Analisis Soal Post-test Respon Siswa

ISBN: 978-602-72071-1-0 dalam penelitian ini adalah homogen dengan taraf signifikasi 0,05.

b. Analisis Soal Post-test

Setelah pembelajaran telah selesai, maka dilakukan postest untuk mengetahui hasil belajar setelah menerima pembelajaran. Hasil postest dianalisis dengan uji t. Uji t ini dilakukan setelah data terdistribusi normal dan sampel homogen pada kelompok eksperimen dan kelompok kontrol. Uji t ini bertujuan untuk mengetahui bahwa ada tidaknya perbedaan prestasi belajar fisika mahasiswa antara kelompok eksperimen dan kelompok kontrol. Uji ini menggunakan uji t dua pihak dan uji t satu pihak rata kanan, dengan syarat hipotesis diterima jika t hitung t tabel. , dimana H : kelompok eksperimen sama dengan kelompok kontrol, dan H 1 : kelompok eksperimen berbeda dengan kelompok kontrol. Hasil postest sebagai berikut : Tabel 6. Uji t Dua Pihak Kelompok x S 2 S t hitung t tabel Eksperimen 1B 73,18 98,02 6,1 5,04 2,00 Eksperimen 2C 74,34 58,96 9,3 4,66 2,00 Eksperimen 3D 90,02 86,56 9,9 12,12 2,00 KontrolA 65,05 73,18 7,6 - - Dari data tabel 6 menunjukkan bahwa nilai t hitung di luar interval t tabel α=0,05 maka dapat dikatakan bahwa H di tolak dan H 1 di terima, ini berarti ada perbedaan prestasi belajar fisika mahasiswa antara kelompok kontrol dengan kelompok eksperimen Tabel 7 Hasil uji t satu pihak rata kanan Kelompok 2 1 2 2 1 1 w w t w t w   t‟ Eksperimen 1 B 1,7 5,01 Eksperimen 2 C 1,7 4,71 Eksperimen 3 D 1,7 12,24 Kontrol A - - Dengan menggunakan rumus uji-t, dimana H : kelompok eksperimen sama dengan kelompok kontrol, dan H 1 : kelompok eksperimen lebih baik dari kelompok kontrol, maka berdasarkan tabel. karena nilai 2 1 2 2 1 1 w w t w t w t    , sehingga dapat disimpulkan H ditolak dan H i diterima, berarti kelompok eksperimen lebih baik daripada kelompok kontrol . 3. Analisis hubungan tugas awal dalam kegiatan praktikum dan hasil belajar mahasiswa. a. Analisis regresi. Nilai rata-rata tugas awal tertulis mahasiswa dan kemampuan mahasiswa pada aspek kognitif yang diperoleh dari post test. Nilai rata-rata tersebut untuk 3 kelompok eksperimen adalah seperti pada tabel 8 berikut : Tabel 8. Nilai tugas awal tertulis mahasiswa dan kemampuan aspek kognitif mahasiswa Kelompok Rata-rata nilai tugas mahasiswa Rata-rata kemampua n kognitif mahasiswa Eksperimen 1 B 73,108 73,55263 Eksperimen 2 C 74,027 74,86842 Eksperimen 3 D 75,416 88,02632 Hubungan tugas awal tertulis mahasiswa terhadap kemampuan aspek kognitif mahasiswa adalah seperti pada grafik 1 berikut : Grafik 1. Hubungan tugas awal tertulis mahasiswa terhadap kemampuan aspek kognitif mahasiswa. Menentukan regresi hubungan rata-rata tugas awal tertulis mahasiswa terhadap rata-rata kemampuan mahasiswa pada aspek kognitif adalah sebagai berikut : Kelomp ok Varia bel Beba s X i Varia bel Tak Bebas Y i X i Y i X i 2 Y i 2 Eksperi men 1 B 73,10 8 73,55 263 5377, 286 5344, 78 5409, 989 Eksperi men 2 C 74,02 7 74,86 842 5542, 285 5479, 997 5605, 28 Eksperi men 3 D 75,41 6 88,02 632 6638, 593 5687, 573 7748, 633 Hubungan Nilai Tugas Aw al Tertulis Sisw a Terhadap Kem am puan Aspek Kognitif Sisw a y = 6,5291x - 405,54 R 2 = 0,8985 40 50 60 70 80 90 100 73 73,5 74 74,5 75 75,5 76 Nilai tugas aw al tertulis K e m a m p u a n a s p e k k o g n it if ISBN: 978-602-72071-1-0 Jumlah Σ 222,5 51 236,4 47 17558 ,16 16512 ,35 18763 ,9 Besar nilai a adalah a =                  2 2 2 i i i i i i i X X n Y X X X Y a = 948 , 49528 35 , 16512 . 3 16 , 17558 . 551 , 222 35 , 16512 . 44 , 236   = 948 , 49528 05 , 49537 1 , 3907586 3904180   = 102 , 8 1 , 3406  = -420,4 b =             2 2 i i i i i i X X n Y X Y X n b = 948 , 49528 35 , 16512 . 3 44 , 236 . 551 , 222 16 , 17558 . 3   = 102 , 8 958 , 52619 48 , 52674  = 102 , 8 522 , 54 = 6,72 Dengan demikian didapatkan regresi hubungan rata-rata tugas awal tertulis mahasiswa terhadap rata-rata kemampuan kognitif mahasiswa adalah : Ŷ = a + bX Ŷ = -420,4 + 6,72 X Koefisien b dinamakan koefisien arah regresi linier dan menyatakan perubahan rata-rata variabel Y untuk setiap perubahan variabel X sebesar satu unit. Perubahan nilai ini merupakan pertambahan peningkatan apabila b bertanda positif. Demikian misalnya : b = 6,72 bertanda positif, sehingga kita dapat menyatakan bahwa untuk setiap rata-rata tugas awal tertulis mahasiswa bertambah atau meningkat Oleh sebab itu, dapat dinyatakan suatu kesimpulan bahwa tugas awal tertulis berhubungan positif dengan kemampuan mahasiswa pada aspek kognitif. Hal ini terlihat dengan semakin tinggi rata-rata kemampuan nilai tugas awal tertulis, maka rata-rata nilai kognitif mahasiswa yang diperoleh dari nilai postes adalah tinggi, dengan setiap rata- rata kemampuan nilai tugas awal tertulis mahasiswa bertambah atau meningkat dengan 1 satu tingkatan kemampuan, maka rata-rata kemampuan mahasiswa aspek kognitif juga bertambah atau meningkat sebesar 6,72 nilai. b. Korelasi dalam regresi linier Untuk keperluan perhitungan koefisien korelasi r berdasarkan sekumpulan data X i , Y i berukuran N dapat digunakan rumus :                       2 2 2 2 Y Y N X X N Y X XY N r =    8 , 55903 9 , 18763 . 3 948 , 49528 35 , 16512 . 3 44 , 236 . 551 , 222 16 , 17558 . 3    = 52 , 384 . 102 , 8 958 , 52619 48 , 52674  = 38 , 3115 25 , 224 = 0,85 atau r 2 = 0,85 Berdasarkan hasil ini, didapat korelasi positif antara nilai tugas awal tertulis mahasiswa dan nilai kemampuan kognitif mahasiswa. Yang dimaksudkan adalah dengan peningkatan nilai tugas awal tertulis, maka menigkat pula nilai kemampuan kognitif mahasiswa. Besar hubungan peningkatan nilai tugas awal tertulis mahasiswa terhadap kemampuan aspek kognitif mahasiswa ditentukan oleh koefisien determinasi r 2 = 0,85 atau sebesar 90. Hal ini penigkatan atau penurunan kemampuan aspek kognitif mahasiswa sebesar 85 dapat dijelaskan oleh nilai tugas awal tertulis mahasiswa melalui hubungan linier dengan persamaan : Ŷ = -420,4 + 6,72 X PEMBAHASAN Berdasarkan hasil uji normalitas diperoleh X 2 hitung X 2 tabel α=0,05 baik kelompok kontrol maupun kelompok eksperimen dengan demikian keempat sampel berasal dari populasi yang terdistribusi normal. Hasil analisis uji homogenitas diperoleh F hitung F tabel α=0,05 baik kelompok kontrol maupun kelompok eksperimen, dengan demikian keempat sampel adalah homogen. Berdasarkan hasil penelitian didapatkan bahwa terdapat perbedaan hasil belajar mahasiswa antara kelompok eksperimen dengan kelompok kelompok kontrol yang ditandai dengan adanya perhitungan uji hipotesis, uji t dua pihak yaitu untuk membandingkan dua keadaan yang berbeda yakni hasil belajar mahasiswa yang menggunakan tugas awal tertulis dalam kegiatan praktikum fisika dasar I dengan hasil belajar mahasiswa tanpa tugas awal tertulis dalam kegiatan praktikum maka diperoleh nilai t hitung pada kelompok eksperimen 1 sebesar 5,04 , pada kelompok eksperimen 2 sebesar 4,66 dan pada kelompok eksperimen 3 sebeasr 12,12. Sedangkan pada daftar distribusi t didapat 0,975 = 2,00 , karena nilai t hitung t tabel ini berarti hasil belajar mahasiswa antara kelompok eksperimen dengan kelompok kontrol tidak sama. Kemudian dilakukan uji t satu pihak yaitu untuk mengetahui apakah penerapan tugas awal tertulis dalam kegiatan praktikum memiliki hasil ISBN: 978-602-72071-1-0 belajar yang lebih baik daripada kelompok yang tanpa menggunakan tugas awal tertulis dalam kegiatan praktikum fisika dasar I, maka diperoleh nilai t hitung pada kelompok eksperimen 1 sebesar 5,01, pada kelompok eksperimen 2 sebesar 4,71 dan pada kelompok eksperimen 3 sebesar 12,24 , sedangkan pada daftar distribusi t didapat t 0,95 = 1,7 karena nilai t hitung t tabel ini berarti bahwa hasil belajar mahasiswa kelompok eksperimen lebih tinggi daripada kelompok kontrol. Dari hasil postest dilakukan analisis regresi untuk mengetahui pengaruh positif atau negatif, tugas awal tertulis dalam kegiatan praktikum fisika dasar I terhadap hasil belajar mahasiswa, maka diperoleh regresi hubungan rata-rata kemampuan kinerja mahasiswa terhadap rata-rata kemampuan kognitif mahasiswa adalah : Ŷ = a + bX Ŷ = -420,4 + 6,72 X b = 6,72 bertanda positif, sehingga kita dapat menyatakan bahwa untuk setiap rata-rata nilai tugas awal tertulis mahasiswa bertambah atau meningkat. Oleh sebab itu, dapat dinyatakan suatu kesimpulan bahwa nilai tugas awal tertulis berhubungan positif dengan kemampuan mahasiswa pada aspek kognitif. Semakin meningkat nilai tugas awal tertulis mahasiswa, maka menigkat pula nilai kemampuan kognitif mahasiswa. Besar hubungan peningkatan nilai tugas awal tertulis mahasiswa terhadap kemampuan aspek kognitif mahasiswa sebesar 85. Hal ini dapat diinterpretasikan bahwa nilai tugas awal tertulis terhadap hasil belajar mahasiswa adalah tinggi, sehingga tugas awal tertulis dapat digunakan sebelum kegiatan praktikum berlangsung. Berdasarkan tabel di atas dapat diketahui bahwa tampilan dosen dalam mengelola pembelajaran yang menerapkan tugas awal tertulis untuk tiga kelompok eksperimen dan keterampilan dosen dalam mengelola pembelajaran tanpa tugas awal tertulis untuk kelompok kontrol adalah baik. Sedangkan aspek kinerja mahasiswa pada kelompok eksperimen 1 diperoleh penilaian afektif 90,6 dan psikomotor 85,7 , kelompok eksperimen 2 diperoleh penilaian afektif 88,81 dan psikomotor 86,63 , kelompok eksperimen 3 diperoleh penilaian afektif 81,38 dan psikomotor 79,57 , dan pada kelompok kontrol diperoleh penilaian afektif sebesar 80,76 dan psikomotor 80,44. Sehingga dapat diketahui bahwa penilaian kinerja mahasiswa kelompok eksperimen lebih baik daripada kelompok kontrol. Berdasarkan analisa data dan pembahasan di atas, diperoleh bahwa penerapan tugas awal tertulis sebelum kegiatan praktikum dapat meningkatkan hasil belajar mahasiswa serta dapat meningkatkan aktivitas mahasiswa dalam proses belajar mengajar. Hasil ini sesuai dengan hasil penelitian dari Hartono 2002 bahwa penerapan pembelajaran dengan pemberian tugas berupa latihan soal serta analisis penyelesaian secara sistematis dapat meningkatkan hasil belajar mahasiswa. PENUTUP Simpulan Dari hasil penelitian, rata-rata hasil post tes kelompok eksperimen lebih baik daripada rata-rata hasil post tes kelompok kontrol dan dari analisis korelasi diperoleh hasil koefisien korelasi r xy positif sebesar 6,72 dan nilai koefisien determinasi r 2 sebesar 90 Hal ini dapat dinyatakan bahwa tugas awal tertulis dalam kegiatan praktikum mempunyai pengaruh sebesar 85 terhadap hasil belajar mahasiswa. Sehingga dari hasil pengujian hipotesis dapat disimpulkan bahwa tugas awal tertulis dalam kegiatan praktikum memiliki pengaruh yang positif terhadap hasil belajar mahasiswa pendidkan fisika STKIP Bima. DAFTAR PUSTAKA Ani irawati. 