Penguasaan Serta Metode Simple Additive Weighting SAW
ISBN 978-602-72071-1-0 Neukrug, Ed. 2003. The World of the Counselor.
Second edition. An Introduction to the Counseling Profession. USA: BooksCole.
Schon, D.A. 1983. The Reflective Practitioner: How Professionals Think in Action
. New York: BasicBooks.
Sternberg, R.J. and Lubart, T.I. 1995. Defying The Crowd: Cultivating Creativity in A culture of
Conformity. New York: The Free Press.
Sternberg, R.J. 2003. Wisdom, Intelligence, and Creativity Synthesized
. America: Cambridge University Press.
Sternberg, R.J. 2009. Academic Intelligence Is Not Enaough Wics: An Expanded Model for
Effective Practice In School and Later in Life .
A Paper Commissioned for the Conference on Liberal Education and Effective Practice.
Clark University. Tsai, K.C. 2012. Play, Imagination, and Creativity: A
Brief Literature Review. Journal of Education and Learning
. Vol: 1 2. Page: 15-20. Tsai, K.C. 2013. A review of The Inquiry of Creativity
in Older Adults in Journals. British Journal of Education
. Vol: 1 2. Page: 20-28. Tsai, K.C. 2014. A review of the Effectiveness of
Creative Training on Adult Learners. Journal of Social Science Studies
. Vol: 1 1. Page: 17- 30.
Vani M. 2012. Effectiveness of Synectics Model of Teaching in Enhancing Language Creativity of
Learners. Indian Streams Research Journal. Vol: 2 10. Page: 1-8.
Vidal, R.V.V. 2010. Creative Problem Solving: An Applied
University Course.
Pesquisa Operacional
. Vol: 30 2. Page: 405-426. Villalba, E. 2008. On Creativity: Towards an
Understanding of
Creativity and
its Measurements.
Europa: European
Communities Joint Research Centre. Walker, D.E. 2009. Promoting Metaphorical Thinking
Through Synectics: Developing Deep Thinking Utilizing Abstractions
. Advanced Active Learning.
Bloomsburg University
of Pennsylvania.
Wiriaatmadja, R. 2010. Metode Penelitian Tindakan Kelas: Untuk meningkatkan Kinerja Guru dan
Dosen. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.
Yousefi, A. 2014. The Effect of Synectics Teaching Model in Foresting Creativity. Management
and Administrative Sciences Review . Vol: 3
7. Page: 1225-1231.
ISBN 978-602-72071-1-0
PROBLEM SOLVING SOAL CERITA OPERASI BILANGAN
DALAM PEMBELAJARAN TEMATIK SISWA KELAS III SEKOLAH DASAR
Nafi Isbadrianingtyas
Program Studi Pendidikan Dasar Pascasarjana Universitas Negeri Malang Email:
nafi_girl2009ymail.com
ABSTRAK
Artikel ini mendeskripsikan strategi problem solving soal cerita operasi bilangan pembelajaran tematik siswa Kelas III Sekolah Dasar. Tujuan penelitian ini mendeskripsikan dan menemukan makna strategi problem
solving soal cerita operasi bilangan sehingga dapat mengintegrasikan dalam pembelajaran tematik.
Penelitian menggunakan pendekatan kualitatif dengan rancangan studi fenomenologi. Dalam penelitian ini, peneliti sebagai peran pengamat partisipan. Data dalam penelitian ini berupa kata-kata, aktivitas dan
dokumen. Data kata-kata diambil dari hasil wawancara, data aktivitas diambil dari tindakan observasi, dan data dokumen diambil dari kegiatan pembelajaran. Sumber data diambil dari subjek penelitian yaitu guru
dan 27 siswa Kelas IIIC SD Brawijaya Smart School Kota Malang. Hasil analisis data dalam penelitian ini yaitu: pertama, problem solving soal cerita operasi bilangan dapat mengintegrasikan dalam pembelajaran
tematik. Kedua, problem solving dapat mengaktifkan siswa dalam pembelajaran tematik. Ketiga, problem solving
dapat memberikan pembelajaran yang bermakna dan menarik bagi siswa kelas III Sekolah Dasar. Hasil penelitian ini disarankan bagi guru sebagai bahan rujukan terhadap pemecahan masalah materi operasi
bilangan dalam pembelajaran tematik. Kata Kunci:
problem solving, operasi bilangan, tematik.
ABSTRACT
This article describes the strategy of problem solving story problems a number operations of thematic learning Elementary School third grade students. The research objective is to describe and discover the
meaning of problem solving strategies story about number operations so that it can integrate into thematic learning. The study used a qualitative approach with a phenomenological study design. In this study,
researchers as the role of participant observer. The data in this study in the form of words, activities and documents. Data words are taken from interviews, the activity data is taken from the act of observation, data
and documents taken from the learning activities. Sources of data taken from research subjects that teachers and 27 students of class IIIC Brawijaya Smart School Malang Elementary School. Results of the data
analysis in this study are: first, problem solving story problems in a number operations can integrate thematic learning. Second, problem solving can enable students in thematic learning. Third, problem solving
can provide meaningful and engaging learning for elementary school third grade students. Results of this study suggested for teachers as reference material to problem solving material number operations in thematic
learning. Keywords:
problem solving, number operations, thematic.
PENDAHULUAN
Artikel ini mendeskripsikan strategi problem solving
soal cerita operasi bilangan sehingga dapat mengintegrasikan
dalam pembelajaran
tematik. Pentingnya menulis artikel ini berdasarkan atas
pembelajaran tematik yang baru diterapkan di kelas III Sekolah Dasar sebagai perubahan Kurikulum 2013.
Pembelajaran tematik merupakan pembelajaran yang memadukan tema-tema tertentu Bukatko dan Daehler,
2012:7. Mengintegrasikan mata pelajaran khususnya bidang matematika dibutuhkan keahlian dari seorang
guru agar tujuan pembelajaran dapat tercapai. Pengintegrasian mata pelajaran dalam pembelajaran
tematik harus bersifat luwes agar mata pelajaran tidak begitu terliht terpisah.
Mata pelajaran Matematika dalam pembelajaran tematik sangat penting karena siswa Sekolah Dasar perlu
dikenalkan agar dapat dimanfaatkan dalam kehidupan
“Mengubah Karya Akademik Menjadi Karya Bernilai Ekonomi Tinggi” Surabaya, 23 Januari 2016
ISBN 978-602-72071-1-0 sehari-hari. Hal ini tampak dalam pembelajaran tematik
di kelas III Sekolah Dasar dengan sub tema “Lingkungan Sosialku” yang memuat materi operasi bilangan. Operasi
bilangan mulai dari penjumlahan, pengurangan, perkalian, dan pembagian dan sifatnya merupakan dasar
aritmatika Musser, dkk., 2011: 89. Mengintegrasikan operasi bilangan tersebut agar tidak terlihat kaku dan
terlihat luwes dalam pembelajaran tematik dibutuhkan sebuah strategi. Strategi adalah pendekatan pembelajaran
yang dirancang menjadi sebuah desain dalam berbagai materi untuk mencapai tujuan pembelajaran Kauchak
Eggen, 2012: 6. Banyak jenis strategi yang digunakan dalam pembelajaran. Dalam satu pembelajaran terkadang
membutuhkan lebih dari satu strategi agar mencapai tujuan pembelajaran. Strategi pembelajaran tidak hanya
prosedur kegiatan, namun di dalamnya merupakan paket pembelajaran Strategi untuk mencapai tujuan agar siswa
dapat menerapkan operasi bilangan dalam pembelajaran tematik ketika menyelesaikan soal cerita yaitu strategi
problem solving.
