ISBN: 978-602-72071-1-0 dalam penelitian ini adalah homogen dengan taraf
signifikasi 0,05.
b. Analisis Soal Post-test
Setelah pembelajaran telah selesai, maka dilakukan postest untuk mengetahui hasil belajar
setelah menerima pembelajaran. Hasil postest dianalisis dengan uji t. Uji t ini dilakukan setelah
data terdistribusi normal dan sampel homogen pada kelompok eksperimen dan kelompok kontrol. Uji t
ini bertujuan untuk mengetahui bahwa ada tidaknya perbedaan prestasi belajar fisika mahasiswa antara
kelompok eksperimen dan kelompok kontrol. Uji ini menggunakan uji t dua pihak dan uji t satu
pihak rata kanan, dengan syarat hipotesis diterima jika t
hitung
t
tabel.
, dimana H : kelompok eksperimen
sama dengan kelompok kontrol, dan H
1
: kelompok eksperimen berbeda dengan kelompok kontrol.
Hasil postest sebagai berikut : Tabel 6. Uji t Dua Pihak
Kelompok
x
S
2
S t
hitung
t
tabel
Eksperimen 1B
73,18 98,02 6,1 5,04
2,00 Eksperimen
2C 74,34 58,96 9,3
4,66 2,00
Eksperimen 3D
90,02 86,56 9,9 12,12 2,00 KontrolA
65,05 73,18 7,6 -
- Dari data tabel 6 menunjukkan bahwa nilai
t
hitung
di luar interval t
tabel
α=0,05 maka dapat dikatakan bahwa H
di tolak dan H
1
di terima, ini berarti ada perbedaan prestasi belajar fisika
mahasiswa antara kelompok kontrol dengan kelompok eksperimen
Tabel 7 Hasil uji t satu pihak rata kanan Kelompok
2 1
2 2
1 1
w w
t w
t w
t‟ Eksperimen 1
B 1,7
5,01 Eksperimen 2
C 1,7
4,71 Eksperimen 3
D 1,7
12,24 Kontrol A
- -
Dengan menggunakan rumus uji-t, dimana H
: kelompok eksperimen sama dengan kelompok kontrol, dan H
1
: kelompok eksperimen lebih baik dari kelompok kontrol, maka berdasarkan tabel.
karena nilai
2 1
2 2
1 1
w w
t w
t w
t
, sehingga dapat disimpulkan H
ditolak dan H
i
diterima, berarti kelompok eksperimen lebih baik daripada
kelompok kontrol . 3. Analisis hubungan tugas awal dalam kegiatan
praktikum dan hasil belajar mahasiswa. a. Analisis regresi.
Nilai rata-rata tugas awal tertulis mahasiswa dan kemampuan mahasiswa pada aspek kognitif
yang diperoleh dari post test. Nilai rata-rata tersebut untuk 3 kelompok eksperimen adalah
seperti pada tabel 8 berikut :
Tabel 8. Nilai tugas awal tertulis mahasiswa dan kemampuan aspek kognitif mahasiswa
Kelompok Rata-rata
nilai tugas mahasiswa
Rata-rata kemampua
n kognitif mahasiswa
Eksperimen 1 B 73,108
73,55263 Eksperimen 2 C
74,027 74,86842
Eksperimen 3 D 75,416
88,02632 Hubungan tugas awal tertulis mahasiswa terhadap
kemampuan aspek kognitif mahasiswa adalah seperti pada grafik 1 berikut :
Grafik 1. Hubungan tugas awal tertulis mahasiswa terhadap kemampuan aspek kognitif
mahasiswa. Menentukan regresi hubungan rata-rata
tugas awal tertulis mahasiswa terhadap rata-rata kemampuan mahasiswa pada aspek kognitif adalah
sebagai berikut :
Kelomp ok
Varia bel
Beba s X
i
Varia bel
Tak Bebas
Y
i
X
i
Y
i
X
i 2
Y
i 2
Eksperi men 1
B 73,10
8 73,55
263 5377,
286 5344,
78 5409,
989 Eksperi
men 2 C
74,02 7
74,86 842
5542, 285
5479, 997
5605, 28
Eksperi men 3
D 75,41
6 88,02
632 6638,
593 5687,
573 7748,
633
Hubungan Nilai Tugas Aw al Tertulis Sisw a Terhadap Kem am puan Aspek Kognitif Sisw a
y = 6,5291x - 405,54 R
2
= 0,8985 40
50 60
70 80
90 100
73 73,5
74 74,5
75 75,5
76
Nilai tugas aw al tertulis K
e m
a m
p u
a n
a s
p e
k k
o g
n it
if
ISBN: 978-602-72071-1-0 Jumlah
Σ 222,5
51 236,4
47 17558
,16 16512
,35 18763
,9 Besar nilai a adalah
a =
2 2
2 i
i i
i i
i i
X X
n Y
X X
X Y
a =
948 ,
49528 35
, 16512
. 3
16 ,
17558 .
551 ,
222 35
, 16512
. 44
, 236
=
948 ,
49528 05
, 49537
1 ,
3907586 3904180
=
102 ,
8 1
, 3406
= -420,4 b =
2 2
i i
i i
i i
X X
n Y
X Y
X n
b =
948 ,
49528 35
, 16512
. 3
44 ,
236 .
551 ,
222 16
, 17558
. 3
=
102 ,
8 958
, 52619
48 ,
52674
=
102 ,
8 522
, 54
= 6,72 Dengan demikian didapatkan regresi
hubungan rata-rata tugas awal tertulis mahasiswa terhadap rata-rata kemampuan kognitif mahasiswa
adalah : Ŷ = a + bX
Ŷ = -420,4 + 6,72 X Koefisien b dinamakan koefisien arah regresi linier
dan menyatakan perubahan rata-rata variabel Y untuk setiap perubahan variabel X sebesar satu
unit. Perubahan nilai ini merupakan pertambahan peningkatan apabila b bertanda positif. Demikian
misalnya : b = 6,72 bertanda positif, sehingga kita dapat
menyatakan bahwa untuk setiap rata-rata tugas awal tertulis mahasiswa bertambah atau meningkat
Oleh sebab itu, dapat dinyatakan suatu kesimpulan bahwa tugas awal tertulis berhubungan
positif dengan kemampuan mahasiswa pada aspek kognitif. Hal ini terlihat dengan semakin tinggi
rata-rata kemampuan nilai tugas awal tertulis, maka rata-rata nilai kognitif mahasiswa yang diperoleh
dari nilai postes adalah tinggi, dengan setiap rata- rata kemampuan nilai tugas awal tertulis
mahasiswa bertambah atau meningkat dengan 1 satu tingkatan kemampuan, maka rata-rata
kemampuan mahasiswa aspek kognitif juga bertambah atau meningkat sebesar 6,72 nilai.
b. Korelasi dalam regresi linier
Untuk keperluan perhitungan koefisien korelasi r berdasarkan sekumpulan data X
i
, Y
i
berukuran N dapat digunakan rumus :
2 2
2 2
Y Y
N X
X N
Y X
XY N
r
=
8 ,
55903 9
, 18763
. 3
948 ,
49528 35
, 16512
. 3
44 ,
236 .
551 ,
222 16
, 17558
. 3
=
52 ,
384 .
102 ,
8 958
, 52619
48 ,
52674
=
38 ,
3115 25
, 224
= 0,85 atau r
2
= 0,85 Berdasarkan hasil ini, didapat korelasi
positif antara nilai tugas awal tertulis mahasiswa dan nilai kemampuan kognitif mahasiswa. Yang
dimaksudkan adalah dengan peningkatan nilai tugas awal tertulis, maka menigkat pula nilai
kemampuan kognitif mahasiswa. Besar hubungan peningkatan nilai tugas awal tertulis mahasiswa
terhadap kemampuan aspek kognitif mahasiswa ditentukan oleh koefisien determinasi r
2
= 0,85 atau sebesar 90. Hal ini penigkatan atau penurunan
kemampuan aspek kognitif mahasiswa sebesar 85 dapat dijelaskan oleh nilai tugas awal tertulis
mahasiswa melalui hubungan linier dengan persamaan :
Ŷ = -420,4 + 6,72 X PEMBAHASAN
Berdasarkan hasil uji normalitas diperoleh X
2 hitung
X
2 tabel
α=0,05 baik kelompok kontrol maupun kelompok eksperimen dengan demikian
keempat sampel berasal dari populasi yang terdistribusi normal. Hasil analisis uji homogenitas
diperoleh F
hitung
F
tabel
α=0,05 baik kelompok kontrol maupun kelompok eksperimen, dengan
demikian keempat sampel adalah homogen. Berdasarkan hasil penelitian didapatkan bahwa
terdapat perbedaan hasil belajar mahasiswa antara kelompok eksperimen dengan kelompok kelompok
kontrol yang ditandai dengan adanya perhitungan uji hipotesis, uji t dua pihak yaitu untuk
membandingkan dua keadaan yang berbeda yakni hasil belajar mahasiswa yang menggunakan tugas
awal tertulis dalam kegiatan praktikum fisika dasar I dengan hasil belajar mahasiswa tanpa tugas awal
tertulis dalam kegiatan praktikum maka diperoleh nilai t
hitung
pada kelompok eksperimen 1 sebesar 5,04 , pada kelompok eksperimen 2 sebesar 4,66 dan pada
kelompok eksperimen 3 sebeasr 12,12. Sedangkan pada daftar distribusi t didapat
0,975
= 2,00 , karena nilai t
hitung
t
tabel
ini berarti hasil belajar mahasiswa antara kelompok eksperimen dengan kelompok
kontrol tidak sama. Kemudian dilakukan uji t satu pihak yaitu
untuk mengetahui apakah penerapan tugas awal tertulis dalam kegiatan praktikum memiliki hasil
ISBN: 978-602-72071-1-0 belajar yang lebih baik daripada kelompok yang
tanpa menggunakan tugas awal tertulis dalam kegiatan praktikum fisika dasar I, maka diperoleh
nilai t
hitung
pada kelompok eksperimen 1 sebesar 5,01, pada kelompok eksperimen 2 sebesar 4,71 dan pada
kelompok eksperimen 3 sebesar 12,24 , sedangkan pada daftar distribusi t didapat t
0,95
= 1,7 karena nilai t
hitung
t
tabel
ini berarti bahwa hasil belajar mahasiswa kelompok
eksperimen lebih
tinggi daripada
kelompok kontrol. Dari hasil postest dilakukan analisis regresi
untuk mengetahui pengaruh positif atau negatif, tugas awal tertulis dalam kegiatan praktikum fisika dasar I
terhadap hasil belajar mahasiswa, maka diperoleh regresi hubungan rata-rata kemampuan kinerja
mahasiswa terhadap rata-rata kemampuan kognitif mahasiswa adalah :
Ŷ = a + bX Ŷ = -420,4 + 6,72 X
b = 6,72 bertanda positif, sehingga kita dapat menyatakan bahwa untuk setiap rata-rata nilai tugas
awal tertulis mahasiswa bertambah atau meningkat. Oleh sebab itu, dapat dinyatakan suatu kesimpulan
bahwa nilai tugas awal tertulis berhubungan positif dengan kemampuan mahasiswa pada aspek kognitif.
Semakin meningkat nilai tugas awal tertulis mahasiswa, maka menigkat pula nilai kemampuan
kognitif mahasiswa. Besar hubungan peningkatan nilai tugas awal tertulis mahasiswa terhadap
kemampuan aspek kognitif mahasiswa sebesar 85. Hal ini dapat diinterpretasikan bahwa nilai tugas awal
tertulis terhadap hasil belajar mahasiswa adalah tinggi, sehingga tugas awal tertulis dapat digunakan
sebelum kegiatan praktikum berlangsung.
Berdasarkan tabel di atas dapat diketahui bahwa
tampilan dosen
dalam mengelola
pembelajaran yang menerapkan tugas awal tertulis untuk tiga kelompok eksperimen dan keterampilan
dosen dalam mengelola pembelajaran tanpa tugas awal tertulis untuk kelompok kontrol adalah baik.
Sedangkan aspek kinerja mahasiswa pada kelompok eksperimen 1 diperoleh penilaian afektif 90,6 dan
psikomotor 85,7 , kelompok eksperimen 2 diperoleh penilaian afektif 88,81 dan psikomotor
86,63 , kelompok eksperimen 3 diperoleh penilaian afektif 81,38 dan psikomotor 79,57 ,
dan pada kelompok kontrol diperoleh penilaian afektif sebesar 80,76 dan psikomotor 80,44.
Sehingga dapat diketahui bahwa penilaian kinerja mahasiswa kelompok eksperimen lebih baik daripada
kelompok kontrol.
Berdasarkan analisa data dan pembahasan di atas, diperoleh bahwa penerapan tugas awal tertulis
sebelum kegiatan praktikum dapat meningkatkan hasil belajar mahasiswa serta dapat meningkatkan
aktivitas mahasiswa dalam proses belajar mengajar. Hasil ini sesuai dengan hasil penelitian dari Hartono
2002 bahwa penerapan pembelajaran dengan pemberian tugas berupa latihan soal serta analisis
penyelesaian secara sistematis dapat meningkatkan hasil belajar mahasiswa.
PENUTUP Simpulan
Dari hasil penelitian, rata-rata hasil post tes kelompok eksperimen lebih baik daripada rata-rata
hasil post tes kelompok kontrol dan dari analisis korelasi diperoleh hasil koefisien korelasi r
xy
positif sebesar 6,72 dan nilai koefisien determinasi r
2
sebesar 90 Hal ini dapat dinyatakan bahwa tugas awal tertulis dalam kegiatan praktikum mempunyai
pengaruh sebesar 85 terhadap hasil belajar mahasiswa. Sehingga dari hasil pengujian hipotesis
dapat disimpulkan bahwa tugas awal tertulis dalam kegiatan praktikum memiliki pengaruh yang positif
terhadap hasil belajar mahasiswa pendidkan fisika STKIP Bima.
DAFTAR PUSTAKA Ani irawati. 2004. Penerapan model pembelajaran
kooperatif tipe STAD untuk meningkatkan ketuntasan hasil belajar dan aktifitas belajar
siswa pada pokok bahasan getaran kelompok 1 di SMAN 1 Lamongan.
Skripsi yang tidak dipublikasikan. Surabaya : UNESA
Djamarah dan Zain. 2002. Strategi Belajar Mengajar. Jakarta : PT. Rineka Cipta.
Giancoli, Douglas C. 1999. Fisika Edisi kelima jilid 1
. Jakarta : Erlangga. Hartono. 2006. Pengaruh pemberian tugas berupa
latihan soal serta analisis penyelesaian secara sistematis terhadap hasil belajar
siswa pada materi pokok tekanan di kelompok VII SMPN I Gudo Jombang.
Skripsi yang tidak dipublikasikan. Surabaya : UNESA
Harun Nasruddin. 1999. Buku Perencanaan Tes dan Penilaian hasil Belajar
. Surabaya: UNESA University Pres
Ifa kurniawati. 2003. Penerapan keterampilan proses sebagai upaya meningkatkan hasil belajar
siswa SMAN 3 Sidoarjo Kelompok X pada pokok bahasan bioteknologi
. Skripsi yang tidak dipublikasikan. Surabaya : UNESA
Jihad, Asep dan Abdul Haris. 2008. Evaluasi Pembelajaran
. Jakarta: Multi Pressindo. Mohammad nur, dkk. 2004. Teori-teori pembelajaran
kognitif. Surabaya : UNESA University Pres.
Mulyasa. 2002. Kurikulum Berbasis Kompetensi. Bandung : Remaja Rosdakarya
Prabowo. 1998. Metodologi penelitian. Surabaya : UNESA University Pres.
Prima Ratna Yuvita. 2008. Penerapan pemberian tugas pada hasil belajar fisika pokok bahasan
listrik dinamis siswa kelompok IX SMP Negeri 1 Balen Bojonegoro.
Skripsi yang tidak dipublikasikan. Surabaya : UNESA.
Sudjana. 1996. Metode Statistika. Bandung : Tarsito Bandung.
ISBN: 978-602-72071-1-0 Suharsimi Arikunto. 2002. Prosedur Penilaian Suatu
Pendekatan Praktek edisi revisi ke lima .
Jakarta : Rineka Cipta. Wahyana. 1986. Pengelolaan Pengajaran Fisika.
Jakarta : Universitas Terbuka. Winataputra, Udin dan Rosita, Tita. 1994. Belajar
dan Pembelajaran. Jakarta : Universitas
Terbuka.
ISBN: 978-602-72071-1-0
ANALISA NUMERIK POTENSIAL LISTRIK MENGGUNAKAN METODE BEDA
HINGGA UNTUK SISTEM GEOMETRI KARTESIAN
Azizah Fithria Paramita
1
Yunita Ningrum D .C
2
Miftakhul Ulum
3
1,2,3
Mahasiswa Program Studi Pascasarjana Pendidikan Sains, UNESA E-mail: azizah_setyawanyahoo.com
ABSTRAK
Pada penelitian ini bertujuan mengetahui jumlah iterasi yang diperlukan untuk metode beda hingga sehingga memberikan hasil yang sama dengan metode anallitik. Metode yang digunakan dalam
penelitian ini adalah metode numerik dan metode analitik. Ada beberapa tahapan yang dilakukan dalam penelitian ini yaitu melakukan perhitungan secara analitik menggunakan separasi variabel,
melakukan perhitungan secara numerik menggunakan metode beda hingga, membandingkan kedua perhitungan secara analitik dan numerik dan membuat analisa berdasarkan kedua perhitungan
tersebut. Pada metode Numerik digunakan metode beda hingga dengan jumlah iterasi n = 50, 100, 150, 200, 250 dan 300. Berdasarkan pengolahan dan analisa data didapat bahwa semakin banyak
jumlah iterasi yang digunakan maka data yang didapatkan semakin mendekati nilai analitiknya, dan metode beda hingga cukup baik digunakan untuk menghitung persoalan elektrostatik sistem
koordinat kartesian. Kata kunci:
Metode Analitik, Metode Beda hingga, Iterasi
ISBN: 978-602-72071-1-0 PENDAHULUAN
Persamaan Laplace banyak muncul di cabang ilmu fisika, sehingga menarik beberapa
peneliti untuk menyelesaikan suatu persoalan yang dapat dicari menggunakan solusi umum persamaan
Laplace. Sebagai contoh : menentukan potensial listrik pada lempeng bujur sangkar dengan metode
analitik dan metode numerik untuk sistem geometri kartesian, adalah contoh pembanding dimana
persamaan laplace dipenuhi.
Beberapa metode telah dikembangkan untuk memecahkan persamaan Laplace. Metode pertama
yang paling mudah adalah integrasi langsung. Metode integrasi langsung hanya berlaku untuk
persoalan ”satu dimensi” atau medan potensialnya hanya merupakan fungsi dari salah satu dari ketiga
koordinat. Dalam kelompok persoalan elektrostatik tertentu yang melibatkan penghantar, ternyata seluruh
muatan terdapat pada permukaan penghantar atau
dalam bentuk muatan titik yang tetap. Dalam hal ini ρ sebagian besar titik dalam ruang sama dengan nol.
Metode analitik adalah suatu metode matematis yang digunakan untuk menyelesaikan
persoalan pada suatu sistem tertentu. Kelebihan metode analitis ini adalah hasil yang diinginkan lebih
akurat dibandingkan metode numerik untuk menyelesaikan suatu persamaan.
Metode Numerik adalah suatu metode yang memberikan hasil berupa data atau nilai numerik.
Kelebihan metode ini adalah dapat digunakan untuk menyelesaikan persoalan matematis pada semua
sistem. Sedangkan kekurangan metode numerik adalah hasil yang didapatkan tidak akurat.
Penelitian ini difokuskan untuk mengetahui seberapa baik metode Numerik Beda Hingga
memberikan hasil untuk persoalan elektrostatik sistem koordinat kartesian.
DASAR TEORI Metode Pemecahan Persamaan Laplace dengan
Separasi Variabel
Pada metode dan teknik untuk persoalan elektrostatik disajikan himpunan soal-soal umum
dengan memberi spesifikasi bahwa potensialnya hanya merupakan fungsi x dan y jadi
�
1
Dengan menyatakan fungsi x dengan X dan fungsi y dengan Y maka diperoleh
� � Disubtitusiakan kedalam persamaan 1
�
�
2 Karen X tidak mengandung y dan Y tidak
mengandung x maka turunan biasa dapat dipakai �
�
3 Persamaan 3 dapat dipecahkan melalui pemisahan
variabel dengan membaginya dengan XY menjadi
�
4 −
�
5 Untuk mudahnya tetapan itu dinamakan
6 −
�
7 Tetapan
disebut tetapan pemisah. Tetapan tersebut dipakai untuk memisahkan suatu persamaan menjadi
dua persamaan yang lebih sederhana. �
8 Dengan menggunakan cara integrasi langsung maka
dapat ditulis � � 9
∫ � � 10 Sebagai pengganti digunakan cara subtitusi deret
pangkat tak berhingga Sehingga X dapat dinyatakan oleh deret
� ∑ �
~ =
∑ − �
−
∑ �
~ ~
12 J ika kedua deret tak berhingga tersebut
harus sama untuk setiap harga x, berarti keduanya harus identik, dan koefisien x yang berpangkat sama
dapat suku demi suku. Jadi 2 x 1 x
3 x 2 x Dan umumnya kita dapatkan hubungan rekursi
Koefisien genapnya dapat dinyatakan sebagai :
� �
� �
Dan pada umumnya untuk n genap, sebagai :
�
� � 13
Untuk n ganjil, kita peroleh
� �
� �
�
Dan, pada umumnya untuk n ganjil,
� �
14 Dengan mensubtitusikannya kembali ke dalam deret
pangkat semula untuk X, kita peroleh.
� ∑
�
~ �
∑ �
~ �
atau
ISBN: 978-602-72071-1-0 �
∑ �
�
~ �
∑ �
�
~ �
Walau jumlah kedua deret tak berhingga ini merupakan jawaban jawaban differensial dalam x,
bentunya dapat diperbaiki dengan pengenalan deret pertama sebagai cosinus hiperbolik
� ∑ �
~ �
� �
Dan deret yang kedua sebagai sinus hiperbolik, � ∑
�
~ �
� �
�
Sekarang jawabannya dapat ditulis sebagai berikut: �
�
�
� 19 atau
� � � Syarat batasnya ialah V = 0 pada x = 0, y = 0 dan y =
b dan V = V pada x = d untuk semua y antara 0 dan
b. Y
X
Gambar 2.1. Syarat batas untuk potensial
� � Memenuhi dari empat syarat batas. Syarat batas
ketiga, V = 0 pada y = b, dapat dipenuhi melalui pemilihan α, karena subtitusi harga ini pada �
� �
menghasilkan �
� Yang dapat dipenuhi dengan mengambil
ab = mπ m = 1,2,3... atau
α = mπb Fungsi potensialnya,
� �
�
20 � ∑ �
~ =
� Bentuk ini merupakan deret sinus Fourier, dan c
m
dapat ditentukan melalui metode deret Fourier yang baku, jika ditafsirkan V
sebagai fungsi periodik dari y.
V = V x =d, 0 y b
V = - V x =d, b y 2b
Koefisien menjadi
∫ �
�
∫ −�
�
21 Sehingga
m ganjil = 0
m genap Namun
� , sehingga
�
� �
m hanya yang ganjil Subtitusi persamaan untuk mendapatkan fungsi
potensial yang diinginkan �
� ∑
�
=�
METODE BEDA HINGGA
Pada persoalan
dua dimensi
yang potensialnya tidak berubah terhadap koordinat z dan
membagi bagian dari penampangnya, dimana potensialnya ingin diketahui , menjadi bujur sangkar.
Harga yang tidak diketahui pada empat titik yang berdekatan ditunjukkan sebagai
� �
� �
. Jika daerahnya bermuatan bebas dan berisi dielektrik
serba sama maka sehingga
untuk dua dimensi kita dapatkan
� �
23 Operasi gradien menghasilkan
− � � ⁄ , dan
− � ⁄ sehingga Persamaan Laplace dua
dimensi adalah
�
24 Harga aproksimasi untuk turunan parsial ini dapat
diperoleh dari potensial yang diketahui karena |
− ℎ
25
V
4
V
1
V
3
V
2
ISBN: 978-602-72071-1-0 Dan
|
− ℎ
26 Gambar 2.2. Konsep Dasar Perhitungan Iterasi
�| − �|
ℎ − − �
ℎ
27 Dengan cara serupa
�
|
− − � ℎ
28 Dengan mengkombinasikan kita dapatkan
� �
� �
� 29
Rumusan ini menjadi eksak ketika h mendekati nol, metode iterasi memakai
� �
� �
� untuk menentukan potensial pada tiap titik sudut
bujur sangkar secara bergilir, dan kemudian prosesnya diulang ke seluruh daerah berkali-kali.
METODOLOGI
Pada Penelitian ini menggunakan persoalan dua dimensi yang potensialnya tidak berubah
terhadap koordinat z dan membagi bagian dari penampangnya, dimana potensialnya ingin diketahui.
Harga yang tidak diketahui pada lima titik yang berdekatan ditunjukkan dengan V
1
,V
2
, V
3
, V
4
Langkah- langkah yang dilakukan dalam penelitian ini digambarkan dalam diagram alir
beriikut :
HASIL DAN PEMBAHASAN
Dalam penelitian ini Sistem yang dianalisa berupa bujur sangkar dengan panjang sisi 1.Potensial
listrik pada keempat sisinya adalah konstan, dinyatakan sebagai V
1
, V
2 ,
V
3
, dan V
4.
Kemudian diselesaikan secara analitik dengan persamaan
Laplace.
y a
V1=1V V4=4V
V2=2V
V3=3V a x
Setelah didapatkan
persamaan potensial
� �
� �
dari perhitungan secara analitik dalam koordinaat kartesian. Maka,
dapat dibuat
program MATLAB-nya.
� h
h �
a �
� b
c
d �
Pengumpulan teori-teori tentang elektrostatik beserta persamaan Laplace
kotak potensial dua dimensi
Perhitungan secara analitik menggunakan Separasi Variable
Perhitungan secara numerik menggunakan metoda beda
hingga
Membandingkan kedua cara perhitungan
Membuat Analisa seberapa baik metode beda hingga terhadap analitik
Membuat Kesimpulan Hasil Analisa
0.2 0.4
0.6 0.8
1 0.5
1 1
2 3
4 5
posisix posisiy
v x
,y
0.5 1
1.5 2
2.5 3
3.5 4
ISBN: 978-602-72071-1-0 Sehingga didapatkan grafik nilai V untuk 121 titik di
dalam lempeng. Dari persamaan metode beda hingga yang
digunakan pada perhitungan numerik yang kemudian ditampilkan pada program matlab maka didapatkan
bahwa perbandingan perhitungan numerik dan perhitungan analitik tidak terlalu besar selisihnya.
Misalkan kita ambil pada sumbu x = 0.4 dan sumbu y= 0.2 selisihnya adalah 0.0176 lihat tabel . Selisih
keseluruhan antara perhitungan numerik dan perhitungan analitik pada n= 50 adalah 0.9576
Tabel 4.1. Selisih Perhitungan Analitik dan Perhitungan Numerik pada n=50
YX 0,1
0,2 0,3
0,4 0,5
0,06 17
0,03 25
0,023 6
0,02 01
0,02 36
0,1 0,08
22 0,00
41 0,00
04 0,005
4 0,00
86 0,01
02
0,2 0,04
33 0,01
49 0,01
38 0,015
5 0,01
76 0,01
84
0,3 0,03
15 0,01
49 0,02
07 0,023
4 0,02
45 0,02
41
0,4 0,02
68 0,01
48 0,02
35 0,027
2 0,02
8 0,02
65
0,5 0,02
55 0,01
54 0,02
43 0,027
5 0,02
75 0,02
55
0,6 0,02
68 0,01
7 0,02
35 0,024
2 0,97
69 0,02
12
0,7 0,03
15 0,02
1 0,02
02 0,016
7 0,01
51 0,01
41
0,8 0,04
33 0,02
65 0,00
88 0,004
1 0,00
52 0,00
61
0,9 0,08
22 0,00
24 0,01
72 0,008
2 0,00
18 0,00
07
1
0,02 06
0,01 08
0,007 9
0,00 67
0,00 64
Rata -
rata
0,39 31
0,04 87
0,07 47
0,104 3
0,87 9
0,11 68
YX 0,6
0,7 0,8
0,9 1
0,02 01
0,0236 0,032
5 0,06
17
0,1 0,01
08 0,0114
0,012 0,00
24 0,04
11
0,2 0,01
76 0,0149
0,008 8
0,00 27
0,02 17
0,3 0,02
16 0,0167
0,009 4
0,00 14
0,01 57
0,4 0,02
31 0,0178
0,011 1
0,00 44
0,01 34
0,5 0,02
22 0,0175
0,011 9
0,00 59
0,01 27
0,6 0,01
85 0,0152
0,011 5
0,00 69
0,01 34
0,7 0,01
25 0,0107
0,009 6
0,00 8
0,01 57
0,8 0,00
56 0,0044
0,004 6
0,00 95
0,02 17
0,9 0,00
07 0,0015
0,005 1
0,00 11
0,04 11
1
0,00 67
0,0079 0,010
8 0,02
06
Rata -
rata
0,10 58
0,0756 0,030
5 0,04
54 0,01
965 Jumlah rata-rata selisih perhitungan analitik
dan perhitungan numerik, n = 50 0,95
76 Tabel 4.7 Hubungan jumlah rata-rata selisih
dengan jumlah iterasi
Iterasi Jumlah rata-rata
selisih 50
0,9576 100
0,15532 150
0,07859 200
0,05847 250
0,05847 300
0,05847
PENUTUP Simpulan
1.
