ISBN 978-602-72071-1-0 Kepastian centainty : koefisien dalam
fungsi tujuan c
j
dan fungsi kendala a
j
dapat diketahui dengan pasti dan tidak berubah
Proporsionalitas propoertionality dalam fungsi tujuan dan fungsi kendala : semua
keofisien dalam formulasi, c
j
dan a
j1
, merupakan koefisien yang bersifat variabel
terhadap besarnya variabel keputusan Additivitas additivity : total aktivitas sama
dengan jumlah setiap aktivitas individual Divisibilitas
divisibility :
solusi permasalahan linear programming nilai
x
j
tidak harus dalam bilangan bulat. Nonnegative nonnegativity : variabel
keputusan tidak boleh bernilai negatif HASIL DAN PEMBAHASAN
Deskriptif penelitian
Penelitian ini dilakukan kepada seluruh pengusaha konveksi yang tergabung di GAPEKSI gabungan
pengusaha konveksi di daerah cipayung depok dan memiliki anggota sebanyak 42 pengusaha. Menggunakan
rumus sovin maka sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebanyak 32 pengusaha. Dari 32
pengusaha dapat digambarkan secara sederhana posisi para pengusaha berdasarkan penggunaan tenaga kerja
dan biaya yang digunakan untuk transportasi.
Berikut akan ditampilkan deskripsi hasil penelitian yang telah ditabulasikan kedalam beberapa kategori
1.Lama usaha
Kegiatan usaha konveksi di daerah cipayung telah dimulai sejah tahun 1980. Kegiatan usaha ini telah
mengalami kondisi berhasil dan gagal. Terlihat pada gambar 5.1 hasil penelitian menunjukan bahwa lebih dari
46 sampel penelitian telah menjalankan usaha lebih dari 5 tahun. Pengusaha yang menjalankan usahanya
sekitar 2 sampai 5 tahun sebanyak 32 atau dan 22 sisanyaadalah pengusaha yang baru saja memulai
usahanya dalam 2 tahun terakhir.
Gambar 5.1. Persentase Lama Usaha
2. Modal
Seorang wirausaha memerlukan modal untuk memulai usaha mereka. Modal yang digunakan dapat
berasal dari modal sendiri dan atau modal pinjaman. Pengusaha yang tergabung dalam GAPEKSI di kelurahan
cipayung dan terpilih menjadi sampel dalam penelitian ini sebesar 50 pengusaha melakukan usaha dengan
modal sendiri. Sebanyak 37 dari sampel penelitian memiliki modal pinjaman dengan lama pengembalian
kurang dari 2 tahun dan sisanya sebanyak 13 pengusaha di kelurahan cipayung bermodalkan pinjaman
dengan jangka waktu lebih dari 2 tahun.
Gambar 5.2. Persentase Sifat Modal Usaha 3. Jenis Produk
Produk dari seorang wirausaha dapat berupa jasa atau barang. Produk yang dihasilkan mencerminkan
usaha yang dilakuan oleh pengusaha tersebut. Pengusaha konveksi di kelurahan cipayung memiliki beragam jenis
produk yang dijual. Terlihat pada gambar 5.3 bahwa 69 dari pengusaha menjual produk kurang dari 5 jenis. 25
persen pengusaha menjual sebanyak 5 sampai dengan 10 jenis produk dan hanya 6 sisanya yang menjual produk
diatas 10 jenis.
Gambar 5.3. Persentase Jenis Produk yang dijual 4.Tenaga kerja
Kegiatan usaha memerlukan tenaga kerja untuk menjalankan usahanya. Pengusaha konveksi dikelurahan
di cipayung mengunakan tenaga kerja mulai dari 2 tenaga kerja hingga 8 tenaga kerja dan biaya yang dikeluarkan
pertenaga kerja bervariasi, mulai dari Rp. 30.000 per hari hingga Rp. 180.000 perhari terlihat pada tabel 5.1
22 31
47
Lama usaha
2 th 2 th - 5 th
5 th
sendiri 50
pinjaman 2 th
37 pinjaman
2th 13
MODAL
69 25
6
Jenis Produk
5 Jenis 5 - 10 jenis
10 jenis
ISBN 978-602-72071-1-0 Tabel 5.1 Biaya Tenaga kerja
No Nama Jumlah
T.Kerja Jumlah hari
