Instrumen Penelitian Teknik Analisis Data Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini

ISBN 978-602-72071-1-0 mapping dapat meningkatkan kreativitas siswa pada materi kingdom animalia ? 3. Bagaimanakah respon siswa terhadap kolaborasi praktikum dan metode mind maping dengan penerapan pembelajaran contextual teaching and learning pada materi kingdom animalia ? Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan pengaruh kolaborasi praktikum dan metode mind maping dengan penerapan strategi pembelajaran contextual teaching and learning terhadap peningkatan hasil belajar dan kreativitas siswa pada materi kingdom animalia METODE PENELITIAN A. Tempat, Waktu dan Subyek Penelitian 1. Tempat penelitian Penelitian ini bertempat di SMAN Negeri 1 Sidayu dengan alamat Jl. Pahlawan no.6 Sidayu tahun pelajaran 2014-2015. 2. Waktu Penelitian Penelitian ini mulai dirancang pada bulan Januari 2015 dan waktu pelaksanaannya dilakukan pada bulan Februari - April semester genap tahun ajaran 2014-2015. 3. Subyek penelitian Subyek penelitian adalah siswa Kelas X-MIA 3 SMA Negeri 1 Sidayu tahun pelajaran 2014-2015 pada kompetensi dasar Kingdom animalia. Jumlah siswa di kelas adalah 36 orang yang terdiri dari 16 siswa laki- laki dan 20 Perempuan. Di pilih kelas X-MIA 3 karena pada kelas ini banyaknya siswa yang terlibat organisasi siswa intra sekolah OSIS sehingga mereka harus pandai membagi waktu belajar dengan organisasi dan kadang kala mereka harus meninggalkan kelas untuk kegiatan di luar kelas. Kelas X-MIA 3 termasuk kelas yang murid- muridnya tergolong ramai dan banyak bicara serta aktif. B. Rancangan Penelitian Penelitian ini merupakan Penelitian Tindakan Kelas Classroom Action Research dengan pendekatan kualitatif. Di sini guru sebagai pelaksana tindakan sekaligus sebagai pengamat tindakan penelitian. Penelitian ini berlangsung dua siklus. Setiap siklus meliputi planning rencana, action tindakan, observation pengamatan, dan reflection refleksi. Langkah pada siklus berikutnya adalah perencanaan yang sudah direvisi, tindakan, pengamatan, dan refleksi. Tindakan ini diterapkan kepada siswa X- MIA 3 SMAN 1 Sidayu Tahun pelajaran 2014-2015 semester genap.

C. Instrumen Penelitian

Ada 3 macam instrumen penelitian yang digunakan dalam penelitian ini yaitu: 1. Lembar Observasi Kreativitas Siswa Lembar observasi kegiatan siswa digunakan untuk mengamati kreativitas siswa selama proses pembelajaran. 2. Angket Respon Siswa Terhadap metode pembelajaran Lembar angket respon siswa terhadap metode pembelajaran untuk mengetahui respon siswa terhadap proses pembelajaran . 3. Lembar Tes Soal-Soal Soal tes digunakan sebagai alat ukur untuk mengetahui penguasaan atau pemahaman siswa tentang materi yang diajarkan dengan menerapkan kolaborasi praktikum dan mind maping dengan penerapan pembelajaran kontekstual CTL. D. Teknik Pengambilan Data Teknik pengambilan dan pengumpulan data dilakukan sebagai berikut. 1. Hasil belajar atau penguasaan materi kingdom animalia diperoleh dari hasil tes disetiap akhir siklus. 2. Kreativitas siswa yang diperoleh melalui hasil observasi pada saat proses pembelajaran atau pengamatan hasil mind maping kelompok. 3. Angket respon digunakan untuk mengumpulkan persepsi siswa terhadap kolaborasi praktikum dan metode mind maping dengan menerapkan pembelajaran kontekstual teaching and learning.

E. Teknik Analisis Data Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini

adalah analisis deskriptif komparatif atau persentase . 1. Hasil belajar atau penguasaan materi diperoleh dari hasil tes formatif. Skor maksimal 100. a. Untuk nilai rata-rata tes formatif Peneliti melakukan penjumlahan nilai yang diperoleh siswa, yang selanjutnya dibagi dengan jumlah siswa yang ada di kelas tersebut. Dengan rumus:    N X X Dengan : X = Nilai rata-rata Σ X = Jumlah semua nilai siswa Σ N = Jumlah siswa Untuk ketuntasan belajar ada dua kategori ketuntasan belajar yaitu secara perorangan dan secara klasikal. Siswa disebut tuntas belajar bila telah mencapai skor 75 atau 3, dan kelas disebut tuntas belajar di kelas tersebut terdapat 85 yang telah mencapai daya serap. Untuk menghitung persentase ketuntasan belajar digunakan rumus sebagai berikut: P = x 100 ISBN 978-602-72071-1-0 Untuk menganalisis kreativitas siswa berdasarkan taraf keberhasilan tindakan yaitu dari frekuensi kemunculan deskriptor pada lembar observasi, setelah itu dihitung dengan rumus persentase keberhasilan tindakan, kemudian disesuaikan dengan taraf keberhasilan tindakan, bila persentase keberhasilan 83-100 maka kategorinya sangat baik. Tabel 1. Taraf Keberhasilan Tindakan Persentase keberhasilan Taraf Keberhasilan 83- 100 72 – 82 61 -71 50 -60 0 -49 Sangat baik Baik Cukup Kurang Sangat Kurang Sumber Riduwan 2009 2. Respon siswa dianalisis dengan persentase, jika siswa me njawab ya setuju ≥ 60 , maka dianggap seluruh siswa setuju atau mempunyai respon yang positif terhadap pembelajaran tersebut. Respon siswa dianalisis dengan menggunakan rumus: P = F N x 100 Keterangan: P = Persentase jawaban responden F = Jumlah jawaban responden N = Jumlah responden HASIL DAN PEMBAHASAN SIKLUS 1 Berdasarkan hasil penelitian pada siklus I didapatkan data sebagai berikut. 1. Tahap pelakasanaan tindakan Pelaksanaan kegiatan belajar mengajar untuk siklus I dilaksanakan pada tanggal 13- 27 Februari 2015 di kelas X-MIA 3 dengan jumlah siswa 36 siswa. Dalam hal ini peneliti bertindak sebagai guru sekaligus sebagai pengamat tindakan. Pengamatan observasi terhadap kreativitas siswa dalam pembuatan mind maping dilaksanakan bersamaan dengan pelaksanaan belajar mengajar. a. Hasil Belajar Siswa Pada akhir proses belajar mengajar siklus I tanggal 27 Maret siswa diberi tes formatif dengan tujuan untuk mengetahui tingkat keberhasilan siswa dalam proses belajar mengajar. Hasil tes siswa disajikan pada Tabel 1 Table 2. Nilai Tes siklus I No Abs en Nilai Ketera mpilan No. Abs en Nilai Keteranga n T T T T TT No Abs en Nilai Ketera mpilan No. Abs en Nilai Keteranga n T T T T TT 1 78 √ 20 77 √ 2 80 √ 21 80 √ 3 65 √ 22 85 √ 4 89 √ 23 75 √ 5 74 √ 24 78 √ 6 70 √ 25 85 √ 7 65 √ 26 76 √ 8 80 √ 27 82 √ 9 60 √ 28 85 √ 10 87 √ 29 62 √ 11 88 √ 30 85 √ 12 58 √ 31 80 √ 13 76 √ 32 78 √ 14 80 √ 33 76 √ 15 65 √ 34 84 √ 16 64 √ 35 78 √ 17 67 √ 36 79 √ 18 76 √ 19 51 √ Ju mla h 1373 Ju mla h 1345 Jumlah Skor 2718 Jumlah Skor Mask. Ideal 3600 Skor Tercapai 75.5 Keterangan: T : Tuntas TT : Tidak Tuntas Jumlah siswa yang tuntas : 25 Jumlah siswa yang belum tuntas : 11 Klasikal : Belum tuntas TabTabel 3. Rekapitulasi Hasil Tes Siswa pada Siklus I No Uraian Hasil Siklus I 1 2 3 4 Nilai rata-rata tes formatif Jumlah siswa yang tuntas belajar Jumlah siswa yang tidak tuntas Persentase ketuntasan belajar 75,5 25 11 69,44 ISBN 978-602-72071-1-0 Dari tabel diatas dapat dijelaskan bahwa kolaborasi praktikum dengan metode mind maping dengan penerapan pembelajaran contekstual teaching and learning diperoleh nilai rata-rata hasil belajar siswa adalah 75,5 dan ketuntasan belajar mencapai 69,44 atau ada 25 siswa dari 36 siswa sudah tuntas belajar. Hasil tersebut menunjukkan bahwa pada siklus pertama secara klasikal siswa belum tuntas belajar, karena siswa yang memperoleh nilai ≥ 75 hanya sebesar 72,22 lebih kecil dari persentase ketuntasan yang dikehendaki yaitu 85. b. Kreativitas siswa dalam pembuatan Mind maping Tabel 4. Rekapitulasi hasil Observasi Kreativitas siswa Kelompok Skor keberhasilan tindakan 1

28 70

2 29 72.5 3 30 75 4 29 72,5 5 30 75 6 30 75 7

28 70

8 33 82,5 9 30 75 Jumlah 267 667,5 Rata-rata 74,16 Pada siklus I kelompok yang mendapat skor terendah adalah kelompok 1 dan kelompok 2 dengan skor 28, sedangkan kelompok yang mendapatkan skor tertinggi adalah kelompok 8 dengan skor 33. Selama kegiatan praktikum dan presentasi laporan dalam bentuk mind maping kelompok 8 sangat antusias pada waktu pembedahan katak dan cicak, sedangkan pada waktu presentasi mind maping juga sangat bagus. Rerata kreativitas siswa dalam membuat mind maping pada siklus I sebesar 74,16 . 1. Temuan Penelitian setelah diberi tindakan I Siklus I  Pertemuan I 13- 27 Februari 2015  Berdasarkan hasil pembelajaran diperoleh. 1.1. Kekurangan a. Pada awal praktikum ada beberapa siswa terutama yang putri yang takutragu-ragu terhadap beberapa bahan amatan seperti kadal, cicak, katak sehingga praktikum kurang kondusif dan suasana kelas menjadi ramai. b. Siswa pada umumnya masih beradaptasi terhadap kelompok masing-masing, c. Siswa masih banyak yang mengalami kesulitan untuk membedah bahan amatan seperti cicak, katak, ikan d. Masih ada kelompok yang belum selesai pengamatan sesuai dengan waktu yang ditentukan, e. Pada saat mengerjakan Mind Maping kerjasama antar anggota masih relatif kurang, dan mind maping yang dihasilkan kurang menarik f. Pada saat presentasi hasil mind maping hanya beberapa siswa yang aktif bertanya, dan masih banyak siswa yang berbicara sendiri g. Waktu yang diperlukan lebih dari waktu yang ditentukan, h. Terkendala waktu karna pada tanggal 9- 19 Maret ada pelaksanaan UTS genap sehingga tes formatif untuk siklus 1 dilaksanakan setelah UTS yaitu tanggal 27 Maret 2015. h. Hasil tes menunjukkan 11 siswa yang belum tuntas, secara klasikal belum mencapai ketuntasan belajar. 1.2. Kelebihan a. Siswa sangat bersemangat untuk melakukan pembedahan terhadap bahan amatan terutama yang putra b. Siswa berlomba-lomba untuk secepat mungkin menyelesaikan tugas membuat laporan dalam bentuk mind maping  Refleksi Tindakan 1 Berdasarkan hasil temuan dari pembelajaran pada siklus I, maka dilakukan tindakan perbaikan pada siklus II sebagai berikut: a. Guru menciptakan kondisi pembelajaran yang menyenangkan dengan lebih mendekatkan diri pada siswa. b. Guru memotivasi dan membimbing siswa untuk dapat membedah bahan amatan dengan memberikan contoh membedah yang benar. c. Guru memberikan reward kepada kelompok yang menyelesaikan praktikum tepat waktu d. Guru memotivasi siswa dalam membuat laporan hasil praktikum dalam bentuk mind maping e. Guru mengingatkan kepada setiap siswa bahwa membuat mind maping harus dikerjakan secara kelompok dengan kerjasama yang baik. SIKLUS 2 1. Tahap pelaksanaan tindakan Pelaksanaan tindakan untuk siklus II dilaksanakan 31 Maret – 7 April 2015. Adapun proses belajar mengajar mengacu pada rencana pelajaran dengan memperhatikan revisi pada siklus I, sehingga kesalahan atau kekurangan pada siklus I tidak terulang pada siklus II. Pengamatan observasi dilaksanakan bersamaan dengan pelaksanaan belajar mengajar. a. Hasil belajar siswa Pada akhir proses belajar mengajar siklus II tanggal 17 April 2015 siswa diberi tes formatif yang kedua dengan ISBN 978-602-72071-1-0 tujuan untuk mengetahui tingkat keberhasilan siswa dalam proses belajar mengajar. Hasil tes siswa disajikan pada Tabel 5. Table 5. Nilai Tes siklus II N o. A bs en Ni lai Ketera mpilan No. Abs en Ni lai Keteranga n T TT T TT 1 86 √ 20 82 √ 2 88 √ 21 84 √ 3 82 √ 22 90 √ 4 92 √ 23 90 √ 5 92 √ 24 86 √ 6 78 √ 25 80 √ 7 78 √ 26 88 √ 8 10 √ 27 88 √ 9 86 √ 28 92 √ 10 94 √ 29 70 √ 11 92 √ 30 96 √ 12 88 √ 31 82 √ 13 92 √ 32 72 √ 14 88 √ 33 92 √ 15 88 √ 34 84 √ 16 78 √ 35 96 √ 17 78 √ 36 88 √ 18 78 √ 19 74 √ Ju ml ah 16 32 Ju mla h 14 60 Jumlah Skor 3092 Jumlah Skor Mask. Ideal 3600 Skor Tercapai 85,88 Keterangan: T : Tuntas TT : Tidak Tuntas Jumlah siswa yang tuntas : 33 Jumlah siswa yang belum tuntas : 3 Klasikal : Tuntas Tabel 6. Rekapitulasi Hasil Tes Siswa pada Siklus II No Uraian Hasil Siklus II 1 2 3 Nilai rata-rata tes formatif Jumlah siswa yang tuntas belajar Jumlah siswa yang 85,88 33 3 4 belum tuntas Persentase ketuntasan belajar 91,66 Berdasarkan tabel di atas diperoleh nilai rata-rata tes formatif sebesar 86,72 dan dari 36 siswa yang telah tuntas sebanyak 33 siswa dan 3 siswa yang belum mencapai ketuntasan belajar dan ketuntasan belajar mencapai 91,66 . Maka secara klasikal telah mencapai ketuntasan belajar karena lebih dari 85 . Hasil dari siklus II ini mengalami peningkatan yang sangat tinggi dari siklus I. Adanya peningkatan ini disebabkan guru berusaha menciptakan kondisi kelas yang kondusif dan menyenangkan, guru mengarahkan dan memotivasi siswa dalam proses pembedahan pada waktu praktikum dan juga pada waktu pembuatan laporan praktikum dalam bentuk mind maping, guru mengarahkan siswa supaya dalam membuat mind maping yang menarik dengan menggunakan pencil warna- warni dan menyertakan gambar yang menarik, guru mengarahkan dan membimbing siswa pada waktu presentasi mind maping , guru memberikan reward kepada kelompok yang aktif dalam presentasi dan yang hasil mind mapingnya menarik dan mudah di pahami siswa, guru lebih memberikan kesempatan kepada setiap siswa untuk mengemukakan pendapatnya pada waktu presentasi mind maping b.Kreativitas siswa dalam pembuatan Mind maping Tabel 7. Rekapitulasi Hasil Observasi Kreativitas Siswa Kelompok Skor keberhasilan Tindakan 1 30 75 2 32 80 3 32 80 4 36 90 5 31 77,5 6 35 87,5 7 33 82,5 8 38 95 9 32 80 Jumlah 299 747,5 Rata-rata 83,05 Pada siklus II secara keseluruhan semua kelompok skor kreativitas dalam membuat mind maping mengalami peningkatan. Pada kelompok 1 mendapat skor 30 kemudian kelompok 7 mendapat skor 33, sedangkan kelompok 8 mendapat skor 38. Pada siklus II ini kelompok 8 masih tetap antusias dan kerjasama kelompok sangat bagus serta hasil mind maping juga semakin menarik dengan menyertakan gambar. Rerata ISBN 978-602-72071-1-0 kreatifitas siswa dalam membuat laporan bentuk mind maping meningkat menjadi 83,05. Berikut ini perbandingan keberhasilan tindakan pada siklus I dan siklus II. Tabel 8. Taraf Keberhasilan Tindakan Ditinjau dari kreativitas Siswa dalam membuat mind maping Siklus ke Tanggal Presentase Keberhasilan Nilai dengan Huruf Taraf Keberh asilan I 13- 27 Februari 74,16 B Baik II 31 maret- 7 April 83,05 A Sangat baik Presentase keberhasilan tindakan ditinjau dari kreativitas siswa dalam membuat laporan hasil praktikum dalam bentuk mind maping mengalami peningkatan dari 74,16 menjadi 83,05 Berikut ini perbandingan hasil tes formatif dan ketuntasan belajar setiap siklus. Tabel 9. Distribusi Hasil Tes Formatif dan Rerata Nilai Siklus I dan Siklus II Kategori nilai Persentase perolehan skor pada tes Siklus 1 Siklus 2 ≥ 75 25 69,44 33 91,66 ≤ 75 11 30,55 3 8,33 Jumlah 36 100 36 100 Rerata 75,5 85,88 ketuntasan 69,44 91,66 Ketuntasan Belum tuntas Tuntas Dari data diatas diketahui bahwa secara klasikal pada siklus II telah mencapai ketuntasan belajar biologi berarti kolaborasi praktikum dengan metode mind maping yang menerapkan contekstual teaching and learning dapat meningkatkan kreativitas siswa dan prestasi belajar biologi di SMA Negeri 1 Sidayu. 