ISBN 978-602-72071-1-0 mapping
dapat meningkatkan kreativitas siswa pada materi kingdom animalia ?
3. Bagaimanakah
respon siswa
terhadap kolaborasi praktikum dan metode mind maping
dengan penerapan
pembelajaran contextual
teaching and learning pada materi kingdom
animalia ? Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan
pengaruh kolaborasi praktikum dan metode mind maping dengan penerapan strategi pembelajaran contextual
teaching and learning terhadap peningkatan hasil belajar
dan kreativitas siswa pada materi kingdom animalia METODE PENELITIAN
A. Tempat, Waktu dan Subyek Penelitian 1. Tempat penelitian
Penelitian ini bertempat di SMAN Negeri 1 Sidayu dengan alamat Jl. Pahlawan no.6 Sidayu tahun pelajaran
2014-2015. 2. Waktu Penelitian
Penelitian ini mulai dirancang pada bulan Januari 2015 dan waktu pelaksanaannya dilakukan pada bulan
Februari - April semester genap tahun ajaran 2014-2015. 3. Subyek penelitian
Subyek penelitian adalah siswa Kelas X-MIA 3 SMA Negeri 1 Sidayu tahun pelajaran 2014-2015 pada
kompetensi dasar Kingdom animalia. Jumlah siswa di kelas adalah 36 orang yang terdiri dari 16 siswa laki-
laki dan 20 Perempuan.
Di pilih kelas X-MIA 3 karena pada kelas ini banyaknya siswa yang terlibat organisasi
siswa intra sekolah OSIS sehingga mereka harus pandai membagi waktu belajar dengan organisasi dan kadang
kala mereka harus meninggalkan kelas untuk kegiatan di luar kelas. Kelas X-MIA 3 termasuk kelas yang murid-
muridnya tergolong ramai dan banyak bicara serta aktif. B. Rancangan Penelitian
Penelitian ini merupakan Penelitian Tindakan Kelas Classroom Action Research dengan pendekatan
kualitatif. Di sini guru sebagai pelaksana tindakan sekaligus sebagai pengamat tindakan penelitian.
Penelitian ini berlangsung dua siklus. Setiap siklus meliputi
planning rencana,
action tindakan,
observation pengamatan, dan reflection refleksi.
Langkah pada siklus berikutnya adalah perencanaan yang sudah direvisi, tindakan, pengamatan, dan refleksi.
Tindakan ini diterapkan kepada siswa X- MIA 3 SMAN 1 Sidayu Tahun pelajaran 2014-2015 semester genap.
C. Instrumen Penelitian
Ada 3 macam instrumen penelitian yang digunakan dalam penelitian ini yaitu:
1. Lembar Observasi Kreativitas Siswa Lembar observasi kegiatan siswa digunakan
untuk mengamati kreativitas siswa selama proses pembelajaran.
2. Angket Respon Siswa Terhadap metode pembelajaran Lembar angket respon siswa terhadap metode
pembelajaran untuk mengetahui respon siswa terhadap proses pembelajaran .
3. Lembar Tes Soal-Soal Soal tes digunakan sebagai alat ukur untuk mengetahui
penguasaan atau pemahaman siswa tentang materi yang diajarkan dengan menerapkan kolaborasi praktikum dan
mind
maping dengan
penerapan pembelajaran
kontekstual CTL. D. Teknik Pengambilan Data
Teknik pengambilan dan pengumpulan data
dilakukan sebagai berikut. 1.
Hasil belajar atau penguasaan materi kingdom animalia diperoleh dari hasil tes disetiap akhir siklus.
2. Kreativitas siswa yang diperoleh melalui hasil
observasi pada saat proses pembelajaran atau pengamatan hasil mind maping kelompok.
3. Angket respon digunakan untuk mengumpulkan
persepsi siswa terhadap kolaborasi praktikum dan metode
mind maping
dengan menerapkan
pembelajaran kontekstual teaching and learning.
E. Teknik Analisis Data Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini
adalah analisis deskriptif komparatif atau persentase . 1.
Hasil belajar atau penguasaan materi diperoleh dari hasil tes formatif. Skor maksimal 100.
a. Untuk nilai rata-rata tes formatif
Peneliti melakukan penjumlahan nilai yang diperoleh siswa, yang selanjutnya dibagi dengan jumlah siswa yang
ada di kelas tersebut. Dengan rumus:
N
X X
Dengan :
X
= Nilai rata-rata Σ X
= Jumlah semua nilai siswa Σ N
= Jumlah siswa Untuk ketuntasan belajar ada dua kategori ketuntasan
belajar yaitu secara perorangan dan secara klasikal. Siswa disebut tuntas belajar bila telah mencapai skor 75
atau 3, dan kelas disebut tuntas belajar di kelas tersebut terdapat 85 yang telah mencapai daya serap.
Untuk menghitung persentase ketuntasan belajar digunakan rumus sebagai berikut:
P = x 100
ISBN 978-602-72071-1-0 Untuk
menganalisis kreativitas
siswa berdasarkan taraf keberhasilan tindakan yaitu dari
frekuensi kemunculan deskriptor pada lembar observasi, setelah itu dihitung dengan rumus persentase
keberhasilan tindakan, kemudian disesuaikan dengan taraf keberhasilan tindakan, bila persentase keberhasilan
83-100 maka kategorinya sangat baik.
Tabel 1. Taraf Keberhasilan Tindakan
Persentase keberhasilan
Taraf Keberhasilan
83- 100 72
– 82 61 -71
50 -60 0 -49
Sangat baik Baik
Cukup Kurang
Sangat Kurang
Sumber Riduwan 2009
2. Respon siswa dianalisis dengan persentase, jika
siswa me njawab ya setuju ≥ 60 , maka dianggap
seluruh siswa setuju atau mempunyai respon yang positif terhadap pembelajaran tersebut.
Respon siswa dianalisis dengan menggunakan rumus: P = F N x 100
Keterangan: P = Persentase jawaban responden
F = Jumlah jawaban responden N = Jumlah responden
HASIL DAN PEMBAHASAN SIKLUS 1
Berdasarkan hasil penelitian pada siklus I didapatkan data sebagai berikut.
1. Tahap pelakasanaan tindakan
Pelaksanaan kegiatan belajar mengajar untuk siklus I dilaksanakan pada tanggal 13- 27 Februari 2015
di kelas X-MIA 3 dengan jumlah siswa 36 siswa. Dalam hal ini peneliti bertindak sebagai guru sekaligus sebagai
pengamat tindakan. Pengamatan observasi terhadap kreativitas siswa dalam pembuatan mind maping
dilaksanakan bersamaan dengan pelaksanaan belajar mengajar.
a. Hasil Belajar Siswa Pada akhir proses belajar mengajar siklus I tanggal 27
Maret siswa diberi tes formatif dengan tujuan untuk mengetahui tingkat keberhasilan siswa dalam proses
belajar mengajar. Hasil tes siswa disajikan pada Tabel 1
Table 2. Nilai Tes siklus I
No Abs
en Nilai
Ketera mpilan
No. Abs
en Nilai
Keteranga n
T T
T T
TT No
Abs en
Nilai Ketera
mpilan No.
Abs en
Nilai Keteranga
n T
T T
T TT
1 78
√ 20
77 √
2 80
√ 21
80 √
3 65
√ 22
85 √
4 89
√ 23
75 √
5 74
√ 24
78 √
6 70
√ 25
85 √
7 65
√ 26
76 √
8 80
√ 27
82 √
9 60
√ 28
85 √
10 87
√ 29
62 √
11 88
√ 30
85 √
12 58
√ 31
80 √
13 76
√ 32
78 √
14 80
√ 33
76 √
15 65
√ 34
84 √
16 64
√ 35
78 √
17 67
√ 36
79 √
18 76
√ 19
51 √
Ju mla
h 1373
Ju mla
h 1345
Jumlah Skor 2718 Jumlah Skor Mask. Ideal 3600
Skor Tercapai 75.5 Keterangan:
T : Tuntas
TT : Tidak Tuntas
Jumlah siswa yang tuntas : 25 Jumlah siswa yang belum tuntas : 11
Klasikal : Belum tuntas
TabTabel 3. Rekapitulasi Hasil Tes Siswa pada Siklus I
No Uraian
Hasil Siklus I
1 2
3 4
Nilai rata-rata tes formatif
Jumlah siswa yang
tuntas belajar
Jumlah siswa yang
tidak tuntas
Persentase ketuntasan
belajar 75,5
25 11
69,44
ISBN 978-602-72071-1-0 Dari tabel diatas dapat dijelaskan bahwa kolaborasi
praktikum dengan metode mind maping dengan penerapan pembelajaran contekstual teaching and
learning diperoleh nilai rata-rata hasil belajar siswa
adalah 75,5 dan ketuntasan belajar mencapai 69,44 atau ada 25 siswa dari 36 siswa sudah tuntas belajar.
Hasil tersebut menunjukkan bahwa pada siklus pertama secara klasikal siswa belum tuntas belajar, karena siswa
yang memperoleh nilai
≥ 75 hanya sebesar 72,22 lebih kecil dari persentase ketuntasan yang dikehendaki yaitu
85. b. Kreativitas siswa dalam pembuatan Mind maping
Tabel 4. Rekapitulasi hasil Observasi Kreativitas siswa
Kelompok Skor keberhasilan
tindakan 1
28 70
2 29
72.5 3
30 75
4 29
72,5 5
30 75
6 30
75 7
28 70
8 33
82,5 9
30 75
Jumlah 267
667,5
Rata-rata
74,16
Pada siklus I kelompok yang mendapat skor terendah adalah kelompok 1 dan kelompok 2 dengan skor 28,
sedangkan kelompok yang mendapatkan skor tertinggi adalah kelompok 8 dengan skor 33. Selama kegiatan
praktikum dan presentasi laporan dalam bentuk mind maping
kelompok 8 sangat antusias pada waktu pembedahan katak dan cicak, sedangkan pada waktu
presentasi mind maping juga sangat bagus. Rerata kreativitas siswa dalam membuat mind maping pada
siklus I sebesar 74,16 . 1. Temuan Penelitian setelah diberi tindakan I Siklus I
Pertemuan I 13- 27 Februari 2015
Berdasarkan hasil pembelajaran diperoleh.
1.1. Kekurangan a. Pada awal praktikum ada beberapa siswa terutama
yang putri yang takutragu-ragu terhadap beberapa bahan amatan seperti kadal, cicak, katak sehingga praktikum
kurang kondusif dan suasana kelas menjadi ramai. b. Siswa pada umumnya masih beradaptasi terhadap
kelompok masing-masing, c. Siswa masih banyak yang mengalami kesulitan untuk
membedah bahan amatan seperti cicak, katak, ikan d. Masih ada kelompok yang belum selesai pengamatan
sesuai dengan waktu yang ditentukan, e. Pada saat mengerjakan Mind Maping kerjasama antar
anggota masih relatif kurang, dan mind maping yang dihasilkan kurang menarik
f. Pada saat presentasi hasil mind maping hanya beberapa siswa yang aktif bertanya, dan masih banyak
siswa yang berbicara sendiri g. Waktu yang diperlukan lebih dari waktu yang
ditentukan, h. Terkendala waktu karna pada tanggal 9- 19 Maret ada
pelaksanaan UTS genap sehingga tes formatif untuk siklus 1 dilaksanakan setelah UTS yaitu tanggal 27 Maret
2015. h. Hasil tes menunjukkan 11 siswa yang belum tuntas,
secara klasikal belum mencapai ketuntasan belajar. 1.2. Kelebihan
a. Siswa sangat bersemangat untuk melakukan pembedahan terhadap bahan amatan terutama yang putra
b. Siswa berlomba-lomba untuk secepat mungkin menyelesaikan tugas membuat laporan dalam bentuk
mind maping
Refleksi Tindakan 1 Berdasarkan hasil temuan dari pembelajaran pada siklus
I, maka dilakukan tindakan perbaikan pada siklus II sebagai berikut:
a. Guru
menciptakan kondisi pembelajaran yang menyenangkan dengan
lebih mendekatkan diri pada siswa. b.
Guru memotivasi dan membimbing siswa untuk dapat membedah bahan
amatan dengan memberikan contoh membedah yang benar.
c. Guru memberikan reward
kepada kelompok yang menyelesaikan praktikum tepat waktu
d. Guru memotivasi siswa
dalam membuat laporan hasil praktikum dalam bentuk mind maping
e. Guru
mengingatkan kepada setiap siswa bahwa membuat mind maping
harus dikerjakan secara kelompok dengan kerjasama yang baik.
SIKLUS 2 1. Tahap pelaksanaan tindakan
Pelaksanaan tindakan
untuk siklus
II dilaksanakan 31 Maret
– 7 April 2015. Adapun proses belajar mengajar mengacu pada rencana pelajaran dengan
memperhatikan revisi pada siklus I, sehingga kesalahan atau kekurangan pada siklus I tidak terulang pada siklus
II. Pengamatan observasi dilaksanakan bersamaan dengan pelaksanaan belajar mengajar.
a. Hasil belajar siswa Pada akhir proses belajar mengajar siklus II tanggal 17
April 2015 siswa diberi tes formatif yang kedua dengan
ISBN 978-602-72071-1-0 tujuan untuk mengetahui tingkat keberhasilan siswa
dalam proses belajar mengajar. Hasil tes siswa disajikan pada Tabel 5.
Table 5. Nilai Tes siklus II
N o.
A bs
en Ni
lai Ketera
mpilan No.
Abs en
Ni lai
Keteranga n
T TT
T TT
1 86
√ 20
82 √
2 88
√ 21
84 √
3 82
√ 22
90 √
4 92
√ 23
90 √
5 92
√ 24
86 √
6 78
√ 25
80 √
7 78
√ 26
88 √
8 10
√ 27
88 √
9 86
√ 28
92 √
10 94
√ 29
70
√ 11
92 √
30 96
√ 12
88 √
31 82
√ 13
92 √
32
72
√ 14
88 √
33 92
√ 15
88 √
34 84
√ 16
78 √
35 96
√ 17
78 √
36 88
√ 18
78 √
19 74
√ Ju
ml ah
16 32
Ju mla
h 14
60
Jumlah Skor 3092 Jumlah Skor Mask. Ideal 3600
Skor Tercapai 85,88 Keterangan:
T : Tuntas TT : Tidak Tuntas
Jumlah siswa yang tuntas : 33 Jumlah siswa yang belum tuntas : 3
Klasikal : Tuntas Tabel 6. Rekapitulasi Hasil Tes
Siswa pada Siklus II
No Uraian
Hasil Siklus II
1 2
3 Nilai
rata-rata tes
formatif Jumlah siswa yang
tuntas belajar Jumlah siswa yang
85,88 33
3 4
belum tuntas Persentase ketuntasan
belajar 91,66
Berdasarkan tabel di atas diperoleh nilai rata-rata tes formatif sebesar 86,72 dan dari 36 siswa yang telah
tuntas sebanyak 33 siswa dan 3 siswa yang belum mencapai ketuntasan belajar dan ketuntasan belajar
mencapai 91,66 . Maka secara klasikal telah mencapai ketuntasan belajar karena lebih dari 85 . Hasil dari
siklus II ini mengalami peningkatan yang sangat tinggi dari siklus I. Adanya peningkatan ini disebabkan guru
berusaha menciptakan kondisi kelas yang kondusif dan menyenangkan, guru mengarahkan dan memotivasi
siswa dalam proses pembedahan pada waktu praktikum dan juga pada waktu pembuatan laporan praktikum
dalam bentuk mind maping, guru mengarahkan siswa supaya dalam membuat mind maping yang menarik
dengan menggunakan pencil warna- warni dan menyertakan gambar yang menarik, guru mengarahkan
dan membimbing siswa pada waktu presentasi mind maping
, guru memberikan reward kepada kelompok yang aktif dalam presentasi dan yang hasil mind mapingnya
menarik dan mudah di pahami siswa, guru lebih memberikan kesempatan kepada setiap siswa untuk
mengemukakan pendapatnya pada waktu presentasi mind maping
b.Kreativitas siswa dalam pembuatan Mind maping Tabel 7. Rekapitulasi Hasil Observasi Kreativitas
Siswa
Kelompok Skor
keberhasilan Tindakan
1 30
75 2
32 80
3 32
80 4
36 90
5 31
77,5 6
35 87,5
7 33
82,5 8
38 95
9 32
80 Jumlah
299 747,5
Rata-rata
83,05
Pada siklus II secara keseluruhan semua kelompok skor kreativitas dalam membuat mind maping mengalami
peningkatan. Pada kelompok 1 mendapat skor 30 kemudian kelompok 7 mendapat skor 33, sedangkan
kelompok 8 mendapat skor 38. Pada siklus II ini kelompok 8 masih tetap antusias dan kerjasama
kelompok sangat bagus serta hasil mind maping juga semakin menarik dengan menyertakan gambar. Rerata
ISBN 978-602-72071-1-0 kreatifitas siswa dalam membuat laporan bentuk mind
maping meningkat menjadi 83,05. Berikut ini perbandingan keberhasilan tindakan pada siklus I dan
siklus II. Tabel 8. Taraf Keberhasilan Tindakan Ditinjau dari
kreativitas Siswa dalam membuat mind maping
Siklus ke
Tanggal Presentase Keberhasilan
Nilai dengan
Huruf Taraf
Keberh asilan
I 13- 27
Februari 74,16
B Baik
II 31
maret- 7 April
83,05 A
Sangat baik
Presentase keberhasilan tindakan ditinjau dari kreativitas siswa dalam membuat laporan hasil praktikum dalam
bentuk mind maping mengalami peningkatan dari 74,16 menjadi 83,05
Berikut ini perbandingan hasil tes formatif dan ketuntasan belajar setiap siklus.