kerja gajihari
1 S1
4 22
80,000 2
S2 6
22 70,000
3 S3
4 22
70,000 4
S4 4
22 50,000
5 S5
6 22
60,000 6
S6 3
22 30,000
7 S7
8 22
70,000 8
S8 8
20 70,000
9 S9
3 20
30,000 10
S10 4
22 70,000
11 S11
2 22
100,000 12
S12 2
22 100,000
13 S13
4 20
180,000 14
S14 3
22 60,000
15 S15
4 22
80,000 16
S16 4
25 90,000
17 S17
4 22
80,000 18
S18 6
22 70,000
19 S19
4 22
70,000 20
S20 4
22 50,000
21 S21
6 22
60,000 22
S22 4
22 30,000
23 S23
8 22
70,000 24
S24 8
20 70,000
25 S25
3 20
30,000 26
S26 4
22 70,000
27 S27
2 22
100,000 28
S28 2
22 100,000
29 S29
4 20
180,000 30
S30 3
22 60,000
31 S31
4 22
80,000 32
S32 4
25 90,000
5. Transportasi Penyediaan bahan baku dalam usaha memerlukan
kegiatan transportasi untuk menjalankan usahanya. Pengusaha konveksi dikelurahan cipayung melakukan
pengiriman bahan baku sebanyak 2 kali pengiriman hingga 8 pengiriman dalam sebulandengan biaya yang
dikeluarkan perpengirimanbervariasi, mulai dari Rp. 100.000 per pengiriman hingga Rp. 1.500.000
perpengiriman terlihat pada tabel5.2
Tabel 5.2 Biaya Transportasi No
Nama biaya transportasi
Jumlah pengiriman
1 S1
100,000 3
2 S2
200,000 4
3 S3
400,000 6
4 S4
600,000 3
5 S5
500,000 6
6 S6
300,000 3
7 S7
1,000,000 3
8 S8
1,000,000 6
9 S9
1,000,000 3
10 S10
1,000,000 8
11 S11
600,000 2
12 S12
150,000 4
13 S13
300,000 4
14 S14
500,000 3
15 S15
400,000 2
16 S16
500,000 7
17 S17
100,000 3
18 S18
200,000 2
19 S19
400,000 3
20 S20
400,000 4
21 S21
400,000 6
22 S22
300,000 3
23 S23
1,000,000 3
24 S24
300,000 8
25 S25
700,000 7
26 S26
1,500,000 4
27 S27
200,000 8
28 S28
400,000 4
29 S29
300,000 4
30 S30
500,000 4
31 S31
400,000 2
32 S32
500,000 3
Hasil penelitian
Penelitian ini menggunakan metode linear programming
guna menjawab permasalahan penelitian dimana terdiri dari variabel keputusan, fungsi tujuan dan
fungsi kendala. Variabel keputusan adalah kedua jenis biaya produksi yang menjadi focus utama dalam
penelitian. Fungsi tujuan adalah fungsi untuk memperoleh keuntungan maksimal yang terdiri dari
harga maksimal yang bisa dikeluarkan untuk biaya tenaga kerja dan biaya transportasi. Fungsi kendala
terdiri dari satu jenis yaitu harga jual dari produk.
Berikut merupakan penjabaran serta persamaan dari masing-masing variabel dan fungsi dari linear
programming .
a. Variabel Keputusan X
1
= Biaya Tenaga kerja
ISBN 978-602-72071-1-0 X
2
= Biaya Transportasi b. Fungsi tujuan memaksimalkan laba
TC = 1,07X
1
+ 1,03X
2
c. Fungsi kendala yang menghambat produksi Total cost :8846X
1
+ 2724X
2
≤ 12.330 Total biaya maksimal yang bisa dikeluarkan
pengusaha tidak melebihi harga jual dari produk yang dihasilkan. Berikut harga produk dari tiap pengusaha :
Tabel 5.3. Batas Biaya Tiap Pengusaha Sampel
Max.cost S1
20,833 S2
15,417 S3
16,667 S4
17,500 S5
16,667 S6
16,667 S7
10,833 S8
20,000 S9
8,333 S10
20,833 S11
10,833 S12
12,500 S13
14,167 S14
15,000 S15
12,500 S16
16,667 S17
20,833 S18
15,417 S19
16,667 S20
14,167 S21
16,667 S22
20,000 S23
10,833 S24
15,000 S25
11,667 S26
10,000 S27
20,000 S28
20,000 S29
18,333 S30
20,417 S31
12,500 S32
20,833
Pembahasan
Fungsi tujuan yang digunakan dalam model analisis ini adalah keuntungan per unit produk Rp yang
diperoleh dengan rumus harga jual produk dikurangi dengan biaya yang dikeluarkan. Tabel 5.4 secara ringkas
menunjukan tingkat biaya yang dikeluarkan oleh pengusaha untuk setiap produk yang dihasilkan.