2004. Penerapan model pembelajaran kooperatif tipe STAD untuk meningkatkan ketuntasan hasil belajar dan aktifitas belajar siswa pada pokok bahasan getaran kelompok 1 di SMAN 1 Lamongan. Skripsi yang tidak dipublikasikan. Surabaya : UNESA Djamarah dan Zain. 2002. Strategi Belajar Mengajar. Jakarta : PT. Rineka Cipta. Giancoli, Douglas C. 1999. Fisika Edisi kelima jilid 1 . Jakarta : Erlangga. Hartono. 2006. Pengaruh pemberian tugas berupa latihan soal serta analisis penyelesaian secara sistematis terhadap hasil belajar siswa pada materi pokok tekanan di kelompok VII SMPN I Gudo Jombang. Skripsi yang tidak dipublikasikan. Surabaya : UNESA Harun Nasruddin. 1999. Buku Perencanaan Tes dan Penilaian hasil Belajar . Surabaya: UNESA University Pres Ifa kurniawati. 2003. Penerapan keterampilan proses sebagai upaya meningkatkan hasil belajar siswa SMAN 3 Sidoarjo Kelompok X pada pokok bahasan bioteknologi . Skripsi yang tidak dipublikasikan. Surabaya : UNESA Jihad, Asep dan Abdul Haris. 2008. Evaluasi Pembelajaran . Jakarta: Multi Pressindo. Mohammad nur, dkk. 2004. Teori-teori pembelajaran kognitif. Surabaya : UNESA University Pres. Mulyasa. 2002. Kurikulum Berbasis Kompetensi. Bandung : Remaja Rosdakarya Prabowo. 1998. Metodologi penelitian. Surabaya : UNESA University Pres. Prima Ratna Yuvita. 2008. Penerapan pemberian tugas pada hasil belajar fisika pokok bahasan listrik dinamis siswa kelompok IX SMP Negeri 1 Balen Bojonegoro. Skripsi yang tidak dipublikasikan. Surabaya : UNESA. Sudjana. 1996. Metode Statistika. Bandung : Tarsito Bandung. ISBN: 978-602-72071-1-0 Suharsimi Arikunto. 2002. Prosedur Penilaian Suatu Pendekatan Praktek edisi revisi ke lima . Jakarta : Rineka Cipta. Wahyana. 1986. Pengelolaan Pengajaran Fisika. Jakarta : Universitas Terbuka. Winataputra, Udin dan Rosita, Tita. 1994. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta : Universitas Terbuka. ISBN: 978-602-72071-1-0 ANALISA NUMERIK POTENSIAL LISTRIK MENGGUNAKAN METODE BEDA HINGGA UNTUK SISTEM GEOMETRI KARTESIAN Azizah Fithria Paramita 1 Yunita Ningrum D .C 2 Miftakhul Ulum 3 1,2,3 Mahasiswa Program Studi Pascasarjana Pendidikan Sains, UNESA E-mail: azizah_setyawanyahoo.com ABSTRAK Pada penelitian ini bertujuan mengetahui jumlah iterasi yang diperlukan untuk metode beda hingga sehingga memberikan hasil yang sama dengan metode anallitik. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode numerik dan metode analitik. Ada beberapa tahapan yang dilakukan dalam penelitian ini yaitu melakukan perhitungan secara analitik menggunakan separasi variabel, melakukan perhitungan secara numerik menggunakan metode beda hingga, membandingkan kedua perhitungan secara analitik dan numerik dan membuat analisa berdasarkan kedua perhitungan tersebut. Pada metode Numerik digunakan metode beda hingga dengan jumlah iterasi n = 50, 100, 150, 200, 250 dan 300. Berdasarkan pengolahan dan analisa data didapat bahwa semakin banyak jumlah iterasi yang digunakan maka data yang didapatkan semakin mendekati nilai analitiknya, dan metode beda hingga cukup baik digunakan untuk menghitung persoalan elektrostatik sistem koordinat kartesian. Kata kunci: Metode Analitik, Metode Beda hingga, Iterasi ISBN: 978-602-72071-1-0 PENDAHULUAN Persamaan Laplace banyak muncul di cabang ilmu fisika, sehingga menarik beberapa peneliti untuk menyelesaikan suatu persoalan yang dapat dicari menggunakan solusi umum persamaan Laplace. Sebagai contoh : menentukan potensial listrik pada lempeng bujur sangkar dengan metode analitik dan metode numerik untuk sistem geometri kartesian, adalah contoh pembanding dimana persamaan laplace dipenuhi. Beberapa metode telah dikembangkan untuk memecahkan persamaan Laplace. Metode pertama yang paling mudah adalah integrasi langsung. Metode integrasi langsung hanya berlaku untuk persoalan ”satu dimensi” atau medan potensialnya hanya merupakan fungsi dari salah satu dari ketiga koordinat. Dalam kelompok persoalan elektrostatik tertentu yang melibatkan penghantar, ternyata seluruh muatan terdapat pada permukaan penghantar atau dalam bentuk muatan titik yang tetap. Dalam hal ini ρ sebagian besar titik dalam ruang sama dengan nol. Metode analitik adalah suatu metode matematis yang digunakan untuk menyelesaikan persoalan pada suatu sistem tertentu. Kelebihan metode analitis ini adalah hasil yang diinginkan lebih akurat dibandingkan metode numerik untuk menyelesaikan suatu persamaan. Metode Numerik adalah suatu metode yang memberikan hasil berupa data atau nilai numerik. Kelebihan metode ini adalah dapat digunakan untuk menyelesaikan persoalan matematis pada semua sistem. Sedangkan kekurangan metode numerik adalah hasil yang didapatkan tidak akurat. Penelitian ini difokuskan untuk mengetahui seberapa baik metode Numerik Beda Hingga memberikan hasil untuk persoalan elektrostatik sistem koordinat kartesian. DASAR TEORI Metode Pemecahan Persamaan Laplace dengan Separasi Variabel Pada metode dan teknik untuk persoalan elektrostatik disajikan himpunan soal-soal umum dengan memberi spesifikasi bahwa potensialnya hanya merupakan fungsi x dan y jadi � 1 Dengan menyatakan fungsi x dengan X dan fungsi y dengan Y maka diperoleh � � Disubtitusiakan kedalam persamaan 1 � � 2 Karen X tidak mengandung y dan Y tidak mengandung x maka turunan biasa dapat dipakai � � 3 Persamaan 3 dapat dipecahkan melalui pemisahan variabel dengan membaginya dengan XY menjadi � 4 − � 5 Untuk mudahnya tetapan itu dinamakan 6 − � 7 Tetapan disebut tetapan pemisah. Tetapan tersebut dipakai untuk memisahkan suatu persamaan menjadi dua persamaan yang lebih sederhana. � 8 Dengan menggunakan cara integrasi langsung maka dapat ditulis � � 9 ∫ � � 10 Sebagai pengganti digunakan cara subtitusi deret pangkat tak berhingga Sehingga X dapat dinyatakan oleh deret � ∑ � ~ = ∑ − � − ∑ � ~ ~ 12 J ika kedua deret tak berhingga tersebut harus sama untuk setiap harga x, berarti keduanya harus identik, dan koefisien x yang berpangkat sama dapat suku demi suku. Jadi 2 x 1 x 3 x 2 x Dan umumnya kita dapatkan hubungan rekursi Koefisien genapnya dapat dinyatakan sebagai : � � � � Dan pada umumnya untuk n genap, sebagai : � � � 13 Untuk n ganjil, kita peroleh � � � � � Dan, pada umumnya untuk n ganjil, � � 14 Dengan mensubtitusikannya kembali ke dalam deret pangkat semula untuk X, kita peroleh. � ∑ � ~ � ∑ � ~ � atau ISBN: 978-602-72071-1-0 � ∑ � � ~ � ∑ � � ~ � Walau jumlah kedua deret tak berhingga ini merupakan jawaban jawaban differensial dalam x, bentunya dapat diperbaiki dengan pengenalan deret pertama sebagai cosinus hiperbolik � ∑ � ~ � � � Dan deret yang kedua sebagai sinus hiperbolik, � ∑ � ~ � � � � Sekarang jawabannya dapat ditulis sebagai berikut: � � � � 19 atau � � � Syarat batasnya ialah V = 0 pada x = 0, y = 0 dan y = b dan V = V pada x = d untuk semua y antara 0 dan b. Y X Gambar 2.1. Syarat batas untuk potensial � � Memenuhi dari empat syarat batas. Syarat batas ketiga, V = 0 pada y = b, dapat dipenuhi melalui pemilihan α, karena subtitusi harga ini pada � � � menghasilkan � � Yang dapat dipenuhi dengan mengambil ab = mπ m = 1,2,3... atau α = mπb Fungsi potensialnya, � � � 20 � ∑ � ~ = � Bentuk ini merupakan deret sinus Fourier, dan c m dapat ditentukan melalui metode deret Fourier yang baku, jika ditafsirkan V sebagai fungsi periodik dari y. V = V x =d, 0 y b V = - V x =d, b y 2b Koefisien menjadi ∫ � � ∫ −� � 21 Sehingga m ganjil = 0 m genap Namun � , sehingga � � � m hanya yang ganjil Subtitusi persamaan untuk mendapatkan fungsi potensial yang diinginkan � � ∑ � =� METODE BEDA HINGGA Pada persoalan dua dimensi yang potensialnya tidak berubah terhadap koordinat z dan membagi bagian dari penampangnya, dimana potensialnya ingin diketahui , menjadi bujur sangkar. Harga yang tidak diketahui pada empat titik yang berdekatan ditunjukkan sebagai � � � � . Jika daerahnya bermuatan bebas dan berisi dielektrik serba sama maka sehingga untuk dua dimensi kita dapatkan � � 23 Operasi gradien menghasilkan − � � ⁄ , dan − � ⁄ sehingga Persamaan Laplace dua dimensi adalah � 24 Harga aproksimasi untuk turunan parsial ini dapat diperoleh dari potensial yang diketahui karena | − ℎ 25 V 4 V 1 V 3 V 2 ISBN: 978-602-72071-1-0 Dan | − ℎ 26 Gambar 2.2. Konsep Dasar Perhitungan Iterasi �| − �| ℎ − − � ℎ 27 Dengan cara serupa � | − − � ℎ 28 Dengan mengkombinasikan kita dapatkan � � � � � 29 Rumusan ini menjadi eksak ketika h mendekati nol, metode iterasi memakai � � � � � untuk menentukan potensial pada tiap titik sudut bujur sangkar secara bergilir, dan kemudian prosesnya diulang ke seluruh daerah berkali-kali. METODOLOGI Pada Penelitian ini menggunakan persoalan dua dimensi yang potensialnya tidak berubah terhadap koordinat z dan membagi bagian dari penampangnya, dimana potensialnya ingin diketahui. Harga yang tidak diketahui pada lima titik yang berdekatan ditunjukkan dengan V 1 ,V 2 , V 3 , V 4 Langkah- langkah yang dilakukan dalam penelitian ini digambarkan dalam diagram alir beriikut : HASIL DAN PEMBAHASAN Dalam penelitian ini Sistem yang dianalisa berupa bujur sangkar dengan panjang sisi 1.Potensial listrik pada keempat sisinya adalah konstan, dinyatakan sebagai V 1 , V 2 , V 3 , dan V 4. Kemudian diselesaikan secara analitik dengan persamaan Laplace. y a V1=1V V4=4V V2=2V V3=3V a x Setelah didapatkan persamaan potensial � � � � dari perhitungan secara analitik dalam koordinaat kartesian. Maka, dapat dibuat program MATLAB-nya. � h h � a � � b c d � Pengumpulan teori-teori tentang elektrostatik beserta persamaan Laplace kotak potensial dua dimensi Perhitungan secara analitik menggunakan Separasi Variable Perhitungan secara numerik menggunakan metoda beda hingga Membandingkan kedua cara perhitungan Membuat Analisa seberapa baik metode beda hingga terhadap analitik Membuat Kesimpulan Hasil Analisa 0.2 0.4 0.6 0.8 1 0.5 1 1 2 3 4 5 posisix posisiy v x ,y

