Gambar 29 Atribut ekonomi yang menjadi faktor pengungkit keberlanjutan pengelolaan kawasan mangrove Muara Angke.
6.3.3 Dimensi Sosial
Indek keberlanjutan yang tergolong belum berkelanjutan, karena 75,0. Dengan demikian pengelolaan dimensi sosial kawasan mangrove Muara Angke
harus dilakukan dengan memperhatikan atribut yang merupakan faktor pengungkit guna efisiensi dan efektivitas kegiatan pengelolaan. Pada penelitian ini
terdapat 10 atribut dimensi sosial yang menentukan keberlanjutan pengelolaan dan terdapat tiga atribut yang merupakan faktor pengungkit berdasarkan nilai
RMS 3,0, yaitu partisipasi pengelolaan, keadaran masyarakat dan perhatian peneliti. Secara visual disajikan pada Gambar 30.
Secara administratif kawasan mangrove Muara Angke terletak pada wilayah Kelurahan Kamal Muara, Kelurahan Kapuk Muara, dan Kelurahan Pluit.
0.5 1
1.5 2
2.5 3
3.5
Jumlah sektor informal Dukungan dana CSR
Jumlah pengunjung wisata alam Persentase pendapatan
… Anggaran pemerintah untuk
… Manfaat tidak langsung
Daya beli masyarakat Penyerapan tenaga kerja
Jumlah penduduk miskin Aksesibilitas kawasan mangrove
Rerata penghasilan terhadap UMR Manfaat langsung mangrove
Root Mean Square Change in Ordination when Selected Attribute Removed on Sustainability scale 0 to 100
A tt
ri b
u te
Leverage of Attributes: Ekonomi
Jumlah penduduk Kamal Muara 8.960 jiwa dengan kepadatan 8 jiwaha, mata pencaharian terbesar adalah nelayan atau tani 3.165 jiwa dan buruh 1.771 jiwa.
Penduduk Kelurahan
Pluit 46.760
jiwa, sebagian
besar bermatapencaharian sebagai karyawan atau PNS atau ABRI 13.836 jiwa,
pedagang 10.945 jiwa, dan nelayan 2.689 jiwa. Tingkat pendidikan sebagian besar tamat SLTP 10.516 jiwa dan SLTA 12.987 jiwa dan lulusan akademi
atau perguruan tinggi 5.206 jiwa. Kelurahan Kapuk Muara mempunyai jumlah penduduk 23.522 jiwa
dengan kepadatan 23 jiwaha, mayoritas 75 bermatapencaharian sebagai buruh atau karyawan swasta 15.339 jiwa dan tani atau nelayan hanya 33 jiwa.
Kegiatan masyarakat yang berhubungan langsung dengan hutan lindung adalah sebagai nelayan, pencari bibit mangrove, penyedia bibit dan penanaman
mangrove, pencari ikan mancing dan menjala, berekreasi dengan memancing, dan pemulung plastik.
Partisipasi masyarakat sekitar dalam kegiatan pengelolaan mangrove pada umumnya bermotif ekonomi, seperti pengumpulan buah mangrove propagule,
pembibitan dan kegiatan penanaman. Partisipasi yang sifatnya sukarela hampir tidak ada, dikarenakan pola hidup dan tuntutan hidup masyarakat di sekitar
kawasan mangrove untuk dapat melangsungkan kehidupanya harus memiliki uang untuk dapat memenuhi kebutuhan hidupnya.
Kegiatan peningkatan peranserta masyarakat yang pernah dilakukan LPP Mangrove sejak tahun 1996, dengan membina Karang Taruna Kelurahan Kamal
Muara dapat berjalan selama ada pendampingan. Namun setelah selesai kegiatan pendampingan, peranserta aktif dalam pengelolaan mangrove tidak berlanjut.
Pemberdayaan ekonomi dengan memberikan modal usaha budidaya kerang hijau dapat berjalan, karena memberikan keuntungan ekonomi.
Sejak tahun 1996 sampai tahun 2009 telah banyak dilakukan kegiatan peningkatan peranserta masyarakat, yaitu: 1 Penyuluhan dan pelatihan
rehabilitasi mangrove, 2 Pelatihan interpreter pendidikan lingkungan di kalangan Guru SLTP, pemuda atau LSM, dan Pramuka Sakawana Bhakti, 3
Pendidikan lingkungan tingkat Sekolah Dasar, SLTP, dan SLTA, 4 Kegiatan penanaman dan pemeliharaan mangrove, 5 Kegiatan pembuatan pembibitan, dan
6 Pemberdayaan ekonomi masyarakat. Sumber pendanaan berasal dari APBN, APBD, dan swasta dengan dana CSR Corporate Social Responsibility.