Tabel 5.4. Biaya yang dikeluarkan
No Nama Biaya
Tenaga kerja Biaya
Transportasi Total
Biaya 1
S1 15.644
667 16.311
2 S2
9.625 833
10.458 3
S3 7.700
3.000 10.700
4 S4
11.000 4.500
15.500 5
S5 11.314
4.286 15.600
6 S6
7.920 3.600
11.520 7
S7 6.160
1.500 7.660
8 S8
11.200 6.000
17.200 9
S9 1.800
3.000 4.800
10 S10
4.968 6.452
11.419 11
S11 7.333
2.000 9.333
12 S12
7.333 1.000
8.333 13
S13 12.000
1.000 13.000
14 S14
8.800 3.333
12.133 15
S15 8.800
1.000 9.800
16 S16
10.588 4.118
14.706 17
S17 14.080
600 14.680
18 S18
9.625 417
10.042 19
S19 7.700
1.500 9.200
20 S20
9.565 3.478
13.043 21
S21 12.000
3.636 15.636
22 S22
8.800 3.000
11.800 23
S23 6.160
1.500 7.660
24 S24
11.200 2.400
13.600 25
S25 3.000
8.167 11.167
26 S26
2.484 2.419
4.903 27
S27 7.333
2.667 10.000
28 S28
7.333 2.667
10.000 29
S29 12.000
1.000 13.000
30 S30
8.800 4.444
13.244 31
S31 8.800
1.000 9.800
32 S32
12.000 2.000
14.000 Program yang digunakan untuk mengetahui
kombinasi biaya dalam mendapatkan keuntungan maksimal adalah Microsoft Excel 12.0. berikut
merupakan hasil analisa menggunakan Excel 12.0. Tabel 5.5. Hasil analisa Linear programming
Cell Name
Original Value
Final Value
ISBN 978-602-72071-1-0 E5
Contribution Total
0 12330.95453 Adjustabel Cells
Cell Name
Original Value
Final Value
C4 Decision Var
B.Tk 0 1.075736488
D4 Decision Var
B.trans 0 1.033402923
Hasil yang diperoleh dari analisa adalah pengusaha perlu membatasi biaya tenaga kerja sebesar
1,07 dari biaya yang telah digunakan selama ini dan membatasi biaya transportasi sebesar 1.03 dari yang
telah digunakan. Berikut total biaya maksimal yang bisa dikeluarkan oleh pihak pengusaha secara individu untuk
mendapatkan keuntungan maksimal.
Tabel 5.6. Biaya Maksimal Tiap Pengusaha Sampel
Biaya maksimal S1
17.518,24 S2
11.215,13 S3
11.383,38 S4
16.483,41 S5
16.600,06 S6
12.240,08 S7
81.76,64 S8
18.248,67 S9
50.36,53 S10
12.011,1 S11
9.955,54 S12
8.922,13 S13
13.942,24 S14
12.911,16 S15
10.499,88 S16
15.645,34 S17
15.766,41 S18
10.784,55 S19
9.833,27 S20
13.883,83 S21
16.666,67 S22
12.566,69 S23
8.176,64 S24
14.528.42 S25
11.666.67 S26
5172.,59 S27
10.644,48 S28
10.644,48 S29
13.942,24 S30
14.059,38 S31
10.499,88 S32
14.975,64 Setelah diketahui jumlah biaya maksimal yang
dapat dikeluarkan oleh pengusaha ketika terjadi perubahan biaya maka dapat pula diukur keuntungan
actual setiap produk yang diperoleh pengusaha konveksi. Tabel 5.7 akan menunjukkan keuntungan per unit produk
masing-masing pengusaha
Tabel 5.7. Tabel laba per unit produk Sampel
Biaya maksimal
harga jual
Laba Presentase
S1 17,518
20,833 3,315
15.9 S2
11,215 15,417
4,202 27.3
S3 11,383
16,667 5,283
31.7 S4
16,483 17,500
1,017 5.8
S5 16,600
16,667 67
0.4 S6
12,240 16,667
4,427 26.6
S7 8,177
10,833 2,657
24.5 S8
18,249 20,000
1,751 8.8
S9 5,037
8,333 3,297
39.6 S10
12,011 20,833
8,822 42.3
S11 9,956
10,833 878
8.1 S12
8,922 12,500
3,578 28.6
S13 13,942
14,167 224
1.6 S14
12,911 15,000
2,089 13.9
S15 10,500
12,500 2,000
16.0 S16
15,645 16,667
1,021 6.1
S17 15,766
20,833 5,067
24.3 S18
10,785 15,417
4,632 30.0
S19 9,833
16,667 6,833
41.0 S20
13,884 14,167
283 2.0
S21 16,667
16,667 0.0
S22 12,567
20,000 7,433
37.2 S23
8,177 10,833
2,657 24.5
S24 14,528
15,000 472
3.1 S25
11,667 11,667
0.0 S26
5,172 10,000
4,828 48.3
S27 10,644
20,000 9,356
46.8 S28
10,644 20,000
9,356 46.8
S29 13,942
18,333 4,391
24.0 S30
14,059 20,417
6,357 31.1
S31 10,500
12,500 2,000
16.0 S32
14,976 20,833
5,858 28.1
ISBN 978-602-72071-1-0 Gambar 5.4 dapat menggambarkan persentase
laba yang dihasilkan. Laba akan dibagi menjadi 3
tingkatan untuk mengetahui kondisi keuntungan yang diperoleh pengusaha. Terlihat bahwa 31 pengusaha
menerima laba kurag dari 10 dari harga jual produk mereka. Sebanyak 38 pengusaha menghasilkan laba
10 - 29 dari harga jual produk mereka dan sisanya yaitu 31 pengusaha yang berhasil mendapatkan laba
diatas 30 dari harga jual produk mereka.
