Include Penerapan Indikator Kinerja Adapun tolok ukur ukur keberhasilan penelitian ini dilihat
langsung dari guru.Konsep-konsep dari model POIC Precit-Observe-Inferention-Communication,meliputi:
Tabel 1. Konsep-konsep model POIC Precit-Observe-Inferention-Communication Fase
Konsep Rancangan Model Pembelajaran POIC Teori
yang mendukung
Predict Prediksi atau membuat dugaan sementara merupakan kegiatan yang dilakukan
untuk menemukan keterkaitan informasi satu dengan yang lain berdasarkan pengetahuan awal yang dimiliki oleh siswa. Menurut teori konstruktivisme,
tahapan ini bisa mengembangkan keaktifan siswa dalam mengkonstruk pengetahuannya sendiri, sehingga dengan pengetahuan yang dimilikinya peserta
didik bisa lebih memaknai pembelajaran karena dihubungkan dengan konsepsi awal yang dimiliki siswa dan pengalaman yang diperoleh siswa dari lingkungan
kehidupannya sehari-hari. Teori
kogniti f.
Teori konstru
ktivism e
Observe Mengamati
adalah kegiatan
melihat suatu
objekfenomenaperitiwa menggunakan alat indera. Dengan adanya kegiatan observe, siswa akan
menemukan fakta mengenai hubungan antara objek yang dianalisis dengan materi pembelajaran yang hari itu dibelajarkan oleh guru. Selama mengamati,
kegiatan pembelajaran dikembangkan dan dikaitkan dengan pengetahuan awal dari siswa sehingga membangkitkan antusiasme siswa. Menurut Bandura, proses
mengamati dan meniru perilaku dan sikap orang lain sebagai model merupakan tindakan belajar. Teori Bandura menjelaskan perilaku manusia dalam konteks
interaksi timbal balik yang berkesinambungan antara kognitif, perilaku dan pengaruh lingkungan. Kondisi lingkungan sekitar individu sangat berpengaruh
pada pola belajar sosial jenis ini. Teori belajar ini juga dikembangkan untuk menjelaskan bagaimana seseorang belajar dalam keadaan atau lingkungan
sebenarnya. Teori
belajar sosial
Teori kogniti
f
Inferenti on
Inferensi adalah kegiatan membuat kesimpulan sementara. Siswa membuat kesimpulan sementara dari hasil pengamatan secara berkelompok. Setelah
menemukan keterkaitan antara informasi dan menemukan berbagai pola dari keterkaitan , selanjutnya secara bersama-sama dalam satu kesatuan kelompok
membuat kesimpulan. Menurut Vygotsky, setiap individu berkembang dalam konteks sosial. Vygotsky sangat menekankan pentingnya peranan lingkungan
kebudayaan dan interaksi sosial dalam perkembangan sifat-sifat dan tipe-tipe manusia. Menurut Vygotsky siswa sebaiknya belajar melalui interaksi dengan
orang dewasa dan teman sebaya yang lebih mampu sehingga memperoleh ide atau informasi yang baru.
