4.4.2 Persepsi Masyarakat Terhadap Keberadaan Kawasan Mangrove
Muara Angke
Secara umum masyarakat di sekitar Hutan Lindung Angke Kapuk dapat diklasifikasikan menjadi empat kategori, yaitu masyarakat nelayan, masyarakat
petambak, masyarakat gedungan di luar Perumahan Pantai Indah Kapuk Non- PIK, dan masyarkat perumahan Pantai Indah Kapuk PIK. Berdasarkan letak
pemukiman dan ketergantungan terhadap ekosistem hutan lindung tersebut, maka masyarakat nelayan dan petambak merupakan komunitas yang paling intensif
berinteraksi dengan kawasan hutan lindung dibanding dengan masyarkat kategori lainnya.
Dalam kajian ini untuk mengetahui karakteristik dan persepsi keempat kategori masyarakat tersebut dilakukan wawancara dengan beberapa responden
yang mewakili setiap kategori. Adapun hal-hal yang dikaji meliputi antara lain: Persepsi masyarakat terhadap keberadaan kawasan lindung
Manfaat hutan lindung Upaya peletarian ekosistem hutan lindung.
Secara rinci, hasil kajian terahadap kondisi sosial ekonomi masyarakat di sekitar kawasan Hutan Lindung Angke Kapuk dapat diuraikan sebagai berikut:
a. Persepsi Masyarakat Terhadap Keberadaaan Hutan Lindung
Keberadaan dan kelestarian ekosistem Hutan Lindung Angke Kapuk sangat ditentukan oleh intensitas gangguan masyarakat di sekitarnya. Oleh karena
itu, maka persepsi masyarakat terhadap keberadaan hutan lindung perlu dikaji secara seksama untuk memperoleh gambaran mengenai pandangan dan
pemahaman masyarakat terhadap keberadaan dan kelestarian hutan lindung beserta ekosistem yang ada di dalamnya. Sehubungan dengan hal tesebut, dalam
kajian ini diajukan beberap pertanyaan kepada responden dari setiap kategori sebagai berikut:
1. Apakah masyarakat memahami fungsi hutan lindung dan ekosistem mangrove yang ada di dalamnya?
2. Bagaimana persepsi masyarakat tentang kondisi vegetasi di hutan lindung pada masa lalu 10
–20 tahun yang lalu dibanding dengan kondisi saat ini?
3. Bagaimana persepsi masyarakat tentang tingkat kerusakan hutan lindung saat ini?
4. Apakah hutan lindung perlu dipertahankan atau tidak? Hasil penghimpunan data wawancara dan penilaiannya terhadap
jawaban setiap kategori responden dapat direkapitulisasi dan disajikan secara tabulasi seperti terlihat dalam Tabel 36.
Tabel 36 Persepsi masyarakat terhadap keberadaan kawasan lindung menurut persentase penilaian responden
No Persepsi Masyarakat
Kategori Masyarakat Nelayan
Petambak Non-PIK
PIK
1 Pemahaman masyarakat terhadap hutan lindung
a. Sangat memahami b. Memahami
c. Tidk memahami 18,2
45,5 36,4
20,0 50,0
30,0 12,5
75,0 12,5
0,0 56,6
44,4 2
Kondisi vegetasi di hutan lindung pada masa lalu 10 – 20 tahun yang lalu
a. Sangat lebat b. Cukup lebat
c. Lebih baik dari sekarang d. Sama seperti sekarang
e. Tidak tahu 27,3
18,2 36,4
9,1 9,1
30,0 10,0
10,0 10,0
40,0 50,0
12,5 0,0
0,0 3,0
0,0 44,4
33,3 0,0
22,2 3
Tingkat kerusakan hutan lindung a. Tidak rusak
b. rusak c. Rusak sekali
d. Tidak tahu 27,3
45,5 27,3
0,0 20,0
60,0 0,0
20,0 25,0
50,0 0,0
25,0 0,0
77,8 11,1
11,1
4 Perlu tidaknya hutan mangrove dipertahankan
a. sangat perlu b. Perlu
c. Tidak tahu 27,3
72,7 0,0
20,0 80,0
0,0 37,5
62,5 0,0
66,7 11,1
22,2
Sumber : Santoso, N 2002
Berdasarkan Tabel 36, terlihat bahwa dari segi pemahaman terhadap fungsi hutan lindung, maka mayoritas masyarakat keempat kategori telah
memahaminya. Hal ini ditunjukkan oleh besarnya persentase jumlah responden yang menyatakan memahami dan sangat memahami fungsi hutan lindung, yaitu