Gambar 5.4. Persentase laba per produk Hasil analisis laba per unit produk telah dijelaskan
pada tabel 5.7 nampak bahwa terdapat 2 pengusaha S21 dan S25 yang tidak memiliki keuntungan 0. Hal ini
ditunjukkan dengan samanya total biaya yang dikeluarkan dengan harga produk yang dijual. Kondisi
pengusaha S21 terlihat mengeluarkan biaya tenaga kerja yang cukup besar jika dibandingkan pengusaha yang lain.
Biaya tenaga kerja yang dikeluarkan oleh pengusaha S21 lebih besar 150 dari rata-rata biaya tenaga kerja
pengusaha lain. Pengusaha S25 memiliki kendala dalam hal biaya transportasi, dengan seringnya melakukan
pembelian barang dan jumlah biaya transportasi yang besar, maka secara langsung akan membuat biaya yang
dibebankan untuk tiap produk akan bertambah, terlihat dari biaya transportasi yang dikeluarkan oleh pengusaha
S25 adalah 300 dari rata-rata biaya transportasi pengusaha lain.
Sementara itu, hasil analisis LP untuk kolom batas bawah dan batas atas merupakan analisis sensitivitas
terhadap parameter RHS tertera padaTabel 5.8Analisis ini mengandung arti bahwa seberapa besar nilai RHS
diperbolehkan untuk diubah sehingga nilai keuntungan optimal tetap. Perubahan nilai RHS diperbolehkan
selama dalam interval batas bawah lower limit dan batas atas upper limit. Misalnya untuk biaya tenaga
kerja memiliki lower limit yaitu 0 dengan upper limit yaitu 1,075. tabel 5.8. Jika perubahan nilai RHS yang
dilakukan oleh pengusaha tidak sesuai dengan rentang
yang telah tertera pada tabel 5.8, maka akan mengalami perubahan pada laba akhir.
Dengan melalukan pengeluaran biaya tenaga kerja dan biaya transportasi seperti pada tabel 5.8 maka
pengusaha akan mendapat laba sesuai dengan analisis LP. Artinya keuntungan yang didapatkan dari jumlah
biaya tenaga kerja dan biaya transportasi akan lebih nilainya bila dibandingkan dengan keuntungan selama
ini.
PENUTUP Simpulan
Berdasarkan pembahasan yang telah diuraikan pada bab 5, maka peneliti menarik beberapa kesimpulan
yaitu, 1.
Persamaan linear dari fungsi tujuan dan persamaan linear dari fungsi kendala adalah
sebagai berikut : a.
Variabel Keputusan X
1
= Biaya Tenaga kerja X
2
= Biaya Transportasi b.
Fungsi tujuan memaksimalkan laba TC = 1,07X
1
+ 1,03X
2
c. Fungsi kendala yang menghambat produksi
Total cost : 8846X
1
+ 2724X
2
≤ 12.330 2.
Pengusaha perlu membatasi biaya tenaga kerja sebesar 1,07 dari biaya yang telah digunakan
selama ini dan membatasi biaya transportasi sebesar 1.03 dari yang telah digunakan agar
keuntungan dapat dimaksimalkan.
3. Penelitian ini menghasilkan analisis RHS right
hand side . Analisis ini mengandung arti bahwa
seberapa besar nilai RHS diperbolehkan untuk diubah sehingga nilai keuntungan optimal tetap.
Perubahan nilai RHS diperbolehkan selama dalam interval batas bawah lower limit dan batas atas
upper limit. Pengusaha konveksi di cipayung memiliki RHS untuk biaya tenaga kerja lower
limit
sebesar 0 dengan upper limitsebesar 1,075. Dan untuk biaya transportasi lower limit sebesar 0
dengan upper limitsebesar 1,033 . Jika perubahan nilai RHS yang dilakukan oleh pengusaha tidak
sesuai dengan rentang yang telah tertera pada tabel 5.8, maka akan mengalami perubahan pada
laba akhir. 31
38 31
LABA
10 10 - 29
30
Cell Adjustabel
Name Value
Lower Limit
Target Result
Upper Limit
Target Result
C4 Decision Var
B.Tk 1.075736488
2814.989562 1.075736488
12330.95453 D4
Decision Var B.trans
1.033402923 9515.964973
1.033402923 12330.95453
Tabel 5.8. Lower Limit dan Upper Limit
ISBN 978-602-72071-1-0
Saran Berdasarkan penelitian dan analisa yang dilakukan, maka
peneliti menyarankan kepada para pengusaha konveksi untuk :
1. Pengusaha perlu lebih meningkatkan efisien dalam memanagemen tenaga kerja guna
mengurangi biaya
tenaga kerja
yang dikeluarkan.