Teori belajar
sosial
Commun ication
Kegiatan mengkomunikasikan adalah menyampaikan hasil pengamatan secara logis. Langkah mengkomunikasikan didefinisikan sebagai langkah yang
dilakukan siswa dalam menyampaikan hasil analisis dalam bentuk kesimpulan dari hasil pengamatan yang telah dilakukannya.. Menurut Vygotsky, setiap
individu berkembang dalam konteks sosial. Vygotsky sangat menekankan pentingnya peranan lingkungan kebudayaan dan interaksi sosial dalam
perkembangan sifat-sifat dan tipe-tipe manusia. Menurut Vygotsky siswa sebaiknya belajar melalui interaksi dengan orang dewasa dan teman sebaya yang
lebih mampu. Teori
belajar sosial
Menurut Joyce, et al. 2004 sebagaimana dikutip oleh Sutarto 2015:7, mengemukakan bahwa setiap model
belajar mengajar selain ada tujuan dan asumsi juga harus memiliki lima unsur karakteristik model, yaitu sintaksik,
sistem sosial, prinsip reaksi, sistem pendukung, dan dampak instruksional dan pengiring. Maka Kelima unsur
tersebut diimplementasikan pada Model POICPredict- Observe-Inferention-Communication
dijelaskan seperti berikut:
Tabel 2. Tabel unsur-unsur model POIC Predict-Observe-Inferention-Communication
Unsur-unsur Model POIC
ISBN 978-602-72071-1-0 Sintakmatik
Predict : Siswa membuat jawaban sementara atas fenomena
Secara berkelompok,siswa mendiskusikan hasil prediksinya Observe :
Siswa secara kelompok melakukan kegiatan pengamatan untuk membuktikan hasil prediksinya
Inferention: Siswa membuat kesimpulan sementara dari hasil pengamatan
Menemukan keterkaitan antara informasi yang diperoleh Communication:
Siswa mendiskusikan secara kelompok tentang hasil pengamatan di kelas berdasarkan hasil observasinya.
Sistem sosial Siswa mampu berinteraksi dengan sesama siswa yang lain
Siswa dapat melakukan eksperimentasi Siswa mampu berinteraksi dengan guru
Sistem reaksi Guru membantu siswa menemukan informasi baru, mengumpulkan data dan
menghubungkannya dengan kehidupan sehari-hari. Sistem
pendukung Syarat yang diperlukan agar model pembelajaran yang sedang dirancang dapat
terlaksana, seperti perangkat pembelajaran, fasilitas belajar, media yang diperlukan dalam pembelajaran.
Dampak instruksional
Memahami suatu konsep dan dapat berfikir kritis terhadap suatu permasalahan
Dapat mengembangkan keterampilan proses meliputi keterampilan mengamati, mengumpulkan data, membuat dan meguji hipotesis.
Dampak pengiring
siswa memiliki semangat kreativitas, belajar dengan bebas dan mandiri, toleransi, tekun, berpikir logis.
PENUTUP Simpulan
Berdasarkan hasil kajian dapat disimpulkan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Model pembelajaran adalah kerangka konseptual yang melukiskan prosedur
sistemik dalam
mengorganisasikan pengalaman belajar untuk mencapai tujuan
bel;ajar tertentu dan berfungsi sebagai pedoman bagi perancang pembelajaran dan
para guru
dalam merancang
dan melaksanakan pembelajaran
2. Konsep-konsep dari model POIC Precit- Observe-Inferention-
Communication ,meliputi
keterampilam PrediksiPredict,
ObsrevasiObserve, InferensiInferention,
Komunikasi Communication yang didukung beberapa
teori belajar 3. Model POICPredict-Observe-Inferention-
Communication dalam
pembelajaran merupakah salah satu alternatif model
pembelajaran yang dapat diaplikasikan pada semua
sekolah menengah
yang menggunakan tiga jenis teori belajar
diantaranya, kognitivistik, kontruktivivtik, dan teori sosial yang dapat mewujudkan pembelajaran
yang efektif dan efisien. 4. Model POICPredict-Observe-Inferention-
Communication memenuhi lima unsur
karakteristik model, yaitu sintakmatik, sistem sosial, prinsip reaksi, sistem pendukung, dan
dampak instruksional dan pengiring 5. Dengan menggunakan Model POICPredict-
Observe-Inferention-Communication diikuti
oleh metode eksperimen didukung media media pembelajaran.
DAFTAR RUJUKAN Fidiana
lutfi,dkk. 2012.
pembuatan dan
implementasimodul praktikum fisika berbasis masalah untuk meningkatkan kemandirian belajar siswa kelas
XI.Unnes Physics
Education journal.
htppjournal.unnes.ac.idsjuindex.phpupej.u niversitas Negeri Semarang
Rustaman, dkk. 2005. Strategi belajar Mengajar Biologi. Bandung : UPI
Sutarto Indrawati. 2013. Strategi Belajar Mengajar Sains.
