Pengaruh Posisi Kerja Duduk

278 Pengaruh Sarana Kerja PENGARUH SARANA KERJA melambatnya waktu kontraksi dan relaksasi otot dan memanjangnya waktu laten yaitu waktu di antara perangsangan dan waktu mulai kontraksi Grandjean, 1993. Salah satu pendekatan untuk mengukur tingkat kelelahan adalah dengan psychomo- tor test . Test tersebut dimaksudkan untuk mengukur kelelahan subjektif dengan cara yang objektif yaitu dengan mengukur reaksi terhadap rangsang cahaya dan suara. Dari hasil pengukuran reaksi rangsang suara didapatkan rerata sebelum kerja 235,17 mmdet dan setelah kerja 281,75 mmdet. Sehingga terdapat pemanjangan waktu reaksi rangsang suara sebesar 46,58 mmdet 19,8. Pemanjangan waktu reaksi suara tersebut secara statistik adalah signifikan dengan nilai t hitung 4,34 dan p=0,001. Pengukuran reaksi rangsang cahaya didapatkan rerata sebelum kerja sebesar 247,67 mmdet dan setelah kerja sebesar 296,33 mmdet. Sehingga terdapat pemanjangan waktu reaksi rangsang cahaya sebesar 48,67 mmdet 19,7. Pemanjangan waktu reaksi cahaya tersebut secara statistik juga signifikan dengan nilai t hitung 3,04 dan p=0,011. Terjadinya pemanjangan waktu reaksi rangsang suara dan cahaya tersebut menunjukkan bahwa tenaga kerja mengalami kelelahan setelah bekerja. Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian Setyawati 2000 yang menyatakan bahwa tingkat kelelahan pada pekerja pembatik yang menggunakan peralatan kerja tidak ergonomis lebih tinggi dari pada pekerja yang bekerja dengan peralatan kerja ergonomis.

19.6.4 Penilaian Mikroklimat di Ruang Kerja Penyetrikaan.

Di samping sarana kerja dan posisi kerja, mikroklimat juga berpengaruh terhadap tingkat kenyamanan karyawan, yang dapat meningkatkan beban kerja dan mempercepat munculnya kelelahan dan keluhan subjektif ACGIH, 1995; Bernard, 1996; Manuaba, dkk.1998. Dari hasil pengujian mikroklimat didapatkan bahwa ISBB pada ruangan setrika cukup tinggi 29,0-30,3°C. Berdasarkan rekomendasi ACGIH 1995; PERMENNAKER NO.15 1999, untuk pekerjaan dengan beban kerja sedang dengan ISBB sebesar 29,4 o C hanya boleh kerja 50 dan istirahat 50. Hasil penelitian tersebut hampir sama dengan penelitian Tarwaka 1998 dimana dengan berpedoman pada nilai ISBB, pekerja laundry dan kitchen hotel yang terpapar suhu panas lingkungan hanya diperbolehkan bekerja 50 dan istirahat 50. Kondisi tersebut diperburuk oleh tingginya kelembaban yang menyebabkan sulit untuk berkeringat sehingga badan terasa panas dan gerah. Sedangkan kipas angin yang terpasang hanya berfungsi menggerakkan udara, tetapi tidak dapat memberikan sirkulasi atau pergantian udara segar. Agar tenaga kerja dapat bekerja selama 8 jam terus menerus tanpa adanya gangguan kesehatan dan kenyamanan, Pengaruh Sarana Kerja 279 PENGARUH SARANA KERJA maka ISBB harus diusahakan maksimum 26,7 o C dan kelembaban 60-70. Ber- nard 1996 berpendapat bahwa tingkat tekanan panas heat stress dapat diturunkan melalui pengendalian teknis engineering controls. Metode pengendalian tersebut dapat dilakukan dengan cara: 1 Mengurangi temperatur dan kelembaban. Cara ini dapat dilakukan melalui ventilasi pengenceran dilution ventilation atau pendinginan secara mekanis mechanical cooling. Cara ini telah terbukti secara dramatis dapat menghemat biaya dan meningkatkan kenyamanan. 2 Meningkatkan pergerakan udara. Peningkatan pergerakan udara melalui fans dimaksudkan untuk memperluas pendinginan evaporasi to enhance evaporate cooling , tetapi tidak boleh melebihi 2 mdet. Sehingga perlu dipertimbangkan bahwa menambah pergerakan udara pada temperatur yang tinggi 40 o C dapat berakibat kepada peningkatan tekanan panas. Dari pendapat tersebut diatas, dapat ditegaskan bahwa kondisi yang harus dipertimbangkan dalam desain sistem ventilasi adalah adanya sirkulasi udara yang baik, sehingga terjadi pergantian udara dalam ruangan dengan udara segar dari luar secara terus menerus. Di samping itu faktor pakaian dan pemberian minum harus juga dipertimbangkan dalam mengatasi masalah panas lingkungan.

19.7 Simpulan

Dari analisis data dan pembahasan dapat disimpulkan hal-hal sebagai berikut. 1. Posisi kerja dengan duduk terus-menerus pada pekerjaan menyetrika menyebabkan kerja statis dan strenuous. 2. Ukuran sarana kerja meja-kursi setrika yang digunakan tidak sesuai dengan anthropometri pemakainya, sehingga menyebabkan sikap paksa. 3. Beban kerja untuk pekerjaan menyetrika termasuk dalam kategori sedang. 4. Pengaruh posisi kerja statis, ukuran sarana kerja yang tidak anthropometris, dan suhu lingkungan panas menyebabkan beban kerja meningkat sehingga menyebabkan kelelalan bagi para pekerja.

19.8 Saran

Penelitian ini baru pada tingkat observasi dan pengukuran awal. Untuk membuktikan apakah terjadinya sikap paksa, meningkatnya beban kerja dan terjadinya gangguan sistem muskuloskeletal dan kelelahan yang dialami oleh tenaga kerja tersebut betul-betul disebabkan oleh faktor-faktor seperti tersebut di atas, maka perlu dilakukan penelitian lebih lanjut berupa perbaikan posisi kerja, sarana kerja dan lingkungan kerja.