2. Pengusaha perlu mempertimbangkan tentang proses pembelian bahan baku, jika dalam
pengiriman bahan baku dapat dilakukan sekaligus terhadap beberapa bahan baku, maka
hal ini dapat mengurangi biaya yang dikeluarkan.
DAFTAR PUSTAKA Christian, S. dan Candra. 2013. Analisis Penerapan
Linear Programming Untuk Mengoptimalkan Jumlah Produksi Dalam Memperoleh Keuntungan
Maksimal CV. Cipta Unggul Pratama . The
Winners Vol.14 no.1. Jakarta : Binus Unversity Fildes, R. NIkolopoulos, k,S,F,C. A,A.S. 2008.
Forecasting and Operational Research : A review.
The Journal of the Operational Research Society ,
599 Frederick S. Hillier and Gerald JL. 2002. Introduction to
Research Operation . Jurong Singapore : McGraw-
Hill Book Company. Frederick S. Hillier and Gerald JL.2002. Introduction to
Research Operation . Jurong Singapore: McGraw-
Hill Book Company. Gujarati, D.2000. Basic Econometric, International
Student Edition . New York: McGraw Hill
International Book Company. Hamid, Edy S.2010. Pengembangan UMKM Untuk
Meningkatkan Pertumbuhan Ekonomi Daerah. Simposium Nasional 2010: Menuju Purworejo
Dinamis dan Kreatif International Institute for Sustainable Development.
2013. Reformasi Subsidi Bahan Bakar Fosil dan Usaha Kecil Menengah UKM:Dampak dan
Alternatif tanggapan .
Mulyono, S. 2004. Riset Operasi. Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia. Jakarta
Nasendi, BD dan Anwar Effendi. 2004. Program Linier dan Variasinya
. Jakarta : PT.Gramedia Nasikh.2009.Model Optimalisasi Faktor Produksi Usaha
Industry Kecil Mebel Kayu Jati di Pasuruan, Jawa Timur
. UM:
Jurnal Manajemen
dan Kewirausahaan, Vol 11. No.1. Maret 2009: 85-93
Sitinjak, T.J.R 2006 Riset Operasi : Untuk Pengambilan Keputusan Manajerial dengan aplikasi Excel
. Yogyakarta : Graha Ilmudarwin
Staphleton, Drew M. H, Joe, B. 2007. Marketing Strategy Optimization
: Using Linear Programming to Establish
an Optimal
Marketing Mixture
. Marketing Journal.
ISBN 978-602-72071-1-0
POTENSI DAYA SAING PERGURUAN TINGGI DALAM PERSPEKTIF GOOD CORPORATE GOVERNANCE STUDI
PADA PERGURUAN TINGGI DI JAWA TIMUR YANG TERAKREDITASI A
Hanif Mauludin
1
Darti Djuharni
2
1
Program Studi Manajemen, STIE Malangkucecwara.
2
Program Studi Akuntansi, STIE Malangkucecwara.
E-mail: hanifmauludingmail.com ABSTRAK
Tidak dapat dipungkiri persaingan antar perguruan tinggi saat ini semakin ketat dan kuat, sehingga penyelenggaraan perguruan tinggi dituntut menjadi korporasi yang baik Good Corporate Governance =
GCG. Praktik tata kelola perusahaan yang baik GCG berpotensi menciptakan daya saing dan
berkelanjutan. Penelitian ini bertujuan untuk m engetahui profil tata kelola perguruan tinggi yang terakreditasi A di Jawa Timur ditinjau dari aspek budaya akademik, struktur organisasi, kemampuan
manajerial, dan optimalisasi penguasaan teknologi informasi, sehingga dapat ditemukan model tata kelola perguruan tinggi yang berdaya saing menuju akreditasi A. Penelitian ini dilakukan di Perguruan
Tinggi di Jawa Timur yang memperoleh peringkat akreditasi A dari Badan Akreditasi Nasional Perguruan Tinggi BAN-PT Tahun 2014, yaitu Universitas Brawijaya, Institut Teknologi Sepuluh
Nopember Surabaya, Universitas Airlangga, dan Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang. Analisis dilakukan menggunakan analisis kualitatif model interaktif dengan melakukan wawancara
mendalam terhadap pimpinan dan staf struktural Perguruan Tinggi terpilih, yang merupakan informan kunci. Hasil penelitian ini adalah 1 aspek budaya akademik, struktur organisasi, kemampuan manajerial,
dan optimalisasi penguasaan teknologi informasi merupakan aspek fundamental PT yang mendukung dicapainya Akreditasi Institusi Peringkat A. 2 model tata kelola perguruan tinggi yang berdaya saing
menuju akreditasi A. Kata Kunci:
good corporate governance GCG, daya saing, budaya akademik, struktur organisasi, kemampuan manajerial, optimalisasi penguasaan teknologi informasi.
