Sistem Kerja pada Pekerjaan Bongkar Muat dari Kontainer

288 Analisis Pengaruh Aktivitas Angkat AN ALISIS PENGAR UH AKTIVIT AS

20.3.2 Penilaian Lingkungan Kerja Panas

Dari hasil pengujian mikroklimat di sekitar lokasi bongkar muat, didapatkan rerata Indeks Suhu Bola Basah ISBB sebesar 32,7 o C. Dirokemendasikan bahwa, untuk pekerjaan dengan beban kerja berat dengan ISBB sebesar 32,7 o C maksimum hanya boleh kerja 25 dan istirahat 75 [ACGIH, 1991 dan Permennaker, 1999]. Kondisi tersebut diperburuk oleh tingginya suhu radiasi dari pancaran sinar matahari 39,3 o C dan kelembaban 82 yang menyebabkan sulit untuk berkeringat sehingga badan terasa panas dan gerah. Untuk mengatasi keadaan tersebut pekerja harus menggunakan pakaian yang dapat memantulkan panas warna terang; topi; sepatu; pembagian waktu kerja-istirahat yang tepat dan sesering mungkin minum air untuk mengganti cairan tubuh yang hilang. Di samping sistem kerja cara mengangkat; ketinggian landasan kerja; waktu kerja; regu kerja;dll., ternyata mikroklimat juga dapat mempengaruhi performansi kerja yang pada akhirnya dapat meningkatkan beban kerja dan mempercepat munculnya kelelahan dan keluhan subjektif [ACGIH, 1991dan Bernard, 1996].

20.3.3 Penilaian Beban Kerja pada Pekerjaan Bongkar Muat

Salah satu pendekatan untuk mengetahui berat ringannya beban kerja fisik adalah dengan menghitung nadi kerja, konsumsi oksigen, kapasitas ventilasi paru dan suhu inti tubuh. Pada batas tertentu ventilasi paru, denyut jantung dan suhu tubuh mempunyai hubungan yang linier dengan konsumsi oksigen atau pekerjaan yang dilakukan [Astrand and Rodahl, 1977 dan Grandjean, 1993]. Dari hasil penghitungan denyut nadi didapatkan rerata denyut nadi kerja sebesar 133,92 denyutmenit. Berdasarkan rerata denyut nadi kerja tersebut maka beban kerja dalam kategori beban berat. Dibandingkan dengan rerata denyut nadi istirahat 76,75 denyutmenit terdapat peningkatan denyut nadi sebesar 57,17 denyutmenit 74,49 . Pada uji statistik dengan t-paired test ternyata peningkatan tersebut signifikan nilai t hitung 25,76 dan p=0,000. Mengingat beban kerja fisik dalam kategori berat, maka kondisi tersebut menyebabkan beban kardiovaskuler meningkat sehingga kelelahan akan cepat muncul. Pada penelitian serupa dilaporkan hasil yang hampir sama, di mana rerata denyut nadi kerja pada pekerjaan pengecoran beton adalah sebesar 135,5 denyutmenit beban berat. Hal tersebut disebabkan karena kondisi pekerjaan aktivitas angkat-angkut dan paparan suhu panas lingkungan juga hampir sama [Sudiajeng, Tarwaka dan Hadi, 2001]. Lebih direkomendasikan batas beban kardiovaskuler yang aman yaitu denyut nadi kerja tidak melebihi 110 denyutmenit untuk 8 jam shift kerja dan tidak melebihi 130 denyutmenit untuk sebagian shift kerja [Konz, 1996]. Berdasarkan rekomendasi tersebut, maka pekerjaan bongkar muat dengan kategori beban berat tersebut tidak boleh dilakukan selama 8 jam terus-menerus. Mengingat setiap regu kerja bongkar muat hanya bekerja sekitar 60 menit per shift kemudian istirahat dan menunggu giliran berikutnya, maka pembagian waktu kerja tersebut cukup baik. Mengingat sebagian besar pekerja mempunyai persentase beban kardiovaskuler yang tinggi, maka diperlukan adanya perbaikan kondisi kerja dan bekerja dalam waktu yang singakat. Hal tersebut di samping untuk mengurangi beban kerja, juga untuk mengurangi adanya gangguan otot skeletal dan kelelahan. Analisis Pengaruh Aktivitas Angkat 289 AN ALISIS PENGAR UH AKTIVIT AS