Problem solving adalah sebuah seni dalam
strategi karena merupakan ilmu. Oleh karena itu, dengan pengalaman akan mengembangkan ketika menggunakan
salah satu strategi dengan mengenali petunjuk. selanjutnya, akan menemukan bahwa beberapa masalah
mungkin diselesaikan dalam beberapa cara yang berbeda Musser, dkk., 2011: 5. Jadi, suatu persoalan apapun jika
menggunakan strategi ini maka akan dapat menemukan cara yang berbeda-beda. Untuk mengatasi masalah, kita
harus berhenti sejenak, merenung, dan mungkin mengambil
beberapa langkah yang tidak pernah diambil sebelum melakukan solusi. Kebutuhan ini merupakan semacam
langkah kreatif pada bagian pemecah masalah. Ketika mengajarkan siswa kelas rendah, pertanyaan yang sering
muncul Bagaimana guru membagi 96 pensil sama rata kepada 16 siswa? hal ini mungkin menimbulkan
masalah, tapi bagi guru yang menunjukkan latihan tidak seperti demikian. Melakukan latihan adalah bantuan yang
sangat berharga dalam belajar matematika. Latihan membantu untuk mempelajari konsep, sifat, prosedur,
dan sebagainya, yang kemudian dapat melakukan problem solving
. Fokus dari artikel ini yaitu memunculkan
pertanyaan sebagai berikut. Tabel 1. Fokus Penelitian
Pertanyaan Fokus yang diangkat
1. Bagaimana problem solving
soal cerita operasi bilangan dapat
mengintegrasikan dalam pembelajaran
tematik? Langkah problem solving
soal cerita operasi bilangan dalam
pembelajaran.
2. Bagaimana problem solving
dapat mengaktifkan siswa
dalam pembelajaran tematik?
Keaktivan siswa dalam pembelajaran tematik
menggunakan problem solving
. 3. Bagaimana problem
solving dapat
Pemaknaan dan kemenarikan problem
Pertanyaan Fokus yang diangkat
memberikan pembelajaran yang
bermakna dan menarik bagi siswa kelas III
Sekolah Dasar? solving
bagi siswa kelas III Sekolah Dasar.
Ketika memecahkan
masalah harus
menunjukkan cara untuk membantu orang lain mengembangkan kemampuan memecahkan masalah
mereka. Seorang ahli matematika terkenal, George Polya, mencurahkan banyak pengajaran untuk membantu siswa
menjadi pemecah masalah yang lebih baik. Kontribusi besar yaitu apa yang telah menjadi dikenal sebagai empat
langkah Polya untuk memecahkan masalah Musser, dkk., 2011: 6. Langkah pertama menjadi seorang
pemecah masalah yang baik. Langkah yang pertama yaitu memahami masalah. Maksudnya yaitu mengerti masalah
dan melihat apa yang dikehendaki. Langkah yang kedua yaitu perencanaan pemecahan masalah. Secara khusus,
Perencanaan Pemecahan Masalah langkah yang sangat penting. Langkah ini dapat membantu memutuskan
bagaimana untuk melanjutkan memecahkan masalah. Namun, memilih strategi yang tepat juga penting. Seperti
kita bekerja dengan siswa yang pemecah masalah yang sukses, kami meminta mereka untuk berbagi petunjuk
yang mereka amati pada laporan masalah yang membantu mereka memilih strategi yang tepat. Petunjuk
tercantum setelah setiap strategi sesuai. Langkah yang ketiga yaitu melaksanakan perencanaan pemecahan
masalah. Langkah yang terakhir yaitu melihat kembali kelengkapan pemecahan masalah yang telah digunakan.
Dengan demikian, petunjuk ini dapat membantu memutuskan ketika memilih strategi yang tepat atau
kombinasi strategi.
Problem solving dalam materi operasi bilangan
dalam soal cerita sangat diperlukan. Ketika memecahkan masalah dalam soal cerita, banyak siswa yang mengalami
kesulitan ketika tidak ada strategi yang digunakan. Soal cerita adalah soal matematika yang diungkapkan atau
dinyatakan dengan kalimat dalam bentuk cerita yang dikaitkan dengan kehidupan sehari-hari Winarni
Harmini, 2009: 93. Jadi, soal cerita sering ditemukan dalam
pelajaran matematika
khususnya dalam
pembelajaran tematik siswa Sekolah Dasar. Pendekatan soal cerita terdapat dua pendekatan yaitu pendekatan
model dan pendekatan terjemahan soal cerita. Pendekatan model, siswa membaca atau mendengarkan soal cerita,
kemudian siswa mencocokkan situasi yang dihadapi dengan model yang sudah ada. Bagi siswa yang memiliki
kemampuan membaca lemah dapat dengan mudah memahami permasalahan setelah melihat model yang
dihadapinya. Selanjutnya guru bisa menyajikan secara lisan atau menggunakan audio-tape. Pendekatan yang
kedua yaitu pendekatan terjemahan soal cerita. Pendekatan ini melibatkan siswa melakukan kegiatan
membaca kata demi kata dan ungkapan dari soal cerita yang sedang dihadapinya untuk menerjemahkan
ungkapan kalimat ke dalam pemahaman matematika atau maksud dari soal cerita tersebut.
ISBN 978-602-72071-1-0 Langkah-langkah yang dapat dijadikan pedoman
menyelesaikan soal cerita yaitu: 1 menemukan apa yang ditanyakan soal cerita tersebut, 2 mencari
inormasi yang esensial, 3 memilih pengerjaan yang sesuai, 4 menulis kalimat matematikanya, 5
menyelesaikan kalimat matematikanya, 6 menyatakan dalam bentuk jawaban dari soal cerita.
Tujuan dari
artikel ini
yaitu: 1
mendeskripsikan problem solving soal cerita operasi bilangan dapat mengintegrasikan dalam pembelajaran,
2 mendeskripsikan problem solving dapat mengaktifkan siswa dalam pembelajaran tematik, 3 mendeskripsikan
problem solving
dapat memberikan pembelajaran yang bermakna dan menarik bagi siswa kelas III Sekolah
Dasar. PEMBAHASAN
Langkah Problem Solving Soal Cerita Operasi
Bilangan Dalam Pembelajaran.
Menurut Polya dalam Musser, dkk., 2011: 6. langkah pertama menjadi seorang pemecah masalah yang
baik. Langkah yang pertama yaitu memahami masalah. Maksudnya yaitu mengerti masalah dan melihat apa yang
dikehendaki. Cara memahami suatu masalah sebagai berikut: 1 masalahharus dibaca berulang-ulang agar
dapat dipahami kata demi kata, kalimat demi kalimat, 2 mengidentifikasi apa yang diketahui dari masalah, 3
mengidentifkasi apa yang ditanyakan, 4 mengabaikan hal-hal yang tidak relevan, 5 tidak menambah hal yang
tidak ada.
Langkah yang kedua yaitu perencanaan pemecahan masalah. Secara khusus, Perencanaan
Pemecahan Masalah langkah yang sangat penting. Langkah ini dapat membantu memutuskan bagaimana
untuk melanjutkan memecahkan masalah. Namun, memilih strategi yang tepat juga penting. Wheeler dalam
Winarni 2009: 95 menyatakan bahwa strategi pemecahan masalah antara lain: 1 membuat tabel, 2
membuat gambar, 3 menduga, mengetes, memperbaiki, 4 mencari pola, 5 menyatakan kembali permasalahan,
6 menggunakan penalaran, 7 menggunakan variabel, 8
menggunakan persamaan,
9 mencoba
menyederhanakan permasalahan, 10 menghilangkan situasi yang tidak mungkin, 11 bekerja mundur, 12
menyusun model, 13 menggunakan algoritma, 14 menggunakan
penalaran tidak
langsung, 15
menggunakan sifat-sifat bilangan, 16 membagi masalah menjadi bagian-bagian, 17 memvaliditasi semua
kemungkinan, 18
menggunakan rumus,
19 menyelesaikan
masalah yang
ekuivalaen, 20
menggunakan simetri, 21 menggunakan informasi yang diketahui untuk mengembangkan inormasi baru.