Semakin banyak jumlah iterasi yang dilakukan maka data yang didapatkan
semakin mendekati nilai analitiknya
2.
Metode beda hingga cukup baik digunakan untuk menghitung persoalan elektrostatik
sistem koordinat kartesia
Saran
1. Perlu diteliti untuk jumlah iterasi yang lebih banyak lagi agar dapat diketahui seberapa
baik nilai pendekatannya. 2. Perlu
diteliti lagi
untuk persoalan
elektrostatik sistem koordinat kartesian lainnya.
I. DAFTAR PUSTAKA
Hayt,W.H, 1991, Elektromagnetika Teknologi, Penerbit Jakarta, Erlangga
Munir,R, 2008,
Metode Numerik
, Penerbit
Informatika,Bandung Peranginangin,K, 2006, Pengenalan Matlab,Penerbit
Andi, Yogya Reitz, J.R.,1993, Dasar Teori Listrik Magnet, edisi
ke-3, Penerbit ITB, Bandung
ISBN: 978-602-72071-1-0
PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE THINK PAIR SHARE
TPS TERHADAP PRESTASI BELAJAR SISWA KELAS VIII PADA POKOK BAHASAN BUNYI
Fitriyah Ika Astutik
1
Selvi Fauziyah
2
1,2
Program Studi Pendidikan Fisika FKIP Universitas Islam Madura E-mail: fitriyahikaastutik696gmail.com
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh model pembelajaran kooperatif tipe Think Pair Share TPS terhadap prestasi belajar siswa di MTs Bustanul Ulum-Tagangser Laok pada pokok bahasan bunyi.
Penelitian dilaksanakan pada semester genap tahun pelajaran 20132014 dengan waktu pelaksanaan tanggal 17
– 29 Maret 2014. Metode penelitian yang digunakan adalah True Experimental Design dan teknik pengambilan sampel menggunakan Purposive Random Sampling. Sampel dalam penelitian ini adalah kelas
VIII-B sebagai kelas eksperimen dan kelas VIII-D MTs sebagai kelas kontrol dengan jumlah masing- masing adalah 30 siswa. Kelas eksperimen diberi perlakuan berupa penerapan model pembelajaan
kooperatif tipe Think Pair Share TPS dan kelas kontrol diberi perlakuan berupa model pembelajaran konvensional. Teknik pengambilan data adalah dengan tes berupa pilihan ganda sebanyak 20 soal dan
nontes berupa lembar pengamatan aktivitas belajar siswa. Hasil yang diperoleh dari penelitian ini menunjukkan bahwa nilai rata-rata postes kelas ekspeimen lebih tinggi dibandingkan dengan kelas kontrol
yaitu masing-masing 82,17 dan 66,67. Berdasarkan uji hipotesis pada data postes diperoleh bahwa t
hitung
= 4,89 lebih besar dari t
tabel
= 2,000 sehingga Ho ditolak dan Ha diterima terdapat pengaruh yang signifikan antara model pembelajaran kooperatif tipe Think Pair Share TPS dengan model konvensional sebagai
pembanding terhadap prestasi belajar kelas VIII di MTs Bustanul Ulum Tagangser Laok pada pokok bahasan Bunyi. Berdasarkan hasil pengamatan aktivitas belajar siswa menunjukkan bahwa kelas
eksperimen memperoleh skor rata-rata aktivitas lebih tinggi dibandingkan dengan kelas kontrol yaitu 76,0 dan 64,2.
Kata kunci
: Model pembelajaran kooperatif tipe Think Pair Share TPS, prestasi belajar siswa
PENDAHULUAN Rendahnya aktivitas siswa akan mempengaruhi
terhadap prestasi belajar siswa. Dari hasil wawancara dengan guru fisika kelas VIII di MTs Bustanul Ulum
Tagangser Laok, prestasi belajar siswa khususnya pada mata pelajaran fisika masih rendah yang ditunjukkan
melalui prestasi siswa belum memenuhi KKM Kriteria Ketuntasan Minimal. Hal tersebut dikarenakan kondisi
siswa yang masih berpusat pada guru yaitu siswa tidak aktif selama proses pembelajaran berlangsung, dimana
siswa hanya diam, duduk mendengarkan materi yang disampaikan.
Oleh karena itu, perlu adanya peningkatan kualitas pembelajaran yang diharapkan dapat meningkatkan
aktivitas belajar yang berkorelasi dengan peningkatan prestasi belajar siswa dalam kegiatan belajar mengajar.
Salah satu upaya untuk meningkatkan aktivitas dan prestasi belajar siswa dilakukan dengan menggunakan
model pembelajaran kooperatif tipe Think Pair Share TPS. Model pembelajaran kooperatif tipe Think Pair
Share
merupakan model pembelajaran kooperatif yang dilakukan oleh siswa secara berpasangan, dimana pada
setiap masing-masing pasangan harus saling membantu satu sama lain untuk mencapai tujuan pembelajaran yang
diharapkan Suprihatiningrum, 2013. Selain itu, model pembelajaran kooperatif merupakan model pembelajaran
yang dirancang untuk mempegaruhi pola interaksi siswa. Kelebihan model pembelajaran kooperatif tipe Think
Pair Share
diantaranya adalah dapat memberikan siswa waktu lebih banyak untuk berfikir, menjawab, dan saling
membantu satu sama lain, siswa mempunyai lebih banyak kesempatan untuk saling berkontribusi ide-ide
yang telah didapat, siswa saling berinteraksi dengan anggota kelompoknya dan sebagainya Dewantara,
2012. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Mufidah pada tahun 2013, model pembelajaran
kooperatif tipe TPS dapat meningkatkan aktivitas belajar siswa baik dalam berfikir kreatif maupun kerjasama tim.
Penelitian lain juga menyimpulkan bahwa terjadi peningkatan ketuntasan prestasi belajar mulai dari
51,28 sampai 89,74 dengan penerapan model pembelajaran kooperatif tipe TPS Winayah, 2013.
METODE PENELITIAN
Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian
eksperimen yang dilakukan dengan menggunakan desain
ISBN: 978-602-72071-1-0 Pretest-Posttest Control Group Design
untuk menguji hipotesis yaitu kedua sampel penelitian diberi perlakuan
yang berbeda Sugiyono, 2013. Penelitian ini dilakukan pada 17
– 29 Maret 2014 di MTs. Bustanul Ulum
Tagangser Laok, Waru, Pamekasan tahun ajaran 20132014. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh
siswa kelas VIII MTs. Bustanul Ulum Tagangser Laok, dengan sampel dalam penelitian ini terdiri dari 2 kelas
yakni kelas VIII-B Model TPS dan kelas VIII-D Model Konvensional yang diambil melalui Purposive
random sampling.
Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini berupa instrumen dalam pembelajaran
silabus, RPP, buku ajar, lembar keterlaksanaan dan LKS dan instrumen tes berupa pilihan ganda sebanyak
20 soal dan nontes berupa lembar pengamatan aktivitas belajar. Pemberian tes dilakukan sebanyak dua kali yaitu
pretest
dan posttest. Instrumen penelitian yang digunakan
terlebih dahulu dilakukan validasi ahli. Selanjutnya melalui analisis hasil tes dilakukan uji hipotesis untuk
menarik kesimpulan.
HASIL DAN PEMBAHASAN Deskripsi Data Hasil Pretes dan Postes
Berdasarkan hasil penelitian dikelas VIII MTs Bustanul Ulum Tagangser Laok diperoleh hasil rata-rata
pretes dan postes sebagai berikut:
Tabel 4.1 Hasil Pretes dan Postes Kelas Eksperimen dan Kontrol
Berdasarkan Tabel 4.1, hasil rata-rata pretes kelas eksperimen dan kelas kontrol masih relatif rendah
masing-masing adalah 45,5 dan 44,5 dibandingkan dengan hasil rata-rata postes kelas eksperimen dan kelas
kontrol masing-masing adalah 82,17 dan 66,67. Hal tersebut dikarenakan sebelum diberikan pretes siswa
belum memperoleh perlakuan yang berkaitan dengan penelitian ini, sedangkan pada hasil postes kelas
eksperimen dan kelas kontrol memperoleh nilai rata-rata postes yang relatif tinggi karena sebelum diberikan
postes kedua sampel tersebut telah diberi perlakuan. Perlakuan
tersebut berupa
penggunaan model
pembelajaran kooperatif tipe Think Pair Share TPS pada kelas eksperimen dan model pembelajaran
konvensional pada kelas kontrol. Hasil tersebut juga memperlihatkan bahwa nilai postes kelas eksperimen
lebih tinggi dibandingkan dengan kelas kontrol. Hal tersebut menunjukkan bahwa prestasi belajar siswa kelas
eksperimen yang menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Think Pair Share TPS lebih tinggi
dibandingkan dengan prestasi belajar siswa kelas kontrol yang menggunakan model konvensional.
Sebelum dilakukan uji hipotesis, data yang diperoleh dari hasil penelitian telebih dahulu dilakukan uji
prasyarat analisis data berupa uji normalitas dan uji homogenitas. Adapun hasil uji normalitas data pretes
dan postes pada kelas eksperimen dan kelas kontrol sebagai berikut:
Tabel 4.2 Hasil Perhitungan Uji Normalitas Pretes dan Postes Kelas Eksperimen dan Kelas
Kontrol
Berdasarkan hasil perhitungan uji normalitas yang diperlihatkan pada Tabel 4.2, keempat data yang diuji
normalitas baik data hasil pretes dan postes kelas eksperimen maupun data hasil pretes dan postes kelas
kontrol menghasilkan χ
2 hitung
lebih kecil dari χ
2 tabel
. χ
2 hitung
yang dihasilkan dari keempat data tersebut adalah 10,63, 10,87, 9,81 dan 9,86 berturut-
turut. Sedangkan hasil χ
2 tabel
adalah 11,07 yang diperoleh dengan menentukan derajat kebebasan dk yaitu 5 dan taraf signifikansi yang dipilih
adalah 5. Hasil perhitungan uji normalitas data pada Tabel 4.2 menunjukkan bahwa keempat data yang
dihasilkan adalah data yang berasal dari sampel yang berdistribusi normal.
Sedangkan untuk hasil perhitungan uji homogenitas data pretes dan postes pada kelas eksperimen dan kelas
kontrol adalah sebagai berikut:
Tabel 4.3 Hasil Perhitungan Uji Homogenitas Pretes dan Postes Kelompok Eksperimen dan
Kelompok Kontrol
Hasil perhitungan uji homogenitas data pretes dan postes kelas eksperimen dan kelas kontrol ditampilkan
pada Tabel 4.3. Varians yang dihasilkan data pretes kelas eksperimen dan kelas kontrol tidak sama, masing-masing
adalah 159,59 dan 157,17. Kasus yang sama juga terjadi pada data postes kelas eksperimen dan kelas kontrol
masing-masing adalah 148,59 dan 147,9. Akan tetapi, data pretes dan data postes kelas eksperimen dan kelas
kontrol masih dikategorikan sebagai data yang homogen. Hal itu, juga diperlihatkan pada Tabel 4.3, pada data
prestes menghasilkan F
hitung
= 1,015 lebih kecil dari F
tabel
= 1,84, sedangkan pada data postes F
hitung
= 1,005 lebih kecil dari F
tabel
= 1,84. Dari hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa data pretes dan postes kelas
eksperimen dan kelas kontrol yang dihasilkan adalah homogen.
Setelah dilakukan uji prasyarat analisis data, selanjutnya dilakukan uji hipotesis data postes pada kelas
ISBN: 978-602-72071-1-0 eksperimen dan kelas kontrol yang diperlihatkan pada
tabel berikut:
Tabel 4.4 Hasil Pengujian Hipotesis Data Postes Kelompok Eksperimen dan Kelompok Kontrol
Berdasarkan hasil uji-t data postes kedua kelas sampel, diperoleh t
hitung
= 4,89 lebih besar dari t
tabel
= 2,00. Hasil tersebut memenuhi kriteria Ho ditolak dan Ha
diterima atinya terdapat pengaruh yang signifikan antara model pembelajaran kooperatif tipe Think Pair Share
TPS dengan model konvensional sebagai pembanding terhadap prestasi belajar siswa pada pokok bahasan
Bunyi Deskripsi Data Hasil Observasi Aktivitas Belajar
Adapun data hasil pengamatan aktivitas belajar siswa dalam proses pembelajaran kooperatif tipe Think Pair
Share TPS adalah sebagai berikut:
Tabel 4.5 Hasil Pengamatan Aktivitas Belajar Siswa Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol
Tabel 4.5 memperlihatkan hasil pengamatan aktivitas belajar siswa kelas eksperimen dan kelas kontrol. Pada
poin bertanya, menjawab, diskusi dan menyimpulkan, kelas eksperimen memperoleh persentase skor lebih
tinggi berturut-turut adalah 72,2, 67,8, 85,5 dan 80 dibandingkan dengan kelas kontrol berturut-turut
adalah 53,3, 52,2, 67,8 dan 47,7. Sedangkan pada poin presentasi, kelas eksperimen memperoleh
persentase skor lebih rendah adalah 73,3 dibandingkan dengan kelas kontrol adalah 100. Perbedaan tersebut
disebabkan karena keterbatasan waktu yang dimiliki kelas eksperimen dalam pelaksanaan presentasi.
Tabel 4.5 juga memperlihatkan pada kelima poin aktivitas belajar siswa yang diamati, pada kelas
eksperimen poin diskusi memperoleh persentase skor tertinggi yaitu 85,5. Hasil tersebut membuktikan bahwa
model pembelajaran kooperatif tipe Think Pair Share TPS merupakan model pembelajaran yang mampu
mempengaruhi pola interaksi siswa, karena dengan jumlah anggota kelompok yang lebih sedikit siswa
mempunyai
lebih banyak
kesempatan untuk
menyampaikan hasil pemikirannya. Perbandingan
secara keseluruhan
dari hasil
pengamatan aktivitas belajar siswa antara kelas eksperimen dan kelas kontrol ditampilkan pada Tabel
4.5. Rata-rata jumlah skor aktivitas belajar siswa kelas eksperimen berbeda dengan rata-rata jumlah skor
aktivitas yang ditunjukkan pada kelas kontrol, masing- masing adalah 76,0 dan 64,2. Jika ditinjau secara
keseluruhan akivitas belajar yang ditunjukkan siswa pada kelas eksperimen lebih baik dibandingkan dengan kelas
kontrol seperti yang diperlihatkan pada tabel 4.5. Walaupun pada poin presentasi skor kelas eksperimen
lebih rendah dibandingkan dengan kelas kontrol, akan tetapi dari hasil tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa
aktivitas belajar siswa kelas eksperimen lebih tinggi dibandingkan dengan kelas kontrol.
Pembahasan Hasil Penelitian
Penelitian tentang Pengaruh Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Think Pair Share TPS terhadap
Prestasi Belajar Siswa di MTs Bustanul Ulum-Tagangser Laok Kelas VIII Pada Pokok Bahasan Bunyi telah
dilakukan dengan memberikan pretes sebelum perlakuan dan memberikan postes setelah perlakuan. Pretes
diberikan untuk mengetahui bagaimana keadaan awal siswa sebelum diberikan perlakuan sedangkan postes
diberikan untuk mengetahui bagaimana keadaan siswa setelah diberikan perlakuan. Perlakuan yang diberikan
berupa penerapan model pembelajaran kooperatif tipe Think Pair Share
TPS untuk kelas eksperimen dan model pembelajaran konvensional untuk kelas kontrol.
Hasil prestasi belajar yang ditunjukkan kelas eksperimen lebih tinggi dibandingkan pada kelas kontrol yang
dibuktikan melalui perbedaan nilai rata-rata data postes kelas eksperimen dan kelas kontrol masing-masing
adalah 82,17 dan 66,67. Hasil yang diperihatkan pada Tabel 4.1 menunjukkan bahwa pengaruh model
pembelajaran kooperatif tipe Think Pair Share TPS terhadap prestasi belajar siswa lebih baik dibandingkan
dengan model pembelajaran konvensional.
Sebelum dilakukan uji hipotesis, data pretes dan postes kelas ekperimen dan kelas kontrol harus dilakukan
uji prasyarat analisis data terlebih dahulu yaitu berupa uji normalitas dan uji homegenitas. Uji normalitas dilakukan
bertujuan untuk mengetahui apakah data sampel berasal dari populasi yang berdistribusi normal atau tidak.
Pentingnya mengetahui normal atau tidaknya data sebelum dilakukan uji hipotesis adalah sangat
berpengaruh dalam menentukan jenis analisis data statistik yang akan digunakan untuk menguji hipotesis
yang telah ditetapkan. Adapun data yang diuji kenormalannya meliputi data hasil pretes-postes kelas
ekperimen dan data hasil pretes-postes kelas kontrol. Berdasarkan hasil perhitungan uji normalitas data yang
telah dilakukan, keempat data tersebut adalah data yang berasal dari sampel yang berdistribusi normal yang
diperlihatkan pada Tabel 4.2.
Uji homogenitas
dilakukan bertujuan
untuk mengetahui apakah data homogen atau tidak. Seperti
halnya uji normalitas, uji homogenitas juga sangat penting dilakukan yaitu berkaitan dalam memilih jenis
uji-t yang akan digunakan untuk menguji hipotesis data.
Pada penelitian ini, varians yang dihasilkan dari data pretes kelas eksperimen dan kelas kontrol mempunyai
varians yang berbeda. Kasus yang sama juga terjadi pada varians data postes antara kelas eksperimen dan kelas
ISBN: 978-602-72071-1-0 kontrol. Walaupun kedua data tersebut menghasilkan
varians yang berbeda antara kelas eksperimen dan kelas kontrol, keduanya masih dikategorikan sebagai data yang
homogen. Hal itu dikarenakan, F
hitung
yang dihasilkan masih lebih kecil dari F
tabel
seperti yang diperlihatkan pada Tabel 4.3.
Pada penelitian ini terdapat beberapa alasan untuk memilih analisis data yang sesuai untuk menguji
hipotesis. Pertama, pada penelitian ini analisis data yang dipilih adalah statistik parametrik karena berdasarkan uji
normalitas yang telah dilakukan, terbukti bahwa data yang diuji berasal dari sampel yang berdisibusi normal.
Kedua, uji hipotesis dalam penelitian ini menggunakan uji-t karena jenis hipotesis pada penelitian ini adalah
jenis hipotesis komparatif dengan dua sampel. Ketiga, karena jumlah sampel kelas eksperimen sama dengan
jumlah sampel kelas kontrol dan varians kedua sampel tersebut homogen, maka hipotesis diuji dengan uji-t
Separated Varians
seperti yang telah dilakukan pada penelitian ini Sugiyono, 2013. Berdasarkan hasil uji
hipotesis pada Tabel 4.4 data postes, menunjukkan bahwa terdapat pengaruh model pembelajaran kooperatif
tipe Think Pair Share TPS terhadap prestasi belajar siswa karena t
hitung
lebih besar dari t
tabel
. Jika dikaitkan dengan hasil sebelummnya yang menyatakan bahwa
prestasi belajar siswa pada kelas eksperimen dengan model pembelajaran kooperatif tipe Think Pair Share
TPS lebih tinggi dibandingkan dengan kelas kontrol yang menggunakan model pembelajaran konvensional,
dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran kooperatif tipe Think Pair Share TPS berpengaruh positif terhadap
prestasi belajar siswa.
Pengaruh positif tersebut disebabkan karena model pembelajaran koopertif tipe Think Pair Share TPS lebih
menuntut siswa dalam berperan aktif dan saling bekerjasama dengan anggota kelompoknya dalam
memecahkan masalah dan memahami materi. Hal tersebut telah dibuktikan berdasarkan hasil pengamatan
aktivitas belajar siswa yang terdapat pada Tabel 4.5 yaitu aktivitas belajar siswa kelas eksperimen relatif lebih
tinggi dibandingkan dengan kelas kontrol. Pada penelitian ini, perbedaan persentase skor antara kelas
eksperimen dan kelas kontrol disebabkan karena karakteristik yang terdapat dalam model pembelajaran
kooperatif tipe TPS yaitu berpikir untuk memecahkan masalah yang diberikan guru, diskusi secara berpasangan
dan berbagi dengan seluruh siswa. Pada Tabel 4.5 siswa kelas eksperimen lebih aktif dalam bertanya, menjawab,
diskusi, dan menyimpulkan dibandingkan dengan kelas kontrol. Sedangkan pada poin presentasi, aktivitas siswa
kelas eksperimen lebih rendah dibandingkan kelas kontrol karena keterbatasan waktu dalam pelaksanaan
presentasi
sehingga tidak
semua kelompok
mempresentasikan hasil diskusinya. PENUTUP
Simpulan
Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan data penelitian, dapat disimpulkan bahwa :
1. Terdapat pengaruh yang signifikan antara model pembelajaran kooperatif tipe Think Pair Share TPS
dengan model konvensional sebagai pembanding terhadap prestasi belajar siswa pada pokok bahasan
Bunyi.
2. Berdasarkan hasil pengamatan aktivitas belajar siswa, kelas eksperimen memperoleh skor rata-rata aktivitas
belajar siswa lebih tinggi dibandingkan dengan kelas kontrol yaitu 76,0 dan 64,2.
DAFTAR PUSTAKA Dewantara,
I. 2012.
httpwww.academia.edu4456427Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Think oleh I Putu
Mas Dewantara
Mufidah, Lailatul.
2013. Penerapan
Model Pembelajaran Kooperatif tipe TPS Untuk
Meningkatkan Aktivitas Belajar Siswa Pada Pokok Bahasan Matrik. Jurnal Pendidikan
Matematika STKIP PGRI Sidoarjo . 1 1: 2337-
8166.
Sugiyono, 2013. Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan RD
.
Bandung : Alfabeta
Sugiyono. 2013. Statistika untuk Penelitian. Bandung: Alfabeta.
Suprihatiningrum, Jamil. 2013. Strategi Pembelajaran.
Yogyakarta: Ar-Ruzz Media.
Winayah, R. 2013. Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Think Pair Share Dengan
Metode Praktikum Dalam Pembelajaran Ipa Fisika Kelas VIII B SMPN 7 Jember Tahun
Pelajaran 20122013 . Jurnal Pembelajaran
Fisika. 1 1: 2301-9794.
ISBN: 978-602-72071-1-0
IMPLEMENTASI LKS DENGAN FORMAT SLIM-N-BIL PADA MATERI PESAWAT SEDERHANA
UNTUK SISWA KELAS VIII DI SMP
Fragraria Vesa I. D. N
1
Etik Khoirun Nisa
2
1,2
Pendidikan Sains, Pascasarjana, Unesa
E-mail: fragrariavesagmail.com
ABSTRAK
Pendidikan tidak hanya bertujuan memberikan materi pelajaran tetapi lebih menekankan bagaimana mengajak siswa untuk menemukan dan membangun pengetahuannya sendiri sehingga siswa dapat
mengembangkan kecakapan hidup life skill dan siap untuk memecahkan masalah yang dihadapi dalam kehidupan, tidak terkecuali bidang fisika. Berdasarkan hasil observasi yang telah dilakukan di SMP N 1
Babat bahwa fisika merupakan sebuah pelajaran yang cenderung membosankan dan menyulitkan bagi siswa. Hal ini membuat berkurangnya semangat belajar siswa, sehingga hasil belajar rendah. Oleh karena itu, perlu
adanya terobosan baru yang mampu mengoptimalkan kemampuan siswa, membuat siswa semakin aktif dan tertarik untuk belajar fisika. Pembelajaran tersebut menggunakan format SLIM-N-BIL yang dikemas dalam
perangkat pembelajaran LKS. Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan implementasi LKS dengan format SLIM-N-BIL pada materi pesawat sederhana untuk siswa kelas VIII. LKS SLIM-N-BIL
mengakomodasi 8 kecerdasan sehingga kecerdasan siswa dapat diidentifikasi. Penelitian dilakukan di kelas VIII-E SMPN 1 Babat dengan sampel penelitian sejumlah 20 siswa. Metode penelitian yang digunakan
adalah One Group Pretest-Posttest Design dengan analisis data menggunakan uji t untuk mengetahui perbedaan hasil pretest dan posttest 8 kecerdasan. Dalam penelitian ini, diperoleh pula data kognitif, afektif
dan psikomotor sebagai data pendamping. Data kognitif menunjukkan apakah hasil belajar siswa sudah memenuhi nilai KKM. Data afektif menunjukkan sikap siswa yang terkait dengan kecerdasan intrapersonal
dan data psikomotor menunjukkan kinerja siswa yang terkait dengan kecerdasan badan kinestetik. Hasil analisis menunjukkan bahwa penerapan LKS dengan format SLIM-N-BIL terlaksana dengan baik dengan
keterlaksanaan LKS sebesar 87,70. Hasil tes 8 kecerdasan siswa sesudah menggunakan LKS dengan format SLIM-N-BIL pada materi pesawat sederhana terjadi peningkatan yang signifikan sebesar 19,16 setiap siswa.
Penerapan LKS dengan format SLIM-N-BIL juga mendapat respon baik dari siswa dengan persentase sebesar 93.
Kata Kunci:
LKS SLIM-N-BIL, pesawat sederhana, tes identifikasi kecerdasan.
ABSTRACT
Education not only intend at providing the subject matter but it rather emphasizes in how to engage students to discover and construct their own knowledge so that they are able to develop their life skill and be alert to
solve problems encountered in life, included in physics. Based on the observation has been done at SMPN 1 Babat that physics is a subject that tends to be boring and complicate for students. It makes the lessening of
student enthusiasm for learning, with the result that learning outcome is low. Therefore, it is needed a new
breakthrough in learning to optimize student’s ability, make them to be more active and interested to study physics. The learning uses SLIM-N-
BIL’s format which is packed in learning’s scheme, it is worksheet. The research aim to describe the application of worksheet with SLIM-N-
BIL’s format on simple machine material for students in class VIII. The SLIM-N-
BIL’s worksheet accommodates 8 type of intelligence so that the student’s intelligence can be identified. The research was done in class VIII-E SMPN 1 Babat with member of
sample is 20 students. The research method is One Group Pretest-Posttest Design with is analysis uses t-test to know the difference between pretest and posttest of 8 type of intelligence.
In this research, it’s also obtained cognitive, affective, and psychomotor’s data as companion. Cognitive shows whether the student
learning outcome has obta ined minimum standart. Affective shows students’ behavior that related with
intrapersonal intelligence and psychomotor shows students’ performance that related with kinesthetic intelligence. Analysis’ result shows that the application of SLIM-N-BIL’s worksheet materialize well with its
feasibility is 87,70. Test result of 8 type of intelligence after apply the SLIM-N- BIL’s worksheet on simple
ISBN: 978-602-72071-1-0
machine material gain significantly with is gain is 19,16 for each student. The application of SLIM-N- BIL’
worksheet also get a good response from students with its percentage is 93. Keywords:
SLIM-N- BIL’s worksheet, simple machine, intelligence identification test.
PENDAHULUAN
TABLE I.