20.3.4 Pengaruh Aktivitas Angkat terhadap Keluhan Muskuloskeletal

Pekerjaan bongkar muat yang dilakukan secara manual merupakan pekerjaan fisik berat yang melibatkan pengerahan otot baik statis maupun dinamis. Dilaporkan bahwa aktivitas mengangkat yang salah akibat overexertion sering menyebabkan cedera pada anggota tubuh bagian belakang [Pulat, 1992]. Sedangkan pada aktivitas lifting, handling and dragging loads merupakan kerja otot statis dan diklasifikasikan sebagai kerja berat. Namun demikian problem utama dari bentuk kerja tersebut bukan masalah kerja berat pada otot, melainkan lebih banyak pada pemakaian dan kerusakan pada intervertebral discs dengan peningkatan resiko cedera bagian belakang back troubles. Kondisi tersebut menyebabkan penurunan tingkat mobilitas dan vitalitas pekerja [Grandjean, 1993]. Dari hasil pengisian kuesioner Nordic Body Map pada akhir jam kerja, ternyata sebagian besar operator mengalami gangguan sistem muskuloskeletal. Kenyerian atau keluhan pada otot skeletal yang dominan adalah pada bagian punggung dan pinggang 91,67; bahu kiri kanan, lutut kiri kanan 88,33; lengan atas kiri, betis kanan dan jari kaki kiri 66,7; sedangkan anggota tubuh lainnya kurang dari 50. Pada penelitian sebelumnya, dilaporkan bahwa hampir seluruh tenaga kerja yang bekerja dengan sikap kerja yang tidak alamiah dan dalam waktu yang lama juga mengalami gangguan sistem muskuloskeletal dan kelelahan otot setelah kerja bergilir. Di samping itu juga dilaporkan bahwa 25 kecelakaan disebabkan karena aktivitas angkat-angkut; 50-60 cedera pinggang disebabkan karena aktivitas mengangkat dan menurunkan material [Pulat, 1992].

