Interaksi Masyarakat dengan Hutan Mangrove

e.3. Penilaian Terhadap Kondisi SMMA Saat ini dan Sebelumnya

Penilaian masyarakat terhadap kondisi SMMA saat ini jika dibandingkan tahun-tahun sebelumnya dijelaskan bahwasanya terjadinya penurunan kualitas habitat dan vegetasi termasuk satwaliar dan ikan. Untuk vegetasi dijelaskan bahwa masih banyak terdapat jenis pohon bakau di SMMA juga jenis ikan di perairan sekitar.

e.4. Kesadaran Terhadap Pelestarian dan Perlindungan Hutan Mangrove

Kepedulian dan kesadaran masyarakat terhadap pelestarian dan perlindungan SMMA sangat tinggi. Hal ini ditunjukkan dari wawancara dengan beberapa tokoh masyarakat bahwa kawasan tersebut harus tetap dipertahankan unsur perlindungan dan pelestariaannya. Beberapa alasan yang mendasarinya adalah karena dapat mengurangi banjir dan merupakan tempat hidup satwaliar.

e.5. Peran Serta Masyarakat dalam Pengelolaan SMMA

Berdasarkan hasil wawancara dan diskusi serta pengamatan di lapangan juga dengan penyebaran kuisioner terhadap anggota masyarakat di kampung nelayan dan di bantaran sungai menyebutkan bahwa kawasan SMMA tidak memberikan manfaat ekonomi terhadap masyarakat tetapi mempunyai fungsi untuk melindungi satwaliar. Hal ini disebabkan kurangnya penyuluhan dan sosialisasi terhadap masyarakat tentang status dan fungsi kawasan. Masih adanya anggapan bahwa SMMA dan Hutan Lindung Angke Kapuk sebagai daerah angker telah mengurangi interaksi masyarakat dengan kawasan SMMA. Beberapa tokoh masyarakat yang diwawancarai dan diskusi menjelaskan bahwasanya masyarakat mengharapkan dapat berperan serta dalam pengelolaan kawasan SMMA. Peran serta ini wujudnya dalam peningkatan pendapatan dan kesempatan berusaha merupakan faktor utama.

4.4.3 Interaksi Masyarakat dengan Hutan Mangrove

Interaksi yang paling besar datang dari masyarakat nelayan yaitu dengan menggunakan S. Angke sebagai tempat tinggal dan tempat melabuhkan kapal. Hal ini dikarenakan kondisi dari S. Angke yang menjorok ke dalam yang menyebabkan keadaan kapal tidak akan rusak oleh angin dan air pasang. Selain itu juga letaknya yang berdekatan dengan pusat perdagangan ikan terbesar se- Jawa Barat yaitu TPI Muara Angke, sehingga memudahkan para nelayan untuk memasarkan ikan hasil tangkapan. Interaksi kedua adalah dari masyarakat petambak yang mengubah hutan bakau menjadi areal tambak, dan kebanyakan mereka membuka lahan ini tanpa ijin dari pemerintah setempat. Tapi rata-rata para pengusaha tambak ini kurang menyadari bahwa dengan semakin sedikitnya lokasi hutan bakau, maka hasil tambak mereka akan semakin menurun. Tapi alternatif yang ditawarkan dari rencana pengelolaan SMMA untuk dijadikan tempat wisata alam cukup menarik minat masyarakat petambak dan mereka banyak yang mengatakan setuju. Anggota masyarakat yang bukan masyarakat nelayan dan petambak mereka cenderung memiliki tingkat pendidikan cukup tinggi yakni: SMU, dan pandangan yang dikemukakan mengenai SMMA cukup baik. Selain itu mereka sangat setuju jika hutan Muara Angke ini diperbaiki sehingga kondisinya baik kembali seperti semula, mereka juga ingin ada suatu penyuluhan mengenai kawasan hutan, karena pengetahuan mereka mengenai SMMA sangat minim, mereka hanya tahu kalau SMMA ini merupakan suatu kawasan yang tidak boleh diganggu gugat, tapi apa maksud dan tujuan dari tidak boleh diganggu gugatnya kawasan tersebut disebabkan oleh apa dasarnya, mereka tidak tahu. Oleh karena itu mereka setuju saja jika ada penyuluhan mengenai SMMA ini, dengan mengetahui maksud dan tujuannya maka masyarakat akan lebih mengerti mengenai kawasan SMMA. Kebanyakan masyarakat sangat menyetujui apabila kawasan SMMA ini dimanfaatkan untuk kawasan rekreasi, karena mereka merasa dapat terlibat langsung, dari responden yang di tanya sekitar 44 menyatakan ingin terlibat langsung sebagai penjual makanan, sedangkan 22 ingin terlibat sebagai penjaga hutan dan petugas kebersihan.

4.4.4 Persepsi Responden Terhadap Perlunya Perbaikan Lingkungan Hutan Mangrove Muara Angke