Jember: Jember University Press
Trianto. 2010. Mendesain Model Pembelajaran Inovatif-Progresif. Jakarta: Rineka Cipta.
Trianto. 2013. Model Pembelajaran Terpadu. Jakarta : Bumi Asara
Tjia May On, 2000, Pengajaran Fisika Membunuh Kreativitas
, Artikel Konferensi Guru Fisika Indonesia. Kompas edisi Senin Mei 2000
Agus Susetyo. 2008. Pengembangan Model Pembelajaran Fisika Berbasis Empat Pilar endidikan
Melalui Outdoor – Inquiry Untuk Menumbuhkan
Kebiasaan Bekerja Ilmiah,tesis,semarang:Universitas Negeri Semarang
ISBN 978-602-72071-1-0
PROFIL PEMBELAJARAN PROBLEM SOLVING GURU IPA SEBAGAI DASAR PENGEMBANGAN MODEL
PEMBELAJARAN PDE PLANING, DOING, EVALUATING
Reni Nurhapsari
Pascasarjana Jurusan Pendidikan IPA Universitas Jember E-mail: reni.nurhapsariyahoo.co.id
ABSTRACT
This research is intended to know the understanding of Problem Solving learning junior high school science teachers in Jember. The method of this research is quantitative descriptive. Data are collected by using
questionnaires on october-November 2015, that consist of 20 science teachers in Jember from 10 junior high schools. Questionnaires are validated by an expert. Data are analized by Excel for Windows programm. The
result of this research showed that the understanding of science teachers about Problem Solving learning is very low. Science teachers who know Problem Solving learning 70, the understanding of Problem Solving
learning meaning 15, the understanding of Problem Solving learning steps 20, science teachers who use Problem Solving learning 30, science teachers who know advantages of Problem Solving learning
30, and science teachers who know disadvantages of Problem Solving learning 20. Therefore, we need a new learning model development that is packaged in a PDE Planing, Doing, Evaluating learning model
with a syntax that is more focused to improve the students understanding and what the students need. From this research could be found the reason why the development of the PDE Planing, Doing, Evaluating.
Key words:
“Problem Solving learning junior high school science teachers”, “PDE Planing, Doing, Evaluating”, “Learning Model Development”.
Surabaya, 23 Januari 2016
PENDAHULUAN
Pembelajaran merupakan aspek kegiatan manusia yang kompleks, yang tidak sepenuhnya dapat
dijelaskan. Pembelajaran dapat diartikan sebagai produk interaksi berkelanjutan antara pengembangan
dan pengalaman
hidup. Pembelajaran
pada hakekatnya adalah usaha sadar dari seorang guru
untuk membelajarkan siswanya mengarahkan interaksi siswa dengan sumber belajar lainnya dalam
rangka mencapai
tujuan yang
diharapkan. Pembelajaran merupakan interaksi dua arah dari
seorang guru dan peserta didik, dimana keduanya terjadi komunikasi transfer yang intens dan terarah
menuju pada suatu target yang telah ditetapkan sebelumya Trianto, 2014 : 19.
Pembelajaran menurut Sanjaya 2006:31 adalah proses berpikir untuk memecahkan masalah,dengan
demikian pengetahuan yang diperoleh siswa hendaknya dapat digunakan untuk mengembangkan
kemampuannya dalam
memecahkan masalah.
Problem solving adalah belajar memecahkan masalah. Pembelajaran
sains merupakan
proses pembelajaran konstruktivistik yang menghendaki
partisipasi aktif siswa. menurut teori konstruktivistik belajar merupakan suatu proses pembentukan
pengetahuan. Pembentukan ini harus dilakukan oleh si belajar. Ia harus aktif melakukan kegiatan, aktif
berpikir, menyusun konsep dan memberi makna tentang hal-hal yang sedang dipelajari Asri, 2005:58.
