Include Penerapan Indikator Kinerja Adapun tolok ukur ukur keberhasilan penelitian ini dilihat

langsung dari guru.Konsep-konsep dari model POIC Precit-Observe-Inferention-Communication,meliputi: Tabel 1. Konsep-konsep model POIC Precit-Observe-Inferention-Communication Fase Konsep Rancangan Model Pembelajaran POIC Teori yang mendukung Predict Prediksi atau membuat dugaan sementara merupakan kegiatan yang dilakukan untuk menemukan keterkaitan informasi satu dengan yang lain berdasarkan pengetahuan awal yang dimiliki oleh siswa. Menurut teori konstruktivisme, tahapan ini bisa mengembangkan keaktifan siswa dalam mengkonstruk pengetahuannya sendiri, sehingga dengan pengetahuan yang dimilikinya peserta didik bisa lebih memaknai pembelajaran karena dihubungkan dengan konsepsi awal yang dimiliki siswa dan pengalaman yang diperoleh siswa dari lingkungan kehidupannya sehari-hari.  Teori kogniti f.  Teori konstru ktivism e Observe Mengamati adalah kegiatan melihat suatu objekfenomenaperitiwa menggunakan alat indera. Dengan adanya kegiatan observe, siswa akan menemukan fakta mengenai hubungan antara objek yang dianalisis dengan materi pembelajaran yang hari itu dibelajarkan oleh guru. Selama mengamati, kegiatan pembelajaran dikembangkan dan dikaitkan dengan pengetahuan awal dari siswa sehingga membangkitkan antusiasme siswa. Menurut Bandura, proses mengamati dan meniru perilaku dan sikap orang lain sebagai model merupakan tindakan belajar. Teori Bandura menjelaskan perilaku manusia dalam konteks interaksi timbal balik yang berkesinambungan antara kognitif, perilaku dan pengaruh lingkungan. Kondisi lingkungan sekitar individu sangat berpengaruh pada pola belajar sosial jenis ini. Teori belajar ini juga dikembangkan untuk menjelaskan bagaimana seseorang belajar dalam keadaan atau lingkungan sebenarnya.  Teori belajar sosial  Teori kogniti f Inferenti on Inferensi adalah kegiatan membuat kesimpulan sementara. Siswa membuat kesimpulan sementara dari hasil pengamatan secara berkelompok. Setelah menemukan keterkaitan antara informasi dan menemukan berbagai pola dari keterkaitan , selanjutnya secara bersama-sama dalam satu kesatuan kelompok membuat kesimpulan. Menurut Vygotsky, setiap individu berkembang dalam konteks sosial. Vygotsky sangat menekankan pentingnya peranan lingkungan kebudayaan dan interaksi sosial dalam perkembangan sifat-sifat dan tipe-tipe manusia. Menurut Vygotsky siswa sebaiknya belajar melalui interaksi dengan orang dewasa dan teman sebaya yang lebih mampu sehingga memperoleh ide atau informasi yang baru.  Teori belajar sosial Commun ication Kegiatan mengkomunikasikan adalah menyampaikan hasil pengamatan secara logis. Langkah mengkomunikasikan didefinisikan sebagai langkah yang dilakukan siswa dalam menyampaikan hasil analisis dalam bentuk kesimpulan dari hasil pengamatan yang telah dilakukannya.. Menurut Vygotsky, setiap individu berkembang dalam konteks sosial. Vygotsky sangat menekankan pentingnya peranan lingkungan kebudayaan dan interaksi sosial dalam perkembangan sifat-sifat dan tipe-tipe manusia. Menurut Vygotsky siswa sebaiknya belajar melalui interaksi dengan orang dewasa dan teman sebaya yang lebih mampu.  Teori belajar sosial Menurut Joyce, et al. 2004 sebagaimana dikutip oleh Sutarto 2015:7, mengemukakan bahwa setiap model belajar mengajar selain ada tujuan dan asumsi juga harus memiliki lima unsur karakteristik model, yaitu sintaksik, sistem sosial, prinsip reaksi, sistem pendukung, dan dampak instruksional dan pengiring. Maka Kelima unsur tersebut diimplementasikan pada Model POICPredict- Observe-Inferention-Communication dijelaskan seperti berikut: Tabel 2. Tabel unsur-unsur model POIC Predict-Observe-Inferention-Communication Unsur-unsur Model POIC ISBN 978-602-72071-1-0 Sintakmatik Predict :  Siswa membuat jawaban sementara atas fenomena  Secara berkelompok,siswa mendiskusikan hasil prediksinya Observe :  Siswa secara kelompok melakukan kegiatan pengamatan untuk membuktikan hasil prediksinya Inferention:  Siswa membuat kesimpulan sementara dari hasil pengamatan  Menemukan keterkaitan antara informasi yang diperoleh Communication:  Siswa mendiskusikan secara kelompok tentang hasil pengamatan di kelas berdasarkan hasil observasinya. Sistem sosial  Siswa mampu berinteraksi dengan sesama siswa yang lain  Siswa dapat melakukan eksperimentasi  Siswa mampu berinteraksi dengan guru Sistem reaksi  Guru membantu siswa menemukan informasi baru, mengumpulkan data dan menghubungkannya dengan kehidupan sehari-hari. Sistem pendukung  Syarat yang diperlukan agar model pembelajaran yang sedang dirancang dapat terlaksana, seperti perangkat pembelajaran, fasilitas belajar, media yang diperlukan dalam pembelajaran. Dampak instruksional  Memahami suatu konsep dan dapat berfikir kritis terhadap suatu permasalahan  Dapat mengembangkan keterampilan proses meliputi keterampilan mengamati, mengumpulkan data, membuat dan meguji hipotesis. Dampak pengiring  siswa memiliki semangat kreativitas, belajar dengan bebas dan mandiri, toleransi, tekun, berpikir logis. PENUTUP Simpulan Berdasarkan hasil kajian dapat disimpulkan dari penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Model pembelajaran adalah kerangka konseptual yang melukiskan prosedur sistemik dalam mengorganisasikan pengalaman belajar untuk mencapai tujuan bel;ajar tertentu dan berfungsi sebagai pedoman bagi perancang pembelajaran dan para guru dalam merancang dan melaksanakan pembelajaran 2. Konsep-konsep dari model POIC Precit- Observe-Inferention- Communication ,meliputi keterampilam PrediksiPredict, ObsrevasiObserve, InferensiInferention, Komunikasi Communication yang didukung beberapa teori belajar 3. Model POICPredict-Observe-Inferention- Communication dalam pembelajaran merupakah salah satu alternatif model pembelajaran yang dapat diaplikasikan pada semua sekolah menengah yang menggunakan tiga jenis teori belajar diantaranya, kognitivistik, kontruktivivtik, dan teori sosial yang dapat mewujudkan pembelajaran yang efektif dan efisien. 4. Model POICPredict-Observe-Inferention- Communication memenuhi lima unsur karakteristik model, yaitu sintakmatik, sistem sosial, prinsip reaksi, sistem pendukung, dan dampak instruksional dan pengiring 5. Dengan menggunakan Model POICPredict- Observe-Inferention-Communication diikuti oleh metode eksperimen didukung media media pembelajaran. DAFTAR RUJUKAN Fidiana lutfi,dkk. 2012. pembuatan dan implementasimodul praktikum fisika berbasis masalah untuk meningkatkan kemandirian belajar siswa kelas XI.Unnes Physics Education journal. htppjournal.unnes.ac.idsjuindex.phpupej.u niversitas Negeri Semarang Rustaman, dkk. 2005. Strategi belajar Mengajar Biologi. Bandung : UPI Sutarto Indrawati. 2013. Strategi Belajar Mengajar Sains. Jember: Jember University Press Trianto. 