P
ERKEMBANGAN ILMU
PENGETAHUAN MEMPENGARUHI HAMPIR SELURUH KEHIDUPAN MANUSIA
DI BERBAGAI BIDANG
. U
NTUK DAPAT MENGUASAI ILMU PENGETAHUAN
,
MAKA KUALITAS SUMBER DAYA MANUSIA HARUS DITINGKATKAN MELALUI PENINGKATAN MUTU
PEMBELAJARAN FORMAL DI SEKOLAH
. P
ENDIDIKAN TIDAK HANYA BERTUJUAN MEMBERIKAN MATERI PELAJARAN
TETAPI LEBIH MENEKANKAN BAGAIMANA MENGAJAK SISWA
UNTUK MENEMUKAN
DAN MEMBANGUN
PENGETAHUANNYA SENDIRI SEHINGGA SISWA DAPAT MENGEMBANGKAN KECAKAPAN HIDUP
LIFE SKILL DAN
SIAP UNTUK MEMECAHKAN MASALAH YANG DIHADAPI DALAM KEHIDUPAN
. Berbagai upaya telah dilakukan untuk mewujudkan
tujuan pendidikan nasional, diantaranya dengan perubahan
kurikulum, pengembangan
metode pembelajaran, dan media pembelajaran. Perubahan
kurikulum yang telah dilakukan bertujuan untuk memperbaiki kurikulum sebelumnya yang dirasa belum
peka dan tanggap terhadap perubahan sosial yang terjadi pada tingkat lokal, nasional, maupun global. Saat ini
Indonesia termasuk berada pada kelompok bawah dalam pengajaran dengan pesentase perbedaan sebesar 15 dari
rata-rata. Dengan kurikulum 2013 diharapkan mampu menjawab tantangan pendidikan di masa depan dan
mampu menghasilkan sumber daya manusia yang berkompeten, berfikir kritis, memiliki kecerdasan sesuai
bakat minat, serta memperhatikan segi moral suatu permasalahan.
Kegiatan belajar mengajar yang dipelajari adalah Fisika. Menurut De
pdiknas pada tahun 2006, “Peserta didik memiliki keterampilan untuk mengembangkan
kemampuan bernalar dalam berpikir kritis induktif dan deduktif dengan menggunakan konsep dan prinsip fisika
untuk menjelaskan berbagai fenomena alam dan menyelesaikan masalah baik secara kuantitatif maupun
kualitatif”. Namun hal tersebut tidak diimbangi dengan kenyataan yang ada. Berdasarkan hasil observasi yang
telah dilakukan di SMPN 1 Babat diketahui bahwa fisika merupakan sebuah pelajaran yang amat ditakuti oleh para
siswa, selain itu telah tertanamkan pada pemikiran setiap siswa bahwa fisika merupakan sebuah pelajaran yang
cenderung membosankan dan menyulitkan karena hanya berisi teori yang disertai oleh rumus-rumus. Hal ini
membuat berkurangnya minat siswa pada pelajaran fisika dan berdampak pada hilangnya semangat belajar siswa,
sehingga hasil belajar rendah. Hal in terlihat dari hasil belajar siswa yang belum memenuhi KKM yang telah
ditetapkan. Selain itu, latihan yang diberikan, berasal dari LKS yang hanya berisi soal dan penyelesaian
perhitungan fisika. Dengan begitu kemampuan berfikir siswa tidak bisa berkembang dengan optimal, sebab pada
pembelajaran dan soal latihan tersebut yang dilatih adalah kemampuan logika matematika dan kata-kata
verbal. Tanpa disadari bahwa setiap siswa memiliki kemampuan atau kecerdasan yang berbeda-beda untuk
memahami setiap materi. Kecerdasan merupakan anugerah dari Tuhan sejak
lahir dan berkembang sesuai dengan umur, minat, dan lingkungan si anak. Tuhan telah menganugerahi
kecerdasan yang majemuk sehingga dalam diri setiap anak terdapat lebih dari satu bakat kecerdasan. Oleh
karena itu, untuk mencapai keberhasilan dalam hidup ini, manusia tidak cukup hanya mengandalkan satu tipe
kecerdasan. Dengan kemampuan atau kecerdasan yang berbeda-beda, apabila siswa hanya dilatih dengan
kemampuan logika matematika dan kata-kata, bagi siswa yang memiliki kemampuan atau kecerdasan yang lain
akan merasa kurang tertarik dalam pembelajaran. Sehingga siswa dengan kemampuan logika matematika
dan kata-kata akan lebih dominan dalam pembelajaran.
Selama ini kecerdasan seseorang diukur dari tes Intelligence Question
IQ, tes standardisasi, dan tes kognitif akademis. Namun, Howard Gardner memiliki
pandangan yang berbeda tentang tes kecerdasan tersebut. Gardner menawarkan pandangan yang lebih luas
mengenai kecerdasan
dan menyarankan
bahwa kecerdasan adalah suatu kesinambungan yang dapat
dikembangkan seumur hidup. Tipe kecerdasan tersebut diantaranya adalah Spasial-visual, Linguistik-verbal,
zInterpersonal, Musikal-ritmik,
Naturalis, Badan-
kinestetik, Intrapersonal, Logis-matematis SLIM-N- BIL.
Berdasarkan teori Gardner dan pengalaman belajar fisika yang kurang menarik, cenderung menggunakan
kemampuan logika matematika dan kata-kata serta perangkat pembelajaran yang kurang maksimal, perlu
adanya terobosan baru untuk membuat semangat siswa dalam belajar fisika. Oleh karena itu, peneliti akan
menyusun sebuah LKS yang mengakomodasi 8 kecerdasan siswa dengan materi pesawat sederhana
sehingga diharapkan LKS ini dapat memberikan motivasi kepada siswa. Motivasi yang ada pada diri siswa dapat
lebih mudah menggiring siswa untuk lebih aktif belajar. Dengan begitu, kegiatan pembelajaran dapat terlaksana
dengan baik dan siswa akan belajar dengan kecerdasan yang dimiliki.
Berdasarkan paparan di atas, peneliti melakukan penelitian mengenai LKS 8 kecerdasan dengan judul
penelitian “Implementasi LKS dengan Format SLIM-N-
BIL pada Materi Pesawat Sederhana untuk Siswa Kelas VIII di SMP.
METODE PENELITIAN
Jenis penelitian ini adalah One Group Pretest- Posttest Design.
Penelitian dilakukan di SMP Negeri 1 Babat pada bulan Desember 2013. Populasi dalam
penelitian ini adalah siswa kelas VIII-E SMP Negeri 12 Babat sedangkan sampel yang diambil pada penelitian ini
ISBN: 978-602-72071-1-0
adalah sebanyak 20 siswa. Jumlah 20 siswa ini dipilih dengan teknik sample random sampling.
Variabel yang digunakan dalam penelitian adalah penerapan LKS dengan format SLIM-N-BIL sebagai
variabel manipulasi dan hasil tes 8 kecerdasan sebagai variabel terikat. Sedangkan variabel yang dikontrol
adalah guru, materi, dan alokasi waktu.
Data di dalam penelitian didapatkan dengan menggunakan metode angket, observasi dan tes. Metode
angket digunakan untuk memperoleh data hasil respons siswa terhadap LKS. Metode observasi digunakan untuk
memperoleh data nilai afektif dan psikomotor siswa, sedangkan metode tes untuk memperoleh data nilai
kecerdasan majemuk siswa dan data nilai kognitif siswa. HASIL DAN PEMBAHASAN
Berdasarkan analisis dengan menggunakan empat kriteria yaitu validitas, reliabilitas, tingkat kesukaran, dan
daya beda soal diperoleh soal yang layak digunakan sebanyak 30 soal dari 40 soal. Sedangkan yang
digunakan untuk pengambilan data nilai kognitif siswa sebanyak 25 soal. Sebelum pembelajaran, tes identifikasi
dilakukan untuk mengetahui kecerdasan awal siswa, sedangkan tes identifikasi sesudah pembelajaran
dilakukan untuk mengetahui kecerdasan siswa setelah penerapan LKS SLIM-N-BIL, apakah terdapat perbedaan
dari kedua hasil tes tersebut.
Hasil pretest dan posttest identifikasi kecerdasan majemuk menunjukkan bahwa setiap kecerdasan secara
klasikal mengalami peningkatan. Dari hasil tes tersebut terlihat jelas bahwa setiap individu memiliki kecerdasan
yang berbeda-beda. Rata-rata skor pretest dan posttest pada masing-masing kecerdasan seperti yang ditunjukkan
pada grafik di bawah ini.
Grafik 1.
Rata-Rata Skor Pretest dan Posttest pada masing-masing kecerdasan
Untuk menguji signifikan selisih perbedaan hasil pretest
dan posttest menggunakan uji t-gain. Dari hasil perhitungan yang telah diperoleh pada lampiran 5.3,
dengan taraf signifikan 0,05 atau taraf kepercayaan sebesar 95 dapat disimpulkan bahwa peningkatan yang
signifikan terjadi setelah pembelajaran mengunakan LKS SLIM-N-BIL.
Berdasarkan uji t menunjukkan bahwa LKS dengan format SLIM-N-BIL pada materi pesawat sederhana
terlaksana dengan baik. Hal ini diperkuat dengan hasil analisis angket respon siswa terhadap pembelajaran
dengan menggunakan LKS SLIM-N-BIL sebesar 93. Lembar Kegiatan Siswa LKS dengan format SLIM-N-
BIL dapat membantu siswa dalam menemukan konsep dengan lebih mudah, membuat siswa tertarik dalam
pembelajaran sehingga dapat meningkatkan kecerdasan yang dimiliki oleh masing-masing siswa, sekaligus dapat
meningkatkan kerjasama antar anggota kelompok.
Keterlaksanan LKS SLIM-N-BIL ini dapat dianalisis dari hasil pekerjaan siswa pada masing-masing LKS.
LKS yang digunakan terdiri dari 4 macam, yakni LKS 1 Tuas, LKS 2 Bidang Miring, LKS 3 Katrol, dan LKS 4
Roda Berporos. Rata-rata nilai yang diperoleh dari masing-masing LKS dapat dituliskan dalam Tabel 1.
Tabel 1. Keterlaksanaan LKS SLIM-N-BIL
Berdasarkan tabel tersebut dapat diketahui bahwa total
keterlaksanaan LKS
SLIM-N-BIL secara
keseluruhan adalah 87,70. Jadi dapat disimpulkan bahwa LKS SLIM-N-BIL dengan materi pesawat sederhana
dapat terlaksana dengan baik. Pembelajaran yang menerapkan LKS dengan format
SLIM-N-BIL, menunjukkan bahwa nilai kinerja siswa yang diperoleh dari hasil pengamatan selama kegiatan
pembelajaran berlangsung adalah baik. Nilai kinerja, yang meliputi aspek afektif dan psikomotor ini
merupakan data pendamping bagi nilai posttest kecerdasan majemuk. Kedua aspek, afektif dan
psikomotor, diyakini memiliki hubungan yang sangat erat dengan kecerdasan intrapersonal dan badan kinestetik.
Dari hasil analisis, nilai siswa pada aspek afektif mengalami kenaikan dan penurunan, dengan nilai rata-
rata tertinggi diperoleh pada pertemuan kedua. Hal ini dikarenakan pada pertemuan kedua, siswa sudah mulai
membiasakan
diri dengan
pembelajaran yang
menerapkan LKS SLIM-N-BIL. Sedangkan untuk nilai siswa pada aspek psikomotor mengalami peningkatan
secara bertahap dari pertemuan pertama, kedua, dan ketiga.
Ketuntasan hasil belajar siswa juga diukur berdasarkan KKM yang telah ditentukan oleh sekolah.
Hasil tes kognitif menunjukkan bahwa ketuntasan secara klasikal ≥ 90. Walaupun hasil ini bagus namun masih
terdapat tiga orang siswa yang belum tuntas, dengan nilai di bawah KKM, masing-masing siswa memperoleh nilai
70.
No. Absen
Nilai No.
Absen Nilai
1 92
11 92
2 88
12 80
3 88
13 84
4 84
14 88
5 88
15 92
6 90
16 92
Nilai Rata-rata LKS 1
LKS 2 LKS 3
LKS 4 Total
87.55 86.65
87.8 88.8
87.70
Tabel 2. Hasil Tes Kognitif
ISBN: 978-602-72071-1-0
No. Absen
Nilai No.
Absen Nilai
7 70
17 88
8 84
18 92
9 96
19 96
10 70
20 70
Berdasarkan hasil tes kognitif dan pretest pengidentifikasian kecerdasan majemuk diketahui bahwa
ketiga siswa yang tidak tuntas, siswa no 7, 10 dan 20, kecerdasan spasial, linguistik, dan logis matematis
mereka memang dikategorikan lemah.
Hasil analisis keterlaksanaan pembelajaran dengan menerapkan
LKS dengan
format SLIM-N-BIL
menunjukkan bahwa rata-rata nilai pengamatan
pelaksanaan pembelajaran, pengelolaan waktu, dan suasana kelas bernilai baik. Siswa dan guru yang antusias
dalam pembelajaran menjadikan suasana kelas dapat terkendali dengan baik sehingga skenario yang telah
disusun dapat dilaksanakan.
Namun, antusias dari guru dan siswa perlu diimbangi dengan pengelolaan waktu yang baik. Dalam
penelitian ini, pengelolaan waktu berjalan baik karena penelitian dilakukan di luar jam belajar mengajar.
Apabila kegiatan pembelajaran dengan LKS SLIM-N- BIL ini diterapkan pada proses pembelajaran sesuai
dengan alokasi waktu yang telah disediakan, tentunya tidak semua kecerdasan dapat dilaksanakan. Seperti pada
kecerdasan musikal, membutuhkan waktu lebih lama bagi siswa untuk membuat dan menampilkan hasil karya
mereka.
Dalam pembelajaran yang menerapkan LKS dengan format SLIM-N-BIL, musik merupakan satu kecerdasan
yang mampu memberikan peran tersendiri di kelas. Dalam penelitian ini digunakan musik yang memiliki
tempo sedang seper ti lagu “Air” yang dikomposeri oleh
Johan Sebastian dan “This way” dari Depapepe. Hasil pekerjaan yang mereka peroleh juga menunjukkan hasil
yang positif. Menurut Deporter dan Henarcki, musik dapat digunakan sebagai sugesti positif yang dapat
mempengaruhi hasil belajar. Ketika seseorang merasa lebih nyaman, hal itu akan membawa mood yang baik,
sehingga pekerjaan yang dihasilkan akan lebih baik pula. PENUTUP
Simpulan
Berdasarkan hasil analisis data penelitian, dapat disimpulkan bahwa implementasi LKS dengan format
SLIM-N-BIL pada materi pesawat sederhana terlaksana dengan baik dengan keterlaksanaan LKS sebesar 87,70.
Selain itu, hasil tes 8 kecerdasan siswa sesudah menggunakan LKS dengan format SLIM-N-BIL pada
materi pesawat sederhana terjadi peningkatan yang signifikan sebesar 19,16 setiap siswa dan penerapan LKS
dengan format SLIM-N-BIL pada materi pesawat sederhana mendapat respon baik dari siswa dengan
persentase sebesar 93. Saran
Sebagai saran dalam menerapkan LKS dengan format SLIM-N-BIL, sebaiknya dipastikan terlebih
dahulu bahwa seluruh siswa telah membaca dan memahami isi LKS sebelum melakukan kegiatan
sehingga proses belajar mengajar dapat berjalan dengan efektif.
Implementasi LKS dengan format SLIM-N-BIL memerlukan waktu yang cukup lama, sehingga pengajar
hendaknya dapat mengelola waktu pembelajaran dengan baik. Oleh karena itu sebagai saran untuk penelitian
selanjutnya, dapat dibuat LKS dengan format SLIM-N- BIL yang lebih terfokus dan spesifik pada kecerdasan
yang memang diperlukan dalam pembelajaran sains khususnya Fisika.
DAFTAR PUSTAKA
Arikunto,Suharsimi. 2002. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek.
Jakarta: Rineka Cipta Arikunto,Suharsimi. 2009. Dasar-Dasar Evaluasi
Pendidikan. Jakarta: PT Bumi Aksara
Amstrong, Thomas. 2013. Kecerdasan Multiple di dalam kelas.
Jakarta: PT Indeks DePorter, Bobbi, dkk. 2001. Quantum Teaching.
Bandung: Kaifa Davids, Mark., Neff, Robert., Wedding, Kelly., Zitzewitz,
Paul. 1995. Merril Physical Science Teacher Wraparound Edition
. NewYork: GLENCOE McGraw-Hill.
Karim, Saeful, dkk. 2008. Belajar IPA untuk kelas VII. Jakarta: PT Setia Purna Invers
Pratiwi, Rinie, dkk. 2008. Contextual Teaching Learning Ilmu Pengetahuan Alam SMP.
Jakarta: Pusat Perbukuan, Depdiknas
Prasodjo, B., dkk. 2009. Physics 2 for Junior High School Year VIII.
Yogyakarta: Yudhistira. Riduwan dan Sunarto. 2012. Statistika untuk Penelitian.
Bandung: Alfabeta. Riduwan. 2012. Skala Pengukuran Variabel-Variabel
Penelitian. Bandung: Alfabeta
Sudjana. 2005. Metoda Statistika. Bandung: Tarsito Sudjana, Nana, dkk. 2012. Penelitian dan Penilaian
Pendidikan . Bandung:Sinar Baru Algensindo
Sugiyono. 2010. Metode Penelitian Pendidikan. Bandung: Alfabeta
Tim Penyusun. 2006. Panduan Penulisan dan Penilaian Skripsi Universitas Negeri Surabaya
. Surabaya: UNESA Unipress
Tipler, P. 1998. Fisika untuk Sains dan Teknik. Jakarta: Erlangga.
Uno, Hamzah B dan Koni, Satria. 2012. Assassment pembelajaran.
Jakarta: Bumi Aksara Zemansky, M.W. terjemahan Soedarjana, Ir. Achmad,
Amir, Drs.. 1962. Fisika untuk Universitas 1. Jakarta: Yayasan Dana Buku Indonesia
ISBN: 978-602-72071-1-0
TES PEMAHAMN KONSEP RANGKAIAN LISTRIK PADA SMA NEGERI KOTA MADYA BANDA ACEH
Zainuddin
1
Budi Jadmiko
2
Muslimin Ibrahim
3
ABSTRAK
Pendidikan merupakan salah satu faktor penentu kualitas sumber daya manusia. Berkaitan dengan hal tersebut dibutuhkan perbaikan mutu pendidikan. Penyebab rendahnya prestasi siswa erat kaitannya dengan
pemahaman konsep. Menurut Baser, 2006 bahwa rendahnya pemahaman konsep siswa berasal dari faktor siswa, karena kurang memperhatikan dalam pembelajaran. Bahkan sering menyebabkan terjadinya
miskonsepsi pada siswa Garbett, 2011. Kajian tentang miskonsepsi pada topik arus listrik dalam pembelajaran fisika siswa bermasalah dalam memahami konsep arus listrik Ates Polat, 2005; Kuçukozer
Kocakulah, 2007 sebagian siswa tidak dapat membedakan konsep-konsep terkait seperti arus, daya, tegangan. Tujuan penelitian ini adalah untuk dapat 1 mengetahui miskonsepsi siswa pada rangkaian
listrik, 2 mengetahui tingkat miskonsepsi siswa pada masing-masing konsep rangkaian lisrik, dan 3 mengetahui indikasi penyebab miskonsepsi tersebut. Metode penelitian kuantitatif menggunakan program
SPSS CRI analisis tes tiga tingkat untuk tujuan 1 dan analisis tes tingkat ke empat untuk tujuan 2. Hasil analisis menunjukkan bahwa: rata-rata siswa SMA negeri Kotamadya Banda Aceh mengalami miskonsepsi
MK sebesar 53,43, ada 5 konsep tes yang mengalami MK tertinggi dari 12 konsep keseluruhan tes yang dilakukan, dan rata-rata hasil tes penyebab miskonsepsi siswa terhadap pemahaman konsep tentang
rangkaian listrik sederhana pada SMA Negeri Kota Madya Banda Aceh sebesar 68,16 berasal dari siswa
.
Kata kunci
: Miskonsepsi, rangkaian listrik, CRI analisis tes empat tingkat.
PENDAHULUAN
Pendidikan merupakan salah satu faktor penentu kualitas sumber daya manusia. Berkaitan dengan kualitas
sumber daya manusia tersebut dibutuhkan perbaikan mutu dan kualitas pendidikan. Hasil publikasi Trends in
International Mathematics and Science Study 2011
menunjukkan bahwa,
kemampuan siswa
dalam pemahaman konsep sains masih rendah, siswa hanya
mampu mengenali
fakta dan
tidak mampu
mengaplikasikan dalam kehidupan nyata. Senada dengan hal tersebut hasil kajian Program for International
Student Assessment 2013 menunjukkan bahwa prestasi
sains siswa Indonesia juga masih rendah. Rendahnya prestasi siswa Indonesia tentu saja dipengaruhi oleh
banyak hal, salah satu penyebab rendahnya prestasi siswa erat kaitannya dengan pemahaman konsep sains tersebut.
Menurut Baser, 2006 bahwa rendahnya pemahaman konsep siswa berasal dari faktor siswa, karena kurang
memperhatikan dalam pembelajaran. Bahkan kadang kala sering menyebabkan terjadinya miskonsepsi pada
siswa Garbett, 2011.
Menurut Pfundt dan Duit. 2006 bahwa, siswa datang ke lingkungan belajar dengan prasangka, yang
terbentuk selama interaksi mereka dalam lingkungan fisik dan social, prasangka mereka mempengaruhi
belajar. Kajian tentang miskonsepsi pada topik arus listrik dalam pembelajaran fisika menunjukkan bahwa
siswa bermasalah dalam memahami konsep arus listrik Ates Polat, 2005; Kuçukozer Kocakulah, 2007.
Kajian tersebut mengungkap bahwa sebagian besar siswa tidak dapat membedakan konsep-konsep terkait seperti
arus, daya, tegangan. Contoh miskonsepsi siswa tentang arus listrik adalah “baterai sebagai sumber arus konstan”.
Lebih lanjut Huseyin Kucukozer, Sabri Kocakulah 2007 miskonsepsi, yang menekankan gagasan tidak ada
bola lampu hidup jika saklar off karena bahasa sehari- hari dan gagasan lampu terhubung secara paralel
memberikan cahaya yang lebih terang daripada yang dihubungkan secara seri karena pelajaran sebelumnya.
Selain itu, miskonsepsi, mereka sering dilaporkan di literatur seperti konsumsi arus.
KAJIAN TEORITIS
Pengertian konsep Menurut Ibrahim 2012 Konsep adalah produk dari proses ilmiah. Seorang siswa
melakukan pengamatan proses mencatat data hasil pengamatannya proses yang berupa fakta secara teliti
dan jujur sikap. Dari berbagai fakta yang diperoleh kemudian membuat generalisasi, melalui identifikasi
persamaan-persamaan yang dimiliki oleh fakta tersebut. Selanjutnya Ibrahim 2012 menjelaskan bahwa
pemahaman yang dimiliki siswa disebut konsepsi awal prakonsepsi. Sebahagian pemahaman tersebut sesuai
dengan pemahaman yang dimiliki dan diyakini kebenarannya oleh ilmuan. Akan tetapi banyak juga
diantara pemahaman yang dimiliki seseorang sama sekali berbeda
dengan konsep
ilmiah yang
diakui kebenarannya. Prakonsep pada siswa akan hilang ketika
mereka diajarkan konsep yang benar
ISBN: 978-602-72071-1-0 Konsepsi Siswa sebelum memiliki pengalaman
di kelas formal yang bisa mengandung miskonsepsi, pengetahuan, miskonspsi adalah konsepsi siswa sebelum
belajar di kelas yang berbeda dari konsepsi ilmuwan Lee dan Byun, 2011. Miskonsepsi adalah pengalaman
akumulasi siswa dalam kehidupan sehari-hari mereka, sehingga mereka harus membangun citra mental sendiri
untuk memahami peristiwa Bawaneh et.all., 2010.
Oleh karena itu, keberadaan miskonsepsi harus menyadari untuk semua pendidik karena memberikan
kesalahan berpikir untuk mengetahui tentang sesuatu. Miskonsepsi dapat mengganggu kognitif siswa karena
ada kesenjangan antara konsepsi mereka sebelumnya dengan informasi baru. Ide penting adalah bagaimana
para guru memainkan peran mereka untuk memastikan mereka bisa tahu indikasi miskonsepsi awal siswa
mereka dan membuat tindakan preventif atau membuat tindakan penyembuhan pada miskonsepsi Azman, et.all.,
2013. Salah satu cara untuk mengatasi miskonsepsi adalah dengan menggunakan alat diagnosa konsepsi
siswa.
Miskonsepsi menempati struktur kognitif siswa sementara temporer, bahkan menjadi permanen Taufiq,
2012. Para siswa yang memiliki miskonsepsi harus merestrukturisasi konsepsi mereka untuk konsepsi yang
tepat sesuai dengan konsepsi ilmuwan karena konsepsi mereka tidak bisa menjelaskan fenomena Zhou, 2012.
Dengan demikian, peneliti sadar melakukan untuk mengetahui jumlah siswa yang memiliki miskonsepsi
agar memastikan bahwa data yang dapat berguna untuk pencegahan penyebaran miskonsepsi ke daerah yang
lebih patal. Oleh karena itu, sebelum mengambil tindakan untuk mengurangi miskonsepsi, disarankan untuk peneliti
dan pendidik untuk mengidentifikasi miskonsepsi tentang sekitar lingkungannya.
Miskonsepsi adalah konsepsi siswa yang tidak ilmiah Taşlidere, 2013. Saat ini, miskonsepsi adalah
yang paling masalah dalam pendidikan di seluruh dunia. miskonsepsi telah menjadi masalah universal, lintas
sosial budaya, bahasa dan etnis Adnyani, et.all. 2013. miskonsepsi adalah intuisi yang dibesarkan pada kognitif
siswa yang sulit untuk memperbaikinya karena konsisten. Intuisi yang bisa menjadi keyakinan mereka Tayubi,
2005 .Misconceptions adalah prasangka bahwa ide siswa tidak bisa membuktikan keterangan fenomena peristiwa
fisika secara jelas dan sesuai dengan Hukum Fisika Demirci, 2005. Dengan kata lain, miskonsepsi adalah
hasil kegagalan pemikiran personil untuk berhubungan atau untuk menjelaskan peristiwa di dunia sekitar mereka
dengan ide-ide mereka sendiri. Dalam tulisan ini, konsep yang menjadi studi untuk mengidentifikasi miskonsepsi
siswa konsep tentang rangkaian listrk.
Sebagai prioritas fisika pendidikan hampir di setiap tingkat dalam kurikulum sekolah Topik-topik ini
selalu menjadi
penting belajar
dalam proses
pembelajaran di tingkat sekolah menengah, dan universitas. Sejumlah penelitian tentang rangkaian listrik
menunjukkan bahwa siswa memiliki berbagai konsepsi tentang konsep-konsep ini sampai mereka mendapat
konsep ilmiah dalam kelas mereka Narjaikaew, 2012. Jika siswa memiliki miskonsepsi yang dapat menjadi
penghalang untuk memahami pengetahuan yang benar. Jika mereka gagal untuk memahami pengetahuan
sehingga mereka bisa gagal untuk sukses dalam mencapai tujuan Azman, et.all., 2013.
METODE PENELITIAN Tes Empat Tingkat
Banyak penelitian
terutama melakukan
penelitian terhadap miskonsepsi yang menggunakan berbagai jenis tes diagnosa. Tes tersebut dibuat untuk
memperoleh kurangnya proses belajar dalam kondisi biasa. Jadi tes diagnosa berguna bagi guru untuk
mengidentifikasi proses miskonsepsi pada siswa Bala, 2013.
Miskonsepsi berbeda
dengan kurangnya
pengetahuan, harus dipastikan bahwa siswa pada proses memilih jawaban. Untuk mengurangi kerancuan ini, tes
empat tingkat harus dikembangkan untuk pemehaman konsep siswa. Solusinya adalah pada tingkat keempat,
bahwa siswa harus memilih salah satu option deteksi sumber informasi tes tiga tingkat sebelumnya. Keyakinan
mereka Bala, 2013. Dengan struktur tes empat tingkat dimana tes tingkat pertama adalah pilihan ganda, tes
tingkat kedua adalah penalaran dari jawaban pada tingkat pertama, tes tingkat ketiga adalah rasa percaya diri siswa
untuk dua tingkatan sebelumnya Pesman, 2005; Turker 2005; Dindar, 2011. Sedangkan tes tingkat keempat
adalah perolehan sumber informasi untuk tes tiga tingkat sebelumnya.
Tes pemahaman konsep ini berasal dari Huseyin Kucukozer, Sabri Kocakulah 2007. Setiap soal terdiri
atas tes empat tingkat: 1 pilihan ganda, 2 alasan menjawah soal tes sebelumnya, 3 keyakinan terhadap
jawaban dua tingkat sebelumnya, dan 4 sumber informasi penyebab miskonsepsi terhadap jawaban tiga
tingkat sebelumnya. Tes pemahaman konsep ini dibagikan kepada siswa oleh peneliti di 3 sekolah SMA
Negeri Kota Madya Banda Aceh, yaitu SMANegeri 3. Kategori tinggi jumlah 30 siswa, SMANegeri 5. Kategori
rendah jumlah 17 siswa, dan SMANegeri 12. Kategori sedang jumlah 16 siswa. Setelah data diperoleh lalu
dianalisis, hasil analisis selanjutnya di konfirmasi pada tabel The Criteria of Misconception dibawah ini.
