102
Beban Kerja
BEBAN KERJA
60 s.d. 80 = Kerja dalam waktu singkat
80 s.d. 100 = Diperlukan tindakan segera
100 = Tidak diperbolehkan beraktivitas
Selain cara-cara tersebut di atas, Kilbon 1992 mengusulkan bahwa cardiovasculair strain dapat diestimasi dengan menggunakan denyut nadi pemulihan
heart rate recovery atau dikenal dengan metode ‘Brouha’. Keuntungan dari metode ini adalah sama sekali tidak mengganggu atau menghentikan pekerjaan, karena
pengukuran dilakukan tepat setelah subjek berhenti bekerja. Denyut nadi pemulihan P dihitung pada akhir 30 detik pada menit pertama, ke dua dan ke tiga. P1,2,3
adalah rerata dari ke tiga nilai tersebut dan dihubungkan dengan total cardiac cost dengan ketentuan sebagai berikut:
1
Jika P
1
- P
3
≥ 10, atau P1, P2 dan P3 seluruhnya 90, nadi pemulihan normal
2 Jika rerata P1 yang tercatat
≤ 110, dan P1 - P3
≥ 10, maka beban kerja tidak
berlebihan not excessive. 3
Jika P
1
- P
3
10, dan jika P3 90, perlu redesain pekerjaan. Laju pemulihan denyut nadi dipengaruhi oleh nilai absolut denyut nadi pada
ketergangguan pekerjaan the interruption of work, tingkat kebugaran individual fit- ness, dan pemaparan panas lingkungan. Jika nadi pemulihan tidak segera tercapai,
maka diperlukan redesain pekerjaan untuk mengurangi tekanan fisik. Redesain tersebut dapat berupa variabel tunggal maupun varibel keseluruhan dari variabel
bebas tasks, organisasi kerja dan lingkungan kerja yang menyebabkan beban kerja tambahan.
7.5 Beban Kerja Mental
Selain beban kerja fisik, beban kerja yang bersifat mental harus pula dinilai. Namun demikian penilaian beban kerja mental tidaklah semudah menilai beban
kerja fisik. Pekerjaan yang bersifat mental sulit diukur melalui perubahan fungsi faal tubuh. Secara fisiologis, aktivitas mental terlihat sebagai suatu jenis pekerjaan
yang ringan sehingga kebutuhan kalori untuk aktivitas mental juga lebih rendah. Padahal secara moral dan tanggung jawab, aktivitas mental jelas lebih berat
dibandingkan dengan aktivitas fisik karena lebih melibatkan kerja otak white-col- lar dari pada kerja otot blue-collar. Dewasa ini aktivitas mental lebih banyak
didominasi oleh pekerja-pekerja kantor, supervisor dan pimpinan sebagai pengambil keputusan dengan tanggung jawab yang lebih besar, pekerja di bidang teknik
informasi, pekerja dengan menggunakan teknologi tinggi, pekerjaan dengan kesiap- siagaan tinggi, pekerjaan yang bersifat monotoni dll. Menurut Grandjean 1993
setiap aktivitas mental akan selalu melibatkan unsur persepsi, interpretasi dan proses mental dari suatu informasi yang diterima oleh organ sensoris untuk diambil suatu
keputusan atau proses mengingat informasi yang lampau. Yang menjadi masalah pada manusia adalah kemampuan untuk memanggil kembali atau mengingat
informasi yang disimpan. Proses mengingat kembali ini sebagian besar menjadi masalah bagi orang tua. Seperti kita tahu bahwa orang tua kebanyakan mengalami
penurunan daya ingat.
Beban Kerja
103
BEBAN KERJA
Dengan demikian penilaian beban kerja mental lebih tepat menggunakan penilaian terhadap tingkat ketelitian, kecepatan maupun konstansi kerja seperti
tes “Bourdon Wiersma”. Sedangkan jenis pekerjaan yang lebih memerlukan kesiapsiagaan tinggi Vigilance seperti petugas ‘air traffic controllers’ di Bandar udara
adalah sangat berhubungan dengan pekerjaan mental yang memerlukan konsentrasi tinggi. Semakin lama orang berkonsentrasi maka akan semakin berkurang tingkat
kesiapsiagaannya. Maka uji yang lebih tepat untuk menilai Vigilance adalah tes “waktu reaksi”. Di mana waktu reaksi sering dapat digunakan sebagai cara untuk
menilai kemampuan dalam melakukan tugas-tugas yang berhubungan dengan men- tal.
7.6 Kepustakaan
Adiputra, N. 1998. Metodologi Ergonomi. Monograf yang diperbanyak oleh Pro- gram Studi Ergonomi dan Fisiologi Kerja, Program Pascasarjana Universitas
Udayana Denpasar. Astrand, P.O. Rodahl, K. 1977. Textbook of Work Physiology-Physiological Bases of
Exercise, 2
nd
edt. McGraw-Hill Book Company. USA. Christensen, E.H. 1991. Physiology of Work. Dalam: Parmeggiani, L. ed.
Encyclopaedia of Occupational Health and Safety, Third revised edt. ILO, Geneva: 1698-1700.
Grandjean, E. 1993. Fitting the Task to the Man, 4
th
edt. Taylor Francis Inc. Lon- don.
Keputusan Menteri Tenaga Kerja, No.51: 1999. Nilai Ambang Batas Faktor Fisika di Tempat Kerja. Jakarta.
Konz, S. 1996. Physiology of Body Movement. Dalam: Battacharya, A. McGlothlin, J.D. eds. Occupational Ergonomic. Marcel Dekker Inc. USA:47-61.
Kilbon, A. 1992. Measurement and Assessment of Dynamic Work. Dalam: Wil- son, J.R. Corlett, E.N. eds. Evaluation of Human Work; A Practical Ergonomics
methodology. Taylor Francis Great Britain: 520-543. Kurniawan, D. 1995. Kemaknaan Nadi Kerja sebagai Parameter Pembebanan.
Majalah Hiperkes dan Keselamatan Kerja. Jakarta: XXVIII2: 20-25. Manuaba, A. Vanwonterghem, K. 1996. Final Report: Improvement of Quality
of Life: Determination of Exposure Limits for Physical Strenuous Tasks Un- der Tropical Conditions. Joint Research project Indonesia-Belgium. Depart-
ment of Physiology. University of Udayana. Denpasar.
Manuaba, A. 2000. Ergonomi, Kesehatan dan Keselamatan Kerja. Dalam: Wignyosoebrotro, S. Wiratno, S.E., Eds. Proceedings Seminar Nasional Ergonomi.
PT. Guna Widya. Surabaya: 1-4. Rodahl, K. 1989. The Physiology of Work. Taylor Francis Ltd. Great Britain:15-
99. Suma’mur, P.K. 1982. Ergonomi Untuk Produktivitas Kerja. Yayasan Swabhawa
Karya. Jakarta. Suma’mur, P.K. 1984. Higene Perusahaan dan Kesehatan Kerja. Cet-4, Penerbit PT.
Gunung Agung. Jakarta: 82-92.
104
Beban Kerja
BEBAN KERJA