Metode problem solving adalah metode pembelajaran yang merangsang siswa untuk berpikir
dan menggunakan wawasan,tanpa melihat kualitas pendapat yang disampaikan siswa, Yamin :2008:85
.Sehubungan dengan hal tersebut Djamarah dan Zain 2006:91 menyebutkan bahwa metode problem
solving bukan hanya sekedar metode mengajar ,tetapi merupakan sesuatu metode berpikir.
Annonimous2008 menyebutkan bahwa problem solving dapat mengembangkan sikap keingintahuan
dan imajinasi
siswa,karena kedua
hal tersebutmerupakan modal dasar untuk dapat bersikap
kritis,peka,kreatif,dan mandiri. Berdasarkan pendapat diatas dapat disimpulkan
bahwa metode problem solving dapat diartikan sebagai metode mengajar yang banyak menimbulkan
aktivitas belajar karena siswa dihadapkan dengan masalah ,merumuskan dan menguji kebenaran dari
hipotesis sampai pada menarik kesimpulan sebagai jawaban dari masalah
Guru sains lebih banyak mengembangkan kegiatan pembelajaran dengan memberi tugas secara kelompok
dalam eksperimen yang membuat siswa aktif mengerjakan Wenno : 2010. Kenyataannya
kebanyakan siswa dengan mudah menerima pengetahuan,
tetapi sukar
mengaplikasikan pengetahuan secara fleksibel dalam memecahkan
masalah. Hal tersebut menjadi kesulitan dalam problem solving, sehingga perlu model yang efektif
dan efisien Swistoro : 2012
Menurut Sutarto dan Indrawati 2013 ,Model pembelajaran adalah kerangka konseptual yang
melukiskan prosedur yang sistematis dalam
mengorganisasikan pengalaman
belajar untuk
mencapai tujuan belajar tertentu, dan berfungsi sebagai pedoman bagi para perancang pembelajaran
dan para pengajar dalam merencanakan dan melaksanakan aktivitas belajar mengajar
Setiap model belajar mengajar selain ada tujuan dan asumsi juga harus memiliki lima unsur
karakteristik model, yaitu sintaksik, sistem sosial, prinsip reaksi, sistem pendukung, dan dampak
instruksional dan pengiring Joyce, etal, 2004. Kelima unsur tersebut dijelaskan seperti berikut :
1. Sintakmatik adalah tahap-tahap kegiatan dari model.
2. Sistem sosial adalah situasi atau suasana dan norma yang berlaku dalam model itu.
3. Prinsip reaksi adalah pola kegiatan yang menggambarkan bagaimana seharusnya guru
melihat dan memperlakukan para siswa, termasuk cara guru memberikan respon terhadap siswa.
4. Sistem pendukung adalah segala sarana, bahan dan alat yang diperlukan untuk melaksanakan model
tersebut. 5. Dampak instruksional adalah hasil belajar yang
dicapai langsung dengan cara mengarahkan para siswa pada tujuan yang diharapkan.
6. Dampak pengiring adalah hasil belajar lainnya yang dihasilkan oleh suatu proses belajar
mengajar, sebagai akibat terciptanya suasana belajar yang dialami langsung oleh para siswa
tanpa pengarahan langsung dari guru.
Menurut Suyanto 2013 menyebutkan bahwa model harus bersifat rasional teoritis;
berorientasi pada tujuan pembelajaran; berpijak pada cara khusus agar sukses dilaksankan; berpijak pada
lingkungan yang kondusif agar tujuan belajar dapat tercapai. Untuk itu harus diketahui terlebih dahulu
bagaimana kondisi pembelajaran baik dari sisi guru agar dapat dikembangkan suatu model pembelajaran
baru yang lebih flesibel dan dapat menfasilitasi peran guru untuk mencapai tujuan pembelajaran secara aktif
bersama-sama.