Table The Criteria of Misconception Criteria of
misconceptions Decision of
Category 0 Misconception
≤ 30 Rendah
30 Misconception ≤ 70
Sedang 70 Misconception
≤ 100 Tinggi
Sumber: Kurniawan Yudi Suhandi 2015 HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil tes tentang pemahaman konsep arus listrik di 3 sekolah SMA Negeri Kotamadya Banda Aceh,: 1
menemukan miskonsepsi MK siswa pada SMA Negeri 3 kategori tinggi, Paham Konsep PK 2,78, Kurang
ISBN: 978-602-72071-1-0 Paham Konsep KPK 9,44, Tidak Paham Konsep
TPK 25,83, dan Miskonsep MK 61,95. Adapun rincian miskonsepsinya MK
1
, MK
2, dan
MK
3
seperti pada Grafik 1.berikut:
SMA Negeri 5 kategori rendah, PK 0,49, KPK 9,31, TPK 40,69, MK 49,51. Adapun ke 3
miskonepsi tersebut MK
1
, MK
2
, dan MK
3
seperti pada grafik 2 berikut:
SMA Negeri 12 kategori sedang, PK 0,52, KPK 5,75, TPK 45,31, dan Miskonsep MK 48,83.
Adapun rinciannya Miskonsepsi MK
1
, MK
2
, dan MK
3
seperti pad grafiK 3 berikut:
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 M1 8. 16 0. 16 33 25 33 8. 8. 25 8. 16 33 16 0. 41 25 16 16 25 50 41 33 0. 33 25 25 50 16 0.
M2 50 58 8. 33 66 41 58 16 33 8. 16 83 66 25 8. 16 58 41 33 25 50 41 33 50 41 25 33 25 41 50 M3 16 8. 0. 0. 0. 8. 0. 0. 0. 0. 0. 0. 0. 0. 0. 0. 0. 0. 0. 0. 0. 0. 0. 0. 0. 8. 0. 8. 16 0.
0.00 10.00
20.00 30.00
40.00 50.00
60.00 70.00
80.00 90.00
M is
ko ns
ep si
Grafik 1. Diagram Garis Miskonsepsi Siswa
SMA Negeri 3 Kota Madya Banda Aceh
M1 M2
M3
1 2
3 4
5 6
7 8
9 10
11 12
13 14
15 16
17 M1 25.00 0.00 25.0016.6716.6725.00 0.00 8.33 0.00 0.00 25.00 0.00 0.00 0.00 0.00 8.33 0.00
M2 25.0016.6766.6725.0058.3350.0041.6766.6725.0058.3358.33 8.33 8.33 8.33 25.0058.3366.67 M3 0.00 0.00 8.33 0.00 0.00 0.00 0.00 8.33 0.00 8.33 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00
0.00 10.00
20.00 30.00
40.00 50.00
60.00 70.00
Mi sko
n se
p si
Grafik 2 Diagram Garis Miskonsepsi Siswa
SMA Negeri 5 Kota Madya Banda Aceh
1 2
3 4
5 6
7 8
9 10
11 12
13 14
15 16
M2 0.00 58.3 8.33 8.33 0.00 83.3 50.0 75.0 66.6 0.00 16.6 75.0 0.00 75.0 66.6 50.0 M1 0.00 16.6 0.00 0.00 0.00 0.00 33.3 25.0 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 8.33 33.3 25.0
M3 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00
20.00 40.00
60.00 80.00
100.00 120.00
M isk
on se
ps i
Grafik 3. Diagram Garis Miskonsepsi Siswa
SMA Negeri 12 Kota Madya Banda Aceh M2
M1 M3
ISBN: 978-602-72071-1-0 Selanjutnya hasil penelitian ini juga 2 menemukan
miskonsepsi MK siswa pada masig-masing konsep tes pemahaman rangkaian listrik pada SMA negeri
Kotamadya Banda Aceh adalah : konsep pada tes no.2. 80, siswa mengalami MK, konsep pada tes no 4 dan no.
11 adalah 75 , siswa mengalami MK, konsep pada tes no, 1 dan 7 adalah 73 siswa mengalami MK, dan
konsep pada tes no 3 adalah 71 . siswa mengalami MK, Sementara 7 konsep lainnya berkisar antara 50 sampai
dengan 69 siswa mengalami MK. Berarti ada 5 konsep tes yang mengalami MK tertinggi dari 12 konsep
keseluruhan tes yang dilakukan pada SMA Negeri Kota Madya Banda Aceh. Untuk lebih rinci dapat dilihat pada
grafik 4 berikut:
Kemudian untuk 3 menemukan penyebab miskonsepsi MK siswa SMA Negeri Kota Madya Banda Aceh
adalah sebagai berikut: SMA Negeri 3 kategori tinggi adalah 67, SMA Negeri 5 kategori sedang adalah
66,18, dan SMA Negeri 12 kategori rendah adalah 68,63 menjawab
sumber informasi berasal dari siswa. Dengan demikian rata-rata hasil tes penyebab miskonsepsi siswa terhadap
pemahaman konsep tentang rangkaian listrik sederhana pada SMA Negeri Kota Madya Banda Aceh adalah
sebesar 68,16 berasal dari siswa
. Untuk lebih jelasnya
dapat dilihat pada grafik 5 dibawah ini: PENUTUP
Simpulan
Dari laporan penelitian ini dapat disimpulkan sebagai berikut:
1 Miskonsepsi rata-rata siswa pada rangkaian listrik di SMA negeri Kotamadya Banda Aceh adalah sebesar
53,43. 2 Tingkat miskonsepsi siswa pada masing-masing
konsep tes rangkaian lisrik terdapat 5 konsep tes yang mengalami miskonsepsi tertinggi dari 12 konsep
keseluruhan tes yang dilakukan di SMA Negeri Kota Madya Banda Aceh.
3 Diperoleh indikasi rata-rata penyebab miskonsepsi siswa pada rangkaian listrik terhadap pemahaman konsep
tentang rangkaian listrik pada SMA Negeri Kota Madya Banda Aceh sebesar 68,16 berasal dari siswa
.
Saran Bila persoalan sudah sangat jelas melalui diagnose baik
miskonsepsi yang dialami siswa, tingkat miskonsepsi yang dimiliki siswa, maupun penyebab yang dapat
menimbulkan
miskonsepsi, sebagaimana
menurut Suparno 2005
68.4 3.1
4.5 6.3
3.6 16.5
50 100
Pemikiran Sendiri Penjelasan Guru Sebelumnya
Membaca Buku Pengalaman Saat Kegiatan Belajar Mengajar
Lingkungan Dan Budaya Tidak Menjawab
A B
C D
E TM
pilihan jawaban siswa
O p
t i
o n
p e
n y
e b
a b
m i
s k
o n
s e
p s
i
Grafik 5 penyebab miskonsepsi siswa terhadap
jawaban rata-rata siswa SMANegeri Kota Madya Banda Aceh
Konsep 1
Konsep 2
Konsep 3
Konsep 4
Konsep 5
Konsep 6
Konsep 7
Konsep 8
Konsep 9
Konsep 10
Konsep 11
Konsep 12
MK 73
81 71
75 52
69 73
65 58
52 75
50
73 81
71 75
52 69
73 65
58 52
75 50
10 20
30 40
50 60
70 80
90
M isk
on se
ps S
oa l
T es
Ko nse
p
Grafik 4. Diagram Garis Persentase Miskonsepsi Siswa
Terhadap Soal tes Pemahaman Konsep Listrik pada SMA …
ISBN: 978-602-72071-1-0 Tabel 2. Penyebab Miskonsepsi
Sebab Utama Sebab Khusus
Peserta Didik Prakonsepsi, pemikiran asosiatif,
pemikiran humanistik, reasoning yang tidak lengkap, intuisi yang
salah, tahap
perkembangan kognitif peserta didik, kemampuan
peserta didik, minat belajar peserta didik.
Guru Tidak menguasai bahan, bukan
lulusan dari bidang ilmu fisika, tidak membiarkan peserta didik
mengungkapkan gagasanide,
relasi guru-peserta didik tidak baik. Buku Siswa
Penjelasan keliru, salah tulis terutama dalam rumus, tingkat
penulisan buku terlalu tinggi bagi siswa, tidak tahu membaca buku
teks, buku fiksi dan kartun sains sering salah konsep karena alasan
menariknya yang perlu.
Konteks Pengalaman peserta didik, bahasa
sehari-hari berbeda, teman diskusi yang salah, keyakinan dan agama,
penjelasan orang tuaorang lain yang keliru, konteks hidup peserta
didik tv, radio, film yang keliru, perasaan senang tidak senang,
bebas atau tertekan.
Metode mengajar
Hanya berisi ceramah dan menulis, langsung
ke dalam
bentuk matematika, tidak mengungkapkan
miskonsepsi, tidak mengoreksi PR, model analogi yang diapakai
kurang tepat, model demonstrasi sempit,dll
Sehingga sangat membantu guru dalam langkah selanjutnya, yaitu memilih, menerapkan bahkan
mengembangkan modelmetode
atau strategi
pembelajaran yang tepat untuk persoalan tersebut. Adapun rekomendasi peneliti, antara lain silakan
menggunakan modelmetode atau strategi: 1. Model perubahan konsep
2. scientific approach 3. Model POE dan POEDODE
4. Model inquiri DAFTAR PUSTAKA
Azman, Nabilah Faiqah; Ali, Marlina; and Mohtar, Lilia
Ellany. 2013. The Level of Misconceptions on Force and Motion Among Physics Pre-Services
Teachers in UPSI. International Seminar on Quality and Affordable Education 2nd
, 128-132. Bala, Ritu. 2013. Measurement of Errors and
Misconceptions: Interviews and Open-ended Tests, Multiple-Choice Tests, Two-tier Tests and
Three-Tier Test. Education India Journal: A Quarterly Refereed Journal of Dialogues on
Education 2, 44-60.
Bawaneh, Ali; Zain, Ahmad Nurulazam; and Saleh, Salmiza. 2010. Radical Conceptual Change
Through Teaching
Method Based
on Constructivism Theory For Eight Grade
Jordanian Students. The Journal of International Social Research3
14, 131-147. Demİrcİ, Neşet. 2005. A Study About Students‟
Misconceptions in force and Motion Concepts by Incorporating A Web-Assisted Physics Program.
The Turkish Online Journal of Educational of Technology 4
3, 40-48 Ibrahim, Muslimin. 2012 Konsep dan Miskonsepsi dan
Cara Pembelajarannya, Unesa University ress. Vii, 114., IIIus, 23.5, ISBN:978-979-028-557-6
Kuçukozer, H. Kocakulah, S. 2007. Secondary school students‟ misconceptions about simple
electric circuits. Journal of Turkish Science Education,
Volume 4, Issue 1. Lee, Gyoungho. and Byun, Taejin. 2011. An
Explanation for the Difficulty of Leading ConceptualChange Using a Counterintuitive
Demonstration: The Relationship Between Cognitive Conflict and Responses. Research in
Science Education.
DOI 10.1007s11165-011- 9234-5
Narjaikaew, Pattawan. 2012. Alternative Conceptions of Primary School Teachers of Science about
Force and Motion. Procedia-Social and Behavioral Sciences 2013
88,250 –257.
Peşman, Haki. 2005. Development of A Three-Tier Test to Assess Ninth Grade Students’ Misconceptions
about Simple Electric Circuits. Master‟s Thesis.
Middle East Technical University, Turkey. Suparno, Paul. 2005. Miskonsepsi dan Perubahan
Konsep Dalam Pendidikan Fisika . Jakarta: PT
Grasindo. Taşlıdere, Erdal. 2013. Effect of Conceptual Change
Oriented Instruction on Students‟ Conceptual Understanding
and Decreasing
Their Misconceptions in DC Electric Circuits.
Scientific Research Creative Education4 4, 273-
282. Taufiq, Muhammad. 2012. Remediasi Miskonsepsi
Mahasiswa Calon Guru Fisika Pada Konsep Gaya Melalui Penerapan Model Siklus Belajar
Learning Cycle 5E. Jurnal Pendidikan IPA Indonesia 1
2, 198-203. Tayubi, Yuyu. R. 2005. Identifikasi Miskonsepsi pada
Konsep-Konsep Fisika Menggunakan Certainty of Response Index CRI. Mimbar Pendidikan 3,
XXIV,4-9 Türker, Fatma. 2005. Developing A Three-Tier Test to
Assess High School Students’ Misconceptions
ISBN: 978-602-72071-1-0 Concerning Force And Motion
. Master‟s Thesis. Middle East Technical University,
Turkey. Zhou, George. 2010. Conceptual Change in Science: A
Process of Argumentation. Eurasia Journal of Mathematics, Science Technology Education6
2, 101-110.
264
ISBN: 978-602-72071-1-0
PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF DENGAN STRATEGI EVERYONE IS A TEACHER HERE
PADA MATERI PERPINDAHAN KALOR DI SMA NEGERI 1 MOJOKERTO
Imroatu Maghfiroh
1
Fina Ulya Farhatin
2
Dayya Rotul Laili
3
1,2,3
S2 Pendidikan Sains, UNESA E-mail: imroatu.magfirohgmail.com
ABSTRAK
Berdasarkan hasil observasi yang dilakukan peneliti di SMA Negeri 1 Mojokerto diketahui bahwa sekolah tersebut belum menerapkan pembelajaran yang membuat siswa aktif secara keseluruhan pada saat proses
pembelajaran berlangsung. Oleh sebab itu, peneliti mencoba menerapkan model pembelajaran kooperatif dengan strategi setiap siswa berperan sebagai guru yang bertujuan untuk mendeskripsikan perbedaan hasil
belajar siswa antara kelas kontrol dan kelas eksperimen serta respons siswa terhadap model dan strategi tersebut. Rancangan penelitian ini adalah true experimental design. Sampel penelitian terdiri dari tiga kelas
eksperimen X-6, X-7, X-8 dan satu kelas kontrol X-5. Hasil analisis uji normalitas dan homogenitas terhadap hasil pretest didapatkan semua kelas terdistribusi normal dan homogen. Berdasarkan hasil analisis
uji-t dua pihak didapatkan t
hitung
hasil belajar siswa dari tiga kelas eksperimen berturut-turut sebesar 5,729; 4,907; dan 7,349 dengan t
tabel
sebesar 2,000, karena t
hitung
tidak berada pada -t
tabel
t
hitung
t
tabel
maka hasil belajar siswa kelas eksperimen berbeda dengan hasil belajar siswa pada kelas kontrol. Selanjutnya dilakukan
uji-t satu pihak dan didapatkan nilai thitung tiga kelas eksperimen berturut-turut adalah 5,729; 4,907; dan 7,349 dengan ttabel sebesar 1,670, karena t
hitung
t
tabel
, maka hasil belajar kelas eksperimen lebih baik daripada hasil belajar kelas kontrol. Berdasarkan analisis hasil angket respons siswa diperoleh bahwa model
dan strategi tersebut dapat diterima siswa dengan baik dengan respons positif sebesar 94,58 siswa setuju. Jadi dapat disimpulkan bahwa hasil belajar siswa dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif
dengan strategi setiap siswa berperan sebagai guru everyone is a teacher here berbeda dan lebih baik dari hasil belajar siswa pada kelas kontrol.
Kata Kunci:
Model pembelajaran koopratif, strategi setiap siswa berperan sebagai guru everyone is a teacher here, hasil belajar siswa, perpindahan kalor.
ABSTRACT
Based on observations conducted by researchers at senior high school 1 Mojokerto knows that the school has not implemented the learning that make students active as a whole during the learning process takes place to
solve problems of every student in the material being taught in class. Therefore, researchers try to apply the model of cooperative learning with strategies everyone is a teacher here which aims to describe the
differences between the students’ control class and experimental class and the student response to the model and strategy. The design of this research is true experimental design. Study sample consisted of three
experimental classes X-6, X-7, X-8 and one control class X-5. The results of tests of normality and homogeneity analysis of the results obtained pretest all classes are normal and homogeneously distributed.
Based on the results of the two tale test analysis obtained t
count
learning outcomes of students from three experimental class are 5.729: 4.907, and 7.349 with the t
table
of 2.000, because t
count
are not on - t
table
t
count
t
table
so the student learning outcomes of experimental class is different with control class. Then performed one tale test and the value obtained t
count
learning outcomes of students from three experimental class are 5.729: 4.907, and 7.349 with the t
table
of 1.670, because t
count
t
table
, so the student learning outcomes of experimental class is better than control class. Based on the analysis of the results of student questionnaire
responses obtained models and strategies that can be received well by students with a positive response for 94.58 of students agreed. So can conclusion that student learning outcomes by using a model of
265
ISBN: 978-602-72071-1-0
cooperative learning strategies everyone is a teacher here is different and better than control class that uses the usual learning in school
Keywords:
learning models kooperatif, strategy everyone is a teacher here, student learning outcomes, heat transfer
PENDAHULUAN Proses belajar mengajar menjadi salah satu proses
interaksi komunikasi aktif antara siswa dengan guru dalam kegiatan pendidikan. Dalam kegiatan proses
belajar mengajar didalamnya terdapat kegiatan belajar yang dilakukan oleh siswa dan mengajar yang dilakukan
oleh guru. Kegiatan ini tidak berlangsung secara sendiri- sendiri melainkan berlangsung secara bersama-sama pada
waktu yang sama sehingga terjadi suatu interaksi antar siswa dengan guru [1]. Dengan demikian, keaktifan siswa
sangat diperlukan untuk menciptakan interaksi tersebut dalam proses belajar mengajar di kelas agar pengetahuan
yang disampaikan bisa melekat dibenak siswa.
Model pembelajaran kooperatif adalah model pembelajaran dengan setting kelompok-kelompok kecil
dengan memperhatikan keberagaman anggota kelompok sebagai wadah siswa bekerja sama dan memecahkan
suatu masalah melalui interaksi sosial dengan teman sebayanya [2]. Terdapat empat pendekatan atau variasi
dari model pembelajaran ini, meskipun prinsip dasar pembelajaran kooperatif tidak berubah yaitu STAD,
jigsaw, investigasi kelompok, dan pendekatan struktural [3].
Dari enam langkah utama di dalam model pembelajaran kooperatif serta keempat pendekatannya
belum bisa membuat siswa aktif secara keseluruhan, hanya menekankan siswa berada dalam kelompoknya
terutama berada dalam tugas kelompok mereka. Presentasi yang dilakukan pada saat evaluasi pun selama
ini hanya membahas tentang hasil diskusi kelompok saja, bukan permasalahan yang timbul pada benak siswa
setelah mereka melakukan tugas-tugas kelompok tersebut. Hal ini akan membatasi keaktifan siswa dalam
berpendapat maupun mengutarakan permasalahan yang muncul pada benak masing-masing siswa. Terdapatnya
beberapa kelompok yang berbeda, memungkinkan bahwa setiap siswa mempunyai permasalahan yang berbeda pula
pada materi yang sedang dibahas baik yang dia dapatkan selama mengerjakan tugas kelompok ataupun selama
diskusi atau presentasi hasil diskusi berlangsung. Bukan hanya itu, karena presentasi dilakukan oleh kelompok,
maka memungkinkan bahwa hanya beberapa siswa yang aktif dalam diskusi. Dari penjelasan tersebut, keempat
pendekatan pada pembelajaran kooperatif belum bisa membuat siswa aktif secara keseluruhan.
Strategi setiap siswa berperan sebagai guru everyone is a teacher here
merupakan strategi mudah untuk mendapatkan partisipasi kelas secara keseluruhan dan
pertanggungjawaban individu. Strategi ini memberi kesempatan kepada setiap siswa untuk berperan sebagai
guru bagi teman-temannya [4]. Strategi ini juga dapat meningkatkan keterampilan siswa mengkomunikasikan
apa yang ada di dalam pikiran atau perasaan siswa kepada orang lain baik secara lisan maupun secara
tertulis, sehingga memunculkan ide-ide baru yang dapat menambah pengetahuan siswa tentang dunia luar
terutama pada materi pembelajaran fisika dan aplikasi dari konsep yang dipelajari.
Seperti yang sudah dijelaskan pada paragraf sebelumnya
bahwa keempat
pendekatan pada
pembelajaran kooperatif belum bisa membuat siswa aktif secara keseluruhan dalam pembelajaran. Oleh karena itu,
tepat bahwa strategi setiap siswa berperan sebagai guru everyone is a teacher here diterapkan dalam
pembelajaran kooperatif untuk mendapatkan keaktifan siswa secara keseluruhan, sehingga antara siswa yang
satu dengan siswa yang lain dapat saling bertukar pendapat maupun ide-ide yang ada di benak siswa untuk
menambah
pengetahuan mereka
tentang materi
pembelajaran yang sedang dilakukan di kelas.
METODE
Jenis penelitian yang digunakan adalah True Eksperimental Design
, dengan rancangan penelitian control group pretest posttest
[5]. Penelitian ini dilakukan di SMA Negeri 1 Mojokerto pada bulan Mei-
Juni 2012. Populasi dalam penelitian ini adalah siswa kelas X SMA Negeri 1 Mojokerto sedanfkan sampelnya
adalah siswa kelas X-5, X-6, X-7, dan X-8.
Variabel bebas dalam penelitian ini adalah penerapan model pembelajaran kooperatif dengan strategi setiap
siswa berperan sebagai guru everyone is a teacher here. Variabel terikatnya adalah hasil belajar siswa pada materi
perpindahan kalor yang diperoleh dari nilai posttest siswa, nilai afektif, dan nilai psikomotor siswa selama
proses pembelajaran dengan nilai kognitif sebesar 50, afektif 30, dan psikomotor 20 dengan perhitungan
sebagai berikut :
Keterangan : K = Nilai kognitif siswa yang didapatkan dari nilai
posttest siswa pada akhir pembelajaran yang telah
dilakukan A = Nilai afektif siswa selama proses pembelajaran di
kelas P = Nilai psikomotor siswa pada saat siswa
mengerjakan LKS Variabel kontrolnya adalah materi, guru, dan soal
pretest-posttest .
Hasil pretest dari semua kelas dianalisis dengan menggunakan uji normalitas dan uji homogenitas. Hasil
belajar siswa dianalisis dengan menggunakan uji-t dua pihak dan uji-t satu pihak. Angket respons siswa dihitung
dengan persentase tiap pernyataan.
266
ISBN: 978-602-72071-1-0
HASIL DAN PEMBAHASAN
Penerapan model pembelajaran kooperatif dengan strategi setiap siswa berperan sebagai guru everyone is a
teacher here dilaksanakan pada saat pembelajaran
berlangsung. Uji-t dua pihak digunakan untuk mengetahui apakah
ada perbedaan hasil belajar siswa pada kelas kontrol dengan kelas eksperimen. Setelah dianalisis dengan uji-t
dua pihak didapatkan nilai t
hitung
untuk masing-masing sampel pada tabel 1.
Tabel 1. Hasil Analisis uji-t dua pihak Kelas
t
Hitung
T
Tabel
X-6 dengan X-5
5,729 2,000
X-7 dengan X-5
4,907 2,000
X-8 dengan X-5
7,349 2,000
Dari tabel 1 di atas dapat dilihat bahwa nilai t
hitung
tidak berada pada -t
tabel
t
hitung
t
tabel
maka hasil belajar siswa kelas eksperimen X-6, X-7, dan X-8 berbeda
dengan hasil belajar siswa pada kelas kontrol X-5 [6]. Tahap selanjutnya dilakukan uji-t satu pihak untuk
mengetahui manakah hasil belajar siswa yang lebih baik antara kelas eksperimen dengan kelas kontrol. Hasil
perhitungan uji-t satu pihak dapat dilihat pada tabel 2.
Tabel 3. Nilai rata-rata hasil belajar siswa mencakup post-test
, psikomotor, dan afektif siswa Kelas
t
Hitung
T
Tabel
X-6 dengan X-5
5,729 1,670
X-7 dengan X-5
4,907 1,670
X-8 dengan X-5
7,349 1,670
Dari tabel 3 di atas dapat diketahui bahwa nilai , maka hasil belajar siswa kelas
eksperimen lebih baik daripada hasil belajar siswa kelas kontrol [6].
Ketiga nilai t
hitung
yang didapatkan tersebut perbedaannya tidak signifikan. Hal ini menunjukkan
bahwa penerapan pembelajaran dan strategi yang telah dilakukan tidak berbeda dan diperoleh hasil yang sama
pada ketiga kelas eksperimen.
Berdasarkan analisis hasil posttest pada setiap kelas di dapatkan diagram nilai siswa tiap kelas pada diagram
1.
Gambar 1. Hasil Penilaian Kognitif Siswa Berdasarkan diagram di atas menunjukkan bahwa
pembelajaran kooperatif dengan strategi semua siswa berperan sebagai guru everyone is a teacher here dapat
meningkatkan kepahaman siswa pada konsep fisika terutama perpindahan kalor maupun permasalahan-
permasalahan dalam kehidupan sehari-hari.
Dari lembar penilaian afektif didapatkan hasil pada diagram 2.
Gambar 2. Hasil Penilaian Afektif Siswa Berdasarkan diagram di atas, dapat diketahui pada
aspek A yaitu mendengarkan dan memperhatikan penjelasan guru, ketiga kelas eksperimen mendapatkan
nilai lebih tinggi dari nilai kelas kontrol. Pada aspek B yaitu partisipasi aktif dalam
kelompok, semua kelas mendapatkan nilai tinggi. Hal ini menunjuukan bahwa siswa pada setiap kelas aktif bekerja
dalam kelompok baik pada saat mengerjakan tugas maupun pada saat diskusi kelas berlangsung.
Pada aspek C yaitu kecermatan dan ketelitian dalam melakukan
percobaan, siswa
pada kelas
X-7 mendapatkan nilai terendah dari semua kelas.
Pada aspek D yaitu kejujuran dan tanggungjawab siswa terhadap hasil percobaan, siswa mendapatkan nilai
maksimum. Hal ini menunjukkan bahwa siswa jujur dengan apa yang mereka dapatkan dari percobaan yang
telah mereka
lakukan dan
mereka berani
mempertanggungjawabkannya di depan kelas kepada teman-teman mereka pada saat diskusi kelas.
Pada aspek E yaitu ketepatan waktu atau kedisiplinan siswa selama proses belajar mengajar,
semua siswa pada setiap kelas mendapatkan nilai maksimun yaitu 100. Hal ini menunjukkan antusias siswa
terhadap pembelajaran yang dilakukan.
Pada aspek F yaitu sikap siswa pada saat presentasi hasil percobaan yang telah mereka lalukan, kelas X-5
mendapatkan nilai terendah dari keempat kelas. Pada aspek G yaitu sikap siswa pada saat
mengemukakan menanggapi pertanyaan gagasan pada saat diskusi kelas berlangsung, keempat kelas
mendapatkan nilai maksimum yaitu 100. Pada aspek H yaitu kerjasama siswa dengan setiap
anggota kelompok, ketiga kelas yaitu X-5, X-7, dan X-8 mendapatkan nilai maksimun, sedangkan kelas X-6
mendapatkan nilai 98.
N il
ai Kelas
X-5 X-6
X-7 X-8
N il
ai
Aspek Afektif
X-5 X-6
X-7 X-8
267
ISBN: 978-602-72071-1-0
Penilaian psikomotor siswa selama proses belajar mengajar dianalisis dengan hasil pada diagram 3.
Gambar 3.Hasil Penilaian Psikomotor Siswa pada PBM 1
Dari diagram di atas dapat diketahui kemampuan siswa pada saat mereka melakukan percobaan. Pada
aspek pertama semua siswa pada semua kelas mendapatkan nilai maksimum, hal ini menunjukkan
bahwa semua alat yang digunakan tidak asing bagi siswa. Pada aspek kedua, ketiga kelas ekperimen mendapatkan
nilai maksimum, sedangkan kelas kontrol yaitu kelas X-5 mendapatkan nilai 86. Pada aspek ketiga yaitu mengukur
waktu menggunakan stopwatch, semua siswa pada setiap kelas mendapatkan nilai maksimum. Pada aspek
keempat, yaitu pengukuran menggunakan neraca hampir semua siswa kurang teliti dalam mengunakannya,
sehingga nilai siswa pada aspek ini belum maksimum.