2. Temuan Penelitian pada siklus II Berdasarkan hasil penelitian setelah diberi tindakan kedua, maka diperoleh data sebagai berikut. 2.1. Kekurangan a. Siswa yang belum tuntas belajar sebanyak 3 siswa. b. Masih terkendala waktu karna pada tanggal 13-15 April 2015 ada pelaksanaan UNAS sehingga tes formatif baru bisa di laksanakan setelah pelaksanaan UNAS. 2.2. Kelebihan a. Kelas sangat kondusif dan menyenangkan, b. Siswa sangat antusias baik pada waktu praktikum maupun pada waktu presentasi laporan mind maping. c. Kerjasama antar anggota kelompok sangat kuat sehingga kelompok dapat menyelesaikan praktikum dan laporan mind maping tepat waktu, d. Pada saat presentasi mind maping ternyata banyak siswa yang aktif bertanya dan banyak yang memberikan tanggapan, e. Mind maping yang dihasilkan sangat menarik, kreatif dengan menyertakan gambar dan percabangan pohon yang menarik. f. Hasil dari tes akhir menunjukkan peningkatan keberhasilan dalam menjawab soal-soal ulangan, secara klasikal telah mencapai ketuntasan belajar. 3. Refleksi Pada tahap ini akan dikaji apa yang telah terlaksana dengan baik maupun yang masih kurang baik dalam proses belajar mengajar dengan kolaborasi praktikum dan metode mind maping yang menerapkan contekstual teaching and learning . Dari dataa-data yang telah diperoleh dapat diuraikan sebagai berikut. a. Selama proses belajar mengajar guru telah melaksanakan semua pembelajaran dengan baik. Meskipun ada beberapa aspek yang belum sempurna, tetapi persentase pelaksanaannya untuk masing-masing aspek cukup besar. b. Berdasarkan data hasil pengamatana diketahui kreatifitas siswa dalam membuat mind maping mengalami peningkatan yang sangat baik. c. Kekurangan pada siklus I sudah mengalami perbaikan dan mengalami peningkatan yang signifikan. d. Hasil belajar siswa pada siklus II telah mencapai ketuntasan. 4. Revisi Pelakasanaan tindakan Pada siklus II guru telah menerapkan metode kolaborasi praktikum dan metode mind maping dengan penerapan contekstual teaching and learning dengan baik dan dilihat dari siswa dalam membuat mind maping sangat menarik dan kreatif serta hasil belajar siswa sudah mengalami peningkatan yang sangat bagus. Maka tidak diperlukan revisi terlalu banyak, tetapi yang perlu diperhatikan untuk tindakan selanjutnya adalah memaksimalkan dan mempertahankan apa yang telah ada dengan tujuan agar pada pelaksanaan proses belajar mengajar selanjutnya penerapan metode kolaborasi praktikum dan metode mind maping dengan penerapan contekstual teaching and learning dapat meningkatkan kreativitas dan prestasi belajar biologi sehingga tujuan pembelajaran dapat tercapai c.Respon Siswa Berdasarkan hasil angket penelitian yang diberikan kepada siswa menunjukkan bahwa respon siswa terhadap ISBN 978-602-72071-1-0 penerapan kolaborasi praktikum dan metode mind maping menunjukkan respon yang sangat positif dengan menunjukkan kategori setuju lebih dari 75 dari 13 pernyataan yang diberikan. Berdasarkan hasil penelitian yang telah dideskripsikan diatas bahwa kolaborasi praktikum dan metode mind maping dengan penerapan CTL menunjukkan bahwa: 1. Hasil Belajar Siswa Dengan kolaborasi praktikum dan metode mind maping dengan penerapan CTL siswa dapat memahami materi kingdom animalia lebih mudah karna mengamati macam-macam hewan dengan cara melakukan pembedahan secara langsung setelah itu membuat laporan dalam bentuk mind maping kemudian didiskusikan sehingga konsep yang sulit akan mudah dipahami. Menurut Djamarah dan Zain 2002:95 dalam prima 2015 bahwa metode praktikum adalah proses pembelajaran dimana peserta didik melakukan dan mengalami sendiri, mengamati obyek, membuktikan dan menarik kesimpulan suatu obyek amatan. Itu artinya dengan melakukan kegiatan praktikum yaitu pembedahan seperti holoturoidea, cicak, katak, cumi-cumi, ikan bandeng maka siswa akan mengalami sendiri, mengamati secara langsung sehingga dapat menjawab pertanyaan- pertanyaan yang diajukan, mengerti dan memahami bagian anatomi dari hewan yang diamati. Menurut Soekarno dkk 1990 : 14 dalam Prima 2015 “metode praktikum adalah suatu cara mengajar yang memberi kesempatan kepada siswa untuk menemukan suatu fakta yang diperlukan atau i ngin diketahuinya”. Kegiatan praktikum pada dasarnya dapat digunakan untuk : 1. Mendapatkan atau menemukan suatu konsep, mencapai suatu definisi sampai mendapatkan dalil-dalil atau hukum-hukum melalui percobaan yang dilakukannya. 2. Membuktikan atau menguji kebenaran secara nyata tentang suatu konsep yang telah dipelajari. Dengan metode Mind Mapping juga dapat digunakan sebagai cara termudah untuk menempatkan informasi ke dalam otak. Dengan visualisasi kerja otak kiri yang bersifat rasional, numeric dan verbal bersinergi dengan kerja otak kanan yang bersifat imajinatif, emosi, kreativitas dan seni. Dengan sinergi otak kiri dan kanan, siswa dapat lebih mudah menangkap dan menguasai materi pelajaran. Mind Mapping merupakan cara mencatat yang kreatif, efektif, dan secara harfiah akan “memetakan” pikiran-pikiran kita. Ini berarti mengingat informasi akan lebih mudah dan lebih bisa diandalkan daripada menggunakan teknik pencatatan biasa atau tradisional Herdian, 2009. Menurut Jensen 2002:95 mind mapping merupakan teknik visualisasi verbal ke dalam gambar. Peta pemikiran sangat bermanfaat untuk memahami, terutama materi yang diberikan secara verbal. Peta pikiran bertujuan membuat materi pelajaran terpola secara visual dan grafis yang akhirnya dapat membantu merekam, memperkuat, dan mengingat kembali informasi yang telah dipelajari. Lebih lanjut Herdian 2009 merumuskan bahwa “ mind mapping merupakan teknik penyusunan catatan demi membantu siswa menggunakan seluruh otak agar optimum. Caranya, menggabungkan kerja otak bagian kiri dan kanan. Dengan metode mind mapping siswa dapat meningkatkan daya ingat hingga 78.” Pembelajaran kontekstual adalah pembelajaran yang mengaitkan materi dengan konteks kehidupan sehari-hari sehingga pembelajaran memiliki pengetahuan atau kecakapan yang secara fleksibel dapat diterapkan dari satu permasalahan atau konteks permasalahan lainnya Ihsan, 2009. Dan terbukti mempelajari materi kingdom animalia harus dikaitkan secara langsung dengan kehidupan sehari-hari yaitu mengamati hewan yang ada disekitar lingkungan tempat tinggal kita dengan melakukan pengamatan di laboratorium dengan cara pengamatan ciri-ciri morfologi maupun secara anatomi dengan pembedahan hewan yang berukuran besar sehingga siswa dapat mengalami sendiri proses pembelajaran dan membuat siswa lebih mudah memahami konsep materi yang dipelajari. Dengan demikian kolaborasi praktikum dan metode mind maping dengan penerapan CTL memberikan kemudahan bagi siswa untuk memahami konsep kingdom animalia yang sulit dan materi yang sangat banyak, hal ini dapat dilihat dari hasil ketuntasan belajar setiap siklus dari siklus 1 ke siklus 2 mengalami kenaikan sebesar 22,22 . 2. Kreativitas Kreativitas siswa dalam pembuatan laporan bentuk mind maping semakin meningkat dengan ditunjukkan hasil mind maping yang semakin menarik, gambar-gambar yang berwarna-warni, kelompok menggunakan imajinasinya dengan membuat simbol hewan yang menarik sehingga mind maping sangat mudah di pahami karna dihubungkan dengan dunia nyata yaitu hewan yang sudah diamati . Setiap kelompok dalam membuat mind maping memaksimalkan otak kiri dan otak kanan. Fungsi otak kanan adalah berfikir dalam bentuk gambar, berfikir secara menyeluruh, berfikir kreatif, sedangkan fungsi otak kiri berfikir dengan kata-kata, berfikir secara runut, bernalar menurut logika. Hal ini ditunjukkan dari mind maping siswa semakin mudah dipahami dan menarik. PENUTUP Simpulan Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa 1. Hasil belajar mengalami peningkatan setiap siklusnya, siswa tidak tuntas mengalami penurunan dari 10 siswa ISBN 978-602-72071-1-0 menjadi 3 siswa, dan persentase ketuntasan belajar secara klasikal juga mengalami peningkatan dari 69,44 menjadi 91,66 . 2. Kreativitas siswa dalam pembuatan laporan dalam bentuk mind maping pada setiap siklus mengalami peningkatan dengan taraf keberhasilan baik pada siklus I menjadi sangat baik pada siklus II. 3. Sedangkan untuk Persepsi positif siswa terhadap kolaborasi praktikum dan metode mind maping dengan penerapan contextual teaching and learning mendapat respon yang positif dan secara umum setuju terhadap metode ini karena yang terkesan dengan pembelajaran ini sebanyak 86 Saran Sehubungan dengan simpulan diatas, maka disampaikan saran sebagai berikut: 1. Untuk guru-guru dapat menerapkan metode pembelajaran ini dengan melengkapi bahan amatan untuk praktikum sehingga mendapatkan hasil pembelajaran yang lebih baik 2. Dalam penerapan metode ini maka guru hendaknya membekali siswa dengan menyarankan membawa bahan amatan hewan yang ukurannya relatif besar sehingga memudahkan dalam proses pembedahan. 3. Perlu dilakukan penelitian yang lebih lanjut, karena hasil penelitian ini hanya dilakukan di SMAN 1 Sidayu pada tahun pelajaran 20142015. 4. Untuk penelitian yang serupa hendaknya dilakukan perbaikan-perbaikan agar diperoleh hasil yang lebih baik. DAFTAR PUSTAKA Herdian. 2009. Model Pembelajaran Mind Mapping. http:herdy07.wordpress.commodel-pembelajaran- mind-mapping.html. diakses pada tanggal 23 Februari 2015. Iksan, Khoirul. 2009. Peningkatan Proses Belajar Mengajar melalui Strategi Pembelajaran Kontekstual . http: my.opera.comkhoirulblog200912peningkatan proses-belajar-mengajar. di akses pada tanggal 25 Februari 2015 Jensen, Eric dkk. 2002. Otak Sejuta Gygabite: Buku Pintar Membangun Ingatan Super. Bandung: Kaifa. Nurhadi, dkk. 2004. Pembelajaran Kontekstual Contextual Teaching and Learning dan Penerapannya dalam KBK . Malang: Universitas Negeri Malang. Prima, Andre. 2015. Metode Praktikum . http:bit.lycopy_win diakses pada tanggal 19 Februari 2015. Riduwan. 