0.5 1

1.5 2

2.5 3 3.5 4 ISBN: 978-602-72071-1-0 Sehingga didapatkan grafik nilai V untuk 121 titik di dalam lempeng. Dari persamaan metode beda hingga yang digunakan pada perhitungan numerik yang kemudian ditampilkan pada program matlab maka didapatkan bahwa perbandingan perhitungan numerik dan perhitungan analitik tidak terlalu besar selisihnya. Misalkan kita ambil pada sumbu x = 0.4 dan sumbu y= 0.2 selisihnya adalah 0.0176 lihat tabel . Selisih keseluruhan antara perhitungan numerik dan perhitungan analitik pada n= 50 adalah 0.9576 Tabel 4.1. Selisih Perhitungan Analitik dan Perhitungan Numerik pada n=50 YX 0,1

0,2 0,3

0,4 0,5

0,06 17 0,03 25 0,023 6 0,02 01 0,02 36 0,1 0,08 22 0,00 41 0,00 04 0,005 4 0,00 86 0,01 02 0,2 0,04 33 0,01 49 0,01 38 0,015 5 0,01 76 0,01 84 0,3 0,03 15 0,01 49 0,02 07 0,023 4 0,02 45 0,02 41 0,4 0,02 68 0,01 48 0,02 35 0,027 2 0,02 8 0,02 65 0,5 0,02 55 0,01 54 0,02 43 0,027 5 0,02 75 0,02 55 0,6 0,02 68 0,01 7 0,02 35 0,024 2 0,97 69 0,02 12 0,7 0,03 15 0,02 1 0,02 02 0,016 7 0,01 51 0,01 41 0,8 0,04 33 0,02 65 0,00 88 0,004 1 0,00 52 0,00 61 0,9 0,08 22 0,00 24 0,01 72 0,008 2 0,00 18 0,00 07 1 0,02 06 0,01 08 0,007 9 0,00 67 0,00 64 Rata - rata 0,39 31 0,04 87 0,07 47 0,104 3 0,87 9 0,11 68 YX 0,6 0,7 0,8 0,9 1 0,02 01 0,0236 0,032 5 0,06 17 0,1 0,01 08 0,0114 0,012 0,00 24 0,04 11 0,2 0,01 76 0,0149 0,008 8 0,00 27 0,02 17 0,3 0,02 16 0,0167 0,009 4 0,00 14 0,01 57 0,4 0,02 31 0,0178 0,011 1 0,00 44 0,01 34 0,5 0,02 22 0,0175 0,011 9 0,00 59 0,01 27 0,6 0,01 85 0,0152 0,011 5 0,00 69 0,01 34 0,7 0,01 25 0,0107 0,009 6 0,00 8 0,01 57 0,8 0,00 56 0,0044 0,004 6 0,00 95 0,02 17 0,9 0,00 07 0,0015 0,005 1 0,00 11 0,04 11 1 0,00 67 0,0079 0,010 8 0,02 06 Rata - rata 0,10 58 0,0756 0,030 5 0,04 54 0,01 965 Jumlah rata-rata selisih perhitungan analitik dan perhitungan numerik, n = 50 0,95 76 Tabel 4.7 Hubungan jumlah rata-rata selisih dengan jumlah iterasi Iterasi Jumlah rata-rata selisih 50 0,9576 100 0,15532 150 0,07859 200 0,05847 250 0,05847 300 0,05847 PENUTUP Simpulan 1. Semakin banyak jumlah iterasi yang dilakukan maka data yang didapatkan semakin mendekati nilai analitiknya 2. Metode beda hingga cukup baik digunakan untuk menghitung persoalan elektrostatik sistem koordinat kartesia Saran 1. Perlu diteliti untuk jumlah iterasi yang lebih banyak lagi agar dapat diketahui seberapa baik nilai pendekatannya. 2. Perlu diteliti lagi untuk persoalan elektrostatik sistem koordinat kartesian lainnya.

