Penilaian Beban Kerja Operator ACC

264 Analisis Sistem Manusia-Mesin ANALISIS SISTEM MANUSIA

18.3.4 Pengaruh Shift Malam terhadap Kelelahan Subjektif

Secara fungsional seluruh organ pada siang hari adalah dalam keadaan siap beraktivitas ergotropic phase, sedangkan pada malam hari adalah sebaliknya tro- photropic phase yaitu fungsi tubuh secara alamiah akan beristirahat untuk penyegaran [Grandjean, 1993]. Oleh karena beberapa alasan baik teknis, ekonomi maupun sosial, maka kerja pada malam hari sering kali tidak dapat dihindarkan. Kondisi tersebut sering menyebabkan berbagai gangguan, seperti gangguan fisiologis kualitas tidur rendah, kapasitas fisik dan mental turun, gangguan saluran pencernaan, gangguan psikologis, sosial maupun gangguan performansi kerja [Rutenfranz, 1991]. Secara umum gangguan fisiologis yang paling dominan dialami oleh pekerja malam adalah terjadinya kelelahan dan gangguan performansi kerja. Dari hasil pengisian kuesioner kelelahan subjektif 30 item, dapat dijelaskan sebagai berikut. 1 Pada kelompok 10 item pertama pelemahan kegiatan, persentase adanya kelelahan subjektif cukup tinggi dengan kisaran persentase antara 16,67 - 83,33. Dari 10 item tersebut 9 item pertanyaan mempunyai persentase lebih dari 50. 2 Pada kelompok 10 item ke dua pelemahan motivasi, persentase adanya kelelahan subjektif relatif kecil dengan kisaran persentase antara 8,33 - 66,67. Dari 10 item pertanyaan tentang pelemahan motivasi tersebut 9 item pertanyaan mempunyai persentase kurang dari 50. 3 Pada kelompok 10 item ke tiga kelelahan fisik, persentase adanya kelelahan subjektif juga cukup tinggi dengan kisaran antara 25,00 - 83,33. Dari 10 item tersebut 5 item pertanyaan mempunyai persentase lebih dari 50. Dari uraian tersebut di atas dapat ditegaskan bahwa setelah bekerja pada shift malam, ternyata para operator masih mempunyai motivasi yang cukup tinggi. Namun demikian tidak dapat dihindarkan bahwa setelah bekerja 12 jam mereka mengalami kelelahan yang bersifat fisik karena kurang tidur. Hal tersebut terlihat dari hasil persentase kelelahan subjektif pada kelompok 10 item pertama dan ke tiga. Hasil penelitian ini juga sesuai dengan penelitian tentang kelelahan dan stress pada air traffic controllers . Di mana tingkat kelelahan weak, tense, tired, exhausted and sleepy terus menurun mulai dari 3 jam pertama kerja dan puncaknya terjadi pada 8-10 jam setelah kerja [Grandjean, Wotzka, Schaad. Gilgen, 1971].

18.3.5 Pengaruh Shift Malam terhadap Tingkat Kecepatan, Ketelitian dan Konstansi Kerja

Salah satu efek bekerja pada shift malam adalah terjadinya gangguan performansi kerja. Hal ini dapat dipahami, karena bekerja pada waktu orang lain tidur atau sebaliknya adalah merubah fungsi alamiah tubuh. Untuk dapat melakukan pekerjaan dengan baik meskipun tidak maksimum adalah melalui proses adaptasi dan aklimatisasi yang cukup lama. Melalui uji kecepatan, ketelitian dan konstansi uji Bourdon Wiersma dapat digunakan sebagai indikasi dalam menentukan tingkat Analisis Sistem Manusia-Mesin 265 ANALISIS SISTEM MANUSIA performansi kerja. Dari hasil uji kecepatan rerata waktu uji dari 12 subjek didapatkan waktu rata-rata sebelum kerja adalah 8,24 detik dan setelah kerja 8,58 detik, sehingga hanya terjadi perbedaan kecepatan sebesar 0,35 detik dan secara statistik tidak signifikan p0,05. Berdasarkan interpretasi golongan didapatkan hasil, antara sebelum kerja dan setelah kerja rerata waktu kecepatan tidak ada perubahan B= 83,3 dan CB=16,7. Dari hasil uji kecepatan tersebut jelas bahwa kecepatan kerja operator ACC tidak mengalami penurunan setelah shift malam. Dalam hal ini faktor pendidikan dan latihan khusus operator ATC sebelum menjadi pegawai berpengaruh terhadap kecepatan gerak. Pada uji ketelitian banyaknya kesalahan yang dibuat dari 12 subjek didapatkan rerata kesalahan sebelum kerja adalah sebanyak 10,25 dan setelah kerja sebanyak 10,58. Berarti hanya terdapat peningkatan kesalahan sebesar 0,33 dan secara statistik tidak signifikan p0,05. Berdasarkan interpretasi golongan didapatkan hasil, antara sebelum kerja dan setelah kerja tidak ada perubahan tingkat kesalahan CB= 16,7; C= 58,3; R=16,7 dan K= 8,3. Hal tersebut membuktikan bahwa kecepatan dan ketelitian merupakan dua hal yang tidak bisa sejajar, di mana semakin tinggi tingkat kecepatan, maka tingkat kesalahan akan semakin besar. Sedangkan pada uji konstansi perbandingan antara jumlah kuadrat dari deviasi dan waktu rata-rata sebelum kerja didapatkan rerata konstansi hitung sebesar 3,97 dan setelah kerja sebesar 4,83. Berarti hanya terdapat perbedaan konstansi kerja sebesar 0,86 dan secara statistik juga tidak signifikan p0,05. Berdasarkan interpretasi golongan didapatkan tingkat konstansi antara sebelum kerja dan setelah kerja relatif tidak berubah B= 8,3; CB= 33,3; C= 41,7 dan R=16,7. Tingkat konstansi ini berhubungan dengan tingkat alertness seseorang, di mana semakin rendah tingkat konstansi, maka akan semakin rendah alertnessnya atau sebaliknya. Dari uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa, tidak ada perbedaan yang signifikan antara sebelum kerja dan setelah kerja pada uji kecepatan, ketelitian dan konstansi kerja. Tingkat kecepatan yang ‘Baik’ yang diperagakan para operator ACC tersebut menyebabkan tingkat ketelitian dan konstansi yang rendah. Hal tersebut perlu diwaspadai karena tingkat ketelitian dan konstansi yang rendah sering menyebabkan kesalahan. Dalam hal demikian semakin tidak teliti dan tidak konstan kerja seseorang, maka akan semakin rendah pula tingkat performansi kerjanya.