Tabel 9. Distribusi Hasil Tes Formatif dan Rerata Nilai Siklus I dan Siklus II
Kategori nilai
Persentase perolehan skor pada tes Siklus 1
Siklus 2 ≥ 75
25 69,44 33 91,66
≤ 75 11 30,55
3 8,33 Jumlah
36 100 36 100
Rerata 75,5
85,88 ketuntasan
69,44 91,66
Ketuntasan Belum tuntas
Tuntas Dari data diatas diketahui bahwa secara klasikal
pada siklus II telah mencapai ketuntasan belajar biologi berarti kolaborasi praktikum dengan metode mind
maping yang menerapkan contekstual teaching and
learning dapat meningkatkan kreativitas siswa dan
prestasi belajar biologi di SMA Negeri 1 Sidayu. 2. Temuan Penelitian pada siklus II
Berdasarkan hasil penelitian setelah diberi tindakan kedua, maka diperoleh data sebagai berikut.
2.1. Kekurangan a. Siswa yang belum tuntas belajar sebanyak 3 siswa.
b. Masih terkendala waktu karna pada tanggal 13-15
April 2015 ada pelaksanaan UNAS sehingga tes formatif baru bisa di laksanakan setelah pelaksanaan
UNAS. 2.2. Kelebihan
a. Kelas sangat kondusif dan menyenangkan, b. Siswa sangat antusias baik pada waktu
praktikum maupun pada waktu presentasi laporan mind maping.
c. Kerjasama antar anggota kelompok sangat kuat sehingga
kelompok dapat menyelesaikan
praktikum dan laporan mind maping tepat waktu,
d. Pada saat presentasi mind maping ternyata banyak siswa yang aktif bertanya dan banyak
yang memberikan tanggapan, e. Mind maping yang dihasilkan sangat menarik,
kreatif dengan menyertakan gambar dan percabangan pohon yang menarik.
f. Hasil dari tes akhir menunjukkan peningkatan keberhasilan
dalam menjawab
soal-soal ulangan, secara klasikal telah mencapai
ketuntasan belajar. 3. Refleksi
Pada tahap ini akan dikaji apa yang telah terlaksana dengan baik maupun yang masih kurang baik dalam
proses belajar mengajar dengan kolaborasi praktikum dan metode mind maping yang menerapkan contekstual
teaching and learning
. Dari dataa-data yang telah diperoleh dapat diuraikan sebagai berikut.
a. Selama proses belajar mengajar guru telah
melaksanakan semua pembelajaran dengan baik. Meskipun ada beberapa aspek yang belum
sempurna, tetapi persentase pelaksanaannya untuk masing-masing aspek cukup besar.
b. Berdasarkan
data hasil
pengamatana diketahui kreatifitas siswa dalam membuat mind
maping mengalami peningkatan yang sangat baik. c.
Kekurangan pada siklus I sudah mengalami perbaikan dan mengalami peningkatan yang
signifikan. d.
Hasil belajar siswa pada siklus II telah mencapai ketuntasan.
4. Revisi Pelakasanaan tindakan Pada siklus II guru telah menerapkan metode
kolaborasi praktikum dan metode mind maping dengan penerapan contekstual teaching and learning dengan baik
dan dilihat dari siswa dalam membuat mind maping sangat menarik dan kreatif serta hasil belajar siswa sudah
mengalami peningkatan yang sangat bagus. Maka tidak diperlukan revisi terlalu banyak, tetapi yang perlu
diperhatikan
untuk tindakan
selanjutnya adalah
memaksimalkan dan mempertahankan apa yang telah ada dengan tujuan agar pada pelaksanaan proses belajar
mengajar selanjutnya penerapan metode kolaborasi praktikum dan metode mind maping dengan penerapan
contekstual teaching and learning
dapat meningkatkan kreativitas dan prestasi belajar biologi sehingga tujuan
pembelajaran dapat tercapai c.Respon Siswa
Berdasarkan hasil angket penelitian yang diberikan kepada siswa menunjukkan bahwa respon siswa terhadap
ISBN 978-602-72071-1-0 penerapan kolaborasi praktikum dan metode mind
maping menunjukkan respon yang sangat positif dengan
menunjukkan kategori setuju lebih dari 75 dari 13 pernyataan yang diberikan.
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dideskripsikan diatas bahwa kolaborasi praktikum dan metode mind
maping
dengan penerapan CTL menunjukkan bahwa: 1. Hasil Belajar Siswa
Dengan kolaborasi praktikum dan metode mind maping
dengan penerapan CTL siswa dapat memahami materi kingdom animalia lebih mudah karna mengamati
macam-macam hewan
dengan cara
melakukan pembedahan secara langsung setelah itu membuat
laporan dalam bentuk mind maping kemudian didiskusikan sehingga konsep yang sulit akan mudah
dipahami. Menurut Djamarah dan Zain 2002:95 dalam prima 2015 bahwa metode praktikum adalah proses
pembelajaran dimana peserta didik melakukan dan mengalami sendiri, mengamati obyek, membuktikan dan
menarik kesimpulan suatu obyek amatan. Itu artinya dengan melakukan kegiatan praktikum yaitu pembedahan
seperti holoturoidea, cicak, katak, cumi-cumi, ikan bandeng maka siswa akan mengalami sendiri, mengamati
secara langsung sehingga dapat menjawab pertanyaan- pertanyaan yang diajukan, mengerti dan memahami
bagian anatomi dari hewan yang diamati. Menurut Soekarno dkk 1990 : 14 dalam Prima 2015 “metode
praktikum adalah suatu cara mengajar yang memberi kesempatan kepada siswa untuk menemukan suatu fakta
yang diperlukan atau i
ngin diketahuinya”. Kegiatan praktikum pada dasarnya dapat digunakan untuk :
1. Mendapatkan atau menemukan suatu konsep, mencapai suatu definisi sampai mendapatkan
dalil-dalil atau hukum-hukum melalui percobaan yang dilakukannya.
2. Membuktikan atau menguji kebenaran secara nyata tentang suatu konsep yang telah dipelajari.
Dengan metode Mind Mapping juga dapat digunakan sebagai cara termudah untuk menempatkan informasi ke
dalam otak. Dengan visualisasi kerja otak kiri yang bersifat rasional, numeric dan verbal bersinergi dengan
kerja otak kanan yang bersifat imajinatif, emosi, kreativitas dan seni. Dengan sinergi otak kiri dan kanan,
siswa dapat lebih mudah menangkap dan menguasai materi pelajaran. Mind Mapping merupakan cara
mencatat yang kreatif, efektif, dan secara harfiah akan “memetakan” pikiran-pikiran kita. Ini berarti mengingat
informasi akan lebih mudah dan lebih bisa diandalkan daripada menggunakan teknik pencatatan biasa atau
tradisional Herdian, 2009. Menurut Jensen 2002:95 mind mapping
merupakan teknik visualisasi verbal ke dalam gambar. Peta pemikiran sangat bermanfaat untuk
memahami, terutama materi yang diberikan secara verbal. Peta pikiran bertujuan membuat materi pelajaran
terpola secara visual dan grafis yang akhirnya dapat membantu merekam, memperkuat, dan mengingat
kembali informasi yang telah dipelajari. Lebih lanjut Herdian 2009 merumuskan bahwa “ mind mapping
merupakan teknik penyusunan catatan demi membantu siswa menggunakan seluruh otak agar optimum.
Caranya, menggabungkan kerja otak bagian kiri dan kanan. Dengan metode mind mapping siswa dapat
meningkatkan daya ingat hingga 78.” Pembelajaran kontekstual adalah pembelajaran yang
mengaitkan materi dengan konteks kehidupan sehari-hari sehingga pembelajaran memiliki pengetahuan atau
kecakapan yang secara fleksibel dapat diterapkan dari satu permasalahan atau konteks permasalahan lainnya
Ihsan, 2009. Dan terbukti mempelajari materi kingdom animalia harus dikaitkan secara langsung dengan
kehidupan sehari-hari yaitu mengamati hewan yang ada disekitar lingkungan tempat tinggal kita dengan
melakukan pengamatan di laboratorium dengan cara pengamatan ciri-ciri morfologi maupun secara anatomi
dengan pembedahan hewan yang berukuran besar sehingga siswa dapat mengalami sendiri proses
pembelajaran dan membuat siswa lebih mudah memahami konsep materi yang dipelajari. Dengan
demikian kolaborasi praktikum dan metode mind maping dengan penerapan CTL memberikan kemudahan bagi
siswa untuk memahami konsep kingdom animalia yang sulit dan materi yang sangat banyak, hal ini dapat dilihat
dari hasil ketuntasan belajar setiap siklus dari siklus 1 ke siklus 2 mengalami kenaikan sebesar 22,22 .
2. Kreativitas Kreativitas siswa dalam pembuatan laporan bentuk mind
maping semakin meningkat dengan ditunjukkan hasil
mind maping yang semakin menarik, gambar-gambar
yang berwarna-warni,
kelompok menggunakan
imajinasinya dengan membuat simbol hewan yang menarik sehingga mind maping sangat mudah di pahami
karna dihubungkan dengan dunia nyata yaitu hewan yang sudah diamati .
Setiap kelompok dalam membuat mind maping memaksimalkan otak kiri dan otak kanan. Fungsi otak
kanan adalah berfikir dalam bentuk gambar, berfikir secara menyeluruh, berfikir kreatif, sedangkan fungsi
otak kiri berfikir dengan kata-kata, berfikir secara runut, bernalar menurut logika. Hal ini ditunjukkan dari mind
maping siswa semakin mudah dipahami dan menarik. PENUTUP
Simpulan
Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa 1. Hasil belajar mengalami peningkatan setiap siklusnya,
siswa tidak tuntas mengalami penurunan dari 10 siswa
ISBN 978-602-72071-1-0 menjadi 3 siswa, dan persentase ketuntasan belajar secara
klasikal juga mengalami peningkatan dari 69,44 menjadi 91,66 . 2. Kreativitas siswa dalam pembuatan
laporan dalam bentuk mind maping pada setiap siklus mengalami peningkatan dengan taraf keberhasilan baik
pada siklus I menjadi sangat baik pada siklus II. 3. Sedangkan untuk Persepsi positif siswa terhadap
kolaborasi praktikum dan metode mind maping dengan penerapan contextual teaching and learning mendapat
respon yang positif dan secara umum setuju terhadap metode ini karena yang terkesan dengan pembelajaran ini
sebanyak 86 Saran
Sehubungan dengan simpulan diatas, maka disampaikan saran sebagai berikut:
1. Untuk
guru-guru dapat
menerapkan metode
pembelajaran ini dengan melengkapi bahan amatan untuk praktikum sehingga mendapatkan hasil
pembelajaran yang lebih baik 2. Dalam penerapan metode ini maka guru hendaknya
membekali siswa dengan menyarankan membawa bahan amatan hewan yang ukurannya relatif besar
sehingga memudahkan dalam proses pembedahan. 3. Perlu dilakukan penelitian yang lebih lanjut, karena
hasil penelitian ini hanya dilakukan di SMAN 1 Sidayu pada tahun pelajaran 20142015.
4. Untuk penelitian yang serupa hendaknya dilakukan perbaikan-perbaikan agar diperoleh hasil yang lebih
baik.
DAFTAR PUSTAKA
Herdian. 2009. Model Pembelajaran Mind Mapping. http:herdy07.wordpress.commodel-pembelajaran-
mind-mapping.html. diakses pada tanggal 23 Februari 2015.
Iksan, Khoirul. 2009. Peningkatan Proses Belajar Mengajar
melalui Strategi
Pembelajaran Kontekstual
. http:
my.opera.comkhoirulblog200912peningkatan proses-belajar-mengajar. di akses pada tanggal 25
Februari 2015 Jensen, Eric dkk. 2002. Otak Sejuta Gygabite: Buku
Pintar Membangun Ingatan Super. Bandung: Kaifa.
Nurhadi, dkk. 2004. Pembelajaran
Kontekstual Contextual
Teaching and
Learning dan
Penerapannya dalam KBK . Malang: Universitas
Negeri Malang. Prima,
Andre. 2015.
Metode Praktikum
. http:bit.lycopy_win
diakses pada tanggal 19 Februari 2015.
Riduwan. 2009 Dasar-dasar Statistik. Bandung: Alfabeta.
ISBN 978-602-72071-1-0
PENGEMBANGAN PERANGKAT PEMBELAJARAN IPA KELAS VII MENGGUNAKAN MULTIMODEL 5-E PADA
KEGIATAN LESSON STUDY BERBASIS MGMP IPA SMP
Kasman Arifin
Fakultas of Pelatihan Guru dan Pendidikan, Jurusan Pendidikan Biologi, Universitas Halu Oleo Kendari, Sulawesi Selatan
E-mail: kasman_arifinyahoo.com
ABSTRAK
Telah dikembangkan perangkat pembelajaran multimodel 5-E pada kegiatan lesson study berbasis MGMP-IPA-SMP. Langkah pengembangannya diawali dengan mendesain satu perangkat pembelajaran yang didasarkan pada 10 langkah
dari Dick and Carey. Perangkat diberi masukan perbaikan oleh pakar yang selanjutnya dijadikan model oleh peneliti kepada peserta lesson study yang berjumlah 20 orang guru IPA. Peserta lesson study dibagi tugas untuk
mengembangkan 18 perangkat pembelajaran kelas VII penyajian satu semester dengan tujuh variasi multimodel 5-E berdasarkan perangkat model. Setiap peserta tampil sebagai guru model pada kegiatan peer teaching, dan bersamaan
dengan itu peserta lainnya bertindak sebagai siswa dan pengamat, memberi refleksi untuk perbaikan. Selanjutnya, dilakukan real teaching dan kembali diberi refleksi untuk penyempurnaan perangkat di sekolah sampel sekolah dengan
siswa yang berkualitas tinggi, sedang dan rendah. Untuk menentukan kelayakan perangkat, maka dilakukan validasi oleh Tim pakar, guru dan penilaian dari siswa untuk LKS dengan menggunakan lembar penilaian. Hasil analisis
penilaian perangkat diperoleh hasil: 1 dari tiga validator pakar sepakat bahwa perangkat pembelajaran multimodel 5- E yang dikembangkan dapat digunakan dengan syarat beberapa perbaikan; 2 pada umumnya guru berpendapat bahwa
perangkat yang dikembangkan sesuai dengan kurikulum 2013, dan banyak memberi kemudahan guru mengajar dan siswa belajar; 3 tentang LKS, 97.6 siswa menyatakan isi LKS menarik, dan 74.6 siswa menyatakan cukup mudah
menjawab pertanyaan di LKS, dan hanya 7.5 siswa menyatakan sulit sekali. Kata Kunci:
Pengembangan perangkat, multimodel 5-E, IPA, Lesson Study berbasis MGMP.