2009 Dasar-dasar Statistik. Bandung: Alfabeta. ISBN 978-602-72071-1-0 PENGEMBANGAN PERANGKAT PEMBELAJARAN IPA KELAS VII MENGGUNAKAN MULTIMODEL 5-E PADA KEGIATAN LESSON STUDY BERBASIS MGMP IPA SMP Kasman Arifin Fakultas of Pelatihan Guru dan Pendidikan, Jurusan Pendidikan Biologi, Universitas Halu Oleo Kendari, Sulawesi Selatan E-mail: kasman_arifinyahoo.com ABSTRAK Telah dikembangkan perangkat pembelajaran multimodel 5-E pada kegiatan lesson study berbasis MGMP-IPA-SMP. Langkah pengembangannya diawali dengan mendesain satu perangkat pembelajaran yang didasarkan pada 10 langkah dari Dick and Carey. Perangkat diberi masukan perbaikan oleh pakar yang selanjutnya dijadikan model oleh peneliti kepada peserta lesson study yang berjumlah 20 orang guru IPA. Peserta lesson study dibagi tugas untuk mengembangkan 18 perangkat pembelajaran kelas VII penyajian satu semester dengan tujuh variasi multimodel 5-E berdasarkan perangkat model. Setiap peserta tampil sebagai guru model pada kegiatan peer teaching, dan bersamaan dengan itu peserta lainnya bertindak sebagai siswa dan pengamat, memberi refleksi untuk perbaikan. Selanjutnya, dilakukan real teaching dan kembali diberi refleksi untuk penyempurnaan perangkat di sekolah sampel sekolah dengan siswa yang berkualitas tinggi, sedang dan rendah. Untuk menentukan kelayakan perangkat, maka dilakukan validasi oleh Tim pakar, guru dan penilaian dari siswa untuk LKS dengan menggunakan lembar penilaian. Hasil analisis penilaian perangkat diperoleh hasil: 1 dari tiga validator pakar sepakat bahwa perangkat pembelajaran multimodel 5- E yang dikembangkan dapat digunakan dengan syarat beberapa perbaikan; 2 pada umumnya guru berpendapat bahwa perangkat yang dikembangkan sesuai dengan kurikulum 2013, dan banyak memberi kemudahan guru mengajar dan siswa belajar; 3 tentang LKS, 97.6 siswa menyatakan isi LKS menarik, dan 74.6 siswa menyatakan cukup mudah menjawab pertanyaan di LKS, dan hanya 7.5 siswa menyatakan sulit sekali. Kata Kunci: Pengembangan perangkat, multimodel 5-E, IPA, Lesson Study berbasis MGMP. ABSTRACT It has been developed a learning tooldevice, multimodel 5-E on lesson study in Junior High School-Science Teacher Association-based activities. The development steps begin with designing a learning device based on the 10 steps of Dick and Carey. Learning tool was given input for improvements by experts, then used as a model by the researcher to lesson study participants of 20 people science teacher. Lesson study participants were divided and given tasks to develop 18 learning device class VII serving one semester with seven variations multimodel 5-E based device models. Each participant performed as a model teacher in peer teaching activities, and while the other participants act as a student and observer, giving reflection for improvements. Furthermore, the teacher performed real teaching and again reflection was given to improve the learning tool in the sample schools schools with high, medium and low-quality students. The device was validated by a team of experts to determine the feasibility, teachers and students for the assessment of Student-Worksheet LKS using the assessment sheets. Results of the assessment analysis: 1 four experts agree that the learning device of multimodel 5-E that has been developed can be used with some revision; 2 in general, teachers found that tools are developed according to the 2013 curriculum, and facilitated teachers and students in teaching and learning; 3 90 of students stated that LKS has interesting contents, and 74.6 of students stated they were quite easy to answer questions on worksheets, and only 0.8 of students stated difficult. Keywords: Learning device development, multimodel 5-E, science subject, teacher association-based Lesson Study. “Mengubah Karya Akademik Menjadi Karya Bernilai Ekonomi Tinggi” Surabaya, 23 Januari 2016 ISBN 978-602-72071-1-0 PENDAHULUAN Menyadari kondisi karakter bangsa saat ini, pemerintah mengambil inisiatif untuk mengutamakan pembangunan karakter bangsa. Hal itu tercermin dalam Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional Tahun 2005-2025, yang menempatkan pendidikan karakter sebagai misi pertama guna mewujudkan visi pembangunan nasional Kemendiknas, 2010b: 1. Perhatian lebih pemerintah terhadap pendidikan karakter, semakin terlihat nyata dengan adanya Kompetensi Inti karakter di dalam kurikulum 2013 di samping Kompetensi Proses dan Kompetensi Inti konten bidang studi Kemdikbud, 2013: 4. Peran sekolah sebagai pendidik moral menjadi lebih vital karena semakin lemahnya pengaruh keluarga terhadap anak-anak dan semakin kuatnya pengaruh teman sebaya Berkowisz, 2002: 54. Sejalan dengan itu, peran sekolah menjadi semakin penting ketika anak-anak hanya mendapatkan sedikit pendidikan moral dari orang tuanya, dan ketika makna nilai yang didapatkan melalui tempat ibadah lainnya perlahan tidak berarti dan menghilang dari kehidupannya Lickona, 1991: 32. Pala 2011: 23, anak-anak menghabiskan sekitar 900 jam setahun di sekolah, menjadi penting bagi sekolah melanjutkan peran proaktifnya dalam membantu keluarga dan masyarakat mengembangkan kepedulian nilai-nilai etika lingkungan di mana anak-anak berada. Lickona 2004: 49, hal yang paling penting sekolah lakukan, membantu orang tua untuk membina siswa membangun karakter yang kuat dan berhasil secara akademis. Pendidikan yang berorientasi pada pengembangan karakter tidak dapat didasarkan atas cara pandang siswa sebagai deretan gelas kosong yang harus diisi oleh para guru dengan isi yang sama dengan cara yang sama pula, melainkan bertolak dari cara pandang bahwa siswa adalah bibit-bibit yang punya potensi keunggulan yang beragam Semiawan, 2012: 7. Schwartz 2008: 4 menekankan, salah satu program efektif pendidikan karakter yang memiliki dampak yang signifikan dan bertahan lama adalah menggunakan strategi berganda, yaitu pendekatan pembelajaran multi-strategi. Arends 2007: 110 menjelaskan, menerapkan dua strategi utama untuk memenuhi kebutuhan seluruh siswa berarti menerapkan pengajaran multimodel multiple models of instruction . Menurut Lickona Davidson 2005a: 1 dan Pala 2011: 2, karakter merupakan himpunan kualitas yang membedakan individu satu dengan individu yang lainnya. Oleh karena itu, untuk dapat menumbuh- kembangkan karakter siswa secara maksimal melalui pembelajaran, dirasa penting untuk mengembangkan pembelajaran yang dapat memfasilitasi keberagaman gaya belajar dalam rangka mengakomodir preferensi belajar setiap siswa. Hasil kajian Lee Luykx 2006: 43, dengan merevieu hasil-hasil penelitian menunjukkan pentingnya menggabungkan pola-pola budaya siswa sebagai dasar pengetahuan untuk mengembangkan pembelajaran sains. Lasley Matchzynski dalam Tomlinson 1999: 61, hanya guru yang menerapkan pengajaran beragam melalui penggunaan berbagai model pengajaran yang bersifat multisensori dan penuh dengan variasi akan berhasil memaksimalkan kekuatan dan mengurangi kelemahan belajar siswa. Shihusa and Keraro 2009: 414, pendekatan pembelajaran efektif harus menerapkan beberapa metode pembelajaran untuk meningkatkan motivasi dan aktivitas belajar siswa dalam pembelajaran Biologi. Subban 2006: 939 melaporkan hasil penelitian bahwa, kinerja dan sikap siswa secara signifikan lebih baik ketika pembelajaran melalui pendekatan gaya belajar dibandingkan dengan pengajaran tradisional. Hasil kajian terhadap perangkat dan pembelajaran guru sains-Biologi pada SMPN di Kota Kendari, diperoleh informasi bahwa penerapan metode, strategi, model pembelajaran pada setiap materi pokok cenderung monoton, kurang variatif dan tidak lengkap. Hal ini merupakan tantangan dalam rangka mendukung pengembangan potensi keberagaman termasuk keberagaman gaya belajar dan tumbuh-kembangnya karakter siswa dalam pembelajaran berbasis kurikulum 2013 Arifin, 2011. Di samping itu, hasil kajian tentang Keterampilan Proses Sains KPS yang di dasarkan pada instrumen yang dikembangkan Kazeni 2005, diperoleh informasi bahwa siswa SMPN di Kota Kendari belum memahami dengan baik setiap komponen dari KPS, pada umumnya siswa kemungkinan hanya memberi jawaban spekulasi. Hasil wawancara beberapa guru IPA SMPN didapatkan informasi bahwa, KPS kurang dilatihkan, tidak semua guru mampu mengajarkannya melatihkannya, kalaupun diajarkan, tidak lengkap karena alasan sarana belajar yang tersedia tidak memadai dengan jumlah siswa yang ada Arifin, 2012. Hasil kajian awal tersebut, menunjukkan bahwa baik perencanaan, proses dan evaluasi pembelajaran sains di SMP masih perlu banyak dibenahi. Liliasari 2007: 13 melaporkan, pada umumnya pembelajaran sains di Indonesia lebih banyak menuntut siswa mempelajari konsep-konsep dan prinsip-prinsip sains secara verbalistik. Cara pembelajaran seperti ini menyebabkan siswa pada umumnya hanya mengenal banyak peristilahan sains secara hafalan tanpa makna. Dengan demikian belajar sains bagi siswa hanya diartikan sebagai pengenalan sejumlah konsep-konsep dan peristilahan dalam sains saja. Pada Ujian Nasional 2010, mata pelajaran IPA merupakan salah satu mata pelajaran yang mendapatkan nilai yang rerata rendah secara nasional Pustendik-BALITBANG-BSNP, 2010. Berdasarkan uraian tersebut, nampak jelas pentingnya pengembangan pembelajaran yang dapat memfasilitasi keberagaman gaya belajar siswa dalam menumbuh-kembangnya karakter dan pencapaian hasil belajar siswa. Strategi pembelajaran yang dikembangkan disebut multimodel 5-E, yakni beberapa modelstrategi pembelajaran seperti inkuiri, pengajaran berbasis masalah, pengajaran langsung, pembelajaran kooperatif dan strategi-strategi belajar PQ4R dan peta konsep disajikan secara terintegrasi sesuai karakteristik materi pada setiap tatap muka dalam bingkai siklus belajar 5-E Engange, Explore, Explain, Elaborate, dan Evaluate yang diadaptasi dari BSCS 2009. Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji kelayakan ISBN 978-602-72071-1-0 perangkat pembelajaran multimodel 5-E yang telah dikembangkan oleh kelompok lesson study berbasis MGMP IPA SMPN di Kota Kendari. Pengkajian perangkat didasarkan pada Nieveen 1999, yakni, kevalidan validity, kepraktisan practicality dan keefektivan effectiveness. Kevalidan perangkat pembelajaran ditentukan berdasarkan pada rasionalitas teoritis yang kuat dan konsistensi internal yang dinilai oleh para pakar yang memahami tentang perangkat pembelajaran. Kepraktisan dipenuhi jika ahli dan praktisi guru menyatakan bahwa perangkat pembelajaran yang dikembangkan benar-benar dapat diterapkan, sedangkan keefektivan ditentukan berdasarkan tanggapan dan kemampuan siswa menggunakan materi ajar tanpa mengalami kesulitan, dan siswa merasa nyaman melakukan pembelajaran. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil penilaian kelayakan perangkat pembelajaran multimodel 5-E dari empat pakar Tiga Guru Besar dan seorang Doktor Bidang Pendidikan Sains, secara garis besar disajikan pada Tabel 2; berikut ini: ISBN 978-602-72071-1-0 Tabel 2. Hasil Penilaian Kelayakan Tim Pakar terhadap perangkat Pembelajaran Multimodel 5-E No Komponen Validator Rerata Kriteria 1 2 3 4 1 2 3 4 5 6 7 8 1 Bagian Awal 3.75 4 4 3.75 3.88 Valid 2 Silabus 3.83 3.83 4 3.83 3.87 Valid 3 RPP 3.9 3.85 3.93 3.85 3.88 Valid 4 LKS dan Kunci LKS 3.91 3.5 3.58 3.5 3.62 Valid 5 Tabel spesifikasi LP 3.66 3 4 3 3.42 Valid 6 Lembar penilaian LP dan kunci 3.33 3.18 3 3 3.13 Valid 7 Media 3 4 2.67 3.33 3.25 Valid 8 Keterkaitan Antar Komponen 4 4 4 4 4 Sangat Valid 9 Justifikasi Pakar Tentang Skenario dalam Perangkat Pembelajaran a. Apakah skenario pembelajaran multimodel 5-E dalam perangkat sudah sesuai untuk menumbuh-kembangkan karakter ? 4 4 4 4 4 Sangat Valid b. Apakah skenario pembelajaran multimodel 5-E dalam perangkat sudah sesuai untuk meningkatkan Hasil Belajar siswa? 4 4 4 4 4 Sangat Valid Rerata 3.74 3.74 3.72 3.63 3.7 Sangat Valid ISBN 978-602-72071-1-0 Dari Tabel 2; Nampak bahwa semua komponen dari perangkat pembelajaran multimodel 5-E dinyatakan valid hingga sangat valid. Selain itu, skenario pembelajaran multimodel 5-E dinyatakan sesuai untuk menumbuh-kembangkan karakter dan meningkatkan hasil belajara siswa. ISBN 978-602-72071-1-0 Tabel 3. Respons Guru penelaah terhadap 18 perangkat Pembelajaran 5-E No Pertanyaan Kategori Penelaah Total persen 1 2 3 4 5 6 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 1 Perangkat sesuai kurikulum 2013 Sesuai 18 100 18 100 18 100 18 100 15 83.3 15 83.3 94.4 Memerlukan revisi kecil 3 16.6 3 16.6 5.6 Memerlukan revisi besar Tidak sesuai 2 Perangkat memberi kemudahan guru Banyak memberi kemudahan 18 100 18 100 18 100 18 100 16 88.9 18 100 98.2 Sedikit memberi kemudahan 2 11.1 1.8 Tidak memberi kemudahan Malah mempersulit 3 Perangkat memberi kemudahan siswa Banyak memberi kemudahan 18 100 18 100 18 100 18 100 16 88.8 16 88.8 96.3 Sedikit memberi kemudahan 2 11.1 2 11.1 3.7 Tidak memberi kemudahan Malah mempersulit 4 Penerapan perangkat sama dengan penerapan perangkat di sekolah Sejenis yang diterapkan di sekolah 18 100 18 100 18 100 13 72.2 18 100 78.7 Sedikit berbeda 16 88.8 5 27.8 19.4 Banyak berbeda 2 11.1 1.8 5 Tingkat kesulitan perangkat Terlampau tinggi 1 5.6 - 1 5.6 1.9 Sudah sesuai 18 100 18 100 18 100 17 94.4 18 100 17 94.4 98.1 Terlampau mudah 6 Skenario dapat di terapakan di sekolah Tidak memberi masukan Sudah baik 18 100 18 100 18 100 18 100 18 100 18 100 100 Perlu ISBN 978-602-72071-1-0 No Pertanyaan Kategori Penelaah Total persen 1 2 3 4 5 6 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 perbaikan 7 Skenario sudah sesuai untuk menumbuh kembangkan karakter Tidak memberi masukan Sudah baik 18 100 18 100 18 100 18 100 18 100 18 100 100 Perlu perbaikan 8 Skenario sudah sesuai meningkatkan hasil belajar siswa Tidak memberi masukan Sudah baik 18 100 18 100 18 100 18 100 18 100 18 100 100 Perlu perbaikan ISBN 978-602-72071-1-0 Berdasarkan data pada Tabel 3; nampak bahwa hasil telaah guru dari delapan aspek yang ditanyakan diperoleh persentase berkisar antara 78.7 - 100. Hal ini berarti bahwa perangkat pembelajaran multimodel 5-E yang dikembangkan melalui kegiatan lesson study berbasis MGMP-IPA memenuhi syarat kepraktisan, dan sesuai untuk menumbuh-kembangkan karakter dan meningkatkan hasil belajar siswa. ISBN 978-602-72071-1-0 Tabel 4. Respons siswa terhadap LKS yang dikembangkan No Jenis Perangk at Pertanyaan Kriteria Jumlah dan setiap kategori Sekolah Total Ket Tinggi Sedang Rendah 1 LKS Apakah isi LKS ini menarik? Menarik 67 95.8 90 98.9 50 94.2 210 97.6 Isi LKS menarik Tidak menarik 3 4.2 1 1.1 3 1.9 5 2.4 Apakah penampilan LKS ini menarik Menarik 5984.5 83 84.5 59 84.5 192 90 Penampila n LKS menarik Tidak menarik 11 15.5 8 8.7 3 5.8 22 10 Menurut pendapatmu, apakah uraian atau penjelasan dalam LKS ini terlalu sulit? Ada banyak 13 18.3 5 5.4 4 7.7 22 10.5 Uraian penjelasan LKS Tidak terlalu sulit Ada sedikit 49 70.4 77 83.7 42 78.8 168 77.6 Tidak ada 4 7.7 9 10.9 6 13.5 23 11.9 2 Tes Hasil Belajar Apakah anda merasa mudah untuk menjawab butir soal Tes Hasil Belajar? Mudah 5 7.0 23 25.0 10 19.2 38 17.1 Cukup mudah ISBN 978-602-72071-1-0 Berdasarkan data pada Tabel 4; pada umumnya siswa berpendapat bahwa isi LKS menarik 97.6 dan hanya 2.4 siswa menyatakan LKS tidak menarik. Begitu juga penampilan LKS, 90 siswa menyatakan menarik dan 10 menyatakan tidak menarik. Selain itu, terhadap tes hasil belajar, 74.6 siswa menyatakan cukup mudah, 17.1 menyatakan mudah, 7.5 menyatakan sulit dan 0.8 siswa menyatakan sulit sekali. Dengan demikian LKS yang digunakan pada pembelajaran multimodel 5-E dikategorikan efektif . Menurut Donavan dalam Tomlinson 1998, keefektivan dapat diamati dari kemampuan siswa menggunakan materi ajar tanpa mengalami kesulitan dan siswa merasa nyaman melakukan pengajaran dalam membentuk pengalaman belajarnya. SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Adapun simpulan penelitian ini adalah: 1 Perangkat pembelajaran multimodel 5-E yang dikembangkan oleh kelompok lesson study berbasis MGMP-IPA SMPN di Kota Kendari layak untuk digunakan pada penerapan kurikulum 2013. 