I. DAFTAR PUSTAKA

Hayt,W.H, 1991, Elektromagnetika Teknologi, Penerbit Jakarta, Erlangga Munir,R, 2008, Metode Numerik , Penerbit Informatika,Bandung Peranginangin,K, 2006, Pengenalan Matlab,Penerbit Andi, Yogya Reitz, J.R.,1993, Dasar Teori Listrik Magnet, edisi ke-3, Penerbit ITB, Bandung ISBN: 978-602-72071-1-0 PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE THINK PAIR SHARE TPS TERHADAP PRESTASI BELAJAR SISWA KELAS VIII PADA POKOK BAHASAN BUNYI Fitriyah Ika Astutik 1 Selvi Fauziyah 2

1,2

Program Studi Pendidikan Fisika FKIP Universitas Islam Madura E-mail: fitriyahikaastutik696gmail.com ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh model pembelajaran kooperatif tipe Think Pair Share TPS terhadap prestasi belajar siswa di MTs Bustanul Ulum-Tagangser Laok pada pokok bahasan bunyi. Penelitian dilaksanakan pada semester genap tahun pelajaran 20132014 dengan waktu pelaksanaan tanggal 17 – 29 Maret 2014. Metode penelitian yang digunakan adalah True Experimental Design dan teknik pengambilan sampel menggunakan Purposive Random Sampling. Sampel dalam penelitian ini adalah kelas VIII-B sebagai kelas eksperimen dan kelas VIII-D MTs sebagai kelas kontrol dengan jumlah masing- masing adalah 30 siswa. Kelas eksperimen diberi perlakuan berupa penerapan model pembelajaan kooperatif tipe Think Pair Share TPS dan kelas kontrol diberi perlakuan berupa model pembelajaran konvensional. Teknik pengambilan data adalah dengan tes berupa pilihan ganda sebanyak 20 soal dan nontes berupa lembar pengamatan aktivitas belajar siswa. Hasil yang diperoleh dari penelitian ini menunjukkan bahwa nilai rata-rata postes kelas ekspeimen lebih tinggi dibandingkan dengan kelas kontrol yaitu masing-masing 82,17 dan 66,67. Berdasarkan uji hipotesis pada data postes diperoleh bahwa t hitung = 4,89 lebih besar dari t tabel = 2,000 sehingga Ho ditolak dan Ha diterima terdapat pengaruh yang signifikan antara model pembelajaran kooperatif tipe Think Pair Share TPS dengan model konvensional sebagai pembanding terhadap prestasi belajar kelas VIII di MTs Bustanul Ulum Tagangser Laok pada pokok bahasan Bunyi. Berdasarkan hasil pengamatan aktivitas belajar siswa menunjukkan bahwa kelas eksperimen memperoleh skor rata-rata aktivitas lebih tinggi dibandingkan dengan kelas kontrol yaitu 76,0 dan 64,2. Kata kunci : Model pembelajaran kooperatif tipe Think Pair Share TPS, prestasi belajar siswa PENDAHULUAN Rendahnya aktivitas siswa akan mempengaruhi terhadap prestasi belajar siswa. Dari hasil wawancara dengan guru fisika kelas VIII di MTs Bustanul Ulum Tagangser Laok, prestasi belajar siswa khususnya pada mata pelajaran fisika masih rendah yang ditunjukkan melalui prestasi siswa belum memenuhi KKM Kriteria Ketuntasan Minimal. Hal tersebut dikarenakan kondisi siswa yang masih berpusat pada guru yaitu siswa tidak aktif selama proses pembelajaran berlangsung, dimana siswa hanya diam, duduk mendengarkan materi yang disampaikan. Oleh karena itu, perlu adanya peningkatan kualitas pembelajaran yang diharapkan dapat meningkatkan aktivitas belajar yang berkorelasi dengan peningkatan prestasi belajar siswa dalam kegiatan belajar mengajar. Salah satu upaya untuk meningkatkan aktivitas dan prestasi belajar siswa dilakukan dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Think Pair Share TPS. Model pembelajaran kooperatif tipe Think Pair Share merupakan model pembelajaran kooperatif yang dilakukan oleh siswa secara berpasangan, dimana pada setiap masing-masing pasangan harus saling membantu satu sama lain untuk mencapai tujuan pembelajaran yang diharapkan Suprihatiningrum, 2013. Selain itu, model pembelajaran kooperatif merupakan model pembelajaran yang dirancang untuk mempegaruhi pola interaksi siswa. Kelebihan model pembelajaran kooperatif tipe Think Pair Share diantaranya adalah dapat memberikan siswa waktu lebih banyak untuk berfikir, menjawab, dan saling membantu satu sama lain, siswa mempunyai lebih banyak kesempatan untuk saling berkontribusi ide-ide yang telah didapat, siswa saling berinteraksi dengan anggota kelompoknya dan sebagainya Dewantara, 2012. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Mufidah pada tahun 2013, model pembelajaran kooperatif tipe TPS dapat meningkatkan aktivitas belajar siswa baik dalam berfikir kreatif maupun kerjasama tim. Penelitian lain juga menyimpulkan bahwa terjadi peningkatan ketuntasan prestasi belajar mulai dari 51,28 sampai 89,74 dengan penerapan model pembelajaran kooperatif tipe TPS Winayah, 2013. METODE PENELITIAN Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian eksperimen yang dilakukan dengan menggunakan desain ISBN: 978-602-72071-1-0 Pretest-Posttest Control Group Design untuk menguji hipotesis yaitu kedua sampel penelitian diberi perlakuan yang berbeda Sugiyono, 2013. Penelitian ini dilakukan pada 17 – 29 Maret 2014 di MTs. Bustanul Ulum Tagangser Laok, Waru, Pamekasan tahun ajaran 20132014. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas VIII MTs. Bustanul Ulum Tagangser Laok, dengan sampel dalam penelitian ini terdiri dari 2 kelas yakni kelas VIII-B Model TPS dan kelas VIII-D Model Konvensional yang diambil melalui Purposive random sampling. Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini berupa instrumen dalam pembelajaran silabus, RPP, buku ajar, lembar keterlaksanaan dan LKS dan instrumen tes berupa pilihan ganda sebanyak 20 soal dan nontes berupa lembar pengamatan aktivitas belajar. Pemberian tes dilakukan sebanyak dua kali yaitu pretest dan posttest. Instrumen penelitian yang digunakan terlebih dahulu dilakukan validasi ahli. Selanjutnya melalui analisis hasil tes dilakukan uji hipotesis untuk menarik kesimpulan. HASIL DAN PEMBAHASAN Deskripsi Data Hasil Pretes dan Postes Berdasarkan hasil penelitian dikelas VIII MTs Bustanul Ulum Tagangser Laok diperoleh hasil rata-rata pretes dan postes sebagai berikut: Tabel 4.1 Hasil Pretes dan Postes Kelas Eksperimen dan Kontrol Berdasarkan Tabel 4.1, hasil rata-rata pretes kelas eksperimen dan kelas kontrol masih relatif rendah masing-masing adalah 45,5 dan 44,5 dibandingkan dengan hasil rata-rata postes kelas eksperimen dan kelas kontrol masing-masing adalah 82,17 dan 66,67. Hal tersebut dikarenakan sebelum diberikan pretes siswa belum memperoleh perlakuan yang berkaitan dengan penelitian ini, sedangkan pada hasil postes kelas eksperimen dan kelas kontrol memperoleh nilai rata-rata postes yang relatif tinggi karena sebelum diberikan postes kedua sampel tersebut telah diberi perlakuan. Perlakuan tersebut berupa penggunaan model pembelajaran kooperatif tipe Think Pair Share TPS pada kelas eksperimen dan model pembelajaran konvensional pada kelas kontrol. Hasil tersebut juga memperlihatkan bahwa nilai postes kelas eksperimen lebih tinggi dibandingkan dengan kelas kontrol. Hal tersebut menunjukkan bahwa prestasi belajar siswa kelas eksperimen yang menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Think Pair Share TPS lebih tinggi dibandingkan dengan prestasi belajar siswa kelas kontrol yang menggunakan model konvensional. Sebelum dilakukan uji hipotesis, data yang diperoleh dari hasil penelitian telebih dahulu dilakukan uji prasyarat analisis data berupa uji normalitas dan uji homogenitas. Adapun hasil uji normalitas data pretes dan postes pada kelas eksperimen dan kelas kontrol sebagai berikut: Tabel 4.2 Hasil Perhitungan Uji Normalitas Pretes dan Postes Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol Berdasarkan hasil perhitungan uji normalitas yang diperlihatkan pada Tabel 4.2, keempat data yang diuji normalitas baik data hasil pretes dan postes kelas eksperimen maupun data hasil pretes dan postes kelas kontrol menghasilkan χ 2 hitung lebih kecil dari χ 2 tabel . χ 2 hitung yang dihasilkan dari keempat data tersebut adalah 10,63, 10,87, 9,81 dan 9,86 berturut- turut. Sedangkan hasil χ 2 tabel adalah 11,07 yang diperoleh dengan menentukan derajat kebebasan dk yaitu 5 dan taraf signifikansi yang dipilih adalah 5. Hasil perhitungan uji normalitas data pada Tabel 4.2 menunjukkan bahwa keempat data yang dihasilkan adalah data yang berasal dari sampel yang berdistribusi normal. Sedangkan untuk hasil perhitungan uji homogenitas data pretes dan postes pada kelas eksperimen dan kelas kontrol adalah sebagai berikut: Tabel 4.3 Hasil Perhitungan Uji Homogenitas Pretes dan Postes Kelompok Eksperimen dan Kelompok Kontrol Hasil perhitungan uji homogenitas data pretes dan postes kelas eksperimen dan kelas kontrol ditampilkan pada Tabel 4.3. Varians yang dihasilkan data pretes kelas eksperimen dan kelas kontrol tidak sama, masing-masing adalah 159,59 dan 157,17. Kasus yang sama juga terjadi pada data postes kelas eksperimen dan kelas kontrol masing-masing adalah 148,59 dan 147,9. Akan tetapi, data pretes dan data postes kelas eksperimen dan kelas kontrol masih dikategorikan sebagai data yang homogen. Hal itu, juga diperlihatkan pada Tabel 4.3, pada data prestes menghasilkan F hitung = 1,015 lebih kecil dari F tabel = 1,84, sedangkan pada data postes F hitung = 1,005 lebih kecil dari F tabel = 1,84. Dari hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa data pretes dan postes kelas eksperimen dan kelas kontrol yang dihasilkan adalah homogen. Setelah dilakukan uji prasyarat analisis data, selanjutnya dilakukan uji hipotesis data postes pada kelas ISBN: 978-602-72071-1-0 eksperimen dan kelas kontrol yang diperlihatkan pada tabel berikut: Tabel 4.4 Hasil Pengujian Hipotesis Data Postes Kelompok Eksperimen dan Kelompok Kontrol Berdasarkan hasil uji-t data postes kedua kelas sampel, diperoleh t hitung = 4,89 lebih besar dari t tabel = 2,00. Hasil tersebut memenuhi kriteria Ho ditolak dan Ha diterima atinya terdapat pengaruh yang signifikan antara model pembelajaran kooperatif tipe Think Pair Share TPS dengan model konvensional sebagai pembanding terhadap prestasi belajar siswa pada pokok bahasan Bunyi Deskripsi Data Hasil Observasi Aktivitas Belajar Adapun data hasil pengamatan aktivitas belajar siswa dalam proses pembelajaran kooperatif tipe Think Pair Share TPS adalah sebagai berikut: Tabel 4.5 Hasil Pengamatan Aktivitas Belajar Siswa Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol Tabel 4.5 memperlihatkan hasil pengamatan aktivitas belajar siswa kelas eksperimen dan kelas kontrol. Pada poin bertanya, menjawab, diskusi dan menyimpulkan, kelas eksperimen memperoleh persentase skor lebih tinggi berturut-turut adalah 72,2, 67,8, 85,5 dan 80 dibandingkan dengan kelas kontrol berturut-turut adalah 53,3, 52,2, 67,8 dan 47,7. Sedangkan pada poin presentasi, kelas eksperimen memperoleh persentase skor lebih rendah adalah 73,3 dibandingkan dengan kelas kontrol adalah 100. Perbedaan tersebut disebabkan karena keterbatasan waktu yang dimiliki kelas eksperimen dalam pelaksanaan presentasi. Tabel 4.5 juga memperlihatkan pada kelima poin aktivitas belajar siswa yang diamati, pada kelas eksperimen poin diskusi memperoleh persentase skor tertinggi yaitu 85,5. Hasil tersebut membuktikan bahwa model pembelajaran kooperatif tipe Think Pair Share TPS merupakan model pembelajaran yang mampu mempengaruhi pola interaksi siswa, karena dengan jumlah anggota kelompok yang lebih sedikit siswa mempunyai lebih banyak kesempatan untuk menyampaikan hasil pemikirannya. Perbandingan secara keseluruhan dari hasil pengamatan aktivitas belajar siswa antara kelas eksperimen dan kelas kontrol ditampilkan pada Tabel 4.5. Rata-rata jumlah skor aktivitas belajar siswa kelas eksperimen berbeda dengan rata-rata jumlah skor aktivitas yang ditunjukkan pada kelas kontrol, masing- masing adalah 76,0 dan 64,2. Jika ditinjau secara keseluruhan akivitas belajar yang ditunjukkan siswa pada kelas eksperimen lebih baik dibandingkan dengan kelas kontrol seperti yang diperlihatkan pada tabel 4.5. Walaupun pada poin presentasi skor kelas eksperimen lebih rendah dibandingkan dengan kelas kontrol, akan tetapi dari hasil tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa aktivitas belajar siswa kelas eksperimen lebih tinggi dibandingkan dengan kelas kontrol. Pembahasan Hasil Penelitian Penelitian tentang Pengaruh Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Think Pair Share TPS terhadap Prestasi Belajar Siswa di MTs Bustanul Ulum-Tagangser Laok Kelas VIII Pada Pokok Bahasan Bunyi telah dilakukan dengan memberikan pretes sebelum perlakuan dan memberikan postes setelah perlakuan. Pretes diberikan untuk mengetahui bagaimana keadaan awal siswa sebelum diberikan perlakuan sedangkan postes diberikan untuk mengetahui bagaimana keadaan siswa setelah diberikan perlakuan. Perlakuan yang diberikan berupa penerapan model pembelajaran kooperatif tipe Think Pair Share TPS untuk kelas eksperimen dan model pembelajaran konvensional untuk kelas kontrol. Hasil prestasi belajar yang ditunjukkan kelas eksperimen lebih tinggi dibandingkan pada kelas kontrol yang dibuktikan melalui perbedaan nilai rata-rata data postes kelas eksperimen dan kelas kontrol masing-masing adalah 82,17 dan 66,67. Hasil yang diperihatkan pada Tabel 4.1 menunjukkan bahwa pengaruh model pembelajaran kooperatif tipe Think Pair Share TPS terhadap prestasi belajar siswa lebih baik dibandingkan dengan model pembelajaran konvensional. Sebelum dilakukan uji hipotesis, data pretes dan postes kelas ekperimen dan kelas kontrol harus dilakukan uji prasyarat analisis data terlebih dahulu yaitu berupa uji normalitas dan uji homegenitas. Uji normalitas dilakukan bertujuan untuk mengetahui apakah data sampel berasal dari populasi yang berdistribusi normal atau tidak. Pentingnya mengetahui normal atau tidaknya data sebelum dilakukan uji hipotesis adalah sangat berpengaruh dalam menentukan jenis analisis data statistik yang akan digunakan untuk menguji hipotesis yang telah ditetapkan. Adapun data yang diuji kenormalannya meliputi data hasil pretes-postes kelas ekperimen dan data hasil pretes-postes kelas kontrol. Berdasarkan hasil perhitungan uji normalitas data yang telah dilakukan, keempat data tersebut adalah data yang berasal dari sampel yang berdistribusi normal yang diperlihatkan pada Tabel 4.2. Uji homogenitas dilakukan bertujuan untuk mengetahui apakah data homogen atau tidak. Seperti halnya uji normalitas, uji homogenitas juga sangat penting dilakukan yaitu berkaitan dalam memilih jenis uji-t yang akan digunakan untuk menguji hipotesis data. Pada penelitian ini, varians yang dihasilkan dari data pretes kelas eksperimen dan kelas kontrol mempunyai varians yang berbeda. Kasus yang sama juga terjadi pada varians data postes antara kelas eksperimen dan kelas ISBN: 978-602-72071-1-0 kontrol. Walaupun kedua data tersebut menghasilkan varians yang berbeda antara kelas eksperimen dan kelas kontrol, keduanya masih dikategorikan sebagai data yang homogen. Hal itu dikarenakan, F hitung yang dihasilkan masih lebih kecil dari F tabel seperti yang diperlihatkan pada Tabel 4.3. Pada penelitian ini terdapat beberapa alasan untuk memilih analisis data yang sesuai untuk menguji hipotesis. Pertama, pada penelitian ini analisis data yang dipilih adalah statistik parametrik karena berdasarkan uji normalitas yang telah dilakukan, terbukti bahwa data yang diuji berasal dari sampel yang berdisibusi normal. Kedua, uji hipotesis dalam penelitian ini menggunakan uji-t karena jenis hipotesis pada penelitian ini adalah jenis hipotesis komparatif dengan dua sampel. Ketiga, karena jumlah sampel kelas eksperimen sama dengan jumlah sampel kelas kontrol dan varians kedua sampel tersebut homogen, maka hipotesis diuji dengan uji-t Separated Varians seperti yang telah dilakukan pada penelitian ini Sugiyono, 2013. Berdasarkan hasil uji hipotesis pada Tabel 4.4 data postes, menunjukkan bahwa terdapat pengaruh model pembelajaran kooperatif tipe Think Pair Share TPS terhadap prestasi belajar siswa karena t hitung lebih besar dari t tabel . Jika dikaitkan dengan hasil sebelummnya yang menyatakan bahwa prestasi belajar siswa pada kelas eksperimen dengan model pembelajaran kooperatif tipe Think Pair Share TPS lebih tinggi dibandingkan dengan kelas kontrol yang menggunakan model pembelajaran konvensional, dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran kooperatif tipe Think Pair Share TPS berpengaruh positif terhadap prestasi belajar siswa. Pengaruh positif tersebut disebabkan karena model pembelajaran koopertif tipe Think Pair Share TPS lebih menuntut siswa dalam berperan aktif dan saling bekerjasama dengan anggota kelompoknya dalam memecahkan masalah dan memahami materi. Hal tersebut telah dibuktikan berdasarkan hasil pengamatan aktivitas belajar siswa yang terdapat pada Tabel 4.5 yaitu aktivitas belajar siswa kelas eksperimen relatif lebih tinggi dibandingkan dengan kelas kontrol. Pada penelitian ini, perbedaan persentase skor antara kelas eksperimen dan kelas kontrol disebabkan karena karakteristik yang terdapat dalam model pembelajaran kooperatif tipe TPS yaitu berpikir untuk memecahkan masalah yang diberikan guru, diskusi secara berpasangan dan berbagi dengan seluruh siswa. Pada Tabel 4.5 siswa kelas eksperimen lebih aktif dalam bertanya, menjawab, diskusi, dan menyimpulkan dibandingkan dengan kelas kontrol. Sedangkan pada poin presentasi, aktivitas siswa kelas eksperimen lebih rendah dibandingkan kelas kontrol karena keterbatasan waktu dalam pelaksanaan presentasi sehingga tidak semua kelompok mempresentasikan hasil diskusinya. PENUTUP Simpulan Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan data penelitian, dapat disimpulkan bahwa : 1. Terdapat pengaruh yang signifikan antara model pembelajaran kooperatif tipe Think Pair Share TPS dengan model konvensional sebagai pembanding terhadap prestasi belajar siswa pada pokok bahasan Bunyi. 2. Berdasarkan hasil pengamatan aktivitas belajar siswa, kelas eksperimen memperoleh skor rata-rata aktivitas belajar siswa lebih tinggi dibandingkan dengan kelas kontrol yaitu 76,0 dan 64,2. DAFTAR PUSTAKA Dewantara, I. 2012. httpwww.academia.edu4456427Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Think oleh I Putu Mas Dewantara Mufidah, Lailatul. 2013. Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif tipe TPS Untuk Meningkatkan Aktivitas Belajar Siswa Pada Pokok Bahasan Matrik. Jurnal Pendidikan Matematika STKIP PGRI Sidoarjo . 1 1: 2337- 8166. Sugiyono, 2013. Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan RD . Bandung : Alfabeta Sugiyono. 2013. Statistika untuk Penelitian. Bandung: Alfabeta. Suprihatiningrum, Jamil. 2013. Strategi Pembelajaran. Yogyakarta: Ar-Ruzz Media. Winayah, R. 2013. Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Think Pair Share Dengan Metode Praktikum Dalam Pembelajaran Ipa Fisika Kelas VIII B SMPN 7 Jember Tahun Pelajaran 20122013 . Jurnal Pembelajaran Fisika. 1 1: 2301-9794. ISBN: 978-602-72071-1-0 IMPLEMENTASI LKS DENGAN FORMAT SLIM-N-BIL PADA MATERI PESAWAT SEDERHANA UNTUK SISWA KELAS VIII DI SMP Fragraria Vesa I. D. N 1 Etik Khoirun Nisa 2 