ABSTRACT
It has been developed a learning tooldevice, multimodel 5-E on lesson study in Junior High School-Science Teacher Association-based activities. The development steps begin with designing a learning device based on the 10 steps of
Dick and Carey. Learning tool was given input for improvements by experts, then used as a model by the researcher to lesson study participants of 20 people science teacher. Lesson study participants were divided and given tasks to
develop 18 learning device class VII serving one semester with seven variations multimodel 5-E based device models. Each participant performed as a model teacher in peer teaching activities, and while the other participants act as a
student and observer, giving reflection for improvements. Furthermore, the teacher performed real teaching and again reflection was given to improve the learning tool in the sample schools schools with high, medium and low-quality
students. The device was validated by a team of experts to determine the feasibility, teachers and students for the assessment of Student-Worksheet LKS using the assessment sheets. Results of the assessment analysis: 1 four
experts agree that the learning device of multimodel 5-E that has been developed can be used with some revision; 2 in general, teachers found that tools are developed according to the 2013 curriculum, and facilitated teachers and students
in teaching and learning; 3 90 of students stated that LKS has interesting contents, and 74.6 of students stated they were quite easy to answer questions on worksheets, and only 0.8 of students stated difficult.
Keywords:
Learning device development, multimodel 5-E, science subject, teacher association-based Lesson Study.
“Mengubah Karya Akademik Menjadi Karya Bernilai Ekonomi Tinggi” Surabaya, 23 Januari 2016
ISBN 978-602-72071-1-0 PENDAHULUAN
Menyadari kondisi karakter bangsa saat ini, pemerintah mengambil inisiatif untuk mengutamakan
pembangunan karakter bangsa. Hal itu tercermin dalam Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional Tahun
2005-2025, yang menempatkan pendidikan karakter sebagai misi pertama guna mewujudkan visi pembangunan
nasional Kemendiknas, 2010b: 1. Perhatian lebih pemerintah terhadap pendidikan karakter, semakin terlihat
nyata dengan adanya Kompetensi Inti karakter di dalam kurikulum 2013 di samping Kompetensi Proses dan
Kompetensi Inti konten bidang studi Kemdikbud, 2013: 4.
Peran sekolah sebagai pendidik moral menjadi lebih vital karena semakin lemahnya pengaruh keluarga
terhadap anak-anak dan semakin kuatnya pengaruh teman sebaya Berkowisz, 2002: 54. Sejalan dengan itu, peran
sekolah menjadi semakin penting ketika anak-anak hanya mendapatkan sedikit pendidikan moral dari orang
tuanya, dan ketika makna nilai yang didapatkan melalui tempat ibadah lainnya perlahan tidak berarti dan
menghilang dari kehidupannya Lickona, 1991: 32. Pala 2011: 23, anak-anak menghabiskan sekitar 900 jam
setahun di sekolah, menjadi penting bagi sekolah melanjutkan peran proaktifnya dalam membantu keluarga
dan masyarakat mengembangkan kepedulian nilai-nilai etika lingkungan di mana anak-anak berada. Lickona
2004: 49, hal yang paling penting sekolah lakukan, membantu orang tua untuk membina siswa membangun
karakter yang kuat dan berhasil secara akademis.
Pendidikan yang berorientasi pada pengembangan karakter tidak dapat didasarkan atas cara pandang siswa
sebagai deretan gelas kosong yang harus diisi oleh para guru dengan isi yang sama dengan cara yang sama pula,
melainkan bertolak dari cara pandang bahwa siswa adalah bibit-bibit yang punya potensi keunggulan yang
beragam Semiawan, 2012: 7. Schwartz 2008: 4 menekankan, salah satu program efektif pendidikan
karakter yang memiliki dampak yang signifikan dan bertahan lama adalah menggunakan strategi berganda,
yaitu pendekatan pembelajaran multi-strategi. Arends 2007: 110 menjelaskan, menerapkan dua strategi utama
untuk memenuhi kebutuhan seluruh siswa berarti menerapkan pengajaran multimodel multiple models of
instruction
. Menurut Lickona Davidson 2005a: 1 dan Pala 2011: 2, karakter merupakan himpunan
kualitas yang membedakan individu satu dengan individu yang lainnya. Oleh karena itu, untuk dapat menumbuh-
kembangkan karakter siswa secara maksimal melalui pembelajaran, dirasa penting untuk mengembangkan
pembelajaran yang dapat memfasilitasi keberagaman gaya belajar dalam rangka mengakomodir preferensi
belajar setiap siswa.
Hasil kajian Lee Luykx 2006: 43, dengan merevieu hasil-hasil penelitian menunjukkan pentingnya
menggabungkan pola-pola budaya siswa sebagai dasar pengetahuan untuk mengembangkan pembelajaran sains.
Lasley Matchzynski dalam Tomlinson 1999: 61, hanya guru yang menerapkan pengajaran beragam
melalui penggunaan berbagai model pengajaran yang bersifat multisensori dan penuh dengan variasi akan
berhasil memaksimalkan kekuatan dan mengurangi kelemahan belajar siswa. Shihusa and Keraro 2009:
414, pendekatan pembelajaran efektif harus menerapkan beberapa metode pembelajaran untuk meningkatkan
motivasi dan aktivitas belajar siswa dalam pembelajaran Biologi. Subban 2006: 939 melaporkan hasil
penelitian bahwa, kinerja dan sikap siswa secara signifikan lebih baik ketika pembelajaran melalui
pendekatan gaya belajar dibandingkan dengan pengajaran tradisional.
Hasil kajian terhadap perangkat dan pembelajaran guru sains-Biologi pada SMPN di Kota Kendari,
diperoleh informasi bahwa penerapan metode, strategi, model pembelajaran pada setiap materi pokok cenderung
monoton, kurang variatif dan tidak lengkap. Hal ini merupakan tantangan dalam rangka mendukung
pengembangan
potensi keberagaman
termasuk keberagaman gaya belajar dan tumbuh-kembangnya
karakter siswa dalam pembelajaran berbasis kurikulum 2013 Arifin, 2011. Di samping itu, hasil kajian tentang
Keterampilan Proses Sains KPS yang di dasarkan pada instrumen yang dikembangkan Kazeni 2005, diperoleh
informasi bahwa siswa SMPN di Kota Kendari belum memahami dengan baik setiap komponen dari KPS, pada
umumnya siswa kemungkinan hanya memberi jawaban spekulasi. Hasil wawancara beberapa guru IPA SMPN
didapatkan informasi bahwa, KPS kurang dilatihkan, tidak
semua guru
mampu mengajarkannya
melatihkannya, kalaupun diajarkan, tidak lengkap karena alasan
sarana belajar yang tersedia tidak memadai dengan jumlah siswa yang ada Arifin, 2012.
Hasil kajian awal tersebut, menunjukkan bahwa baik perencanaan, proses dan evaluasi pembelajaran
sains di SMP masih perlu banyak dibenahi. Liliasari 2007: 13 melaporkan, pada umumnya pembelajaran
sains di Indonesia lebih banyak menuntut siswa mempelajari konsep-konsep dan prinsip-prinsip sains
secara verbalistik. Cara pembelajaran seperti ini menyebabkan siswa pada umumnya hanya mengenal
banyak peristilahan sains secara hafalan tanpa makna. Dengan demikian belajar sains bagi siswa hanya diartikan
sebagai pengenalan sejumlah konsep-konsep dan
peristilahan dalam sains saja. Pada Ujian Nasional 2010, mata pelajaran IPA merupakan salah satu
mata pelajaran yang mendapatkan nilai yang rerata rendah secara nasional Pustendik-BALITBANG-BSNP,
2010.
Berdasarkan uraian tersebut, nampak jelas pentingnya pengembangan pembelajaran yang dapat
memfasilitasi keberagaman gaya belajar siswa dalam menumbuh-kembangnya karakter dan pencapaian hasil
belajar siswa. Strategi pembelajaran yang dikembangkan disebut multimodel 5-E, yakni beberapa modelstrategi
pembelajaran seperti inkuiri, pengajaran berbasis masalah, pengajaran langsung, pembelajaran kooperatif
dan strategi-strategi belajar PQ4R dan peta konsep disajikan secara terintegrasi sesuai karakteristik materi
pada setiap tatap muka dalam bingkai siklus belajar 5-E Engange, Explore, Explain, Elaborate, dan Evaluate
yang diadaptasi dari BSCS 2009.
Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji kelayakan
ISBN 978-602-72071-1-0 perangkat pembelajaran multimodel 5-E yang telah
dikembangkan oleh kelompok lesson study berbasis MGMP IPA SMPN di Kota Kendari. Pengkajian
perangkat didasarkan pada Nieveen 1999, yakni, kevalidan validity, kepraktisan practicality dan
keefektivan effectiveness.
Kevalidan perangkat pembelajaran ditentukan berdasarkan pada rasionalitas teoritis yang kuat dan
konsistensi internal yang dinilai oleh para pakar yang memahami tentang perangkat pembelajaran. Kepraktisan
dipenuhi jika ahli dan praktisi guru menyatakan bahwa perangkat pembelajaran yang dikembangkan benar-benar
dapat diterapkan, sedangkan keefektivan ditentukan berdasarkan
tanggapan dan
kemampuan siswa
menggunakan materi ajar tanpa mengalami kesulitan, dan siswa merasa nyaman melakukan pembelajaran.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil penilaian kelayakan perangkat pembelajaran multimodel 5-E dari empat pakar Tiga Guru Besar dan
seorang Doktor Bidang Pendidikan Sains, secara garis besar
disajikan pada
Tabel 2;
berikut ini:
ISBN 978-602-72071-1-0
Tabel 2. Hasil Penilaian Kelayakan Tim Pakar terhadap perangkat Pembelajaran Multimodel 5-E No
Komponen Validator
Rerata Kriteria
1 2
3 4
1 2
3 4
5 6
7 8
1 Bagian Awal
3.75 4
4 3.75
3.88 Valid
2 Silabus
3.83 3.83
4 3.83
3.87 Valid
3 RPP
3.9 3.85
3.93 3.85
3.88 Valid
4 LKS dan Kunci LKS
3.91 3.5
3.58 3.5
3.62 Valid
5 Tabel spesifikasi LP
3.66 3
4 3
3.42 Valid
6 Lembar penilaian LP dan kunci
3.33 3.18
3 3
3.13 Valid
7 Media
3 4
2.67 3.33
3.25 Valid
8 Keterkaitan Antar Komponen
4 4
4 4
4 Sangat Valid
9 Justifikasi Pakar Tentang Skenario dalam Perangkat Pembelajaran
a. Apakah skenario pembelajaran
multimodel 5-E dalam perangkat sudah sesuai untuk menumbuh-kembangkan
karakter ? 4
4 4
4 4
Sangat Valid
b. Apakah skenario pembelajaran
multimodel 5-E dalam perangkat sudah sesuai untuk meningkatkan Hasil
Belajar siswa? 4
4 4
4 4
Sangat Valid Rerata
3.74 3.74
3.72 3.63
3.7 Sangat Valid
ISBN 978-602-72071-1-0 Dari Tabel 2; Nampak bahwa semua
komponen dari perangkat pembelajaran multimodel 5-E dinyatakan valid hingga sangat valid. Selain itu,
skenario pembelajaran multimodel 5-E dinyatakan sesuai untuk menumbuh-kembangkan karakter dan
meningkatkan hasil belajara siswa.
ISBN 978-602-72071-1-0
Tabel 3. Respons Guru penelaah terhadap 18 perangkat Pembelajaran 5-E No
Pertanyaan Kategori
Penelaah Total
persen 1
2 3
4 5
6
1 2
3 4
5 6
7 8
9
10
1 Perangkat sesuai
kurikulum 2013 Sesuai
18 100
18 100
18 100
18 100
15 83.3
15 83.3
94.4
Memerlukan revisi kecil
3 16.6
3 16.6
5.6 Memerlukan
revisi besar Tidak sesuai
2 Perangkat
memberi kemudahan guru
Banyak memberi
kemudahan 18
100 18
100 18
100 18
100 16
88.9 18
100
98.2
Sedikit memberi
kemudahan 2
11.1 1.8
Tidak memberi
kemudahan Malah
mempersulit
3 Perangkat
memberi kemudahan
siswa Banyak
memberi kemudahan
18 100
18 100
18 100
18 100
16 88.8
16 88.8
96.3
Sedikit memberi
kemudahan 2
11.1 2
11.1 3.7
Tidak memberi
kemudahan Malah
mempersulit
4 Penerapan
perangkat sama dengan
penerapan perangkat di
sekolah Sejenis yang
diterapkan di sekolah
18 100
18 100
18 100
13 72.2
18 100
78.7
Sedikit berbeda
16 88.8
5 27.8
19.4 Banyak
berbeda 2
11.1 1.8
5 Tingkat
kesulitan perangkat
Terlampau tinggi
1 5.6
- 1 5.6
1.9 Sudah sesuai
18 100
18 100
18 100
17 94.4
18 100
17 94.4
98.1
Terlampau mudah
6 Skenario dapat
di terapakan di sekolah
Tidak memberi
masukan Sudah baik
18 100
18 100
18 100
18 100
18 100
18 100
100
Perlu
ISBN 978-602-72071-1-0
No Pertanyaan
Kategori Penelaah
Total persen
1 2
3 4
5 6
1 2
3 4
5 6
7 8
9
10
perbaikan
7 Skenario sudah
sesuai untuk menumbuh
kembangkan karakter
Tidak memberi
masukan Sudah baik
18 100
18 100
18 100
18 100
18 100
18 100
100
Perlu perbaikan
8 Skenario sudah
sesuai meningkatkan
hasil belajar siswa
Tidak memberi
masukan Sudah baik
18 100
18 100
18 100
18 100
18 100
18 100
100
Perlu perbaikan
ISBN 978-602-72071-1-0 Berdasarkan data pada Tabel 3; nampak
bahwa hasil telaah guru dari delapan aspek yang ditanyakan diperoleh persentase berkisar antara 78.7 -
100. Hal ini berarti bahwa perangkat pembelajaran multimodel 5-E yang dikembangkan melalui kegiatan
lesson study
berbasis MGMP-IPA memenuhi syarat kepraktisan, dan sesuai untuk menumbuh-kembangkan
karakter dan meningkatkan hasil belajar siswa.
ISBN 978-602-72071-1-0
Tabel 4. Respons siswa terhadap LKS yang dikembangkan No
Jenis Perangk
at Pertanyaan
Kriteria Jumlah dan setiap
kategori Sekolah Total
Ket Tinggi
Sedang Rendah
1 LKS
Apakah isi LKS ini
menarik? Menarik
67 95.8 90 98.9 50 94.2
210 97.6
Isi LKS menarik
Tidak menarik
3 4.2 1 1.1
3 1.9 5 2.4
Apakah penampilan
LKS ini menarik
Menarik 5984.5
83 84.5 59 84.5 192 90
Penampila n LKS
menarik Tidak
menarik 11
15.5 8 8.7
3 5.8 22 10
Menurut pendapatmu,
apakah uraian atau
penjelasan dalam LKS ini
terlalu sulit? Ada
banyak 13
18.3 5 5.4
4 7.7 22
10.5 Uraian
penjelasan LKS Tidak
terlalu sulit Ada sedikit
49 70.4
77 83.7 42 78.8 168
77.6 Tidak ada
4 7.7 9 10.9
6 13.5 23
11.9
2 Tes Hasil
Belajar Apakah anda
merasa mudah untuk
menjawab butir soal Tes
Hasil Belajar? Mudah
5 7.0 23 25.0 10 19.2
38 17.1
Cukup mudah
ISBN 978-602-72071-1-0 Berdasarkan data pada Tabel 4; pada umumnya siswa
berpendapat bahwa isi LKS menarik 97.6 dan hanya 2.4 siswa menyatakan LKS tidak menarik. Begitu juga
penampilan LKS, 90 siswa menyatakan menarik dan 10 menyatakan tidak menarik. Selain itu, terhadap tes
hasil belajar, 74.6 siswa menyatakan cukup mudah, 17.1 menyatakan mudah, 7.5 menyatakan sulit dan
0.8 siswa menyatakan sulit sekali. Dengan demikian LKS yang digunakan pada pembelajaran multimodel 5-E
dikategorikan efektif . Menurut Donavan dalam Tomlinson 1998, keefektivan dapat diamati dari
kemampuan siswa menggunakan materi ajar tanpa mengalami kesulitan dan siswa merasa nyaman
melakukan pengajaran dalam membentuk pengalaman belajarnya.