2010. Mendesain Model Pembelajaran Inovatif-Progresif. Jakarta: Rineka Cipta. Trianto. 2013. Model Pembelajaran Terpadu. Jakarta : Bumi Asara Tjia May On, 2000, Pengajaran Fisika Membunuh Kreativitas , Artikel Konferensi Guru Fisika Indonesia. Kompas edisi Senin Mei 2000 Agus Susetyo. 2008. Pengembangan Model Pembelajaran Fisika Berbasis Empat Pilar endidikan Melalui Outdoor – Inquiry Untuk Menumbuhkan Kebiasaan Bekerja Ilmiah,tesis,semarang:Universitas Negeri Semarang ISBN 978-602-72071-1-0 PROFIL PEMBELAJARAN PROBLEM SOLVING GURU IPA SEBAGAI DASAR PENGEMBANGAN MODEL PEMBELAJARAN PDE PLANING, DOING, EVALUATING Reni Nurhapsari Pascasarjana Jurusan Pendidikan IPA Universitas Jember E-mail: reni.nurhapsariyahoo.co.id ABSTRACT This research is intended to know the understanding of Problem Solving learning junior high school science teachers in Jember. The method of this research is quantitative descriptive. Data are collected by using questionnaires on october-November 2015, that consist of 20 science teachers in Jember from 10 junior high schools. Questionnaires are validated by an expert. Data are analized by Excel for Windows programm. The result of this research showed that the understanding of science teachers about Problem Solving learning is very low. Science teachers who know Problem Solving learning 70, the understanding of Problem Solving learning meaning 15, the understanding of Problem Solving learning steps 20, science teachers who use Problem Solving learning 30, science teachers who know advantages of Problem Solving learning 30, and science teachers who know disadvantages of Problem Solving learning 20. Therefore, we need a new learning model development that is packaged in a PDE Planing, Doing, Evaluating learning model with a syntax that is more focused to improve the students understanding and what the students need. From this research could be found the reason why the development of the PDE Planing, Doing, Evaluating. Key words: “Problem Solving learning junior high school science teachers”, “PDE Planing, Doing, Evaluating”, “Learning Model Development”. Surabaya, 23 Januari 2016 PENDAHULUAN Pembelajaran merupakan aspek kegiatan manusia yang kompleks, yang tidak sepenuhnya dapat dijelaskan. Pembelajaran dapat diartikan sebagai produk interaksi berkelanjutan antara pengembangan dan pengalaman hidup. Pembelajaran pada hakekatnya adalah usaha sadar dari seorang guru untuk membelajarkan siswanya mengarahkan interaksi siswa dengan sumber belajar lainnya dalam rangka mencapai tujuan yang diharapkan. Pembelajaran merupakan interaksi dua arah dari seorang guru dan peserta didik, dimana keduanya terjadi komunikasi transfer yang intens dan terarah menuju pada suatu target yang telah ditetapkan sebelumya Trianto, 2014 : 19. Pembelajaran menurut Sanjaya 2006:31 adalah proses berpikir untuk memecahkan masalah,dengan demikian pengetahuan yang diperoleh siswa hendaknya dapat digunakan untuk mengembangkan kemampuannya dalam memecahkan masalah. Problem solving adalah belajar memecahkan masalah. Pembelajaran sains merupakan proses pembelajaran konstruktivistik yang menghendaki partisipasi aktif siswa. menurut teori konstruktivistik belajar merupakan suatu proses pembentukan pengetahuan. Pembentukan ini harus dilakukan oleh si belajar. Ia harus aktif melakukan kegiatan, aktif berpikir, menyusun konsep dan memberi makna tentang hal-hal yang sedang dipelajari Asri, 2005:58. Metode problem solving adalah metode pembelajaran yang merangsang siswa untuk berpikir dan menggunakan wawasan,tanpa melihat kualitas pendapat yang disampaikan siswa, Yamin :2008:85 .Sehubungan dengan hal tersebut Djamarah dan Zain 2006:91 menyebutkan bahwa metode problem solving bukan hanya sekedar metode mengajar ,tetapi merupakan sesuatu metode berpikir. Annonimous2008 menyebutkan bahwa problem solving dapat mengembangkan sikap keingintahuan dan imajinasi siswa,karena kedua hal tersebutmerupakan modal dasar untuk dapat bersikap kritis,peka,kreatif,dan mandiri. Berdasarkan pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa metode problem solving dapat diartikan sebagai metode mengajar yang banyak menimbulkan aktivitas belajar karena siswa dihadapkan dengan masalah ,merumuskan dan menguji kebenaran dari hipotesis sampai pada menarik kesimpulan sebagai jawaban dari masalah Guru sains lebih banyak mengembangkan kegiatan pembelajaran dengan memberi tugas secara kelompok dalam eksperimen yang membuat siswa aktif mengerjakan Wenno : 2010. Kenyataannya kebanyakan siswa dengan mudah menerima pengetahuan, tetapi sukar mengaplikasikan pengetahuan secara fleksibel dalam memecahkan masalah. Hal tersebut menjadi kesulitan dalam problem solving, sehingga perlu model yang efektif dan efisien Swistoro : 2012 Menurut Sutarto dan Indrawati 2013 ,Model pembelajaran adalah kerangka konseptual yang melukiskan prosedur yang sistematis dalam mengorganisasikan pengalaman belajar untuk mencapai tujuan belajar tertentu, dan berfungsi sebagai pedoman bagi para perancang pembelajaran dan para pengajar dalam merencanakan dan melaksanakan aktivitas belajar mengajar Setiap model belajar mengajar selain ada tujuan dan asumsi juga harus memiliki lima unsur karakteristik model, yaitu sintaksik, sistem sosial, prinsip reaksi, sistem pendukung, dan dampak instruksional dan pengiring Joyce, etal, 2004. Kelima unsur tersebut dijelaskan seperti berikut : 1. Sintakmatik adalah tahap-tahap kegiatan dari model. 2. Sistem sosial adalah situasi atau suasana dan norma yang berlaku dalam model itu. 3. Prinsip reaksi adalah pola kegiatan yang menggambarkan bagaimana seharusnya guru melihat dan memperlakukan para siswa, termasuk cara guru memberikan respon terhadap siswa. 4. Sistem pendukung adalah segala sarana, bahan dan alat yang diperlukan untuk melaksanakan model tersebut. 5. Dampak instruksional adalah hasil belajar yang dicapai langsung dengan cara mengarahkan para siswa pada tujuan yang diharapkan. 