1,2

Pendidikan Sains, Pascasarjana, Unesa  E-mail: fragrariavesagmail.com ABSTRAK Pendidikan tidak hanya bertujuan memberikan materi pelajaran tetapi lebih menekankan bagaimana mengajak siswa untuk menemukan dan membangun pengetahuannya sendiri sehingga siswa dapat mengembangkan kecakapan hidup life skill dan siap untuk memecahkan masalah yang dihadapi dalam kehidupan, tidak terkecuali bidang fisika. Berdasarkan hasil observasi yang telah dilakukan di SMP N 1 Babat bahwa fisika merupakan sebuah pelajaran yang cenderung membosankan dan menyulitkan bagi siswa. Hal ini membuat berkurangnya semangat belajar siswa, sehingga hasil belajar rendah. Oleh karena itu, perlu adanya terobosan baru yang mampu mengoptimalkan kemampuan siswa, membuat siswa semakin aktif dan tertarik untuk belajar fisika. Pembelajaran tersebut menggunakan format SLIM-N-BIL yang dikemas dalam perangkat pembelajaran LKS. Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan implementasi LKS dengan format SLIM-N-BIL pada materi pesawat sederhana untuk siswa kelas VIII. LKS SLIM-N-BIL mengakomodasi 8 kecerdasan sehingga kecerdasan siswa dapat diidentifikasi. Penelitian dilakukan di kelas VIII-E SMPN 1 Babat dengan sampel penelitian sejumlah 20 siswa. Metode penelitian yang digunakan adalah One Group Pretest-Posttest Design dengan analisis data menggunakan uji t untuk mengetahui perbedaan hasil pretest dan posttest 8 kecerdasan. Dalam penelitian ini, diperoleh pula data kognitif, afektif dan psikomotor sebagai data pendamping. Data kognitif menunjukkan apakah hasil belajar siswa sudah memenuhi nilai KKM. Data afektif menunjukkan sikap siswa yang terkait dengan kecerdasan intrapersonal dan data psikomotor menunjukkan kinerja siswa yang terkait dengan kecerdasan badan kinestetik. Hasil analisis menunjukkan bahwa penerapan LKS dengan format SLIM-N-BIL terlaksana dengan baik dengan keterlaksanaan LKS sebesar 87,70. Hasil tes 8 kecerdasan siswa sesudah menggunakan LKS dengan format SLIM-N-BIL pada materi pesawat sederhana terjadi peningkatan yang signifikan sebesar 19,16 setiap siswa. Penerapan LKS dengan format SLIM-N-BIL juga mendapat respon baik dari siswa dengan persentase sebesar 93. Kata Kunci: LKS SLIM-N-BIL, pesawat sederhana, tes identifikasi kecerdasan. ABSTRACT Education not only intend at providing the subject matter but it rather emphasizes in how to engage students to discover and construct their own knowledge so that they are able to develop their life skill and be alert to solve problems encountered in life, included in physics. Based on the observation has been done at SMPN 1 Babat that physics is a subject that tends to be boring and complicate for students. It makes the lessening of student enthusiasm for learning, with the result that learning outcome is low. Therefore, it is needed a new breakthrough in learning to optimize student’s ability, make them to be more active and interested to study physics. The learning uses SLIM-N- BIL’s format which is packed in learning’s scheme, it is worksheet. The research aim to describe the application of worksheet with SLIM-N- BIL’s format on simple machine material for students in class VIII. The SLIM-N- BIL’s worksheet accommodates 8 type of intelligence so that the student’s intelligence can be identified. The research was done in class VIII-E SMPN 1 Babat with member of sample is 20 students. The research method is One Group Pretest-Posttest Design with is analysis uses t-test to know the difference between pretest and posttest of 8 type of intelligence. In this research, it’s also obtained cognitive, affective, and psychomotor’s data as companion. Cognitive shows whether the student learning outcome has obta ined minimum standart. Affective shows students’ behavior that related with intrapersonal intelligence and psychomotor shows students’ performance that related with kinesthetic intelligence. Analysis’ result shows that the application of SLIM-N-BIL’s worksheet materialize well with its feasibility is 87,70. Test result of 8 type of intelligence after apply the SLIM-N- BIL’s worksheet on simple ISBN: 978-602-72071-1-0 machine material gain significantly with is gain is 19,16 for each student. The application of SLIM-N- BIL’ worksheet also get a good response from students with its percentage is 93. Keywords: SLIM-N- BIL’s worksheet, simple machine, intelligence identification test. PENDAHULUAN TABLE I. P ERKEMBANGAN ILMU PENGETAHUAN MEMPENGARUHI HAMPIR SELURUH KEHIDUPAN MANUSIA DI BERBAGAI BIDANG . U NTUK DAPAT MENGUASAI ILMU PENGETAHUAN , MAKA KUALITAS SUMBER DAYA MANUSIA HARUS DITINGKATKAN MELALUI PENINGKATAN MUTU PEMBELAJARAN FORMAL DI SEKOLAH . P ENDIDIKAN TIDAK HANYA BERTUJUAN MEMBERIKAN MATERI PELAJARAN TETAPI LEBIH MENEKANKAN BAGAIMANA MENGAJAK SISWA UNTUK MENEMUKAN DAN MEMBANGUN PENGETAHUANNYA SENDIRI SEHINGGA SISWA DAPAT MENGEMBANGKAN KECAKAPAN HIDUP LIFE SKILL DAN SIAP UNTUK MEMECAHKAN MASALAH YANG DIHADAPI DALAM KEHIDUPAN . Berbagai upaya telah dilakukan untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional, diantaranya dengan perubahan kurikulum, pengembangan metode pembelajaran, dan media pembelajaran. Perubahan kurikulum yang telah dilakukan bertujuan untuk memperbaiki kurikulum sebelumnya yang dirasa belum peka dan tanggap terhadap perubahan sosial yang terjadi pada tingkat lokal, nasional, maupun global. Saat ini Indonesia termasuk berada pada kelompok bawah dalam pengajaran dengan pesentase perbedaan sebesar 15 dari rata-rata. Dengan kurikulum 2013 diharapkan mampu menjawab tantangan pendidikan di masa depan dan mampu menghasilkan sumber daya manusia yang berkompeten, berfikir kritis, memiliki kecerdasan sesuai bakat minat, serta memperhatikan segi moral suatu permasalahan. Kegiatan belajar mengajar yang dipelajari adalah Fisika. Menurut De pdiknas pada tahun 2006, “Peserta didik memiliki keterampilan untuk mengembangkan kemampuan bernalar dalam berpikir kritis induktif dan deduktif dengan menggunakan konsep dan prinsip fisika untuk menjelaskan berbagai fenomena alam dan menyelesaikan masalah baik secara kuantitatif maupun kualitatif”. Namun hal tersebut tidak diimbangi dengan kenyataan yang ada. Berdasarkan hasil observasi yang telah dilakukan di SMPN 1 Babat diketahui bahwa fisika merupakan sebuah pelajaran yang amat ditakuti oleh para siswa, selain itu telah tertanamkan pada pemikiran setiap siswa bahwa fisika merupakan sebuah pelajaran yang cenderung membosankan dan menyulitkan karena hanya berisi teori yang disertai oleh rumus-rumus. Hal ini membuat berkurangnya minat siswa pada pelajaran fisika dan berdampak pada hilangnya semangat belajar siswa, sehingga hasil belajar rendah. Hal in terlihat dari hasil belajar siswa yang belum memenuhi KKM yang telah ditetapkan. Selain itu, latihan yang diberikan, berasal dari LKS yang hanya berisi soal dan penyelesaian perhitungan fisika. Dengan begitu kemampuan berfikir siswa tidak bisa berkembang dengan optimal, sebab pada pembelajaran dan soal latihan tersebut yang dilatih adalah kemampuan logika matematika dan kata-kata verbal. Tanpa disadari bahwa setiap siswa memiliki kemampuan atau kecerdasan yang berbeda-beda untuk memahami setiap materi. Kecerdasan merupakan anugerah dari Tuhan sejak lahir dan berkembang sesuai dengan umur, minat, dan lingkungan si anak. Tuhan telah menganugerahi kecerdasan yang majemuk sehingga dalam diri setiap anak terdapat lebih dari satu bakat kecerdasan. Oleh karena itu, untuk mencapai keberhasilan dalam hidup ini, manusia tidak cukup hanya mengandalkan satu tipe kecerdasan. Dengan kemampuan atau kecerdasan yang berbeda-beda, apabila siswa hanya dilatih dengan kemampuan logika matematika dan kata-kata, bagi siswa yang memiliki kemampuan atau kecerdasan yang lain akan merasa kurang tertarik dalam pembelajaran. Sehingga siswa dengan kemampuan logika matematika dan kata-kata akan lebih dominan dalam pembelajaran. Selama ini kecerdasan seseorang diukur dari tes Intelligence Question IQ, tes standardisasi, dan tes kognitif akademis. Namun, Howard Gardner memiliki pandangan yang berbeda tentang tes kecerdasan tersebut. Gardner menawarkan pandangan yang lebih luas mengenai kecerdasan dan menyarankan bahwa kecerdasan adalah suatu kesinambungan yang dapat dikembangkan seumur hidup. Tipe kecerdasan tersebut diantaranya adalah Spasial-visual, Linguistik-verbal, zInterpersonal, Musikal-ritmik, Naturalis, Badan- kinestetik, Intrapersonal, Logis-matematis SLIM-N- BIL. Berdasarkan teori Gardner dan pengalaman belajar fisika yang kurang menarik, cenderung menggunakan kemampuan logika matematika dan kata-kata serta perangkat pembelajaran yang kurang maksimal, perlu adanya terobosan baru untuk membuat semangat siswa dalam belajar fisika. Oleh karena itu, peneliti akan menyusun sebuah LKS yang mengakomodasi 8 kecerdasan siswa dengan materi pesawat sederhana sehingga diharapkan LKS ini dapat memberikan motivasi kepada siswa. Motivasi yang ada pada diri siswa dapat lebih mudah menggiring siswa untuk lebih aktif belajar. Dengan begitu, kegiatan pembelajaran dapat terlaksana dengan baik dan siswa akan belajar dengan kecerdasan yang dimiliki. Berdasarkan paparan di atas, peneliti melakukan penelitian mengenai LKS 8 kecerdasan dengan judul penelitian “Implementasi LKS dengan Format SLIM-N- BIL pada Materi Pesawat Sederhana untuk Siswa Kelas VIII di SMP. METODE PENELITIAN Jenis penelitian ini adalah One Group Pretest- Posttest Design. Penelitian dilakukan di SMP Negeri 1 Babat pada bulan Desember 2013. Populasi dalam penelitian ini adalah siswa kelas VIII-E SMP Negeri 12 Babat sedangkan sampel yang diambil pada penelitian ini ISBN: 978-602-72071-1-0 adalah sebanyak 20 siswa. Jumlah 20 siswa ini dipilih dengan teknik sample random sampling. Variabel yang digunakan dalam penelitian adalah penerapan LKS dengan format SLIM-N-BIL sebagai variabel manipulasi dan hasil tes 8 kecerdasan sebagai variabel terikat. Sedangkan variabel yang dikontrol adalah guru, materi, dan alokasi waktu. Data di dalam penelitian didapatkan dengan menggunakan metode angket, observasi dan tes. Metode angket digunakan untuk memperoleh data hasil respons siswa terhadap LKS. Metode observasi digunakan untuk memperoleh data nilai afektif dan psikomotor siswa, sedangkan metode tes untuk memperoleh data nilai kecerdasan majemuk siswa dan data nilai kognitif siswa. HASIL DAN PEMBAHASAN Berdasarkan analisis dengan menggunakan empat kriteria yaitu validitas, reliabilitas, tingkat kesukaran, dan daya beda soal diperoleh soal yang layak digunakan sebanyak 30 soal dari 40 soal. Sedangkan yang digunakan untuk pengambilan data nilai kognitif siswa sebanyak 25 soal. Sebelum pembelajaran, tes identifikasi dilakukan untuk mengetahui kecerdasan awal siswa, sedangkan tes identifikasi sesudah pembelajaran dilakukan untuk mengetahui kecerdasan siswa setelah penerapan LKS SLIM-N-BIL, apakah terdapat perbedaan dari kedua hasil tes tersebut. Hasil pretest dan posttest identifikasi kecerdasan majemuk menunjukkan bahwa setiap kecerdasan secara klasikal mengalami peningkatan. Dari hasil tes tersebut terlihat jelas bahwa setiap individu memiliki kecerdasan yang berbeda-beda. Rata-rata skor pretest dan posttest pada masing-masing kecerdasan seperti yang ditunjukkan pada grafik di bawah ini. Grafik 1. Rata-Rata Skor Pretest dan Posttest pada masing-masing kecerdasan Untuk menguji signifikan selisih perbedaan hasil pretest dan posttest menggunakan uji t-gain. Dari hasil perhitungan yang telah diperoleh pada lampiran 5.3, dengan taraf signifikan 0,05 atau taraf kepercayaan sebesar 95 dapat disimpulkan bahwa peningkatan yang signifikan terjadi setelah pembelajaran mengunakan LKS SLIM-N-BIL. Berdasarkan uji t menunjukkan bahwa LKS dengan format SLIM-N-BIL pada materi pesawat sederhana terlaksana dengan baik. Hal ini diperkuat dengan hasil analisis angket respon siswa terhadap pembelajaran dengan menggunakan LKS SLIM-N-BIL sebesar 93. Lembar Kegiatan Siswa LKS dengan format SLIM-N- BIL dapat membantu siswa dalam menemukan konsep dengan lebih mudah, membuat siswa tertarik dalam pembelajaran sehingga dapat meningkatkan kecerdasan yang dimiliki oleh masing-masing siswa, sekaligus dapat meningkatkan kerjasama antar anggota kelompok. Keterlaksanan LKS SLIM-N-BIL ini dapat dianalisis dari hasil pekerjaan siswa pada masing-masing LKS. LKS yang digunakan terdiri dari 4 macam, yakni LKS 1 Tuas, LKS 2 Bidang Miring, LKS 3 Katrol, dan LKS 4 Roda Berporos. Rata-rata nilai yang diperoleh dari masing-masing LKS dapat dituliskan dalam Tabel 1. Tabel 1. Keterlaksanaan LKS SLIM-N-BIL Berdasarkan tabel tersebut dapat diketahui bahwa total keterlaksanaan LKS SLIM-N-BIL secara keseluruhan adalah 87,70. Jadi dapat disimpulkan bahwa LKS SLIM-N-BIL dengan materi pesawat sederhana dapat terlaksana dengan baik. Pembelajaran yang menerapkan LKS dengan format SLIM-N-BIL, menunjukkan bahwa nilai kinerja siswa yang diperoleh dari hasil pengamatan selama kegiatan pembelajaran berlangsung adalah baik. Nilai kinerja, yang meliputi aspek afektif dan psikomotor ini merupakan data pendamping bagi nilai posttest kecerdasan majemuk. Kedua