SIMPULAN DAN SARAN Simpulan
Adapun simpulan penelitian ini adalah: 1 Perangkat pembelajaran multimodel 5-E yang
dikembangkan oleh kelompok lesson study berbasis MGMP-IPA SMPN di Kota Kendari
layak untuk digunakan pada penerapan kurikulum 2013.
2 Perangkat pembelajaran multimodel 5-E yang dikembangkan oleh kelompok lesson study
berbasis MGMP-IPA SMPN di Kota Kendari, sudah sesuai untuk menumbuh-kembangkan
karakter dan meningkatkan pencapaian hasil belajar IPA siswa.
Saran
Berdasarkan hasil penelitian ini disarankan agar kegiatan Lesson study berbasis MGMP-IPA SMP
dilaksanakan secara terencana dan secara kontinyu agar wawasan dan keterampilan guru menyiapkan dan
menerapkan pembelajaran multimodel dapat terus ditingkatkan.
UCAPAN TERIMA KASIH Penulis mengucapkan terima kasih kepada Dinas
Pendidikan dan Kebudayaan Kota Kendari atas dukungannya sehingga program Lesson study menjadi
salah satu program utama peningkatan mutu pendidikan di Kota Kendari. Kepala Sekolah atas dukungan fasilitas
untuk kelancaran kegiatan. Guru-guru IPA SMPN yang tergabung di dalam Lesson study berbasis MGMP atas
perhatian dan kerja kerasnya sehingga kegiatan dapat berlangsung sesuai yang diharapkan.
DAFTAR PUSTAKA Arifin, K., 2011 Analisis Kualitatif dan Validasi
Instrumen Keterampilan Proses Sains Terpadu pada SMPN Di Kota Kendari
. Didasarkan pada: Development And Validation Of A Test Of Integrated
Science Process Skills For The Further Education And Training Learners. A Dissertation by Kazeni
Mungandi Monde Monica 2005. Tugas Mata Kuliah
Penunjang Tugas Akhir Pengembangan Instrumen Lanjut. Program Studi S-3 Pendidikan Sains Program
Pascasarjana Unesa. ---------
. 2011.“Profil Mengajar Guru IPA-Biologi di Kota Kendari
. Tugas Mata Kuliah Penelitian Kualitatif. Program Studi S-3 Pendidikan Sains Unesa.
C E
P. 2013.
Academic Achievement.
http:www.character.orgkey-topicsacademic- achievement. Diunduh, Selasa 24 Desember 2013
_____. 2011 Schools of Character Bringing Out the BEST in Everyone.
USA: Character Education Partnership. website, www.character.org.
_____. 2010. The Eleven Principles of Effective Character Education
. Revision. USA: Character Education Partnership. website, www.character.org
Kemdikbud R.I., 2013. Ilmu Pengetahuan Alam SMPMTs Kelas VII:
Buku Guru. Jakarta: Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.
Kemendiknas, 2010b.
Kebijakan Nasional
Pembangunan Karakter Bangsa Tahun 2010-2025 .
Jakarta: Kementerian Pendidikan Nasional. Badan Penelitian dan Pengembangan. Pusat Kurikulum
dan Perbukuan. Lee, O. and A Luykn, A., 2006. Science Education and
Student Diversity. Syntehesis and Research Agenda .
London: Cambridge University Press. Lickona, T., 2004. Character Matters. Persoalan
Karakter. Bagaimana
Membantu Anak
Mengembangkan Penilaian yang Baik, Integritas, dan Kebajikan Penting Lainnya.
Diterjemahkan Oleh: Juma Abdu Wamaungo dan Jean Antunes
Rudolf Zien. Jakarta: PT. BUMI AKSARA. Lickona, T. and Davidson, M. 2005a. A Character
Lexicon: 7 Ways to Think About Character . A
Report to the Nation: Smart Good High Schools: A New Paradigm for High School Character
Education . Center for the 4th and 5th Rs Respect
Responsibility State University of New York SUNY. College at Cortland , NY. Institute for
Excellence Ethics Fayetteville, NY.
__________., 1991. Educating for Character. How Our Schools Can Teach Respect and Responsibility.
New York: Bantam Books. Megawangi, 2004. Pendidikan Karakter Solusi yang
Tepat untuk Membangun Bangsa . Jakarta : BP
Migas dan Star Energy. Nur. M. 2011. Kumpulan Instrumen Hibah Kompetisi
2011. Surabaya: Pusat Sains Matematika Sekolah PSMS. Universitas Negeri Surabaya.
Ratumanan dan Laurens. 2006. Evaluasi Hasil Belajar pada Tingkat Satuan Pendidikan.
Surabaya: Unesa Press.
Samani, M. dan Hariyanto. 2011. Pendidikan Karakter. Konsep dan Model
. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya Offset.
Schwartz, M. J., 2008. “Character Education in the United States: Starving for Effective Practice”.
Paper presented at Conference titled in Search of Common Values. University of Tartu, Tallinn.
Estonia.
____________., 2008. “Effective Character Education. A Guidebook for Future Educator
”. New York: McGraw-Hill Companies, Inc.
ISBN 978-602-72071-1-0 Semiawan, C. R., 2012. “Pendidikan Karakter Berbasis
Budaya Lokal”. Makalah pada Seminar Internasional Bahasa, Sastra dan Budaya Nusantara,
16 Februari. Jakasrta: Program Pascasarjana Universitas Muhammadyah Prof. Dr. Hamka.
Shihusa, H. and Keraro, F. N., 2009 . “Using Advance
Organizers to Enhance Students, Motivation in Learning Biology”. Eurasia Journal of
Mathematics, Science Technology Education, 54, pp. 413-420
Subban, P., 2006. “Diffrentiated Instruction: A Research Basis”. International Education Journal,
7 7: Shannon Research Press. http:iej.com.au pp. 935-947.
Neiveen, N. 1999: Prototiping to Reach Product Quality.” Dalam Design Approaches and Tools in
Education and Training . Yan van Akker, Robert
Maribe Branch, Kent Gustafson, Nienke Neiveen, Tjeerd Plomp Dordrecht: Kluwer Academic
Publisher. hlm. 125 —135.
Tomlinson, B. ed 1998: Material Development in Material Teaching.
Combridge University Press, New York.
ISBN 978-602-72071-1-0
PEMBELAJARAN INKUIRI BERBASIS EKOSISTEM MANGROVE UNTUK MENINGKATAN KEMAMPUAN
INKUIRI SISWA
Nandang Kusmana
1
Bambang Supriatno
2
Wahyu Surakusumah
2
1
Mahasiswa Pendidikan Biologi Sekolah Pascasarjana Universitas Pendidikan Indonesia
2
Dosen Pendidikan Biologi FPMIPA Universitas Pendidikan Indonesia E-mail: nandang.kusmana6886gmail.com
ABSTRAK
Studi ini dilakukan untuk menemukan perbedaan peningkatan kemampuan inkuiri antara siswa yang belajar melalui kegiatan pembelajaran inkuiri berbasis ekosistem mangrove dan kegiatan pembelajaran konvensional
yang dilakukan di sebuah SMA di Kota Serang. Penelitian ini menggunakan metode eksperimen semu dengan desain the static group pretest- posttest. Sejumlah siswa kelas X n = 46 terlibat sebagai subjek penelitian
yang diambil dengan teknik cluster random sampling. Teknik pengumpulan data menggunakan tes kemampuan inkuiri dan lembar observasi kegiatan inkuiri siswa. teknik pengolahan data melalui uji normalitas
dan uji homogenitas, uji N-gain serta uji-t dua pihak dengan bantuan program SPSS versi 16. Hasil analisis data menunjukkan terdapat perbedaan peningkatan kemampuan inkuiri yang signifikan antara siswa yang
belajar melalui kegiatan pembelajaran inkuiri berbasis ekosistem mangrove dengan nilai sig. 0,000 0,05 yang berarti H
ditolak dan H
1
diterima. Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa siswa yang belajar melalui kegiatan pembelajaran inkuiri berbasis ekosistem mangrove memiliki rata-rata N-gain 0,40 lebih tinggi
dibandingkan siswa yang belajar melalui kegiatan pembelajaran konvensional yang memiliki rata-rata N-gain 0,20. Sehingga penggunaan kegiatan pembelajaran inkuiri berbasis ekosistem mangrove dapat membantu
siswa dalam meningkatkan kemampuan inkuiri yang lebih baik daripada penggunaan kegiatan pembelajaran konvensional
.
Kata Kunci : pembelajaran inkuiri berbasis ekosistem mangrove, pembelajaran konvensional, kemampuan
Inkuiri
ABSTRACT
This study aimed to find out the differences enchancement of inquiry abilities between the students who studied by applying inquiry-based mangrove ecosystem learning and conventional learning conducted in a
high school in Serang. This research used a quasi-experiment method with the static group pretest-posttest design. The subject of tthe resesarch was the student of first grade with total of participants were 46 by using
cluster random sampling. The technique of collection data used use inquiry abilities test and observation of student inquiry activities. The technique of analyzing data used normality and homogenity test, N-gain test,
and t-test were tested by SPSS version 16. The results of data analysis showed that there were differences of the enchancement of inquiry abilities between the student who studied by inquiry-based mangrove ecosystem
and conventional learning activities, it can p
roved by student’s significant score 0.000 0.05 it meant that H was rejected and H
1
was accepted. The results showed that the mean score of the students who studied by inquiry-based mangrove ecosystem is 0.40, higher than the students who studied by conventional learning is
0.20. The conclusion is the use of inquiry-based mangrove ecosystem can help the students to enhance the inquiry abilities better than the use of conventional learning.
Keywords
: inquiry based mangrove ecosystem, conventional learning, inquiry abilities inquiry PENDAHULUAN
Surabaya, 23 Januari 2016
ISBN 978-602-72071-1-0 Biologi merupakan salah satu disiplin ilmu yang
termasuk ke dalam kelompok sains atau IPA. IPA sains merupakan ilmu pengetahuan tentang gejala alam yang
dituangkan berupa fakta, konsep, prinsip dan hukum yang teruji kebenarannya dan melalui suatu rangkaian
kegiatan dalam metode ilmiah Djojosoediro. Sehingg pembelajarannya pun harus mengarah pada kegiatan
ilmiah. Salah satu strategi pembelajaran yang mengarah pada metode ilmiah adalah pembelajaran inkuiri.
Pembelajaran inkuiri sangat cocok dengan karakter biologi yang merupakan salah satu pelajaran yang
tergolong ke dalam sains. Suchman Hermawati, 2012 yang menyatakan bahwa inkuiri merupakan alat
fundamental
bagaimana anak
belajar, karena
pembelajaran sains biologi tidak dapat dijalankan tanpa melalui inkuiri.
Pembelajaran inkuiri adalah pembelajaran yang membawa siswa secara langsung ke dalam proses ilmiah
dalam waktu yang relatif singkat Trianto, 2009: 166- 167. Inkuiri tidak hanya mengembangkan kemampuan
intelektual tetapi seluruh potensi yang ada, termasuk pengembangan
emosional dan
pengembangan keterampilan. Pada hakikatnya inkuiri ini merupakan
suatu proses yang bermula dari merumuskan masalah, merumuskan hipotesis, mengumpulkan bukti, menguji
hipotesis, menarik kesimpulan sementara dan menguji kesimpulan sementara.
Lawson Oguz-unver dan Arabacioglu, 2011 mengemukakan bahwa belajar inkuiri merangsang
inteligensi dan kreativitas akibat dari proses berpikir. Pembelajaran inkuiri menekankan pada keaktifan siswa
untuk memiliki pengalaman belajar dalam menemukan konsep-konsep materi berdasarkan masalah yang
diajukan. Pembelajaran
inkuiri memanfaatkan
keingintahuan siswa untuk mendapatkan suatu jawaban dari
pertanyaanmasalah yang
dimilikinya. Pertanyaanmasalah dapat memotivasi siswa untuk
mencari tahu jawabannya melalui perencanaan dan pelaksanaan penyelidikan. Proses pembelajaran seperti
ini akan melibatkan secara maksimal seluruh kemampuan siswa untuk mencari dan menyelidiki secara sistematis,
kritis, logis, analitis, sehingga mereka dapat merumuskan sendiri penemuannya dengan penuh percaya diri.
Pembelajaran berbasis inkuiri dapat menciptakan suasana belajar yang menuntut siswa menemukan pengetahuan
dengan pemahaman mereka sendiri dengan bermodalkan rasa ingin tahu Suma, 2010. Dengan pembelajaran
inkuiri siswa dituntut untuk menemukan jawaban- jawaban yang ilmiah untuk menjawab pertanyaan-
pertanyaan yang muncul dari rasa ingin tahu mereka. Pembelajaran inkuiri memfasilitasi siswa untuk bebas
mengemukakan pendapat, bertanya, dan mengonstruksi pengetahuan yang didapat menjadi sebuah pengetahuan
baru terhadap masalah yang dihadapi.
Pembelajaran berbasis inkuiri merupakan salah satu pembelajaran yang berperan penting dalam membangun
paradigma pembelajaran
konstruktivistik yang
menekankan pada keaktifan belajar siswa. Kegiatan pembelajaran dalam pembelajaran berbasis inkuiri
ditujukan untuk menumbuhkan kemampuan siswa dalam menggunakan keterampilan proses dengan merumuskan
pertanyaan yang mengarahkan kegiatan investigasi, merumuskan
hipotesis, melaksanakan
percobaan, mengumpulkan dan mengolah data, mengevaluasi, dan
mengkomunikasikan hasil temuannya dalam masyarakat belajar Jufri, 2013
.
Kegiatan pembelajaran inkuiri dapat dijadikan sebagai sarana yang baik dalam melatih berbagai
kemampuan bagi peserta didik. Kemampuan tersebut meliputi: merumuskan masalah, membuat hipotesis,
merancang penyelidikan, menggunakan alat dan teknik pengumpulan data yang tepat, menginterpretasi data dan
membuat
kesimpulan, mengkomunikasikan
hasil penyelidikan, dan menggunakan matematika pada
penyelidikan. Kemampuan tersebut dapat berkembang dan tumbuh dalam diri siswa sebagai bekal untuk
melakukan kegiatan ilmiah.
Pembelajaran inkuiri pada pelaksanaannya dapat menggunakan berbagai sumber belajar. salah satunya
sumber belajar yang dapat digunakan pada kegiatana pembelajaran inkuiri adalah lingkungan. Menurut
Sanjaya 2011 salah satu prinsip strategi inkuiri adalah proses interaksi yang terjadi antara siswa dengan
lingkungan. Dengan demikian lingkungan merupakan salah satu faktor penting dalam pembelajaran inkuiri.
Sementara itu, menurut Anitah 2009 lingkungan yang ada di sekitar siswa adalah salah satu sumber yang dapat
dimanfaatkan untuk menunjang kegiatan belajar secara optimal.
Salah satu lingkungan yang dapat digunakan dalam pembelajaran inkuiri adalah ekosistem mangrove.