Langkah yang ketiga yaitu melaksanakan perencanaan pemecahan masalah. Langkah yang terakhir
yaitu melihat kembali kelengkapan pemecahan masalah yang telah digunakan. Maksudnya yaitu sebelum
menjawab permasalahan, mereview kembali apaah penyelesaian masalah sudah selesai. Dengan demikian,
petunjuk ini dapat membantu memutuskan ketika memilih strategi yang tepat atau kombinasi strategi.
Jadi, dapat disimpulkan bahwa ada beberapa cara yang dilakukan guru ketika mengajarkan pemecahan
masalah kepada siswa, yaitu terdapat empat langkah 1 pemahaman
terhadap masalah,
2 perencanaan
pemecahan masalah, 3 melaksanakan perencanaan masalah, 4 melihat kembali kelengkapan pemecahan
masalah. Keempat tersebut dapat membantu siswa agar mampu memecahkan masalah dan menyajikan aktivitas
untuk memechkan masalah.
Keaktivan Siswa dalam Pembelajaran Tematik Menggunakan Problem Solving.
SD Brawijaya Smart School kota Malang telah mengimplementasikan
Kuriulum 2013
dengan pembelajaran tematik. Peneliti melakukan observasi di
kelas IIIC pada tanggal 3 November 2015. Hasil penelitian menunjukkan bahwa siswa diberikan soal
cerita yang berkaitan dengan sub tema “Lingkungan
Sosialku” yang memuat materi operasi bilangan. Pada saat pembelajaran siswa memecahkan soal cerita yang
telah diberikan. Soal cerita berkaitan dengan lingkungan sosial
yaitu menceritakan jual beli di sebuah pasar tradisional. Soal cerita tersebut memuat seperti perilaku yang ada di
dalam pasar seperti membeli buah-buahan menggunakan uang sebagai alat pembayaran. Siswa diberikan
kesempatan melakukan pemecahan yang berbeda-beda sesuai dengan kreasi masing-masing. Namun di dalam
pemecahan tersebut, Ibu guru sudah merencanakan strategi atau langkah-langkah ketika memandu siswa
dalam memecahkan soal cerita yang harus diselesaikan.
Dari observasi tersebut tampak sekali bahwa siswa aktif ketika menyelesaikan masalah. Langkah Ibu
guru memandu menyelesaikan soal cerita tersebut yaitu menceritakan soal cerita yang diberikan mengenai
lingkungan sosial yaitu kegiatan jual beli di pasar. Selanjutnya Ibu guru mencoba mengajak siswa
mengartikan dalam kalimat matematika yaitu dengan menulis di papan tulis. Selanjutnya siswa menyelesaikan
soal cerita tersebut seusuai dengan caranya masing- masing. Langkah terakhir yaitu guru memberikan
penguatan atas jawaban siswa.
Dari analisis tersebut, hal itu sesuai dengan yang dikemukakan oleh Polya bahwa problem solving dapat
dilakukan dengan empat langkah seperti yang telah dikemukakan di atas, diantaranya: 1 pemahaman
terhadap masalah, 2 perencanaan pemecahan masalah, 3 melaksanakan perencanaan masalah, 4 melihat
kembali kelengkapan pemecahan masalah. Keempat tersebut
dapat membantu
siswa agar
mampu memecahkan masalah dan menyajikan aktivitas untuk
memechkan masalah. Hal ini diperkuat juga oleh Kovalik 1994:53 bahwa strategi dalam pembelajaran tematik
terdiri atas semua siswa tidak belajar dengan cara yang sama dengan membangkitkan seluruh sistem syaraf,
merangsang, memenuhi kebutuhan rasa ingin tahu, mampu menjawab banyak pertanyaan, memberikan
umpan balik secara langsung.
Siswa kelas III Sekolah Dasar tampak begitu aktif dalam melakukan pembelajaran di kelas. Hal ini
ISBN 978-602-72071-1-0 dapat dilihat ketika mereka bersungguh-sungguh dalam
melakukan pemecahan masalah dan mereka saling bertanya jika mereka mempunyai kesulitan. Guru
melakukan keliling dengan mendekati setiap siswa agar tidak ada yang merasa tertinggal ketika memecahkan soal
cerita yang telah diberikan.
Saat ini, di Sekolah Dasar menggunakan Kurikulum
2013 yang
bercirikan konstruktivis.
Pendekatan konstruktivis berada di pusat William James dan filosofi John Dewey pendidikan. Pendekatan
konstruktivis adalah pendekatan pembelajaran berpusat yang menekankan pentingnya individu aktif membangun
pengetahuan dan pemahaman dengan bimbingan dari guru. Dalam pandangan konstruktivis, guru seharusnya
tidak mencoba hanya menuangkan informasi ke dalam pikiran siswa. Sebaliknya, anak-anak harus didorong
untuk mengeksplorasi dunia mereka, menemukan pengetahuan, merenung, dan berpikir kritis dengan
pemantauan dan bimbingan yang berarti dari guru Bonney Sternberg dalam Santrock, 2011:6.
Ciri khas dari konstruktivis adalah ide bahwa siswa aktif membangun pengetahuan mereka dari
pengalaman pribadi mereka dengan orang lain dan lingkungan Simpson, dalam Moreno, 2010:298.
Pemaknaan dan Kemenarikan Problem Solving bagi Siswa Kelas III Sekolah Dasar.
Kegiatan menggunakan strategi problem solving bagi siswa kelas III Sekolah Dasar dapat memberikan
makna yang begitu besar. Siswa kelas IIIC rata-rata berusia 8-9 tahun. Menurut Piaget, pada tahap ini mereka
mencapai tahap
operasional konkret.
Mereka membutuhkan sesuatu nyata. Maka dari itu dibutuhkan
pembelajaran yang sesuai dengan kehidupan sehari-hari siswa. Hal ini sudah dilakukan oleh SD Brawijaya Smart
School khususnya siswa kelas IIIC. Mereka diajarkan
sesuai dengan lingkungannya seperti kegiatan jual beli di pasar.
Pemecahan soal cerita tersebut membuat siswa tertarik ketika mengerjakan soal sehingga mereka
merasakan joyfull learning yang merupakan ciri dari pembelajaran tematik. James 2005: 198 menyatakan
bahwa ketika pembelajaran matematika, yang harus diajarkan guru yaitu meteri tentang operasi bilangan dua
hingga tiga angka karena mereka mencapai usia antara 8-9 tahun. Hal ini telah dilakukan dalam pembelajaran di
kelas IIIC.
Problem Solving
mempunyai ketertarikan tersendiri bagi siswa bersama guru ketika pmbelajaran.
Ketertarikan itu tampak dari siswa kelas IIIC merasa tidak tertekan ketika melakukan pemecahan masalah
karena mereka memang dengan cara mereka sendiri. Soal ceritanya menyenangkan sesuai dengan lingkungan siswa
dan mereka dengan senag hati mengomunikasikan kepada teman-temannya bahwa cara mereka berhasil.
Kreativitas dari seorang guru sangat diperlukan. Alexander dalam karya Florence 2012:177 bahwa guru
mampu mendorong siswa untuk memberikan tugas pembelajaran yang memungkinkan siswa terlibat dalam
kegiatan dan pemikiran yang kreatif dan imajinatif. Kesempatan imajinatif itu datang baik dari siswa maupun
guru. Guru yang kreatif akan menjadikan siswa yang kreatif pula. Hal ini sudah dibuktikan oleh SD Brawijaya
Smart School kota Malang.
PENUTUP Simpulan
Pendidikan Dasar merupaka pendidikan yang paling penting dalam perjalanan setiap individu
khususnya Sekolah Dasar. Di Seolah Dasar saat ini diberlakukan Kurikulum 2013 dengan pembelajaran
tematik yang memadukan beberapa mata pelajaran. Matematika merupakan suatu terpenting yang harus
dipadukan karena Matematika merupakan wadah yang bermanfaat dalam ehidupan sehari-hari. Hal ini sangat
penting ditanamkan sejak usia Sekolah Dasar.