ABSTRACT
It is inevitable that the intensity of competition among universities is getting tougher and stronger, so that the organization of higher education required to become good corporation. The practice of good corporate
governance GCG has potential to create sustainable competitiveness for all organizations including universities. This study aims to determine the governance profile college accredited by ranking well in East
Java. Some aspects that were examined include aspects of academic culture, organizational structure, managerial capability, and utilization of information technology. Analysis was performed using a
qualitative analysis interactive model by conducting depth interviews with directors and officers of college, which is a key informant. Research conducted at five universities with accreditation ratings are good in
East Java Indonesia include University of Airlangga, University of Brawijaya, State University of Malang, Islamic State University of Malang and Institute of Technology ITS. The results showed that the superior
accredited colleges tend to have a strong academic culture, effective organizational structure, managerial capacity and utilization of information technology.
Keywords:
good corporate governance GCG, competitiveness, academic culture, organizational structure, managerial capability, information technology.
“Mengubah Karya Akademik Menjadi Karya Bernilai Ekonomi Tinggi” Surabaya, 23 Januari 2016
ISBN 978-602-72071-1-0 PENDAHULUAN
Tidak dapat dipungkiri persaingan antar perguruan tinggi saat ini semakin ketat dan kuat. Dalam
setiap pameran perguruan tinggi yang digelar, jumlah peserta dengan beragam program studi dari berbagai
perguruan tinggi baik perguruan tinggi negeri PTN maupun perguruan tinggi swasta PTS saling
berlomba mengenalkan program studi yang bersangkutan dengan menawarkan berbagai fasilitas
terbaiknya. Upaya mencitrakan diri sebagai perguruan tinggi dengan kualitas unggul selalu dilakukan dengan
menyampaikan product knovledge kepada calon mahasiswa maupun orang tua. Product knowledge
ersebut merupakan deskripsi atas parameter pencapaian Tridarma Perguruan Tinggi, meliputi input, proses dan
output. Bagi masyarakat awam, untuk mengetahui detail dari product knovledge tersebut bukan hal mudah. Guna
melindungi calon mahasiswa dari salah memilih perguruan tinggi, pihak SMA melalui Guru Bimbingan
Konseling BK aktif melakukan sosialisasi atau semacam pembekalan kepada anak didiknya untuk
mengetahui profil perguruan tinggi berpredikat unggul. Salah satu parameter perguruan tinggi dapat dikatakan
unggulan ketika perguruan tinggi tersebut mempunyai peringkat Akreditasi A.
Peringkat akreditasi perguruan tinggi dikeluarkan oleh Badan Akreditasi Nasional Perguruan Tinggi
BAN-PT melalui proses evaluasi secara berkala selama 4 tahunan ditujukan untuk memastikan bahwa tata kelola
perguruan tinggi tersebut telah memenuhi tuntutan Tridharma Perguruan Tinggi sebagaimana disyaratkan
oleh Pemerintah. Oleh karena itu keberhasilan suatu perguruan tinggi memperoleh peringkat akreditasi
A akan meningkatkan visibilitas masyarakat terhadap citra perguruan tinggi unggulan. Secara komprehensif,
capaian peringkat akreditasi perguruan tinggi tercermin dari komitmen program studi terhadap kapasitas
institusional institutional capacity dan komitmen terhadap efektivitas program pendidikan educational
effectiveness,
yang dikemas dalam tujuh standar akreditasi Akreditasi Program Studi Sarjana, 2008.
Kemampuan perguruan tinggi dalam memenuhi standar akreditasi tersebut memerlukan dukungan aspek
fundamental, seperti budaya akademik, struktur organisasi, kemampuan manajerial, dan optimalisasi
penguasaan teknologi informasi.
Dalam teori keunggulan bersaing berbasis sumber daya resource base viev disebutkan bahwa beberapa
jenis sumber daya yang dimiliki dan dikendalikan oleh organisasi memiliki potensi dan jaminan untuk
menghasilkan keunggulan kompetitif yang akhirnya menyebabkan
kinerja organisasi
yang unggul.