Gambar 4.Hasil Penilaian Psikomotor Siswa pada PBM 2
Berdasarkan diagram di atas, kemampuan siswa pada saat memilih alat dan bahan percobaan
mendapatkan nilai maksimun, sedangkan untuk merangkai alat dan bahan tersebut, siswa kurang sesuai
dengan rancangan percobaan pada lembar kerja mereka. Untuk kemampuan siswa menggunakan stopwatch,
semua siswa mampu menggunakannya, sedangkan untuk menggunakan thermometer siswa belum cermat dalam
menggunakannya.
Gambar 5.Hasil Penilaian Psikomotor Siswa pada PBM 3 Berdasarkan diagram di atas, semua siswa
mendapatkan nilai maksimun pada semua keterampilan atau aspek yang dinilai yang ditunjukkan dari nilai
maksimun yang dapatkan siswa. Pada ketiga kelas eksperimen juga dilakukan
penilaian terhadap sikap siswa pada saat siswa maju ke depan kelas untuk menjawab dan menjelaskan jawaban
pada kartu indeks yang sudah diterima kepada teman- teman mereka yaitu menjadi guru bagi teman-temannya.
Penilaian ini dalam penelitian dilakukan penilaian sendiri, sehingga tidak dimasukkan pada perhitungan
hasil belajar siswa. Perhitungan akhir hasil penilaian ini dapat dilihat pada tabel 5.
Gambar 6. Hasil Pengamatan Afektif Siswa Pada Saat
Menjawab Kartu Indeks Di Depan Kelas. Berdasarkan diagram di atas, untuk aspek I, ketiga
kelas jujur dalam menjawab kartu indeks yang mreka terima
namun tidak
semua siswa
dapat mempertanggungjawabkan jawaban tersebut di depan
kelas dengan jelas kepada teman-teman mereka. Pada aspek J yaitu kesesuaian jawaban siswa
dengan pertanyaantopik pada kartu indeks, semua siswa mendapatkan nilai maksimun. Hal ini menunjukkan
semua siswa dapat menjawab pertanyaan maupun topik pada kartu indeks.
Pada aspek K yaitu pada saat siswa menjelaskan jawaban mereka ke depan kelas. semua siswa sopan pada
saat menjelaskan, namun untuk kejelasan berbicara pada saat mejelaskan tidak semua siswa mampu melakuknnya.
Hal ini ditunjukkan dari nilai yang telah didapat siswa belum maksimum.
Pada aspek L yaitu sikap siswa pada saat menanggapi pertanyaan dari teman-teman mereka.
Semua siswa pada aspek ini mendapatkan nilai maksimum. Hal ini menunjukkan bahwa semua siswa
dapat melakukan diskusi kelas dengan baik karena dapat menghargai pendapat, mau menerima kekurangan serta
berterimakasih kepada teman-teman mereka yang telah member tanggapan.
Pada aspek M yaitu keaktifan siswa bertanya dan berpendapat pada saat diskusi kelas berlangsung. Kelas
X-8 paling aktif dalam bertanya maupun berpendapat. Sedangkan untuk kelas yang lain banyak siswa yang aktif
bertanya namun tidak ingin mengemukakan pendapatnya dan ada juga yang aktif berpendapat namun tidak mau
bertanya.
Dari penilaian terhadap setiap aspek di atas didapatkan bahwa keaktifan siswa terhadap strategi ini
N il
ai
Aspek Psikomotor
x-5 x-6
X-7 X-8
N il
ai
Aspek Psikomotor
X-5 X-6
X-7 X-8
Nila i
Aspek yang dinilai
X-6 X-7
X-8
268
ISBN: 978-602-72071-1-0
tergolong baik sehingga strategi ini dapat diterima siswa dengan baik dan dapat meningkatkan keaktifan siswa
serta pemahaman siswa terhadap materi pembelajaran yang sedang dilakukan di kelas.
Berdasarkan analisis hasil angket respons siswa yang telah diisi oleh siswa pada ketiga kelas eksperimen
dapat diketahui bahwa respons siswa tergolong baik terhadap semua pernyataan.
Kriteria skor yang digunakan adalah angka 0 - 20 = sangat lemah, angka 21 - 40 = lemah, angka
41 - 60 = cukup, angka 61 - 80 = baik, dan angka 81 - 100 = sangat baik [7].
Hal ini menunjukkan bahwa model pembelajaran kooperatif dengan strategi setiap siswa berperan sebagai
guru everyone is a teacher here yang telah dilakukan dapat diterima siswa dengan baik serta dapat membuat
siswa lebih mudah memahami materi pembelajaran yang sedang dilakukakan terutama pada sub materi
perpindahan kalor.
Bukan hanya itu, dari prosentase respons siswa pada tabel 4 menunjukkan bahwa dengan pembelajaran ini
siswa dapat lebih mudah menyimpulkan materi pembelajaran sehingga siswa dapat menyelesaikan
permasalahan-permasalahan tentang perpindahan kalor baik dalam perhitungan maupun konsep yang
berhubungan dengan kehidupan sehari-hari.
Pembelajaran dengan model dan strategi ini dapat membuat siswa aktif secara keseluruhan, sehingga tidak
hanya beberapa siswa saja yang aktif, namun pada pembelajaran ini semua siswa dalam kelas aktif dalam
pembelajaran yang berlangsung baik dalam kelompok maupun individu. Dalam pelaksanaannya, siswa terlebih
dahulu belajar dalam kelompok, namun pada saat evaluasi siswa diminta menjadi guru bagi teman-temanya di depan
kelas.
Dari kegiatan ini akan memunculkan ide-ide baru yang dapat menambah pengetahuan siswa tentang materi
pembelajaran yang sedang dipelajari di kelas, sehingga dapat
meningkatkan hasil
belajar siswa
yaitu kemampuan-kemampuan yang dimiliki siswa setelah ia
menerima pengalaman belajar, yaitu keterampilan dan kebiasaan, pengetahuan dan pengertian, serta sikap dan
cita-cita [8].
Hal ini terlihat dari hasil penelitian yang telah dilakukan yaitu, berdasarkan analisis hasil belajar
menggunakan uji-t dua pihak dan uji-t satu pihak menunjukkan bahwa hasil belajar siswa kelas X SMA
Negeri 1 Mojokerto dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif dengan strategi setiap siswa
berperan sebagai guru everyone is a teacher here berbeda dan lebih baik dari pada hasil belajar siswa
menggunakan pembelajaran yang biasa dilakukan di sekolah.
Hasil yang telah didapatkan sesuai dengan tujuan pembelajaran kooperatif menurut Muslimin Ibrahim
bahwa pembelajaran kooperatif dapat meningkatkan hasil belajar akademik, yaitu untuk meningkatkan kinerja
siswa dalam tugas-tugas akademik serta pembelajaran model ini dapat membantu siswa dalam memahami
konsep-konsep yang sulit [3]. Bukan hanya itu, model ini dapat mengembangkan keterampilan sosial siswa
diantaranya: berbagi tugas, aktif bertanya, menghargai pendapat orang lain, memancing teman untuk bertanya,
mau mengungkapkan ide, dan bekerja dalam kelompok. PENUTUP
Simpulan
Berdasarkan hasil uji-t satu pihak dan uji-t dua pihak didapatkan bahwa hasil belajar siswa dengan
menggunakan model pembelajaran kooperatif dengan strategi setiap siswa berperan sebagai guru everyone is a
teacher here pada materi perpindahan kalor kelas X di
SMA Negeri 1 Mojokerto berbeda dan lebih baik dari hasil belajar siswa menggunakan pembelajaran yang
biasa digunakan di sekolah. Berdasarkan analisis hasil angket diketahui bahwa
siswa mempunyai respons yang positif terhadap pembelajaran dengan model pembelajaran kooperatif
dengan strategi setiap siswa berperan sebagai guru everyone is a teacher here.
UCAPAN TERIMA KASIH
Penulis mengucapkan terima kasih kepada banyak pihak atas selesainya penelitian ini, antara lain:
1. Drs. Supriyono, M.Sc selaku dosen pembimbing skripsi yang telah membimbing menyelesaikan
penelitian ini. 2. Kedua orang tua yang telah mendoakan demi
terselesaikannya penelitian ini
DAFTAR PUSTAKA M. Arifin dkk. 2000. Strategi Belajar Mengajar.
Surabaya: Universitas Pendidikan Indonesia. Slavin, Robert E. 2012. Educational Psychology
theory and practice . USA : Pearson Education.
Ibrahim, dkk. 2000. Model Pembelajaran Kooperatif
. Surabaya: Unipress UNESA.
Silberman, Melvin S. 2006. Active Learning 101 Cara Belajar Siswa Aktif Edisi Revisi
. Bandung: Nusamedia Nuansa.
Prabowo. 2011. Metodologi Penelitian Sains Dan Pendidikan
. Surabaya: UNESA University Press. Sudjana, 2005. Metode Statistik. Bandung: PT
Tarsito. Riduwan. 2010. Skala Pengukuran Variabel-
Variabel Penelitian . Bandung: Alfabeta.
Sudjana, Nana. 2004. Penilaian Hasil Proses Belajar
Mengajar . bandung: PT Remaja
Rosdakarya.
ISBN: 978-602-72071-1-0
PROFIL HASIL BELAJAR FISIKA MATERI PESAWAT SEDERHANA YANG DIAJARKAN DENGAN
MENGGUNAKAN PENDEKATAN SAINS TEKNOLOGI MASYARAKAT STM
PADA SISWA SMP
Sri Rahmadani Pulu
1
Elda Evita Sari
2
Harfina Indriani
3 1,2,3
Mahasiswa S2 Pendidikan Sains, Program Pascasarjana, Universitas Negeri Surabaya E-mail: sri_rahmadanipuluyahoo.co.id
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan profil hasil belajar fisika materi pesawat sederhana yang diajarkan dengan menggunakan pendekatan sains teknologi masyarakat STM pada siswa kelas VIII SMP
Negeri 1 Seram Utara. Tipe penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah tipe penelitian deskriptif kuantitatif, yang bertujuan untuk mendeskripsikan atau menggambarkan hasil belajar siswa sebelum dan
sesudah diberikan perlakuan yakni dengan menggunakan Pendekatan Sains Teknologi Masyarakat STM dengan Desain Pre-test and Post-test Group, dan diujicobakan pada siswa kelas VIII
2
yang berjumlah 25 orang di SMP Negeri 1 Seram Utara.
Dari penelitian yang dilakukan diperoleh hasil pada aspek afektif sebanyak 64 siswa mampu menguasai indikator pembelajaran dan 36 siswa gagal, pada aspek psikomotor sebanyak 88 siswa berhasil
mengusai indikator pembelajaran dan 12 siswa dikategorikan gagal dan pada aspek kognitif adalah 96 siswa mampu menguasai indikator pembelajaran dan 4 siswa dinyatakan gagal. Rata-rata skor pencapaian
siswa pada aspek afektif adalah 69,27, pada aspek psikomotor adalah 71,92 dan pada aspek kognitif adalah 81,74. Siswa yang mengalami kegagalan pada setiap aspek ini umumnya memiliki sifat acuh, kurang aktif
dalam diskusi kelompok, terkesan malu-malu dalam mengajukan pertanyaan dan masih ada sebagian dari siswa yang belum mampu merekonstruksi pengetahuannya dalam mempresentasikan hasil diskusi,
memberikan solusi dan memberikan penjelasan kepada teman. Berdasarkan hasil penelitian, dapat disimpulkan bahwa penggunaan pendekatan pembelajaran sains teknologi masyarakat STM dapat
membantu siswa mencapai standar ketuntasan belajar minimum SKBM pada aspek kognitif, afektif dan psikomotor pada kualifikasi cukup dan hasil pencapaian ketiga aspek pembelajaran disajikan dalam bentuk
diagram profil hasil belajar. Kata Kunci:
Pendekatan Sains teknologi masyarakat STM, profil hasil belajar, dan pesawat sederhana.
ISBN: 978-602-72071-1-0 PENDAHULUAN
IPA fisika senantiasa berdekatan dengan realitas alam yang menjadi tempat hidup peserta
didik, sebagaimana disimpulkan oleh Supriyadi Nurohman.S,2010 : 2, bahwa IPA adalah
keseluruhan cara berfikir untuk memahami gejala alam, sebagai suatu cara penyelidikan tentang
kejadian alam, dan sebagai batang tubuh keilmuan yang diperoleh dari suatu penyelidikan. Pembelajaran
fisika dengan demikian akan mengajak peserta didik untuk semakin dekat dengan alam tempat ia berpijak.
Namun pada kenyataanya kebanyakan sekolah selama ini menerjemahkan pembelajaran fisika
sebagai sekedar transfer of knowledge yang dimiliki guru kepada peserta didik dengan hapalan-hapalan
teori maupun rumus-rumus, sekedar untuk bisa menjawab soal-soal ujian, tetapi seringkali tidak
sanggup untuk menerjemahkannya ke dalam realitas yang ada di sekelilingnya Nurohman .S,2010 : 2.
Selain itu, dari wawancara terhadap guru dilapangan diketahui bahwa pada umumnya guru
merasa telah melaksanakan tugas mengajarnya dengan baik apabila telah dapat mengantarkan peserta
didik menguasai konsep-konsep dalam bidang studi yang diajarkan meskipun belum tentu ia telah
mengaitkan konsep sains dengan kepentingan masyarakat Poedjiadi.A, 2010 : 84. Pendidikan
dengan demikian tidak cukup memberi bekal life skills
kepada peserta didik bahkan ia menjadi tercerabut dari problem nyata yang seharusnya
mereka jawab dan selesaikan. Siswa tidak mampu mengembangkan pemahaman sains sesuai dengan
perkembangan teknologi dan masyarakat di sekitar siswa berada. Hal inilah yang membuat pembelajaran
fisika menjadi kurang diminati oleh siswa Nurohman.S,2010 : 2.
Salah satu alternatif yang dapat dilakukan untuk menyikapi permasalahan di atas adalah dengan
menerapkan Pendekatan
Sains Teknologi
Masyarakat STM. Pendekatan STM merupakan salah satu pendekatan pembelajaran sains yang
dimaksudkan untuk menjembatani kesenjangan antara pembelajaran fisika di dalam kelas dengan
kemajuan teknologi dan perkembangan masyarakat yang ada di sekitar peserta didik Widyatiningtyas,
2009:3. Sains merupakan suatu tubuh pengetahuan body of knowledge
dan proses penemuan pengetahuan. Teknologi merupakan suatu perangkat
keras ataupun perangkat lunak yang digunakan untuk memecahkan masalah bagi pemenuhan kebutuhan
manusia. Sedangkan masyarakat adalah sekelompok manusia yang memiliki wilayah, kebutuhan, dan
norma-norma sosial tertentu. Sains, teknologi dan masyarakat satu sama lain saling berinteraksi
Widyatiningtyas,
2009: 4.
Menurut Widyatiningtyas 2009:5, pendekatan STM dapat
menghubungkan kehidupan dunia nyata anak sebagai anggota masyarakat dengan kelas sebagai ruang
belajar sains. Proses pendekatan ini dapat memberikan pengalaman belajar bagi anak dalam
mengidentifikasi potensi masalah, mengumpulkan data
yang berkaitan
dengan masalah,
mempertimbangkan solusi
alternatif, dan
mempertimbangkan konsekuensi
berdasarkan keputusan tertentu.
Berdasarkan hasil penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Yance Pariury 2009 tentang
penggunaan pendekatan pembelajaran sains teknologi masyarakat STM menunjukkan bahwa terdapat
peningkatan hasil belajar siswa secara keseluruhan. Peningkatan hasil belajar pada ranah kognitif sebesar
26,7 ,pada ranah afektif sebesar 14,86 dan ranah psikomotor
sebesar 18,39.
Mengenai keterlaksanaan
pelaksanaan pendekatan
pembelajaraan STM, dapat dikatakan bahwa terjadi peningkatan yaitu sebesar 59,95. Nilai akhir yang
diperoleh siswa setelah proses belajar menggunakan pendekatan STM mencapai ketuntasan dalam
belajarnya.
SMP Negeri 1 Seram Utara yang berlokasi di desa Wahai Kabupaten Maluku Tengah merupakan
salah satu sekolah negeri yang mempunyai masukan siswa yang memiliki prestasi yang bervariasi, karena
prestasi belajar yang bervariasi inilah maka peran siswa
dalam kegiatan
belajar mengajar
beranekaragam. Berdasarkan observasi awal yang dilakukan oleh peneliti di sekolah tersebut diperoleh
informasi bahwa dalam kegiatan pembelajaran telah diterapkan banyak pendekatan pembelajaran. Namun,
khusus untuk mata pelajaran fisika pada materi pesawat sederhana belum pernah di terapkan
pendekatan pembelajaran STM. Data lain yang ditemukan adalah nilai fisika rata-rata kelas pada
semester ganjil tahun ajaran 2011-2012 kurang optimal dilihat dari KKM hanya mencapai 62 pada
materi pesawat sederhana, sementara KKM yang ditetapkan di pelajaran Fisika khususnya kelas VIII
yaitu 65.
Materi pesawat
sederhana dapat
dikategorikan sebagai salah satu materi yang perlu diperhitungkan dalam rancangan pembelajaran.
Untuk memahami tentang konsep pesawat sederhana diperlukan pemahaman siswa secara yang cukup
mendalam karena materi ini sesungguhnya selalu berkaitan dengan kehidupan siswa di dalam
masyarakat.
Sehingga peneliti
mencoba menggunakan pendekatan pembelajaran STM dalam
mempelajari materi ini. Untuk itu dengan dilakukannya penelitian ini diharapkan dapat
memberikan gambaran kepada para guru tentang bagaimana profil hasil belajar dengan menggunakan
pendekatan pembelajaran STM. Dari uraian di atas maka peneliti merasa tertarik
untuk melakukan penelitian tentang :
“ Profil Hasil Belajar Fisika Materi Pesawat Sederhana yang diajarkan dengan menggunakan
Pendekatan Sains Teknologi Masyarakat pada Siswa Kelas VIII
SMP Negeri 1 Seram Utara”. Berdasarkan uraian latar belakang maka yang
menjadi permasalahan dalam penelitian ini adalah :
ISBN: 978-602-72071-1-0 “Bagaimana profil hasil belajar fisika materi pesawat
sederhana yang diajarkan dengan menggunakan pendekatan sains teknologi masyarakat STM pada
siswa kelas VIII SMP Negeri 1 Seram Utara ?”. Permasalahan di atas dapat dijawab dengan
pertanyaan-pertanyaan berikut ini, yaitu : Berdasarkan perumusan masalah maka yang
menjadi tujuan dalam penelitian ini yaitu “Untuk Mendeskripsikan profil hasil belajar fisika materi
pesawat sederhana
yang diajarkan
dengan menggunakan pendekatan sains teknologi masyarakat
STM pada siswa kelas VIII SMP Negeri 1 Seram Utara”.
Tujuan diatas dapat tercapai melalui tujuan - tujuan secara operasional yaitu :
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan
manfaat bagi : Guru fisika, sebagai informasi dan masukan untuk dimanfaatkan dalam meningkatkan
mutu pendidikan, khususnya dalam pemilihan pendekatan pembelajaran sesuai dengan situasi dan
kondisi sehingga dapat meningkatkan hasil belajar siswa. Penulis, memperoleh pengalaman langsung
dalam menerapkan pembelajaran fisika melalui pendekatan pembelajaran STM.
METODE PENELITIAN
Tipe penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah tipe penelitian deskriptif
kuantitatif, yang bertujuan untuk mendeskripsikan atau menggambarkan hasil belajar siswa sebelum dan
sesudah diberikan
perlakuan yakni
dengan menggunakan
Pendekatan Sains
Teknologi masyarakat STM dengan Desain Pre-test and post-
test Group Suharsimi A, 2010 : 124.
O
1
X O
2
Ket : O
1
= Pre test; X = Treatment yang diberikan; O
2
= Post test Penelitian ini dilaksanakan pada SMP Negeri
1 Seram Utara Kabupaten Maluku Tengah. Proses pengumpulan data dilakukan pada tanggal 21 Mei
2012 sampai dengan 21 Juni 2012.
Populasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah siswa kelas VIII SMP Negeri 1 Seram Utara,
yang terdiri dari 2 kelas yang berjumlah 51 orang siswa, dimana jumlah siswa pada kelas VIII
1
26 orang dan pada kelas VIII
2
25 orang siswa. Sampel dalam penelitian ini adalah siswa
kelas VIII
2
yang berjumlah 25 orang. Sampel diambil secara acak random sampling, karena semua
kemampuan siswa pada mata pelajaran fisika kelas VIII adalah sama, ini dilihat pada pencapaian KKM
rata-rata kelas tersebut yaitu 62.
Variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah variable tunggal yakni hasil belajar fisika yang
diajarkan dengan menggunakan Pendekatan Sains Teknologi Masyarakat STM.
Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah : soal tes, lembar kerja siswa LKS,
lembar observasi proses afektif, lembar observasi proses psikomotor.
Teknik pengumpulan data dalam penilaian ini adalah : kemampuan awal, observasi, dan tes formatif
post test.
Data yang diperoleh dari penelitian ini kemudian diolah menggunakan analisis deskriptif
untuk memperoleh nilai akhir dengan berpatokan pada pedoman penilaian acuan patokan PAP dengan
patokan minimal atau criteria ketuntasan minimal maka:
Hasil Tes : �
ℎ ℎ
� 1
- Nilai Tes Awal NTA
NTA
� ℎ �
� 2
- Nilai Tes Formatif NTF
NTF
� ℎ � �
3 NTA
� ℎ �
� 4
- Nilai Tes Formatif NTF
NTF
� ℎ � �
� 5
Penilaian Selama Proses : Penilaian proses dilakukan selama proses kegiatan
belajar mengajar berlangsung untuk memperoleh data hasil belajar. Diantaranya sebagai berikut :
Nilai Kemampuan Kognitif NKK : Total skor pencapaian untuk aspek kognitif diperoleh
dengan menggunakan rumus : NKK
� � � � � � �
6 Ket : SPTF = Skor Pencapaian Tes Formatif
SPLKS = Skor Pencapaian LKS
Nilai Komponen Afektif NKA Penilaian ini berisikan kemampuan siswa selama
proses kegiatan belajar mengajar yang berkaitan dengan partisipasi dalan kelompok. Kerja sama
dalam kelompok, bertanya dan memberikan solusi. Proses penilaian pada aspel afektif menggunakan
rumus : NKK
� � �
7 Ket :
SPKA : Skor Penilaian Komponen Afektif
Nilai Komponen Psikomotor NKP
Lembaran ini berisikan kemampuan siswa selama proses kegiatan belajar mengajar yang
berkaitan dengan memberikan informasi, menghargai
ISBN: 978-602-72071-1-0 pendapat teman, menyempaikan gagasan, dan
menyampaikan pertanyaan. Proses penilaian pada aspek psikomotor menggunakan rumus :
NKK
� � �
8 Ket : SPKP : skor penilaian Kemampuan
Psikomotor Profil Hasil Belajar Siswa
Data hasil analisa komponen kognitif, afektif dan psikomotor selanjutnya disajikan dalam diagram
profil siswa sebagai berikut.
Gambar 1. Diagram profil hasil belajar siswa
Selanjutnya diagram profil hasil belajar siswa yang menggambarkan tingkat penguasaan maksimum
individu terhadap indikator kompetensi materi Pesawat Sederhana dari segi hasil maupun proses,
dikategorikan mangacu pada tabel 1 di bawah ini .
Tabel 1 Kualifikasi Pencapaian Siswa Dalam Aspek Kognitif, Aspek afektif dan Aspek
Psikomotor.
Tingkat Penguasaan Kompetensi
Kualifikasi 85
– 100 74
– 84 63
– 73 63
Sangat Baik Baik
Cukup Gagal
Sumber : KKM Fisika kelas VIII SMP Negeri 1 Seram Utara
Keterangan : 1.
Jika siswa memiliki nilai ≥ 63 dapat dikategorikan tuntas T.
2. Jika siswa memiliki nilai 63 dapat dikategorikan tidak tuntas TT
HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Penelitian
Deskripsi Pengetahuan Awal Hasil kemampuan awal pada siswa kelas VIII
2
menggambarkan kemampuan awal siswa pada konsep pesawat sederhana sebelum diajarkan dengan
menggunakan pendekatan
pembelajaran sains
teknologi masyarakat terlihat pada Tabel 2.
Tabel 2. Kualifikasi Pencapaian Siswa Pada Tes Awal
Sumber: Data hasil penelitian
Pada Tabel 2 serta Gambar 2 dapat digambambarkan bahwa kemampuan awal siswa pada kelas VIII
2
yang akan diajarkan dengan pendekatan sains teknologi
masyarakat sangat rendah. Hal ini terbukti dengan 25 siswa 100 berada dalam kualifikasi gagal atau
tidak mempunyai pengetahuan tentang konsep pesawat sederhana.
Untuk klasifikasi pengetahuan awal siswa secara individual dapat dilihat pada gambar 2
Gambar 2 Diagram Perolehan dan Pencapaian Siswa pada Tes Awal
Keterangan : 85 -100 : Sangat Baik
74 - 84 : Baik 63 - 73 : Cukup
63 : Gagal
Deskripsi Penilaian Proses Pembelajaran Skor Perolehan LKS
Data kemampuan kognitif siswa dapat dilihat melalui nilai lembar kerja siswa LKS. Kualifikasi
persentase pencapaian
siswa dalam
LKS digambarkan pada Tabel 3.
Tabel 3. Kualifikasi Pencapaian Siswa Pada LKS
Sumber: Data hasil penelitian
Pada Tabel 3 serta Gambar 3 dapat digambarkan hasil pencapaian siswa kelas VIII
2
pada LKS terlihat bahwa sebanyak 25 siswa mampu
16.416.4 38.3
23.6 47.3
21.8 30.9
12.7 20
25.5 9.1
27.3 12.7
20 16.416.4
9.1 25.5
10.9 21.9
14.5 21.8
12.7 20
29.1
A .K
B .A
.B C.A
E .L
E .W
G .C.H
G .M.H
J.R .T
K .W
M.A M
.B M.F
M .M
M.P O
.K P
.L .I
R .R
R .U
R .W
S .B
S .I
S .R
V .I
V .U
Y .M
ISBN: 978-602-72071-1-0 menguasai indikator pembelajaran dengan kategori
sangat baik dengan persentase pencapaian 100. Untuk kualifikasi pencapaian LKS siswa
secara individual dapat dilihat pada Gambar 3.
Gambar 3 Diagram Rata-Rata Pencapaian Hasil Kerja Siswa pada LKS
Data Kemampuan Afektif Siswa Data pencapaian afektif atau sikap siswa dalam
proses pembelajaran dapat terlihat melalui lembaran penilaian. Kualifikasi persentase pencapaian siswa
dalam aspek afektif digambarkan pada Tabel 4.
Tabel 4. Kulifikasi Pencapaian dalam penilaian proses Aspek Afektif
Sumber: Data hasil penelitian
Pada Tabel 4 serta Gambar 4 terlihat bahwa sebanyak 6 siswa dengan persentase 24 mampu
menguasai indikator pembelajaran dengan kualifikasi sangat baik, sebanyak 2 siswa dengan persentase
8 mampu menguasai indikator pembelajaran dengan kualifikasi baik, dan 8 siswa dengan
persentase 32 mampu menguasai pembelajaran dengan kualifikasi cukup, sedangakan 9 siswa dengan
persentase 36 dinyatakan gagal. Rata-rata pencapaian siswa pada aspek ini adalah 69,27 dengan
kriteria ketuntasan cukup.
Untuk klasifikasi kemampuan afektif siswa secara individual dapat dilihat pada gambar 4
Gambar 4. Diagram Rata-Rata Pencapaian Siswa Aspek Afektif
Data Kemampuan Psikomotor Siswa Data penilaian proses pada aspek psikomotor
dapat dilihat melalui lembaran penilaian. Kualifikasi persentase pencapaian siswa dalam aspek psikomotor
digambarkan pada Tabel 5.
Tabel 5. Kualifikasi Pencapaian dalam penilaian prosesAspek Psikomotor
Sumber: Data hasil penelitian
Pada Tabel 5 dan Gambar 5 terlihat bahwa sebanyak 2 siswa dengan persentase 8 mampu
menguasai indikator pembelajaran dengan kategori sangat baik, sebanyak 1 siswa dengan persentase
4 mampu menguasai indikator pembelajaran dengan kategori baik, dan 12 siswa dengan persentase
48 mampu menguasai pembelajaran dengan kategori cukup dan 10 siswa dengan persentase
40 di katagorikan gagal. Rata-rata pencapaian siswa pada dalam aspek ini adalah 58,12 dengan
kriteria ketuntasan belajar cukup.
Untuk klasifikasi kemampuan psikomotor siswa secara individual dapat dilihat pada gambar 5.