Dalam rangka mencapai kegiatan pembelajaran yang lebih bermakna maka guru dapat menggunakan
model pembelajaran. Dalam hal ini di tawarkan pengembangan model pembelajaran PDE Planing,
Doing, Evaluating.
Berdasarkan latar belakang di atas maka perlu diketahui profil sejauh mana gambaran penguasaan
guru IPA SMP di Jember tentang pembelajaran Problem Solving sebagai dasar pengembangan model
PDE Planing, Doing, Evaluating. METODE PENELITIAN
Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini yaitu metode penelitian survai yang
bersifat deskriptif yaitu penelitian yang mengambil sampel sari satu populasi dan menggunakan kuesioner
sebagai alat pengumpulan data pokok berupa fakta, dimana penelitian ini dimaksudkan untuk pengukuran
ISBN 978-602-72071-1-0 terhadap suatu fenomena tertentu Singarimbun dan
Effendi, 1991:3. Kuesioner ini merupakan suatu instrumen yang
berisi sejumlah pertanyaan atau pernyataan sedangkan responden diminta untuk menjawab atau memberikan
pendapatnya terhadap pernyataan yang diajukan Haryati, 2009:14-15. Penelitian ini dilakukan pada
bulan Oktober-November 2015, dengan responden yaitu 20 guru IPA dari10 SMP Negeri di Jember yaitu
SMPN 1 Jember, SMPN 1 Umbulsari, SMPN 2 Umbulsari, SMPN 1 Gumkmas, SMPN 2 Gumukmas,
SMPN 1 Kencong, SMPN 1 Wuluhan, SMPN 1 Balung, SMPN 2 Bangsalsari, MTSN 1 Arjasa. Data
hasil penelitian akan dianalisis secara deskriptif kuantitatif dengan bantuan Excel for Windows.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Pembelajaran Problem Solving merupakan pembelajaran yang memberikan masalah kepada siswa
tentang materi pelajaran tertentu, misalnya konsep Rangkaian listrik. Pada tahapan ini siswa secara
individual diharuskan membaca dan memahami tentang Rangkaian listrik. Kemudian dilanjutkan
pemecahan masalah dengan melakukan eksperimen serta evaluasi.
Ketika kegiatan pembelajaran berlangsung beberapa siswa diminta membacakan hasil masing-
masing di depan kelas, kemudian siswa yang lainnya memberikan masukan atau mengajukan pertanyaan.
Pertanyaan dan jawabannya dari masing-masing pelajar selanjutnya dikumpulkan untuk kepentingan
assessment
yang akan mendasari evaluasi, di samping assessment
yang lain Corebima, 2009. Sebagai gambaran profil penguasaan guru IPA
SMP di Jember mengenai pembelajaran Problem Solving dapat dilihat pada tabel di bawah ini.
Tabel 1
. Profil Penguasaan Guru IPA tentang Pembelajaran Problem Solving
N o
Variabel Jawaban
1 Mendengar atau mengenal pembelajaran
Problem Solving
Iya 70
Tidak 30
2 Pengertian pembelajaran
Problem Solving Benar
15 Belum
85 3 Mengenal langkah-langkah
pembelajaran Problem
Solving Benar
20 Belum
80 4 Pernah
menggunakan pembelajaran
Problem Solving
Iya 30
Tidak 70
5 Mengetahui kelebihan
pembelajaran Problem
Solving Iya
30 Tidak
Tidak Tahu
70 6 Mengetahui
kekurangan pembelajaran
Problem Solving
Iya 20
Tidak Tidak
Tahu 80
Profil penguasaan guru IPA SMP tentang pembelajaran Problem Solving Tabel 1
menunjukkan bahwa guru mendengar atau mengenal pembelajaran Problem Solving 70, memahami
pengertian pembelajaran Problem Solving 15, mengenal langkah-langkah pembelajaran Problem
Solving 20, pernah menggunakan pembelajaran Problem Solving 30, mengetahui kelebihan
pembelajaran Problem Solving 30, mengetahui kekurangan pembelajaran Problem Solving 20.