Materi operasi bilangan merupakan hal yang tidak bisa dihindari dari matematika. Banyak strategi
yang dilakukan ketika menyelesaikan operasi bilangan. Penanaman konsep operasi bilangan dalam pembelajaran
tematik di Kelas III Sekolah Dasar dilbatkan dalam soal cerita setelah siswa mempelajari lingkungan sosial dalam
kehidupan sehari-hari siswa. Ketika siswa memecahkan soal cerita tersebut, strategi yang digunakan yaitu
problem solving.
Hal ini bertujuan agar pengintegrasian matematika dalam pembelajaran tematik tampak luwes
dan tidak terkesan kaku. Saran
Artikel ini dapat digunakan sebagai acuan pembelajaran
tematik dengan
mengintegrasikan matematika khususnya materi operasi bilangan kelas III
Sekolah Dasar. Selain itu juga sebagai acuan dalam penelian slanjutnya.
DAFTAR PUSTAKA Beetlestone, F. 2012. Creative Learning. Bandung:
Nusa Media. James, A. 2005. Second Grade Success. USA: Jossey-
Bass. Kauchack Eggen. 2012. Strategi dan Model
Pembelajaran. Jakarta: Indeks.
Kovalik, S. 1994. Integrated Themaic Instruction: The Model.
Kent: Washington. Morrison, George. 2007. Early Childhood Education
Today. Pearson: New Jersey.
Musser Garry L, Burger William F, Peterson Blake E. 2011. Mathematics For Elementary Teachers: A
Contemporary Approach Ninth Edition . USA:
John Wiley Sons, Inc. Peraturan Kementrian dan Kebudayaan. 2014.
Sisdiknas Kurikulum 2013 Sekolah Dasar. Santrock, John W. 2011. Educational Psychology
Fifth Edition . New York: University of Texas at
Dallas. Winarni Harmini, 2009. Matematika untuk PGSD.
Universitas Negeri Malang: Fakultas Ilmu Pendidikan.
ISBN 978-602-72071-1-0
MAKNA KETERLIBATAN ORANG TUA DALAM KETERAMPILAN SOSIAL
SISWA SEKOLAH DASAR
Rina Diahwati
Program Studi Pendidikan Dasar Pascasarjana Universitas Negeri Malang Email: rinadiahwati02gmail.com
ABSTRAK
Keterlibatan orang tua memiliki makna tersendiri bagi pengembangan keterampilan sosial siswa sekolah dasar. Walaupun pengaruh teman sebaya pada usia siswa sekolah dasar cukup besar, orang tua tetap memiliki
peranan yang penting dalam kehidupan siswa. Orang tua yang terlibat dalam kehidupan siswa akan memberikan kontribusi yang positif bagi keterampilan sosial siswa. Keterlibatan orang tua dapat diwujudkan
dalam berbagai bentuk. Orang tua dapat terlibat secara langsung berkaitan dengan kemampuan akademik siswa di sekolah dengan cara mengontak guru kelas, terlibat dalam penyedia ekonomi dengan memberikan
kebutuhan siswa untuk menunjang pendidikan, keterlibatan tindakan dengan berinteraksi secara langsung dengan siswa, dan lain sebagainya. Setiap siswa penting untuk memiliki relasi yang positif baik dengan
teman sebaya, guru, orang dewasa, maupun orang tua. Siswa yang memiliki keterampilan sosial yang tinggi akan dengan mudah diterima secara sosial oleh orang lain.
Kata kunci:
Keterlibatan Orang Tua, Keterampilan Sosial, dan Sekolah Dasar
ABSTRACT
Parents involvement has significance for the development of social skills elementary school’s students. Although the influence of peers at the age of primary school students is large, parents still have an important
role in the lives of students. Parents are involved in the lives of students will contribute positively to the social skills. Parental involvement can be manifested in various forms. Parents can be involved directly
related to academic ability of students in the school by contacting the classroom teacher, providers involved in the economy by providing student needs to support education, engagement action by interacting directly
with students, etc. Each student is important to have a good positive relationships with peers, teachers, adults, and parents. Students who have high social skills will be easily accepted socially by others.
Keywords:
Parents Involvement, Social Skills, and Elementary Schools
ISBN 978-602-72071-1-0 PENDAHULUAN
Sekolah dasar merupakan suatu jenjang pendidikan awal bagi siswa. Anak-anak dapat
memperoleh pendidikan dasar pada jenjang pendidikan sekolah dasar. Pendidikan dasar mengupayakan agar
siswa mampu mengembangkan potensi yang dimilikinya. Dalam Undang-Undang No.20 Tahun 2003 tentang
Sistem Pendidikan Nasional mengungkapkan bahwa pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk
mewujudkan suasana belajar dan proses kegiatan pembelajaran dengan tujuan agar siswa secara aktif
mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian,
kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya dan masyarakat dalam berbangsa dan
bernegara.
Di sekolah dasar, siswa memiliki hubungan interaksi yang kompleks. Siswa tidak hanya berinteraksi
dengan teman sebaya, melainkan juga dengan guru dan orang dewasa lainnya seperti ibu penjual makanan di
kantin, bapak penjaga sekolah, dan lain sebagainya. Interaksi yang positif dari siswa di sekolah dasar dapat
memberikan manfaat penerimaan dirinya secara sosial.
Kemampuan seseorang untuk berinteraksi dan bersosialisasi dengan orang lain merupakan implementasi
dari keterampilan sosial. Keterampilan sosial merupakan prilaku individu dengan individu lainnya yang dapat
diamati selama interaksi sosial.. Combs dan Slaby dalam Merrell dan Gimpel, 2014 menyatakan keterampilan
sosial yaitu “the ability to interact with other in a given social context in specific ways that are societally
acceptable or valued and at the same time personally beneficial, mutually beneficial, or beneficial primarily to
others
”. Dari pendapat tersebut dapat dipahami bahwa keterampilan sosial merupakan kemampuan untuk
berinteraksi dengan orang lain dalam konteks sosial dengan cara yang dapat diterima dan dihargai secara
umum.
Teman sebaya
memiliki peranan
dalam pengembangan keterampilan sosial siswa di sekolah dasar.
Siswa di sekolah dasar merupakan siswa yang berada pada masa
Keterampilan sosial yang positif penting untuk dimiliki oleh siswa agar siswa memiliki relasi yang baik
dengan teman sebaya, guru, orang dewasa, dan orang tua. Santrock 2013 yang menyatakan siswa penting untuk
memiliki relasi yang positif dengan kawan sebaya di masa kanak-kanak pertengahan dan akhir. Seperti terlibat dalam
interaksi
yang positif
dengan kawan
sebaya, menyelesaikan konflik, serta memiliki persahabatan.
Selain relasi positif dengan teman sebaya, kehadiran orang tua juga penting bagi siswa. Santrock
2012 menyatakan “Meskipun orang tua meluangkan lebih sedikit waktu dengan anak-anak di masa kanak-
kanak pertengahan dan akhir daripada diawal, orang tua tetap sangat penting dalam kehidupan anak-
anak mereka.” Selain itu Parke Buriel dalam Santrock, 2012
menyatakan orang tua berperan penting bagi siswa sebagai manajer pada kesempatan-kesempatan yang
dimiliki anak seperti mengawasi perilaku anak dan juga sebagai inisiator sosial serta pengarah bagi mereka .
Keterlibatan orang tua menjadi penting dalam pembentukan keterampilan sosial siswa di sekolah dasar.
Keterlibatan orang tua secara sederhana dapat diwujudkan dengan memantau apa yang dilakukan oleh anak. Bentuk
dari keterlibatan masing-masing orang tua tentu berbeda bergantung pada kebijakan masing-masing orang tua
siswa. PEMBAHASAN
Keterlibatan Orang tua
Keterlibatan orang tua merupakan suatu bentuk partisipasi orang tua terhadap anak baik dalam kehidupan
sehari-hari maupun dalam program pendidikan. Orang tua yang terlibat dalam kehidupan anak dapat diwujudkan
dengan kehadiran orang tua bagi anak dan perlindungan orang tua terhadap anak sehingga mampu memberikan
kenyamanan dan pendidikan bagi anak. keterlibatan orang tua tidak semata-mata hanya dari ibu, melainkan ayah
juga ikut andil dalam keterlibatan terhadap anak.