6. Dampak pengiring adalah hasil belajar lainnya yang dihasilkan oleh suatu proses belajar mengajar, sebagai akibat terciptanya suasana belajar yang dialami langsung oleh para siswa tanpa pengarahan langsung dari guru. Menurut Suyanto 2013 menyebutkan bahwa model harus bersifat rasional teoritis; berorientasi pada tujuan pembelajaran; berpijak pada cara khusus agar sukses dilaksankan; berpijak pada lingkungan yang kondusif agar tujuan belajar dapat tercapai. Untuk itu harus diketahui terlebih dahulu bagaimana kondisi pembelajaran baik dari sisi guru agar dapat dikembangkan suatu model pembelajaran baru yang lebih flesibel dan dapat menfasilitasi peran guru untuk mencapai tujuan pembelajaran secara aktif bersama-sama. Dalam rangka mencapai kegiatan pembelajaran yang lebih bermakna maka guru dapat menggunakan model pembelajaran. Dalam hal ini di tawarkan pengembangan model pembelajaran PDE Planing, Doing, Evaluating. Berdasarkan latar belakang di atas maka perlu diketahui profil sejauh mana gambaran penguasaan guru IPA SMP di Jember tentang pembelajaran Problem Solving sebagai dasar pengembangan model PDE Planing, Doing, Evaluating. METODE PENELITIAN Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini yaitu metode penelitian survai yang bersifat deskriptif yaitu penelitian yang mengambil sampel sari satu populasi dan menggunakan kuesioner sebagai alat pengumpulan data pokok berupa fakta, dimana penelitian ini dimaksudkan untuk pengukuran ISBN 978-602-72071-1-0 terhadap suatu fenomena tertentu Singarimbun dan Effendi, 1991:3. Kuesioner ini merupakan suatu instrumen yang berisi sejumlah pertanyaan atau pernyataan sedangkan responden diminta untuk menjawab atau memberikan pendapatnya terhadap pernyataan yang diajukan Haryati, 2009:14-15. Penelitian ini dilakukan pada bulan Oktober-November 2015, dengan responden yaitu 20 guru IPA dari10 SMP Negeri di Jember yaitu SMPN 1 Jember, SMPN 1 Umbulsari, SMPN 2 Umbulsari, SMPN 1 Gumkmas, SMPN 2 Gumukmas, SMPN 1 Kencong, SMPN 1 Wuluhan, SMPN 1 Balung, SMPN 2 Bangsalsari, MTSN 1 Arjasa. Data hasil penelitian akan dianalisis secara deskriptif kuantitatif dengan bantuan Excel for Windows. HASIL DAN PEMBAHASAN Pembelajaran Problem Solving merupakan pembelajaran yang memberikan masalah kepada siswa tentang materi pelajaran tertentu, misalnya konsep Rangkaian listrik. Pada tahapan ini siswa secara individual diharuskan membaca dan memahami tentang Rangkaian listrik. Kemudian dilanjutkan pemecahan masalah dengan melakukan eksperimen serta evaluasi. Ketika kegiatan pembelajaran berlangsung beberapa siswa diminta membacakan hasil masing- masing di depan kelas, kemudian siswa yang lainnya memberikan masukan atau mengajukan pertanyaan. Pertanyaan dan jawabannya dari masing-masing pelajar selanjutnya dikumpulkan untuk kepentingan assessment yang akan mendasari evaluasi, di samping assessment yang lain Corebima, 2009. Sebagai gambaran profil penguasaan guru IPA SMP di Jember mengenai pembelajaran Problem Solving dapat dilihat pada tabel di bawah ini. Tabel 1 . Profil Penguasaan Guru IPA tentang Pembelajaran Problem Solving N o Variabel Jawaban 1 Mendengar atau mengenal pembelajaran Problem Solving Iya 70 Tidak 30 2 Pengertian pembelajaran Problem Solving Benar 15 Belum 85 3 Mengenal langkah-langkah pembelajaran Problem Solving Benar 20 Belum 80 4 Pernah menggunakan pembelajaran Problem Solving Iya 30 Tidak 70 5 Mengetahui kelebihan pembelajaran Problem Solving Iya 30 Tidak Tidak Tahu 70 6 Mengetahui kekurangan pembelajaran Problem Solving Iya 20 Tidak Tidak Tahu 80 Profil penguasaan guru IPA SMP tentang pembelajaran Problem Solving Tabel 1 menunjukkan bahwa guru mendengar atau mengenal pembelajaran Problem Solving 70, memahami pengertian pembelajaran Problem Solving 15, mengenal langkah-langkah pembelajaran Problem Solving 20, pernah menggunakan pembelajaran Problem Solving 30, mengetahui kelebihan pembelajaran Problem Solving 30, mengetahui kekurangan pembelajaran Problem Solving 20. Gambaran profil penguasaan guru IPA SMP di Jember mengenai pembelajaran Problem Solving dapat dilihat pada gambar 1 di bawah ini. Gambar 1. Grafik Profil Penguasaan Guru IPA SMP tentang Pembelajaran Problem Solving Keterangan : Var 1: Mendengar atau mengenal pembelajaran Problem Solving Var 2: Pengertian pembelajaran Problem Solving Var 3: Mengenal langkah pembelajaran Problem Solving Var 4: Pernah menggunakan pembelajaran Problem Solving Var 5: Mengetahui kelebihan pembelajaran Problem Solving Var 6: Mengetahui kekurangan pembelajaran Problem Solving Berdasarkan gambar 1 dapat terlihat bahwa 14 guru yang pernah mendengar atau mengenal strategi pembelajaran Problem Solving sedangkan 6 guru lainnya tidak pernah mengenal pembelajaran Problem Solving. Guru yang mampu menjelaskan pengertian pembelajaran Problem Solving dengan benar hanya 3 guru saja. Berdasarkan hasil pengisian kuesioner, guru menyatakan bahwa pembelajaran Problem Solving merupakan suatu pembelajaran dasar yang mampu membantu siswa dalam memahami suatu bahasan atau bab tertentu yang dalam pelaksanaannya terdiri atas tahap memberi masalah, eksperimen, Kesimpulan. Sedangkan jumlah guru yang mengenal langkah-langkah dalam pembelajaran Problem Solving hanya 4 orang guru. 5 10 15 20 25 Var 1 Var 2 Var 3 Var 4 Var 5 Var 6 Ju m lah G u ru Variabel Penguasaan Pembelajaran Problem Solving IyaBenar TidakBelum Tidak tahu Jumlah guru yang pernah menggunakan pembelajaran Problem Solving sebanyak 6 orang. Berdasarkan hasil pengisian kuesioner, terdapat responden yang menyatakan bahwa sering menggunakan pembelajaran Problem Solving ini terutama pada bab yang baru atau untuk tugas di rumah. Guru yang mengetahui kelebihan pembelajaran Problem Solving sebanyak 6 orang. Berdasarkan hasil pengisian kuesioner, terdapat responden yang menyatakan bahwa kelebihan Problem Solving yaitu siswa mampu mencari dan menemukan konsep sendiri dari hasil study literatur dan pengamatan. Kelebihan pembelajaran Problem Solving yang lain yaitu siswa mampu membuka wawasan siswa tentang permasalahan, meningkatkan pola pikir siswa untuk menyelesaikan materi pembelajaran, hal ini dapat memperkuat kognitif peserta didik serta dapat memberdayakan kemampuan berpikir secara sengaja. Artinya pembelajaran yang dilakukan tidak hanya menekankan penguasaan materi, tetapi juga memberdayakan kemampuan metakognitif. Pembelajaran Problem Solving juga mampu meningkatkan motivasi belajar siswa sehingga interaksi siswa dan aktivitas belajar siswa juga semakin meningkat. Pembelajaran Problem Solving juga menjadikan siswa untuk menjadi pebelajar yang mandiri, karena siswa berlatih untuk berkomunikasi melalui eksperimen, diskusi, memberikan komentar kepada teman yang lain, dan memberikan pendapat Rahmawati, 2014. Pembelajaran Problem Solving ini mampu menjadikan siswa sebagai pebelajar mandiri self- regulated learning , maka hal ini akan meningkatkan motivasi, kognisi dan partisipasi siswa untuk belajar dengan gaya mereka sendiri. Pebelajar yang sukses merupakan pebelajar yang bertanggung jawab atas hasil, usaha dan proses belajarnya sendiri dalam konteks yang berbeda-beda Huda, 2011:357. Guru yang mengetahui kekurangan pembelajaran Problem Solving sebanyak 4 orang. Berdasarkan hasil pengisian kuesioner, terdapat responden yang menyatakan bahwa kekurangan pembelajaran Problem Solving yaitu siswa pasif sulit menerima. Selain itu pembelajaran Problem Solving memiliki kekurangan yaitu sering terjadi miskonsepsi, karena pada saat membaca suatu materi pelajaran bisa jadi