18.4 Simpulan

Dari hasil dan pembahasan seperti tersebut di atas dapat disimpulkan hal-hal sebagai tersebut berikut ini. 1. Terjadi interaksi yang kurang serasi antara manusia-mesin pada operator ACC. Terbukti masih banyak sikap paksa pada operator waktu kerja seperti; gerakan menjangkau berlebihan, melihat monitor dengan sudut pandang yang terlalu besar dan tulang belakang tidak dapat tersandar dengan baik waktu duduk. 266 Analisis Sistem Manusia-Mesin ANALISIS SISTEM MANUSIA 2. Tata letak sarana pendukung, seperti kabel dan alat kontrol kurang tepat yang menyebabkan rasa tidak aman dan tidak nyaman dalam bekerja. 3. Akibat interaksi manusia-mesin yang kurang serasi, sebagian operator mengalami gangguan sistem muskuloskeletal secara signifikan pada anggota tubuh bagian pinggang, punggung, bahu kanan dan bokong, leher atas dan lengan kanan atas. 4. Beban kerja operator ACC lebih bersifat mental dari pada fisik. 5. Setelah bertugas pada shift malam, sebagian besar operator mengalami kelelahan berupa pelemahan kegiatan dan kelelahan fisik. Namun demikian mereka tidak mengalami pelemahan motivasi. 6. Tingkat kecepatan, ketelitian dan konstansi kerja antara sebelum kerja dan setelah kerja tidak ada perubahan. Tingkat kecepatan yang tinggi menyebabkan tingkat ketelitian dan konstansi kerja menjadi rendah.

18.5 Saran

Dari hasil penelitian ini dapat disarankan hal-hal sebagai tersebut di bawah ini. 1. Perlu segera dipertimbangkan secara mendalam oleh pihak manajemen, redesain stasiun kerja yang didasarkan pada kemampuan, kebolehan dan batasan manusia pemakai, termasuk antropometri operator setempat. Hal ini dimaksudkan untuk menghilangkan sikap paksa waktu kerja. 2. Perlu dilakukan pendekatan participatoris yang melibatkan seluruh komponen operator, supervisor dan para manager dalam setiap perbaikan kondisi kerja. 3. Untuk mengurangi kelelahan dan menjaga performansi kerja, khususnya bagi operator shift malam yang perlu dilakukan adalah: menyediakan tempat berbaring lipat pada ruang istirahat untuk beristirahat waktu tidak bertugas, serta menyediakan refreshment dan food suplement untuk menjaga kondisi tubuh agar tetap fit selama bekerja.

18.6 Kepustakaan

Chavalitsakulchai, P. Shahnavaz, H. 1991. Musculoskeletal Discomfort and Feeling of Fatigue among Female Professional Workers: The Need for Ergo- nomics Consideration. Journal of Human Ergology 20: 257-264. Christensen, E.H. 1991. Physiology of Work. Dalam: Parmeggiani, L. ed. Encyclopaedia of Occupational Health and Safety , Third Revised edt. ILO, Geneva: 1698-1700. Corlett, E.N. 1992. Static Muscle Loading and Evaluation of Posture. Dalam: Wilson, J.R. Corlett, E.N. eds. Evaluation of Human Work, A Practical Ergo- nomics methodology . Taylor Francis Great Britain: 544-570.