Keterlibatan orang tua menjadi salah satu pengaruh yang cukup besar bagi pendidikan siswa.
Schunk 2012 menyatakan salah satu pengaruh keluarga yaitu keterlibatan orang tua. Orang tua yang terlibat
terhadap pendidikan anak akan memberikan konstribusi yang baik bagi anak.
Keterlibatan orang tua tidak hanya memiliki pengaruh bagi anak. Keterlibatan orang tua juga memiliki
kontribusi bagi guru, sekolah, maupun orang tua itu sendiri. England, dkk. dalam Schunk, 2012 menyatakan
pengaruh positif keterlibatan orang tua dapat dirasakan oleh anak, guru, dan sekolah itu sendiri.
Keterlibatan orang tua memiliki dampak yang positif bagi siswa dan orang tua yang bersangkutan.
Dengan adanya keterlibatan yang positif dari orang tua memungkinkan mereka mampu memahami lebih jelas
bagaimana prestasi anak mereka, bagaimana cara anak mampu mengembangkan keterampilannya, bagaimana
proses anak belajar sesuatu, bahkan orang tua bisa masuk kedalam imajinasi anak dalam melihat dunianya. Parker
dalam Nutbrown dkk., 2013 menyatakan sebagai berikut.
The parents learned from observing their children and developed an
appreciation of their children’s high levels of involvement, discussing their
children’s achievements at home with confidence, clarity and joy. ...
The children have been the primary beneficiaries of this collaboration
between parents and practitioners. We all had valuable knowledge and
understanding to share. This was a group which enjoyed mutual respect,
shared
understandings, political
awareness and a commitment to extending learning opportunities for
young children.
ISBN 978-602-72071-1-0 Bentuk keterlibatan masing-masing orang tua
berbeda-beda bergantung pada kebijakan mereka. Schunk 2012 mengungkapkan bentuk keterlibatan orang tua
antara lain mengontak sekolah mengenai anak mereka, memenuhi fungsi sekolah, mengomunikasikan nilai
pendidikan yang kuat kepada anak, menyampaikan nilai usaha, mengharapkan anak untuk berkinerja baik di
sekolah, dan memantau atau membantu pekerjaan rumah maupun proyek anak. Schunk dkk. 2012 menyatakan
cara orang tua melibatkan diri dalam pendidikan anak yaitu dengan melibatkan diri dalam pekerjaan rumah dan
proyek, mengunjungi sekolah, bertemu dengan guru-guru dari anak, ikut serta dalam berbagai aktivitas dan acara di
sekolah, menjadi sukarelawan di sekolah mendapatkan sumber daya untuk acara sekolah, membantu anak-anak
mereka dalam pemilihan bidang studi, mengikuti perkembangan
kemajuan akademis
anak, dan
memberitahukan nilai pendidikan yang mereka miliki kepada anak mereka.
Seorang ayah tidak terlepas dari tanggung jawabnya untuk turut memberikan pendidikan terbaik bagi
anak. kehadiran seorang ayah tentu memiliki peranan penting bagi anak. Schunk dkk. 2012 menyatakan jenis
keterlibatan ayah sebagai berikut.
Tabel 1.1: Jenis Keterlibatan Ayah Jenis
Karakteristik
Penyedia ekonomi
Menyediakan sumber daya ekonomi
Kehadiran Menghabiskan
waktu bersama dengan anak-anak;
memberikan dukungan
tertentu Tanggung
jawab Memenuhi kebutuhan anak-
anak; menyediakan sumber daya ekonomi; membantu
merencanakan dan
mengorganisasikan kehidupan anak-anak
Keterlibatan tindakan
Memiliki kontak langsung dan berinteraksi dengan
anak-anak pada saat mereka dibesarkan, bermain, dan
luang.
Aksesibilitas Hadir dan menyediakan diri
bagi anak Sumber: Diadopsi dari Schunk dkk. 2012
Keterlibatan orang tua baik dari ayah maupun ibu menjadi peranan yang penting bagi anak. Seorang
ayah memiliki keterlibatan tersendiri bagi anak walaupun jarang sekali tampak berada di sekolah. Keterlibatan ayah
maupun ibu dapat memberikan suatu rasa aman bagi anak.
Keterampilan Sosial
Keterampilan sosial
adalah kemampuan
berinteraksi yang menunjukkan perilaku yang sesuai dengan situasi yang dihadapi. Combs dan Slaby dalam
Merrell dan Gimpel, 2014 menyatakan keterampilan sosial adalah kemampuan untuk berinteraksi dengan yang
lain dalam konteks sosial tertentu dengan cara-cara tertentu yang dapat diterima atau dihargai secara sosial,
saling menguntungkan dan bermanfaat terutama untuk orang lain. Selain itu Takahashi dkk. 2015
mendefinisikan keterampilan sosial sebagai penerimaan secara sosial dan perilaku-perilaku yang memungkinkan
seseorang untuk berinteraksi secara efektif dengan orang lain untuk menghindari respon sosial yang tidak dapat
diterima. Keterampilan sosial merupakan kemampuan berinteraksi dan berperilaku yang dapat diterima oleh
orang lain sehingga dapat dihargai secara sosial. Seseorang penting untuk memiliki keterampilan sosial
agar dapat membangun hubungan yang positif dengan orang lain.
Setiap orang tidak dapat hidup sendiri. Setiap orang pasti membutuhkan orang lain baik secara langsung
maupun secara tidak langsung. Seseorang disebut sebagai makhluk sosial karena tidak dapat berdiri sendiri dan
membutuhkan orang lain. Dengan demikian keterampilan sosial dapat membantu seseorang membangun hubungan
yang diinginkan dengan orang lain tanpa menganggu hak orang lain.
Seseorang yang memiliki keterampilan sosial tinggi akan mudah diterima oleh kelompok sosial. Hair
dkk.dalam Bremer dan Smith, 2004 menyatakan sebagai berikut
adolescents who have strong social skills, particularly in the areas of
conflct resolution, emotional intimacy, and the use of pro-social behaviors, are
more likely to be accepted by peers, develop friendships, maintain stronger
relationships with parents and peers, be viewed as effective problem solvers,
cultivate greater interest in school, and perform better academically.
Seseorang dengan keterampilan sosial tinggi memungkinkan dirinya untuk dapat diterima oleh
kelompok sosial. Seseorang yang memiliki keterampilan sosial yang tinggi merupakan seseorang yang mampu
mengembangkan persahabatan,
dapat memelihara
hubungan baik dengan orang tua dan teman sebaya, mampu memecahkan masalah dengan baik, memiliki
minat yang tinggi di sekolah, dan mempunyai kemampuan akademik yang baik.
Seseorang dengan keterampilan sosial yang kurang baik menyebabkan dirinya tidak dapat diterima
secara sosial dengan baik. Seseorang dengan keterampilan sosial yang kurang baik cenderung memiliki hubungan
yang tidak menyenangkan dengan orang lain dan mendapatkan umpan balik yang negatif. Beberapa
karakteristik seorang siswa yang memiliki keterampilan sosial yang kurang baik diungkapkan oleh Geldard dan
Geldard 2012 yaitu 1 Sering tidak dapat mengadaptasikan tingkah lakunya; 2 Cenderung
memilih tingkah laku yang kurang bisa diterima oleh orang lain; 3 Kurang mampu memperkirakan
konsekuensi dari tingkah lakunya; 4 cenderung kurang mampu memahami isyarat sosial; 5 cenderung kurang
mampu melakukan keterampilan sosial yang diperlukan
ISBN 978-602-72071-1-0 untuk situasi tertentu; dan 6 cenderung tidak bisa
mengendalikan tingkah laku impulsif atau agresifnya. Keterampilan sosial siswa dapat diamati dengan
memperhatikan beberapa dimensi. Berikut gambaran dimensi keterampilan sosial menurut Bremer dan Smith
2004.