setiap anak memiliki cara pandang atau pemahan yang berbeda mengenai materi tersebut. Sehingga pada saat saat pembelajaran guru harus membimbing siswa untuk mengklarifikasi pemahaman siswa terhadap suatu materi tersebut. Kekurangan pembelajaran Problem Solving yang lain yaitu selama pembelajaran menggunakan Problem Solving siswa hanya dipaksa untuk mempersiapkan diri secara individu sebelum pembelajaran berlangsung sehingga keterampilan sosial, kemampuan siswa berkerja sama dalam kelompok siswa menjadi rendah Bahtiar, 2011. Pembelajaran Problem Solving ini termasuk pembelajaran yang berlandaskan teori pembelajaran kosntruktivistik. Menurut teori ini pengetahuan diperoleh melalui konstruksi melalui suatu proses ekuilibrasi antara skema pengetahuan dan pengalaman baru Dahar, 2011:152. Dari profil guru IPA Profil Penguasaan Guru IPA SMP tentang Pembelajaran Problem Solving, maka perlu dikembangkan model pembelajaran baru untuk mencapai tujuan pembelajaran yang efektif dan efisien. Dalam hal ini di tawarkan model pengembangan pembelajaran PDE Planing, Doing, Evaluating. Model Pembelajaran PDE Plan, Doing, Evaluation adalah model pembelajaran yang memiliki 5 unsur karakteristik : a.Sintakmatik: tahap-tahap pembelajaran untuk pelaksanaan KBM telah terwujud 3 tahap, yaitu 1 Plan 2 Doing dan 3 Evaluation. Pada tahap Plan siswa diberi tugas untuk merangkum dan memahami materi pelajaran tertentu secara individual. Pada tahap Doing siswa melakukan eksperimen dan diskusi. Pada tahap Evaluation siswa siswa dapat membuat kesimpulan dari hasil diskusi dan tanya jawab. Pada tahap Plan digunakan metode resitasi, yaitu siswa diberi tugas untuk merangkum materi pelajaran tertentu secara kelompok. Kegiatan merangkum pada tahap ini berupa yaitu berupa kegiatan menugaskan siswa untuk membaca dan meringkas literatur yang berkaitan dengan materi yang sedang dipelajari Sumamprouw, 2012. Pada hakikatnya membaca adalah proses memahami makna yang terkandung dalam bahan bacaan. Memahami bacaan berarti bisa menangkap isi dari bacaan tersebut. Kegiatan membaca bukan hanya melafalkan tulisan, namun juga memahami isi dari bacaan tersebut serta melibatkan aktivitas lainnya seperti aktivitas visual, berpikir, psikolinguistik dan metakognitif Amna et al., 2013. Membaca merupakan kegiatan seseorang dalam membangun representasi yang koheren dari suatu bacaan O’Reilly dan McNamara, 2007. Aktivitas membaca dilakukan dalam rangka untuk mendapatkan makna dari apa yang tertulis dalam teks Farboy, 2009. Melalui kegiatan membaca mampu membantu pembaca untuk membangun keterpaduan antara pemahaman isi teks dengan pengetahuan awal yang dimiliki oleh pembaca Ozuru, 2009. Tujuan membaca adalah untuk mencari informasi yang terdapat dalam teks, baik informasi yang tersurat fakta maupun yang tersirat inferensi Nurhayati, 2005. Pada tahap kedua Doing digunakan metode eksperimen dan metode diskusi, yaitu kegiatan yang dilakukan siswa berupa mengumpulkan data berinteraksi dan saling bertukar pendapat atau saling mempertahankan pendapat dalam pemecahan masalah sehingga didapatkan kesepakatan diantara mereka. Kegiatan membuat pertanyaan merupakan salah satu bagian penting pembelajaran konstruktivisme. Selain siswa dibimbing untuk mencoba menjawab pertanyaan-pertanyaan atau memecahkan suatu masalah, mereka juga diharapkan termotivasi untuk dapat menciptakan pertanyaan Suprapto et al., 2013. Pertanyaan yang disusun oleh siswa sebaiknya pertanyaan yang bersifat analisis dan mampu mendorong perkembangan kognitif siswa Ermasari et al., 2014. Aktivitas membuat pertanyaan ISBN 978-602-72071-1-0 ini berfungsi untuk meningkatkan kemampuan berpikir siswa dan memberdayakan metakognitif siswa. Selama kegiatan membuat pertanyaan, siswa secara aktif melakukan pemantauan dan evaluasi mengenai aspek yang tidak dapat dipahami setelah membaca dan meringkas Candra, et al., 2011 dan Sugiyanto, 2009. Melalui kegiatan membuat pertanyaan ini diharapkan dapat membantu siswa yang kesulitan dalam menyampaikan gagasan, pikiran, dan pertanyaan Mayasari, 2014. Tahap terakhir Evaluation siswa dapat membuat kesimpulan dari hasil diskusi dan tanya jawab.beberapa siswa membacakan hasil eksperimen yang dipadukan dengan hasil bacaan di depan kelas sehingga peserta yang lain dapat memberikan masukan terkait dengan hasil yang diperoleh. Pada tahapan ini siswa akan melatih keterampilan berbicara siswa. Siswa akan mampu mengekspresikan pikiran dan perasaannya Weda et al ., 2014. Tahap ini juga menuntut siswa untuk mampu mengungkapkan pendapatnya secara bertanggung jawab, serta mampu mempertahankan pendapat yang telah disampaikannnya Widya dan Nur, 2012. Tahap ini juga mampu meningkatkan kemampuan komunikasi siswa. Percaya diri merupakan sesuatu yang membuat manusia menjadi memahami akan kondisi dirinya karena adanya kekuatan di dalam jiwa individu Fisher, 1992. Rasa percaya diri ini akan menciptakan suasana yang lebih nyaman baik bagi diri sendiri maupun bagi orang lain yang berada di sekitar serta dengan percaya diri ini akan membantu seseoarng untuk menghadapi masalah yang ada. Menurut Hakim 2002, seseorang yang memiliki rasa percaya diri memiliki ciri-ciri diantaranya adalah mempunyai sikap yang tenang dalam mengerjakan tugas-tugas sekolah, mempunyai potensi yang memadai, mampu menetralisir ketegangan yang muncul diberbagai situasi, mampu menyesuaikan diri dan berkomunikasi, memiliki kondisi mental dan fisik yang menunjang penampilannya, memiliki kecerdasan yang menunjang, memiliki keterampilan yang menunjang dan mampu bersosialisasi dengan lingkungan sekitar, selalu bereaksi positif dalam menghadapi masalah, memiliki pendidikan formal yang cukup, dan memiliki latar belakang keluarga yang baik.

b. Sistem sosial:

sistem sosial dalam model pembelajaran PDE Plan, Doing, Evaluation adalah semua peserta didik rata-rata memiliki potensi sama, motivasi sama, memiliki tanggung jawab sama, sudah saling kenal, sehingga dapat saling berdiskusi dan kerja sama dengan baik.

c. Prinsip reaksi:

prinsip reaksi dalam Model Pembelajaran PDE Plan, Doing, Evaluation meliputi 3 tahap, yaitu 1 Tahap Plan 2 Doing dan 3 Evaluation. 1Dalam tahap Plan, siswa di beri tugas sebelum mengikuti KBM dikelas, agar siswa memiliki pengetahuan konsep awal. Pengetahuan konsep ini sangat penting agar siswa mampu mengikuti KBM dengan efektif. 2Tahap Doing terdiri dari 4 enam fase yaitu: 1 fase organisasi; 2 fase eksplorasi 3 fase kolaborasi; 4 fase klarifikasi;. Pada tahap ini siswa dilibatkan secara aktif dengan menggunakan beberapa metode, yakni diskusi, tanya jawab, eksperimen, dsb.3 Evaluation; siswa dapat membuat kesimpulan dari hasil diskusi dalam kelas, guru memberikan penguatan dan kesimpulan KBM dan memberikan penilaian terhadap proses KBM.

