Hubungan kemampuan memahami konservasi
ISBN: 978-602-72071-1-0 konsep zat dan wujudnya peserta didik kelas VII MTs
Negeri 1 kota Bima Nusa Tenggara Barat. Menurut teori perkembangan kognitif Piaget, pada taraf
operasional konkret 7-11 tahun sudah seharusnya anak memiliki kemampuan memahami konservasi
bentuk yaitu konservasi panjang dimiliki anak pada usia 7 atau 8 tahun, konservasi berat pada usia 9 atau 10
tahun, dan konservasi volume biasanya dimiliki anak pada usia 11 tahun ke atas. Peserta didik kelas VII rata-
rata berusia 13 tahun tentunya sudah memasuki tahap operasional konkret dimana pada usia itu peserta didik
sudah memahami konservasi panjang, berat, dan volume. Bagi peserta didik yang memahami konservasi
bentuk, mereka tidak akan mudah dikelabui oleh perubahan bentuk atau posisi suatu benda sebagai
contoh volume zat cair itu tetap, meskipun dimasuki benda padat yang mengakibatkan tinggi permukaan air
naik. Kemampuan konservasi bentuk mutlak diperlukan dalam pembelajaran fisika khususnya zat dan
wujudnya. Hal ini dikarenakan fisika banyak mengkaji alam yang melibatkaan sifat-sifat benda alam, baik itu
padat, gas, dan cair.
Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa jika kemampuan memahami konservasi bentuk peserta didik
tinggi maka semakin tinggi pula kemampuan memahami konsep zat dan wujudnya pada peserta
didik. Dan sebaliknya jika, kemampuan memahami konservasi bentuk peserta didik rendah maka semakin
rendah pula kemampuan memahami konsep zat dan wujudnya pada peserta didik.
2.
Hubungan kemampuan berpikir proporsional dengan kemampuan memahami konsep zat dan
wujudnya Hasil analisis data menunjukkan bahwa ada
hubungan yang positif dan signifikan antara kemampuan berpikir proporsional dengan kemampuan
memahami konsep zat dan wujudnya siswa kelas VII MTs Negeri Bima NTB. Hal ini dapat diketahui dari
nilai r
2y-134
= 0,309 ; t
hitung
= 4,312 dan t
tabel
pada taraf signifikansi 5 = 1,973. Jadi t
hitung
t
tabel
. Salah satu faktor yang mempengaruhi hasil belajar
siswa adalah kemampuan berpikir proporsional. Kemampuan
berpikir proporsional
termasuk kemampuan pada tahap operasional formal. Vandenplas
2008: 69 mengemukakan bahwa selama operasional formal individu mulai menggunakan penalaran abstrak,
yaitu penalaran proporsional, kemampuan untuk mengidentifikasi dan mengontrol variabel, penalaran
probabilistik, penalaran korelasional, dan penalaran kombinatorial.
Seseorang yang berpikir operasional formal ketika menghadapi suatu masalah maka ia akan memikirkan
terlebih dahulu teoritasnya. Mereka akan menganalisis masalah dengan hipotesis yang mereka buat sendiri.
Analisis dilakukan dengan cara verbal , kemudian memberikan suatu pendapat tertentu yang disebut
dengan proporsi. Setelah itu mengaitkan proporsi- proporsi tersebut, dengan cara berpikir ini tahap
operasional formal disebut sebagai cara berpikir proporsional.
Pembelajaran yang kini mengimplementasikan berpikir logispenalaran, membuat kemampuan proporsi
sangat diperlukan dalam menyelesaikan masalah. Siswa yang memiliki penalaran logis dapat menyelesaikan
permasalahan yang dihadapi dalam pembelajaran. Salah satu indikator siswa tersebut dapat menyelesaikan
masalah dalam pembelajaran dapat dilihat dari kemampuan memahami konsep zat dan wujudnya.
