiswa, keberadaan kawasan mangrove cukup potensial. Jumlah perguruan tinggi dan akademi di seluruh wilayah DKI Jakarta tidak kurang 174 buah, dengan jumlah mahasiswa 618.520 orang, jumlah SLTA 1.513 buah dengan jumlah siswa 657.628 pelajar, jumlah SLTP 1.044 buah dengan jumlah siswa 402.298 orang, jumlah SD 3.179 buah dengan jumlah siswa 834.753 orang. Jumlah mahasiswa dan pelajar tersebut merupakan potensi pasar potensial bagi kegiatan pendidikan lingkungan di wilayah DKI Jakarta. Di samping itu dengan kondisi prasarana dan sarana pengelolaan yang ada, kondisi kunjungan wisatawan ke kawasan mangrove Muara Angke hutan lindung, suaka margasatwa, blok ekowisata dan taman wisata alam sekitar 31.252 orangtahun. Pada kawasan mangrove 478 ha terdapat 7 tujuh pihak yang terkait langsung dalam pengelolaan, yaitu: 1 Dinas Kelautan dan Pertanian, 2 Balai Konservasi Sumberdaya Alam, 3 PT. Murindra Karya Lestari, 4 Litbang Kementrian Kelautan dan Perikanan, 5 Badan Pengelola Lingkungan Hidup Daerah, 6 PT. Kapuk Naga Indah dan Group, dan 7 Masyarakat pemilik lahan tambak. Masing-masing pihak memiliki rencana pengelolaan sendiri Rencana Pengelolaan Hutan Lindung, LDTI, Suaka Margasatwa, dan Hutan Wisata serta lahan Tambak Penelitian Kementrian Kelautan dan Perikanan, serta tidak ada mekanisme KISS koordinasi, integrasi, sinkronisasi dan sinergis diantara pemangku kepentingan. Sehingga permasalahan yang dihadapi kawasan mangrove Muara Angke tidak teratasi dengan baik. Status hutan konservasi Suaka Margasatwa dan taman Wisata Alam merupakan tanggung jawab Pemerintah Kementrian Kehutanan, sehingga BKSDA sebagai unit pusat di daerah yang bertanggung jawab terhadap pengelolaan kawasan Suaka Margasatwa dan Taman Wisata Alam, merasa tidak perlu melibatkan Dinas Kelautan dan Pertanian DKI Jakarta dalam menyusun program dan kegiatan. Demikian pula instansisektor lain dalam melakukan penyusunan program dan implementasinya. Ditinjau dari keberadaan kawasan mangrove dan bentang alam lansekap, kondisi kawasan mangrove 478 ha dengan status pengelolaan dan luasan yg kecil dan tingkat gangguan yang tinggi, maka kurang efektif dalam menjalankan fungsinya apabila tidak ada satu kesatuan dalam pengelolaan. Memperhatikan Tabel 62, kondisi dan status kawasan mangrove Muara Angke, serta kegiatan pemanfaatan yang telah berjalan, maka status hutan konservasi yang lebih sesuai untuk pengelolaan kawasan mangrove Muara Angke adalah Taman Hutan Raya. Hal ini juga didukung oleh kebijakan pengelolaan Taman Hutan Raya Peraturan Pemerintah No. 28 tahun 2011 yang menyebutkan bahwa : 1 Penyelenggaraan KSA dan KPA kecuali taman hutan raya dilakukan oleh Pemerintah 2 Untuk taman hutan raya, penyelenggaraannya dilakukan oleh pemerintah provinsi atau pemerintah kabupatenkota 3 Penyelenggaraan KSA dan KPA oleh Pemerintah sebagaimana dimaksud pada ayat 1 dilakukan oleh unit pengelola yang dibentuk oleh Menteri 4 Penyelenggaraan taman hutan raya oleh pemerintah provinsi atau pemerintah kabupatenkota sebagaimana dimaksud pada ayat 2 dilakukan oleh unit pengelola yang dibentuk oleh gubernur atau bupatiwalikota Memperhatikan hal tersebut, maka apabila status pengelolaan seluruh kawasan mangrove Muara Angke menjadi Taman Hutan Raya, maka peran Pemerintah Provinsi akan semakin kuat dalam melakukan koordinasi pengelolaan dan implementasinya, termasuk dalam pengalokasian anggaran.

7.3.3 Prioritas Kebijakan