d. Sistem

pendukung : sarana pendukung pembelajaran sangat mendukung, seperti Alat dan bahan percobaan dalam pelaksanaan Model Pembelajaran PDE Plan, Doing, Evaluation

e. Dampak instruksional :

dari kajian sintakmatik yang melibatkan siswa aktif, diharapkan dapat mewujudkan tujuan pembelajaran yang akan dicapai. Selain itu penerapan model PDE diharapkan dapat menjadikan siswa lebih siap menerima materi dengan cara mempersiapkan sebelum masuk kelas bukan saat KBM di kelas, dan

f. Dampak pengiring :

rata-rata kemampuan menangkap dan melaksanakan informasi, instruksi, baik; kemampuan kerja sama antar siswa baik; rata- rata siswa dapat obyektif melakukan penilaian, kritik, kontrol, dan memberikan perbaikan pada antar teman; rata-rata siswa mengenal dan dapat menggunakan peralatan atau media pembelajaran.Dampak pengiring untuk guru dalam penerapan Model PDE adalah guru lebih siap dalam merancang strategi pembelajaran, asesmen, bahan ajar sesuai tuntutan kurikulum. Nurhapsari : 2015 PENUTUP Simpulan Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh dapat disimpulkan bahwa profil penguasaan pembelajaran Problem Solving oleh guru IPA SMP di Jember masih sangat minim serta pengaplikasian pembelajaran Problem Solving dalam pembelajaran masih dilakukan oleh sebagian kecil guru. Saran yang dapat diberikan yaitu diharapkan guru mampu menambah informasi dan pengetahuan mengenai macam-macam strategi pembelajaran sehingga guru dapat menciptakan pembelajaran yang efektif dan efisien. Sehingga mendasari perlunya kajian pengembangan model pembelajaran PDE Paning, Doing, Evaluating. Selanjutnya diperlukan pengujian model PDEPlaning, Doing, Evaluating. yang hendaknya dilakukan penilaian dan pengamatan siswa yang menggunakan model tersebut. Sehingga dapat diperoleh data yang valid dan reliabel sebagai acuan bagaimana kelayakan model pembelajaran PDE Planing, Doing, Evaluating dapat digunakan dan memberikan perubahan aktivitas yang baik dalam pembelajaran, khususnya pembelajaran IPA. UCAPAN TERIMA KASIH Ucapan terima kasih kepada instansi-instansi yang telah memberikan ijin penelitian yaitu SMPN 1 Jember, SMPN 1 Umbulsari, SMPN 2 Umbulsari, SMPN 1 Gumkmas, SMPN 2 Gumukmas, SMPN 1 Kencong, SMPN 1 Wuluhan, SMPN 1 Balung, SMPN 2 Bangsalsari, MTSN 1 Arjasa. Selain itu juga terima kasih kepada BapakIbu guru IPA SMP di Jember yang telah bersedia menjadi responden dalam penelitian ini. DAFTAR RUJUKAN Amna, Putri., Azwandi, Yosfan., dan Yunus, Markis. 2013. Meningkatkan Kemampuan Membaca Pemahaman pada Siswa Tunarungu dengan Menggunakan Teknik Skimming . Jurnal Ilmiah Pendidikan Khusus. Vol. 23, 854-862. Ermasari, Gandhi., Wayan, Subagia I., dan Bagus, Nyoman Sudria Ida. 2014. Kemampuan Bertanya Guru IPA dalam Pengelolaan Pembelajaran . e-Journal Program Pascasarjana Universitas Pendidikan Ganesha Program Studi IPA. Vol. 4 : 1-12. Mayasari, Novi. 2014. Peningkatan Keterampilan Berbicara pada Mata Kuliah Belajar dan Pembelajaran dengan Metode Debat Plus dalam Proses Pembelajaran Matematika pada Mahasiswa Tingkat 2 Semester III di IKIP PGRI Bojonegoro Tahun Pelajaran 2013 2014 . Jurnal Magistra, 88 : 17-26. Nurhayati. 2005. Berbagai Strategi Pembelajaran Bahasa dapat Meningkatkan Kemampuan Berbahasa Siswa . Jurnal Bahasa dan Sastra. Vol. 9 2:110-116. O’Reilly, Tenaha dan McNamara, Danielle. 2007. The Impact of Science Knowledge, Reading Skill, and Reading Strategy Knowledge on More Traditional “High Stakes” Measures of High School Students’ Science Achievement. American Educational Research Journal. Vol. 441: 161-196. Suprapto, Nadi., Suliyanah, dan Admoko Setyo. 2013. Pembelajaran Fisika Di SMA melalui Pertanyaan Learning by Questioning dan Keterampilan Berpikir . Jurnal Penelitian Fisika dan Aplikasinya JPFA. Vol. 3 2: 1- 11. Swistoro, Eko. 2012. Penerapan Model Pembelajaran Propblem Solving Fisika Pembelajaran Topik Optika Pada Mahasiswa Pendidikan Fisika . Jurnal exacta, Vol X 2 Weda, Dharmawan Donnie., Made, Suarjana I., dan Citra, Wibawa. 2014. Pengaruh Model Pembelajaran Role Playing terhadap Keterampilan Berbicara Bahasa Indonesia Siswa Kelas V . Jurnal MIMBAR PGSD. Vol. 2 1 : 1-10. Wenno, izaak. 2010. Pengembangan Model Modul IPA Berbasis Problem Solving Method Berdasarkan Karakteristik Siswa Dalam Pembelajaran di SMPMTS . Jurnal Cakrawala Pendidikan. Corebima, A.D. 2009. Pengalaman Berupaya Menjadi Guru Profesional. Pidato Pengukuhan Guru Besar pada FMIPA UM. Disampaikan pada Sidang terbuka Senat UM, tanggal 30 Juli 2009. Malang:UM. Nurhapsari, Reni. 2015. Karakteristik Pengembangan Model Pembelajaran PDE Plan, Doing, Evaluation dalam Pembelajaran IPA di SMP . Proseding Seminar Nasional Reformasi Pendidikan dalam memasuki ASEAN Economic Comunity AEC, FKIP Universitas Jember, 30-31 Mei 2015. Rahmawati. 2014. Increasing Student’s Learning Activities and Achievement in General Biology Course using Reading, Questioning, and Answering Method . Proceeding of International Conference On Research, Implementation And Education of Mathematics and Sciences 2014, Yogyakarta State University, 18-20 May 2014. Sugiyanto. 2009. Penerapan Metode Bertanya dalam Kegiatan Praktek Lapangan untuk Meningkatkan Kemampuan Mengemukakan Pendapat Mahasiswa . Jurnal Geografi. Vol. 6 2 : 80-90. Sumampouw, Herry. 2012. Strategi RQA dalam Perkuliahan Genetika Berbasis Metakognitif dan Retensi. Makalah yang Disampaikan Pada Seminar Nasional MIPA dan Pembelajarannya FMIPA Universitas Negeri Malang. 15 Oktober 2012. Asri, Budiningsih. 2005. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: Rineka Cipta. Dahar, Wilis Ratna. 2011. Teori-teori Belajar dan Pembelajaran . Bandung: Erlangga. Djamarah dan Zein. 2006. Strategi Belajar Mengajar. Banjarmasin : Rineka Cipta Fisher, J. 1992. Menjual Percaya Diri di Tahun 90an. Jakarta : Rajawali Press. Hamiyah dan Jauhar. 