Tabel 1.2: Dimensi Keterampilan Sosial Bremer Smith
1 2 3 4 5 Keterampilan Sosial Umum
Tepat waktu
X X
Menggunakan nada suara yang tepat
X
Mendorong semua orang untuk berpartisipasi
X
Belajar dan menggunakan nama orang
X
Memperhatikan orang
yang sedang berbicara
X
Kontak mata dengan orang lain saat berbicara
X
Memeriksa pemahaman sendiri dan
mengajukan pertanyaan
dengan tepat
X X
Menggambarkan perasaan sendiri dengan tepat
X X X
Menjaga komentar
X X X
Mendukung ide dan komentar orang lain
X X
Mendukung orang lain secara verbal dan nonverbal
X
Meminta bantuan
X X
Berpartisipasi secara tepat dalam pembicaraan
X
Memulai dan menanggapi humor
X Keterampilan Sosial yang dibutuhkan untuk
Bekerja Bersama Berpindah kelompok kerja tanpa
mengganggu
X
Bertahan dengan
kelompok sendiri
X X
Menjaga tangan dan kaki sendiri
X X
Menghormati keterbatasan waktu X
X
Mengatur norma-norma
kelompok
X
Bertahan pada topik
X X
Menawarkan untuk menjeaskan atau mengklarifikasi
X X
Mengkritik ide, bukan orang
X X
Melibatkan semua orang
X Keterampilan Sosial yang Dibutuhkan di Dunia
Kerja Memberi dan merespon perintah
X X
Memberikan sapaan atau ucapan pada pelanggan
X
Merespon kritikan
X X
Keterangan: 1 = Keterampilan relasional
2 = Keterampilana manajemen diri 3 = Keterampilan akademik
4 = Keterampilan kepatuhan 5 = Keterampilan penegasan
Sumber: diadaptasi dari Bremer Smith 2004 Selain itu Spence dan Shepherd 1983 juga
mengungkapkan beberapa dimensi keterampilan sosial yang dapat diamati sebagai berikut.
Tabel 1.3: Dimensi Keterampilan Sosial menurut Spence dan Shepherd 1983
Perilaku Nonverbal Catatan
1. Ekspresi wajah 2. Kontak mata
3. Postur tubuh 4. Gerakan tubuh
5. Jarak sosial 6. Nada suara
7. Kenyaringan saat berbicara 8. Kecepatan saat bicara
9. Spontanitas berbicara 10. Keragu-raguan dalam berbicara
11. Penampilan umum
Perilaku Verbal
12. Melakukan percakapan yang santai 13. Menunjukkan minat pada apa yang
orang lain katakan 14. Mengekspresikan perasaan dengan
tepat 15. Tidak setuju dengan orang lain dengan
tidak marah 16. Menjaga dari gejala mengganggu
17. Meminta bantuan
ketika membutuhkan
18. Menerima pujian 19. Bekerja sama dengan yang lain
20. Menanggapi kritik 21. Permasalahan lain sebutkan
.................................. ..................................
Berikan komentar pada hal berikut: 22. Dukungan sosial di masyarakat
23. Persahabatan 24. Tingkat kecemasan sosial
25. Merespon aktivitas sosial 26. Tertarik dengan aktivitas sosial.
Kategori: 1 Kesulitan yang serius di daerah ini, mengganggu
orang lain; 2 Umumnya kesulitan di daerah ini, menganggu
interaksi sosial;
ISBN 978-602-72071-1-0 3 Kesulitan dalam beberapa situasi atau dengan
beberapa orang; 4 Umumnya sesuai, tidak mengganggu interaksi
sosial; 5 sangat tepat.
N.O = Tidak diamati Sumber: Diadaptasi dari Spence dan Shepherd 1983
Keterampilan sosial siswa dapat diamati dengan cara observasi, penilaian diri, serta pemberian
quisioner kepada pihak yang memahami siswa. Spence dan Shepherd 1983 menyatakan “the main assessment
tools used in the project involved a staff, a self report questionnare, and direct behavioural observation during
role-play .” Staff questionnaire merupakan kuesioner
yang dapat diberikan kepada guru kelas, GPK, shadow, maupun staff lain yang memahami dan memiliki
hubungan interaksi dengan siswa untuk menilai keterampilan sosial siswa. Self report questionnare atau
penilaian diri dilakukan kepada siswa untuk menilai dirinya sendiri. Direct behavioural observation yaitu
pengamatan langsung terhadap aktivitas siswa. Makna Keterlibatan Orang Tua dalam
Keterampilan Sosial Siswa Sekolah Dasar
Siswa sekolah dasar merupakan seorang anak yang menempuh pendidikan pada jenjang dasar. Pada
umumnya siswa sekolah dasar merupakan siswa dengan rentang usia antara 6 atau 7 tahun hingga 12 atau 13
tahun. Sekolah dasar merupakan tempat pendidikan pertama sebelum siswa melanjutkan ke jenjang
pendidikan menengah pertama.
Siswa sekolah dasar merupakan siswa dengan tahap perkembangan akhir masa kanak-kanak. Hurlock
tanpa tahun menyatakan masa kanak-kanak akhir dimulai pada usia 6 tahun hingga seorang anak matang
secara seksual atau kurang lebih 12 tahun.
Keterlibatan orang tua memiliki makna tersendiri dalam keterampilan sosial siswa di sekolah
dasar. Orang tua yang terlibat dalam kehidupan anak dapat memberikan hal yang positif dalam pengembangan
keterampilan sosial siswa di sekolah dasar. Hurlock tanpa tahun menyatakan metode pelatihan anak yang
digunakan oleh orang tua akan memengaruhi tingkat penerimaan anak secara sosial. Keterlibatan orang tua
dalam memberikan pendidikan bagi anak tentu dapat memberikan kontribusi bagi perkembangan sosial anak.
Hurlock tanpa
tahun menyatakan
keterampilan sosial
dapat memengaruhi
status penerimaan anak secara sosial. Status penerimaan anak
secara sosial yang dinyatakan Hurlock berkaitan dengan kategori kepopuleran siswa di sekolah yang diungkapkan
Ormrod. Ormrod 2009 menyatakan kategori siswa berdasarkan popularitas di sekolah yaitu siswa yang
populer, siswa yang ditolak, dan siswa yang diabaikan. Siswa yang populer merupakan siswa yang disukai oleh
teman-temannya, dianggap baik, dan terpercaya. Siswa yang populer pada umumnya memiliki keterampilan
sosial yang baik. Siswa yang ditolak siswa yang tidak disukai oleh banyak temannya sebagai partner sosial.
Siswa
yang ditolak
pada umumnya
memiliki keterampilan sosial yang kurang baik. Siswa yang
diabaikan neglected student merupakan siswa yang kurang mendapatkan perhatian dari teman-temannya.
Siswa yang diabaikan cenderung pendiam dan tertutup. Gazelle dan Ladd dalam Ormrod, 2009 menyatakan
siswa yang terabaikan cenderung suka menyendiri, pemalu atau tidak mengetahui cara untuk memulai
interaksi, dan merasa puas dengan satu atau dua teman saja.
PENUTUP Simpulan
Keterlibatan orang tua dapat memberikan konstribusi yang besar dalam keterampilan sosial siswa
di sekolah dasar. Seorang anak yang didukung secara positif dapat memiliki hubungan sosial yang baik dengan
orang lain baik dengan teman sebaya, guru, maupun orang
dewasa lainnya.