Gambaran profil penguasaan guru IPA SMP di Jember mengenai pembelajaran Problem Solving
dapat dilihat pada gambar 1 di bawah ini.
Gambar 1. Grafik Profil Penguasaan Guru IPA SMP tentang Pembelajaran Problem Solving
Keterangan : Var 1: Mendengar atau mengenal pembelajaran
Problem Solving Var 2: Pengertian pembelajaran Problem Solving
Var 3: Mengenal langkah pembelajaran Problem Solving
Var 4: Pernah menggunakan pembelajaran Problem Solving
Var 5: Mengetahui kelebihan pembelajaran Problem Solving
Var 6: Mengetahui kekurangan pembelajaran Problem Solving
Berdasarkan gambar 1 dapat terlihat bahwa 14 guru yang pernah mendengar atau
mengenal
strategi pembelajaran Problem Solving sedangkan 6 guru lainnya tidak pernah mengenal pembelajaran
Problem Solving. Guru yang mampu menjelaskan pengertian pembelajaran Problem Solving dengan
benar hanya 3 guru saja. Berdasarkan hasil pengisian kuesioner, guru menyatakan bahwa pembelajaran
Problem Solving merupakan suatu pembelajaran dasar yang mampu membantu siswa dalam memahami suatu
bahasan atau bab tertentu yang dalam pelaksanaannya terdiri atas tahap memberi masalah, eksperimen,
Kesimpulan. Sedangkan jumlah guru yang mengenal langkah-langkah dalam pembelajaran Problem
Solving hanya 4 orang guru.
5 10
15 20
25
Var 1
Var 2
Var 3
Var 4
Var 5
Var 6
Ju m
lah G
u ru
Variabel Penguasaan Pembelajaran Problem Solving
IyaBenar TidakBelum
Tidak tahu
Jumlah guru yang pernah menggunakan
pembelajaran Problem Solving sebanyak 6 orang. Berdasarkan hasil pengisian kuesioner, terdapat
responden yang
menyatakan bahwa
sering menggunakan pembelajaran Problem Solving ini
terutama pada bab yang baru atau untuk tugas di rumah.
Guru yang
mengetahui kelebihan
pembelajaran Problem Solving sebanyak 6 orang. Berdasarkan hasil pengisian kuesioner, terdapat
responden yang menyatakan bahwa kelebihan Problem Solving yaitu siswa mampu mencari dan
menemukan konsep sendiri dari hasil study literatur dan pengamatan.
Kelebihan pembelajaran Problem Solving yang lain yaitu siswa mampu membuka wawasan siswa
tentang permasalahan, meningkatkan pola pikir siswa untuk menyelesaikan materi pembelajaran, hal ini
dapat memperkuat kognitif peserta didik serta dapat memberdayakan kemampuan berpikir secara sengaja.
Artinya pembelajaran yang dilakukan tidak hanya menekankan penguasaan materi, tetapi juga
memberdayakan kemampuan metakognitif.
Pembelajaran Problem Solving juga mampu meningkatkan motivasi belajar siswa sehingga
interaksi siswa dan aktivitas belajar siswa juga semakin meningkat. Pembelajaran Problem Solving
juga menjadikan siswa untuk menjadi pebelajar yang mandiri, karena siswa berlatih untuk berkomunikasi
melalui eksperimen, diskusi, memberikan komentar kepada teman yang lain, dan memberikan pendapat
Rahmawati, 2014.