2012. Strategi Belajar Mengajar di Kelas . Jakarta : ISBN 978-602-72071-1-0 MELATIH KETRAMPILAN BERPIKIR ILMIAH DENGAN PEMBELAJARAN INKUIRI TERBIMBING SISWA SMP Sri Sugiarti Mahasiswa Program Pascasarjana Pendidikan IPA FKIP Universitasitas Jember Email: ssugiarti25gmail.com ABSTRAK Berfikir merupakan ciri utama manusia yang membedakannya dengan makhluk yang lainnya. Dengan dasar berfikir manusia mengembangkan berbagai cara untuk dapat mengubah keadaan alam guna memenuhi kepentingan hidupnya. Kegiatan berfikir kita lakukan dalam kesehari-harian dan dalam kegiatan ilmiah. Berfikir merupakan upaya manusia dalam memecahkan masalah. Secara garis besar berfikir dapat dibedakan menjadi berfikir alamiah dan berfikir ilmiah. Berfikir alamiah adalah pola penalaran yang berdasarkan kebiasaan sehari- hari dari pengaruh lingkungan sekitar, sedangkan berfikir ilmiah adalah berfikir dengan langkah-langkah metode ilmiah seperti perumusan masalah, pengajuan hipotesis, pengkajian literature, menguji hipotesis, dan menarik kesimpulan. Berfikir ilmiah sangat diperlukan saat anak mempelajari ilmu pengetahuan khususnya ilmu pengetahuan alam IPA . Mata pelajaran IPA termasuk dalam kelompok mata pelajaran ilmu pengetahuan dan teknologi. Kelompok mata pelajaran ini pada tingkat SMP dimaksudkan untuk memperoleh kompetensi dasar ilmu pengetahuan dan teknologi serta membudayakan berpikir ilmiah secara kritis, kreatif, dan mandiri. Salah satu alternatif pembelajaran yang dapat merangsang cara berfikir ilmiah adalah pembelajaran dengan pendekatan inkuiri. Pembelajaran inkuiri adalah pembelajaran yang menekankan pada aktivitas siswa secara penuh baik fisik, maupun mental dalam menemukan materi yang dipelajari dan menghubungkannya dengan situasi kehidupan nyata sehingga mendorong siswa untuk dapat menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari mereka. Pembelajaran dengan pendekatan inkuiri memiliki 5 komponen yaitu 1 Merumuskan masalah 2 merumuskan hipotesis 3 mengumpulkan data 4 menguji hipotesis 5 merumuskan kesimpulan. Kata kunci : Berfikir Ilmiah, pembelajaran inkuiri ABSTRACT Thinking is the main characteristic that distinguishes humans with other creatures. On the basis of human thinking develop ways to change the state of nature in order to meet the interests of his life. The activities we do in our thinking kesehari-daily and in scientific activities. Thinking a human effort in solving problems. Broadly speaking, thinking can be divided into natural thinking and scientific thinking. Thinking is the natural pattern of reasoning is based on the daily habits of the influence of the surrounding environment, while scientific thinking is thinking with measures such as the scientific method of problem formulation, hypothesis filing, reviewing literature, test hypotheses, and draw conclusions. Scientific thinking is indispensable when children learn science, especially natural science IPA. Science subjects included in the group of subjects in science and technology. Group these subjects at junior level are intended to acquire basic competencies in science and technology and cultivate scientific thinking critically, creatively, and independently. One alternative way of learning that can stimulate scientific thinking is learning by inquiry approach. Inquiry learning is learning that emphasizes the students activity in full physical, mental as well as in finding materials studied and relate them to real life situations that encourage students to be able to apply them in their daily lives. Learning by inquiry approach has five components: 1 Formulate the problem 2 formulate hypotheses 3 collect data 4 testthe hypothesis 5 formulating conclusions. Keywords :ScientificThinking,inquirylearning Surabaya, 23 Januari 2016 PENDAHULUAN Pendidikan mempunyai peran yang paling dominan bagi manusia, oleh sebab itu pendidikan harus mendapatkan perhatian dan prioritas yang tinggi oleh pemerintah, pengelola pendidikan, maupun masyarakat umumnya. Pendidikan yang berkualitas tidak terlepas dari peran guru dalam prses pembelajaran. Guru dituntut mampu menciptakan situasi pembelajaran yang aktif, kreatif, inovatif, efektif, dan menyenangkan dalam proses kegiatan pembelajaran Pratami, 2015:21. Ilmu Pengetahuan Alam sebagai bagian dari ilmu pengetahuan merupakan salah satu mata pelajaran yang mempunyai peranan penting dalam menunjang perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Hal ini dapat dilihat dari penerapan Ilmu Pengetahuan Alam pada disiplin ilmu lainnya dan aplikasinya pada perkembangan teknologi. Mengingat pentingnya peranan Ilmu Pengetahuan Alam, maka dalam rangka menerapkan pendidikan yang bermutu pemerintah melakukan perubahan pada bidang pendidikan. Perubahan yang terjadi adalah pergantian Kurikulum 2013 dari kurikulum sebelumnya yang diterapkan di sekolahmadrasah. Dalam kurikulum 2013, pembelajaran pada satuan pendidikan diselenggarakan secara interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang, memotivasi peserta didik untuk berpartisipasi aktif, serta memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa, kreativitas dan kemandirian sesuai bakat, minat dan perkembangan fisik serta psikologis peserta didik. Kurikulum 2013 mengarahkan prinsip kegiatan belajar mengajar berpusat pada siswa, dalam proses pembelajaran menggunakan pendekatan ilmiah dimana siswa harus mampu menemukan jawaban atas suatu pertanyaan yang tentunya dengan bantuan guru. Guru disini bukanlah sebagai satu-satunya sumber belajar tetapi siswa dapat belajar dari sumber balajar lain seperti lingkungan, masyarakat, dan teknologi yang sekarang sangat pesat perkembangannya Mardewanti,2015:27. Agar terjadi pengkonstruksian pengetahuan secara bermakna, guru haruslah melatih siswa agar mampu berfikir ilmiah. Berfikir ilmiah secara kritis, kreatif dan mandiri adalah kegiatan mengkonstruksi pengetahuan melalui proses yang terorganisasi yang memungkinkan siswa mengevaluasi bukti, asumsi, logika, dan bahasa yang mendasari pernyataan orang lain untuk mencapai pemahaman yang mendalam sehingga mempunyai kekuatan untuk membayangkan atau menciptakan hal-hal yang tidak dapat dilihat diciptakan oleh orang kebanyakan. Elaine B Johnson,2007:29. Berdasarkan penjelasan silabus IPA SMP bahwa Ilmu Pengetahuan Alam IPA merupakan hasil kegiatan manusia berupa pengetahuan, gagasan, dan konsep yang terorganisasi tentang alam sekitar yang diperoleh melalui serangkaian proses ilmiah yang berupa kegiatan percobaan pengujian, kegiatan teknologi, diskusi kelas, dan pemanfaatan lingkungan sekitar. Untuk melatih ketrampilan berfikir Ilmiah siswa SMP khususnya dalam mata pelajaran IPA diperlukan suatu model pembelajaran IPA yang dapat merangsang ketrampilan berfikir ilmiah siswa dalam pembelajaran. Menurut Piaget yang dikutip oleh Dahar, R.W 2011:136 bahwa setiap individu mengalami tingkat perkembangan intelektual sebagai berikut : sensori motori 0-2 th, pra operasional 2-7 th, operasional konkret 7-11 th, operasional formal 11 th. Siswa SMA termasuk kategori operasional formal 11 th. Pada periode ini anak dapat menggunakan operasi-operasi konkret untuk membentuk operasi yang lebih komplek, ia mempunyai kemampuan berfikir abstrak. Lebih lanjut menurut Phillips sebagaimana dikutip Dahar, R.W 2011:141 dijelaskan bahwa ada 5 faktor yang menunjang perkembangan intelektual, yaitu faktor kedewasaan, pengalaman fisik, pengalaman logika matematis, transmisi sosial, dan proses keseimbangan atau pengaturan sendiri. Menurut Budiningsih, A 2005 Berdasarkan teori perkembangan kognitif Piaget, anak usia SMPMTs 1112 – 18 tahun masuk tahap operasional formal. Ciri pokok pada tahap perkembangan ini adalah anak sudah mampu berfikir abstrak dan logis dengan menggunakan pola berfikir “kemungkinan”.Selanjutnya Budiningsih juga menyatakan bahwa pada tahap ini kondisi berfikir anak sudah dapat antara lain : 1. Bekerja secara efektif dan sistematis. 