Gambar 5 Diagram Rata-Rata Pencapaian Siswa Aspek Psikomotor
Deskripsi Nilai Tes Formatif Siswa
Kualifikasi persentase pencapaian siswa dalam tes formatif yang dilaksanakan setelah proses
kegiatan belajar
mengajar KBM
dengan menggunakan
Pendekatan Sains
Teknologi Masyarakat
pada materi
pesawat sederhana
digambarkan pada Tabel 6.
Tabel 6. Kualifikasi Pencapaian Siswa pada Tes Formatif
88.17 86.7 86.7 86.7
92.13 89.5689.56
88.17 89.56
86.7 92.13
89.56 92.13
96.59
88.1788.17 86.7
96.59 92.13
96.59
89.56 96.59
88.17 92.13
96.59
A .K
B .A
.B C.A
E .L
E .W
G .C.H
G .M.H
J.R .T
K .W
M.A M
.B M.F
M .M
M.P O
.K P
.L .I
R .R
R .U
R .W
S .B
S .I
S .R
V .I
V .U
Y .M
91.67 87.5
100 70.83
100 70.83
58.33 70.8370.83
41.67 45.83
83.33 70.83
66.67 62.5
66.67 50
65 54.17
45.83 50
41.67 83.33
87.5 95.83
A .K
B .A
.B C.A
E .L
E .W
G .C.H
G .M.H
J.R .T
K .W
M.A M.B
M.F M.M
M .P
O .K
P .L
.I R
.R R
.U R
.W S
.B S
.I S
.R V
.I V
.U Y
.M
72.22 52.81
66.67 72.22
97.22 63.89
52.78 63.89
69.45 63.89
38.95 72.22
47.25 63.89
55.56 66.67
50.03 66.67
47.25 72.22
44.44 41.7
52.81 80.56
95.83
A .K
B .A
.B C.A
E .L
E .W
G .C.H
G .M.H
J.R .T
K .W
M.A M.B
M.F M.M
M .P
O .K
P .L
.I R
.R R
.U R
.W S
.B S
.I S
.R V
.I V
.U Y
.M
ISBN: 978-602-72071-1-0
Sumber: Data hasil penelitian
Pada Tabel 6 dan gambar 6 terlihat bahwa sebanyak 6 siswa dengan persentase 24 mampu
menguasai indikator pembelajaran dengan kategori sangat baik, sebanyak 7 siswa dengan persentase
28 mampu menguasai indikator dengan kategori baik, dan sebanyak 4 siswa dengan persentase 16
mampu menguasai indikator dengan kategori cukup, dan setelah proses belajar mengajar masih terdapat 8
siswa dengan persentase 32 yang belum mampu menguasai indikator belajar mengajar dan dinyatakan
gagal. Rata-rata pencapaian siswa pada tes formatif adalah 68,55 dengan kriteria ketuntasan cukup.
Untuk klasifikasi pencapaian pada tes formatif siswa secara individual dapat dilihat pada gambar 6.
Gambar 6. Diagram Pencapaian Siswa pada Tes Formatif
Data Kemampuan Kognitif Siswa
Kualifikasi nilai
komponen kognitif
diperoleh melalui hasil dari jumlah Nilai Tes Formatif NTF dan Skor Perolehan Lembar Kerja
Siswa SPLKS yang dibagi dengan 2 . Kualifikasi dan persentase pencapaian aspek kognitif siswa dapat
dilihat pada Tabel 7.
Tabel.7. Kualifikasi Pencapaian dalam penilaian proses aspek Kognitif
Sumber: Data hasil penelitian
Berdasarkan Tabel 7 terlihat bahwa 7 orang siswa dengan persentase 28 mampu menguasai
indikator pembelajaran dengan kategori sangat baik, 10 siswa dengan persentase 40 mampu
menguasai indikator pembelajaran dengan kategori baik, 5 siswa dengan persentase 20 mampu
menguasai pembelajaran dengan kategori cukup dan 3 siswa dengan persentase 12 dalam kualifikasi
gagal menguasai indikator pembelajaran.
Untuk klasifikasi pencapaian pada aspek kognitif siswa secara individual dapat dilihat pada
gambar 7.
Gambar 7 Diagram Pencapaian Siswa pada Aspek Kognitif
Profil Kemampuan Awal dan Hasil Belajar Siswa
Profil Kemampuan awal dan hasil belajar siswa kelas VIII
2
SMP Negeri 1 Seram Utara dapat dilihat pada Gambar 8 dan Gambar 9. Profil
kemampuan awal diperoleh dari nilai tes awal siswa dan profil hasil belajar siswa diperoleh dari rata-rata
aspek Kognitif, aspek Psikomotor, dan aspek Afektif siswa.
Gambar 8. Diagram Profil Kemampuan Awal Siswa
96.36 76.36
92.73 76.36
100 92.73
33.73 52.73
72.73 40
32.73 92.73 92.73
38.18 72.73
78.18
32.73 45.45
40 72.73
76.36 72.73
75.55 76.36
81.82
A .K
B .A
.B C.A
E .L
E .W
G .C.H
G .M.H
J.R .T
K .W
M.A M.B
M.F M.M
M .P
O .K
P .L
.I R
.R R
.U R
.W S
.B S
.I S
.R V
.I V
.U Y
.M
92.27 81.53
89.72 81.53
96.07 91.15
61.15 70.75
81.15 63.35
62.43 91.15 92.43
67.39 80.45
83.18 59.73
71.02 66.07
84.66 82.96
84.66 81.53
84.25 89.21
A .K
B .A
.B C.A
E .L
E .W
G .C.H
G .M.
H J.R
.T K
.W M.A
M.B M
.F M.M
M .P
O .K
P .L
.I R
.R R
.U R
.W S
.B S
.I S
.R V
.I V
.U Y
.M
0.00 5.00
10.00 15.00
20.00 25.00
30.00 35.00
40.00 45.00
50.00
16.4 16.4 38.3
23.6 47.3
21.8 30.9
12.7 20
25.5
9.1 27.3
12.7 20
16.4 16.4 9.1
25.5
10.9 21.8
14.5 21.8
12.7 20
29.1
PE R
S ENT
A S
E
NAMA SISWA PROFIL KEMAMPUAN AWAL SISWA KELAS VIII
2
ISBN: 978-602-72071-1-0
Gambar 9 Diagram Profil Hasil Belajar Siswa Pembahasan Hasil Penelitian
Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh pada SMP Negeri 1 Seram Utara dengan melakukan
tes awal pada kelas VIII
2
menggambarkan pengetahuan awal siswa berada pada kualifikasi
gagal. Hal ini digambarkan dengan jelas pada tabel 2 tidak ada satupun siswa yang tuntas belajar
menguasai materi pesawat sederhana. Atau dengan kata lain 25 orang siswa 100 belum mencapai
taraf ketuntasan sesuai dengan standar yang ditetapkan oleh sekolah. Hal ini memang wajar,
karena materi ini belum pernah diajarkan kepada siswa sebelumnya. Dengan demikian, seluruh
indikator
yang dikembangkan
dari standar
kompetensi harus diajarkan. Ada beberapa aspek yang berkaitan dengan
keadaan siswa selama proses KBM berlangsung yaitu :
Aspek Afektif
Aspek afektif siswa berhubungan dengan penilaian sikap siswa terhadap mata pelajaran dan
proses pembelajaran
dengan menggunakan
Pendekatan Pembelajaran
Sains Teknologi
Masyarakat STM. Selama KBM dapat dilihat bahwa sikap yang ditunjukkan setiap siswa berbeda-
beda dalam mengikuti pelajaran sehingga kualifikasi yang diperoleh berbeda pula. Pada lembaran afektif
komponen yang dinilai adalah sikap partisipasi aktif dalam kelompok dimana siswa terlibat, mengajukan
pertanyaan, memberikan saran dan pendapat, memberikan solusi dalam pemecahan masalah serta
sikap dalam menghargai pendapat teman. Pada Tabel 4 terlihat sebanyak 24 siswa responnya sangat baik
pada saat KBM berlangsung, 8 siswa responnya baik, 32 siswa responnya cukup dan 36 siswa
gagal. Pencapaian kualifikasi ini disebabkan karena pada proses pembelajaran siswa mampu merespon
dengan baik proses yang berlangsung. Ini dilihat dari bagaimana partisipasi aktif siswa dalam kelompok
dimana siswa terlibat, mengajukan pertanyaan, memberikan saran dan pendapat, memberikan solusi
dalam pemecahan masalah serta sikap dalam menghargai pendapat teman. Namun ada juga siswa
yang terkesan cuek dan santai dalam mengikuti pembelajaran, sehingga sebagian dari 36 siswa
memproleh kualifikasi gagal. Aspek Psikomotor
Pencapaian pada Tabel 5 menggambarkan persentase proses pada aspek psikomotor. Penilaian
proses ini berhubungan dengan keterampilan selama proses
pembelajaran dengan
menggunakan Pendekatan
Pembelajaran Sains
Teknologi Masyarakat. Pada lembaran psikomotor komponen
yang dinilai pada saat KBM adalah keterampilan memberikan penjelasan kepada teman, keterampilan
mempresentasikan hasil diskusi dan keterampilan menyampaikan pendapat dan solusi. Dari tabel hasil
dapat dilihat bahwa siswa secara individual sudah mampu memenuhi sebanyak 60 ketuntasan belajar,
sementara 40 lainnya dinyatakan gagal, hal ini dikarenakan masih ada siswa yang kurang terampil
dan terkesan pasif didalam kelas. Selain itu siswa belum percaya diri pada saat mempresentasikan hasil
diskusi, memberikan solusi dan memberikan penjelasan kepada teman.
Aspek Kognitif
Tabel 7 menggambarkan skor perolehan dan
pencapaian siswa pada aspek kognitif. Keberhasilan siswa pada aspek kognitif dilihat dari pencapaian
proses melalui lembar kerja siswa LKS dan Tes Formatif, dimana siswa dapat menyelesaikannya.
Selanjutnya hasil penilaian LKS dan tes formatif dijumlahkan kemudian dibagi 2 maka akan diperoleh
nilai pada komponen kognitif.
Pada LKS semua siswa mampu memenuhi kualifikasi penilaian ketuntasan belajar dengan
persentase 100. Mereka baik secara individual maupun kelompok berhasil walaupun dengan
ketegori yang berbeda-beda. Sedangkan penilaian pada tes formatif menggambarkan siswa mampu
menyelesaikan soal-soal walaupun hasil yang diperoleh berbeda-beda. Ketuntasan belajar pada tes
formatif mencapai persentase 68, dimana sebanyak 6 siswa dengan persentase 24 mampu
menguasai indikator pembelajaran dengan kategori sangat baik, sebanyak 7 siswa dengan persentase
28 mampu menguasai indikator dengan kategori baik, dan sebanyak 4 siswa dengan persentase 16
mampu menguasai indikator dengan kategori cukup, namun masih terdapat 8 siswa dengan persentase
32 yang belum mampu menguasai indikator belajar mengajar dan dinyatakan gagal.
Dari total skor pencapaian LKS dan tes formatif yang dibagi dua, maka dapat dilihat bahwa
siswa yang berhasil menguasai indikator penilaian aspek kognitif. Pada aspek kognitif, sebanyak 7 orang
siswa dengan persentase 28 dengan kualifikasi sangat baik , siswa yang berhasil menguasai indikator
dengan katagori baik 10 siswa dengan persentase 40, sementara 5 siswa dengan persentase 20
pada katagori cukup, Namun segala hal yang telah diupayakan oleh peneliti dalam proses pembelajaran
10 20
30 40
50 60
70 80
90 100
Afektif Psikomotor
Kognitif Aspek
64 60
88 64
60 88
P er
s ent
a s
e
RATA-RATA HASIL BELAJAR SISWA KELAS VIII
2
ISBN: 978-602-72071-1-0 masih terdapat 12 gagal dalam menguasai
indikator yang telah diajarkan, hal ini diakibatkan siswa tidak merespon baik pada saat proses
pembelajaran berlangsung.
Hasil belajar yang diperoleh walaupun masing-masing berbeda, namun dalam proses belajar
mengajar ini mampu membuat siswa terlibat langsung dengan kelompoknya didalam kelas serta
lingkungan siswa
berasal sehingga
tercipta pengalaman belajar yang memberi kesan kepada
siswa. Langkah-langkah
pembelajaran dalam
Pendekatan Pembelajaran
Sains Teknologi
Masyarakat STM membuat siswa bertanggung jawab memecahkan masalah-masalah yang sedang
aktual dimasyarakat
bersama, mengaitkan
pembelajaran dengan lingkungan siswa berasal, dan memberikan solusi dari masalah tersebut serta
menerapkan pembelajaran
yang diperoleh
dilingkungan siswa berasal, sehingga sebagian dari mereka mampu memenuhi kualifikasi penilaian aspek
kognitif. Profil hasil belajar siswa yang meliputi
kognitif, afektif dan psikomotor ditampilkan dalam bentuk visualisasi grafis yang biasa dikenal dengan
sebutan Profil Hasil Belajar. Profil hasil belajar ditampilkan dalam bentuk diagram batang yang
menjelaskan tentang hal yang dilukiskan dalam hal ini kemampuan siswa serta angka-angka yang
menunjukan pencapaian siswa baik secara klasikal maupun individual. Ini sesuai dengan yang dijelaskan
dalam Sudijono 2010;461, bahwa profil hasil belajar peserta didik pada umumnya dituangkan
dalam bentuk diagram batang grafik balok = barchart
, atau dalam bentuk diagram garis. Dalam hubungan ini, pada sumbu horizontal grafik abscis
ditempatkan gejala-gejala yang akan dilukiskan grafiknya, seperti mata pelajaran atau bidang studi
tertentu, atau gejala-gejala psikologis lainnya. Sedangkan
pada sumbuh
vertical ordinat
dicantumkan angka-angka yang melambangkan frekuensi, persentase, angka rata-rata dan sebagainya.
Pencapaian aspek afektif dilukiskan dengan diagram batang berwarna biru, aspek psikomotor dilukiskan
dengan diagram batang berwarna merah, serta aspek kognitif dengan hijau muda. Tingkat pencapaian
masing-masing digambarkan dalam profil hasil belajar lampiran 18. Hal ini terlihat bahwa rata-rata
pencapaian hasil belajar setiap aspek berada pada batas ketuntasan baik individu maupun klasikal, baik
aspek kognitif, psikomotor maupun afektif.
Berdasarkan hasil penelitian terlihat sikap siswa baik selama proses belajar mengajar
berlangsung masih terlihat sifat-sifat tidak mau peduli dengan keadaan, acuh tak acuh, serta malu-malu.
Akan tetapi rata-rata pencapaian belajar siswa diatas batas ketuntasan karena banyak juga diantara siswa
yang benar-benar fokus dan aktif ketika pembelajaran berlangsung. selain itu siswa memiliki kreativitas
yang lebih tinggi, keperdulian terhadap masyarakat dan
lingkungan lebih
besar, lebih
mudah mengaplikasikan konsep-konsep yang dipelajari
untuk kebutuhan
masyrakat, dan
memiliki kecenderungan untuk mau berpartisipasi dalam
kegiatan menyelesaikan masalah dilingkungannya poedjiadi.A, 2010 : 137. Ini menunjukan bahwa
dengan menggunakan pendekatan pembelajaran sains teknologi masyarakat STM dalam kegiatan belajar
mengajar pada kelas VIII SMP Negeri 1 Seram Utara dapat membantu siswa dalam pencapaian hasil
belajar fisika materi Pesawat Sederhana. PENUTUP
Simpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, maka penulis dapat menyimpulkan bahwa data profil
hasil belajar siswa menunjukan bahwa dengan menggunakan Pendekatan Pembelajaran Sains
Teknologi Masyarakat dapat membantu siswa mencapai standar ketuntasan belajar minimum. Hal
ini terlihat dari gambar profil hasil belajar siswa SMP Negeri 1 Seram Utara. Dari kesimpulan tersebut
dapat diuraikan menjadi beberapa kesimpulan sebagai berikut:
Kemampuan awal siswa pada materi pesawat sederhana
sebelum diajarkan
menggunakan pendekatan pembelajaran STM pada proses belajar
mengajar sangat rendah, dari data diperoleh 100 siswa dinyatakan gagal.
Pada aspek kognitif yang diperoleh dari LKS dan Tes Formatif, dengan menggunakan pendekatan
pembelajaran STM 28 ketuntasan belajar siswa dengan kualifikasi sangat baik, sebanyak 40
siswa dengan kualifikasi baik, sedangkan 20 siswa berada pada kualifikasi cukup dan 12 siswa
dinyatakan gagal dalam menguasai materi pesawat sederhana.
Pada aspek afektif diperoleh 24 siswa merespon dengan kualifikasi sangat baik, 8 juga
merespon dengan kualifikasi baik saat kegiatan belajar mengajar berlangsung, 32 merespon
dengan kualifikasi
cukup sementara
36 dinyatakan gagal dalam pembelajaran.
Pada aspek psikomotor diperoleh 8 ketuntasan belajar siswa dengan kualifikasi sangat
baik, 4 ketuntasan belajar siswa dengan kualifikasi baik, 48 ketuntasan belajar siswa
diatas kualifikasi cukup, sedangkan 40 dinyatakan gagal karena tidak sungguh-sungguh pada saat proses
belajar mengajar berlangsung.
Profil hasil belajar ditampilkan dalam bentuk diagram batang yang menunjukan pencapaian untuk
ketiga aspek baik pencapaian secara klasikal maupun individual,
dimana terlihat
bahwa rata-rata
pencapaian hasil belajar setiap aspek berada pada ketuntasan dengan kualifikasi baik pada aspek
kognitif sementara afektif dan psikomotor berada pada kualifikasi cukup.
Saran
Berdasarkan pengalaman selama mengadakan penelitian maka penulis menyarangkan bagi guru
ISBN: 978-602-72071-1-0 yang
melaksanakan pembelajaran
dengan menggunakan
pendekatan pembelajaran
sains teknologi masyarakat hendaknya mengolah kegiatan
belajar yang menyenangkan dan meningkatkan kepercayaan diri siswa agar mereka mampu
menguasai diri serta bisa memiliki pengalaman belajar dan mampu berbagi pengetahuan dengan
teman kelompoknya. selain itu siswa memiliki kreativitas yang lebih tinggi, keperdulian terhadap
masyarakat dan lingkungan lebih besar, lebih mudah mengaplikasikan konsep-konsep yang dipelajari
untuk
kebutuhan masyarakat,
dan memiliki
kecenderungan untuk mau berpartisipasi dalam kegiatan menyelesaikan masalah dilingkungannya.
Kemudian untuk
pembaca yang
hendaknya melakukan penelitian dengan pendekatan yang sama
dan mengharapkan hasilnya jauh lebih baik dari yang saya dapatkan, maka disarankan memilih sekolah
SMA untuk dijadikan sampel penelitian.
DAFTAR PUSTAKA Arikunto, S. 2010.Prosedur Penelitian. Jakarta :
Rineka Cipta.
Nurohman.S. 2010. Penerapan Pendekatan sains-
teknologi-masyarakat STM
Dalam pembelajaran IPA sebagai upaya peningkatan
Life skills
peserta didik.
Yogyakarta. http:shobru.files.wordpress.com200808life-
skills.pdf diakses 13 Februari 2011. Poedjiadi.A. 2010. Sains Teknologi Masyarakat :
Model Pembelajaran Kontekstual Bermuatan
Nilai. Bandung: Remaja Rosdakarya.
Sardiman, AM. 2005. Interaksi dan Motivasi Belajar. Jakarta : PT Rineka Cipta.
Slameto, 2003. Belajar dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhinya
. Jakarta : Rineka Cipta. Sudjana, Nana. 2004. Penilaian Hasil Proses Belajar
Mengajar. Bandung : Remaja Rosdakarya. Sudijono, A. 2010. Pengantar Evaluasi Pendidikan.
Jakarta : PT Rineka Cipta. Tranggono A. dkk. 2004. Fisika Ia Untuk Kelas 1
SMU, Jakarta, Bumi Aksara Tim IPA SMP MTS. 2007. Ilmu Pengetahuan
Alam 2 . Jakarta : Galaxi Puspa Mega
Widyatiningtyas. 2009. Pembentukan Pengetahuan Sains, Teknologi dan Masyarakat dalam
Pandangan Pendidikan IPA. EDUCARE: Jurnal
Pendidikan dan
Budaya .
http:educare.e-fkipunla.net. diakses
14 Februari 2011.
ISBN: 978-602-72071-1-0
PENERAPAN STRATEGI PEMBELAJARAN AKTIF TIPE PREDICTION
GUIDE DALAM PEMBELAJARAN FISIKA DI SMA
Diah Tri Wahyuni
1
Dimas Fawaid
2
Andik Kurniawan
3
1,2,3
Pendidikan IPA, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Jember E-mail: diahtriwahyunifahishgmail.com
ABSTRAK
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan tingkat keterampilan proses sains siswa selama pembelajaran menggunakan pendekatan strategi pembelajaran aktif tipe prediction guide dalam
pembelajaran fisika di SMA dan untuk mengkaji pengaruh penerapan strategi pembelajaran aktif tipe prediction guide
terhadap hasil belajar fisika siswa di SMA. Jenis penelitian ini adalah penelitian eksperimen dengan metode purposive sampling area. Penelitian ini dilakukan di SMA Muhammadiyah 3
Jember. Penentuan responden penelitian dilakukan berdasarkan hasil uji homogenitas. Desain penelitian menggunakan desain control-group post test only. Teknik pengumpulan data menggunakan dokumentasi,
observasi, LKS, wawancara, tes, dan portofolio. Teknik analisa data untuk menjawab permasalahan yang pertama adalah dengan menggunakan lembar observasi dan portofolio keterampilan proses sains siswa.
Teknik analisa data untuk menjawab permasalahan kedua adalah menggunakan independen sample t-test. Berdasarkan hasil t-test dengan bantuan independent sample t-test diperoleh nilai sig. 0,0090,05. Ho
ditolak dan Ha diterima, artinya bahwa terdapat perbedaan yang signifikan antara hasil belajar fisika siswa dengan menggunakan strategi pembelajaran aktif tipe prediction guide daripada hasil belajar fisika
siswa dengan menggunakan strategi pembelajaran yang biasa dilakukan oleh guru. Keterampilan proses sains siswa selama mengikuti pembelajaran fisika dengan menggunakan strategi pembelajaran aktif tipe
prediction guide
tergolong dalam kategori baik sesuai dengan persentase sebesar 75-100.
Kata kunci
: strategi pembelajaran aktif tipe prediction guide, hasil belajar, dan keterampilan proses sains
ABSTRACT
The purpose of this study was to find out the science process skills of students during the following lesson using active learning strategy with prediction guide type on learning physics and to
assessing the impact of the application of active learning strategy with prediction guide type on physics learning outcomes of
students in senior high school . This type of research is the study of experiments, research and determined
using the method of purposive sampling area. This research was carried out in Senior High School Muhammadiyah 3 Jember. The respondents determined after research carried out a test of its
homogeneity. Design research using the control-group post test only design. Data collection techniques are documented, observation, worksheet, interviews, tests, and portfolio. Data analysis techniques to
answer the first problem is by using the observation sheet and portfolio of science process skills of students. Data analysis techniques to answer the second problem is use a t-test is using independent
sample t test. Based on the results of the test t with the help of Independent-Sample T-test results obtained by the value of the sig. 0,009 0.05
Ho is rejected and Ha accepted , meaning that there is a significant
difference between the results of learning physics students using active learning strategy with prediction
guide type commonly used by the teacher. Science process skills of students during the following lesson
by using active learning strategy with prediction guide type
is good due to the large percentage on any gathering of between 75-100.
Keyword:
active learning strategy with prediction guide type , learning result, and science process skills.
ISBN: 978-602-72071-1-0 PENDAHULUAN
Pembelajaran IPA sangat berperan penting dalam proses pendidikan dan perkembangan teknologi, karena
pembelajaran IPA dapat membangkitkan minat dan kemampuan individu dalam pengembangan IPTEK serta
pemahaman tentang semesta alam yang memiliki banyak fakta dan masih bersifat rahasia sehingga hasil
penemuannya dapat dikembangkan menjadi ilmu baru dan dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari. Oleh
karena itu pendidikan IPA memiliki peran penting dalam meningkatkan mutu pendidikan sesuai dengan tantangan
pendidikan di era globalisasi.
Salah satu bagian dari ilmu IPA yang sangat penting adalah ilmu fisika. Menurut Druxes dalam
Handono, 2008:151 fisika merupakan bagian dari IPA atau sains yang menerangkan fenomena-fenomena dan
kejadian-kejadian alam, serta berusaha memecahkan persoalannya melalui pengalaman dan gambaran pikiran
manusia. Sehingga tujuan pembelajaran fisika di lembaga sekolah yaitu memberikan bekal pengetahuan tentang
fisika,
kemampuan dalam
keterampilan, proses
meningkatkan kreatifitas, dan sikap ilmiah untuk menghasilkan karya teknologi sederhana yang berkaitan
dengan kebutuhan manusia sekarang Bektiarso, 2004:56. Dengan demikian proses pembelajaran fisika
bukan hanya memahami konsep-konsep fisika, tetapi juga mengajar siswa berpikir konstruktif melalui fisika
sebagai keterampilan proses sains KPS, sehingga pemahaman siswa terhadap hakikat fisika menjadi
utuh, baik sebagai proses maupun sebagai produk.
Hakikat belajar pada kurikulum 2013 lebih ditekankan untuk memperkuat kompetensi siswa dari sisi
pengetahuan, keterampilan dan sikap secara utuh. Proses pencapaiannya melalui pembelajaran sejumlah mata
pelajaran yang dirangkai sebagai suatu kesatuan yang saling mendukung pencapaian kompetensi tersebut.
Dengan kurikulum baru ini, guru akan mengajar dengan siswa yang lebih aktif, karena proses pembelajaran
te
matik integratif, siswa tidak hanya “diberi tahu oleh guru”, melainkan lebih “mencari tahu”, dari berbagai
sumber pengahuan.
Inilah hakikat
pendekatan pembelajaran saintifik, yang menjadi inti pembelajaran
versi Kurikulum 2013. Pendekatan pembelajaran pendekatan saintifik, dapat diuraikan sebagai berikut: 1
peserta didik dibasakan mengamati, 2 dalam proses mengamati tersebut, peserta didik didik juga dilatih untuk
dapat menanyakan, 3 menalar, 4 mencoba, 5 menciptakan, dan terakhir 6 mengomunikasikan tentang
hasil pengamatan. Keseluruhan pendekatan saintifik peserta didik dibiasakan untuk melakukan kreativitas.
Suparlan, 2014: 1. Dengan demikian, guru dituntut untuk
menekankan pendekatan pembelajaran saintifik ini dalam pembelajaran di kelas.
Perubahan kurikulum ini diharapkan dapat meningkatkan mutu pembelajaran fisika secara khusus.
Salah satu upaya untuk mengatasi masalah peningkatan mutu dalam pendidikan sains atau fisika yang mengacu
pada kurikulum 2013 tersebut adalah dengan menerapkan pembelajaran yang menitikberatkan pada keterampilan-
keterampilan tertentu seperti keterampilan dalam mengenali variabel, membuat tabel data, membuat grafik,
keterampilan mengumpulkan dan mengolah data, serta keterampilan dalam bereksperimen. Keterampilan-kete-
rampilan ini dinamakan keterampilan proses sains. Dengan demikian, pembelajaran akan lebih menitik-
beratkan kepada siswa dan siswa aktif dalam mengikuti kegiatan belajar mengajar. Seorang pendidik juga perlu
menerapkan sebuah strategi pembelajaran yang mengarahkan siswa untuk berperan aktif dan menggali
potensi yang ada pada dirinya sendiri.
Atas dasar pemikiran tersebut maka strategi pembelajaran yang perlu dikembangkan adalah dengan
penekanan pada kegiatan belajar siswa aktif. Salah satu strategi yang menekankan pada kegiatan belajar siswa
aktif adalah strategi pembelajaran aktif tipe prediction guide
. Menurut Zaini 2008 : 4, strategi pembelajaran aktif tipe prediction guide merupakan strategi
pembelajaran yang digunakan untuk melibatkan siswa di dalam proses pembelajaran secara aktif dari awal sampai
akhir pelajaran. Dalam strategi ini siswa diminta untuk menebak apa saja kira-kira yang akan mereka dapatkan
dalam pembelajaran nanti. Selain membuat siswa aktif dari awal hingga akhir pelajaran, strategi ini juga
menuntun siswa untuk memiliki keterampilan proses sains selama pelajaran berlangsung. Hal ini disebabkan
karena pada penerapannya, strategi ini menggunakan beberapa metode yang dapat menumbuhkan keterampilan
proses sains siswa. Dengan demikian, tidak hanya hasil belajar yang meningkat, tapi daya ingat siswa pada
pelajaran akan sangat kuat karena selain terlibat dari awal hingga akhir, siswa juga mengalami langsung konsep
yang diajarkan. Oleh karena itu, strategi ini sangat baik untuk diterapkan dalam pembelajaran fisika
Tujuan penelitian ini adalah untuk 1
Mendeskripsikan tingkat kete-rampilan proses sains siswa selama pembelajaran menggunakan strategi
pembelajaran aktif tipe prediction guide dalam pembelajaran fisika di SMA, 2 Mengkaji pengaruh
penerapan strategi pembelajaran aktif tipe prediction guide
terhadap hasil belajar fisika siswa di SMA.