Ekosistem mangrove diartikan sebagai suatu sistem yang terdiri atas komponen biotik tumbuhan dan hewan yang
berinteraksi dengan faktor lingkungan atau komponen abiotik dan dengan sesamanya dalam suatu 61 ábitat
mangrove Kusmana, dkk 2003. Ekosistem mangrove memiliki fenomena-fenomena yang menarik yang dapat
dijadikan sumber belajar bagi siswa. Melalui pengamatan terhadap fenomena-fenomena yang terjadi di ekosistem
mangrove diharapkan siswa dapat mengembangkan kemampuan inkuirinya.
METODE PENELITIAN
Metode penelitian yang digunakan pada penelitian ini adalah metode eksperimen. Jenis metode kesperimen
yang digunakan yaitu eksperimen semu quasi experiment
. Jenis metode eksperimen semu dapat memberikan informasi yang merupakan perkiraan
terhadap infromasi yang dapat diperoleh melalui eksperimen yang sebenarnya dalam keadaan yang tidak
memungkinkan untuk mengontrol semua variabel.
Desain penelitian yang digunakan pada penlitian ini adalah the static group pretest-posttest design. Desain ini
membandingkan skor preetest dengan skor posttest untuk dihitung keanaikan atau perubahan skor yang diperoleh
Fraenkel Wallen, 2007. Desain ini menggunakan dua kelas
yaitu kelas
kontrol dengan
melakukan pembelajaran observasi di lingkungan sekolah dan kelas
eksperimen yang melakukan pembelajaran inkuiri ekosistem mangrove.
ISBN 978-602-72071-1-0
Tabel 1 Desain Penelitian The Static Group Pretest- Posttest Design
Kelompok Pretest
Perlakuan Posttest
Eksperimen O
1
X
1
O
2
Kontrol O
1
X
2
O
2
Keterangan: X
1
: Pembelajaran dengan menggunakan pembelajaran inkuiri berbasis ekosistem mangrove
X
2
: Pembelajaran dengan menggunakan metode konvensional
Sampel penelitian terdiri dari 46 siswa kelas X di salah satu SMA Kota Serang, Banten. Pengumpulan data
kemampuan inkuiri dilakukan dengan teknik tes berupa pretest
dan posttest pada kelas kontrol dan kelas eksperimen. Data yang diperoleh dianalisis dengan
menggunakan rumus sebagai berikut:
Untuk mengetahui peningkatan kemampuan inkuiri siswa antara sebelum dan sesudah diberikan perlakuan
menggunakan pembelajaran inkuiri berbasis ekosistem mangrove pada kelas eksperimen dan pembelajaran
konvensional pada kelas kontrol, maka dilakukan analisis N-gain dengan rumus sebagai berikut:
Selain kemampuan inkuiri, diamati pula aktivitas inkuiri siswa. Aktivitas inkuiri siswa di amati dengan
menggunakan lembar observasi aktivitas inkuiri. Observasi dilakukan dengan bantuan observer.
Untuk menguji signifikansi perbedaan kemampuan inkuiri antara kelas eksperimen yang menggunakan
pembelajaran inkuiri berbasis ekosistem mangrove dengan kelas kontrol yang menggunakan pembelajaran
konvensional, maka dilakukan uji hipotesis dengan menggunakan uji-t. Hipotesis statistik yang diuji pada
penelitian ini adalah sebagai berikut.
H = Tidak terdapat perbedaan yang signifikan
peningkatan kemampuan inkuiri siswa antara kelas kontrol dengan kelas eksperimen
H
1
= Terdapat perbedaan yang signifikan peningkatan kemampuan inkuiri siswa antara kelas
kontrol dengan kelas eksperimen
HASIL DAN PEMBAHASAN
Kemampuan inkuiri
siswa diukur
dengan menggunakan tes pilihan ganda. Indikator kemampuan
ikuiri yang diujikan yaitu kemampuan merumuskan masalah, kemampuan membuat hipotesis, kemampuan
merancang penyelidikan, kemampuan menggunakan alat dan teknik pengumpulan data yang tepat, kemampuan
menginterpretasi data, kemampuan mengkomunikasikan hasil penyelidikan, dan kemampuan menggunakan
matematika pada penyelidikan. Tes dilakukan sebanyak dua kali yaitu preetest dan posttest pada kelas kontrol dan
kelas eksperimen. Perbandingan presentase skor rata-rata pretes, postes, dan N-gain kemampuan inkuiri antara
kelas kontrol dan kelas eksperimen dapat dilihat pada gambar 4.1 berikut ini.
Gambar 1 grafik perbandingan hasil tes kemampuan inkuiri siswa
Grafik tersebut menujukkan terdapat perbedaan irata-rata nilai antara kelas kontrol dengan kelas eksperimen. Pada
kelas kontrol
yang mengunakan
pembelajaran konvensional rata-rata nilai pretest 28,41 mengalami
peningkatan pada posttest menjadi 42,32. Kelas eksperimen yang menggunakan pembelajaran berbasis
inkuiri nilai rata-rata pretest 29,69 meningkat menjadi 59,42 pada psttest. Kedua kelas mengalami peningkatan
nilai rata-rata, akan tetapi jika dilihat dari rata-rata nilai n-gain
kelas eksperimen
yang menggunakan
pembelajaran berbasis ekosistem mangrove memiliki rata-rata N-gain yang lebih tinggi dibandingkan dengan
kelas kontrol. N-gain kelas kontrol yaitu 0,20 termasuk kategori rendah, sedangkan N-gain pada kelas
eksperimen 0,40 termasuk ke dalam kategori sedang.
Perbedaan peningkatan kemampuan inkuiri siswa antara kelas kontrol dengan kelas eksperimen diketahui
dengan melakukan uji signifikansi perbedaan rata-rata pada N-gain kedua kelas. Berikut ini rangkuman hasil uji
hipotesis, kemampuan inkuiri siswa.
Tabel 2 Rangkuman Hasil Uji Hipotesis Kemampuan Inkuiri Siswa
Statistik Kelas
Kontrol N=23
Kelas Eksperimen
N=23
N-gain 0,2
rendah 0,40
sedang Std. Deviasi
0,13 0,18
Uji Normalitas 0,099
0,082 Uji
Homogenitas 0,068
ISBN 978-602-72071-1-0
Uji t Sig. 2-tailed = 0,000
Keterangan: Shapiro-Wilk test
Levene Test Independent Sample Test
Tabel 2 di atas menunjukkan bahwa hasil uji normalitas dengan shapiro-wilk tes diperoleh nilai sig.
sebesar 0,099 dan lebih besar dari 0,05. Dengan demikian N-gain kemampuan inkuiri siswa berdistribusi normal.
Uji homogenitas dengan menggunakan levene test diperoleh nilai sig 0,068 0,05, yang berarti data
homogen.
Uji statistik dengan uji-t diperoleh nilai signifikansi 0,000. Nilai α yang digunakan dalam penelitian ini
adalah 0,05. Jika dibandingkan dengan nilai α maka nilai sig. tersebut lebih besar sig. 0,000 α 0,05. Hasil
pengujian tersebut menunjukkan terdapat perbedaan yang signifikan peningkatan kemampuan inkuiri siswa pada
kelas eksperimen dibandingkan dengan kelas kontrol. Dengan demikian pembelajaran inkuiri berbasis
ekosistem mangrove lebih baik daripada pembelajaran konvensional dalam meningkatakan kemampuan inkuiri
siswa.
Kemampuan inkuiri merupakan kemampuan siswa dalam melakukan kegiatan inkuiri selama proses
pengamatan. Kemampuan inkuiri pada kelas eksperimen yang menggunakan pembelajaran inkuiri berbasis
ekosistem mangrove berbeda dengan kelas kontrol yang menggunakan pembelajaran konvensional. Perbedaan
kemampuan inkuiri tersebut dikarenakan pada kelas eksperimen siswa belajar pada kondisi yang otentik
Rosnita, 2012:153. Pada pembelajaran inkuiri berbasis ekosistem mangrove, siswa melakukan serangkaian
kegiatan inkuiri untuk mengamati fenomena di ekosistem mangrove. Kegiatan tersebut meliputi merumuskan
masalah, membuat hipotesis, merancang penyelidikan, menggunakan alat dan teknik pengumpulan data,
melakukan interpretasi data dan membuat kesimpulan, mengkumunikasikan prosedur dan hasil penyelidikan,
dan menggunakan matematikan dalam penyelidikan.
Secara tidak langsung selama kegiatan tersebut berlangsung siswa mendapatkan latihan untuk melakukan
kegiatan inkuiri yang dapat meningkatkan kemampuan inkuiri yang mereka miliki. Hal ini sejalan dengan apa
yang dinyatakan oleh Gulo dalam Purwanto et.al, 2013 bahwa strategi inkuiri berarti suatu rangkaian kegiatan
belajar yang melibatkan secara maksimal seluruh kemampuan siswa untuk mencari dan menyelidiki secara
sistematis, kritis, logis, analitis, sehingga mereka dapat merumuskan sendiri penemuannya dengan penuh percaya
diri sehingga dengan model pembelajaran tersebut kemampuan berinkuiri siswa diharapkan dapat tumbuh
dan berkembang.
Kelas eksperimen yang menggunakan pembelajaran inkuiri berbasis ekositem mangrove menggunakan
pendekatan inkuiri terbimbing dalam pelaksanaannya. Pada inkuiri terbimbing kegiatan pembelajaran diarahkan
untuk mengembangkan kemampuan mahasiswa dalam merancang prosedur kerja untuk menjawab masalah-
masalah baru yang dipilih Suyatna, 2006. Pada proses pembelajaran yang berlangsung guru berperan sebagai
fasilitator dan memberikan arahan kepada siswa. Adanya bimbingan dan arahan guru selama proses pembelajaran
membantu siswa dalam memahami bagaimana cara melakukan serangkaian kegiatan inkuiri tersebut. Dengan
kegiatan semacam itu secara tidak langsung siswa mendapatkan bimbingan untuk menguasai kemampuan
inkuiri.
Aktivitas inkuiri selam pembelajaran berlangsung juga diamati pada penelitian ini. Aktivitas inkuiri siswa
selama kegiatan pembelajaran adalah sebagaiberikut. k
Gambar 3. Grafik perbandingan aktivitas siswa kelas eksperimen dengan kelas kontrol
Pada gambar 3 terlihat bahwa aktivitas inkuiri siswa pada kelas kontrol lebih rendah persentasenya
dibandingkan dengan aktivitas inkuiri siswa pada kelas eksperimen. Aktivitas menggunakan alat dan teknik
pengumpulan data yang tepat menjadi aktifitas yang paling dominan dibandingkan dengan aktivitas lainnya,
yaitu 47,83. Sedangkan pada kelas eksperimen aktivitas yang paling dominan adalah aktivitas
merumuskan
masalah yaitu
72,46. Aktivitas
menggunakan matematika pada penyelidikan menjadi aktivitas yang paling rendah pada kelas kontrol maupun
kelas eksperimen. Pada kelas kontrol aktivitas menggunakan matematika pada penyelidikan yaitu
sebesar 13,04 dan pada kelas eksperimen sebesar 21,74.
Pada kelas eksperimen rata-rata aktivitas siswa sebesar 54,6 sedangkan pada kelas kontrol aktivitas
inkuiri siswa sebesar 31,6. Aktivitas inkuiri siswa menunjukkan bahwa pada kelas eksperimen aktivitasnya
lebih baik dibandingkan dengan kelas kontrol. Aktivitas inkuiri siswa pada kelas eksperimen termasuk ke dalam
kategori aktif sedangkan kelas kontrol termasuk ke dalam kategori kurang aktif.
Keterangan: 1 Merumuskan masalah, 2 Membuat hipotesis, 3 Merancang
penyelidikan, 4 Menggunakan alat dan teknik pengumpulan data yang tepat, 5 Menginterpretasi data dan membuat
kesimpulan, 6 Mengkomunikasikan hasil penyelidikan, 7 Menggunakan matematika pada penyelidikan
ISBN 978-602-72071-1-0 Jika dilihat dari tiap indikator aktivitas inkuiri,
aktivitas inkuiri siswa pada kelas eksperimen lebih tinggi dibandingkan dengan kelas kontrol. Pada kelas kontrol
aktivitas menggunakan alat dan teknik pengumpulan data yang tepat 47 merupakan aktivitas dengan persentase
tertinggi yang termasuk kategori cukup aktif. Aktivitas merumuskan masalah 37,68, membuat hipotesis
36,96,
merancang penyelidikan
31,88, menginterpretasi data dan membuat kesimpulan 32,61,
dan mengkomunikasikan hasil penyelidikan 28,99 termasuk ke dalam kategori kurang aktif. Sedangkan
aktivitas menggunakan matematika pada penyelidikan 13,04 termasuk kategori sangat kurang aktif.
Pada kelas eksperimen aktivitas siswa dalam merumuskan masalah 72,46, membuat hipotesis
63,04, merancang penyelidikan 68,11 dan menggunakan alat dan teknik pengumpulan data yang
tepat 71,73 termasuk ke dalam kategori aktif. Untuk aktivitas menginterpretasi data dan membuat kesimpulan
54,35 termasuk ke dalam kategori cukup aktif. Sedangkan
aktivitas mengkomunikasikan
hasil penyelidikan 39,13 termasuk kategori kurang aktif
dan aktivitas
menggunakan matematika
pada penyelidikan 21,74 merupakan aktivitas yang
termasuk ke dalam kategori sangat kurang aktif. Lemahnya
aktivitas mengkomunikasikan
hasil penyelidikan dan aktivitas menggunakan matematika
pada penyelidikan sebagaimana yang diungkapkan Rusefendi dalam Rosnita 2012 bahwa guru umumnya
gagal membantu
siswa dalam
mengembangkan kompetensi dalam belajar matematika adalah dalam hal
kemampuan melakukan telaah tentang pola dan hubungan antar fakta, data empiris secara logis dalam
menarik suatu kesimpulan. PENUTUP
Simpulan
Pembelajaran inkuiri
berbasis ekosistem
mangrove dapat meningkatkan kemampuan inkuiri dan dapat mengkatifkan siswa dalam kegiatan inkuiri lebih
baik dibandingkan dengan pembelajaran yang dilakukan secara konvensional.
DAFTAR PUSTAKA Djojosediro. Hakikat IPA dan Pembelajaran IPA. online
tersedia. http: pjjpgsd.unesa.ac.id
.
Frankel et al. 2012. How to Design and Evaluate Research in Education. New York: McGraw-Hill
Companies Kunandar. 2010. Guru Profesional Implementasi
Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan KTSP dan Sukses dalam Sertifikasi Guru
. Jakarta: Rajawali Pers.
Kusmana,C., Onrizal Sudarmadji. 2000. Jenis-jenis pohon mangrove di Teluk
Bintuni, Papua. Fakultas Kehutanan IPB
Oguz-unver, A. dan Arabacioglu, S. 2011 . “Overviews
on Inquiry Based and Problem Based Learning Met
hods”. Western Anatolia Journal of Education Science.
Rosnita. 2012. Pengembangan program perkuliahan konsep ilmu pengatahuan bumi dan antariksa
untuk meningkatkan kemampuan inkuiri dan menerapkannya dalam pembelajaran bagi calon
guru sekolah dasar. Disertasi. UPI
Sanjaya, Wina.
2011. Strategi
Pembelajaran Berorientasi Standar ProsesPendidikan
. Jakarta: Kencana Prena Media
.
Suma, K. 2010. “Efektivitas Pembelajaran Berbasis
Inkuiri dalam Peningkatan Penguasaan Konten dan Penalaran Ilmiah Calon Guru Fi
sika”. Jurnal Pendidikan dan Pengajaran.
Trianto. 2009. Mendesain Model Pembelajaran Inovatif-Progresif:
Konsep, Landasan,
dan Implementasinya pada Kurikulum Tingkat Satuan
Pendidikan KTSP. Jakarta: Kencana Prenada
Media Group.