2. Menganalisis secara kombinasi, misalnya C1 dan C2 menghasilkan R, anak sudah dapat merumuskan beberapa kemungkinan. 3. Berfikir secara proporsional, yaitu menentukan macam-macam proporsional tentang C1, C2 dan R 4. Menarik generalisasi secara mendasar pada suatu macam isi. Anak pada tingkat usia ini sudah mulai dapat menerapkan pola berfikir yang dapat mengiringnya untuk memahami dan berlatih berfikir ilmiah. Pada tahap ini anak sudah bisa dibiasakan untuk menyelesaikan permasalahan dengan menggunakan cara berfikir ilmiah, anak sudah mampu berfikir abstrak dan melihat kemungkinan yang akan terjadi atau memprediksi sesuatu berawal dari pengetahuan yang nyata dalam kehidupan sehari-hari. Namun pada kenyataannya, fakta di lapangan menunjukkan indikasi yang berbeda, berfikir ilmiah bukanlah hal yang mudah untuk dilaksanakan, berfikir ilmiah merupakan kegiatan yang sangat sulit untuk selalu dilakukan peserta didik, oleh karena itu ketrampilan menggunakan cara berfikir ilmiah dapat dilatihkan saat peserta didik mengikuti proses pembelajaran yang membawa pengalaman baginya untuk selalu berfikir ilmiah Sugiman, 2013 . Sedikit guru yang mengajarkan siswanya untuk biasa selalu berfikir ilmiah, guru justru mendorong siswa untuk berfikir praktis artinya siswa cepat dapat menjawab pertanyaan dengan benar tanpa melihat proses memperoleh jawaban tersebut. Terlalu sering guru meminta siswa untuk menceritakan kembali, mendefinisikan, mendeskripsikan, dan mendaftar, namun tanpa melihat proses memperolehnya. Akibatnya banyak sekolah-sekolah yang meluluskan ISBN 978-602-72071-1-0 siswa-siswa yang berfikir secara dangkal yaitu bisa menjawab tanpa bisa memahami. Pembelajaran yang kiranya baik untuk merangsang ketrampilan berfikir ilmiah adalah pembelajaran inkuiri. Pembelajaran inkuiri adalah salah satu strategi yang membutuhkan siswa menemukan sesuatu dan mengetahui bagaimana cara memecahkan masalah dalam suatu penelitian ilmiah Ngalimun, 2014 . Tujuan utamanya adalah mengembangkan sikap dan ketrampilan siswa yang memungkinkan mereka menjadi pemecah masalah yang mandiri. Model pembelajaran inkuiri melibatkan 5 langkah dalam proses pembelajaran yaitu : 1 merumuskan masalah, 2 merumuskan hipotesis, 3 mengumpulkan data, 4 menguji hipotesis, dan 5 merumuskan kesimpulan Sanjaya, 2011 Dari uraian di atas dapat dikatakan bahwa pembelajaran dengan model inkuiri dapat membantu siswa dalam membiasakan atau melatih dalam memecahkan masalah selalu menggunakan cara berfikir ilmiah. Selain itu juga menuntut guru untuk melakukan pembelajaran yang efektif, efesien, menarik, dan menghasilkan pembelajaran yang bermakna serta bermutu tinggi. Berdasarkan uraian di atas maka masalah yang akan dibahas adalah sebagai berikut : 1 Apa pengertian berfikir ilmiah? 2 Apa ciri ciri berfikir ilmiah ? 3 Apa pembelajaran inkuiri terbimbing ? 4 Teori belajar apa saja yang mendikung pembelajaran inkuiri terbimbing ? 5 Bagaimanakah hubungan pembelajaran inkuiri terbimbing dengan ketrampilan berfikir ilmiah ? PEMBAHASAN  PENGERTIAN BERFIKIR ILMIAH Berfikir ilmiah adalah berfikir yang logis dan empiris. Logis: masuk akal, empiris: dibahas secara mendalam berdasarkan fakta yang dapat dipertanggung jawabkan Hillway, 2006. Menurut Salam 2007:139, pengertian berfikir ilmiah adalah sebagai berikut : a Proses atau aktifitas manusia untuk menemukan atau mendapatkan ilmu. b Proses berfikir untuk sampai pada suatu kesimpulan yang berupa pengetahuan. Berfikir merupakan kegiatan akal untuk memperoleh pengetahuan yang benar. Berfikir ilmiah adalah kegiatan akal yang menggabungkan kegiatan induksi dan deduksi Jujun S, 2007. Menurut Kartono yang dikutip Khodijah2006: 118 Berfikir ilmiah yaitu berfikir dalam hubungan yang luas dengan pengertian yang lebih komplek disertai dengan pembuktian- pembuktian. Berfikir ilmiah merupakan proses berfikir atau pengembangan fikiran yang tersusun secara sistematis yang berdasarkan pengetahuan- pengetahuan ilmiah yang sudah ada. Berfikir ilmiah merupakan suatu pemikiran atau tindakan seorang manusia yang menggunakan dasar-dasar ilmu tertentu, sehingga ide tersebut dapat diterima oleh orang lain. Berfikirfikir ilmiah juga harus melalui beberapa tahapan dan benar karena akan menyangkut kebenaran. Dalam berfikir ilmiah seseorang harus memperhatikan dasar-dasarnya yang didalamnya menyangkut apa, siapa, dimana, kapan, dan bagaimana yang biasanya hal itu digunakan untuk mencari rumusan masalah dan mencari solusi atau kesimpulan suatu masalah. Berfikir ilmiah sangat penting dalam melakukan sesuatu, tidak hanya dilingkungan masyarakat, tetapi juga dilingkungan sekolah. Berfikir ilmiah juga sangat penting dalam melakukan suatu penelitian, baik tentang tanaman, hewan, manusia, dan yang lainnya. Pasti dalam membuat dan mengumpulkan data itu sendiri harus sesuai dengan kebenaran, karena untuk menjelaskan hasil dari penelitian dibutuhkan suatu pemikiran yang ilmiah. Berfikir ilmiah itu berfikir yang sesuai dengan kebenaran yang ada tanpa diikuti emosional, untuk itu sebagai manusia yang ingin menjadi terbaik, harus selalu menggunakan pikiran ilmiah dalam setiap pendapat sehingga orang lain bisa menerima. Seseorang yang sudah terbiasa berfikir ilmiah akan banyak manfaatnya yaitu : tidak akan mudah percaya terhadap sesuatu yang belum jelas kebenarannya, pendapatnya akan dipercaya dan diterima oleh orang lain, dan dalam memecahkan masalah tidak dengan emosional.  