Kegiatan penanaman yang melibatkan stakeholder pelajar, mahasiswa, perguruan tinggi, dan swasta antara tahun 2007 sampai tahun 2010 tidak kurang
telah dilakukan 30 kegiatan penanaman dengan dana sepenuhnya dari stakeholder tersebut. Dengan kata lain minat stakeholder, terutama pihak swasta untuk
meningkatkan kualitas lingkungan kawasan mangrove Muara Angke sangat tinggi. Hanya saja kondisi tersebut belum didukung dengan kesiapan dalam
Rencana Pengelolaan Kawasan Mangrove Muara Angke yang terpadu Hutan Lindung, Hutan Wisata, Suaka Margasatwa, LDTI, lahan tambak KKP, dan lahan
tambak milik masyarakat. Potensi peranserta stakeholder swasta, perguruan tinggi, dan masyarakat yang tinggi tersebut akan lebih efektif dan efisien dalam
mewujudkan pengelolaan kawasan mangrove Muara Angke berkelanjutan, apabila tersedia perencanaan pengelolaan kawasan mangrove Muara Angke yang tepadu.
Masyarakat sekitar, terutama kelompok nelayan telah menyadari bahwa dampak pemanasan global telah terjadi, seperti: meningkatnya abrasi pantai,
gelombang pasang rob, interusi air laut, dan tinggi gelombang yang mengganggu dalam penangkapan ikan. Oleh karena itu kesadaran masyarakat
terutama nelayan tentang fungsi mangrove dalam mencegah abrasi pantai cukup tinggi. Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa dalam 10 tahun terakhir 98
responden pernah mengalami banjir rob, dengan frekwensi paling banyak lebih dari enam kali 58 . Dengan demikian banjir di wilayah penelitian cukup sering
terjadi dan wilayah yang paling sering terkena banjir adalah Kelurahan Kamal Muara, dimana 100 responden yang berasal dari kelurahan tersebut terkena banjir
lebih dari enam kali dalam 10 tahun terakhir. Sedangkan Kelurahan Kamal Muara, Penjaringan, Kapuk Muara, dan Pluit yang merasakan dampak gangguan
abrasi pantai, serta semua wilayah Kelurahan mengalami banjir pasang rob. Hasil wawancara dengan masyarakat menunjukkan bahwa bentuk
peranserta masyarakat dalam pengelolaan kawasan mangrove Muara Angke masih sebatas tenaga kerja, belum bersedia mengalokasikan dana. Namun khusus
masyarakat yang tinggal di Perumahan Pantai Indah Kapuk, bersedia mengalokasikan dana untuk membantu pengelolaan kawasan mangrove. Biasanya
kelompok masyarakat yang tergabung dalam Umat Budha Tsu Chi melakukan ritual secara rutin dalam bentuk melepaskan binatang di kawasan mangrove
Muara Angke. Nilai sosial keberadaan mangrove Muara Angke cukup tinggi di wilayah
Propinsi DKI Jakarta. Hal ini didasarkan atas potensi permintaan kegiatan pendidikan lingkungan dan penelitian yang dapat dilakukan oleh pelajar dan
mahasiswa. Jumlah perguruan tinggi dan akademi di seluruh wilayah DKI Jakarta tidak kurang 174 buah, dengan jumlah mahasiswa 618.520 orang, jumlah SLTA
1.513 buah dengan jumlah siswa 657.628 pelajar, jumlah SLTP 1.044 buah dengan jumlah siswa 402.298 orang, jumlah SD 3.179 buah dengan jumlah siswa
834.753 orang. Jumlah mahasiswa dan pelajar tersebut merupakan potensi pasar potensial bagi kegiatan pendidikan lingkungan di wilayah DKI Jakarta.
Gambar 30 Atribut sosial yang menjadi faktor pengungkit keberlanjutan
pengelolaan kawasan mangrove Muara Angke.
1 2
3 4
5 6
RT Pemanfaat sumberaya Pendidikan masyarakat
Kesadaran masyarakat Partisipasi pengelolaan
Konflik sosial Dampak sosial
Perhatian peneliti Frekuensi pertemuan
Resistensi kebijakan
Root Mean Square Change in Ordination when Selected Attribute Removed on Sustainability scale 0 to 100
A tt
ri b
u te
Leverage of Attributes: Sosial
Di samping itu perhatian peneliti perlu ditingkatkan, baik peneliti dari Perguruan Tinggi, lembaga swadaya masyarakat, pelajar dan mahasiswa. Potensi
perhatian peneliti di wilayah Jakarta-Bogor-Tangerang-Bekasi JABOTABEK cukup tinggi, namun sarana prasarana pendukung masih belum menunjang.
Sebagai contoh: dalam pengurusan ijin penelitian, harus mengurus ke kantor BKSDA di Salemba atau Dinas Kelautan dan Pertanian. Apabila kantor pengelola
berada di lokasi Muara Angke, maka akan memudahkan dalam pelayanan. Demikian pula pengelolaan data dan informasi hasil-hasil penelitian yang sampai
sekarang masih belum berjalan.
6.3.4 Dimensi Kelembagaan