Kebijakan Kegiatan Pengelolaan Kawasan Mangrove Muara Angke yang Telah

Tabel 45 Frekuensi banjir rob dalam 10 tahun terakhir No Kelurahan Frekuensi Terkena Banjir dalam 10 Tahun Terakhir 0 kali 1-3 kali 4-6 kali 6 kali 1 Penjaringan 6 12 24 59 2 Tegal Alur 6 63 6 25 3 Kamal Muara 100 4 Pluit 35 18 47 5 Kapuk Muara 53 4 43 Total 2 31 9 58 Mayoritas responden 55 berpendapat bahwa kerugian akibat banjir akan semakin buruk atau memburuk, 22 sama saja dan 21 akan membaik kerugian akan berkurang. Responden terbanyak yang berpendapat bahwa kerugian akibat banjir sama saja berasal dari Kelurahan Pluit dan Tegar Alur, sedangkan responden yang berpendapat bahwa kerugian akibat banjir akan berkurang membaik mayoritas berasal dari Kelurahan Tegal Alur dan Kapuk Muara. Data selengkapnya bisa dilihat pada Tabel 46. Tabel 46 Kerugian akibat banjir dalam 10 tahun terakhir No Kelurahan Kerugian Akibat Banir dalam 10 Tahun Terakhir Semakin Buruk Memburuk Sama Saja Membaik Semakin Baik 1 Penjaringan 24 52 24 2 Tegal Alur 6 6 31 44 13 3 Kamal Muara 39 48 10 3 4 Pluit 26 21 38 12 3 5 Kapuk Muara 23 17 10 50 Total 26 29 22 21 2

4.5 Kegiatan Pengelolaan Kawasan Mangrove Muara Angke yang Telah

Dilakukan

4.5.1 Kebijakan

Hutan mangrove Muara Angke adalah bagian dari kawasan hutan mangrove bakau Tegal Alur-Angke Kapuk di pantai utara Jakarta yang termasuk ke dalam wilayah Kecamatan Penjaringan, Kotamadya Jakarta Utara. Pada tahun 1977, Menteri Pertanian dengan Keputusan Nomor 16Um61977 tanggal 10 Juni 1977 menetapkan kembali peruntukan kawasan Angke Kapuk sebagai: Hutan Lindung 5 km sepanjang pantai dengan lebar 100 m, Cagar Alam Muara Angke, Hutan Wisata, Kebun Pembibitan Kehutanan, dan Lapangan Dengan Tujuan Istimewa LDTI. Pembangunan Kawasan Kapuk Angke digagas oleh Pemerintah DKI, sesuai arahan RUTR DKI 1965-1985, bertujuan untuk mengembangkan areal tambak dan “eks-hutan” Angke-Kapuk yang terbengkalai, untuk perumahan dan fungsi perkotaan lainnya. Berdasarkan hasil tata batas di lapangan dan Berita Acara Tata Batas yang ditandatangani pada tanggal 25 Juli 1994 oleh Panitia Tata Batas yang diangkat dengan Keputusan Gubernur Kepala Daerah Ibukota Jakarta Nomor 924 tahun 1989, diketahui bahwa hutan yang dipertahankan adalah seluas 327,70 ha. Sehubungan dengan itu, Menteri Kehutanan menetapkan kembali peruntukan dan fungsi kelompok Hutan Angke Kapuk sebagai: Hutan Lindung 44,76 ha, Hutan Wisata 99,82 ha, Cagar Alam Muara Angke 25,02 ha, Lahan Dengan Tujuan Istimewa LDTI yang meliputi Kebun Pembibitan 10,51 ha, Transmisi PLN 23,07 ha, Cengkareng Drain 28,93 ha, Jalan tol dan Jalur Hijau 95,50 ha. Cagar Alam Muara Angke dikukuhkan sebagai Suaka Margasatwa berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kehutanan dan Perkebunan No. 097Kpts-II98, dengan luas areal 25,02 ha, agar kondisinya dapat diperbaiki. Kebijakan Pemda DKI Jakarta kedepan yang berkaitan dengan keberadaan kawasan mangrove Muara Angke adalah: 1 Reklamasi Teluk Jakarta, 2 Pembangunan Rel Kerata Api Manggarai - Bandara Soekarno Hatta, diperkirakan mengurangi luas kawasan mangrove LDTI sekitar 16 ha. Khusus kebijakan reklamasi Teluk Jakarta, Pemda DKI berkomitmen untuk tetap mempertahankan kawasan mangrove dengan membangun kanal lateral lebar 200 meter dan revitalisasi hutan lindung sebelum dilakukan reklamasi.

4.5.2 Kelembagaan