Pembelajaran Problem Solving ini mampu menjadikan siswa sebagai pebelajar mandiri self-
regulated learning , maka hal ini akan meningkatkan
motivasi, kognisi dan partisipasi siswa untuk belajar dengan gaya mereka sendiri. Pebelajar yang sukses
merupakan pebelajar yang bertanggung jawab atas hasil, usaha dan proses belajarnya sendiri dalam
konteks yang berbeda-beda Huda, 2011:357.
Guru yang mengetahui kekurangan pembelajaran
Problem Solving sebanyak 4 orang. Berdasarkan hasil pengisian kuesioner, terdapat responden yang
menyatakan bahwa
kekurangan pembelajaran
Problem Solving yaitu siswa pasif sulit menerima. Selain itu pembelajaran Problem Solving memiliki
kekurangan yaitu sering terjadi miskonsepsi, karena pada saat membaca suatu materi pelajaran bisa jadi
setiap anak memiliki cara pandang atau pemahan yang berbeda mengenai materi tersebut. Sehingga pada saat
saat pembelajaran guru harus membimbing siswa untuk mengklarifikasi pemahaman siswa terhadap
suatu materi tersebut.
Kekurangan pembelajaran Problem Solving yang lain yaitu selama pembelajaran menggunakan Problem
Solving siswa hanya dipaksa untuk mempersiapkan diri
secara individu
sebelum pembelajaran
berlangsung sehingga
keterampilan sosial,
kemampuan siswa berkerja sama dalam kelompok siswa menjadi rendah Bahtiar, 2011. Pembelajaran
Problem Solving ini termasuk pembelajaran yang berlandaskan teori pembelajaran kosntruktivistik.
Menurut teori ini pengetahuan diperoleh melalui konstruksi melalui suatu proses ekuilibrasi antara
skema pengetahuan dan pengalaman baru Dahar, 2011:152.
Dari profil guru IPA Profil Penguasaan Guru IPA SMP tentang Pembelajaran Problem Solving, maka
perlu dikembangkan model pembelajaran baru untuk mencapai tujuan pembelajaran yang efektif dan
efisien. Dalam hal ini di tawarkan model pengembangan pembelajaran PDE Planing, Doing,
Evaluating.
Model Pembelajaran PDE Plan, Doing,
Evaluation
adalah model pembelajaran yang memiliki 5 unsur karakteristik :
a.Sintakmatik: tahap-tahap pembelajaran untuk pelaksanaan KBM telah terwujud 3 tahap, yaitu 1
Plan 2 Doing dan 3 Evaluation. Pada tahap Plan siswa diberi tugas untuk merangkum dan memahami
materi pelajaran tertentu secara individual. Pada tahap Doing
siswa melakukan eksperimen dan diskusi. Pada tahap Evaluation siswa siswa dapat membuat
kesimpulan dari hasil diskusi dan tanya jawab. Pada tahap Plan digunakan metode resitasi, yaitu
siswa diberi tugas untuk merangkum materi pelajaran tertentu secara kelompok. Kegiatan merangkum pada
tahap ini berupa yaitu berupa kegiatan menugaskan siswa untuk membaca dan meringkas literatur yang
berkaitan dengan materi yang sedang dipelajari Sumamprouw, 2012. Pada hakikatnya membaca
adalah proses memahami makna yang terkandung dalam bahan bacaan. Memahami bacaan berarti bisa
menangkap isi dari bacaan tersebut. Kegiatan membaca bukan hanya melafalkan tulisan, namun juga
memahami isi dari bacaan tersebut serta melibatkan aktivitas lainnya seperti aktivitas visual, berpikir,
psikolinguistik dan metakognitif Amna et al., 2013.
