Hasil Penelitian [E-BOOK] ERGONOMI – Untuk Kesetan, Kesehatan Kerja dan Produktivitas | Ir. Solichul Hadi Achmad Bakri, M.Erg

Survei Kualitas Udara di Basemen Hotel 221 SUR V AI KU ALIT A S Tabel 15.4. Gangguan Kesehatan yang Dirasakan oleh Karyawan di Basemen No. Gangguan kesehatan Ya Tidak 1 Drysore throat 58,8 41,2 2 Dry skin 33,3 66,7 3 Skin rashes 100 4 Eye irritation 25 75 5 Runny nose 16,7 83,3 6 Stuffy nose 33,3 66,7 7 Breathing difficulties 41,2 58,8 8 Chest tightness 41,2 58,8 9 Headache 75 25 10 Dizziness 83,3 16,7 11 Nausea 100 12 Drowsiness 83,3 16,7 13 Lethargy 83,3 16,7 14 Backache 8,3 91,7 15 Aches in arms 8,3 91,7 16 Chest pain 33,3 66,7 5. Hasil pengisian kuesioner tentang kondisi lingkungan fisik yang dirasakan oleh subjek yang bekerja di basemen hotel disajikan pada table 15.5. Tabel 15.5. Kondisi Lingkungan Fisik yang Menyebabkan Ketidak- nyamanan Karyawan di Basemen No. Kondisi Ya Tidak Ruangan 1 Terlalu kering 41,2 58,8 2 Terlalu lembab 58,8 41,2 3 Terlalu panas 91,7 8,3 4 Terlalu dingin 8,3 91,7 5 Terlalu berasap 100 6 Tidak ada gerakan udara 91,7 8,3 7 Terdapat bau tidak sedap 16,7 83,3 8 Terlalu sempit 41,2 58,8

15.6 Pembahasan

15.6.1 Mikroklimat dan Pengaruhnya terhadap Ketidaknyamanan.

Ruang basemen merupakan confined space, dimana kualitas udara dan mikroklimat dalam ruangan tersebut sangat tergantung pada ventilasi buatan. AC 222 Survei Kualitas Udara di Basemen Hotel SUR V AI KU ALIT A S sentral merupakan sarana ventilasi yang paling mungkin didesain untuk basemen. Defisiensi sistem ventilasi dapat menyebabkan rendahnya kualitas udara dalam suatu ruangan. Untuk negara dengan empat musin, rekomendasi untuk comfort zone pada musim dingin adalah suhu ideal berkisar antara 19-23 o C dengan kecepatan udara antara 0,1-0,2 mdet dan pada musim panas suhu ideal antara 22-24 o C dengan kecepatan udara antara 0,15-0,4 mdet serta kelembaban antara 40-60 sepanjang tahun WHO, 1976; Grandjean, 1993; WHS, 1992; Grantham, 1992; ACGIH, 1995. Sedangkan untuk negara dengan dua musim seperti Indonesia, rekomendasi tersebut perlu mendapat koreksi. Menurut hasil penelitian PUSPERKES 1995, suhu nyaman di dalam ruang kerja untuk orang Indonesia adalah antara 22-26 o C. Dari hasil pengujian mikroklimat pada tiga lokasi basemen ruang personalia 1,2 dan 3 didapatkan suhu kering cukup tinggi 27,6-29,0 o C, kelembaban antara 68-77 dan hampir tidak ada gerakan udara 0,04 mdet. Kondisi tersebut ternyata menyebabkan ketidaknyamanan karyawan. Dari hasil wawancara ternyata 91,7 karyawan mengatakan ruang kerja terlalu panas dan tidak terasa adanya gerakan udara dalam ruang kerjanya. Ketidaknyamanan yang disebabkan karena kondisi fisik lingkungan dapat dilihat pada ilustrasi gambar 15.1. Apabila dibandingkan dengan executive room Floor 3 rd , dimana kondisi mikroklimat pada ruang tersebut dalam kisaran ideal. Hal tersebut kemungkinan besar disebabkan karena suplai udara segar ke dalam ruangan basemen sangat kurang, sehingga sirkulasi udara tidak dapat berjalan dengan baik. Kasus ser upa juga banyak ditemukan di negara-negara maju seperti Amerika. The National Insti- tute for Occupational Safety and Health NIOSH sejak tahun 1971 telah melakukan investigasi indoor air quality lebih dari 500 gedung modern di Amerika. Seperti disajikan pada gambar 15.2, pada lebih dari 50 investigasi, keluhan penghuni gedung disebabkan karena defisiensi sistem ventilasi atau operasi sistem ventilasi tidak dapat berjalan dengan baik. Gambar 15.1 Kondisi Lingkungan Fisik yang dirasakan oleh Karyawan Gambar 15.2. Faktor-Faktor Kualitas Udara yang Menyebabkan Keluhan Penghuni Gedung Furnishings 3 Microbiological 5 Outside Pollutant 11 Unknown 12 Inside pollutant Poor ventilation 52 Survei Kualitas Udara di Basemen Hotel 223 SUR V AI KU ALIT A S