METODE PENELITIAN
Penelitian ini
dilaksanakan di
SMA Muhammadiyah 3 Jember. Jenis penelitian yang
dilakukan adalah penelitian eksperimen, dan tempat penelitian ditentukan dengan menggunakan metode
purposive sampling
area . Responden penelitian
ditentukan setelah dilakukan uji homogenitas. Penentuan sampel penelitian dilakukan dengan cluster random
sampling terhadap 4 kelas.
Desain penelitian menggunakan control-group post test only design.
Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah observasi, dokumetasi, LKS, wawancara, tes, dan
portofolio. Teknik analisa data untuk menjawab permasalahan pertama adalah dengan menggunakan
analisis deskriptif keterampilan proses sains siswa berupa lembar observasi dan portofolio keterampilan proses
sains siswa. Teknik analisa data untuk menjawab permasalahan kedua yaitu dengan menggunakan uji t
ISBN: 978-602-72071-1-0 yaitu menggunakan independent sample t test terhadap
nilai post-test siswa. HASIL DAN PEMBAHASAN
Penelitian ini
dilaksanakan di
SMA Muhammadiyah 3 Jember pada siswa kelas X semester
ganjil tahun ajaran 2014-2015 mulai tanggal 18 November 2014 sampai 24 November 2014. Populasi
penelitian diambil dari seluruh kelas X IPA yang terdiri dari 4 kelas yaitu adalah kelas X IPA 1, X IPA 2, X IPA
3, dan X IPA 4. Sebelum melakukan pengambilan sampel, dilakukan uji homogenitas dengan uji one-way
ANOVA
menggunakan SPSS 17 terhadap populasi kelas X IPA yang bertujuan untuk mengetahui apakah sampel
memiliki varian yang sama pada mata pelajaran fisika. Data yang digunakan untuk uji homogenitas adalah nilai
ulangan harian pada pokok bahasan sebelumnya. Pada output SPSS untuk uji homogenitas diperoleh nilai sig. =
0.07 lebih besar dari
sehingga dapat disimpulkan bahwa data yang ada adalah homogen. Hal
ini berarti bahwa tingkat kemampuan fisika siswa kelas X IPA SMA Muhammadiyah 3 Jember sebelum diadakan
penelitian adalah sama homogen. Penentuan sampel penelitian selanjutnya dilakukan dengan menggunakan
metode cluster random sampling terhadap 4 kelas untuk diambil 2 kelas sebagai sampel penelitian. Kelas yang
menjadi sampel penelitian adalah kelas X IPA 3 sebagai kelas eksperimen dan kelas X IPA 4 sebagai kelas
kontrol.
Keterampilan proses sains KPS siswa selama menggunakan strategi pembelajaran aktif tipe prediction
guide pada pembelajaran fisika diamati dengan
menggunakan instrumen lembar penilaian KPS, yang meliputi lembar observasi dan portofolio berupa isian
LKS. Pengamatan dilakukan oleh 2 orang pengamat dengan jumlah siswa sebanyak 36 siswa. Dari lembar
penilaian KPS diperoleh data seperti pada Tabel 1:
Tabel 1. Skor Keterampilan Proses Sains Siswa
Setiap Indikator No
Indikator Keterampil
an Proses Sains
Persentase Rata
-rata
P-1 P-2 P-3
1 Mengiden- tifikasi
variabel 83,3 100
83,3 88,9
2 Membuat Tabel
100 100 100
100 3 Mengum-
100 100 100
100 pulkan dan
mengolah data
4 Menyim- pulkan
83,3 58,3 83,3
75 5 Merang-
kai alat percobaan
100 100
100 100
6 Mengguna kan alat
dan mengukur
100 100
100 100
7 Bertanya 25 36,1 20,8 27,3
8 Menjawab pertanyaan
22,2 20,8 20,8
21,3
Jumlah 614
615 608
613 Rata-
rata 77
77 76
77
Pada Tabel 1 dapat diketahui bahwa persentase dua dari delapan indikator keterampilan proses sains pada
pertemuan 2 mengalami penurunan dari pertemuan 1, yaitu indikator menyimpulkan dan menjawab pertanyaan.
Namun, pada pertemuan ketiga indikator menyimpulkan meningkat dan indikator menjawab pertanyaan konstan.
Indikator mengidentifikasi variabel dan bertanya pada pertemuan 3 mengalami penurunan dari pertemuan 2.
Sedangkan indikator membuat tabel, mengumpulkan dan mengolah data, merangkai alat percobaan, dan
menggunakan alat dan mengukur cenderung konstan, memiliki persentase yang sama pada pertemuan 1 dan 2.
Indikator-indikator konstan ini juga memiliki persentase tertinggi
jika dibandingkan
dengan indikator
keterampilan proses sains siswa yang lain, yaitu 100. Sedangkan keterampilan proses sains yang memiliki
persentase paling rendah adalah menjawab pertanyaan, sebesar 22,22 pada pertemuan 1, mengalami
penurunan 20,83 pada pertemuan 2, dan konstan pada pertemuan 3 sebesar 20,83 dengan persentase rata-rata
21,29 . Berdasarkan persentase rata-rata dari pertemuan 1, 2, dan pertemuan 3, urutan indikator keterampilan
proses sains siswa dari persentase terendah ke persentase tertingggi adalah menjawab pertanyaan, bertanya,
menyimpulkan, mengidentifikasi variabel, membuat tabel, mengumpulkan dan mengolah data, merangkai alat
percobaan, dan menggunakan alat dan mengukur.
Berikut adalah gambar yang menunjukkan analisis terhadap keterampilan proses sains siswa untuk setiap
indikator pengamatan :
ISBN: 978-602-72071-1-0
Gambar 1 : Analisis Keterampilan Proses Sains Siswa untuk Setiap Indikator Pengamatan
Pada Gambar 1 juga dapat diketahui bahwa pertemuan pertama, kedua dan ketiga terdapat
beberapa indikator yang meningkat dan ada pula yang mengalami penurunan. Indikator aktivitas belajar siswa
yang memiliki rata-rata tertinggi yaitu pada indikator membuat tabel, mengumpulkan dan mengolah data,
merangkai alat, dan menggunakan alat dan mengukur sebesar 100. Hal ini menunjukkan bahwa siswa
sangat senang dan semangat dalam melakukan eksperimen. Sedangkan skor rata-rata terendah yaitu
pada indikator menjawab pertanyan yaitu sebesar 21,3, ini terjadi dikarenakan kondisi kelas yang ramai
pada saat percobaan menghabiskan waktu yang cukup lama, sehingga waktu untuk diskusi sangat singkat.
Singkatnya waktu untuk diskusi ini menyebabkan hanya ada beberapa siswa saja yang memiliki
kesempatan untuk bertanya dan menjawab pertanyaan. Itulah sebabnya kemampuan bertanya dan menjawab
pertanyaan masih rendah. Berdasarkan analisis hasil keterampilan proses sains siswa didapatkan rata-rata
hasil aktivitas belajar siswa yaitu pada pertemuan pertama sebesar 77 sedangkan pada pertemuan kedua
sebesar 77, dan pada pertemuan ketiga sebesar 76. Jika
dikonsultasikan dengan
kategori tingkat
keterampilan proses sains siswa dapat dikatakan bahwa keterampilan proses sains siswa pada pertemuan
pertama, kedua, dan ketiga dengan menggunakan strategi pembelajaran aktif tipe prediction guide berada
dalam kategori baik karena berada pada rentang 75- 100.
Data mengenai hasil belajar fisika siswa kelas eksperimen dan kelas kontrol diperoleh dari nilai post-
test. Ringkasan data nilai hasil belajar fisika siswa sebagai berikut.
Tabel 2. Ringkasan Data Hasil Belajar Fisika Siswa
Kelas Eksperimen
Kelas Kontrol
Jumlah Siswa 36
35 Mean
74,11 68,51
Nilai Maximum
90 88
Nilai Minimum
57 47
Ditinjau secara keseluruhan, nilai post-test tertinggi diperoleh siswa kelas eksperimen, yaitu 90
dan nilai terendah diperoleh siswa kelas kontrol, yaitu 47. Rata-rata nilai post-test yang diperoleh pada kelas
kontrol dan eksperimen dapat dilihat pada Gambar 2 Diagram Rata-rata Hasil Belajar Fisika Siswa:
0.00 10.00
20.00 30.00
40.00 50.00
60.00 70.00
80.00 90.00
100.00 pertemuan 1
pertemuan 2 pertemuan 3
10 20
30 40
50 60
70 80
Eksperimen Kontrol
74.11 68.51
Rata-rata Nilai Post-test
ISBN: 978-602-72071-1-0
Gambar 2. Diagram Rata-Rata Hasil Belajar Fisika
Siswa
… …………………. Sebelum menggunakan Independent Sample t-
test dengan pengujian hipotesis pihak kanan perlu
dilakukan uji normalitas tehadap data dengan tujuan untuk mengetahui apakah data yang diperoleh
terdistribusi normal atau tidak. Setelah data bersifat normal, maka dapat dilanjutkan dengan perhitungan
dengan uji t. Berdasarkan hasil uji t den gan bantuan Independent-Sample T-test
didapatkan hasil yaitu nilai sig. 0,009 0,05 maka Ho ditolak dan Ha diterima,
artinya ada perbedaan yang signifikan antara hasil belajar fisika siswa yang menggunakan strategi
pembelajaran aktif tipe prediction guide dengan strategi atau model pembelajaran yang biasa digunakan guru.
Pada hasil penelitian didapatkan adanya perbedaan rata- rata hasil belajar yang didapat dari nilai post test antara
kelas eksperimen dan kelas kontrol. Pada kelas eksperimen nilai rata-rata yang didapat yaitu 74,11 dan
pada kelas kontrol yaitu 68,51. Hal tersebut menunjukkan bahwa hasil belajar siswa yang
menggunakan
strategi pembelajaran
aktif tipe
prediction guide lebih baik dari pada siswa yang
menggunakan strategi atau model yang biasa dipakai oleh guru. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian
sebelumnya yang dilakukan oleh Prayudha 2012 yang menyimpulkan bahwa rata-rata hasil belajar dengan
menggunakan
strategi pembelajaran
aktif tipe
prediction guide lebih tinggi dari pada siswa yang tidak
menggunakan strategi tersebut. Adanya perbedaan nilai rata-rata hasil belajar
antara kelas eksperimen dan kelas kontrol karena pada kelas eksperimen menggunakan strategi pembelajaran
aktif tipe prediction guide yang sesuai dengan teori yang sudah dikemukakan pada pada tinjauan pustaka
bahwa strategi pembelajaran aktif tipe prediction guide dapat memberikan pemahaman konsep materi kepada
siswa karena siswa dituntut untuk menyusun prediksi materi dan menilai kembali prediksi mereka di akhir
pembelajaran. Pada strategi pembelajaran aktif tipe prediction guide
siswa juga bekerja sama dalam kelompok untuk membuktikan kebenaran prediksi yang
telah mereka susun sebelumnya. Selain itu saat pembelajaran digunakan metode eksperimen yang
membuat siswa melakukan percobaan dan mengamati suatu hal secara langsung yang berkaitan dengan materi
yang diajarkan sehingga siswa membuktikan sendiri prediksi mereka.
Dari hasil wawancara dengan guru bidang studi fisika dan dua orang siswa dari kelas eksperimen dapat
diketahui tanggapan positif mereka terhadap penerapan strategi pembelajaran aktif tipe prediction guide. Guru
bidang studi fisika SMA Muhammadiyah 3 Jember, Bapak Agung Sedayu, S.Pd, menyatakan bahwa strategi
ini cocok diterapkan di SMA Muhammadiyah 3 Jember. Siswa jadi termotivasi untuk memprediksi
terlebih dahulu, kemudian mereka juga antusias dalam eksperimen karena mereka ingin menguji kebenaran
prediksi mereka sebelumnya. Keterampilan proses sains siswa juga sangat baik, terlihat selama kegiatan
eksperimen berlangsung dan hasil belajar siswa. Beliau memberikan saran agar strategi pembelajaran aktif tipe
prediction guide ini lebih dikembangkan lagi untuk bab-bab fisika yang lain. Sedangkan siswa kelas
eksperimen mengaku senang selama mengikuti pembelajaran
dengan menggunakan
strategi pembelajaran aktif tipe prediction guide ini. Siswa
menyadari bahwa mereka bisa belajar fisika berdasarkan contoh-contoh kehidupan sehari-hari
dimana pada LKS ini tertulis dalam prediksi. Siswa bersemangat saat melakukan kegiatan eksperimen,
karena siswa lebih mudah memahami materi fisika yang dipelajari.
Penelitian ini juga mengalami beberapa kendala. Kondisi kelas yang ramai, membuat peneliti kesulitan
mengkondisikan kelas.
Akibatnya, pelaksanaan
penelitian tidak sesuai dengan alokasi waktu yang direncanakan. Pada pertemuan pertama dan kedua,
kegiatan percobaan menghabiskan waktu yang lebih lama dari rencana, sehingga tahap diskusi berlangsung
sangat singkat. Namun pada pertemuan ketiga, peneliti mulai dapat mengkondisikan siswa untuk lebih tertib
saat percobaan, sehingga tahap ini tidak menghabiskan waktu yang lebih lama. Selain itu, kondisi hujan saat
pembelajaran berlangsung juga cukup mengganggu konsentrasi siswa. Namun, semua kendala tersebut
dapat diatasi melalui pengaturan waktu yang lebih baik. PENUTUP
Simpulan
Berdasarkan hasil dan pembahasan, maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut: 1 Keterampilan
proses sains siswa selama mengikuti pembelajaran menggunakan
strategi pembelajaran
aktif tipe
prediction guide dalam pembelajaran fisika di SMA
dengan pokok bahasan gerak melingkar beraturan termasuk dalam kategori baik. 2 Strategi
pembelajaran aktif tipe prediction guide berpengaruh signifikan terhadap hasil belajar fisika siswa dalam
pembelajaran fisika di SMA. Saran
Berdasarkan kesimpulan di atas disarankan apabila menerapkan strategi pembelajaran aktif tipe
prediction guide ini hendaknya guru lebih membimbing
siswa selama proses pembelajaran agar KBM dapat berjalan dengan baik dan lebih efektif serta tujuan
pembelajaran dapat tercapai. DAFTAR PUSTAKA
Bektiarso, S. 2004. Penggunaan Model Quantum
TeachingQT dalam Pembelajaran Fisika di SLTA. Jurnal Saintifika, No. 1, Vol. 5:178-
187. Handono, Sri. 2008. Penerapan Model Science
Education Quality Improvement Project SEQIP dalam Meningkatkan Pemahaman
Fisika pada Mata Kuliah Pendidikan IPA. Jurnal Saintifika,
No.2.Vol. 9:149-162 Prayudha, Sefna, Delsi. 2012. Pengaruh penerapan
Strategi pembela-jaran Aktif Tipe
Prediction Guide Terhadap Pemahaman Konsep Matematis Siswa Kelas VIII SMPN I
Sijunjung Tahun Pelajaran 20122013. Jurnal
ISBN: 978-602-72071-1-0 Pengajaran MIPA, Vol. 14, No. 5, Oktober
2012. Suparlan, 2014. Reorientasi Tujuan Pendidikan
Nasional Kita.
http:Suparlan.com 20140412tujuan-pendidikan. [29 Oktober
2014] Zaini, H., dkk. 2008. Strategi Pembelajaran Aktif.
Yogyakarta :
Pustaka Insan
Madani
ISBN: 978-602-72071-1-0
PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE GROUP INVESTIGATION
DENGAN MULTIMEDIA CD INTERAKTIF PADA PEMBELAJARAN FISIKA BERBASIS
LABORATORIUM VIRTUAL DI SMA MA
Ahmad Hariadi
1
Muh. Zainuri
2
Fajar Lailatul M
3
1,2,3
Mahasiswa Program Studi Magister Pendidikan IPA FKIP Universitas Jember E-mail: Ahmad_hariadi71ymail.com
ABSTRAK
Model pembelajaran yang berorientasi pada konstruktivistik salah satunya yaitu model pembelajaran kooperatif. Tujuan dari penelitian ini adalah menganalisis pengaruh penerapan model kooperatif tipe GI
dengan multimedia CD interaktif pada pembelajaran fisika berbasis laboratorium virtual terhadap hasil belajar dan aktivitas belajar siswa. Jenis penelitian ini merupakan penelitian eksperimen, yang
dilaksanakan di MA Modern Al Islam. Sampel penelitian didapatkan melalui random cluster sampling dimana X2 merupakan kelas eksperimen dan X3 merupakan kelas kontrol. Desain Penelitian
menggunakan pre-test post-test control design. Metode Pengumpulan data melalui observasi, dokumentasi, tes, dan wawancara. Analisis Data menggunakan uji-t dengan SPSS 20. Berdasarkan
analisis hasil belajar dengan signifikansi uji-t= 0.00 dan
α=0.05 berarti bahwa Sigα yaitu H
o
ditolak dan H
a
diterima maka peningkatan hasil belajar pada kelas eksperimen lebih baik daripada kelas kontrol, sehingga dapat disimpulkan bahwa penerapan model pembelajaran kooperatif tipe GI dengan multimedia
CD interaktif pada pembelajaran fisika berbasis laboratorium virtual berpengaruh terhadap peningkatan hasil belajar dan Aktivitas belajar siswa di SMA MA.
Kata Kunci
: model pembelajaran kooperatif, Multimedia CD Interaktif, Hasil belajar, dan aktivitas belajar.
ABSTRACT
Learning model that oriented the constructivist one of them is Cooperative Learning Model. The purpose of this research was to analyze the effect of the application cooperative learning model group
investigation with interactive multimedia CD at physics learning based on virtual laboratory on result of study and learning activities. This research was an experimental research, conducted at MA Modern Al
Islam. The samples with random cluster sampling were X2 as the experimental class and X3 as the control class. Research design using a pre-test post-test control design. Methods of data collection were
observation, documentation, test, and interview. The data analysis using independent sample t test with SPSS. From the analysis of test results obtained Sig t-
test= 0.00 with α=0.05 means Sigα that Ho was rejected and Ha accepted means increase result of study in experimental classes are better than the
control class, it can be concluded that the application of cooperative learning model group investigation with interactive multimedia CD based on virtual laboratory effect on result of study and students activity
in physics learning at Senior High School. Key words
: cooperative learning model, interactive multimedia CD, result of study, students activity.
PENDAHULUAN
Fisika merupakan bagian dari Ilmu Pengetahuan Alam IPA atau sains yang menerangkan berbagai gejala
dan kejadian alam, yang memungkinkan penelitian dengan percobaan, pengukuran apa yang didapat,
penyajian secara matematis dan berdasarkan peraturan- peraturan umum Brockhaus dalam Druxes, 1986.
Pembelajaran fisika di Sekolah Menengah Atas SMA atau setara dengan Madrasah Aliyah MA saat ini sering
mengalami beberapa kendala yaitu metode pembelajaran yang membuat siswa menjadi jenuh dalam belajar,
penggunaan media yang kurang tepat sehingga membuat kondisi kelas selalu pasif. Dalam wawancara terbatas
yang dilakukan oleh peneliti di SMAMA di Jember
ISBN: 978-602-72071-1-0 menunjukkan bahwa siswa masih sering mengeluhkan
fisika sebagai mata pelajaran yang sulit. Hal ini tampak dari perilaku siswa di kelas yang menunjukan sikap tidak
tertarik pada saat pembelajaran fisika berlangsung, seperti siswa mendiskusikan hal lain yang tidak ada
hubungannya dengan materi pembelajaran, sehingga kelas menjadi gaduh ketika guru menyampaikan materi.
Adanya aktivitas siswa yang rendah dalam pembelajaran fisika di SMAMA ternyata membawa dampak besar bagi
hasil belajar fisika siswa, yaitu rendahnya hasil belajar fisika siswa SMAMA dibandingkan dengan hasil belajar
mata pelajaran sains yang lain seperti biologi dan kimia. Berdasarkan data yang diperoleh peneliti dari
Kemendiknas Jember tahun 2015 mengenai rata-rata nilai ujian nasional fisika, kimia, dan biologi yaitu rata-rata
nilai ujian nasional fisika sebesar 6,13, rata-rata nilai ujian nasional mata pelajaran biologi sebesar 6,57, dan
rata-rata nilai ujian nasional mata pelajaran kimia adalah 6,84. Dari data tersebut, dapat disimpulkan bahwa mata
pelajaran fisika memiliki nilai rata-rata ujian nasional yang paling rendah diantara tiga mata pelajaran tersebut.
Guru sebagai pembimbing dalam proses pembelajaran memiliki peran yang sangat besar. Model
pembelajaran yang digunakan guru mempunyai peranan dalam pencapaian tujuan pembelajaran dan penumbuhan
minat belajar siswa. Kurangnya variasi dalam pembelajaran berkaitan dengan model dan metode
mengajar yang diterapkan, serta kurangnya penggunaan media pembelajaran yang dapat memperjelas gambaran
siswa tentang konsep dasar fisika juga berpengaruh pada ketertarikan siswa. Fisika tidak hanya berisi tentang
teori-teori atau rumus-rumus untuk dihafal, akan tetapi dalam fisika berisi banyak konsep yang harus dipahami
secara mendalam. Sesuai dengan sifat fisika yang empiris, maka diperlukan suatu pembelajaran yang cocok
dengan sifat ilmu fisika tersebut. Salah satunya adalah dengan pembelajaran konstruktivis. Dalam pembelajaran
fisika, siswa dituntut untuk dapat membangun atau mengkonstruksi pengetahuan dalam benak siswa sendiri
dengan peran aktifnya dalam proses belajar mengajar. Salah satu model pembelajaran yang berorientasi pada
pandangan konstruktivistik yang berkembang salah satunya
adalah model
pembelajaran kooperatif
cooperative learning Depdiknas, 2007. Pembelajaran kooperatif merupakan salah satu
alternatif model pembelajaran yang dapat memacu motivasi belajar siswa serta rasa tanggung jawab.
Pembelajaran kooperatif berbeda dengan metode diskusi yang
biasanya dilaksanakan
di kelas,
karena Pembelajaran kooperatif menekankan pembelajaran
dalam kelompok kecil dimana siswa belajar dan bekerja sama untuk mencapai tujuan yang optimal. Pembelajaran
kooperatif meletakkan tanggung jawab individu sekaligus kelompok, sehingga diri siswa tumbuh dan berkembang
sikap dan perilaku saling ketergantungan secara positif. Kondisi ini dapat mendorong siswa untuk belajar, bekerja
dan bertanggung jawab secara sungguh-sungguh untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan Depdiknas,
2007. Anita Lie dalam Isjoni, 2012 menyebut pembelajaran kooperatif cooperative learning dengan
istilah pembelajaran gotong royong, yaitu sistem pembelajaran yang memberi kesempatan kepada peserta
didik untuk bekerjasama dengan siswa lain dalam tugas- tugas yang terstruktur. Pelaksanaan model pembelajaran
kooperatif dengan benar akan memungkinkan kegiatan belajar mengajar berjalan secara aktif dan tujuan
pembelajaran dapat tercapai dengan efektif dan efisien.
Pembelajaran fisika memberikan penekanan dan pendekatan proses untuk memperoleh produk. Hal ini
menunjukkan bahwa dalam pembelajaran fisika, siswa tidak hanya menghafal rumus, mendengar ceramah, dan
membaca buku teks melainkan siswa dituntut untuk berperan aktif secara langsung dalam kegiatan belajar
mengajar Dahar, 1989. Salah satu usaha yang dapat dilakukan guru untuk memperbaiki, memperbaharui, dan
membantu siswa dalam mengkonkretkan konsep-konsep fisika yang bersifat abstrak adalah melalui penggunaan
bahan ajar multimedia.
Dalam setiap kegiatan belajar-mengajar tidak harus menggunakan satu media, tetapi akan lebih
memberikan dukungan yang lebih banyak dalam kegiatan instruksional jika digunakan lebih banyak media,
disesuaikan dengan
sasaran dan
materi yang
disampaikan. Kemajuan
teknologi elektronik
memberikan peluang dan pilihan untuk menggunakan media yang lebih kompleks multimedia. Multimedia
merupakan media pengajaran dan pembelajaran yang efektif
dan efisien
berdasarkan kemampuannya
menyentuh berbagai
panca indra:
penglihatan, pendengaran dan sentuhan Munir, 2008. Dengan
kemajuan teknologi komputer, bahan ajar multimedia dikemas dalam bentuk multimedia CD Compact Disc
interaktif Widodo dan Jasmadi, 2008.
Sajian multimedia CD interaktif dapat diartikan sebagai teknologi yang mengoptimalkan peran komputer
sebagai media yang menampilkan teks, suara, grafik, video, animasi dalam sebuah tampilan yang terintegrasi
dan interaktif sehingga membuat siswa tertarik mempelajari fisika. Multimedia CD interaktif tidak hanya
berorientasi pada produk teknologi, tetapi juga berorientasi pada pemecahan masalah-masalah yang ada
di dunia nyata atau di sekelilingnya sebagai konteks bagi peserta didik untuk belajar kritis. Multimedia CD
interaktif dapat digunakan pada berbagai jenjang pendidikan dan berbagai bidang studi Sanjaya, 2008.
Kedudukan praktikum dalam pembelajaran fisika menjadi sangat penting. Salah satu alasan adalah karena
sebagian besar konsep fisika bersifat abstrak sehingga sulit untuk dipahami secara langsung. Adanya praktikum
memungkinkan pemahaman konsep menjadi lebih mudah dan peserta didik dapat belajar untuk melakukan
penyelidikan dan mengumpulkan bukti-bukti dari berbagai sumber, mengembangkan penjelasan dari data,
dan berkomunikasi serta mempertahankan kesimpulan NSTA, 2004: 1.
Pelaksanaan praktikum juga terkait dengan tujuan pembelajaran fisika sebagai proses, yaitu meningkatkan
keterampilan berpikir peserta didik sehingga mereka tidak hanya mampu dan terampil dalam bidang
psikomotorik, melainkan juga mampu berpikir sistematis,
ISBN: 978-602-72071-1-0 objektif, dan kreatif Gunawan Liliasari, 2012. Sesuai
dengan tuntutan kurikulum 2013, yang menetapkan salah satu kompetensi inti adalah kelompok keterampilan.
Kompetensi ini menekankan pada proses pembelajaran ilmiah yang berguna bagi pembentukan keterampilan
peserta didik.
Praktikum dengan menggunakan komputer disebut dengan virtual laboratory. Virtual laboratory
adalah serangkaian alat-alat laboratorium yang berbentuk perangkat
lunak software
komputer berbasis
multimedia interaktif, yang dioperasikan dengan komputer dan dapat mensimulasikan kegiatan di
laboratorium seakan-akan pengguna berada pada laboratorium sebenarnya Imron, 2012. Sedangkan
menurut Budhu 2002: 2 virtual laboratory objek multimedia interaktif yang kompleks dan termasuk
bentuk digital baru, dengan tujuan pembelajaran implisit atau eksplisit.
Penerapan model pembelajaran kooperatif tipe group investigation
dengan multimedia CD interaktif berbasis laboratorium virtual diharapkan mampu
membuat peserta didik dapat menyelesaikan tugas secara berkelompok dan menjadi tim ahli untuk menyelesaikan
persoalan-persoalan dalam
praktikum fisika.
Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka peneliti tertarik untuk mengambil judul penelitian
“Penerapan
Model Pembelajaran
Kooperatif Tipe
Group Investigation
Dengan Multimedia CD Interaktif Berbasis Laboratorium Virtual pada Pembelajaran Fisika di SMA
MA
”.
Tujuan Penelitian ini adalah 1 mengkaji pengaruh penerapan model pembelajaran kooperatif tipe
group investigation dengan multimedia CD interaktif berbasis laboratorium virtual terhadap hasil belajar fisika
di SMA MA 2 mengkaji penerapan model pembelajaran kooperatif tipe group investigation dengan
multimedia CD interaktif berbasis laboratorium virtual terhadap aktivitas belajar fisika di SMA MA.