Sumberdaya tersebut termasuk budaya, struktur organisasi, kemampuan manajerial dan optimalisasi
penguasaan teknologi informasi Ainuddin, Beamish, Hulland, Rouse, 2007; J. B. Barney, 1991;
J. Barney, 2007; Fahy, 2000; 2007. Budaya akademik yang baik akan menjadi salah satu faktor pembeda
antara satu perguruan tinggi dengan perguruan tinggi lainnya Hidayat, 2014. Budaya akademik seperti
adaptif terhadap dinamika lingkungan, kebiasaan bekerja secara tim, administrasi dokumentasi yang
tertib, kebutuhan berprestasi tinggi dan budaya belajar berkel anjutan merupakan modal dasar dalam
meningkatkan prestasi individu yang selanjutnya akan terakumulasi menjadi prestasi organisasi. Ketika
indikator budaya akademik tersebut kuat , maka komitmen terhadap improvement juga akan semakin
kuat. Hal ini bisa menjadi modal dasar terhadap kemampuan perguruan tinggi untuk memenuhi standar
penilaian borang akreditasi yang semakin baik. Sebagai misal, tidak mungkin karya ilmiah perguruan tinggi akan
bernilai tinggi ketika didalam perguruan tinggi budaya untuk belajar berkelanjutan sangat rendah.
Perguruan Tinggi dengan struktur organisasi yang bercorak organic desentralisasi dirasa lebih cocok
dalam organisasi perguruan tinggi yang merupakan kumpulan kaum intelek. Berbeda dengan struktur
sentralisasi, desentralisasi lebih menawarkan otonomi bagi entitas organisasi untuk mengambil langkah
langkah strategis sesuai kebutuhannya dengan tetap mengacu pada kerangka visi misi institusi. Kemampuan
manajerial yang menunjukkan kecermatan, kemampuan analisis dan perhatian terhadap upaya meningkatkan
kapasitas proses belajar mengajar juga dapat menjadi faktor penting dalam upaya pencapaian peringkat
akreditasi A. Kemampuan manajemen pengelola perguruan tinggi dalam mengantisipasi dan menetapkan
ketersediaan sumberdaya akan sangat terkait dengan output yang dihasilkan. Sistem informasi terintegrasi
yang dikembangkan di perguruan tinggi mencakup pengelolaan atas faktor input, proses, dan ouput
informasi, dengan memanfaatkan teknologi informasi dan pengetahuan secara efektif untuk mendukung
penjaminan mutu atas penyelenggaraan akademik program studi sarjana.
Menyadari tantangan tersebut, penyelenggaraan perguruan tinggi dituntut menjadi korporasi yang baik
Good Corporate Governance = GCG. Praktik tata
kelola perusahaan yang baik GCG berpotensi menciptakan daya saing dan berkelanjutan, namun
inovasi dan kreatifitas tidak boleh diabaikan Pambudi, 2008. Good Corporate Governance penting juga untuk
diimplementasikan pada perguruan tinggi, agar menjadi perguruan tinggi yang berdaya saing dan memiliki
predikat unggulan ditinjau dari peringkat akreditasi tertinggi, yaitu A. Tidaklah berlebihan apabila
dimunculkan istilah Good University Governance untuk menunjukkan baiknya tata kelola perguruan tinggi,
melalui pemanfaatan sumberdaya baik intangible maupun tangible serta kapabilitas organisasi untuk
membangun dayasaing, sehingga relevan dengan tujuan mencapai akreditasi A.
Urgensi penelitian ini, bahwa belum banyak perguruan tinggi yang berhasil meraih akreditasi A,
memberi inspirasi penelitian fundamental ini untuk mengkaji secara mendalam kaitan antara aspek
budaya akademik, struktur organisasi, kemampuan manajerial, optimalisasi penguasaan teknologi
informasi sebagai faktor pendukung dalam memenuhi
ISBN 978-602-72071-1-0 poin poin borang akreditasi. Kontribusi penelitian ini,
antara lain 1. Hasil penelitian berupa model tatakelola perguruan tinggi sebagai guidance
bimbingan bagi perguruan tinggi dalam mencapai akreditasi A. 2 Secara teori diharapkan berkontribusi
terhadap
pengembangan teori
Good Corporate
Governanance untuk perguruan tinggi atau dapat disebut
sebagai Good University Governance. 3 Sebagai masukan kepada pemerintah, dalam hal ini Dirjen
Pendidikan Tinggi Dikti dan Koordinator Perguruan Tinggi Swasta Kopertis dalam melakukan arahan atau
pembinaan bagi perguruan tinggi menuju akreditasi institusi.
TINJAUAN PUSTAKA Penelitian Terdahulu
Allen et al 2002 menyatakan bahwa kultur perguruan tinggi masa kini lebih ke arah sistem kolega
dan berbasis riset, sedangkan penggunaan teknologi informasi lebih ditekankan pada kekuatan hubungan atas
penggunaan teknologi informasi oleh para dosen, pimpinan, serta staf di perguruan tinggi dan keberadaan
infrastruktur yang memadai. Mulili 2011 meneliti perguruan tinggi negeri di Kenya agar memiliki tata
kelola
yang baik,
karena hasil
penelitiannya menunjukkan terlalu banyaknya anggota dewan
pengurus dalam perguruan tinggi tersebut, menjadikan tidak efektif dalam pengelolaannya. Selain itu
diperlukan tim manajemen yang memadai. Silva Armstrong 2012 menemukan bahwa perguruan tinggi
di Australia sebagai korporasi yang independen, menerapkan indikator tata kelola perusahaan yang baik
National Governance Protocols
sebagai pengukur korporasinya Universities Protocols.