2 Perangkat pembelajaran multimodel 5-E yang dikembangkan oleh kelompok lesson study berbasis MGMP-IPA SMPN di Kota Kendari, sudah sesuai untuk menumbuh-kembangkan karakter dan meningkatkan pencapaian hasil belajar IPA siswa. Saran Berdasarkan hasil penelitian ini disarankan agar kegiatan Lesson study berbasis MGMP-IPA SMP dilaksanakan secara terencana dan secara kontinyu agar wawasan dan keterampilan guru menyiapkan dan menerapkan pembelajaran multimodel dapat terus ditingkatkan. UCAPAN TERIMA KASIH Penulis mengucapkan terima kasih kepada Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kota Kendari atas dukungannya sehingga program Lesson study menjadi salah satu program utama peningkatan mutu pendidikan di Kota Kendari. Kepala Sekolah atas dukungan fasilitas untuk kelancaran kegiatan. Guru-guru IPA SMPN yang tergabung di dalam Lesson study berbasis MGMP atas perhatian dan kerja kerasnya sehingga kegiatan dapat berlangsung sesuai yang diharapkan. DAFTAR PUSTAKA Arifin, K., 2011 Analisis Kualitatif dan Validasi Instrumen Keterampilan Proses Sains Terpadu pada SMPN Di Kota Kendari . Didasarkan pada: Development And Validation Of A Test Of Integrated Science Process Skills For The Further Education And Training Learners. A Dissertation by Kazeni Mungandi Monde Monica 2005. Tugas Mata Kuliah Penunjang Tugas Akhir Pengembangan Instrumen Lanjut. Program Studi S-3 Pendidikan Sains Program Pascasarjana Unesa. --------- . 2011.“Profil Mengajar Guru IPA-Biologi di Kota Kendari . Tugas Mata Kuliah Penelitian Kualitatif. Program Studi S-3 Pendidikan Sains Unesa. C E P. 2013. Academic Achievement. http:www.character.orgkey-topicsacademic- achievement. Diunduh, Selasa 24 Desember 2013 _____. 2011 Schools of Character Bringing Out the BEST in Everyone. USA: Character Education Partnership. website, www.character.org. _____. 2010. The Eleven Principles of Effective Character Education . Revision. USA: Character Education Partnership. website, www.character.org Kemdikbud R.I., 2013. Ilmu Pengetahuan Alam SMPMTs Kelas VII: Buku Guru. Jakarta: Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Kemendiknas, 2010b. Kebijakan Nasional Pembangunan Karakter Bangsa Tahun 2010-2025 . Jakarta: Kementerian Pendidikan Nasional. Badan Penelitian dan Pengembangan. Pusat Kurikulum dan Perbukuan. Lee, O. and A Luykn, A., 2006. Science Education and Student Diversity. Syntehesis and Research Agenda . London: Cambridge University Press. Lickona, T., 2004. Character Matters. Persoalan Karakter. Bagaimana Membantu Anak Mengembangkan Penilaian yang Baik, Integritas, dan Kebajikan Penting Lainnya. Diterjemahkan Oleh: Juma Abdu Wamaungo dan Jean Antunes Rudolf Zien. Jakarta: PT. BUMI AKSARA. Lickona, T. and Davidson, M. 2005a. A Character Lexicon: 7 Ways to Think About Character . A Report to the Nation: Smart Good High Schools: A New Paradigm for High School Character Education . Center for the 4th and 5th Rs Respect Responsibility State University of New York SUNY. College at Cortland , NY. Institute for Excellence Ethics Fayetteville, NY. __________., 1991. Educating for Character. How Our Schools Can Teach Respect and Responsibility. New York: Bantam Books. Megawangi, 2004. Pendidikan Karakter Solusi yang Tepat untuk Membangun Bangsa . Jakarta : BP Migas dan Star Energy. Nur. M. 2011. Kumpulan Instrumen Hibah Kompetisi 2011. Surabaya: Pusat Sains Matematika Sekolah PSMS. Universitas Negeri Surabaya. Ratumanan dan Laurens. 2006. Evaluasi Hasil Belajar pada Tingkat Satuan Pendidikan. Surabaya: Unesa Press. Samani, M. dan Hariyanto. 2011. Pendidikan Karakter. Konsep dan Model . Bandung: PT. Remaja Rosdakarya Offset. Schwartz, M. J., 2008. “Character Education in the United States: Starving for Effective Practice”. Paper presented at Conference titled in Search of Common Values. University of Tartu, Tallinn. Estonia. ____________., 2008. “Effective Character Education. A Guidebook for Future Educator ”. New York: McGraw-Hill Companies, Inc. ISBN 978-602-72071-1-0 Semiawan, C. R., 2012. “Pendidikan Karakter Berbasis Budaya Lokal”. Makalah pada Seminar Internasional Bahasa, Sastra dan Budaya Nusantara, 16 Februari. Jakasrta: Program Pascasarjana Universitas Muhammadyah Prof. Dr. Hamka. Shihusa, H. and Keraro, F. N., 2009 . “Using Advance Organizers to Enhance Students, Motivation in Learning Biology”. Eurasia Journal of Mathematics, Science Technology Education, 54, pp. 413-420 Subban, P., 2006. “Diffrentiated Instruction: A Research Basis”. International Education Journal, 7 7: Shannon Research Press. http:iej.com.au pp. 935-947. Neiveen, N. 1999: Prototiping to Reach Product Quality.” Dalam Design Approaches and Tools in Education and Training . Yan van Akker, Robert Maribe Branch, Kent Gustafson, Nienke Neiveen, Tjeerd Plomp Dordrecht: Kluwer Academic Publisher. hlm. 125 —135. Tomlinson, B. ed 1998: Material Development in Material Teaching. Combridge University Press, New York. ISBN 978-602-72071-1-0 PEMBELAJARAN INKUIRI BERBASIS EKOSISTEM MANGROVE UNTUK MENINGKATAN KEMAMPUAN INKUIRI SISWA Nandang Kusmana 1 Bambang Supriatno 2 Wahyu Surakusumah 2 1 Mahasiswa Pendidikan Biologi Sekolah Pascasarjana Universitas Pendidikan Indonesia 2 Dosen Pendidikan Biologi FPMIPA Universitas Pendidikan Indonesia E-mail: nandang.kusmana6886gmail.com ABSTRAK Studi ini dilakukan untuk menemukan perbedaan peningkatan kemampuan inkuiri antara siswa yang belajar melalui kegiatan pembelajaran inkuiri berbasis ekosistem mangrove dan kegiatan pembelajaran konvensional yang dilakukan di sebuah SMA di Kota Serang. Penelitian ini menggunakan metode eksperimen semu dengan desain the static group pretest- posttest. Sejumlah siswa kelas X n = 46 terlibat sebagai subjek penelitian yang diambil dengan teknik cluster random sampling. Teknik pengumpulan data menggunakan tes kemampuan inkuiri dan lembar observasi kegiatan inkuiri siswa. teknik pengolahan data melalui uji normalitas dan uji homogenitas, uji N-gain serta uji-t dua pihak dengan bantuan program SPSS versi 16. Hasil analisis data menunjukkan terdapat perbedaan peningkatan kemampuan inkuiri yang signifikan antara siswa yang belajar melalui kegiatan pembelajaran inkuiri berbasis ekosistem mangrove dengan nilai sig. 0,000 0,05 yang berarti H ditolak dan H 1 diterima. Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa siswa yang belajar melalui kegiatan pembelajaran inkuiri berbasis ekosistem mangrove memiliki rata-rata N-gain 0,40 lebih tinggi dibandingkan siswa yang belajar melalui kegiatan pembelajaran konvensional yang memiliki rata-rata N-gain 0,20. Sehingga penggunaan kegiatan pembelajaran inkuiri berbasis ekosistem mangrove dapat membantu siswa dalam meningkatkan kemampuan inkuiri yang lebih baik daripada penggunaan kegiatan pembelajaran konvensional . Kata Kunci : pembelajaran inkuiri berbasis ekosistem mangrove, pembelajaran konvensional, kemampuan Inkuiri ABSTRACT This study aimed to find out the differences enchancement of inquiry abilities between the students who studied by applying inquiry-based mangrove ecosystem learning and conventional learning conducted in a high school in Serang. This research used a quasi-experiment method with the static group pretest-posttest design. The subject of tthe resesarch was the student of first grade with total of participants were 46 by using cluster random sampling. The technique of collection data used use inquiry abilities test and observation of student inquiry activities. The technique of analyzing data used normality and homogenity test, N-gain test, and t-test were tested by SPSS version 16. The results of data analysis showed that there were differences of the enchancement of inquiry abilities between the student who studied by inquiry-based mangrove ecosystem and conventional learning activities, it can p roved by student’s significant score 0.000 0.05 it meant that H was rejected and H 1 was accepted. The results showed that the mean score of the students who studied by inquiry-based mangrove ecosystem is 0.40, higher than the students who studied by conventional learning is 0.20. The conclusion is the use of inquiry-based mangrove ecosystem can help the students to enhance the inquiry abilities better than the use of conventional learning. Keywords : inquiry based mangrove ecosystem, conventional learning, inquiry abilities inquiry PENDAHULUAN Surabaya, 23 Januari 2016 ISBN 978-602-72071-1-0 Biologi merupakan salah satu disiplin ilmu yang termasuk ke dalam kelompok sains atau IPA. IPA sains merupakan ilmu pengetahuan tentang gejala alam yang dituangkan berupa fakta, konsep, prinsip dan hukum yang teruji kebenarannya dan melalui suatu rangkaian kegiatan dalam metode ilmiah Djojosoediro. Sehingg pembelajarannya pun harus mengarah pada kegiatan ilmiah. Salah satu strategi pembelajaran yang mengarah pada metode ilmiah adalah pembelajaran inkuiri. Pembelajaran inkuiri sangat cocok dengan karakter biologi yang merupakan salah satu pelajaran yang tergolong ke dalam sains. Suchman Hermawati, 2012 yang menyatakan bahwa inkuiri merupakan alat fundamental bagaimana anak belajar, karena pembelajaran sains biologi tidak dapat dijalankan tanpa melalui inkuiri. Pembelajaran inkuiri adalah pembelajaran yang membawa siswa secara langsung ke dalam proses ilmiah dalam waktu yang relatif singkat Trianto, 2009: 166- 167. Inkuiri tidak hanya mengembangkan kemampuan intelektual tetapi seluruh potensi yang ada, termasuk pengembangan emosional dan pengembangan keterampilan. Pada hakikatnya inkuiri ini merupakan suatu proses yang bermula dari merumuskan masalah, merumuskan hipotesis, mengumpulkan bukti, menguji hipotesis, menarik kesimpulan sementara dan menguji kesimpulan sementara. Lawson Oguz-unver dan Arabacioglu, 2011 mengemukakan bahwa belajar inkuiri merangsang inteligensi dan kreativitas akibat dari proses berpikir. Pembelajaran inkuiri menekankan pada keaktifan siswa untuk memiliki pengalaman belajar dalam menemukan konsep-konsep materi berdasarkan masalah yang diajukan. Pembelajaran inkuiri memanfaatkan keingintahuan siswa untuk mendapatkan suatu jawaban dari pertanyaanmasalah yang dimilikinya. Pertanyaanmasalah dapat memotivasi siswa untuk mencari tahu jawabannya melalui perencanaan dan pelaksanaan penyelidikan. Proses pembelajaran seperti ini akan melibatkan secara maksimal seluruh kemampuan siswa untuk mencari dan menyelidiki secara sistematis, kritis, logis, analitis, sehingga mereka dapat merumuskan sendiri penemuannya dengan penuh percaya diri. Pembelajaran berbasis inkuiri dapat menciptakan suasana belajar yang menuntut siswa menemukan pengetahuan dengan pemahaman mereka sendiri dengan bermodalkan rasa ingin tahu Suma, 2010. Dengan pembelajaran inkuiri siswa dituntut untuk menemukan jawaban- jawaban yang ilmiah untuk menjawab pertanyaan- pertanyaan yang muncul dari rasa ingin tahu mereka. Pembelajaran inkuiri memfasilitasi siswa untuk bebas mengemukakan pendapat, bertanya, dan mengonstruksi pengetahuan yang didapat menjadi sebuah pengetahuan baru terhadap masalah yang dihadapi. Pembelajaran berbasis inkuiri merupakan salah satu pembelajaran yang berperan penting dalam membangun paradigma pembelajaran konstruktivistik yang menekankan pada keaktifan belajar siswa. Kegiatan pembelajaran dalam pembelajaran berbasis inkuiri ditujukan untuk menumbuhkan kemampuan siswa dalam menggunakan keterampilan proses dengan merumuskan pertanyaan yang mengarahkan kegiatan investigasi, merumuskan hipotesis, melaksanakan percobaan, mengumpulkan dan mengolah data, mengevaluasi, dan mengkomunikasikan hasil temuannya dalam masyarakat belajar Jufri, 2013 . Kegiatan pembelajaran inkuiri dapat dijadikan sebagai sarana yang baik dalam melatih berbagai kemampuan bagi peserta didik. Kemampuan tersebut meliputi: merumuskan masalah, membuat hipotesis, merancang penyelidikan, menggunakan alat dan teknik pengumpulan data yang tepat, menginterpretasi data dan membuat kesimpulan, mengkomunikasikan hasil penyelidikan, dan menggunakan matematika pada penyelidikan. Kemampuan tersebut dapat berkembang dan tumbuh dalam diri siswa sebagai bekal untuk melakukan kegiatan ilmiah. Pembelajaran inkuiri pada pelaksanaannya dapat menggunakan berbagai sumber belajar. salah satunya sumber belajar yang dapat