Kelembagaan Kegiatan Pengelolaan Kegiatan Pengelolaan Kawasan Mangrove Muara Angke yang Telah

Lindung 5 km sepanjang pantai dengan lebar 100 m, Cagar Alam Muara Angke, Hutan Wisata, Kebun Pembibitan Kehutanan, dan Lapangan Dengan Tujuan Istimewa LDTI. Pembangunan Kawasan Kapuk Angke digagas oleh Pemerintah DKI, sesuai arahan RUTR DKI 1965-1985, bertujuan untuk mengembangkan areal tambak dan “eks-hutan” Angke-Kapuk yang terbengkalai, untuk perumahan dan fungsi perkotaan lainnya. Berdasarkan hasil tata batas di lapangan dan Berita Acara Tata Batas yang ditandatangani pada tanggal 25 Juli 1994 oleh Panitia Tata Batas yang diangkat dengan Keputusan Gubernur Kepala Daerah Ibukota Jakarta Nomor 924 tahun 1989, diketahui bahwa hutan yang dipertahankan adalah seluas 327,70 ha. Sehubungan dengan itu, Menteri Kehutanan menetapkan kembali peruntukan dan fungsi kelompok Hutan Angke Kapuk sebagai: Hutan Lindung 44,76 ha, Hutan Wisata 99,82 ha, Cagar Alam Muara Angke 25,02 ha, Lahan Dengan Tujuan Istimewa LDTI yang meliputi Kebun Pembibitan 10,51 ha, Transmisi PLN 23,07 ha, Cengkareng Drain 28,93 ha, Jalan tol dan Jalur Hijau 95,50 ha. Cagar Alam Muara Angke dikukuhkan sebagai Suaka Margasatwa berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kehutanan dan Perkebunan No. 097Kpts-II98, dengan luas areal 25,02 ha, agar kondisinya dapat diperbaiki. Kebijakan Pemda DKI Jakarta kedepan yang berkaitan dengan keberadaan kawasan mangrove Muara Angke adalah: 1 Reklamasi Teluk Jakarta, 2 Pembangunan Rel Kerata Api Manggarai - Bandara Soekarno Hatta, diperkirakan mengurangi luas kawasan mangrove LDTI sekitar 16 ha. Khusus kebijakan reklamasi Teluk Jakarta, Pemda DKI berkomitmen untuk tetap mempertahankan kawasan mangrove dengan membangun kanal lateral lebar 200 meter dan revitalisasi hutan lindung sebelum dilakukan reklamasi.

4.5.2 Kelembagaan

Berdasarkan status, kawasan mangrove Muara Angke 478 ha dikelola oleh tiga pihak, yaitu: 1 Balai Konservasi Sumberdaya Alam pada kawasan Suaka Margasatwa dan Taman Wisata Alam, 2 Dinas Kelautan dan Perikanan pada kawasan Hutan Lindung dan LDTI, dan 3 PT. Murindra Karya Lestari sebagai operator pengelola Taman Wisata Alam. Di samping itu masih terdapat lahan 150,3 ha yang dikelola Kementrian Kelautan dan Perikanan 50 ha, dan tambak masyarakat 100,3 ha. Tingginya permasalahan lingkungan dan kondisi kawasan mangrove Muara Angke, belum mampu diatasi dengan kondisi pengelolaan saat ini yang cenderung kurang sinergis, kurang koordinasi dan belum terintegrasinya pengelolaan kawasan mangrove Muara Angke. Beberapa pihak yang menjadi mitra dalam pengelolaan kawasan mangrove adalah: Lembaga Swadaya Masyarakat, Swasta Pantai Indah Kapuk, Mediterania, dan Perguruan Tinggi. Tingginya minat dan kepedulian para pihak dalam meningkatkan pengelolaan kawasan mangrove Muara Angke belum mampu mewujudkan pengelolaan kawasan mangrove berkelanjutan.

4.5.3 Kegiatan Pengelolaan

Kegiatan pengelolaan sebelum tahun 1997 masih bersifat rutin pengawasan, penanaman, dan pemasangan batas, namun masih belum efektif. Setelah tahun 1998 Era Reformasi, secara perlahan kegiatan pengelolaan mulai menunjukkan peningkatan penertiban pal batas, penanaman, sarana prasarana pengelolaan, dan kolaborasi pengelolaan. Pencanangan kegiatan rehabilitasi mangrove dimulai 6 November 1999 Hari Cinta Satwa dan Puspa yang dihadiri Menteri Lingkungan Hidup dan Wakil Gubernur DKI Jakarta dan Walikota Jakarta Utara. Sejalan dengan kondisi tanaman yang mampu tumbuh baik dan dinilai berhasil, maka Pemda DKI mendorong pihak-pihak Swasta utk membantu rehabilitasi mangrove Muara Angke. Demikian pula Departemen Kehutanan mengalokasikan anggaran untuk program pengelolaan mangrove Muara Angke. Partisipasi Lembaga Swadaya Masyarakat, Perguruan Tinggi dan swasta dalam rehabilitasi mangrove terus berlanjut sampai sekarang. Kegiatan pengelolaan yang telah dilakukan antara lain: 1 Penguatan batas kawasan, 2 Pembangunan sarana prasarana, 3 Penanaman dan pemeliharaan, 4 Penanganan sampah, 5 Pengelolaan pengunjung, 6 Penegakan hukum, 7 Penelitian, dan 8 Sosialisasi dan Koordinasi. Upaya melegalkan kelembagaan pengelolaan yang melibatkan para pihak kolaboratif sudah pernah dilakukan, namun karena pergantian pimpinan atau staf yang bertanggung jawab menyebabkan perubahan komitmen tersebut, dan pada akhirnya koordinasi dan sinkronisasi program pengelolaan yang semula sudah hampir terwujud menjadi mentah lagi. Dengan melihat kondisi mangrove di DKI Jakarta yang saat ini terdegradasi, maka pemulihan ekosistem mangrove merupakan suatu kegiatan yang cukup penting dilakukan secara terus menerus dan kontinyu. Hal ini dimaksudkan untuk meningkatkan fungsi lindung, konservasi, dan sosial ekonomi ekosistem mangrove. Beberapa kegiatan yang dilakukan oleh Pemerintah Propinsi DKI dalam hal ini melalui Dinas Pertanian dan Kehutanan telah melakukan beberapa usaha-usaha ini di antaranya:

a. Rehabilitasi Mangrove