Konsep Daya Saing
Daya saing mengacu kepada kemampuan suatu organisasi atau korporasi dalam melakukan efisiensi dan
efektivitas atas sasaran penentuan arah dan hasil yang ingin dicapai. Sehubungan dengan daya saing dalam
perguruan tinggi, bahwa kemampuan suatu perguruan tinggi berkontribusi dalam peningkatan daya saing
bangsa hanya dapat dilakukan oleh organisasi yang sehat. Organisasi yang sehat adalah organisasi yang
memperhatikan tren perubahan mendasar, yang meliputi quality assurance, autonomy, enterpreneurialism; dan
leadership. Quality assurance seperti halnya akreditasi adalah merupakan kegiatan yang terinstitusi
dalam bentuk prosedur standar organisasi yang melibatkan pihak luar. Autonomy adalah kebebasan
menajemen untuk mengelola institusi selama tidak bertentangan
dengan undang-undang.
Enterpreneurialism adalah kemampuan institusi dalam pengelola dan mencari dana melalui projek-projek
penelitian dan pengabdian masyarakat bekerja sama dengan
dunia usaha;
dan Leadership
adalah kepemimpinan yang cakap dan bertanggung jawab.
Bachtiar, 2013
Konsep Good Corporate Governance
Sehubungan dengan corporate governance, terdapat dua teori yang terkait, yaitu stewardship theory
dan agency theory Tricker, 1984. Stewardship theory di bangun di atas asumsi filosofis mengenai sifat
manusia, yakni bahwa manusia pada hakekatnya dapat dipercaya, mampu bertindak dengan penuh tanggung
jawab, memiliki integritas, dan kejujuran terhadap pihak lain. Sedangkan agency theory memandang
bahwa manajemen perusahaan sebagai agent bagi para pemegang saham, akan bertindak dengan penuh
kesadaran bagi kepentingannya sendiri bukan sebagai pihak yang arif dan bijaksana serta adil terhadap
pemegang saham sebagaimana diasumsikan dalam stewardship model Swastika, 2013; Swastika, Salim,
Sudarma, Djumahir, 2013 Corporate governance terkonsentrasi pada struktur dan proses pengambilan
keputusan, akuntabilitas, kontrol dan perilaku dari pimpinan puncak organisasi Amstrong Francis,
2004. Governance dapat didefinisikan sebagai suatu sistem atau struktur aturan dan hubungan, pengawasan
dan pengendalian orang- orang yang menjalankan wewenang, akuntabilitas, pelayanan, kepemimpinan,
arah dan kontrol yang bertujuan untuk menjamin akuntabilitas dan efisien penggunaan sumber daya dalam
menyeimbangkan pencapaian tujuan korporasi, masyarakat dan individu Armstrong, 2009.
Menurut Weir dan McKnight Weir, Laing, Mc.Knight, 2002, tata kelola perusahaan institusional
terdiri atas mekanisme tata kelola eksternal dan mekanisme tata kelola internal. Mekanisme tata kelola
eksternal adalah pengaruh atas adanya kebijakan pemerintah yang diberikan kepada perguruan tinggi atau
universitas. Dalam literatur corporate governance, komposisi posisi struktural dan proses dari karakteristik
dewan komisaris merupakan struktur tata kelola internal perusahaan Bhagat Black, 2002; Khanchel, 2007
Konsep Good Corporate Governance GCG yang akan dikembangkan menjadi Good University
Governance mengacu kepada penelitian yang dilakukan oleh De Silva dan Armstrong 2012, bahwa dengan
menggunakan Institutional
Theory, mekanisme
corporate governance terbagi dalam eksternal dan
internal. Variabel mekanisme corporate governance eksternal adalah pengaruh pihak otoritas yang diukur
menggunakan kepatuhan universitas menggunakan parameter National Governance Protocols yang meliputi
hal hal sebagai berikut. 1 universitas harus menempatkan penekanan lebih besar pada pelatihan dan
pengembangan. 2 universitas harus memiliki akses keuangan yang lebih baik sebagai antisipasi gejolah
krisis eksternal yang susah diprediksi. 3 universitas perlu menyesuaikan pengaturan tata kelola mereka untuk
memenuhi kebutuhan spesifik mereka. 4 universitas harus bertindak sesuai dengan prinsip-prinsip dasar good
governance, termasuk transparansi dan akuntabilitas, dan masalah budaya organsasi membutuhkan lebih banyak
perhatian. Sedangkan variabel mekanisme corporate governance
internal adalah dewan direksi, dewan