digunakan pada kegiatana pembelajaran inkuiri adalah lingkungan. Menurut Sanjaya 2011 salah satu prinsip strategi inkuiri adalah proses interaksi yang terjadi antara siswa dengan lingkungan. Dengan demikian lingkungan merupakan salah satu faktor penting dalam pembelajaran inkuiri. Sementara itu, menurut Anitah 2009 lingkungan yang ada di sekitar siswa adalah salah satu sumber yang dapat dimanfaatkan untuk menunjang kegiatan belajar secara optimal. Salah satu lingkungan yang dapat digunakan dalam pembelajaran inkuiri adalah ekosistem mangrove. Ekosistem mangrove diartikan sebagai suatu sistem yang terdiri atas komponen biotik tumbuhan dan hewan yang berinteraksi dengan faktor lingkungan atau komponen abiotik dan dengan sesamanya dalam suatu 61 ábitat mangrove Kusmana, dkk 2003. Ekosistem mangrove memiliki fenomena-fenomena yang menarik yang dapat dijadikan sumber belajar bagi siswa. Melalui pengamatan terhadap fenomena-fenomena yang terjadi di ekosistem mangrove diharapkan siswa dapat mengembangkan kemampuan inkuirinya. METODE PENELITIAN Metode penelitian yang digunakan pada penelitian ini adalah metode eksperimen. Jenis metode kesperimen yang digunakan yaitu eksperimen semu quasi experiment . Jenis metode eksperimen semu dapat memberikan informasi yang merupakan perkiraan terhadap infromasi yang dapat diperoleh melalui eksperimen yang sebenarnya dalam keadaan yang tidak memungkinkan untuk mengontrol semua variabel. Desain penelitian yang digunakan pada penlitian ini adalah the static group pretest-posttest design. Desain ini membandingkan skor preetest dengan skor posttest untuk dihitung keanaikan atau perubahan skor yang diperoleh Fraenkel Wallen, 2007. Desain ini menggunakan dua kelas yaitu kelas kontrol dengan melakukan pembelajaran observasi di lingkungan sekolah dan kelas eksperimen yang melakukan pembelajaran inkuiri ekosistem mangrove. ISBN 978-602-72071-1-0 Tabel 1 Desain Penelitian The Static Group Pretest- Posttest Design Kelompok Pretest Perlakuan Posttest Eksperimen O 1 X 1 O 2 Kontrol O 1 X 2 O 2 Keterangan: X 1 : Pembelajaran dengan menggunakan pembelajaran inkuiri berbasis ekosistem mangrove X 2 : Pembelajaran dengan menggunakan metode konvensional Sampel penelitian terdiri dari 46 siswa kelas X di salah satu SMA Kota Serang, Banten. Pengumpulan data kemampuan inkuiri dilakukan dengan teknik tes berupa pretest dan posttest pada kelas kontrol dan kelas eksperimen. Data yang diperoleh dianalisis dengan menggunakan rumus sebagai berikut: Untuk mengetahui peningkatan kemampuan inkuiri siswa antara sebelum dan sesudah diberikan perlakuan menggunakan pembelajaran inkuiri berbasis ekosistem mangrove pada kelas eksperimen dan pembelajaran konvensional pada kelas kontrol, maka dilakukan analisis N-gain dengan rumus sebagai berikut: Selain kemampuan inkuiri, diamati pula aktivitas inkuiri siswa. Aktivitas inkuiri siswa di amati dengan menggunakan lembar observasi aktivitas inkuiri. Observasi dilakukan dengan bantuan observer. Untuk menguji signifikansi perbedaan kemampuan inkuiri antara kelas eksperimen yang menggunakan pembelajaran inkuiri berbasis ekosistem mangrove dengan kelas kontrol yang menggunakan pembelajaran konvensional, maka dilakukan uji hipotesis dengan menggunakan uji-t. Hipotesis statistik yang diuji pada penelitian ini adalah sebagai berikut. H = Tidak terdapat perbedaan yang signifikan peningkatan kemampuan inkuiri siswa antara kelas kontrol dengan kelas eksperimen H 1 = Terdapat perbedaan yang signifikan peningkatan kemampuan inkuiri siswa antara kelas kontrol dengan kelas eksperimen HASIL DAN PEMBAHASAN Kemampuan inkuiri siswa diukur dengan menggunakan tes pilihan ganda. Indikator kemampuan ikuiri yang diujikan yaitu kemampuan merumuskan masalah, kemampuan membuat hipotesis, kemampuan merancang penyelidikan, kemampuan menggunakan alat dan teknik pengumpulan data yang tepat, kemampuan menginterpretasi data, kemampuan mengkomunikasikan hasil penyelidikan, dan kemampuan menggunakan matematika pada penyelidikan. Tes dilakukan sebanyak dua kali yaitu preetest dan posttest pada kelas kontrol dan kelas eksperimen. Perbandingan presentase skor rata-rata pretes, postes, dan N-gain kemampuan inkuiri antara kelas kontrol dan kelas eksperimen dapat dilihat pada gambar 4.1 berikut ini. Gambar 1 grafik perbandingan hasil tes kemampuan inkuiri siswa Grafik tersebut menujukkan terdapat perbedaan irata-rata nilai antara kelas kontrol dengan kelas eksperimen. Pada kelas kontrol yang mengunakan pembelajaran konvensional rata-rata nilai pretest 28,41 mengalami peningkatan pada posttest menjadi 42,32. Kelas eksperimen yang menggunakan pembelajaran berbasis inkuiri nilai rata-rata pretest 29,69 meningkat menjadi 59,42 pada psttest. Kedua kelas mengalami peningkatan nilai rata-rata, akan tetapi jika dilihat dari rata-rata nilai n-gain kelas eksperimen yang menggunakan pembelajaran berbasis ekosistem mangrove memiliki rata-rata N-gain yang lebih tinggi dibandingkan dengan kelas kontrol. N-gain kelas kontrol yaitu 0,20 termasuk kategori rendah, sedangkan N-gain pada kelas eksperimen 0,40 termasuk ke dalam kategori sedang. Perbedaan peningkatan kemampuan inkuiri siswa antara kelas kontrol dengan kelas eksperimen diketahui dengan melakukan uji signifikansi perbedaan rata-rata pada N-gain kedua kelas. Berikut ini rangkuman hasil uji hipotesis, kemampuan inkuiri siswa. Tabel 2 Rangkuman Hasil Uji Hipotesis Kemampuan Inkuiri Siswa Statistik Kelas Kontrol N=23 Kelas Eksperimen N=23 N-gain 0,2 rendah 0,40 sedang Std. Deviasi 0,13 0,18 Uji Normalitas 0,099 0,082 Uji Homogenitas 0,068 ISBN 978-602-72071-1-0 Uji t Sig. 2-tailed = 0,000 Keterangan: Shapiro-Wilk test Levene Test Independent Sample Test Tabel 2 di atas menunjukkan bahwa hasil uji normalitas dengan shapiro-wilk tes diperoleh nilai sig. sebesar 0,099 dan lebih besar dari 0,05. Dengan demikian N-gain kemampuan inkuiri siswa berdistribusi normal. Uji homogenitas dengan menggunakan levene test diperoleh nilai sig 0,068 0,05, yang berarti data homogen. Uji statistik dengan uji-t diperoleh nilai signifikansi 0,000. Nilai α yang digunakan dalam penelitian ini adalah 0,05. Jika dibandingkan dengan nilai α maka nilai sig. tersebut lebih besar sig. 0,000 α 0,05. Hasil pengujian tersebut menunjukkan terdapat perbedaan yang signifikan peningkatan kemampuan inkuiri siswa pada kelas eksperimen dibandingkan dengan kelas kontrol. Dengan demikian pembelajaran inkuiri berbasis ekosistem mangrove lebih baik daripada pembelajaran konvensional dalam meningkatakan kemampuan inkuiri siswa. Kemampuan inkuiri merupakan kemampuan siswa dalam melakukan kegiatan inkuiri selama proses pengamatan. Kemampuan inkuiri pada kelas eksperimen yang menggunakan pembelajaran inkuiri berbasis ekosistem mangrove berbeda dengan kelas kontrol yang menggunakan pembelajaran konvensional. Perbedaan kemampuan inkuiri tersebut dikarenakan pada kelas eksperimen siswa belajar pada kondisi yang otentik Rosnita, 2012:153. Pada pembelajaran inkuiri berbasis ekosistem mangrove, siswa melakukan serangkaian kegiatan inkuiri untuk mengamati fenomena di ekosistem mangrove. Kegiatan tersebut meliputi merumuskan masalah, membuat hipotesis, merancang penyelidikan, menggunakan alat dan teknik pengumpulan data, melakukan interpretasi data dan membuat kesimpulan, mengkumunikasikan prosedur dan hasil penyelidikan, dan menggunakan matematikan dalam penyelidikan. Secara tidak langsung selama kegiatan tersebut berlangsung siswa mendapatkan latihan untuk melakukan kegiatan inkuiri yang dapat meningkatkan kemampuan inkuiri yang mereka miliki. Hal ini sejalan dengan apa yang dinyatakan oleh Gulo dalam Purwanto et.al, 2013 bahwa strategi inkuiri berarti suatu rangkaian kegiatan belajar yang melibatkan secara maksimal seluruh kemampuan siswa untuk mencari dan menyelidiki secara sistematis, kritis, logis, analitis, sehingga mereka dapat merumuskan sendiri penemuannya dengan penuh percaya diri sehingga dengan model pembelajaran tersebut kemampuan berinkuiri siswa diharapkan dapat tumbuh dan berkembang. Kelas eksperimen yang menggunakan pembelajaran inkuiri berbasis ekositem mangrove menggunakan pendekatan inkuiri terbimbing dalam pelaksanaannya. Pada inkuiri terbimbing kegiatan pembelajaran diarahkan untuk mengembangkan kemampuan mahasiswa dalam merancang prosedur kerja untuk menjawab masalah- masalah baru yang dipilih Suyatna, 2006. Pada proses pembelajaran yang berlangsung guru berperan sebagai fasilitator dan memberikan arahan kepada siswa. Adanya bimbingan dan arahan guru selama proses pembelajaran membantu siswa dalam memahami bagaimana cara melakukan serangkaian kegiatan inkuiri tersebut. Dengan kegiatan semacam itu secara tidak langsung siswa mendapatkan bimbingan untuk menguasai kemampuan inkuiri. Aktivitas inkuiri selam pembelajaran berlangsung juga diamati pada penelitian ini. Aktivitas inkuiri siswa selama kegiatan pembelajaran adalah sebagaiberikut. k Gambar 3. Grafik perbandingan aktivitas siswa kelas eksperimen dengan kelas kontrol Pada gambar 3 terlihat bahwa aktivitas inkuiri siswa pada kelas kontrol lebih rendah persentasenya dibandingkan dengan aktivitas inkuiri siswa pada kelas eksperimen. Aktivitas menggunakan alat dan teknik pengumpulan data yang tepat menjadi aktifitas yang paling dominan dibandingkan dengan aktivitas lainnya, yaitu 47,83. Sedangkan pada kelas eksperimen aktivitas yang paling dominan adalah aktivitas merumuskan masalah yaitu 72,46. Aktivitas menggunakan matematika pada penyelidikan menjadi aktivitas yang paling rendah pada kelas kontrol maupun kelas eksperimen. Pada kelas kontrol aktivitas menggunakan matematika pada penyelidikan yaitu sebesar 13,04 dan pada kelas eksperimen sebesar 21,74. Pada kelas eksperimen rata-rata aktivitas siswa sebesar 54,6 sedangkan pada kelas kontrol aktivitas inkuiri siswa sebesar 31,6. Aktivitas inkuiri siswa menunjukkan bahwa pada kelas eksperimen aktivitasnya lebih baik dibandingkan dengan kelas kontrol. Aktivitas inkuiri siswa pada kelas eksperimen termasuk ke dalam kategori aktif sedangkan kelas kontrol termasuk ke dalam kategori kurang aktif. Keterangan: 1 Merumuskan masalah, 2 Membuat hipotesis, 3 Merancang penyelidikan, 4 Menggunakan alat dan teknik pengumpulan data yang tepat, 5 Menginterpretasi data dan membuat kesimpulan, 6 Mengkomunikasikan hasil penyelidikan, 7 Menggunakan matematika pada penyelidikan ISBN 978-602-72071-1-0 Jika dilihat dari tiap indikator aktivitas inkuiri, aktivitas inkuiri siswa pada kelas eksperimen lebih tinggi dibandingkan dengan kelas kontrol. Pada kelas kontrol aktivitas menggunakan alat dan teknik pengumpulan data yang tepat 47 merupakan aktivitas dengan persentase tertinggi yang termasuk kategori cukup aktif. Aktivitas merumuskan masalah 37,68, membuat hipotesis 36,96, merancang penyelidikan 31,88, menginterpretasi data dan membuat kesimpulan 32,61, dan mengkomunikasikan hasil penyelidikan 28,99 termasuk ke dalam kategori kurang aktif. Sedangkan aktivitas menggunakan matematika pada penyelidikan 13,04 termasuk kategori sangat kurang aktif. Pada kelas eksperimen aktivitas siswa dalam merumuskan masalah 72,46, membuat hipotesis 63,04, merancang penyelidikan 68,11 dan menggunakan alat dan teknik pengumpulan data yang tepat 71,73 termasuk ke dalam kategori aktif. Untuk aktivitas menginterpretasi data dan membuat kesimpulan 54,35 termasuk ke dalam kategori cukup aktif. Sedangkan aktivitas mengkomunikasikan hasil penyelidikan 39,13 termasuk kategori kurang aktif dan aktivitas menggunakan matematika pada penyelidikan 21,74 merupakan aktivitas yang termasuk ke dalam kategori sangat kurang aktif. Lemahnya aktivitas mengkomunikasikan hasil penyelidikan dan aktivitas menggunakan matematika pada penyelidikan sebagaimana yang diungkapkan Rusefendi dalam Rosnita 2012 bahwa guru umumnya gagal membantu siswa dalam mengembangkan kompetensi dalam belajar matematika adalah dalam hal kemampuan melakukan telaah tentang pola dan hubungan antar fakta, data empiris secara logis dalam menarik suatu kesimpulan. PENUTUP Simpulan Pembelajaran inkuiri berbasis ekosistem mangrove dapat meningkatkan kemampuan inkuiri dan dapat mengkatifkan siswa dalam kegiatan inkuiri lebih baik dibandingkan dengan pembelajaran yang dilakukan secara konvensional. DAFTAR PUSTAKA Djojosediro. Hakikat IPA dan Pembelajaran IPA. online tersedia. http: pjjpgsd.unesa.ac.id . Frankel et al. 2012. How to Design and Evaluate Research in Education. New York: McGraw-Hill Companies Kunandar. 2010. Guru Profesional Implementasi Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan KTSP dan Sukses dalam Sertifikasi Guru . Jakarta: Rajawali Pers. Kusmana,C., Onrizal Sudarmadji. 2000. Jenis-jenis pohon mangrove di Teluk Bintuni, Papua. Fakultas Kehutanan IPB Oguz-unver, A. dan Arabacioglu, S. 2011 . “Overviews on Inquiry Based and Problem Based Learning Met hods”. Western Anatolia Journal of Education Science. Rosnita. 2012. Pengembangan program perkuliahan konsep ilmu pengatahuan bumi dan antariksa untuk meningkatkan kemampuan inkuiri dan menerapkannya dalam pembelajaran bagi calon guru sekolah dasar. Disertasi. UPI Sanjaya, Wina. 2011. Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar ProsesPendidikan . Jakarta: Kencana Prena Media . Suma, K. 2010. “Efektivitas Pembelajaran Berbasis Inkuiri dalam Peningkatan Penguasaan Konten dan Penalaran Ilmiah Calon Guru Fi sika”. Jurnal Pendidikan dan Pengajaran. Trianto. 2009. Mendesain Model Pembelajaran Inovatif-Progresif: Konsep, Landasan, dan Implementasinya pada Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan KTSP. Jakarta: Kencana Prenada Media Group. ISBN 978-602-72071-1-0 EFISIENSI IMPLEMENTASI KUNCI DIKOTOMI BERBENTUK “KIPAS BERKODE” SEBAGAI MEDIA PEMBELAJARAN BOTANI TUMBUHAN TINGGI Dharmono Universitas Lambung Mangkurat ABSTRAK Pada dasarnya “Kipas Berkode” berbasis Kunci Dikotomi merupakan suatu alat atau media yang dikembangkan khusus untuk memperlancar pelaksanaan pendeterminasian tumbuh-tumbuhan yang memiliki dua muka. Kunci Diotomi ini dikembangkan berupa lembaran kipas dengan dua muka yang berisi tentang gambar atau sketsa aau kode ciri-ciri morfologi tumbuhan yang akan diamati. Kunci Dikotomi Tumbuhan yang dikembangkan adalah Kunci Dikotomi dari Stenis 2003 dan Backer Bakhoizen 1995. Penelitian ini bertujuan mengembangkan menjadi Kunci Identifikasi Tumbuhan tersebut menjadi media berbentuk “Kipas Berkode” yang efisien dalam pembelajaran tumbuhan tinggi. Jenis penelitian yang digunakan adalah Penelitian dan Pengembangan RD yang dimodifikasi dari Borg dan Gall 1993. Efisiensi implementasi ditunjukkan oleh waktu yang diperlukan mahasiswa pada uji coba produk dalam menggunakan kunci dikotomi “Kipas Berkode” terhadap satu jenis tumbuhan sampai dengan tingkat famili. Hasil penelitian menunjukkan bahwa, kunci dikotomi yang dikembangkan adalah efisien. Kata Kunci : Efisiensi, kunci dikotomi, Kipas Berkode. Surabaya, 23 Januari 2016 ISBN 978-602-72071-1-0 PENDAHULUAN Prinsip pembelajaran Botani atau Taksonomi Tumbuhan dalam Kurikulum Berbasis Kompetensi KBK pada perguruan tinggi adalah penerapan proses- proses IPA mengamati, mengukur, menguji, memperkirakan, menganalisis, membandingkan, mengklasifikasi, bereksperimen serta membuat kesimpulan dengan menerapkan beberapa prinsip pembelajaran yang berpusat pada mahasiswa yaitu: learning by doing belajar dengan mengalami secara nyata, mengembangkan keterampilan sosial, penyelesaian masalah, keingintahuan, dan imajinasi serta mendorong mahasiswa untuk terus belajar. Kenyataan di lapangan prinsip pembelajaran tersebut belumlah berjalan dengan efektif. Seperti yang dilaporkan oleh Arrijani 2005 bahwa faktor penyebab masih rendahnya penguasaan mahasiswa terhadap materi perkuliahan Taksonomi Tumbuhan Tinggi disebabkan oleh panduan yang disusun lebih banyak kepada variasi suasana belajar dan kegiatan hanya terbatas pada koleksi spesimen tumbuhan saja. Hasil survey peneliti Dharmono, 2011 terhadap pembelajaran Taksonomi Tumbuhan di beberapa perguruan tinggi ITB Bandung, UPI Bandung, UNS Surakarta dan USU Sumatera Utara khususnya pada mahasiswa yang telah mengikuti mata kuliah Botani Tumbuhan menunjukkan bahwa pembelajaran Botani Tumbuhan membosankan 80 dan tidak menarik 75, sulit dipahami 95, metode yang digunakan monoton, yaitu ceramah dan praktikum klasik 80 . Kunci determinasi berbasis Kunci Dikotomi merupakan suatu alat atau media yang diciptakan khusus untuk memperlancar pelaksanaan pendeterminasian tumbuh-tumbuhan dalam upaya menanamkan konsep tumbuhan Dasuki, 1994. Kunci Identifikasi Tumbuhan yang selama ini dipergunakan di sekolah atau perguruan tinggi adalah dari Stenis 2003 dan Backer Bakhoizen 1995. Penelitian ini akan mengembangkan menjadi Kunci Identifikasi Tumbuhan tersebut menjadi media ber bentuk “Kipas Berkode”. Pada dasarnya Kipas Berkode memiliki dua muka yang akan dimodifikasi sebagai dikotomi. Lembaran kipas dengan dua muka ini berisi tentang gambar atau sketsa ciri-ciri morfologi tumbuhan yang akan diamati yang disesuaikan dengan Kelas yang akan diamati. Penterjemahan gambar atau sketsa morfologi tersebut, penggunaan media kunci dikotomi berbentuk Kipas Berkode, diharapkan dapat meningkatkan hasil belajarnya. Hasil penelitian pengembangan sebelumnya terhadap Kunci Identifikasi Tumbuhan ber bentuk “Kipas Berkode” menghasilkan media yang valid Dharmono, 2015 a , praktis dan efektif Dharmono, 2015 b . Gambar 1. Kunci Identifikasi Tumbuhan berbentuk “Kipas Berkode” Tujuan dari penelitian ini adalah mengembangkan kunci identifikasi berbentuk “Kipas Berkode” sebagai media pembelajaran Botani Tumbuhan Tinggi yang efisien. Media yang akan dikembangkan adalah Kunci identifikasi tumbuhan Steenis 2003 dan Backer Bakhoizen 1995 melalui penelitian pengembangan. METODE PENELITIAN Penelitian yang akan dilakukan adalah jenis penelitian pengembangan, yaitu penelitian untuk menemukan dan mengembangkan suatu prototipe baru atau yang sudah ada dalam rangka penyempurnaan dan pengembangan sehingga diperoleh hasil yang lebih produktif, efektif dan efisien Marzuki, 1999. Penelitian ini mengembangkan mengembangkan kunci identifikasi berbentuk “Kipas Berkode” sebagai media pembelajaran Botani Tumbuhan Tinggi yang efisien. Prosedur penelitian pengembangan mengadopsi prosedur Borg dan Gall Sugiyono, 2010. Subjek penelitian adalah mahasiswa Program Studi Pendidikan Biologi yang memprogramkan mata kuliah Botani Tumbuhan Tinggi sebanyak 85 mahasiswa. Efisiensi implementasi ditunjukkan oleh waktu yang diperlukan mahasiswa pada uji coba produk dalam menggunakan kunci dikotomi “Kipas Berkode” terhadap satu jenis tumbuhan sampai dengan tingkat famili dengan kriteria linkert yang diadaptasi dari Marzuki 1999 dan Akbar 2013 bila; skor waktu 10,1 menit adalah sangat efisen 5, 10,1- 20 menit adalah efisien 4, 20,01-30 adalah cukup efisien, 30,1-40 menit adalah efisien 3, 40,1-50 menit adalah kurang efisien 2, dan 50,1 menit adalah tidak efisien. HASIL DAN PEMBAHASAN Efisiensi implementasi ditunjukkan oleh waktu yang diperlukan mahasiswa pada uji coba produk dalam menggunakan kunci dikotomi “Kipas Berkode” terhadap satu jenis tumbuhan sampai dengan tingkat famili dengan hasil seperti pada tabel 1 berikut ini. ISBN 978-602-72071-1-0 Tabel 1. Hasil implementasi terhadap produk ISBN 978-602-72071-1-0 No. Jenis Kunci Dikotomi Kriteria Rata-rata mnt 1 2 3 4 5 1. Kipas Berkode 0,00 0,00 3,57 26,19 70,24 7,99 2. Van Stennis 26,19 48,81 25,00 0,00 0,00 33,25 ISBN 978-602-72071-1-0 Keterangan: 10,1 menit = sangat efisen 5, 10,1-20 menit = efisien 4, 20,01-30 = cukup efisien, 30,1-40 menit = efisien 3, 40,1-50 menit = kurang efisien 2, dan 50,1 menit = tidak efisien Uji lapangan terhadap subyek didik yaitu siswa dalam kelompok besar yang terdiri dari 85 orang mahasiswa didapatkan hasil efisiensi waktu yang digunakan mahasiswa melakukan determinasi terhadap satu tumbuhan dengan menggunakan kunci identifikasi berbentuk “Kipas Berkode” dalam katagori 10,1 menit sangat efisien adalah 70,24 mahasiswa, 10,1-20 menit efisien berjumlah 26,19 mahasiswa, dan 20,01-30 menit cukup efisien adalah 3,57. Tidak ada mahasiswa yang menyelesaikan determinasi lebih dari 50 menit. Hal tersebut berbeda dengan mahasiswa yang menggunakan kunci dikotomi dari Van Stenis yang memerlukan waktu melakukan determinasi terhadap satu tumbuhan sampai dengan tingkat famili. Sebagian besar memerlukan waktu yang cukup lama dalam melakukan determinasi yaitu lebih dari 20 menit 20,01-30 menit adalah 25, 30,1-40 menit adalah 48, 50,1 menit adalah 26. Berdasarkan waktu yang dibutuhkan dalam melakukan determinasi satu jenis tumbuhan tersebut, menunjukkan bahwa kunci identifikasi berbentuk “Kipas Berkode” efisien. Hal tersebut berarti, mahasiswa melakukan determinasi satu jenis tumbuhan lebih cepat dari pada menggunakan kunci dikotomi Van Stenis. Kipas Berkode memiliki dua muka yang dimodifikasi sebagai dikotomi. Lembaran kipas dengan dua muka ini berisi tentang gambar atau sketsa ciri-ciri morfologi tumbuhan yang banyak ditemukan di lingkungan. Hal inilah yang diduga menyebabkan mahasiswa dengan cepat dapat melakukan determinasi. Seperti yang dijelaskan oleh Jamarah dan Zain 2010, bahwa media dapat meletakkan dasar-dasar yang konkret dari konsep yang abstrak sehingga dapat mengurangi kepahaman yang bersifat verbalisme dan dapat mengontrol dan mengatur waktu belajar siswa. Dengan ditampilkannya gambar-gambar tumbuhan yang nyata dan dengan adanya kode atau petunjuk tentang apa yang harus dilakukan dalam menterjeahkan ciri-ciri tersebut akan memberikan pengalaman yang nyata dan dapat menumbuhkan kegiatan berusaha sendiri pada setiap siswa. Seperti yang dijelaskan oleh Sudjana 1991 dalam Jamarah dan Zain 2010 bahwa, media memberikan pengalaman yang tak mudah diperoleh dengan cara lain serta membantu berkembangnya efisiensi dan pengalaman belajar yang lebih sempurna. Waktu yang digunakan mahasiswa melakukan determinasi terhadap satu tumbuhan dengan menggunakan kunci identifikasi berbentuk “Kipas Berkode” dalam katagori 10,1 menit adalah 70,24 mahasiswa. Hal ini menunjukkan, bahwa peningkatan pemahaman atau penguasaan konsep mahasiswa pada saat pembelajaran dengan menggunakan media yang dikembangkan adalah tinggi. Tingkat pemahaman atau penguasaan konsep tinggi yang dimiliki oleh mahasiswa menunjukkan usaha yang kuat yang dilakukan mahasiswa mendapatkan hasil belajar atau tingkat keberhasilan mahasiswa yang tinggi, seperti yang dijelaskan oleh Brown dan Saks 1980 bahwa siswa yang kuat dalam mempelajari sesuatu akan mendapatkan hasil belajar yang tinggi pula. Berdasarkan uraian yang telah diuraikan di atas, maka media yang dikembangkan adalah efisien digunakan dalam pembelajaran Botani Tumbuhan Tinggi. PENUTUP Simpulan Berdasarkan hasil penelitian pengembangan kunci identifikasi berbentuk “Kipas Berkode” sebagai media pembelajaran Botani Tumbuhan Tinggi adalah efisien. UCAPAN TERIMA KASIH Puji dan syukur kami panjatkan ke hadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan karunia-Nya, sehingga artikel ini dapat tersusun sesuai dengan rencana dan waktu yang ditentukan. Dalam melaksanakan penelitian ini, Peneliti banyak mendapatkan bantuan dari berbagai pihak baik dari segi moril maupun materiil. Oleh sebab itu pada kesempatan ini kami mengucapkan terima kasih dan penghargaan kepada semua pihak yang terlibat, baik langsung maupun tidak langsung dalam pelaksanaan penelitian ini. Saya menyadari bahwa hasil penelitian ini masih belum sempurna, oleh sebab itu kritik dan saran demi perbaikan di masa datang sangat kami harapkan. Semoga hasil penelitian ini dapat bermanfaat bagi dunia pendidikan dan peningkatan mutu sumber daya manusia Indonesia. DAFTAR PUSTAKA Akbar, S. 2013. Instrumen Perangkat Pembelajaran. Remaja rosdykarya. Bandung. Backer, CA dan Van Den Brink Bakhoizen R. C. 1995. Flora of Java . N. V. P. Nordhoff – Groningen. The Netherland. Brown, B.W, Daniel H Saks. 1980. Production Technologies and Resourcs Allocation Within Classrom and School . Theory and Meassurement in The Analysis of Educaional Produvity, Vol. I. Issues in Microanalicys. Cambridge. Bafiinger Publishing Company. Dasuki, U.A. 1994. Sistematik Tumbuhan Tinggi. Institut Teknologi Bandung, Bandung. Dharmono, 2011. Persepsi mahasiswa peserta mata kuliah Botani Tumbuhan Tinggi di beberapa perguruan tinggi di Indonesia. Paradigma- Jurnal Pendidikan Unlam Banjarmasin . Volume 4, Nomor 2, Agustus 2011, ISSN 0215-0514 , Dharmono, 2015 a . Validitas Kunci Dikotomi berbentuk “Kipas Berkode” sebagai Media Pembelajaran Botani Tumbuhan Tinggi . Artikel Seminar Nasional UM Malang 2015. Dharmono, 2015 b . Kepraktisan dan Efektifitas Kunci Dikotomi berbentuk “Kipas Berkode” sebagai ISBN 978-602-72071-1-0 Media Pembelajaran Botani Tumbuhan Tinggi . Artikel Seminar Internasional UNY Yogyajarta 2015. Djamarah Syaiful Bahri dan Aswan Zain, Strategi Belajar Mengajar. PT Rineka Cipta, Jakarta, Cet.IV. 2010 Hake, R.R. 1999. Analyzing ChangeGain Scores. Dept. of Physics Indiana University . Http:www.physics. indiana.edu. [3 Agustus 2015]. Marzuki, C. 1999. Metodologi Riset. Jakarta: Erlangga. Stennis, Van. C.G.J. 2003. Flora. PT. Pradnya Paramita. Jakarta.Backer Bakhoizen 1995 Sugiyono. 