Kemampuan proporsi yang dimiliki oleh siswa sangat penting terhadap pemahaman konsep zat dan wujudnya,
karena dalam memecahkan masalah peserta didik perlu berpikir logis. Materi yang berkaitan dengan kehidupan
membuat
peserta didik
perlu menggunakan
kemampuannya dalam mengenali ciri-ciri yang sejenis, membedakan, dan membandingkan ciri yang baik
dalam struktur bilangan. Penelitian yang dilakukan oleh Pratiwi 2011
diketahui bahwa terdapat hubungan antara kemampuan berfikir proporsional dengan pemahaman konsep gerak
dan gaya, ditunjukkan dengan t hitung 2,390 lebih besar dari r tabel 1,66 2,390 1,66 pada taraf signifikansi
5.
Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa jika kemampuan berpikir proporsional peserta didik
semakin tinggi maka semakin tinggi pula kemampuan memahami konsep zat dan wujudnya pada peserta
didik. Dan sebaliknya jika, kemampuan berpikir proporsional peserta didik rendah maka semakin rendah
pula kemampuan memahami konsep zat dan wujudnya pada peserta didik.
3.
Hubungan kemampuan berpikir korelasional dengan kemampuan memahami konsep zat dan
wujudnya Hasil analisis data menunjukkan bahwa ada
hubungan yang positif dan signifikan antara kemampuan berpikir korelasional dengan kemampuan
memahami konsep zat dan wujudnya siswa kelas VII MTs Negeri Bima NTB. Hal ini dapat diketahui dari
nilai r
3y-124
= 0.305 ; t
hitung
= 4,244 dan t
tabel
pada taraf signifikansi 5 = 1,973. Jadi t
hitung
t
tabel
. Hasil ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan Fitriarsi
2001. Pada penelitian yang dilakukan Fitriarsi dengan judul “ Hubungan antara kemampuan numerik dan
kemampuan berpikir korelasional terhadap pemahaman konsep gerak dan gaya. Hasil penelitian menunjukkan
bahwa terdapat hubungan yang positif dan signifikan dengan prestasi belajar, yang ditunjukkan dengan r
hitung
0,417 lebih besar dari r tabel 0,148 0,417 0,148 pada taraf signifikansi 5
. Kemampuan
berpikir korelasional
termasuk kemampuan pada tahap operasional formal. Vandenplas
2008: 69 mengemukakan bahwa selama operasional formal individu mulai menggunakan penalaran abstrak,
yaitu penalaran proporsional, kemampuan untuk mengidentifikasi dan mengontrol variabel, penalaran
probabilistik, penalaran korelasional, dan penalaran kombinatorial. Dahar 2011: 141 menjelaskan bahwa
kemampuan berpikir korelasional ditunjukkan oleh kemampuan dalam menyusun analogi-analogi dan
melakukan kombinasi-kombinasi yang logis terhadap pemecahan masalahnya. Kemampuan melihat antar
konsep ini juga menunjang terjadinya proses elaborasi, yaitu
proses penambahan
pengetahuan yang
berhubungan pada informasi yang sedang dipelajari dan
ISBN: 978-602-72071-1-0 juga membantu pengingatan informasi. Dengan adanya
kemampuan berpikir korelasional, peserta didik dapat melihat adanya keterkaitan konsep-konsep yang ada
pada fisika, sehingga dapat menghadapi konsep baru. Dalam fisika, konsep-konsep yang ada merupakan
konsep-konsep yang dibangun dari konsep-kaonsep lain. Untuk mempelajari fisika, peserta didik
membangun konsep-konsep baru yang dihubungkan dengan konsep-konsep yang sudah relevan yang sudah
ada dalam struktur kognitif mereka. Jika sudah terdapat kesesuaian struktur kognitif dengan konsep yang
dipelajari, maka peserta didik akan mudah dalam memahami konsep fisika dengan baik.
Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa jika kemampuan berpikir korelasional peserta didik tinggi
maka semakin tinggi pula kemampuan memahami konsep zat dan wujudnya pada peserta didik. Dan
sebaliknya jika, kemampuan berpikir korelasional peserta didik rendah maka semakin rendah pula
kemampuan memahami konsep zat dan wujudnya pada peserta didik.
4.