ISBN 978-602-72071-1-0
EFISIENSI IMPLEMENTASI KUNCI DIKOTOMI BERBENTUK “KIPAS BERKODE” SEBAGAI MEDIA
PEMBELAJARAN BOTANI TUMBUHAN TINGGI
Dharmono
Universitas Lambung Mangkurat
ABSTRAK
Pada dasarnya “Kipas Berkode” berbasis Kunci Dikotomi merupakan suatu alat atau media yang dikembangkan khusus untuk memperlancar pelaksanaan pendeterminasian tumbuh-tumbuhan yang memiliki
dua muka. Kunci Diotomi ini dikembangkan berupa lembaran kipas dengan dua muka yang berisi tentang gambar atau sketsa aau kode ciri-ciri morfologi tumbuhan yang akan diamati. Kunci Dikotomi Tumbuhan
yang dikembangkan adalah Kunci Dikotomi dari Stenis 2003 dan Backer Bakhoizen 1995. Penelitian ini bertujuan mengembangkan menjadi Kunci Identifikasi Tumbuhan tersebut menjadi media berbentuk
“Kipas Berkode” yang efisien dalam pembelajaran tumbuhan tinggi. Jenis penelitian yang digunakan adalah Penelitian dan Pengembangan RD yang dimodifikasi dari Borg dan Gall 1993. Efisiensi implementasi
ditunjukkan oleh waktu yang diperlukan mahasiswa pada uji coba produk dalam menggunakan kunci dikotomi “Kipas Berkode” terhadap satu jenis tumbuhan sampai dengan tingkat famili. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa, kunci dikotomi yang dikembangkan adalah efisien. Kata Kunci
: Efisiensi, kunci dikotomi, Kipas Berkode.
Surabaya, 23 Januari 2016
ISBN 978-602-72071-1-0
PENDAHULUAN Prinsip pembelajaran Botani atau Taksonomi
Tumbuhan dalam Kurikulum Berbasis Kompetensi KBK pada perguruan tinggi adalah penerapan proses-
proses
IPA mengamati,
mengukur, menguji,
memperkirakan, menganalisis,
membandingkan, mengklasifikasi,
bereksperimen serta
membuat kesimpulan dengan menerapkan beberapa prinsip
pembelajaran yang berpusat pada mahasiswa yaitu: learning by doing
belajar dengan mengalami secara nyata,
mengembangkan keterampilan
sosial, penyelesaian masalah, keingintahuan, dan imajinasi serta
mendorong mahasiswa untuk terus belajar. Kenyataan di lapangan prinsip pembelajaran tersebut
belumlah berjalan dengan efektif. Seperti yang dilaporkan oleh Arrijani 2005 bahwa faktor penyebab
masih rendahnya penguasaan mahasiswa terhadap materi perkuliahan Taksonomi Tumbuhan Tinggi disebabkan
oleh panduan yang disusun lebih banyak kepada variasi suasana belajar dan kegiatan hanya terbatas pada koleksi
spesimen tumbuhan saja. Hasil survey peneliti Dharmono, 2011 terhadap
pembelajaran Taksonomi Tumbuhan di beberapa perguruan tinggi ITB Bandung, UPI Bandung, UNS
Surakarta dan USU Sumatera Utara khususnya pada mahasiswa yang telah mengikuti mata kuliah Botani
Tumbuhan menunjukkan bahwa pembelajaran Botani Tumbuhan membosankan 80 dan tidak menarik
75, sulit dipahami 95, metode yang digunakan monoton, yaitu ceramah dan praktikum klasik 80 .
Kunci determinasi berbasis Kunci Dikotomi merupakan suatu alat atau media yang diciptakan khusus
untuk memperlancar pelaksanaan pendeterminasian tumbuh-tumbuhan dalam upaya menanamkan konsep
tumbuhan Dasuki, 1994. Kunci Identifikasi Tumbuhan yang selama ini dipergunakan di sekolah atau perguruan
tinggi adalah dari Stenis 2003 dan Backer Bakhoizen 1995. Penelitian ini akan mengembangkan menjadi
Kunci Identifikasi Tumbuhan tersebut menjadi media ber
bentuk “Kipas Berkode”. Pada dasarnya Kipas Berkode memiliki dua muka yang akan dimodifikasi
sebagai dikotomi. Lembaran kipas dengan dua muka ini berisi tentang gambar atau sketsa ciri-ciri morfologi
tumbuhan yang akan diamati yang disesuaikan dengan Kelas yang akan diamati. Penterjemahan gambar atau
sketsa morfologi tersebut, penggunaan media kunci dikotomi berbentuk Kipas Berkode, diharapkan dapat
meningkatkan hasil belajarnya. Hasil penelitian pengembangan sebelumnya terhadap Kunci Identifikasi
Tumbuhan ber
bentuk “Kipas Berkode” menghasilkan media yang valid Dharmono, 2015
a
, praktis dan efektif Dharmono, 2015
b
. Gambar 1. Kunci Identifikasi Tumbuhan berbentuk
“Kipas Berkode” Tujuan dari penelitian ini adalah mengembangkan
kunci identifikasi berbentuk “Kipas Berkode” sebagai media pembelajaran Botani Tumbuhan Tinggi yang
efisien. Media yang akan dikembangkan adalah Kunci identifikasi tumbuhan Steenis 2003 dan Backer
Bakhoizen 1995 melalui penelitian pengembangan. METODE PENELITIAN
Penelitian yang akan dilakukan adalah jenis penelitian pengembangan, yaitu penelitian untuk
menemukan dan mengembangkan suatu prototipe baru atau yang sudah ada dalam rangka penyempurnaan dan
pengembangan sehingga diperoleh hasil yang lebih produktif, efektif dan efisien Marzuki, 1999. Penelitian
ini mengembangkan mengembangkan kunci identifikasi
berbentuk “Kipas Berkode” sebagai media pembelajaran Botani Tumbuhan Tinggi yang efisien. Prosedur
penelitian pengembangan mengadopsi prosedur Borg dan Gall Sugiyono, 2010. Subjek penelitian adalah
mahasiswa Program Studi Pendidikan Biologi yang memprogramkan mata kuliah Botani Tumbuhan Tinggi
sebanyak 85 mahasiswa. Efisiensi implementasi ditunjukkan oleh waktu yang diperlukan mahasiswa pada
uji coba produk dalam menggunakan kunci dikotomi
“Kipas Berkode” terhadap satu jenis tumbuhan sampai dengan tingkat famili dengan kriteria linkert yang
diadaptasi dari Marzuki 1999 dan Akbar 2013 bila; skor waktu 10,1 menit adalah sangat efisen 5, 10,1-
20 menit adalah efisien 4, 20,01-30 adalah cukup efisien, 30,1-40 menit adalah efisien 3, 40,1-50 menit
adalah kurang efisien 2, dan 50,1 menit adalah tidak efisien.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Efisiensi implementasi ditunjukkan oleh waktu yang diperlukan mahasiswa pada uji coba produk dalam
menggunakan kunci dikotomi “Kipas Berkode”
terhadap satu jenis tumbuhan sampai dengan tingkat famili dengan hasil seperti pada tabel 1 berikut ini.
ISBN 978-602-72071-1-0 Tabel 1. Hasil implementasi terhadap produk
ISBN 978-602-72071-1-0
No. Jenis Kunci Dikotomi
Kriteria Rata-rata
mnt 1
2 3
4 5
1.
Kipas Berkode 0,00
0,00 3,57 26,19 70,24
7,99
2.
Van Stennis 26,19 48,81 25,00
0,00 0,00
33,25
ISBN 978-602-72071-1-0 Keterangan:
10,1 menit = sangat efisen 5, 10,1-20 menit = efisien 4, 20,01-30 = cukup efisien, 30,1-40 menit =
efisien 3, 40,1-50 menit = kurang efisien 2, dan 50,1 menit = tidak efisien
Uji lapangan terhadap subyek didik yaitu siswa dalam kelompok besar yang terdiri dari 85 orang mahasiswa
didapatkan hasil efisiensi waktu yang digunakan mahasiswa melakukan determinasi terhadap satu
tumbuhan dengan menggunakan kunci identifikasi
berbentuk “Kipas Berkode” dalam katagori 10,1 menit sangat efisien adalah 70,24 mahasiswa, 10,1-20
menit efisien berjumlah 26,19 mahasiswa, dan 20,01-30 menit cukup efisien adalah 3,57. Tidak
ada mahasiswa yang menyelesaikan determinasi lebih dari 50 menit.
Hal tersebut berbeda dengan mahasiswa yang menggunakan kunci dikotomi dari Van Stenis yang
memerlukan waktu melakukan determinasi terhadap satu tumbuhan sampai dengan tingkat famili. Sebagian
besar memerlukan waktu yang cukup lama dalam melakukan determinasi yaitu lebih dari 20 menit
20,01-30 menit adalah 25, 30,1-40 menit adalah 48, 50,1 menit adalah 26.
Berdasarkan
waktu yang
dibutuhkan dalam
melakukan determinasi satu jenis tumbuhan tersebut, menunjukkan bahwa kunci identifikasi berbentuk “Kipas
Berkode” efisien. Hal tersebut berarti, mahasiswa melakukan determinasi satu jenis tumbuhan lebih cepat
dari pada menggunakan kunci dikotomi Van Stenis. Kipas Berkode memiliki dua muka yang dimodifikasi
sebagai dikotomi. Lembaran kipas dengan dua muka ini berisi tentang gambar atau sketsa ciri-ciri morfologi
tumbuhan yang banyak ditemukan di lingkungan. Hal inilah yang diduga
menyebabkan mahasiswa dengan cepat dapat melakukan determinasi. Seperti yang dijelaskan oleh Jamarah dan
Zain 2010, bahwa media dapat meletakkan dasar-dasar yang konkret dari konsep yang abstrak sehingga dapat
mengurangi kepahaman yang bersifat verbalisme dan dapat mengontrol dan mengatur waktu belajar siswa.
Dengan ditampilkannya gambar-gambar tumbuhan yang nyata dan dengan adanya kode atau petunjuk tentang apa
yang harus dilakukan dalam menterjeahkan ciri-ciri tersebut akan memberikan pengalaman yang nyata dan
dapat menumbuhkan kegiatan berusaha sendiri pada setiap siswa. Seperti yang dijelaskan oleh Sudjana 1991
dalam Jamarah dan Zain 2010 bahwa, media memberikan pengalaman yang tak mudah diperoleh
dengan cara lain serta membantu berkembangnya efisiensi dan pengalaman belajar yang lebih sempurna.
Waktu yang digunakan mahasiswa melakukan determinasi
terhadap satu
tumbuhan dengan
menggunakan kunci identifikasi berbentuk “Kipas Berkode” dalam katagori 10,1 menit adalah 70,24
mahasiswa. Hal ini menunjukkan, bahwa peningkatan pemahaman atau penguasaan konsep mahasiswa pada
saat pembelajaran dengan menggunakan media yang dikembangkan adalah tinggi. Tingkat pemahaman atau
penguasaan konsep tinggi yang dimiliki oleh mahasiswa menunjukkan usaha yang kuat yang dilakukan
mahasiswa mendapatkan hasil belajar atau tingkat keberhasilan mahasiswa yang tinggi, seperti yang
dijelaskan oleh Brown dan Saks 1980 bahwa siswa yang kuat dalam mempelajari sesuatu akan mendapatkan
hasil belajar yang tinggi pula. Berdasarkan uraian yang telah diuraikan di atas,
maka media yang dikembangkan adalah efisien digunakan dalam pembelajaran Botani Tumbuhan
Tinggi. PENUTUP
Simpulan Berdasarkan hasil penelitian pengembangan kunci
identifikasi berbentuk “Kipas Berkode” sebagai media pembelajaran Botani Tumbuhan Tinggi adalah efisien.
UCAPAN TERIMA KASIH Puji dan syukur kami panjatkan ke hadirat Allah
SWT yang telah memberikan rahmat dan karunia-Nya, sehingga artikel ini dapat tersusun sesuai dengan rencana
dan waktu yang ditentukan. Dalam melaksanakan penelitian ini, Peneliti banyak mendapatkan bantuan dari
berbagai pihak baik dari segi moril maupun materiil. Oleh sebab itu pada kesempatan ini kami mengucapkan
terima kasih dan penghargaan kepada semua pihak yang terlibat, baik langsung maupun tidak langsung dalam
pelaksanaan penelitian ini. Saya menyadari bahwa hasil penelitian ini masih belum sempurna, oleh sebab itu
kritik dan saran demi perbaikan di masa datang sangat kami harapkan. Semoga hasil penelitian ini dapat
bermanfaat bagi dunia pendidikan dan peningkatan mutu sumber daya manusia Indonesia.
DAFTAR PUSTAKA Akbar, S. 2013. Instrumen Perangkat Pembelajaran.
Remaja rosdykarya. Bandung. Backer, CA dan Van Den Brink Bakhoizen R. C. 1995.
Flora of Java . N. V. P. Nordhoff
– Groningen. The Netherland.
Brown, B.W, Daniel H Saks. 1980. Production Technologies and Resourcs Allocation Within
Classrom and
School .
Theory and
Meassurement in The Analysis of Educaional Produvity, Vol. I. Issues in Microanalicys.
Cambridge. Bafiinger Publishing Company. Dasuki, U.A. 1994. Sistematik Tumbuhan Tinggi.
Institut Teknologi Bandung, Bandung. Dharmono, 2011. Persepsi mahasiswa peserta mata
kuliah Botani Tumbuhan Tinggi di beberapa perguruan tinggi di Indonesia. Paradigma-
Jurnal Pendidikan Unlam Banjarmasin . Volume
4, Nomor 2, Agustus 2011, ISSN 0215-0514 , Dharmono, 2015
a
. Validitas Kunci Dikotomi berbentuk “Kipas Berkode” sebagai Media
Pembelajaran Botani Tumbuhan Tinggi . Artikel Seminar
Nasional UM Malang 2015. Dharmono, 2015
b
. Kepraktisan dan Efektifitas Kunci Dikotomi berbentuk “Kipas Berkode” sebagai
ISBN 978-602-72071-1-0 Media Pembelajaran Botani Tumbuhan Tinggi
. Artikel Seminar Internasional UNY Yogyajarta
2015. Djamarah Syaiful Bahri dan Aswan Zain, Strategi Belajar
Mengajar. PT Rineka Cipta, Jakarta, Cet.IV. 2010
Hake, R.R. 1999. Analyzing ChangeGain Scores. Dept. of
Physics Indiana
University .
Http:www.physics. indiana.edu. [3 Agustus 2015].
Marzuki, C. 1999. Metodologi Riset. Jakarta: Erlangga. Stennis, Van. C.G.J. 2003. Flora. PT. Pradnya
Paramita. Jakarta.Backer Bakhoizen 1995 Sugiyono. 2010. Metode Penelitian Pendidikan.
Penerbit Alfabaeta. Bandung. Usman, M.U., Setiawati, L. 1993. Upaya Optimalisasi
Kegiatan Belajar Mengajar , Bandung. Penerbit
Remaja Rosdaka
ISBN 978-602-72071-1-0
ANALISIS PENERAPAN PENDEKATAN ILMIAH PADA SINTAKMATIK MODEL PEMBELAJARAN REAL-QUEST
DALAM PEMBELAJARAN BIOLOGI
Joko Slamet
Program Pasca Sarjana Pendidikan IPA –FKIP-Universitas Jember Guru Biologi di SMAN 1 Panarukan
E-mail: Joko5bio.gmail.com
ABSTRAK
Tulisan ini mendeskripsikan analisis penerapan Pendekatan Ilmiah Scientific Approach pada sintakmatik Model Pembelajaran REAL-QUEST REORIENTATION OF LEARNING-QUESTIONING dalam
Pembelajaran Biologi di SMA. Komponen sintakmatiktik Model Pembelajaran REAL-QUEST REORIENTATION OF LEARNING-QUESTIONING
yang terdiri dari empat tahap, yaitu 1 Reorientation 2. Questioning 3.Investigation, dan 4 Solving, diharapkan dapat meningkatkan
keterampilan proses pada siswa yang merupakan karakteristik khusus rumpun pembelajaran IPA yang berorientasi pada pendekatan ilmiah pembelajaran sesuai amanat Kurikulum 2013. Analisis data
menggunakan modifikasi Lembar Kerja 3.1a Instrumen Materi Pelatihan Guru Implementasi Kurikulum 2013 tentang Perancangan Pendekatan Ilmiah Scientific Approach pada Pembelajaran Biologi yang
terdiri dari kegiatan mengamati, menanya, mengumpulkan informasi, mengasosiasikan dan mengkomunikasikan yang dipadukan dengan sintakmatik model pembelajaran REAL-QUEST.