2010. Metode Penelitian Pendidikan. Penerbit Alfabaeta. Bandung. Usman, M.U., Setiawati, L. 1993. Upaya Optimalisasi Kegiatan Belajar Mengajar , Bandung. Penerbit Remaja Rosdaka ISBN 978-602-72071-1-0 ANALISIS PENERAPAN PENDEKATAN ILMIAH PADA SINTAKMATIK MODEL PEMBELAJARAN REAL-QUEST DALAM PEMBELAJARAN BIOLOGI Joko Slamet Program Pasca Sarjana Pendidikan IPA –FKIP-Universitas Jember Guru Biologi di SMAN 1 Panarukan E-mail: Joko5bio.gmail.com ABSTRAK Tulisan ini mendeskripsikan analisis penerapan Pendekatan Ilmiah Scientific Approach pada sintakmatik Model Pembelajaran REAL-QUEST REORIENTATION OF LEARNING-QUESTIONING dalam Pembelajaran Biologi di SMA. Komponen sintakmatiktik Model Pembelajaran REAL-QUEST REORIENTATION OF LEARNING-QUESTIONING yang terdiri dari empat tahap, yaitu 1 Reorientation 2. Questioning 3.Investigation, dan 4 Solving, diharapkan dapat meningkatkan keterampilan proses pada siswa yang merupakan karakteristik khusus rumpun pembelajaran IPA yang berorientasi pada pendekatan ilmiah pembelajaran sesuai amanat Kurikulum 2013. Analisis data menggunakan modifikasi Lembar Kerja 3.1a Instrumen Materi Pelatihan Guru Implementasi Kurikulum 2013 tentang Perancangan Pendekatan Ilmiah Scientific Approach pada Pembelajaran Biologi yang terdiri dari kegiatan mengamati, menanya, mengumpulkan informasi, mengasosiasikan dan mengkomunikasikan yang dipadukan dengan sintakmatik model pembelajaran REAL-QUEST. Berdasarkan hasil analisis dapat disimpulkan bahwa sintakmatiktik Model Pembelajaran REAL-QUEST REORIENTATION OF LEARNING-QUESTIONING sudah sesuai dengan langkah-langkah pendekatan Pendekatan Ilmiah Scientific Approach . Kata Kunci : Pendekatan Ilmiah Scientific Approach , Model Pembelajaran Real-Quest Reorientation Of Learning-Questioning , Pembelajaran Biologi ABSTRACT This paper describes the analysis of the Scientific Approach implementation on Syntax of REAL-QUEST Reorientation Of Learning-Questioning Learning Model for Biology Learning in senior high school. The syntax of REAL-QUEST Reorientation Of Learning-Questioning Learning Model which consists of four stages, namely 1 reorientation 2. Questioning 3 .Investigation, and 4 Solving, is expected to improve process skills of students as special characteristic of Science Education wich have scientific approach oriented as mandated curriculum 2013. Data were analyzed using a modified instrument Worksheet 3.1a Materials Teacher Training Curriculum Implementation 2013 about Scientific Approach of Biology Learning which consists of activities to observe, ask, gather information, to associate and communicate combined with the syntax of REAL-QUEST learning model. Based on the results of the analysis can be concluded that syntax of REAL-QUEST Reorientation Of Learning-Questioning Learning Model is in conformity with the steps of Scientific Approach. Keywords: Scientific Approach, Real-Quest Reorientation of Learning-Questioning Learning Model, Biology Learning Surabaya, 23 Januari 2016 ISBN 978-602-72071-1-0 PENDAHULUAN Hakikat ilmu Biologi mencakup dua hal, yaitu Biologi sebagai produk dan Biologi sebagai proses. Biologi sebagai produk meliputi sekumpulan pengetahuan yang terdiri atas fakta-fakta, konsep-konsep, dan prinsip-prinsip Biologi, sedang Biologi sebagai proses meliputi keterampilan-keterampilan dan sikap- sikap yang dimiliki oleh para ilmuwan untuk memperoleh dan mengembangkan pengetahuan Biologi. Keterampilan-keterampilan tersebut disebut keterampilan proses, dan sikap-sikap yang dimiliki para ilmuwan disebut sikap ilmiah. Oleh karena itu, pembelajaran Biologi tidak boleh mengesampingkan proses ditemukannya konsep-konsep Biologi. Sehubungan dengan hal tersebut, untuk menjelaskan konsep-konsep Biologi ditempuh dengan “pendekatan proses”. Dalam “pendekatan proses” pendekatan pembelajaran didasarkan pada anggapan bahwa ilmu Biologi itu terbentuk dan berkembang akibat diterapkannya suatu proses, yang dikenal dengan metode ilmiah, dengan menerapkan keterampilan-keterampilan proses Sains, yaitu mulai dari menemukan masalah hingga mengambil keputusan. Dalam perkembangan selanjutnya pendekatan ini lebih dikenal dengan Pendekatan Keterampilan Proses. Untuk melaksanakan proses pembelajaran dalam rangka pencapaian kompetensi peserta didik diperlukan berbagai metode dan pendekatan yang sesuai dengan karakteristik setiap mata pelajaran. Untuk membantu peserta didik dalam mencapai tujuan pembelajaran diperlukan model pembelajaran.Joyce dalam Trianto, 2014:51. Model pembelajaran adalah suatu perencanaan atau suatu pola yang digunakan sebagai pedoman dalam merencanakan pembelajaran di kelas atau pembelajaran dalam tutorial Trianto,2014:51. Model pembelajaran mengacu pada pendekatan pembelajaran yang akan digunakan, termasuk di dalamnya tujuan-tujuan pengajaran, tahap-tahap dalam kegiatan pembelajaran, lingkungan pembelajaran, dan pengelolaan kelasArends dalam Trianto, 2014:51. Permendikbud Nomor 103 Tahun 2014 menyarankan agar guru dapat menggunakan model- model pembelajaran tertentu atau dapat mengembangkan model pembelajaran khusus yang disesuaikan dengan situasi, kondisi, dan karakteristik peserta didik serta kompetensi yang akan dipelajari peserta didik yang sesuai dengan tuntutan pembelajaran saintifik. Hal ini juga berarti bahwa guru tidak mutlak menganut salah satu model tertentu, karena menurut Arendsdalam Djaskarti,2005:1 tidak ada model pembelajaran yang lebih baik dari model pembelajaran lainnya.Demikian juga Joyce dkk., 2011:45 mengatakan bahwa satu model tidak bisa menjadi superior untuk semua mata pelajaran atau semua tujuan pendidikan sehingga pendidik harus menguasai beberapa model, dan meningkatkan kreativitas untuk berinovasi dan mengembangkan model-model pembelajaran. Menurut Soekamto dalam Nurulwati, 2000:10 sebagaimana dikutip oleh Shoimin 2014:23, mengemukakan maksud dari model pembelajaran adalah kerangka konseptual yang melukiskan prosedur yang sistematis dalam mengorganisasikan pengalaman belajar untuk mencapai tujuan belajar tertentu dan berfungsi sebagai pedoman bagi para perancang pembelajaran dan para pengajar dalam melaksanakan aktivitas belajar mengajar. Oleh karena itu menurut Sutarto dan Indrawati 2013:21-22 guru atau instruktur yang sekaligus sebagai perancang dan pelaksana aktivitas pembelajaran harus mampu memahami model pembelajaran dengan baik agar pembelajaran dapat terlaksana dengan efektif dan efisien. Lampiran Permendikbud Nomor 103 Tahun 2014 tentang Pembelajaran pada Pendidikan Dasar dan Menengah menyatakan bahwa, model pembelajaran merupakan suatu bentuk pembelajaran yang memiliki nama, ciri, sintak, pengaturan, dan budaya misalnya discovery learning, project-based learning, problem- based learning, inquiry learning. Kurikulum 2013 mewajibkan guru untuk melaksanakan pembelajaran dengan menggunakan pendekatan saintifikscientific approach , yaitu pembelajaran yang mengadopsi langkah-langkah saintis dalam membangun pengetahuan melalui metode ilmiah. Pendekatan ini menekankan pada proses pencarian pengetahuan, berkenaan dengan materi pembelajaran melalui kegiatan sebagai berikut: Mengamati Observing, Menanya Questioning, Mengumpulkan informasimencoba Experimenting, Mengasosiasi Associating, Mengomunikasikan Communicating. Dari uraian di atas, penulis mencoba menganalisis pendekatan saintifik pada Model Pembelajaran REAL- QUEST REORIENTATION OF LEARNING- QUESTIONING dalam Pembelajaran Biologi di SMA. MODEL PEMBELAJARAN REAL-QUEST REORIENTATION OF LEARNING- QUESTIONING UNTUK PEMBELAJARAN BIOLOGI di SMA Model Pembelajaran REAL-QUEST REORIENTATION OF LEARNING-QUESTIONING merupakan suatu pengembangan model pembelajaran Biologi di SMA yang menekankan pada upaya untuk menyiapkan siswa agar lebih siap ketika mengikuti ISBN 978-602-72071-1-0 Tahap 1 R E O R I E N T A T I O N Tahap 2 Q U E S T I O N I N G Tahap 3 I N V E S T I G A T I O N Tahap 4 S O L V I N G Gambar 1. Fase Model Pembelajaran REAL-QUEST proses pembelajaran di kelas. Berdasarkan hasil pengamatan penulis yang menemukan bahwa umumnya siswa kurang memiliki persiapan untuk mengikuti pembelajaran di kelas. tidak memiliki motivasi untuk belajar, dan tidak memilki pengetahuan konsep awal requisite skills, sehingga partisipasi siswa dalam pembelajaran menjadi rendah. Menurut Sumiati dan Asra 2007:33-35 efektifitas proses pembelajaran akan tercapai jika dalam pembelajaran guru melaksanakan prinsip : mengajar harus berdasarkan pengalaman yang sudah dimiliki siswa, pengetahuan dan keterampilan yang diajarkan harus bersifat praktis, mengajar harus memperhatikan perbedaan individual siswa, kesiapan readiness, tujuan pembelajaran harus diketahui siswa, dan mengikuti prinsip psikologi belajar Model Pembelajaran REAL-QUEST REORIENTATION OF LEARNING-QUESTIONING adalah model pembelajaran yang dibagi ke dalam 4 tahap, yaitu 1 Reorientation 2. Questioning 3.Investigation, dan 4 Solving, seperti tampak pada gambar berikut : Adapun sintakmatik Model Pembelajaran REAL- QUEST REORIENTATION OF LEARNING- QUESTIONING dapat dilihat pada tabel di bawah ini. ISBN 978-602-72071-1-0 Tabel 1.Sintakmatik Model Pembelajaran REAL-QUEST REORIENTATION OF LEARNING-QUESTIONING Sintakmatik Aktivitas Guru Aktivitas Siswa Tahap 1 Reorientation a. Menginformasikan kepada siswa untuk masuk ke dalam kelompoknya masing- masing b. Menyajikan kembali bahan materi bacaan,gambar,video pembelajaran yang harus dibaca atau dilihat oleh siswa a. Siswa masuk ke dalam kelompoknya masing-masing b. Siswa mengamatimelihat membaca materi bacaan, gambar,video pembelajaran Tahap 2 Questioning a. Menugaskan siswa mengumpulkan pertanyaan yang telah dibuat di rumah masing-masing kepada ketua kelompok dan menyeleksi semua pertanyaan sehingga menjadi pertanyaan kelompok b. Mencermati kualitas pertanyaan kelompok dengan mengacu pada kriteria pertanyaan ilmiah dan indikator pencapaian kompetensi a. Mencermati seluruh pertanyaan yang telah dibuat oleh anggota kelompok dan menyeleksi semua pertanyaan sehingga menjadi pertanyaan kelompok b. Mencatat masukan dari guru dan memperbaiki pertanyaan jika diperlukan Tahap 3 Investigation a. Menugaskan kelompok siswa untuk menjawab pertanyaan yang telah dibuatnya b. Menugaskan setiap kelompok untuk mempresentasikan hasil diskusi kelompok di depan kelas, dan memberikan tanggapan atas presentasi kelompok lain c. Mengamati dan melakukan penilaian serta terhadap jalannya diskusi kelas serta memberikan penajaman konsep a. Berdiskusi untuk menemukan jawaban b. Mempresentasikan hasil diskusi kelompok di depan kelas dan memberikan tanggapan atas presentasi kelompok lain c. Memperhatikan dan mencatat keterangan guru Tahap 4 Solving a. Mengajak siswa untuk merumuskan hasil diskusi sebagai hasil pembelajaran b. Guru memberikan penghargaan untuk siswa dan kelompok terbaik c. Membagikan lembar latihan soal d. Menginformasikan tugas untuk kegiatan pertemuan berikutnya a. Bersama guru membuat kesimpulan hasil pembelajaran b. Menerima penghargaan dari guru c. Mengerjakan latihan soal secara mandiri d. Mencatat informasi dari guru untuk kegiatan pertemuan berikutnya METODE PENELITIAN Analisis penerapan pendekatan saintifik pada sintakmatik model pembelajaran REAL-QUEST menggunakan modifikasi Lembar Kerja 3.1a Instrumen Materi Pelatihan Guru Implementasi Kurikulum 2013 tentang Perancangan Pendekatan Saintifik Scientific Approach pada Pembelajaran Biologi yang terdiri dari kegiatan mengamati, menanya, mengumpulkan informasi, mengasosiasikan dan mengkomunikasikan yang dipadukan dengan sintakmatik model pembelajaran REAL-QUEST. HASIL DAN PEMBAHASAN Analisis penerapan pendekatan Ilmiahsaintifik pada sintakmatik model pembelajaran REAL-QUEST didapatkan data sebagai seperti tampak pada tabel berikut. Tabel 2. Analisis Penerapan Pendekatan IlmiahSaintifik pada Sintakmatik Model Pembelajaran Real-Quest SINTAKMATIK MODEL REAL- QUEST LANGKAH PENDEKATAN ILMIAHSAINTIFIK Mengamati Menanya Mengumpulkan Informasi Mengasosiasi Mengo- munikasikan 1. Tahap 1 Reorentation a. Siswa masuk ke dalam kelompoknya masing-masing b. Siswa mengamatimeli -hat membaca materi bacaan, gambar,video pembelajaran ` 2. Tahap 2 Questioning a. Mencermati seluruh pertanyaan yang telah dibuat oleh anggota kelompok dan menyeleksi semua pertanyaan sehingga menjadi pertanyaan kelompok b. Mencatat masukan dari guru dan memperbaiki pertanyaan jika diperlukan Tabel 2. Analisis Penerapan Pendekatan IlmiahSaintifik pada Sintakmatik Model Pembelajaran Real-Quest SINTAKMATIK MODEL REAL- QUEST LANGKAH PENDEKATAN ILMIAHSAINTIFIK Mengamati Menanya Mengumpulkan Informasi Mengasosiasi Mengo- munikasikan 3. Tahap 3 Investigation a. Berdiskusi untuk menemukan jawaban b. Mempre- sentasikan hasil diskusi kelompok di depan kelas dan memberi- kan tanggapan atas presentasi kelompok lain c. Memper- hatikan dan mencatat ketera- ngan guru 4. Tahap 4 Solving a. Bersama guru membu- at kesim- pulan hasil pembelajaran b. Menerima penghargaan dari guru c. Mengerjakan latihan soal secara mandiri d. Mencatat informasi dari guru untuk kegiatan pertemuan berikutnya PENUTUP Simpulan Dari hasil analisis didapatkan bahwa sintakmatik Model Pembelajaran REAL-QUEST REORIENTATION OF LEARNING-QUESTIONING sudah sesuai pendekatan saintifik. Saran Disarankan agar Model Pembelajaran REAL- QUEST REORIENTATION OF LEARNING- QUESTIONING diuji, diperbaiki hingga menjadi Model Pembelajaran yang paling layak untuk diimplementasikan dalam pembelajaran Biologi di SMA. DAFTAR PUSTAKA Direktorat PSMA. 2015. Model-Model Pembelajaran SMA Naskah bahan pendampingan Implementasi Kurikulum 2013 . Jakarta : Kemdikbud Djaskarti,Etty. 2005. Dasar-Dasar Model Pembelajaran.Bandung : PPPG IPA Joyce, Weil, dan Calhoun. 2011. Model-Model PengajaranEdisi 8.Yogyakarta:Pustaka Pelajar Kemdikbud. 2014. Permendikbud No. 59 Tahun 2014 tentang Kurikulum 2013 SMAMA .Jakarta:Kementerian Pendidikan Dan Kebudayaan Kemdikbud. 2014. Materi Pelatihan Guru Implementasi Kurikulum 2013 Tahun Pelajaran 20142015 Mata Pelajaran Biologi SMASMK .Jakarta: BPSDMPK-PMP Kementerian Pendidikan Dan Kebudayaan Kemdikbud. 2014. Permendikbud No. 103 Tahun 2014 tentang Pembelajaran pada Dikdasmen. Jakarta: Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Shoimin,Aris. 2014. 