Seorang anak
dengan keterampilan sosial yang baik dapat diterima dengan baik
oleh orang lain. Keterlibatan orang tua dapat diwujudkan dengan mengontak sekolah mengenai anak mereka,
memenuhi fungsi sekolah, mengomunikasikan nilai pendidikan yang kuat kepada anak, menyampaikan nilai
usaha, mengharapkan anak untuk berkinerja baik di sekolah, dan memantau atau membantu pekerjaan rumah
maupun proyek anak. Dengan demikian anak akan merasa bahwa dirinya dihargai oleh orang tua. Hal
tersebut memungkinkan siswa memiliki keterampilan sosial yang lebih baik dengan diberikannya dukungan
dari orang tua.
Keterlibatan orang tua dalam kehidupan anak tidak hanya memiliki pengaruh yang positif bagi anak,
melainkan dapat memberikan konstribusi yang positif bagi orang tua sendiri. Orang tua dapat belajar banyak
hal dengan ikut terlibat dalam kehidupan anak. Orang tua menjadi memahami secara mendalam mengenai
perkembangan anak mereka, orang tua pada akhirnya mengetahui dan belajar bagaimana berinteraksi dan
mendidik anaknya, orang tua menjadi memiliki hubungan yang semakin dekat dengan anak, dan lain
sebagainya. Saran
Keterampilan sosial yang ada pada siswa tidak serta merta muncul tanpa adanya suatu dukungan-
dukungan tertentu yang memengaruhinya. Orang tua merupakan tempat pendidikan yang pertama dan utama
bagi anak. Keterlibatan orang tua dalam pendidikan maupun kehidupan sehari-hari anak dapat memberikan
makna tersendiri bagi perkembangan keterampilan sosial anak. Penting bagi orang tua untuk terlibat secara positif
dalam kehidupan anak.
DAFTAR RUJUKAN
Bremer, C.D. dan Smith, J. 2004. Teaching Social Skills. National Center on Secondary Education and
Transition , 3 1, Online,
http:www.ncset.org, diakses 2 Januari 2016. Geldard, K dan Geldard, D. 2008. Konseling Anak-Anak.
Terjemahan Widijanto, G dan Yuwono, L. 2012. Jakarta: Indeks.
ISBN 978-602-72071-1-0 Hurlock, E. B. 1980. Psikologi Perkembangan.
Terjemahan Istiwidayanti. Tanpa tahun. Jakarta: Erlangga.
Merrell, K. dan Gimpel, G. A. 2014. Social Skills of Children and Adolescents
. New York: Psychology Press.
Nuthbrown, C., Clough, P., dan Atherton, F. 2013. Inclusion in the Early Years
. UK: SAGE. Ormrod, J. E. 2008. Psikologi Pendidikan Jilid 1.
Terjemahan Wahyu Indianti. 2009. Jakarta: Erlangga.
Santrock, John W. 2004. Psikologi Pendidikan. Terjemahan Wibowo. 2013. Jakarta: Kencana.
Santrock. 2011. Life Span Development - Perkembangan Masa Hidup
. Terjemahan Benedictine Widyasinta. 2012. Jakarta: Erlangga.
Schunk, D. H., Pintrich, P. R., dan Meece, J. L. 2008. Motivasi dalam Pendidikan: Teori, Penelitian,
dan Aplikasi . Terjemahan Ellys Tjo. 2012.
Jakarta: Indeks. Schunk, D. H. 2012. Learning Theories An Educational
Perspective . Terjemahan Hamdiah dan Fajar.
2012. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Spence, Sue dan Shepherd, Geoff. 1983. Developments in
Social Skills Training . London: Academic Press
Inc. Takahashi, Y., Okada, K., Hoshino, T., dan Anme. 2015.
Developmental Trajectories of Social Skills during Early Childhooh ang Links to Parenting
Practices in a Japanese Sample. Science Research
, 10 8, Online, dalam Plos One EBSCOhost
http:web.b.ebscohost.comehostpdfviewerpd fviewer?sid=7bdfec6e-c8c3-4947-bae0-
1e2ceb8a9a7140sessionmgr114vid=1hid= 130, diakses 6 Januari 2016.
UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional
. Kementerian Agama Republik Indonesia, Online,
http:kemenag.go.idfiledokumenUU2003.pdf , diakses 2 Januari 2016.
ISBN 978-602-72071-1-0
PEMBELAJARAN BAHASA JAWA SEBAGAI MEDIA PEMBENTUKAN KARAKTER SISWA
Efi Nilasari
Mahasiswa Pascasarjana Program Studi Pendidikan Dasar Universitas Negeri Malang
E-mail:
Cahayalintang90yahoo.co.id
ABSTRAK
Penulisan makalah ini bertujuan untuk mengungkap peran nilai – nilai budaya yang terkandung dalam
pembelajaran bahasa jawa dalam menghadapi perkembangan arus globalisasi dan modernisasi. Pembelajaran bahasa jawa merupakan medium pembentukan karakter generasi muda khususnya siswa di
sekolah. Bahasa jawa akan menjadi sarana menumbuhkan nilai – nilai budi pekerti, kesantunan sikap, yang
diwujudkan pada perubahan perilaku siswa menjadi baik sesuai harapan serta sesuai dengan tujuan pendidikan bangsa indonesia membentuk watak serta peradaban bangsa yang berbudaya. Hakikatnya
pendidikan melalui bahasa jawa dapat diaplikasikan dalam kehidupan sehari – hari siswa untuk
memperbaiki sikap dan perilaku yang sesuai. Harapannya pendidikan karakter dapat membentuk karakter siswa yang unggul dan mulia yang mencerminkan karakter berbudaya jawa.
Kata Kunci
: Pembelajaran, Bahasa, Jawa, Karakter.
ABSTRACT
This paper aims to reveal the role of values - cultural values contained in the Java language learning in the face of globalization and modernization . Learning the Java language is the medium of character formation
young generation, especially students in the school . Java language would be a means to grow the value - the value of manners , politeness attitude , manifested in changes in the behavior of students to be good as
expected and in accordance with the Indonesian national education goals form the character and civilization of a civilized nation . Essentially education through the Java language can be applied in everyday life - the
student to improve attitudes and behavior accordingly. The hope of character education can shape students superior character and noble that reflects the character of Javanese culture .
Keywords
: Learning , Language , Java , Character
PENDAHULUAN
Di era globalisasi di segala aspek kehidupan sekarang ini, kehidupan bahasa jawa di kalangan generasi muda
sangat memprihatinkan. Penggunaan bahasa jawa semakin berkurang, bahasa jawa telah mengalami
kemunduran secara fungsional, tampak terlihat jelas tergeser dengan budaya global serta minimnya
penggunaan bahasa jawa dalam kehidupan sehari
– hari maupun menyempitnya pemahaman kata bahasa jawa.
Bahasa merupakan salah satu bentuk manifestasi pola pikir masyarakat pada umumnya. Dalam konteks
pembelajaran bahasa jawa merupakan salah satu media pembentukan karakter bagi generasi muda pada
khususnya siswa di sekolah. Pembelajaran Bahasa Jawa akan menjadi media dalam menumbuhkan karakter siswa
yang berbudi luhur, dan dapat membentuk moral yang baik. Bahasa jawa merupakan bahasa unik karena bahasa
jawa mengandung nilai
– nilai kesopanan, penghormatan, keramahan pada masyarakat jawa pada umumnya. Namun
karena banyaknya budaya globalisasi yang tidak sesuai dengan budaya bangsa indonesia menyebabkan nilai
– nilai kesantunan, ketaatan kepada orang tua, adat istiadat
serta norma menjadi bergeser ke arah budaya konsumtif, individualis, egois, hedonistik serta permissive.
Pembelajaran bahasa jawa muncul sebagai sarana membentuk karakter siswa yang sesuai dengan tujuan
pendidikan nasional yaitu pendidikan yang diharapkan memiliki karakter positif yang kuat dan tidak hanya
berorientasi pada aspek koginitif saja, melainkan secara terintegrasi yakni kognitif, afektif dan psikomotorik. Saat
ini penggunaan bahasa Jawa menjadi kurang popular di kalangan siswa sekolah. Kurangnya buku penunjang,
media untuk pembelajaran, serta kerumitan Bahasa jawa sendiri menyebabkan Bahasa Jawa menjadi kurang
disukai oleh kalangan muda. Di dalam Bahasa jawa memiliki tingkatan yang rumit, terkandung sejarah
tatanan masyarakat Jawa pada zama dahulu, yang terdiri dari berbagai macam kasta dan golongan masyarakat.