Berdasarkan hasil analisis dapat disimpulkan bahwa sintakmatiktik Model Pembelajaran REAL-QUEST REORIENTATION OF LEARNING-QUESTIONING sudah sesuai dengan langkah-langkah pendekatan
Pendekatan Ilmiah Scientific Approach . Kata Kunci
: Pendekatan Ilmiah Scientific Approach , Model Pembelajaran Real-Quest Reorientation Of Learning-Questioning , Pembelajaran Biologi
ABSTRACT
This paper describes the analysis of the Scientific Approach implementation on Syntax of REAL-QUEST Reorientation Of Learning-Questioning Learning Model for Biology Learning in senior high school. The
syntax of REAL-QUEST Reorientation Of Learning-Questioning Learning Model which consists of four stages, namely 1 reorientation 2. Questioning 3 .Investigation, and 4 Solving, is expected to improve
process skills of students as special characteristic of Science Education wich have scientific approach oriented as mandated curriculum 2013. Data were analyzed using a modified instrument Worksheet 3.1a
Materials Teacher Training Curriculum Implementation 2013 about Scientific Approach of Biology Learning which consists of activities to observe, ask, gather information, to associate and communicate
combined with the syntax of REAL-QUEST learning model. Based on the results of the analysis can be concluded that syntax of REAL-QUEST Reorientation Of Learning-Questioning Learning Model is in
conformity with the steps of Scientific Approach. Keywords:
Scientific Approach, Real-Quest Reorientation of Learning-Questioning Learning Model,
Biology Learning
Surabaya, 23 Januari 2016
ISBN 978-602-72071-1-0 PENDAHULUAN
Hakikat ilmu Biologi mencakup dua hal, yaitu Biologi sebagai produk dan Biologi sebagai proses.
Biologi sebagai
produk meliputi
sekumpulan pengetahuan yang terdiri atas fakta-fakta, konsep-konsep,
dan prinsip-prinsip Biologi, sedang Biologi sebagai proses meliputi keterampilan-keterampilan dan sikap-
sikap yang dimiliki oleh para ilmuwan untuk memperoleh dan mengembangkan pengetahuan Biologi.
Keterampilan-keterampilan tersebut disebut keterampilan proses, dan sikap-sikap yang dimiliki para ilmuwan
disebut sikap ilmiah.
Oleh karena itu, pembelajaran Biologi tidak boleh mengesampingkan proses ditemukannya konsep-konsep
Biologi. Sehubungan dengan hal tersebut, untuk menjelaskan konsep-konsep Biologi ditempuh dengan
“pendekatan proses”. Dalam “pendekatan proses” pendekatan pembelajaran didasarkan pada anggapan
bahwa ilmu Biologi itu terbentuk dan berkembang akibat diterapkannya suatu proses, yang dikenal dengan metode
ilmiah, dengan menerapkan keterampilan-keterampilan proses Sains, yaitu mulai dari menemukan masalah
hingga mengambil keputusan. Dalam perkembangan selanjutnya pendekatan ini lebih dikenal dengan
Pendekatan Keterampilan Proses.
Untuk melaksanakan proses pembelajaran dalam rangka pencapaian kompetensi peserta didik diperlukan
berbagai metode dan pendekatan yang sesuai dengan karakteristik setiap mata pelajaran. Untuk membantu
peserta didik dalam mencapai tujuan pembelajaran diperlukan model pembelajaran.Joyce dalam Trianto,
2014:51.
Model pembelajaran adalah suatu perencanaan atau suatu pola yang digunakan sebagai pedoman dalam
merencanakan pembelajaran di kelas atau pembelajaran dalam tutorial Trianto,2014:51. Model pembelajaran
mengacu pada pendekatan pembelajaran yang akan digunakan, termasuk di dalamnya tujuan-tujuan
pengajaran, tahap-tahap dalam kegiatan pembelajaran, lingkungan pembelajaran, dan pengelolaan kelasArends
dalam Trianto, 2014:51.
Permendikbud Nomor
103 Tahun
2014 menyarankan agar guru dapat menggunakan model-
model pembelajaran tertentu atau dapat mengembangkan model pembelajaran khusus yang disesuaikan dengan
situasi, kondisi, dan karakteristik peserta didik serta kompetensi yang akan dipelajari peserta didik yang
sesuai dengan tuntutan pembelajaran saintifik. Hal ini juga berarti bahwa guru tidak mutlak menganut salah
satu model tertentu, karena menurut Arendsdalam Djaskarti,2005:1 tidak ada model pembelajaran yang
lebih baik dari model pembelajaran lainnya.Demikian juga Joyce dkk., 2011:45 mengatakan bahwa satu
model tidak bisa menjadi superior untuk semua mata pelajaran atau semua tujuan pendidikan sehingga
pendidik harus menguasai beberapa model, dan meningkatkan
kreativitas untuk
berinovasi dan
mengembangkan model-model pembelajaran. Menurut Soekamto dalam Nurulwati, 2000:10
sebagaimana dikutip
oleh Shoimin
2014:23, mengemukakan maksud dari model pembelajaran adalah
kerangka konseptual yang melukiskan prosedur yang sistematis dalam mengorganisasikan pengalaman belajar
untuk mencapai tujuan belajar tertentu dan berfungsi sebagai pedoman bagi para perancang pembelajaran dan
para pengajar dalam melaksanakan aktivitas belajar mengajar. Oleh karena itu menurut Sutarto dan Indrawati
2013:21-22 guru atau instruktur yang sekaligus sebagai perancang dan pelaksana aktivitas pembelajaran harus
mampu memahami model pembelajaran dengan baik agar pembelajaran dapat terlaksana dengan efektif dan
efisien. Lampiran Permendikbud Nomor 103 Tahun 2014 tentang Pembelajaran pada Pendidikan Dasar dan
Menengah menyatakan bahwa, model pembelajaran merupakan suatu bentuk pembelajaran yang memiliki
nama, ciri, sintak, pengaturan, dan budaya misalnya discovery learning, project-based learning, problem-
based learning, inquiry learning.
Kurikulum 2013
mewajibkan guru
untuk melaksanakan pembelajaran dengan menggunakan
pendekatan saintifikscientific
approach ,
yaitu pembelajaran yang mengadopsi langkah-langkah saintis
dalam membangun pengetahuan melalui metode ilmiah. Pendekatan ini menekankan pada proses pencarian
pengetahuan, berkenaan dengan materi pembelajaran melalui
kegiatan sebagai
berikut: Mengamati
Observing, Menanya Questioning, Mengumpulkan informasimencoba
Experimenting, Mengasosiasi
Associating, Mengomunikasikan Communicating. Dari uraian di atas, penulis mencoba menganalisis
pendekatan saintifik pada Model Pembelajaran REAL- QUEST
REORIENTATION OF
LEARNING- QUESTIONING
dalam Pembelajaran Biologi di SMA.
MODEL PEMBELAJARAN
REAL-QUEST REORIENTATION
OF LEARNING-
QUESTIONING UNTUK
PEMBELAJARAN BIOLOGI di SMA
Model Pembelajaran
REAL-QUEST REORIENTATION OF LEARNING-QUESTIONING
merupakan suatu pengembangan model pembelajaran Biologi di SMA yang menekankan pada upaya untuk
menyiapkan siswa agar lebih siap ketika mengikuti
ISBN 978-602-72071-1-0
Tahap 1
R E O R I E N T A T I O N
Tahap 2
Q U E S T I O N I N G
Tahap 3
I N V E S T I G A T I O N
Tahap 4
S O L V I N G
Gambar 1. Fase Model Pembelajaran REAL-QUEST
proses pembelajaran di kelas. Berdasarkan hasil pengamatan penulis yang menemukan bahwa umumnya
siswa kurang memiliki persiapan untuk mengikuti pembelajaran di kelas. tidak memiliki motivasi untuk
belajar, dan tidak memilki pengetahuan konsep awal requisite skills, sehingga partisipasi siswa dalam
pembelajaran menjadi rendah.
Menurut Sumiati dan Asra 2007:33-35 efektifitas proses pembelajaran akan tercapai jika dalam
pembelajaran guru melaksanakan prinsip : mengajar harus berdasarkan pengalaman yang sudah dimiliki
siswa, pengetahuan dan keterampilan yang diajarkan harus bersifat praktis, mengajar harus memperhatikan
perbedaan individual siswa, kesiapan readiness, tujuan pembelajaran harus diketahui siswa, dan mengikuti
prinsip psikologi belajar
Model Pembelajaran
REAL-QUEST REORIENTATION OF LEARNING-QUESTIONING
adalah model pembelajaran yang dibagi ke dalam 4 tahap, yaitu 1 Reorientation 2. Questioning
3.Investigation, dan 4 Solving, seperti tampak pada gambar berikut :
Adapun sintakmatik Model Pembelajaran REAL- QUEST
REORIENTATION OF
LEARNING- QUESTIONING dapat dilihat pada tabel di bawah ini.
ISBN 978-602-72071-1-0 Tabel 1.Sintakmatik Model Pembelajaran REAL-QUEST REORIENTATION OF LEARNING-QUESTIONING
Sintakmatik Aktivitas Guru
Aktivitas Siswa Tahap 1
Reorientation a. Menginformasikan kepada siswa untuk
masuk ke dalam kelompoknya masing- masing
b. Menyajikan kembali bahan materi bacaan,gambar,video pembelajaran yang
harus dibaca atau dilihat oleh siswa a. Siswa masuk ke dalam kelompoknya
masing-masing b. Siswa mengamatimelihat membaca
materi bacaan, gambar,video pembelajaran
Tahap 2 Questioning
a. Menugaskan siswa mengumpulkan pertanyaan yang telah dibuat di rumah
masing-masing kepada ketua kelompok dan menyeleksi semua pertanyaan sehingga
menjadi pertanyaan kelompok
b. Mencermati kualitas pertanyaan kelompok dengan mengacu pada kriteria pertanyaan
ilmiah dan indikator pencapaian kompetensi a. Mencermati seluruh pertanyaan yang
telah dibuat oleh anggota kelompok dan menyeleksi semua pertanyaan
sehingga menjadi pertanyaan kelompok
b. Mencatat masukan dari guru dan memperbaiki pertanyaan jika diperlukan
Tahap 3 Investigation
a. Menugaskan kelompok siswa untuk menjawab pertanyaan yang telah dibuatnya
b. Menugaskan setiap kelompok untuk mempresentasikan hasil diskusi kelompok di
depan kelas, dan memberikan tanggapan atas presentasi kelompok lain
c. Mengamati dan melakukan penilaian serta terhadap jalannya diskusi kelas serta
memberikan penajaman konsep a. Berdiskusi untuk menemukan jawaban
b. Mempresentasikan hasil diskusi kelompok di depan kelas dan
memberikan tanggapan atas presentasi kelompok lain
c. Memperhatikan dan mencatat keterangan guru
Tahap 4 Solving
a. Mengajak siswa untuk merumuskan hasil diskusi sebagai hasil pembelajaran
b. Guru memberikan penghargaan untuk siswa dan kelompok terbaik
c. Membagikan lembar latihan soal d. Menginformasikan tugas untuk kegiatan
pertemuan berikutnya a. Bersama guru membuat kesimpulan
hasil pembelajaran b. Menerima penghargaan dari guru
c. Mengerjakan latihan soal secara mandiri d. Mencatat informasi dari guru untuk
kegiatan pertemuan berikutnya
METODE PENELITIAN
Analisis penerapan pendekatan saintifik pada sintakmatik model pembelajaran REAL-QUEST
menggunakan modifikasi Lembar Kerja 3.1a Instrumen Materi Pelatihan Guru Implementasi Kurikulum 2013
tentang Perancangan Pendekatan Saintifik Scientific Approach
pada Pembelajaran Biologi yang terdiri dari kegiatan
mengamati, menanya,
mengumpulkan informasi, mengasosiasikan dan mengkomunikasikan
yang dipadukan
dengan sintakmatik
model pembelajaran REAL-QUEST.
HASIL DAN PEMBAHASAN Analisis penerapan pendekatan Ilmiahsaintifik
pada sintakmatik model pembelajaran REAL-QUEST didapatkan data sebagai seperti tampak pada tabel
berikut.
Tabel 2. Analisis Penerapan Pendekatan IlmiahSaintifik pada Sintakmatik Model Pembelajaran Real-Quest
SINTAKMATIK MODEL REAL-
QUEST LANGKAH PENDEKATAN ILMIAHSAINTIFIK
Mengamati Menanya
Mengumpulkan Informasi
Mengasosiasi Mengo-
munikasikan
1. Tahap 1 Reorentation
a. Siswa masuk ke dalam
kelompoknya masing-masing
b. Siswa mengamatimeli
-hat membaca materi bacaan,
gambar,video pembelajaran
`
2. Tahap 2 Questioning
a. Mencermati seluruh
pertanyaan yang telah
dibuat oleh anggota
kelompok dan menyeleksi
semua pertanyaan
sehingga menjadi
pertanyaan kelompok
b. Mencatat masukan dari
guru dan memperbaiki
pertanyaan jika diperlukan
Tabel 2. Analisis Penerapan Pendekatan IlmiahSaintifik pada Sintakmatik Model Pembelajaran Real-Quest
SINTAKMATIK MODEL REAL-
QUEST LANGKAH PENDEKATAN ILMIAHSAINTIFIK
Mengamati Menanya
Mengumpulkan Informasi
Mengasosiasi Mengo-
munikasikan
3. Tahap 3 Investigation
a. Berdiskusi untuk
menemukan jawaban
b. Mempre- sentasikan
hasil diskusi
kelompok di depan
kelas dan memberi-
kan tanggapan
atas presentasi
kelompok lain
c. Memper- hatikan
dan mencatat
ketera- ngan guru
4. Tahap 4 Solving
a. Bersama guru membu-
at kesim- pulan hasil
pembelajaran
b. Menerima penghargaan
dari guru c. Mengerjakan
latihan soal secara
mandiri d. Mencatat
informasi dari guru
untuk kegiatan
pertemuan berikutnya
PENUTUP Simpulan
Dari hasil analisis didapatkan bahwa sintakmatik Model Pembelajaran REAL-QUEST REORIENTATION
OF LEARNING-QUESTIONING
sudah sesuai
pendekatan saintifik. Saran
Disarankan agar Model Pembelajaran REAL- QUEST
REORIENTATION OF
LEARNING- QUESTIONING diuji, diperbaiki hingga menjadi Model
Pembelajaran yang
paling layak
untuk diimplementasikan dalam pembelajaran Biologi di SMA.
DAFTAR PUSTAKA Direktorat PSMA. 2015. Model-Model Pembelajaran
SMA Naskah bahan pendampingan Implementasi Kurikulum 2013
. Jakarta : Kemdikbud Djaskarti,Etty.
2005. Dasar-Dasar
Model Pembelajaran.Bandung : PPPG IPA
Joyce, Weil, dan Calhoun. 2011. Model-Model PengajaranEdisi 8.Yogyakarta:Pustaka Pelajar
Kemdikbud. 2014. Permendikbud No. 59 Tahun 2014 tentang
Kurikulum 2013
SMAMA .Jakarta:Kementerian Pendidikan Dan
Kebudayaan Kemdikbud.
2014. Materi
Pelatihan Guru
Implementasi Kurikulum 2013 Tahun Pelajaran 20142015
Mata Pelajaran
Biologi SMASMK
.Jakarta: BPSDMPK-PMP Kementerian Pendidikan Dan Kebudayaan
Kemdikbud. 2014. Permendikbud No. 103 Tahun 2014 tentang Pembelajaran pada Dikdasmen.