METODE PENELITIAN
Jenis penelitian
ini adalah
penelitian eksperimental, dengan tempat penelitian di MA Modern
Al Islam Jember yang ditentukan dengan metode purposive sampling area.
Populasi dalam penelitian ini adalah kelas X MA Modern Al Islam Jember. Penentuan
sampel diambil dengan metode cluster random sampling yang sebelumnya diuji homogenitas dengan analisis One
Way Anova menggunakan SPSS 20 terhadap populasi,
sehingga didapat sampel sebanyak dua kelas yaitu kelas eksperimen dan kelas kontrol.
Desain yang digunakan dalam penelitian adalah Pre-test Post-Test Control Design
dimana kedua sampel diberi perlakuan yang berbeda, kelas eksperimen
menerapkan model pembelajaran kooperatif tipe group investigation
dengan multimedia CD interaktif berbasis laboratorium virtual dan kelas kontrol menerapkan model
pembelajaran yang biasa diterapkan oleh guru. Metode pengumpulan data penelitian diperoleh dari observasi,
dokumentasi, tes, dan wawancara, dan Post-test. Post- Test
digunakan untuk mengukur kemampuan hasil belajar siswa setelah melakukan pembelajaran. Analisa
data yang digunakan untuk mengkaji pengaruh model pembelajaran kooperatif tipe group investigation dengan
multimedia CD interaktif berbasis laboratorium virtual terhadap hasil belajar fisika menggunakan uji
Independent-Sample t-tes
dengan bantuan SPSS 20.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Terdapat dua jenis tes yang dilaksanakan dalam penelitian, yaitu pre-test dan post-test. Pre-test
merupakan tes yang dilaksanakan pada kondisi awal sebelum diajarkan materi gerak lurus serta praktikum
materi tersebut. Pre-test dilakukan pada dua kelas yaitu kelas eksperimen X2 dan kelas kontrol X3 dengan
jumlah soal 15 soal untuk masing-masing kelas. Deskripsi hasil pre-test antara kelas kontrol dan kelas
eksperimen disajikan pada tabel berikut.
Tabel 1. Data Pre-Test
N Mean
Std. Deviation
Pre-test Kelas
eksperimen X_2
19 38.175 13.454
Pre-test Kelas
control X_3
19 38.921 10.217
Valid N listwise
19
Post-test merupakan tes yang dilaksanakan
setelah diajarkan materi gerak lurus, setelah proses belajar mengajar dilakukan selama 2 kali pertemuan.
Post-test dilaksanakan pada dua kelas yaitu kelas
eksperimen X2 yaitu kelas yang menggunakan model pembelajaran model kooperatif tipe group investigation
dengan multimedia CD interaktif berbasis laboratorium virtual, dan kelas kontrol X3 yang menggunakan
pembelajaran dengan metode ceramah dan praktikum seperti yang biasa diterapkan di sekolah.
Selanjutnya untuk menguji hipotesis: ”Penerapan
model pembelajaran kooperatif tipe group investigation dengan multimedia CD interaktif berbasis laboratorium
virtual berpengaruh terhadap hasil belajar fisika siswa di SMA MA
” dalam penelitian ini digunakan data peningkatan hasil belajar siswa.
Peningkatan hasil belajar siswa dihitung dari selisih nilai post-test dengan nilai pre-test dengan rumus:
∆ = Post-test – Pre-test Apabila hasil dari ∆ bernilai positif maka terdapat
peningkatan hasil belajar, sedangkan jika hasilnya negatif maka terjadi penurunan hasil belajar.
Deskripsi nilai hasil post-test antara kelas eksperimen dan kelas kontrol dapat dilihat pada tabel
berikut.
ISBN: 978-602-72071-1-0
Tabel 2. Data Post-Test
N Mean
Std. Deviation
Post-Test Kelas
Eksperimen X_2
19 77.925 14.560
Post-Test Kelas
Kontrol X_3
19 67.368 12.796
Valid N listwise
19
Dalam membandingkan peningkatan hasil belajar siswa menggunakan analisis Independent Sample T-test,
yakni terdapat dua tahapan analisis yang harus dilakukan. Pertama menguji dahulu asumsi apakah variance
populasi kedua sampel tersebut sama equal variance assumed
ataukah berbeda equal variances not assumed dengan melihat nilai levene‟s test. F hitung levene‟s test
sebesar 0.005 dengan probabilitas 0,946. Probabilitas 0,05 maka disimpulkan analisis uji beda t-tes harus
menggunakan asumsi equal variance assumed.
Terlihat dari output SPSS diatas bahwa nilai t pada equal variance assumed adalah -5,027 dengan
probabilitas signifikansi 0,000 two tail. Berdasarkan hasil dapat disimpulkan bahwa peningkatan hasil belajar
kelas eksperimen lebih besar daripada kelas kontrol.
Gambar 1.
Grafik aktivitas belajar siswa
K 1 K2
K 3 K 4
92.97 94.73
100
84.20
42.10 63.15
31.57 73.68
Grafik Aktivitas Belajar Siswa
Kelas Eksperimen Kelas Kontrol
ISBN: 978-602-72071-1-0 Data penilaian aktivitas siswa diperoleh dari
penilaian guru secara langsung kepada siswa yang aktif menjawab pertanyaan saat proses belajar
mengajar berlangsung dan penilaian aktivitas siswa yang berasal dari hasil pengamatan investigasi
kelompok dari observer yaitu kolom penilaian kognitif proses, psikomotor, dan afektif keterampilan
sosial dan berkarakter. Observasi terhadap aktivitas belajar siswa dilakukan selama proses penelitian
berlangsung.
Observasi aktivitas belajar siswa dalam penelitian ini dilakukan pada saat proses belajar
mengajar dan praktikum pada kelas kontrol maupun kelas eksperimen. Observer dalam penelitian ini
berjumlah empat
orang. Setiap
observer mengobservasi satu kelompok sehingga observasi
aktivitas belajar siswa teliti. Hasil penilaian guru dalam menilai aktivitas siswa di kelas kontrol dan
eksperimen memiliki perbedaan yang besar.
Penilaian aktivitas siswa oleh guru pada kelas kontrol yaitu siswa yang secara aktif bertanya dan
menjawab pertanyan dari guru yaitu sebesar 31,57. Dalam prosentase tersebut, 6 orang siswa dari 19
orang yang mampu menjawab pertanyaan dari guru pada saat proses belajar mengajar di kelas X3.
Sedangkan siswa di kelas eksperimen yang aktif bertanya dan menjawab pertanyaan guru yaitu dapat
diprosentasekan sebesar 89,47.
Pada kelas eksperimen, sebanyak 17 orang dari 19 siswa mampu menjawab pertanyaan dari guru
saat proses belajar mengajar. Prosentase rata-rata aktivitas belajar siswa pada saat proses belajar
mengajar di dalam kelas kontrol yaitu sebesar 42,10 siswa memperhatikan penjelasan materi dari
guru, 63,15 siswa mencatat penjelasan guru di buku catatan, 31,57 siswa melakukan tanya jawab pada
guru, 73,68 siswa mengumpulkan laporan praktikum dengan tepat waktu. Rata-rata prosentase
aktivitas siswa di kelas kontrol yaitu sebesar 52,62. Menurut Arikunto 2006, kategori aktivitas siswa
sebesar 52,62 merupakan kategori sedang.
Prosentase rata- rata aktivitas belajar siswa pada saat proses belajar mengajar di dalam kelas
pada kelas eksperimen yaitu rata-rata sebesar 92,97 siswa memperhatikan penjelasan materi dari guru
melalui multimedia CD interaktif berbasis praktikum menggunakan laboratorium virtual, 94,73 siswa
praktikum materi gerak lurus dalam investigasi kelompok, 100 siswa melakukan presentasi dari
hasil laporan dalam investigasi kelompok, 84,20 siswa memberi respon terhadap presentasi terhadap
kelompok lain, baik berupa pertanyaan, masukan, tanggapan dari kelompok yang mempresentasikan
hasil subtopik dalam investigasi kelompok. Rata-rata prosentase aktivitas siswa di kelas eksperimen yaitu
sebesar 92,97.
kategori aktivitas siswa sebesar 92,97 merupakan kategori sangat aktif.
PENUTUP Simpulan
Berdasarkan hasil analisis data yang diperoleh dapat disimpulkan:
1. Penerapan model pembelajaran kooperatif tipe
group investigation dengan multimedia CD
interaktif berbasis
laboratorium virtual
berpengaruh terhadap hasil belajar siswa dalam pembelajaran fisika pokok bahasan
gerak lurus kelas X di SMA MA. 2.
Penerapan model pembelajaran kooperatif tipe group investigation
dengan multimedia CD interaktif berbasis laboratorium virtual dapat
meningkatkan aktivitas
siswa dalam
pembelajaran fisika pokok bahasan gerak lurus kelas X di SMA MA.
Saran
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan maka saran yang dapat diberikan, antara lain:
1. Bagi guru berdasarkan hasil penelitian,
sebaiknya dalam pembelajaran fisika guru menggunakan model pembelajaran yang dapat
meningkatkan aktivitas dan hasil belajar siswa di
sekolah, salah
satunya dengan
menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe group investigation dengan multimedia
CD interaktif berbasis laboratorium virtual untuk meningkatkan hasil belajar fisika dan
aktivitas belajar siswa.
2. Bagi peneliti lanjut, hasil penelitian ini
diharapkan dapat dijadikan landasan untuk penelitian selanjutnya dalam hal penerapan
model pembelajaran
kooperatif dalam
pembelajaran fisika.
DAFTAR PUSTAKA
Dahar, R.W. 1989. Teori-Teori Belajar. Bandung: Erlangga.
Depdiknas. 2007. Kurikulum dan Hasil Belajar kompetensi Dasar Mata Pelajaran Fisika
. Jakarta : Balitbang Depdiknas.
Druxes, H. 1986. Kompendium Didaktif Fisika. Bandung: Remaja Roesdakarya.
Isjoni. 2012. Cooperative Learning. Jakarta : Kencana
Munir. 2008. Kurikulum Berbasis Teknologi Informasi dan Komunikasi
. Bandung: CV. Alfabeta.
Sanjaya, W. 2008. Perencanaan dan Desain Sistem Pembelajaran
. Jakarta: Kencana. Widodo, C. S. Jasmadi. 2008. Panduan Menyusun
Bahan Ajar Berbasis Kompetensi . Jakarta: PT.
Elex Media Komputindo.
ISBN: 978-602-72071-1-0
PENTINGNYA KETERAMPILAN PEMECAHAN MASALAH DAN KESIAPAN BELAJAR MANDIRI MAHASISWA PADA
PENDIDIKAN TERBUKA DAN JARAK JAUH UNTUK MENYONGSONG ABAD 21
Paken Pandiangan
1
I. G. Made Sanjaya
2
Budi Jatmiko
3
1
Pend. Fisika Universitas Terbuka
2
Dosen Senior FMIPA UNESA
3
Guru Besar Pendidikan Sains Program Pascasarjana UNESA Email: pakenput.ac.id
ABSTRAK
Telah dilakukan penelitian untuk menganalisis keterampilan mahasiswa dalam memecahkan masalah dan menginvestigasi kesiapan belajar mandiri mahasiswa pada Pendidikan Terbuka dan Jarak Jauh PTJJ di Propinsi Jawa Timur. Penelitian ini
dilakukan dengan metode survey dengan menggunakan angket sebagai instrumen utama dan pretest sebelum mahasiswa mengikuti pembelajaran. Populasi penelitian adalah mahasiswa S1 Program Guru Dalam Jabatan yang mengambil mata
kuliah Konsep Dasar IPA Fisika. Sampel mahasiswa berasal dari Unit Program Belajar Jarak Jauh Universitas Terbuka UPBJJ-UT Surabaya dan UPBJJ-UT Jember. Sampel penelitian sebanyak 83 mahasiswa yang diambil secara
proportional random sampling
. Teknik analisis data dalam penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode deskriptif kuantitatif dengan persentase, sedangkan untuk mengetahui tingkat keterampilan memecahkan masalah diukur
dengan menggunakan indikator menurut John Dewey dengan instrumen yang dikembangkan dan dimodifikasi oleh peneliti, serta kesiapan belajar mandiri mahasiswa diukur dengan menggunakan Self-Directed Learning Readness Scale
SDLRS menurut Guglielmino 2014 sebagai instrumen yang cocok bagi pembelajaran orang dewasa yang dikembangkan dan dimodifikasi oleh peneliti. Penelitian dilakukan terhadap 83 mahasiswa PTJJ Universitas Terbuka di
Jawa Timur yang menunjukkan bahwa keterampilan memecahkan masalah rata-rata keseluruhan mahasiswa untuk memecahkan masalah fisika sangat rendah yaitu dengan skor 36,04 dari skala 100, di mana kemampuan pemecahan
masalah mahasiswa per indikator adalah: 1 kemampuan merumuskan masalah 32,50, 2 kemampuan membuat hipotesis 41,67, 3 kemampuan menganalisis data 19,17, dan 4 kemampuan mengambil kesimpulan 50,83.
Sedangkan tingkat kesiapan belajar mandiri rata-rata keseluruhan mahasiswa sebesar 57,83 kesiapan belajar mandiri mahasiswa berada pada tingkat rendah dan di bawah rata-rata, di mana keterampilan belajar mandiri mahasiswa per
indikator berada pada tingkat rendah dan di bawah rata-rata, yaitu: 1 inisiatif dan persistensi 53,01 , 2 tanggung jawab 50,60 , 3 disiplin dan rasa ingin tahu 37,35 , 4 percaya diri dan keinginan kuat 85,54 , 5
mengorganisasi waktu dan mengatur kecepatan belajar 61,45 , 6 senang belajar dan memenuhi target yang direncanakan 54,22 . Hal ini dapat disimpulkan bahwa keterampilan memecahkan masalah dan kesiapan belajar
mandiri mahasiswa secara umum masih rendah, yang berarti bahwa mahasiswa masih sukar untuk mengenali kebutuhan belajarnya sendiri. Mereka lebih menyukai suasana belajar di kelas di mana tutor menentukan apa yang harus dipelajari,
kapan dan bagaimana harus mempelajarinya dan mahasiswa pada umumnya tidak terbiasa belajar secara mandiri. Penelitian ini juga menunjukkan sebagian kecil mahasiswa saja yang mampu memecahkan masalah dan memiliki kesiapan
belajar mandiri pada tingkat di atas rata-rata, di mana mahasiswa tersebut umumnya dapat memecahkan masalah dan belajar secara mandiri dengan sukses, tetapi mahasiswa kurang mampu mengambil inisiatif dan persistensi, serta kurang
mampu apabila harus mengambil tanggung jawab yang lebih dalam menentukan kebutuhan belajarnya dalam merencanakan, melaksanakan, dan mengevaluasi belajarnya baik secara individu maupun kelompok.
Keywords
: Pemecahan Masalah, Belajar Mandiri, PTJJ dan Keterampilan Abad 21
ABSTRACT
Has conducted research to analyze students skills in problem solving and self-directed learning readiness investigate student on Open and Distance Education ODE in East Java. This research was conducted by survey method using a
questionnaire as the main instrument and pretest before students follow lessons. The study population was a student of S1 inservice training in Basic Concepts of Physical Science. Student samples obtained from Regional Offices UPBJJ-UT of
ISBN: 978-602-72071-1-0
the Surabaya and Jember. Samples are 83 students were taken by proportional random sampling. Data analysis techniques in this research using quantitative descriptive method with percentages, whereas to determine the level of problem-solving
skills measured using indicators according to John Dewey with instruments developed and modified by researchers, as well as the readiness of self-directed learning students were measured by using a Self-Directed Learning Readness Scale
SDLRS according Guglielmino 2014 as an instrument suitable for adult learning is developed and modified by the researcher. Research carried out on 83 students of the Open University regional offices in East Java, which shows that the
problem-solving skills overall average of students to solve physics problems is very low, with a score of 36.04 out of a scale of 100, in which the students problem-solving capabilities per indicator are: 1 the ability to formulate the problem 32.50,
2 ability to create a hypothesis 41.67, 3 the ability to analyze of data 19,17, and 4 ability to draw conclusions 50.83. While the level of self-directed learning readiness overall average of 57.83 of students student self-directed
learning readiness is at a low level and below the average, in which the self-directed learning skills of students per indicator is at a low level and below the average, namely: 1 initiative and persistence 53.01, 2 responsibility
50.60, 3 discipline and curiosity 37.35, 4 confident and strong desire 85.54, 5 organize time and set the pace of learning 61.45, 6 love to learn and meet the planned targets 54.22. It can be concluded that the problem-
solving skills and self-directed learning readiness of students in general is still low, which means that the student is still difficult to identify their own learning needs. They prefer learning atmosphere in the classroom where tutors determine
what is to be learned, when and how to learn and students in general are not accustomed to self-directed learning. The study also shows a small portion of students are able to solve problems and have a self-directed learning readiness in levels
above the average, in which students are generally able to solve problems and learn independently with success, but the students are less able to take the initiative and persistence, as well as disadvantaged if it should take more responsibility in
determining the learning needs in planning, implementing, and evaluate learning both individually and collectively. Keywords
: Problem Solving , Self-Directed Learning , ODL and 21st Century Skills.
PENDAHULUAN
Keterampilan pemecahan masalah dan belajar mandiri merupakan elemen penting dari pembelajaran
Konsep Dasar IPA Fisika dari serangkaian proses pembelajaran dalam sistem Pendidikan Terbuka dan
Jarak Jauh PTJJ. Pembelajaran Konsep Dasar IPA Fisika sering menekankan pada aspek kuantitatif
pemecahan masalah seperti persamaan dan prosedur matematika daripada analisis kualitatif untuk memilih
konsep dan prinsip-prinsip yang sesuai Zwickl Hu, 2015; Jennifer, et al, 2015. Belajar Konsep Dasar IPA
Fisika memerlukan kemampuan mahasiswa untuk memahami formulasi, grafik, gambar, membaca tabel,
menyatakan hubungan antar variabel merupakan kemampuan yang sangat penting yang harus dimiliki
oleh mahasiswa agar dapat memahami arti fisis dari suatu konsep tertentu. Penguasaan terhadap
kemampuan tersebut dapat membantu mahasiswa dalam
menyederhanakan persoalan
dan mengorganisasikan pengetahuan secara lebih tepat
sehingga lebih mudah untuk dikomunikasikan dan dipahami Hall Webb, 2014; Zwickl Hu, 2015.
Konsep Dasar IPA Fisika memiliki banyak konsep yang rumit jika dijelaskan hanya secara verbal, namun
akan menjadi lebih sederhana bila diformulasikan ke dalam bentuk rumusan matematis, grafik, maupun
gambar atau sketsa. Pembelajaran Konsep Dasar IPA Fisika pada PTJJ dapat dilakukan secara efektif dan
praktis sehingga harus dirancang sebuah model pembelajaran yang dapat digunakan sebagai kerangka
konseptual sebagai acuan tutor dan mahasiswa dalam merencanakan
dan melaksanakan
pembelajaran Benegas Flores, 2014; Hall Webb, 2014.
Pergeseran paradigma belajar pada abad 21 ditandai dengan perkembangan teknologi dan
informasi yang sangat pesat di mana cukup banyak pekerjaan yang sifatnya rutin akan digantikan dengan
menggunakan mesin komputer dan peralatan teknologi informasi lainnya. Tidak semua pekerjaan dapat
dilakukan dengan menggunakan mesin seperti pekerjaan yang memerlukan pemikiran ahli dan
komunikasi yang bersifat kompleks sehingga untuk menjawab tantangan pembelajaran abad ke-21
diperlukan sumber daya manusia yang mempunyai kompetensi untuk bekerja sama, berpikir kreatif,
inovatif, bertanggung jawab, mampu berkomunikasi dengan baik, memiliki kemampuan memecahkan
masalah, dan mampu belajar secara mandiri Fahnoe Mishra, 2010; Tamimuddin, 2013; School, 2013.
Sementara itu kebutuhan sumber daya manusia yang bersifat rutin semakin menurun dari tahun ke tahun,
adanya kebutuhan akan komunikasi yang kompleks, dan kecakapan berfikir yang semakin meningkat. Hal
tersebut menyebabkan adanya perubahan paradigma kacakapan hidup yang diperlukan di masa yang akan
datang Fahnoe Mishra, 2010. Kompetensi yang dipersyaratkan tersebut dapat dipenuhi melalui peran
serta dan tanggung jawab institusi pendidikan untuk mengupayakan proses pembelajaran fisika yang efektif
dan efisien melalui kemampuan pemecahan masalah dan
keterampilan belajar
mandiri mahasiswa
khususnya pada Pendidikan Terbuka dan Jarak Jauh PTJJ Jézégou , 2012.
Hasil penelitian Griffin Care, 2015; Chakravarthi, 2010; Efendioglu, 2015 memperlihatkan
bahwa proses pembelajaran dan hasil penilaian keterampilan pemecahan masalah sangat ditentukan
oleh kebutuhan pada tingkat pendidikan dan lingkungan kerja yang mendukung. Diperkuat
penelitian Malan, et al, 2014 menunjukkan bahwa strategipendekatan belajar yang tepat merupakan suatu
ISBN: 978-602-72071-1-0
inovasi pendidikan, kekurangan pelaksanaan dapat terjadi yang mengakibatkan kurangnya pemahaman
siswa dan dosen. Jika ada ketidaksesuaian antara keyakinan siswa tentang konsep belajar mandiri dan
pengelolaan pengaturan diri kegiatan kognitif mereka, maka keberlanjutan kegiatan belajar mandiri siswa
dapat terhambat. Paparan pendekatan konvensional dalam pendidikan tinggi dapat terhambat jika tindak
lanjut strategi yang dilakukan tidak mendorong penerapan keterampilan belajar mandiri mahasiswa.
Meskipun demikian,
ketika mempertimbangkan
pergeseran ke arah pola pembelajaran yang lebih bermakna, dan mengurangi pola pembelajaran yang
konvensional, dapat dipercaya bahwa memperkenalkan siswa dengan modelstrategi pembelajaran dapat
menciptakan kondisi bagi peserta didik untuk mengembangkan pembelajaran mandiri yang dapat
menggerakkan proses pertumbuhan belajar siswa menuju belajar sepanjang hayat.
Salah satu fitur sangat penting dalam pembelajaran abad 21 adalah kecakapan hidup dan
karir, di mana kecakapan ini berfokus pada: fleksibilitas dan adaptasi, inisiatif dan kemandirian,
keterampilan sosial dan lintas budaya, produktivitas dan akuntabilitas, serta kepemimpinan dan tanggung
jawab. Pada bagian 21
st
century support system disebutkan beberapa sistem yang diperlukan untuk
memastikan keberhasilan penguasaan siswa pada keterampilan abad 21, yaitu: standar abad 21, penilaian
keterampilan abad 21, kurikulum dan pembelajaran abad 21, pengembangan profesional abad 21, dan
lingkungan belajar abad 21 Kellogg, Hurley, Kip, 2011. Implementasi kecakapan hidup abad 21 dapat
dirangkum ke dalam beberapa hal yang lebih sederhana seperti di Birmingham Public School di mana
kecakapan tersebut diringkas menjadi beberapa hal penting, yaitu: motivasi, koneksi, keterampilan belajar
mandiri self-directed learning, berpikir kritis, dan kemampuan pemecahan masalah problem solving,
kecerdasan dan keterampilan, warga dunia yang bertanggung jawab, komunikasi dan kerjasama
kolaborasi, serta kreasi dan kontribusi School, 2013.
Menurut Julaeha, 2010 PTJJ merupakan salah satu pendidikan alternatif yang sudah mulai
digunakan sejak tahun 1955 di Indonesia dengan terbentuknya
program pendidikan
melalui korespondensi agar dapat meningkatkan kompetensi
tutor. Pada bidang pendidikan tinggi, PTJJ di Indonesia didirikan dalam rangka memperluas jangkauan dan
akses pendidikan tinggi untuk mengatasi kendala kapasitas daya tampung lulusan Sekolah Menengah
Atas yang tidak dapat tertampung pada Perguruan Tinggi Negeri maupun Perguruan Tinggi Swasta tatap
muka. Model pembelajaran pada PTJJ pada dasarnya sangat berbeda dengan model pembelajaran yang
dilaksanakan pada pendidikan konvensional biasa di mana antara dosen dan mahasiswa bertemu secara tatap
muka setiap saat. Pada PTJJ harus dirancang suatu model pembelajaran di mana tutor dan mahasiswa
tidak selalu dapat bertatap muka secara langsung yang disebabkan karena mahasiswa bertempat tinggal jauh
dari lokasi lembaga pendidikan, alasan sibuk sehingga mahasiswa yang tinggalnya dekat dari lokasi lembaga
pendidikan tidak dapat mengikuti proses pembelajaran di lembaga tersebut. Salah satu ciri khas dari PTJJ ini
adalah adanya keterpisahan antara kegiatan pengajaran dengan kegiatan belajar. Sistem PTJJ merupakan suatu
alternatif pemerataan kesempatan dalam bidang pendidikan. PTJJ ini dapat mengatasi beberapa
masalah yang ditimbulkan akibat keterbatasan tenaga pengajar, jarak antara lembaga pendidikan dan
mahasiswa yang berjauhan, minimnya pengajar berkualitas, keterbatasan daya tampung pendidikan
konvensional, biaya yang mahal, dan hal lain yang berkaitan dengan letak geografis yang sulit
Puspitasari, 2012. Hasil survei di Amerika, menyatakan bahwa computer based distance-learning
sangat efektif, memungkinkan 30 pendidikan lebih baik, 40 waktu lebih singkat, dan 30 biaya lebih
murah. World bank pada tahun 1997 telah mengumumkan program Global Distance Learning
Network
GDLN yang memiliki mitra yang tersebar pada 80 negara di seluruh dunia sampai dengan Juni
2000, yang beroperasi baru 15 negara, dan lima diantaranya di Asia tetapi tidak termasuk Indonesia.
Melalui GDLN ini maka World Bank dapat memberikan e-learning kepada mahasiswa lima kali
lebih banyak dengan biaya 31 lebih murah.
Sebagaimana sistem pendidikan konvensional, sistem PTJJ juga membutuhkan sarana penunjang
pendidikan agar tujuan umum pendidikan dapat diwujukan sesuai dengan jenjang pendidikannya.
Sarana penunjang dapat berupa modul-modul pelajaran yang dikirim kepada mahasiswa, termasuk sarana yang
berbasis
teknologi informasi
Julaeha, 2010;
Guglielmino Long, 2011; Hiemstra, 2011. Munculnya teknologi informasi dan komunikasi pada
PTJJ ini sangat membantu dan dapat dilihat, dengan munculnya berbagai pendidikan secara online baik
web-school
atau cyber-school dengan menggunakan fasilitas internet. Pendekatan sistem pengajaran yang
dapat dilakukan adalah dengan melakukan pengajaran secara langsung ataupun dengan cara menggunakan
sistem sebagai tempat pemusatan pengetahuan. Hal ini memungkinkan terbentuknya kesempatan bagi siapa
saja untuk mengikuti berbagai jenjang pendidikan sejak Taman Kanak-Kanak sampai Perguruan Tinggi.
Keberhasilan belajar
mandiri mahasiswa
dipengaruhi oleh banyak faktor, baik yang berasal dari diri peserta didik maupun yang berasal dari luar diri
peserta didik. Faktor yang berasal dari dalam diri peserta didik berupa motivasi diri dan kesiapan untuk
belajar, sedangkan yang berasal dari luar dirinya berupa model, metode, dan strategi yang digunakan oleh tutor
dalam proses pembelalajaran tersebut. Model, metode, dan strategi inilah yang akan memberikan arah dan
jalannya proses pembelajaran sehingga akan sangat menentukan keberhasilan mahasiswa untuk mencapai
tujuan pembelajaran dengan baik Guglielmino
ISBN: 978-602-72071-1-0
Long, 2011; Kasworm, 2011. Dalam mewujudkan kecakapan abad 21 diperlukan pula inovasi-inovasi
dalam pembelajaran, baik pendekatan, model, media, dan
strategi pembelajaran.
Beberapa model
pembelajaran yang potensial digunakan untuk meningkatkan keterampilan pemecahan masalah dan
keterampilan belajar mandiri adalah Problem Based Learning
PBL dan Cooperative Learning CL yang dapat dikombinasikan sesuai keadaan dan kondisi
sehingga dapat diterapkan dalam face to face tutorial secara efektif Davidson Major, 2014.
A. Keterampilan Pemecahan Masalah