63,7 untuk masyarakat kategori nelayan; 70,0 untuk masyarakat petambak; 87,5 untuk masyarakat Non-PIK dan 55,6 untuk masyarakat PIK. Terlihat
pula bahwa persepsi masyarakat Non-PIK yang kurang intensif berinteraksi
dengan ekosistem hutan lindung relatif lebih baik dibanding dengan persepsi masyarakat nelayan dan masyarakat petambak, yang keduanya merupakan
masyarakat yang paling intensif memanfaatkan potensi hutan lindung. Hal ini mungkin karena kategori masyarakat Non-PIK memiliki tingkat pendidikan lebih
tinggi mayoritas berpendidikan SLTP dan SLTA dibanding dengan masyarakat nelayan dan petambak, yang mayorita berpendidikan SD, sehingga memiliki
pemahaman yang cukup baik tentang pentingnya hutan lindung. Selain itu, kehidupan masyarakat Non-PIK tidak terlalu bergantung akan sumberdaya hutan
lindung dengan letak pemukiman yang relatif agak jauh dibanding masyarakat nelayan dan petambak. Ada pun masyarakat PIK, cukup wajar apabila mereka
kurang memahami akan pentingnya fungsi hutan lindung mengingat sangat kurangnya mereka dengan ekosistem hutan lindung di samping letak perumahan
mereka yang cukup jauh dengan kawasan hutan lindung. Berkaitan dengan kondisi hutan lindung, umumnya masyarakat di keempat
kategori tersebut memiliki pemahaman yang cukup baik dalam arti mereka menyadari telah terjadi perubahan ekosistem pada masa lalu dengan masa
sekarang. Secara umum, masyarakat menyatakan bahwa kondisi hutan lindung pada masa lalu 10 - 20 tahun yang lalu yang lebih baik dari kondisi sekarang.
Hal ini ditunjukkan dengan persentase responden yang menyatakan kondisi hutan lindung pada masa lalu sangat lebat, cukup lebat, dan lebih baik daripada
sekarang, yaitu 81,9 pada masyarakat nelayan; 50 pada masyarakat petambak; 62,5 pada masyarakat Non-PIK; dan 77,7 pada masyarakat PIK.
Dari keempat kategori masyarakat tersebut terlihat suatu konsistensi penilaian, sehingga dapat disimpulkan bahwa umumnya mereka memahami dan menyadari
perubahan yang terjadi pada kondisi hutan lindung yang pada masa lalu memiliki kondisi yang sangat baik.
Melihat kondisi hutan lindung ini, maka sebanyak, 72,8 responden dalam kategori masyarakat nelayan menyatakan rusak dan rusak sekali. Begitu
pun dengan masyarakat petambak 60 , Non-PIK 50 , dan PIK 88,9 menyatakan kondisi hutan lindung saat ini telah rusak. Untuk itu, upaya
mempertahankan keberadaan dan kelestarian hutan lindung menurut persepsi masyarakat perlu dilakukan. Hal ini terlihat dari besarnya persentase responden
yang memandang perlu dan sangat perlu dalam upaya pelestarian hutan lindung, yaitu seluruh responden 100 pada kategori masyarakat nelayan, petambak,
dan Non-PIK dan 77,8 responden dalam masyarakat PIK. Ada pun alasan mereka antara lain karena hutan mangrove memiliki kemampuan dapat:
Menjaga keseimbangan alam
Menambah estitika pantai
Mencegah abrasi pantai
Mempertahankan keanekaragman flora dan fauna
Menjaga keseimbangan udara dan lingkungan
Jadi berdasarkan atas persepsi masyarakat terhadap keberadaan hutan lindung tersebut dapat disimpulkan bahwa pada umumnya masyarakat pada
keempat kategori di atas telah memahami dan menyadari akan arti pentingnya hutan lindung tersebut. Selain itu adanya persepsi yang positif dari masyarakat
tersebut merupakan modal utama yang perlu dikembangkan untuk perberdayaan masyarakat dalam program pelestarian hutn lindung.
b. Persepsi Masyarakat Terhadap Manfaat Hutan Lindung