aspek, afektif dan psikomotor, diyakini memiliki hubungan yang sangat erat dengan kecerdasan intrapersonal dan badan kinestetik. Dari hasil analisis, nilai siswa pada aspek afektif mengalami kenaikan dan penurunan, dengan nilai rata- rata tertinggi diperoleh pada pertemuan kedua. Hal ini dikarenakan pada pertemuan kedua, siswa sudah mulai membiasakan diri dengan pembelajaran yang menerapkan LKS SLIM-N-BIL. Sedangkan untuk nilai siswa pada aspek psikomotor mengalami peningkatan secara bertahap dari pertemuan pertama, kedua, dan ketiga. Ketuntasan hasil belajar siswa juga diukur berdasarkan KKM yang telah ditentukan oleh sekolah. Hasil tes kognitif menunjukkan bahwa ketuntasan secara klasikal ≥ 90. Walaupun hasil ini bagus namun masih terdapat tiga orang siswa yang belum tuntas, dengan nilai di bawah KKM, masing-masing siswa memperoleh nilai 70. No. Absen Nilai No. Absen Nilai 1 92 11 92 2 88 12 80 3 88 13 84 4 84 14 88 5 88 15 92 6 90 16 92 Nilai Rata-rata LKS 1 LKS 2 LKS 3 LKS 4 Total 87.55 86.65 87.8 88.8 87.70 Tabel 2. Hasil Tes Kognitif ISBN: 978-602-72071-1-0 No. Absen Nilai No. Absen Nilai 7 70 17 88 8 84 18 92 9 96 19 96 10 70 20 70 Berdasarkan hasil tes kognitif dan pretest pengidentifikasian kecerdasan majemuk diketahui bahwa ketiga siswa yang tidak tuntas, siswa no 7, 10 dan 20, kecerdasan spasial, linguistik, dan logis matematis mereka memang dikategorikan lemah. Hasil analisis keterlaksanaan pembelajaran dengan menerapkan LKS dengan format SLIM-N-BIL menunjukkan bahwa rata-rata nilai pengamatan pelaksanaan pembelajaran, pengelolaan waktu, dan suasana kelas bernilai baik. Siswa dan guru yang antusias dalam pembelajaran menjadikan suasana kelas dapat terkendali dengan baik sehingga skenario yang telah disusun dapat dilaksanakan. Namun, antusias dari guru dan siswa perlu diimbangi dengan pengelolaan waktu yang baik. Dalam penelitian ini, pengelolaan waktu berjalan baik karena penelitian dilakukan di luar jam belajar mengajar. Apabila kegiatan pembelajaran dengan LKS SLIM-N- BIL ini diterapkan pada proses pembelajaran sesuai dengan alokasi waktu yang telah disediakan, tentunya tidak semua kecerdasan dapat dilaksanakan. Seperti pada kecerdasan musikal, membutuhkan waktu lebih lama bagi siswa untuk membuat dan menampilkan hasil karya mereka. Dalam pembelajaran yang menerapkan LKS dengan format SLIM-N-BIL, musik merupakan satu kecerdasan yang mampu memberikan peran tersendiri di kelas. Dalam penelitian ini digunakan musik yang memiliki tempo sedang seper ti lagu “Air” yang dikomposeri oleh Johan Sebastian dan “This way” dari Depapepe. Hasil pekerjaan yang mereka peroleh juga menunjukkan hasil yang positif. Menurut Deporter dan Henarcki, musik dapat digunakan sebagai sugesti positif yang dapat mempengaruhi hasil belajar. Ketika seseorang merasa lebih nyaman, hal itu akan membawa mood yang baik, sehingga pekerjaan yang dihasilkan akan lebih baik pula. PENUTUP Simpulan Berdasarkan hasil analisis data penelitian, dapat disimpulkan bahwa implementasi LKS dengan format SLIM-N-BIL pada materi pesawat sederhana terlaksana dengan baik dengan keterlaksanaan LKS sebesar 87,70. Selain itu, hasil tes 8 kecerdasan siswa sesudah menggunakan LKS dengan format SLIM-N-BIL pada materi pesawat sederhana terjadi peningkatan yang signifikan sebesar 19,16 setiap siswa dan penerapan LKS dengan format SLIM-N-BIL pada materi pesawat sederhana mendapat respon baik dari siswa dengan persentase sebesar 93. Saran Sebagai saran dalam menerapkan LKS dengan format SLIM-N-BIL, sebaiknya dipastikan terlebih dahulu bahwa seluruh siswa telah membaca dan memahami isi LKS sebelum melakukan kegiatan sehingga proses belajar mengajar dapat berjalan dengan efektif. Implementasi LKS dengan format SLIM-N-BIL memerlukan waktu yang cukup lama, sehingga pengajar hendaknya dapat mengelola waktu pembelajaran dengan baik. Oleh karena itu sebagai saran untuk penelitian selanjutnya, dapat dibuat LKS dengan format SLIM-N- BIL yang lebih terfokus dan spesifik pada kecerdasan yang memang diperlukan dalam pembelajaran sains khususnya Fisika. DAFTAR PUSTAKA Arikunto,Suharsimi. 2002. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta: Rineka Cipta Arikunto,Suharsimi. 2009. Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: PT Bumi Aksara Amstrong, Thomas. 2013. Kecerdasan Multiple di dalam kelas. Jakarta: PT Indeks DePorter, Bobbi, dkk. 2001. Quantum Teaching. Bandung: Kaifa Davids, Mark., Neff, Robert., Wedding, Kelly., Zitzewitz, Paul. 1995. Merril Physical Science Teacher Wraparound Edition . NewYork: GLENCOE McGraw-Hill. Karim, Saeful, dkk. 2008. Belajar IPA untuk kelas VII. Jakarta: PT Setia Purna Invers Pratiwi, Rinie, dkk. 2008. Contextual Teaching Learning Ilmu Pengetahuan Alam SMP. Jakarta: Pusat Perbukuan, Depdiknas Prasodjo, B., dkk. 2009. Physics 2 for Junior High School Year VIII. Yogyakarta: Yudhistira. Riduwan dan Sunarto. 2012. Statistika untuk Penelitian. Bandung: Alfabeta. Riduwan. 2012. Skala Pengukuran Variabel-Variabel Penelitian. Bandung: Alfabeta Sudjana. 2005. Metoda Statistika. Bandung: Tarsito Sudjana, Nana, dkk. 2012. Penelitian dan Penilaian Pendidikan . Bandung:Sinar Baru Algensindo Sugiyono. 2010. Metode Penelitian Pendidikan. Bandung: Alfabeta Tim Penyusun. 2006. Panduan Penulisan dan Penilaian Skripsi Universitas Negeri Surabaya . Surabaya: UNESA Unipress Tipler, P. 1998. Fisika untuk Sains dan Teknik. Jakarta: Erlangga. Uno, Hamzah B dan Koni, Satria. 2012. Assassment pembelajaran. Jakarta: Bumi Aksara Zemansky, M.W. terjemahan Soedarjana, Ir. Achmad, Amir, Drs.. 1962. Fisika untuk Universitas 1. Jakarta: Yayasan Dana Buku Indonesia ISBN: 978-602-72071-1-0 TES PEMAHAMN KONSEP RANGKAIAN LISTRIK PADA SMA NEGERI KOTA MADYA BANDA ACEH Zainuddin 1 Budi Jadmiko 2 Muslimin Ibrahim 3 ABSTRAK Pendidikan merupakan salah satu faktor penentu kualitas sumber daya manusia. Berkaitan dengan hal tersebut dibutuhkan perbaikan mutu pendidikan. Penyebab rendahnya prestasi siswa erat kaitannya dengan pemahaman konsep. Menurut Baser, 2006 bahwa rendahnya pemahaman konsep siswa berasal dari faktor siswa, karena kurang memperhatikan dalam pembelajaran. Bahkan sering menyebabkan terjadinya miskonsepsi pada siswa Garbett, 2011. Kajian tentang miskonsepsi pada topik arus listrik dalam pembelajaran fisika siswa bermasalah dalam memahami konsep arus listrik Ates Polat, 2005; Kuçukozer Kocakulah, 2007 sebagian siswa tidak dapat membedakan konsep-konsep terkait seperti arus, daya, tegangan. Tujuan penelitian ini adalah untuk dapat 1 mengetahui miskonsepsi siswa pada rangkaian listrik, 2 mengetahui tingkat miskonsepsi siswa pada masing-masing konsep rangkaian lisrik, dan 3 mengetahui indikasi penyebab miskonsepsi tersebut. Metode penelitian kuantitatif menggunakan program SPSS CRI analisis tes tiga tingkat untuk tujuan 1 dan analisis tes tingkat ke empat untuk tujuan 2. Hasil analisis menunjukkan bahwa: rata-rata siswa SMA negeri Kotamadya Banda Aceh mengalami miskonsepsi MK sebesar 53,43, ada 5 konsep tes yang mengalami MK tertinggi dari 12 konsep keseluruhan tes yang dilakukan, dan rata-rata hasil tes penyebab miskonsepsi siswa terhadap pemahaman konsep tentang rangkaian listrik sederhana pada SMA Negeri Kota Madya Banda Aceh sebesar 68,16 berasal dari siswa . Kata kunci : Miskonsepsi, rangkaian listrik, CRI analisis tes empat tingkat. PENDAHULUAN Pendidikan merupakan salah satu faktor penentu kualitas sumber daya manusia. Berkaitan dengan kualitas sumber daya manusia tersebut dibutuhkan perbaikan mutu dan kualitas pendidikan. Hasil publikasi Trends in International Mathematics and Science Study 2011 menunjukkan bahwa, kemampuan siswa dalam pemahaman konsep sains masih rendah, siswa hanya mampu mengenali fakta dan tidak mampu mengaplikasikan dalam kehidupan nyata. Senada dengan hal tersebut hasil kajian Program for International Student Assessment 2013 menunjukkan bahwa prestasi sains siswa Indonesia juga masih rendah. Rendahnya prestasi siswa Indonesia tentu saja dipengaruhi oleh banyak hal, salah satu penyebab rendahnya prestasi siswa erat kaitannya dengan pemahaman konsep sains tersebut. Menurut Baser, 2006 bahwa rendahnya pemahaman konsep siswa berasal dari faktor siswa, karena kurang memperhatikan dalam pembelajaran. Bahkan kadang kala sering menyebabkan terjadinya miskonsepsi pada siswa Garbett, 2011. Menurut Pfundt dan Duit. 2006 bahwa, siswa datang ke lingkungan belajar dengan prasangka, yang terbentuk selama interaksi mereka dalam lingkungan fisik dan social, prasangka mereka mempengaruhi belajar. Kajian tentang miskonsepsi pada topik arus listrik dalam pembelajaran fisika menunjukkan bahwa siswa bermasalah dalam memahami konsep arus listrik Ates Polat, 2005; Kuçukozer Kocakulah, 2007. Kajian tersebut mengungkap bahwa sebagian besar siswa tidak dapat membedakan konsep-konsep terkait seperti arus, daya, tegangan. Contoh miskonsepsi siswa tentang arus listrik adalah “baterai sebagai sumber arus konstan”. Lebih lanjut Huseyin Kucukozer, Sabri Kocakulah 2007 miskonsepsi, yang menekankan gagasan tidak ada bola lampu hidup jika saklar off karena bahasa sehari- hari dan gagasan lampu terhubung secara paralel memberikan cahaya yang lebih terang daripada yang dihubungkan secara seri karena pelajaran sebelumnya. Selain itu, miskonsepsi, mereka sering dilaporkan di literatur seperti konsumsi arus. KAJIAN TEORITIS Pengertian konsep Menurut Ibrahim 2012 Konsep adalah produk dari proses ilmiah. Seorang siswa melakukan pengamatan proses mencatat data hasil pengamatannya proses yang berupa fakta secara teliti dan jujur sikap. Dari berbagai fakta yang diperoleh kemudian membuat generalisasi, melalui identifikasi persamaan-persamaan yang dimiliki oleh fakta tersebut. Selanjutnya Ibrahim 2012 menjelaskan bahwa pemahaman yang dimiliki siswa disebut konsepsi awal prakonsepsi. Sebahagian pemahaman tersebut sesuai dengan pemahaman yang dimiliki dan diyakini kebenarannya oleh ilmuan. Akan tetapi banyak juga diantara pemahaman yang dimiliki seseorang sama sekali berbeda dengan konsep ilmiah yang diakui kebenarannya. Prakonsep pada siswa akan hilang ketika mereka diajarkan konsep yang benar ISBN: 978-602-72071-1-0 Konsepsi Siswa sebelum memiliki pengalaman di kelas formal yang bisa mengandung miskonsepsi, pengetahuan, miskonspsi adalah konsepsi siswa sebelum belajar di kelas yang berbeda dari konsepsi ilmuwan Lee dan Byun, 2011. Miskonsepsi adalah pengalaman akumulasi siswa dalam kehidupan sehari-hari mereka, sehingga mereka harus membangun citra mental sendiri untuk memahami peristiwa Bawaneh et.all., 2010. Oleh karena itu, keberadaan miskonsepsi harus menyadari untuk semua pendidik karena memberikan kesalahan berpikir untuk mengetahui tentang sesuatu. Miskonsepsi dapat mengganggu kognitif siswa karena ada kesenjangan antara konsepsi mereka sebelumnya dengan informasi baru. Ide penting adalah bagaimana para guru memainkan peran mereka untuk memastikan mereka bisa tahu indikasi miskonsepsi awal siswa mereka dan membuat tindakan preventif atau membuat tindakan penyembuhan pada miskonsepsi Azman, et.all., 2013. Salah satu cara untuk mengatasi miskonsepsi adalah dengan menggunakan alat diagnosa konsepsi siswa. Miskonsepsi menempati struktur kognitif siswa sementara temporer, bahkan menjadi permanen Taufiq, 2012. Para siswa yang memiliki miskonsepsi harus merestrukturisasi konsepsi mereka untuk konsepsi yang tepat sesuai dengan konsepsi ilmuwan karena konsepsi mereka tidak bisa menjelaskan fenomena Zhou, 2012. Dengan demikian, peneliti sadar melakukan untuk mengetahui jumlah siswa yang memiliki miskonsepsi agar memastikan bahwa data yang dapat berguna untuk pencegahan penyebaran miskonsepsi ke daerah yang lebih patal. Oleh karena itu, sebelum mengambil tindakan untuk mengurangi miskonsepsi, disarankan untuk peneliti dan pendidik untuk mengidentifikasi miskonsepsi tentang sekitar lingkungannya. Miskonsepsi adalah konsepsi siswa yang tidak ilmiah Taşlidere, 2013. Saat ini, miskonsepsi adalah yang paling masalah dalam pendidikan di seluruh dunia. miskonsepsi telah menjadi masalah universal, lintas sosial budaya, bahasa dan etnis Adnyani, et.all. 2013. miskonsepsi adalah intuisi yang dibesarkan pada kognitif siswa yang sulit untuk memperbaikinya karena konsisten. Intuisi yang bisa menjadi keyakinan mereka Tayubi, 2005 .Misconceptions adalah prasangka bahwa ide siswa tidak bisa membuktikan keterangan fenomena peristiwa fisika secara jelas dan sesuai dengan Hukum Fisika Demirci, 2005. Dengan kata lain, miskonsepsi adalah hasil kegagalan pemikiran personil untuk berhubungan atau untuk menjelaskan peristiwa di dunia sekitar mereka dengan ide-ide mereka sendiri. Dalam tulisan ini, konsep yang menjadi studi untuk mengidentifikasi miskonsepsi siswa konsep tentang rangkaian listrk. Sebagai prioritas fisika pendidikan hampir di setiap tingkat dalam kurikulum sekolah Topik-topik ini selalu menjadi penting belajar dalam proses pembelajaran di tingkat sekolah menengah, dan universitas. Sejumlah penelitian tentang rangkaian listrik menunjukkan bahwa siswa memiliki berbagai konsepsi tentang konsep-konsep