CIRI-CIRI BERFIKIR ILMIAH Berfikir ilmiah adalah berfikir yang masuk akal dan bias dibahas secara mendalam berdasarkan fakta yang dapat dipertanggung jawabkan, sehingga dalam berfikir ilmiah terdapat cirri-ciri sebagai berikut : a. Harus obyektif Seorang ilmuwan dituntut mampu berfikir obyektif atau apa adanya. Seorang yang berfikir obyektif selalu mengunakan data yang benar. Data akan disebut sebagai data yang benar apabila data itu diperoleh dari sumber dan cara yang benar. Data yang benar adalah data yang memang benar-benar sesuai dengan kenyataan yang ada, tidak kurang dan tidak lebih. b. Harus rasional Rasional atau logis atau masuk akal. Seorang yang berfikir ilmiah harus mampu menggunakan logika yang benar, dalam melihat suatu kejadian harus mengenali kejadian atau peristiwa itu mulai dari apa yang menjadi sebab dan apa pula akibatnya. Segala sesuatu selalu mengikuti hukum sebab akibat. Sesuatu bisa ada tentunya pasti ada yang mengadakan, sesuatu bias berkembang oleh karena ada kekuatan yang mengembangkan. Seseorang akan menjadi marah karena terdapat sebab- sebab yang menjadikannya marah, apabila sebab-sebab itu tidak ada tetapi tetap marah, maka orang tersebut dianggap diluar kebiasaan atau tidak masuk akal. Seseorang yang berfikir ilmiah tidak akan terjebak atau terpengaruh dalam hal-hal yang tidak masuk akal. Informasi, pendapat atau pandangan baru bagi seseorang yang selalu berfikir ilmiah akan berusaha mendapatkan alasan atau dasar-dasar yang digunakan hingga muncul pandangan atau pendapat tersebut. c. Bersifat terbuka Seseorang yang berfikir ilmiah selalu memposisikan diri bagaikan wadah yang terbuka sehingga masih dapat diisi kembali. Seseorang yang terbuka adalah selalu siap mendapatkan masukan, baik berupa fikiran, pandangan, pendapat dan bahkan juga data atau informasi baru dari manapun asal tahu sumbernya. Seseorang yang berfikir ilmiah tidak menutup diri atau tidak beranggapan bahwa hanya pendapatnya sendiri yang benar dan mengabaikan pendapat orang lain. d. Berorientasi pada kebenaran Seseorang yang berfikir ilmiah selalu berorientasi pada kebenaran, dan bukan pada menang atau kalah. Seorang yang berfikir ilmiah sanggup merasa kalah tatkala buah fikirannya memang salah, kekalahan itu tidak dirasakan sebagai sesuatu yang mengecewakan dan menjadikan dirinya merasa rendah. Seseorang yang berfikir ilmiah lebih mengedepankan kebenaran dari pada sekedar kemenangan karena kebenaran menjadi tujuan utama, oleh karena itu seseorang yang berfikir ilmiah dalam suasana apapun harus mampu mengendalikan diri agar tidak bersikap emosional, subyektif, dan tertutup.  PEMBELAJARAN INKUIRI TERBIMBING Terdapat beberapa pengertian tentang model pembelajaran inkuiri. Pembelajaran inkuiri adalah suatu strategi yang membutuhkan siswa menemukan sesuatu dan mengetahui bagaimana cara memecahkan masalah dalam suatu penelitian ilmiah Ngalimun, 2014. Inkuiri yang dalam bahasa inggris “inquiry” mempunyai arti pertanyaan, pemeriksaan, atau penyelidikan. Metode Inquiry berarti suatu kegiatan belajar yang melibatkan seluruh kemampuan siswa untuk mencari dan menyelidiki suatu permasalahan secara sistematis, logis, analitis, sehingga dengan bimbingan dari guru mereka dapat merumuskan sendiri penemuannya dengan penuh percaya diri W. Gulo, 2008: 84-85. Majid mengemukakan bahwa strategi pembelajaran inkuiri merupakan rangkaian kegiatan pembelajaran yang menekankan pada proses berfikir kritisilmiah dan analitis untuk mencari dan menemukan sendiri jawaban dari suatu masalah yang dipertanyakan Majid, 2014. Sedangkan menurut Swasta dkk, Pembelajaran inkuiri adalah suatu rangkaian kegiatan yang melibatkan kegiatan belajar secara maksimal seluruh kemampuan siswa untuk mencari dan menyelidiki secara sistematis, kritis, logis, analitis, sehingga mereka dapat merumuskan kembali penemuannya dengan penuh percaya diri Swasta, dkk, 2014. Menurut Lestari bahwa pembelajaran inkuiri menekankan pada proses mencari dan menemukan Lestari, 2013. Proses pembelajaran berbasis inkuiri ada tiga tahap. Tahap pertama, adalah belajar diskoveri, yaitu guru menyusun masalah dan proses tetapi memberi kesempatan siswa untuk mengidentifikasi hasil alternatif. Tahap kedua, inkuiri terbimbing Guided Inquiry , yaitu guru mengajukan masalah dan siswa menentukan penyelesaian dan prosesnya. Tahap ketiga, adalah inkuiri terbuka Open Inquiry, yaitu guru hanya memberikan konteks masalah sedangkan siswa mengindentifikasi dan memecahkannya Surya Dharma, 2008: 24. Metode pembelajaran inkuiri pada hakikatnya merupakan proses penemuan atau penyelidikan. Tujuan utamanya adalah untuk mendorong siswa dalam mengembangkan keterampilan berfikir dengan memberikan pertanyaan- pertanyaan dan mendapatkan jawaban atas dasar rasa ingin tahu mereka. Proses pembelajaranya berubah dari dominasi guru teacher dominated menjadi dominasi oleh siswa student dominated, karena dalam metode Guided Inquiry yang lebih aktif belajar adalah siswa sebagai subjek belajar, sedangkan guru bertindak sebagai fasilitator atau pembimbing saja. Metode Guided Inquiry merupakan bagian dari kegiatan pembelajaran dengan pendekatan kontekstual. Pengetahuan dan keterampilan yang diperoleh siswa diharapkan bukan hanya dari hasil mengingat fakta-fakta, melainkan juga dari menemukan sendiri Syaiful Sagala, 2010: 89. Dalam prosesnya, siswa tidak hanya berperan sebagai penerima materi pelajaran dari guru, melainkan mereka berperan untuk menemukan sendiri inti dari materi pelajaran tersebut Wina Sanjaya, 2010: 197. Beberapa hal yang menjadi ciri utama strategi pembelajaran inkuiri menurut Lestari: a. Strategi inkuiri menekankan kepada aktifitas siswa secara maksimal untuk mencari dan menemukan. b. Seluruh aktivitas yang dilakukan siswa diarahkan untuk mencari dan menemukan jawaban sendiri dari sesuatu yang dipertanyakan sehingga dihrapkan dapat menumbuhkan sikap percaya diri. c. Tujuan dari penggunaan pembelajaran inkuiri adalah mengembangkan kemampuan berfikir secara sistematis, logis, dan kritis, atau mengembangkan kemampuan intelektual sebagai bagian dari proses mental Lestari, 2013. Menurut Majid bahwa ada beberapa prinsip yang harus diperhatikan oleh setiap guru dalam menggunakan pembelajaran inkuiri antara lain : a. Berorientasi pada pengembangan intelektual. Tujuan utama dari pembelajaran inkuiri adalah pengembangan kemampuan berfikir dengan demikian pembelajaran inkuiri selain berorientasi kepada hasil belajar juga berorientasi pada proses belajar. b. Prinsip interaksi.