20.3.5 Pengaruh Pekerjaan Bongkar Muat terhadap Kelelahan

Kelelahan adalah suatu mekanisme perlindungan tubuh agar tubuh terhindar dari kerusakan lebih lanjut sehingga terjadi pemulihan setelah istirahat. Kelelahan secara umum ditandai dengan berkurangnya kemauan untuk bekerja yang disebabkan oleh karena monotoni, intensitas dan lamanya kerja fisik, keadaan lingkungan, sebab-sebab mental, status kesehatan dan keadaan gizi. Faktor penyebab terjadinya kelelahan di tempat kerja sangat bervariasi, dan untuk memelihara mempertahankan kesehatan dan efisiensi, proses penyegaran harus dilakukan diluar tekanan cancel out the stress. Penyegaran terjadi terutama selama waktu tidur malam, tetapi periode istirahat dan waktu-waktu berhenti kerja juga dapat memberikan penyegaran [Grandjean, 1993]. Kelelahan subjektif biasanya terjadi pada akhir 8 jam kerjahari, apabila rata-rata beban kerja melebihi 30-40 dari tenaga aerobik maksimal [Astrand Rodahl, 1977 dan Pulat, 1992]. Kaitannya dengan pekerjaan bongkar muat di pelabuhan Benoa, faktor utama penyebab kelelahan adalah bersumber dari pekerjaan itu sendiri, karena jenis pekerjaan tersebut adalah pekerjaan fisik yang berat. Sedangkan faktor-faktor lain yang dapat mempercepat terjadinya kelelahan adalah cara mengangkat yang salah dan panas lingkungan yang tinggi. Dalam penelitian ini kelelahan diukur secara objektif dengan mengukur reaksi terhadap rangsang cahaya dan rangsang suara. Tingkat kelelahan diindikasikan dari terjadinya pemanjangan waktu reaksi antara sebelum kerja dengan setelah kerja. Dari hasil pengukuran didapatkan rerata reaksi rangsang suara sebelum kerja 264,08 mmdet dan setelah kerja 318,42 mmdet. Sehingga terdapat pemanjangan 290 Analisis Pengaruh Aktivitas Angkat AN ALISIS PENGAR UH AKTIVIT AS waktu reaksi rangsang suara sebesar 54,33 mmdet 20,57. Pemanjangan waktu reaksi rangsang suara tersebut secara statistik adalah signifikan dengan nilai t hitung 5,77 dan p=0,000. Pengukuran reaksi rangsang cahaya didapatkan rerata sebelum kerja sebesar 271,63 mmdet dan setelah kerja sebesar 321,75 mmdet. Sehingga terdapat pemanjangan waktu reaksi rangsang cahaya sebesar 50,13 mmdet 18,46. Pemanjangan waktu reaksi cahaya tersebut secara statistik juga signifikan dengan nilai t hitung 3,93 dan p=0,001. Terjadinya pemanjangan waktu reaksi rangsang suara dan cahaya tersebut menunjukkan bahwa tenaga kerja mengalami kelelahan setelah bekerja. Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian Setyawati 2000 yang menyatakan bahwa tingkat kelelahan pada pekerja pembatik dengan sikap kerja tidak ergonomis lebih tinggi dari pada pekerja yang bekerja dengan sikap tubuh alamiah. Dari uraian tersebut di atas dapat ditegaskan bahwa setelah bekerja 3 kali shift masing-masing shift kerja sekitar 60 menit-istirahat 45 menit, ternyata pekerja bongkar muat msih mengalami kelelahan yang cukup signifikan. Untuk mengatasi keadaan tersebut, perlu dilakukan pengendalian secara administratif, yaitu menyediakan tempat yang teduh untuk digunakan pada saat pekerja istirahat, sehingga terjadi pemulihan segera setelah bekerja pada tiap shifnya.

20.4 Simpulan

Dari hasil penelitian dan pembahasan seperti tersebut di atas dapat disimpulkan hal-hal sebagai tersebut berikut ini. 1. Sistem kerja, seperti pembagian regu kerja; jam kerja-istirahat sudah cukup baik. 2. Teknik cara mengangkat dan ketinggian landasan kerja tidak ergonomis. 3. Beban kerja fisik dan beban kardiovaskuler dalam kategori beban berat. 4. Berdasarkan indek suhu bola basah ISBB, pekerjaan bongkar muat hanya boleh bekerja 25 dan 75 istirahat. 5. Pengaruh cara mengangkat yang salah, kondisi kerja yang tidak ergonomis dan lingkungan panas menyebabkan gangguan otot skeletal khususnya tulang belakang dan kelelahan.

20.5 Saran

Dari hasil penelitian ini dapat disarankan hal-hal sebagai tersebut di bawah ini. 1. Perbaikan ketinggian landasan kerja, melalui redesain rak landasan semen dengan ketinggian 40 cm. 2. Menginformasikan dan melatih pekerja bongkar muat tentang penggunaan teknik cara mengangkat yang benar tahap demi setahap. 3. Untuk mengurahi efek tekanan panas, pekerja harus memakai pakaian kerja yang dapat memantulkan cahaya warna terang; topi; sepatu dan sarung tangan kulit. Sedangkan untuk menggantikan cairan tubuh yang hilang akibat panas radiasi, pekerja harus sesering mungkin minum air yang ditambah dengan garam elektrolit.