68 Model Pembelajaran Inovatif dalam Kurikulun 2013 . Yogyakarta:Ar Ruzz Media Slamet,Joko. 2015. Ide : Model Pembelajaran Re-Quest Sebagai Aplikasi Pendekatan Ilmiah Dalam Pembelajaran Biologi di SMA . Makalah Seminar Nasional Biologi I. Jember : FKIP Pend. Biologi Unej. Sumiati dan Asra. 2007. Metode Pembelajaran, Bandung: Wacana Prima Sutarto Indrawati. 2013. Strategi Belajar Mengajar Sains. Jember: Jember University Press. Trianto. 2011. Mendesain Model Pembelajaran Inovatif-Progresif . Jakarta: Kencana Prenada Media Group. Trianto. 2014. Model Pembelajaran Terpadu:Konsep, Strategi, dan Implementasinya dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan . Jakarta: Bumi Aksara. ISBN 978-602-72071-1-0 PENGGUNAAN MODUL PEMBELAJARAN BERBASIS PROBLEM BASED LEARNING PBL DISERTAI DIAGRAM POHON PADA MATERI FOTOSINTESIS UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR KOGNITIF Afrida Husniati 1 Suciati 2 Maridi 3 1,2,3 Universitas Sebelas Maret Surakarta E-mail: afridahusniati1gmail.com ABSTRAK Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh penggunaan modul pembelajaran berbasis Problem Based Learning PBL disertai diagram pohon pada materi fotosintesis terhadap hasil belajar kognitif. Desain uji coba menggunakan one group pretest posttest design. Subjek peneliian ini adalah siswa kelas VII SMP Negeri 1 Sawoo sebanyak 32 siswa. Instrumen yang digunakan adalah tes kognitif. Analisis data yang dilakukan dengan menggunakan N-Gain ternormalisasi dan dilanjutkan dengan analisis Paired Sample t-test. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penggunaan modul pembelajaran berbasis Problem Based Learning PBL disertai diagram pohon pada materi fotosintesis berpengaruh terhadap hasil belajar kognitif dengan perolehan N-Gain sebesar 0,41 dan signifikasi 0,00. Kata Kunci: Modul, Problem Based Learning PBL, Fotosintesis, Hasil Belajar Kognitif. Surabaya, 23 Januari 2016 ISBN 978-602-72071-1-0 PENDAHULUAN Salah satu permasalahan pendidikan yang dihadapi bangsa Indonesia adalah rendahnya mutu pendidikan. Banyak hal yang harus dilakukan sebagai upaya peningkatan mutu pendidikan.Hal terpenting terletak pada proses belajar mengajar di dalam kelas yang melibatkan guru dan siswa karena proses belajar mengajar yang tidak hanya berpatokan pada penguasaan prinsip-prinsip yang fundamental, melainkan juga mengembangkan sikap yang positif terhadap belajar, penelitian, dan penemuan serta pemecahan masalah. Permasalahan pembelajaran sains antara lain berhubungan dengan tiga hal, yaitu kreativitas, bahan ajarbahan kajian, dan keterampilan proses sains Wenno, 2010. Paradigma pendidikan abad 21 dapat dirumuskan sebagaiberikut: 1 Menghadapi abad 21 yang makin sarat dengan teknologi dan sains dalam masyarakat global, pendidikan dituntut berorientasipada ilmu pengetahuan matematika dan sains alam disertai dengan sains sosial dan kemanusiaan humaniora dengan keseimbangan yang wajar;2 Pendidikan ilmu pengetahuan, bukan hanya membuat seorang siswa berpengetahuan, melainkan juga menganut sikap kelilmuan dan terhadap ilmupengetahuan, yaitu kritis, logis, inventif dan inovatif, serta konsisten, namun disertai pula dengan kemampuan beradaptasi;3 Di samping memberikan ilmu pengetahuan, pendidikan harus disertai dengan menanamkan nilai-nilai luhur dan menumbuh kembangkan sikap terpuji untuk hidup dalam masyarakat yang sejahtera dan bahagia di lingkup nasional maupun di lingkup antar bangsa dengan saling menghormati dan saling dihormati Badan Standar Nasional Pendidikan BSNP, 2010. Dewasa ini tuntutan dalam dunia pendidikan sudah mengalami banyak perubahan, sehingga paradigma lama di mana guru memberikan pengetahuan dan siswa hanya diam, mendengar, mencatat, dan memahami tidak dapat lagi dipertahankan. Hal tersebut sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai di dalamKurikulum Tingkat Satuan Pendidikan KTSP mata pelajaran IPA di SMP Depdiknas,2006, diantaranya: 1 melakukan inkuiri ilmiah untuk menumbuhkan kemampuan berpikir, bersikap, dan bertindak ilmiah serta berkomunikasi;2 meningkatkan pengetahuan, konsep, dan keterampilan IPA sebagai dasar untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang selanjutnya; 3 menunjukkan kemampuan belajar secara mandiri sesuai potensi yang dimiliki; 4 menunjukkan kemampuan menganalisis dan memecahkan masalah di dalam kehidupan sehari- hari.Namun data penguasaan sains pelajar Indonesia masih belum menggembirakan. Hal tersebut dapat dilihat dari hasil studi TIMSS The ThirdInternational Mathematics and Science Study dan PISA Programe forInternational Student Assessment . Framework kegiatan TIMSS meliputi:content, performance expectation, dan perspectives, dan literasi sains dalam studi PISA mencakup kemampuan menggunakan pengetahuan, mengidentifikasi masalah dalam kehidupan dalam rangka memahami fakta-fakta dan membuat keputusan tentang alam dan perubahan yangterjadi pada kehidupan Tjalla, 2011. Data TIMSS 2007 menunjukkan, kemampuan anak Indonesia berada pada posisi ke 35 dari 49 negara peserta. Rata-rata pencapaian skor sains siswa Indonesia menurut cakupan materi adalah: Biologi 422 4,0 untuk perempuan dan 425 4,3 untuk laki-laki Tjalla, 2011. Perolehan nilai tersebut menunjukkan bahwa siswa Indonesia rata-rata hanya mampu mengingat fakta, terminology dan hukum-hukum sains, tetapi menggunakan pengetahuan yang telah dimiliki untuk mengevalusi, menganalisis, dan memecahkan permasalahan kehidupan masih sangat kurang. Berdasarkan data PISA 2006 menunjukkan bahwa kemampuan literasi sains siswa Indonesia berada pada peringkat ke-50 dari 57 negara. Skor rata-rata sains yang diperoleh siswa Indonesia adalah 393.Hal ini menunjukkan bahwa sebagian besar 41,3 siswa Indonesia memiliki pengetahuan ilmiah terbatas yang hanya dapat diterapkan pada beberapa situasi yang familiar. Mereka dapat mempresentasikan penjelasan ilmiah dari fakta yang diberikan secara jelas daneksplisit. Sebanyak 27,5 siswa Indonesia memiliki pengetahuan ilmiah yang cukup untuk memberikan penjelasan yang mungkin di dalam konteks yang familiar atau membuat kesimpulan berdasarkan pengamatan sederhana. Siswa- siswa dapat memberikan alasan secara langsung dan membuat interpretasi seperti yang tertulis berdasarkan hasil pengamatan ilmiahyang lebih mendalam atau pemecahan masalah teknologi Tjalla, 2010. Berdasarkan hasil analisis proses pembelajaran di SMP Negeri 1 Sawoo melalui Standar Nasional Pendidikan SNP, menunjukkan bahwa standar proses memiliki ketercapaian terendah dengan nilai persentase 66,67. Rendahnya nilai persentase ketercapaian standar proses tentunya dipengaruhi oleh proses pembelajaran yang terjadi di dalam kelas. Berdasarkan hasil observasi diketahui bahwa proses pembelajaran belum mengarahkan siswa pada proses pembelajaran berdasarkan proses penemuan, sikap ilmiah, dan produk yang menjadi hakikat sains. Siswa hanya mendengarkan guru menyampaikan materi, mencatat materi yang diperintahkan oleh guru, melakukan percobaan sesuai petunjuk yang tertera di dalam LKS yang beredar dipasaran, tanpa melakukan proses sains seperti merumuskan masalah, berhipotesis, dan merancang percobaan. Berdasarkan data hasil Ujian Nasional UN IPASMP Negeri 1 SawooTahun Pelajaran 20132014mengalami penurunan khususnya pada materi Fotosintesis sebesar 63,31, sedangkan pada Tahun Pelajaran 20102011 sebesar 93,61. Hal tersebut terkait dengan karakteristik materi Fotosintesis yang sulit, cenderung pada penguasaan analisis yang kurang dipahami siswa, sehingga nilai yang diperoleh belum optimal. Hasil analisis nilai UTS, hasil belajar yang selayaknya mencapai KKM 75, namun diperoleh hasil kurang memuaskan. Nilai rata-rata UTS IPA 37,54 dengan nilai tertinggi 82,50 dan nilai terendah 17,50. Perolehan nilai rata-rata siswa yang masih di bawah ISBN 978-602-72071-1-0 standar menunjukkan bahwa terdapat kesenjangan yang menyebabkan siswa belum tuntas dalam pencapaian hasil belajar. Berdasarkan masalah tersebut, perlu dicari pemecahan masalah dalam menentukan bahan ajar yang tepat, yaitu bahan ajar mandiri berbasis konstruktivis yang melatih siswa dalam memecahkan masalah, dan mengaitkan konsep-konsep yang relevan dengan kehidupan di sekitar siswa. Penggunaan modul yang dikembangkan dengan model Problem Based Learning PBL disertai diagram pohon pada materi Fotosintesis. Modul merupakan bahan ajar mandiri yang memberikan keleluasaan pada siswa, baik secara individu maupun kelompok. Siswa dapat aktif mencari, menggali, dan menemukan konsep serta prinsip-prinsip dari suatu pengetahuan yang harus dikuasainya sesuai dengan perkembangannya. Diharapkan model PBL lebih baik untuk meningkatkan keaktifan siswa jika dibandingkan dengan model konvensional. Model ini mampu menuntutsiswa lebih aktif dalam berpikir dan memahami materi secara berkelompok dengan melakukan investigasi dan inkuiri terhadap permasalahan yang nyata di sekitarnya sehingga mereka mendapatkan kesan yang mendalam dan lebih bermakna tentang apa yang mereka pelajari. Penerapan model PBL pada pembelajaran IPA diharapkan siswaakan mampu menggunakan dan mengembangkan kemampuan untuk menyelesaikan masalah dengan menggunakan berbagai strategi penyelesaian.Diagram pohon mampu melatih siswa menemukan konsep-konsep penting dalam materi yang disajikan, dan mengaitkannya konsep-konsep tersebut menjadi pengetahuan yang utuh dan bermakna, sehingga pemahaman siswa terhadap konsep yang terdapat dalam materi lebih mendalam dan utuh. Modul berbasis PBL disertai diagram pohon memiliki prinsip mendorong siswa untuk lebih baik dalam belajar, diawali dengan penyajian masalah yang perlu dicari solusinya sampai menemukan konsep baru dan mengaitkan konsep tersebut menjadi pengetahuan yang utuh, serta adanya pantuan proses belajar siswa melalui umpn balik dari modul yang mendorong siswa mengevaluasi diri. Tuntutan terhadap siswa untuk mampu memecahkan masalah, diharapkan dapat mengembangkan cara berpikir atau tingkat kognitif siswa sehingga dapat meningkatkan hasil belajar aspek kognitif. METODE PENELITIAN Penelitian dilakukan dengan menggunakan one group pretest-posstest design. Subjek penelitian ini adalah siswa kelas VIII SMP Negeri 1 Sawoo sebanyak 32 siswa. Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah lembar tes untuk hasil belajar kognitif. Tes dilakukan sebelum proses pembelajaran pretest dan setelah proses pembelajaran Posttest. Instrumen yang dibuat sebelumnya dilakukan validasi. Instrumen pelaksanaan penelitian terdiri dari silabus, RPP, modul guru, modul siswa, dan instrumen penilaian pengetahuan. Instrumen pengambilan data terdiri Instrumen tes kognitif dilakukan uji coba untuk mengetahui validitas, realibilitas, daya beda, dan taraf kesukaran dari soal tes pengetahuan. Data dianalisis secara kualitatif. Analisis data yang diperoleh menggunakan analisis N-gain, kemudian dihitung dengan paired sample t-test HASIL DAN PEMBAHASAN A. HASIL Perbandingan nilai rata-rata hasil belajar kognitif pretest dan posttest dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1 Deskripsi Data Hasil Belajar Kognitif Pretest dan Posttest. Berdasarkan data pada Tabel 1, rata-rata nilai pretest adalah 64,41 dengan standar deviasi 7,89; nilai minimum 60; dan nilai maksimum 87. Sedangkan rata- rata nilai posttestadalah 79,91dengan standar deviasi 9,78; nilai maksimum 93; dan nilai minimum 60. Nilai pretestdan posttest tersebut kemudian dihitung tingkat kenaikan hasil belajar siswa dengan rumus N-gain ternormalisasi. Hasil perhitungan N-gain ternormalisasi diperoleh rata-rata kenaikan hasil belajar dari 32 orang siswa adalah 0, 41. Berdasarkan kriteria Hake, menunjukkan bahwa kenaikan hasil belajar siswa dalam kategori “Sedang “. Setelah dilakukan perhitungan N-gain ternormalisasi, hasil belajar selanjutnya diuji S t a n d a r D e v i a s i 7 , 8 9 9 , 7 8 ISBN 978-602-72071-1-0 prasyarat sebelum dilakukan uji lanjut. Ringkasanhasil analisis nilai pretest dan posttest disajikan pada Tabel 2. Tabel 2 Ringkasan Analisis Uji T Nilai Pretest dan Posttest Uji Jenis Uji Hasil Keputu san Kesimp u lan Norm alitas Kolmogoro f-Smirnov Sig pretest = 0,141 Sig posttest = 0,133 Ho diteri ma data normal Homo genita s Levene’s test Sig 0.102 Ho diteri ma data homoge n P a i r e d s a m p l e t - t e s t Berdasarkan data pada Tabel 2, diperoleh hasil uji normalitas data yang diuji dengan kolmogorof-smirnov, diperoleh taraf signifikansi sebesar 0,141 untukpretest dan 0,133 untuk posttest, kedua nilai tersebut lebih besar dari α = 0,05 sehingga Ho diterima yang berarti nilai pretest dan posttest berdistribusi normal. Uji homogenitas diperoleh taraf signifikansi sebesar 0,102 0,05 sehingga Ho diterima, yang berarti variansi setiap sampel samahomogen. Data nilai pretest dan posttest yang berdistribusi normal dan homogen, selanjutnya dianalisis dengan uji paired sample t-test uji t dua sampel berpasangan. Berdasarkan perhitungan diperoleh t hitung = -7,645 dengan probabilitas sebesar 0,00p 0,05, maka Ho ditolak. Hal tersebut menunjukkan bahwa terdapat perbedaan nilai hasil belajar siswa sebelum diberikan modul pembelajaran dengan nilai hasil belajar siswa setelah diberikan modul pembelajaran. Berdasarkan data tersebut, maka dapat diambil kesimpulan bahwa modul hasil pengembangan mampu meningkatkan hasil belajar siswa pada ranah kognitif

B. PEMBAHASAN