Errington,1998,p.11. Kerumitan yang terdapat di bahasa Jawa inilah yang membuat siswa minat terhadap bahasa
“Mengubah Karya Akademik Menjadi Karya Bernilai Ekonomi Tinggi” Surabaya, 23 Januari 2016
ISBN 978-602-72071-1-0 jawa berkurang dan beranggapan bahasa jawa sebagai
bahasa yang kuno, sehingga merasa malu untuk menggunakannya. Dengan keberadaan Bahasa Jawa ini
generasi muda penerus bangsa diharapkan mempunyai sifat jujur, bermoral dan berkualitas, mempunyai hati
nurani dan welas asih serta arif bijaksana. Untuk itu pembelajaran bahasa jawa hadir dan sekaligus berupaya
secara matang dan baik membentuk karakter pribadi siswa. Pendidikan karakter dalam sistem pendidikan
nasional telah termuat dalam KTSP maupun pada Kurikulum 2013 dan telah terintegrasi dengan berbagai
mata pelajaran.Sekolah madrasah umumnya sudah menerapkan pendidikan karakter. Tidak luput dari muatan
materi bahasa jawa yang wajib dilestarikan dan dikenalkan lebih dekat kepada siswa sebagai perwujudan
penghargaan bangsa serta pendidikan kearifan budaya lokal
PEMBAHASAN a.
Pembelajaran Bahasa Jawa
Pembelajaran merupakan pusat kegiatan belajar mengajar, yang terdiri dari guru dan siswa, yang
bermuara pada pematangan intelektual, kedewasaan emosional, ketinggian spiritual, kecakapan hidup, dan
keagungan moral. Relasi guru dan siswa dalam proses pembelajaran ini sangat menentukan keberhasilan
pembelajaran yang dilakukan. Pembelajaran juga sebagai pusat kegiatan belajar mengajar, yang terdiri dari guru
dan siswa, yang bermuara pada pematangan intelektual, kedewasaan emosional, ketinggian spiritual, kecakapan
hidup, dan keagungan moral. Relasi guru dan siswa dalam proses pembelajaran ini sangat menentukan keberhasilan
pembelajaran yang dilakukan Asmani, 2012: 17.
Pembelajaran bahasa jawa menurut Kurikulum 2004 Bahasa Jawa diberikan di sekolah dengan beberapa
pertimbangan yakni : a bahasa Jawa sebagai alat komunikasi sebagian besar penduduk Jawa, 2 bahasa
Jawa memperkokoh jati diri dan kepribadian orang dewasa, 3 bahasa Jawa, termasuk di dalamnya sastra dan
budaya Jawa mendukung kekayaan khasanah budaya bangsa. Pembelajaran bahasa dan sastra Jawa sebagai
muatan lokal banyak dirasakan sulit dalam kurikulum sekolah. Sebagian besar merasa bahwa pelajaran bahasa
dan sastra Jawa jauh lebih sulit dibandingkan mata pelajaran lain, seperti Matematika, IPS dan IPA yang
biasanya
dianggap sulit.
Keadaan ini
cukup memprihatinkan, sebab pada masa yang datang
dikhawatirkan minat siswa untuk mempelajari bahasa jawa semakin rendah. Akibatnya cepat atau lambat tujuan
pembelajaran yang berkaitan dengan transformasi adat kesantunan serta nilai budaya jawa semakin terhambat.
Selain itu dipertegas lagi dengan Permendiknas nomor 22 tahun 2006, dalam Rohmadi, dkk: 2011: 9: Mata
pelajaran bahasa Jawa merupakan bagian dari mata pelajaran muatan lokal. Mata pelajaran muatan lokal
bertujuan untuk memberikan bekal pengetahuan, keterampilan, dan perilaku kepada peserta didik agar
mereka memiliki wawasan yang mantap tentang keadaan lingkungan dan kebutuhan masyarakat sesuai dengan
nilai-nilai atau aturan-aturan yang berlaku di daerahnya dan mendukung kelangsungan pembangunan daerah serta
pembangunan nasional. Dalam Kurikulum Muatan Lokal Pelajaran Bahasa,
Sastra, dan Budaya Jawa dalam Rohmadi, dkk: 2011: 11, dijelaskan bahwa:Standar kompetensi mata pelajaran
bahasa, sastra, dan budaya Jawa terdiri atas kompetensi berbahasa dan bersastra dalam kerangka budaya Jawa.
Kompetensi berbahasa dan bersastra diarahkan agar siswa terampil berkomunikasi, baik secara lisan maupun tulis.
Keterampilan komunikasi di sini diperkaya oleh fungsi utama sastra dan budaya Jawa berupa penanaman budi
pekerti, peningkatan rasa kemanusiaan dan kepedulian sosial, penumbuhan apresiasi sastra dan budaya Jawa,
serta sebagai sarana pengungkapan gagasan, imajinasi, dan ekspresi kreatif, baik lisan maupun tulis.
Keterampilan berkomunikasi dalam bahasa Jawa didukung oleh kemampuan memahami dan menggunakan
bahasa Jawa sesuai dengan unggah-ungguh basa.
Menurut Kurikulum 2013 Bahasa Jawa juga termasuk salah satu Muatan lokal di tingkat
SDMISDLB, SMPMTs dan SMAMASMK, dan di provinsi Jawa Tengan menjadi muatan lokal yang wajib
bagi semua jenjang pendidikan. Pembelajaran bahasa jawa pada khususnya unggah ungguh basa masih
dianggap sulit. Program pembelajaran bahasa jawa meliputi lingkup penguasaan kebahasaan, kemampuan
memahami mengapresiasi sastra dan kemampuan menggunakan bahasa jawa. Bahasa jawa yang
mempunyai tiga ragam bahasa yaitu ngoko, madya dan krama
. Pembelajaran bahasa jawa untuk masyarakat penutur
Jawa yang dikaitkan dengan teori lingustika, maka bahasa jawa tersebut masuk ke dalam pembelajaran pertama.
Bahasa pertama adalah bahasa yang dipelajari sekarang ini masih taraf belajar berbicara. Bahasa pertama disebut
juga bahasa ibu yang merupakan bahasa kurang dikuasai atau diperoleh anak Dardjowidjojo, 2005. Pembelajaran
bahasa jawa melalui unggah
– ungguh basa. Unggah – ungguh basa yaitu adat kesopanan, tata krama, tatasusila
yang menggunakan bahasa jawa. Bahasa Jawa dua tingkatan yaitu : Kromo, bahasa halus dan ngoko, bahasa
biasa. Bahasa kromo dipakai untuk menghormat orang tua atau orang yang perlu dihormati, sedangkan ngoko
biasanya dipakai antar teman. Semua kata yang dipakai dalam dua tingkat bahasa tersebut berbeda, contoh :
Bahasa Indonesia : Saya mau tidur Kromo
: Kulo bade sare Ngoko
: Aku arep turu Dalam percakapan sehari
– hari, orang tua kepada anak memakai ngoko, sedang anaknya menggunakan
kromo . Di dalam pergaulan bahasa campuran yang
memakai kata – kata dari kromo dan ngoko lebih mudah
dipelajari dalam praktek akan tetapi sulit dipelajari secara teori. Selain itu menurut Purwaningsih 2008 Bahasa
jawa yang menyenangkan dan membangkitkan minat perlu dilakukan secara berkelanjutan supaya bahasa jawa
dapat menjadi muatan materi yang tidak hanya di sukai melalui teori namun bisa di terapkan dalam kehidupan
sehari
– hari.
ISBN 978-602-72071-1-0