Membaca merupakan kegiatan seseorang dalam membangun representasi yang koheren dari suatu
bacaan O’Reilly dan McNamara, 2007. Aktivitas membaca dilakukan dalam rangka untuk mendapatkan
makna dari apa yang tertulis dalam teks Farboy, 2009. Melalui kegiatan membaca mampu membantu
pembaca untuk membangun keterpaduan antara pemahaman isi teks dengan pengetahuan awal yang
dimiliki oleh pembaca Ozuru, 2009. Tujuan membaca adalah untuk mencari informasi yang
terdapat dalam teks, baik informasi yang tersurat fakta maupun yang tersirat inferensi Nurhayati,
2005.
Pada tahap kedua Doing digunakan metode eksperimen dan metode diskusi, yaitu kegiatan yang
dilakukan siswa berupa mengumpulkan data berinteraksi dan saling bertukar pendapat atau saling
mempertahankan pendapat dalam pemecahan masalah sehingga didapatkan kesepakatan diantara
mereka. Kegiatan membuat pertanyaan merupakan salah
satu bagian
penting pembelajaran
konstruktivisme. Selain siswa dibimbing untuk mencoba menjawab pertanyaan-pertanyaan atau
memecahkan suatu masalah, mereka juga diharapkan termotivasi untuk dapat menciptakan pertanyaan
Suprapto et al., 2013. Pertanyaan yang disusun oleh siswa sebaiknya pertanyaan yang bersifat analisis dan
mampu mendorong perkembangan kognitif siswa Ermasari et al., 2014. Aktivitas membuat pertanyaan
ISBN 978-602-72071-1-0 ini berfungsi untuk meningkatkan kemampuan
berpikir siswa dan memberdayakan metakognitif siswa.
Selama kegiatan membuat pertanyaan, siswa secara aktif melakukan pemantauan dan evaluasi
mengenai aspek yang tidak dapat dipahami setelah membaca dan meringkas Candra, et al., 2011 dan
Sugiyanto, 2009. Melalui kegiatan membuat pertanyaan ini diharapkan dapat membantu siswa yang
kesulitan dalam menyampaikan gagasan, pikiran, dan pertanyaan Mayasari, 2014.
Tahap terakhir Evaluation siswa dapat membuat kesimpulan
dari hasil
diskusi dan
tanya jawab.beberapa siswa membacakan hasil eksperimen
yang dipadukan dengan hasil bacaan di depan kelas sehingga peserta yang lain dapat memberikan
masukan terkait dengan hasil yang diperoleh.
Pada tahapan ini siswa akan melatih keterampilan berbicara siswa. Siswa akan mampu
mengekspresikan pikiran dan perasaannya Weda et al
., 2014. Tahap ini juga menuntut siswa untuk mampu
mengungkapkan pendapatnya
secara bertanggung jawab, serta mampu mempertahankan
pendapat yang telah disampaikannnya Widya dan Nur, 2012. Tahap ini juga mampu meningkatkan
kemampuan komunikasi siswa.
Percaya diri merupakan sesuatu yang membuat manusia menjadi memahami akan kondisi dirinya
karena adanya kekuatan di dalam jiwa individu Fisher, 1992. Rasa percaya diri ini akan menciptakan
suasana yang lebih nyaman baik bagi diri sendiri maupun bagi orang lain yang berada di sekitar serta
dengan percaya diri ini akan membantu seseoarng untuk menghadapi masalah yang ada.
Menurut Hakim 2002, seseorang yang memiliki rasa percaya diri memiliki ciri-ciri
diantaranya adalah mempunyai sikap yang tenang dalam mengerjakan tugas-tugas sekolah, mempunyai
potensi yang memadai, mampu menetralisir ketegangan yang muncul diberbagai situasi, mampu
menyesuaikan diri dan berkomunikasi, memiliki kondisi mental dan fisik yang menunjang
penampilannya,
memiliki kecerdasan
yang menunjang, memiliki keterampilan yang menunjang
dan mampu bersosialisasi dengan lingkungan sekitar, selalu bereaksi positif dalam menghadapi masalah,
memiliki pendidikan formal yang cukup, dan memiliki latar belakang keluarga yang baik.