15.6.2 Penilaian Beban Kerja

Berat ringannya beban kerja sangat dipengaruhi oleh jenis aktivitas beban kerja utama, dan lingkungan kerja beban tambahan. Menurut Astrand Rodalh 1977; Suma’mur 1982 dan Grandjean 1993 salah satu pendekatan untuk mengetahui berat ringannya beban kerja adalah dengan menghitung nadi kerja, konsumsi oksigen, kapasitas ventilasi paru atau suhu inti tubuh. Pada batas tertentu ventilasi paru, denyut jantung dan suhu tubuh mempunyai hubungan yang linier dengan konsumsi oksigen atau pekerjaan yang dilakukan. Lebih lanjut Konz 1992 mengemukakan bahwa denyut jantung adalah suatu alat estimasi laju metabolisme yang baik, kecuali dalam keadaan emosi dan vasodilatasi. Dari hasil penghitungan denyut nadi didapatkan rerata denyut nadi kerja sebesar 80,33 denyutmenit. Berdasarkan rerata denyut nadi kerja tersebut maka beban kerja dalam kategori ringan. Dibandingkan dengan rerata denyut nadi istirahat 79,50 denyutmenit ternyata hanya terdapat peningkatan denyut nadi sebesar 0,833 denyutmenit atau hanya meningkat sebesar 1,05. Pada uji statistik dengan t- paired test ternyata peningkatan tersebut tidak signifikan nilai t hitung 1,603 dan p=0,137. Kondisi tersebut kemungkinan besar disebabkan karena pekerjaan di bagian personalia lebih bersifat mental dari pada fisik. Sedangkan penilaian beban kerja yang didasarkan pada penghitungan denyut nadi lebih ditujukan untuk beban kerja fisik. Hasil penelitian ini sama dengan hasil penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Sutajaya Citrawathi 2000, di mana tidak ada perbedaan yang signifikan antara denyut nadi istirahat dan denyut nadi kerja t hitung 0,750 t critical value pada mahasiswa yang menggunakan mikroskop di laboratorium.

15.6.3 Penilaian Kadar Oksigen dan Karbon Dioksida pada Ruang Basemen.

Dalam sistem pernapasan, seluruh sel hidup memerlukan oksigen O 2 dari udara sekitarnya dan mengeluarkan karbon dioksida CO 2 dan uap air H 2 Odi dalam paru-paru, sehingga setiap orang sangat tergantung pada oksigen untuk hidupnya McNaught Callender, 1965; Pearce, 1999. Dalam keadaan normal udara mengan-dung oksigen sekitar 20,9 dan karbon dioksida sekitar 0,03. Dalam hal demikian, maka kadar oksigen dalam udara harus dijaga jangan terlalu rendah dan kadar karbon dioksida jangan terlalu tinggi. Apabila kadar oksigen dalam udara berkurang atau rendah, maka dapat menyebabkan gangguan kesehatan, seperti hipoksia. Untuk menjaga agar kualitas udara dalam ruangan tetap segar air fresh , Grandjean 1993 merekomendasikan kebu-tuhan udara dan volume udara segar per orang seperti pada tabel 15.6. Apabila kebutuhan udara segar tidak terpenuhi, maka penghuni ruangan akan mulai merasakan ketidaknyamanan tinggal didalamnya.