Hubungan motivasi
berprestasi dengan
kemampuan memahami
konsep zat
dan wujudnya
Hasil analisis data menunjukkan bahwa ada hubungan yang positif dan signifikan antara
kemampuan motivasi berprestasi dengan kemampuan memahami konsep zat dan wujudnya siswa kelas VII
MTs Negeri Bima NTB. Hal ini dapat diketahui dari nilai r
2y-134
= 0,224 ; t
hitung
= 3,052 dan t
tabel
pada taraf signifikansi 5 = 1,973. Jadi t
hitung
t
tabel
. Hasil penelitia ini sependapat dengan beberapa ahli
yang yang menyatakan bahwa kegiatan untuk mencapai suatu tujuan harus berdasarkan pada motivasi tertentu.
Demikian juga dalam kegiatan belajar. Menurut Atikson yang d
ikutip oleh Djiwandono 2002: 354” Motivasi yang paling penting adalah motivasi
berprestasi, dimana seseorang cenderung berjuang mencapai sukses atau memilih suatu kegiatan yang
berorientasi untuk tujuan sukses.
Motivasi yang mendasari tingkah laku siswa dapat berbeda-beda yang diwujudkan dalam prestasi belajar.
Menurut Prayitno 1989: 67” kebutuhan untuk berprestasi dapat menjadi suatu faktor yang memotivasi
dalam belajar. Motivasi berprestas adalah dorongan untuk berhasil atau sukses dalam belajar. “menurut
Sukmadinata 2003: 70 “ motivasi berprestasi adalah motivasi untuk berkompetisi baik dengan dirinya
ataupun dengan orang lain dalam mencapai prestasi yang tertinggi. Berdasarkan beberapa teori di atas dapat
diketahui bahwa motivasi berprestasi adalah suatu dorongan yang ada dalam diri seseorang untuk
melakukan aktivitas-aktivitas tertentu demi tercapainya suatu tujuan.
Hal ini sejalan dengan penelitian Qalsum 2015 yang meneliti hubungan antara
konsep diri dan motivasi berprestasi dengan hasil belajar fisika
yang menyatakan bahwa ada hubungan yang positif dan signifikan antara
motivasi berprestasi dengan hasil belajar fisika
. Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa jika
motivasi berprestasi siswa tinggi maka semakin tinggi pula kemampuan memahami konsep zat dan wujudnya
pada siswa. Dan sebaliknya jika, motivasi berprestasi siswa rendah maka semakin rendah pula kemampuan
memahami konsep zat dan wujudnya pada siswa. 5.
Hubungan antara
kemampuan memahami
konservasi bentuk,
kemampuan berpikir
proporsional, korelasional,
dan motivasi
berprestasi dengan kemampuan memahami konsep zat dan wujudnya
Hasil analisis data menunjukkan bahwa ada hubungan yang positif dan signifikan antara
kemampuan memahami konservasi bentuk, kemampuan berpikir proporsional, korelasional, dan motivasi
berprestasi dengan pemahaman konsep zat dan wujudnya siswa kelas VII MTs Negeri Bima NTB. Hal
ini dapat diketahui dari nilai F
hiting
= 155,092 dan F
tabel
pada db = 4, lawan db = 180 untuk taraf signifikansi 5 sebesar 2, 42. Jadi F
hiting
F
tabel
. Ini berarti kemampuan memahami konservasi bentuk, kemampuan berpikir
proporsional, korelasional, dan motivasi berprestasi dapat digunakan untuk melakukan prediksi terhadap
pemahaman konsep zat dan wujudnya dengan menggunakan persamaan regresi Y= -3,408 + 0,583 X
1
+ 0,312 X
2
+ 0,261 X
3
+ 0, 041 X
4
. Apabila besarmya kemampuan mmemahami konservasi bentuk X
1
, kemampuan berpikir proporsional X
2
, korelasional X
3
, dan motivasi berprestasi X
4
dari salah satu siswa diketahui maka kita dapat memprediksikan kemampuan
memahami kondep zat dan wujudnya Y pada siswa tersebut.