ini sampai mereka mendapat konsep ilmiah dalam kelas mereka Narjaikaew, 2012. Jika siswa memiliki miskonsepsi yang dapat menjadi penghalang untuk memahami pengetahuan yang benar. Jika mereka gagal untuk memahami pengetahuan sehingga mereka bisa gagal untuk sukses dalam mencapai tujuan Azman, et.all., 2013. METODE PENELITIAN Tes Empat Tingkat Banyak penelitian terutama melakukan penelitian terhadap miskonsepsi yang menggunakan berbagai jenis tes diagnosa. Tes tersebut dibuat untuk memperoleh kurangnya proses belajar dalam kondisi biasa. Jadi tes diagnosa berguna bagi guru untuk mengidentifikasi proses miskonsepsi pada siswa Bala, 2013. Miskonsepsi berbeda dengan kurangnya pengetahuan, harus dipastikan bahwa siswa pada proses memilih jawaban. Untuk mengurangi kerancuan ini, tes empat tingkat harus dikembangkan untuk pemehaman konsep siswa. Solusinya adalah pada tingkat keempat, bahwa siswa harus memilih salah satu option deteksi sumber informasi tes tiga tingkat sebelumnya. Keyakinan mereka Bala, 2013. Dengan struktur tes empat tingkat dimana tes tingkat pertama adalah pilihan ganda, tes tingkat kedua adalah penalaran dari jawaban pada tingkat pertama, tes tingkat ketiga adalah rasa percaya diri siswa untuk dua tingkatan sebelumnya Pesman, 2005; Turker 2005; Dindar, 2011. Sedangkan tes tingkat keempat adalah perolehan sumber informasi untuk tes tiga tingkat sebelumnya. Tes pemahaman konsep ini berasal dari Huseyin Kucukozer, Sabri Kocakulah 2007. Setiap soal terdiri atas tes empat tingkat: 1 pilihan ganda, 2 alasan menjawah soal tes sebelumnya, 3 keyakinan terhadap jawaban dua tingkat sebelumnya, dan 4 sumber informasi penyebab miskonsepsi terhadap jawaban tiga tingkat sebelumnya. Tes pemahaman konsep ini dibagikan kepada siswa oleh peneliti di 3 sekolah SMA Negeri Kota Madya Banda Aceh, yaitu SMANegeri 3. Kategori tinggi jumlah 30 siswa, SMANegeri 5. Kategori rendah jumlah 17 siswa, dan SMANegeri 12. Kategori sedang jumlah 16 siswa. Setelah data diperoleh lalu dianalisis, hasil analisis selanjutnya di konfirmasi pada tabel The Criteria of Misconception dibawah ini. Table The Criteria of Misconception Criteria of misconceptions Decision of Category 0 Misconception ≤ 30 Rendah 30 Misconception ≤ 70 Sedang 70 Misconception ≤ 100 Tinggi Sumber: Kurniawan Yudi Suhandi 2015 HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil tes tentang pemahaman konsep arus listrik di 3 sekolah SMA Negeri Kotamadya Banda Aceh,: 1 menemukan miskonsepsi MK siswa pada SMA Negeri 3 kategori tinggi, Paham Konsep PK 2,78, Kurang ISBN: 978-602-72071-1-0 Paham Konsep KPK 9,44, Tidak Paham Konsep TPK 25,83, dan Miskonsep MK 61,95. Adapun rincian miskonsepsinya MK 1 , MK 2, dan MK 3 seperti pada Grafik 1.berikut: SMA Negeri 5 kategori rendah, PK 0,49, KPK 9,31, TPK 40,69, MK 49,51. Adapun ke 3 miskonepsi tersebut MK 1 , MK 2 , dan MK 3 seperti pada grafik 2 berikut: SMA Negeri 12 kategori sedang, PK 0,52, KPK 5,75, TPK 45,31, dan Miskonsep MK 48,83. Adapun rinciannya Miskonsepsi MK 1 , MK 2 , dan MK 3 seperti pad grafiK 3 berikut: 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 M1 8. 16 0. 16 33 25 33 8. 8. 25 8. 16 33 16 0. 41 25 16 16 25 50 41 33 0. 33 25 25 50 16 0. M2 50 58 8. 33 66 41 58 16 33 8. 16 83 66 25 8. 16 58 41 33 25 50 41 33 50 41 25 33 25 41 50 M3 16 8. 0. 0. 0. 8. 0. 0. 0. 0. 0. 0. 0. 0. 0. 0. 0. 0. 0. 0. 0. 0. 0. 0. 0. 8. 0. 8. 16 0. 0.00 10.00 20.00 30.00 40.00 50.00 60.00 70.00 80.00 90.00 M is ko ns ep si Grafik 1. Diagram Garis Miskonsepsi Siswa SMA Negeri 3 Kota Madya Banda Aceh M1 M2 M3 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 M1 25.00 0.00 25.0016.6716.6725.00 0.00 8.33 0.00 0.00 25.00 0.00 0.00 0.00 0.00 8.33 0.00 M2 25.0016.6766.6725.0058.3350.0041.6766.6725.0058.3358.33 8.33 8.33 8.33 25.0058.3366.67 M3 0.00 0.00 8.33 0.00 0.00 0.00 0.00 8.33 0.00 8.33 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 10.00 20.00 30.00 40.00 50.00 60.00 70.00 Mi sko n se p si Grafik 2 Diagram Garis Miskonsepsi Siswa SMA Negeri 5 Kota Madya Banda Aceh 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 M2 0.00 58.3 8.33 8.33 0.00 83.3 50.0 75.0 66.6 0.00 16.6 75.0 0.00 75.0 66.6 50.0 M1 0.00 16.6 0.00 0.00 0.00 0.00 33.3 25.0 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 8.33 33.3 25.0 M3 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 20.00 40.00 60.00 80.00 100.00 120.00 M isk on se ps i Grafik 3. Diagram Garis Miskonsepsi Siswa SMA Negeri 12 Kota Madya Banda Aceh M2 M1 M3 ISBN: 978-602-72071-1-0 Selanjutnya hasil penelitian ini juga 2 menemukan miskonsepsi MK siswa pada masig-masing konsep tes pemahaman rangkaian listrik pada SMA negeri Kotamadya Banda Aceh adalah : konsep pada tes no.2. 80, siswa mengalami MK, konsep pada tes no 4 dan no. 11 adalah 75 , siswa mengalami MK, konsep pada tes no, 1 dan 7 adalah 73 siswa mengalami MK, dan konsep pada tes no 3 adalah 71 . siswa mengalami MK, Sementara 7 konsep lainnya berkisar antara 50 sampai dengan 69 siswa mengalami MK. Berarti ada 5 konsep tes yang mengalami MK tertinggi dari 12 konsep keseluruhan tes yang dilakukan pada SMA Negeri Kota Madya Banda Aceh. Untuk lebih rinci dapat dilihat pada grafik 4 berikut: Kemudian untuk 3 menemukan penyebab miskonsepsi MK siswa SMA Negeri Kota Madya Banda Aceh adalah sebagai berikut: SMA Negeri 3 kategori tinggi adalah 67, SMA Negeri 5 kategori sedang adalah 66,18, dan SMA Negeri 12 kategori rendah adalah 68,63 menjawab sumber informasi berasal dari siswa. Dengan demikian rata-rata hasil tes penyebab miskonsepsi siswa terhadap pemahaman konsep tentang rangkaian listrik sederhana pada SMA Negeri Kota Madya Banda Aceh adalah sebesar 68,16 berasal dari siswa . Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada grafik 5 dibawah ini: PENUTUP Simpulan Dari laporan penelitian ini dapat disimpulkan sebagai berikut: 1 Miskonsepsi rata-rata siswa pada rangkaian listrik di SMA negeri Kotamadya Banda Aceh adalah sebesar 53,43. 2 Tingkat miskonsepsi siswa pada masing-masing konsep tes rangkaian lisrik terdapat 5 konsep tes yang mengalami miskonsepsi tertinggi dari 12 konsep keseluruhan tes yang dilakukan di SMA Negeri Kota Madya Banda Aceh. 3 Diperoleh indikasi rata-rata penyebab miskonsepsi siswa pada rangkaian listrik terhadap pemahaman konsep tentang rangkaian listrik pada SMA Negeri Kota Madya Banda Aceh sebesar 68,16 berasal dari siswa . Saran Bila persoalan sudah sangat jelas melalui diagnose baik miskonsepsi yang dialami siswa, tingkat miskonsepsi yang dimiliki siswa, maupun penyebab yang dapat menimbulkan miskonsepsi, sebagaimana menurut Suparno 2005 68.4 3.1 4.5 6.3 3.6 16.5 50 100 Pemikiran Sendiri Penjelasan Guru Sebelumnya Membaca Buku Pengalaman Saat Kegiatan Belajar Mengajar Lingkungan Dan Budaya Tidak Menjawab A B C D E TM pilihan jawaban siswa O p t i o n p e n y e b a b m i s k o n s e p s i Grafik 5 penyebab miskonsepsi siswa terhadap jawaban rata-rata siswa SMANegeri Kota Madya Banda Aceh Konsep 1 Konsep 2 Konsep 3 Konsep 4 Konsep 5 Konsep 6 Konsep 7 Konsep 8 Konsep 9 Konsep 10 Konsep 11 Konsep 12 MK 73 81 71 75 52 69 73 65 58 52 75 50 73 81 71 75 52 69 73 65 58 52 75 50 10 20 30 40 50 60 70 80 90 M isk on se ps S oa l T es Ko nse p Grafik 4. Diagram Garis Persentase Miskonsepsi Siswa Terhadap Soal tes Pemahaman Konsep Listrik pada SMA … ISBN: 978-602-72071-1-0 Tabel 2. Penyebab Miskonsepsi Sebab Utama Sebab Khusus Peserta Didik Prakonsepsi, pemikiran asosiatif, pemikiran humanistik, reasoning yang tidak lengkap, intuisi yang salah, tahap perkembangan kognitif peserta didik, kemampuan peserta didik, minat belajar peserta didik. Guru Tidak menguasai bahan, bukan lulusan dari bidang ilmu fisika, tidak membiarkan peserta didik mengungkapkan gagasanide, relasi guru-peserta didik tidak baik. Buku Siswa Penjelasan keliru, salah tulis terutama dalam rumus, tingkat penulisan buku terlalu tinggi bagi siswa, tidak tahu membaca buku teks, buku fiksi dan kartun sains sering salah konsep karena alasan menariknya yang perlu. Konteks Pengalaman peserta didik, bahasa sehari-hari berbeda, teman diskusi yang salah, keyakinan dan agama, penjelasan orang tuaorang lain yang keliru, konteks hidup peserta didik tv, radio, film yang keliru, perasaan senang tidak senang, bebas atau tertekan. Metode mengajar Hanya berisi ceramah dan menulis, langsung ke dalam bentuk matematika, tidak mengungkapkan miskonsepsi, tidak mengoreksi PR, model analogi yang diapakai kurang tepat, model demonstrasi sempit,dll Sehingga sangat membantu guru dalam langkah selanjutnya, yaitu memilih, menerapkan bahkan mengembangkan modelmetode atau strategi pembelajaran yang tepat untuk persoalan tersebut. Adapun rekomendasi peneliti, antara lain silakan menggunakan modelmetode atau strategi: 1. Model perubahan konsep 2. scientific approach 3. Model POE dan POEDODE 4. Model inquiri DAFTAR PUSTAKA Azman, Nabilah Faiqah; Ali, Marlina; and Mohtar, Lilia Ellany. 2013. The Level of Misconceptions on Force and Motion Among Physics Pre-Services Teachers in UPSI. International Seminar on Quality and Affordable Education 2nd , 128-132. Bala, Ritu. 2013. Measurement of Errors and Misconceptions: Interviews and Open-ended Tests, Multiple-Choice Tests, Two-tier Tests and Three-Tier Test. Education India Journal: A Quarterly Refereed Journal of Dialogues on Education 2, 44-60. Bawaneh, Ali; Zain, Ahmad Nurulazam; and Saleh, Salmiza. 2010. Radical Conceptual Change Through Teaching Method Based on Constructivism Theory For Eight Grade Jordanian Students. The Journal of International Social Research3 14, 131-147. Demİrcİ, Neşet. 2005. A Study About Students‟ Misconceptions in force and Motion Concepts by Incorporating A Web-Assisted Physics Program. The Turkish Online Journal of Educational of Technology 4 3, 40-48 Ibrahim, Muslimin. 2012 Konsep dan Miskonsepsi dan Cara Pembelajarannya, Unesa University ress. Vii, 114., IIIus, 23.5, ISBN:978-979-028-557-6 Kuçukozer, H. Kocakulah, S. 2007. Secondary school students‟ misconceptions about simple electric circuits. Journal of Turkish Science Education, Volume 4, Issue 1. Lee, Gyoungho. and Byun, Taejin. 2011. An Explanation for the Difficulty of Leading ConceptualChange Using a Counterintuitive Demonstration: The Relationship Between Cognitive Conflict and Responses. Research in Science Education. DOI 10.1007s11165-011- 9234-5 Narjaikaew, Pattawan. 2012. Alternative Conceptions of Primary School Teachers of Science about Force and Motion. Procedia-Social and Behavioral Sciences 2013 88,250 –257. Peşman, Haki. 2005. Development of A Three-Tier Test to Assess Ninth Grade Students’ Misconceptions about Simple Electric Circuits. Master‟s Thesis. Middle East Technical University, Turkey. Suparno, Paul. 2005. Miskonsepsi dan Perubahan Konsep Dalam Pendidikan Fisika . Jakarta: PT Grasindo. Taşlıdere, Erdal. 2013. Effect of Conceptual Change Oriented Instruction on Students‟ Conceptual Understanding and Decreasing Their Misconceptions in DC Electric Circuits. Scientific Research Creative Education4 4, 273- 282. Taufiq, Muhammad. 2012. Remediasi Miskonsepsi Mahasiswa Calon Guru Fisika Pada Konsep Gaya Melalui Penerapan Model Siklus Belajar Learning Cycle 5E. Jurnal Pendidikan IPA Indonesia 1 2, 198-203. Tayubi, Yuyu. R. 2005. Identifikasi Miskonsepsi pada Konsep-Konsep Fisika Menggunakan Certainty of Response Index CRI. Mimbar Pendidikan 3, XXIV,4-9 Türker, Fatma. 2005. Developing A Three-Tier Test to Assess High School Students’ Misconceptions ISBN: 978-602-72071-1-0 Concerning Force And Motion . Master‟s Thesis. Middle East Technical University, Turkey. Zhou, George. 2010. Conceptual Change in Science: A Process of Argumentation. Eurasia Journal of Mathematics, Science Technology Education6 2, 101-110. 