Jakarta: Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan
Shoimin,Aris. 2014. 68 Model Pembelajaran Inovatif dalam Kurikulun 2013
. Yogyakarta:Ar Ruzz Media
Slamet,Joko. 2015. Ide : Model Pembelajaran Re-Quest Sebagai Aplikasi Pendekatan Ilmiah Dalam
Pembelajaran Biologi di
SMA
. Makalah Seminar Nasional Biologi I. Jember : FKIP Pend.
Biologi Unej. Sumiati dan Asra. 2007. Metode Pembelajaran,
Bandung: Wacana Prima Sutarto Indrawati. 2013. Strategi Belajar Mengajar
Sains. Jember: Jember University Press.
Trianto. 2011. Mendesain Model Pembelajaran Inovatif-Progresif
. Jakarta: Kencana Prenada Media Group.
Trianto. 2014. Model Pembelajaran Terpadu:Konsep, Strategi, dan Implementasinya dalam Kurikulum
Tingkat Satuan Pendidikan . Jakarta: Bumi Aksara.
ISBN 978-602-72071-1-0
PENGGUNAAN MODUL PEMBELAJARAN BERBASIS PROBLEM BASED LEARNING
PBL DISERTAI DIAGRAM POHON PADA MATERI FOTOSINTESIS UNTUK
MENINGKATKAN HASIL BELAJAR KOGNITIF
Afrida Husniati
1
Suciati
2
Maridi
3
1,2,3
Universitas Sebelas Maret Surakarta E-mail: afridahusniati1gmail.com
ABSTRAK
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh penggunaan modul pembelajaran berbasis Problem Based Learning
PBL disertai diagram pohon pada materi fotosintesis terhadap hasil belajar kognitif. Desain uji coba menggunakan one group pretest posttest design. Subjek peneliian ini adalah siswa kelas VII
SMP Negeri 1 Sawoo sebanyak 32 siswa. Instrumen yang digunakan adalah tes kognitif. Analisis data yang dilakukan dengan menggunakan N-Gain ternormalisasi dan dilanjutkan dengan analisis Paired Sample t-test.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa penggunaan modul pembelajaran berbasis Problem Based Learning PBL disertai diagram pohon pada materi fotosintesis berpengaruh terhadap hasil belajar kognitif dengan
perolehan N-Gain sebesar 0,41 dan signifikasi 0,00. Kata Kunci:
Modul, Problem Based Learning PBL, Fotosintesis, Hasil Belajar Kognitif.
Surabaya, 23 Januari 2016
ISBN 978-602-72071-1-0 PENDAHULUAN
Salah satu permasalahan pendidikan yang dihadapi bangsa Indonesia adalah rendahnya mutu
pendidikan. Banyak hal yang harus dilakukan sebagai upaya peningkatan mutu pendidikan.Hal terpenting
terletak pada proses belajar mengajar di dalam kelas yang melibatkan guru dan siswa karena proses belajar
mengajar yang tidak hanya berpatokan pada penguasaan prinsip-prinsip yang fundamental, melainkan juga
mengembangkan sikap yang positif terhadap belajar, penelitian, dan penemuan serta pemecahan masalah.
Permasalahan
pembelajaran sains
antara lain
berhubungan dengan tiga hal, yaitu kreativitas, bahan ajarbahan kajian, dan keterampilan proses sains Wenno,
2010. Paradigma
pendidikan abad
21 dapat
dirumuskan sebagaiberikut: 1 Menghadapi abad 21 yang makin sarat dengan teknologi dan sains dalam
masyarakat global, pendidikan dituntut berorientasipada ilmu pengetahuan matematika dan sains alam disertai
dengan sains sosial dan kemanusiaan humaniora dengan keseimbangan yang wajar;2 Pendidikan ilmu
pengetahuan, bukan hanya membuat seorang siswa berpengetahuan, melainkan juga menganut sikap
kelilmuan dan terhadap ilmupengetahuan, yaitu kritis, logis, inventif dan inovatif, serta konsisten, namun
disertai pula dengan kemampuan beradaptasi;3 Di samping memberikan ilmu pengetahuan, pendidikan
harus disertai dengan menanamkan nilai-nilai luhur dan menumbuh kembangkan sikap terpuji untuk hidup dalam
masyarakat yang sejahtera dan bahagia di lingkup nasional maupun di lingkup antar bangsa dengan saling
menghormati dan saling dihormati Badan Standar Nasional Pendidikan BSNP, 2010.
Dewasa ini tuntutan dalam dunia pendidikan sudah mengalami banyak perubahan, sehingga paradigma
lama di mana guru memberikan pengetahuan dan siswa hanya diam, mendengar, mencatat, dan memahami tidak
dapat lagi dipertahankan. Hal tersebut sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai di dalamKurikulum Tingkat
Satuan Pendidikan KTSP mata pelajaran IPA di SMP Depdiknas,2006, diantaranya: 1 melakukan inkuiri
ilmiah untuk menumbuhkan kemampuan berpikir, bersikap, dan bertindak ilmiah serta berkomunikasi;2
meningkatkan pengetahuan, konsep, dan keterampilan IPA sebagai dasar untuk melanjutkan pendidikan ke
jenjang selanjutnya; 3 menunjukkan kemampuan belajar secara mandiri sesuai potensi yang dimiliki; 4
menunjukkan
kemampuan menganalisis
dan memecahkan masalah di dalam kehidupan sehari-
hari.Namun data penguasaan sains pelajar Indonesia masih belum menggembirakan. Hal tersebut dapat dilihat
dari hasil studi TIMSS The ThirdInternational Mathematics and Science Study
dan PISA Programe forInternational
Student Assessment
. Framework kegiatan
TIMSS meliputi:content,
performance expectation,
dan perspectives, dan literasi sains dalam studi PISA mencakup kemampuan menggunakan
pengetahuan, mengidentifikasi masalah dalam kehidupan dalam rangka memahami fakta-fakta dan membuat
keputusan tentang alam dan perubahan yangterjadi pada kehidupan Tjalla, 2011.
Data TIMSS 2007 menunjukkan, kemampuan anak Indonesia berada pada posisi ke 35 dari 49 negara
peserta. Rata-rata pencapaian skor sains siswa Indonesia menurut cakupan materi adalah: Biologi 422 4,0 untuk
perempuan dan 425 4,3 untuk laki-laki Tjalla, 2011. Perolehan nilai tersebut menunjukkan bahwa siswa
Indonesia rata-rata hanya mampu mengingat fakta, terminology
dan hukum-hukum
sains, tetapi
menggunakan pengetahuan yang telah dimiliki untuk mengevalusi,
menganalisis, dan
memecahkan permasalahan kehidupan masih sangat kurang.
Berdasarkan data PISA 2006 menunjukkan bahwa kemampuan literasi sains siswa Indonesia berada
pada peringkat ke-50 dari 57 negara. Skor rata-rata sains yang diperoleh siswa Indonesia adalah 393.Hal ini
menunjukkan bahwa sebagian besar 41,3 siswa Indonesia memiliki pengetahuan ilmiah terbatas yang
hanya dapat diterapkan pada beberapa situasi yang familiar. Mereka dapat mempresentasikan penjelasan
ilmiah dari fakta yang diberikan secara jelas daneksplisit. Sebanyak 27,5 siswa Indonesia memiliki pengetahuan
ilmiah yang cukup untuk memberikan penjelasan yang mungkin di dalam konteks yang familiar atau membuat
kesimpulan berdasarkan pengamatan sederhana. Siswa- siswa dapat memberikan alasan secara langsung dan
membuat interpretasi seperti yang tertulis berdasarkan hasil pengamatan ilmiahyang lebih mendalam atau
pemecahan masalah teknologi Tjalla, 2010.
Berdasarkan hasil analisis proses pembelajaran di SMP Negeri 1 Sawoo melalui Standar Nasional
Pendidikan SNP, menunjukkan bahwa standar proses memiliki ketercapaian terendah dengan nilai persentase
66,67. Rendahnya nilai persentase ketercapaian standar proses tentunya dipengaruhi oleh proses pembelajaran
yang terjadi di dalam kelas. Berdasarkan hasil observasi diketahui
bahwa proses
pembelajaran belum
mengarahkan siswa
pada proses
pembelajaran berdasarkan proses penemuan, sikap ilmiah, dan produk
yang menjadi hakikat sains. Siswa hanya mendengarkan guru menyampaikan materi, mencatat materi yang
diperintahkan oleh guru, melakukan percobaan sesuai petunjuk yang tertera di dalam LKS yang beredar
dipasaran, tanpa melakukan proses sains seperti merumuskan masalah, berhipotesis, dan merancang
percobaan.
Berdasarkan data hasil Ujian Nasional UN IPASMP
Negeri 1
SawooTahun Pelajaran
20132014mengalami penurunan khususnya pada materi Fotosintesis sebesar 63,31, sedangkan pada Tahun
Pelajaran 20102011 sebesar 93,61. Hal tersebut terkait dengan karakteristik materi Fotosintesis yang sulit,
cenderung pada penguasaan analisis yang kurang dipahami siswa, sehingga nilai yang diperoleh belum
optimal. Hasil analisis nilai UTS, hasil belajar yang selayaknya mencapai KKM 75, namun diperoleh hasil
kurang memuaskan. Nilai rata-rata UTS IPA 37,54 dengan nilai tertinggi 82,50 dan nilai terendah 17,50.
Perolehan nilai rata-rata siswa yang masih di bawah
ISBN 978-602-72071-1-0 standar menunjukkan bahwa terdapat kesenjangan yang
menyebabkan siswa belum tuntas dalam pencapaian hasil belajar.
Berdasarkan masalah tersebut, perlu dicari pemecahan masalah dalam menentukan bahan ajar yang
tepat, yaitu bahan ajar mandiri berbasis konstruktivis yang melatih siswa dalam memecahkan masalah, dan
mengaitkan konsep-konsep yang relevan dengan kehidupan di sekitar siswa. Penggunaan modul yang
dikembangkan dengan model Problem Based Learning PBL disertai diagram pohon pada materi Fotosintesis.
Modul merupakan bahan ajar mandiri yang memberikan keleluasaan pada siswa, baik secara individu maupun
kelompok. Siswa dapat aktif mencari, menggali, dan menemukan konsep serta prinsip-prinsip dari suatu
pengetahuan yang harus dikuasainya sesuai dengan perkembangannya. Diharapkan model PBL lebih baik
untuk meningkatkan keaktifan siswa jika dibandingkan dengan model konvensional. Model ini mampu
menuntutsiswa lebih aktif dalam berpikir dan memahami materi secara berkelompok dengan melakukan investigasi
dan inkuiri terhadap permasalahan yang nyata di sekitarnya sehingga mereka mendapatkan kesan yang
mendalam dan lebih bermakna tentang apa yang mereka pelajari. Penerapan model PBL pada pembelajaran IPA
diharapkan siswaakan mampu menggunakan dan mengembangkan kemampuan untuk menyelesaikan
masalah dengan menggunakan berbagai strategi penyelesaian.Diagram pohon mampu melatih siswa
menemukan konsep-konsep penting dalam materi yang disajikan, dan mengaitkannya konsep-konsep tersebut
menjadi pengetahuan yang utuh dan bermakna, sehingga pemahaman siswa terhadap konsep yang terdapat dalam
materi lebih mendalam dan utuh.
Modul berbasis PBL disertai diagram pohon memiliki prinsip mendorong siswa untuk lebih baik
dalam belajar, diawali dengan penyajian masalah yang perlu dicari solusinya sampai menemukan konsep baru
dan mengaitkan konsep tersebut menjadi pengetahuan yang utuh, serta adanya pantuan proses belajar siswa
melalui umpn balik dari modul yang mendorong siswa mengevaluasi diri. Tuntutan terhadap siswa untuk
mampu memecahkan masalah, diharapkan dapat mengembangkan cara berpikir atau tingkat kognitif siswa
sehingga dapat meningkatkan hasil belajar aspek kognitif.
METODE PENELITIAN
Penelitian dilakukan dengan menggunakan one group pretest-posstest design.
Subjek penelitian ini adalah siswa kelas VIII SMP Negeri 1 Sawoo sebanyak
32 siswa. Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah lembar tes untuk hasil belajar kognitif. Tes
dilakukan sebelum proses pembelajaran pretest dan setelah proses pembelajaran Posttest. Instrumen yang
dibuat sebelumnya dilakukan validasi. Instrumen pelaksanaan penelitian terdiri dari silabus, RPP, modul
guru,
modul siswa,
dan instrumen
penilaian pengetahuan. Instrumen pengambilan data terdiri
Instrumen tes kognitif dilakukan uji coba untuk mengetahui validitas, realibilitas, daya beda, dan taraf
kesukaran dari soal tes pengetahuan. Data dianalisis secara kualitatif. Analisis data yang diperoleh
menggunakan analisis N-gain, kemudian dihitung dengan paired sample t-test
HASIL DAN PEMBAHASAN A.
HASIL
Perbandingan nilai rata-rata hasil belajar kognitif pretest dan posttest dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1 Deskripsi Data Hasil Belajar Kognitif Pretest dan Posttest.
Berdasarkan data pada Tabel 1, rata-rata nilai pretest
adalah 64,41 dengan standar deviasi 7,89; nilai minimum 60; dan nilai maksimum 87. Sedangkan rata-
rata nilai posttestadalah 79,91dengan standar deviasi 9,78; nilai maksimum 93; dan nilai minimum 60.
Nilai pretestdan posttest tersebut kemudian dihitung tingkat kenaikan hasil belajar siswa dengan
rumus N-gain ternormalisasi. Hasil perhitungan N-gain ternormalisasi diperoleh rata-rata kenaikan hasil belajar
dari 32 orang siswa adalah 0, 41. Berdasarkan kriteria Hake, menunjukkan bahwa kenaikan hasil belajar siswa
dalam kategori “Sedang “. Setelah dilakukan perhitungan N-gain
ternormalisasi, hasil belajar selanjutnya diuji
S t
a n
d a
r D
e v
i a
s i
7 ,
8 9
9 ,
7 8
ISBN 978-602-72071-1-0 prasyarat sebelum dilakukan uji lanjut. Ringkasanhasil
analisis nilai pretest dan posttest disajikan pada Tabel 2. Tabel 2 Ringkasan Analisis Uji T Nilai Pretest dan
Posttest
Uji Jenis Uji
Hasil Keputu
san Kesimp
u lan Norm
alitas Kolmogoro
f-Smirnov Sig
pretest = 0,141
Sig posttest
= 0,133 Ho
diteri ma
data normal
Homo genita
s Levene’s
test Sig
0.102 Ho
diteri ma
data homoge
n P
a i
r e
d s
a m
p l
e t
- t
e s
t
Berdasarkan data pada Tabel 2, diperoleh hasil uji normalitas data yang diuji dengan kolmogorof-smirnov,
diperoleh taraf signifikansi sebesar 0,141 untukpretest dan 0,133 untuk posttest, kedua nilai tersebut lebih besar
dari α = 0,05 sehingga Ho diterima yang berarti nilai
pretest dan posttest berdistribusi normal. Uji
homogenitas diperoleh taraf signifikansi sebesar 0,102 0,05 sehingga Ho diterima, yang berarti variansi setiap
sampel samahomogen. Data nilai pretest dan posttest yang berdistribusi
normal dan homogen, selanjutnya dianalisis dengan uji paired sample t-test
uji t dua sampel berpasangan. Berdasarkan perhitungan diperoleh t
hitung
= -7,645 dengan probabilitas sebesar 0,00p 0,05, maka Ho ditolak. Hal
tersebut menunjukkan bahwa terdapat perbedaan nilai hasil
belajar siswa
sebelum diberikan
modul pembelajaran dengan nilai hasil belajar siswa setelah
diberikan modul pembelajaran. Berdasarkan data tersebut, maka dapat diambil kesimpulan bahwa modul
hasil pengembangan mampu meningkatkan hasil belajar siswa pada ranah kognitif
B. PEMBAHASAN