264 ISBN: 978-602-72071-1-0 PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF DENGAN STRATEGI EVERYONE IS A TEACHER HERE PADA MATERI PERPINDAHAN KALOR DI SMA NEGERI 1 MOJOKERTO Imroatu Maghfiroh 1 Fina Ulya Farhatin 2 Dayya Rotul Laili 3 1,2,3 S2 Pendidikan Sains, UNESA E-mail: imroatu.magfirohgmail.com ABSTRAK Berdasarkan hasil observasi yang dilakukan peneliti di SMA Negeri 1 Mojokerto diketahui bahwa sekolah tersebut belum menerapkan pembelajaran yang membuat siswa aktif secara keseluruhan pada saat proses pembelajaran berlangsung. Oleh sebab itu, peneliti mencoba menerapkan model pembelajaran kooperatif dengan strategi setiap siswa berperan sebagai guru yang bertujuan untuk mendeskripsikan perbedaan hasil belajar siswa antara kelas kontrol dan kelas eksperimen serta respons siswa terhadap model dan strategi tersebut. Rancangan penelitian ini adalah true experimental design. Sampel penelitian terdiri dari tiga kelas eksperimen X-6, X-7, X-8 dan satu kelas kontrol X-5. Hasil analisis uji normalitas dan homogenitas terhadap hasil pretest didapatkan semua kelas terdistribusi normal dan homogen. Berdasarkan hasil analisis uji-t dua pihak didapatkan t hitung hasil belajar siswa dari tiga kelas eksperimen berturut-turut sebesar 5,729; 4,907; dan 7,349 dengan t tabel sebesar 2,000, karena t hitung tidak berada pada -t tabel t hitung t tabel maka hasil belajar siswa kelas eksperimen berbeda dengan hasil belajar siswa pada kelas kontrol. Selanjutnya dilakukan uji-t satu pihak dan didapatkan nilai thitung tiga kelas eksperimen berturut-turut adalah 5,729; 4,907; dan 7,349 dengan ttabel sebesar 1,670, karena t hitung t tabel , maka hasil belajar kelas eksperimen lebih baik daripada hasil belajar kelas kontrol. Berdasarkan analisis hasil angket respons siswa diperoleh bahwa model dan strategi tersebut dapat diterima siswa dengan baik dengan respons positif sebesar 94,58 siswa setuju. Jadi dapat disimpulkan bahwa hasil belajar siswa dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif dengan strategi setiap siswa berperan sebagai guru everyone is a teacher here berbeda dan lebih baik dari hasil belajar siswa pada kelas kontrol. Kata Kunci: Model pembelajaran koopratif, strategi setiap siswa berperan sebagai guru everyone is a teacher here, hasil belajar siswa, perpindahan kalor. ABSTRACT Based on observations conducted by researchers at senior high school 1 Mojokerto knows that the school has not implemented the learning that make students active as a whole during the learning process takes place to solve problems of every student in the material being taught in class. Therefore, researchers try to apply the model of cooperative learning with strategies everyone is a teacher here which aims to describe the differences between the students’ control class and experimental class and the student response to the model and strategy. The design of this research is true experimental design. Study sample consisted of three experimental classes X-6, X-7, X-8 and one control class X-5. The results of tests of normality and homogeneity analysis of the results obtained pretest all classes are normal and homogeneously distributed. Based on the results of the two tale test analysis obtained t count learning outcomes of students from three experimental class are 5.729: 4.907, and 7.349 with the t table of 2.000, because t count are not on - t table t count t table so the student learning outcomes of experimental class is different with control class. Then performed one tale test and the value obtained t count learning outcomes of students from three experimental class are 5.729: 4.907, and 7.349 with the t table of 1.670, because t count t table , so the student learning outcomes of experimental class is better than control class. Based on the analysis of the results of student questionnaire responses obtained models and strategies that can be received well by students with a positive response for 94.58 of students agreed. So can conclusion that student learning outcomes by using a model of 265 ISBN: 978-602-72071-1-0 cooperative learning strategies everyone is a teacher here is different and better than control class that uses the usual learning in school Keywords: learning models kooperatif, strategy everyone is a teacher here, student learning outcomes, heat transfer PENDAHULUAN Proses belajar mengajar menjadi salah satu proses interaksi komunikasi aktif antara siswa dengan guru dalam kegiatan pendidikan. Dalam kegiatan proses belajar mengajar didalamnya terdapat kegiatan belajar yang dilakukan oleh siswa dan mengajar yang dilakukan oleh guru. Kegiatan ini tidak berlangsung secara sendiri- sendiri melainkan berlangsung secara bersama-sama pada waktu yang sama sehingga terjadi suatu interaksi antar siswa dengan guru [1]. Dengan demikian, keaktifan siswa sangat diperlukan untuk menciptakan interaksi tersebut dalam proses belajar mengajar di kelas agar pengetahuan yang disampaikan bisa melekat dibenak siswa. Model pembelajaran kooperatif adalah model pembelajaran dengan setting kelompok-kelompok kecil dengan memperhatikan keberagaman anggota kelompok sebagai wadah siswa bekerja sama dan memecahkan suatu masalah melalui interaksi sosial dengan teman sebayanya [2]. Terdapat empat pendekatan atau variasi dari model pembelajaran ini, meskipun prinsip dasar pembelajaran kooperatif tidak berubah yaitu STAD, jigsaw, investigasi kelompok, dan pendekatan struktural [3]. Dari enam langkah utama di dalam model pembelajaran kooperatif serta keempat pendekatannya belum bisa membuat siswa aktif secara keseluruhan, hanya menekankan siswa berada dalam kelompoknya terutama berada dalam tugas kelompok mereka. Presentasi yang dilakukan pada saat evaluasi pun selama ini hanya membahas tentang hasil diskusi kelompok saja, bukan permasalahan yang timbul pada benak siswa setelah mereka melakukan tugas-tugas kelompok tersebut. Hal ini akan membatasi keaktifan siswa dalam berpendapat maupun mengutarakan permasalahan yang muncul pada benak masing-masing siswa. Terdapatnya beberapa kelompok yang berbeda, memungkinkan bahwa setiap siswa mempunyai permasalahan yang berbeda pula pada materi yang sedang dibahas baik yang dia dapatkan selama mengerjakan tugas kelompok ataupun selama diskusi atau presentasi hasil diskusi berlangsung. Bukan hanya itu, karena presentasi dilakukan oleh kelompok, maka memungkinkan bahwa hanya beberapa siswa yang aktif dalam diskusi. Dari penjelasan tersebut, keempat pendekatan pada pembelajaran kooperatif belum bisa membuat siswa aktif secara keseluruhan. Strategi setiap siswa berperan sebagai guru everyone is a teacher here merupakan strategi mudah untuk mendapatkan partisipasi kelas secara keseluruhan dan pertanggungjawaban individu. Strategi ini memberi kesempatan kepada setiap siswa untuk berperan sebagai guru bagi teman-temannya [4]. Strategi ini juga dapat meningkatkan keterampilan siswa mengkomunikasikan apa yang ada di dalam pikiran atau perasaan siswa kepada orang lain baik secara lisan maupun secara tertulis, sehingga memunculkan ide-ide baru yang dapat menambah pengetahuan siswa tentang dunia luar terutama pada materi pembelajaran fisika dan aplikasi dari konsep yang dipelajari. Seperti yang sudah dijelaskan pada paragraf sebelumnya bahwa keempat pendekatan pada pembelajaran kooperatif belum bisa membuat siswa aktif secara keseluruhan dalam pembelajaran. Oleh karena itu, tepat bahwa strategi setiap siswa berperan sebagai guru everyone is a teacher here diterapkan dalam pembelajaran kooperatif untuk mendapatkan keaktifan siswa secara keseluruhan, sehingga antara siswa yang satu dengan siswa yang lain dapat saling bertukar pendapat maupun ide-ide yang ada di benak siswa untuk menambah pengetahuan mereka tentang materi pembelajaran yang sedang dilakukan di kelas. METODE Jenis penelitian yang digunakan adalah True Eksperimental Design , dengan rancangan penelitian control group pretest posttest [5]. Penelitian ini dilakukan di SMA Negeri 1 Mojokerto pada bulan Mei- Juni 2012. Populasi dalam penelitian ini adalah siswa kelas X SMA Negeri 1 Mojokerto sedanfkan sampelnya adalah siswa kelas X-5, X-6, X-7, dan X-8. Variabel bebas dalam penelitian ini adalah penerapan model pembelajaran kooperatif dengan strategi setiap siswa berperan sebagai guru everyone is a teacher here. Variabel terikatnya adalah hasil belajar siswa pada materi perpindahan kalor yang diperoleh dari nilai posttest siswa, nilai afektif, dan nilai psikomotor siswa selama proses pembelajaran dengan nilai kognitif sebesar 50, afektif 30, dan psikomotor 20 dengan perhitungan sebagai berikut : Keterangan : K = Nilai kognitif siswa yang didapatkan dari nilai posttest siswa pada akhir pembelajaran yang telah dilakukan A = Nilai afektif siswa selama proses pembelajaran di kelas P = Nilai psikomotor siswa pada saat siswa mengerjakan LKS Variabel kontrolnya adalah materi, guru, dan soal pretest-posttest . Hasil pretest dari semua kelas dianalisis dengan menggunakan uji normalitas dan uji homogenitas. Hasil belajar siswa dianalisis dengan menggunakan uji-t dua pihak dan uji-t satu pihak. Angket respons siswa dihitung dengan persentase tiap pernyataan. 266 ISBN: 978-602-72071-1-0 HASIL DAN PEMBAHASAN Penerapan model pembelajaran kooperatif dengan strategi setiap siswa berperan sebagai guru everyone is a teacher here dilaksanakan pada saat pembelajaran berlangsung. Uji-t dua pihak digunakan untuk mengetahui apakah ada perbedaan hasil belajar siswa pada kelas kontrol dengan kelas eksperimen. Setelah dianalisis dengan uji-t dua pihak didapatkan nilai t hitung untuk masing-masing sampel pada tabel 1. Tabel 1. Hasil Analisis uji-t dua pihak Kelas t Hitung T Tabel  X-6 dengan X-5 5,729  2,000  X-7 dengan X-5 4,907  2,000  X-8 dengan X-5 7,349  2,000 Dari tabel 1 di atas dapat dilihat bahwa nilai t hitung tidak berada pada -t tabel t hitung t tabel maka hasil belajar siswa kelas eksperimen X-6, X-7, dan X-8 berbeda dengan hasil belajar siswa pada kelas kontrol X-5 [6]. Tahap selanjutnya dilakukan uji-t satu pihak untuk mengetahui manakah hasil belajar siswa yang lebih baik antara kelas eksperimen dengan kelas kontrol. Hasil perhitungan uji-t satu pihak dapat dilihat pada tabel 2. Tabel 3. Nilai rata-rata hasil belajar siswa mencakup post-test , psikomotor, dan afektif siswa Kelas t Hitung T Tabel  X-6 dengan X-5 5,729  1,670  X-7 dengan X-5 4,907  1,670  X-8 dengan X-5 7,349  1,670 Dari tabel 3 di atas dapat diketahui bahwa nilai , maka hasil belajar siswa kelas eksperimen lebih baik daripada hasil belajar siswa kelas kontrol [6]. Ketiga nilai t hitung yang didapatkan tersebut perbedaannya tidak signifikan. Hal ini menunjukkan bahwa penerapan pembelajaran dan strategi yang telah dilakukan tidak berbeda dan diperoleh hasil yang sama pada ketiga kelas eksperimen. Berdasarkan analisis hasil posttest pada setiap kelas di dapatkan diagram nilai siswa tiap kelas pada diagram 1. Gambar 1. Hasil Penilaian Kognitif Siswa Berdasarkan diagram di atas menunjukkan bahwa pembelajaran kooperatif dengan strategi semua siswa berperan sebagai guru everyone is a teacher here dapat meningkatkan kepahaman siswa pada konsep fisika terutama perpindahan kalor maupun permasalahan- permasalahan dalam kehidupan sehari-hari. Dari lembar penilaian afektif didapatkan hasil pada diagram 2. Gambar 2. Hasil Penilaian Afektif Siswa Berdasarkan diagram di atas, dapat diketahui pada aspek A yaitu mendengarkan dan memperhatikan penjelasan guru, ketiga kelas eksperimen mendapatkan nilai lebih tinggi dari nilai kelas kontrol. Pada aspek B yaitu partisipasi aktif dalam kelompok, semua kelas mendapatkan nilai tinggi. Hal ini menunjuukan bahwa siswa pada setiap kelas aktif bekerja dalam kelompok baik pada saat mengerjakan tugas maupun pada saat diskusi kelas berlangsung. Pada aspek C yaitu kecermatan dan ketelitian dalam melakukan percobaan, siswa pada kelas X-7 mendapatkan nilai terendah dari semua kelas. Pada aspek D yaitu kejujuran dan tanggungjawab siswa terhadap hasil percobaan, siswa mendapatkan nilai maksimum. Hal ini menunjukkan bahwa siswa jujur dengan apa yang mereka dapatkan dari percobaan yang telah mereka lakukan dan mereka berani mempertanggungjawabkannya di depan kelas kepada teman-teman mereka pada saat diskusi kelas. Pada aspek E yaitu ketepatan waktu atau kedisiplinan siswa selama proses belajar mengajar, semua siswa pada setiap kelas mendapatkan nilai maksimun yaitu 100. Hal ini menunjukkan antusias siswa terhadap pembelajaran yang dilakukan. Pada aspek F yaitu sikap siswa pada saat presentasi hasil percobaan yang telah mereka lalukan, kelas X-5 mendapatkan nilai terendah dari keempat kelas. Pada aspek G yaitu sikap siswa pada saat mengemukakan menanggapi pertanyaan gagasan pada saat diskusi kelas berlangsung, keempat kelas mendapatkan nilai maksimum yaitu 100. Pada aspek H yaitu kerjasama siswa dengan setiap anggota kelompok, ketiga kelas yaitu X-5, X-7, dan X-8 mendapatkan nilai maksimun, sedangkan kelas X-6 mendapatkan nilai 98. N il ai Kelas X-5 X-6 X-7 X-8 N il ai Aspek Afektif X-5 X-6 X-7 X-8 267 ISBN: 978-602-72071-1-0 Penilaian psikomotor siswa selama proses belajar mengajar dianalisis dengan hasil pada diagram 3. Gambar 3.Hasil Penilaian Psikomotor Siswa pada PBM 1 Dari diagram di atas dapat diketahui kemampuan siswa pada saat mereka melakukan percobaan. Pada aspek pertama semua siswa pada semua kelas mendapatkan nilai maksimum, hal ini menunjukkan bahwa semua alat yang digunakan tidak asing bagi siswa. Pada aspek kedua, ketiga kelas ekperimen mendapatkan nilai maksimum, sedangkan kelas kontrol yaitu kelas X-5 mendapatkan nilai 86. Pada aspek ketiga yaitu mengukur waktu menggunakan stopwatch, semua siswa pada setiap kelas mendapatkan nilai maksimum. Pada aspek keempat, yaitu pengukuran menggunakan neraca hampir semua siswa kurang teliti dalam mengunakannya, sehingga nilai siswa pada aspek ini belum maksimum. Gambar 4.Hasil Penilaian Psikomotor Siswa pada PBM 2 Berdasarkan diagram di atas, kemampuan siswa pada saat memilih alat dan bahan percobaan mendapatkan nilai maksimun, sedangkan untuk merangkai alat dan bahan tersebut, siswa kurang sesuai dengan rancangan percobaan pada lembar kerja mereka. Untuk kemampuan siswa menggunakan stopwatch, semua siswa mampu menggunakannya, sedangkan untuk menggunakan thermometer siswa belum cermat dalam menggunakannya. Gambar 5.Hasil Penilaian Psikomotor Siswa pada PBM 3 Berdasarkan diagram di atas, semua siswa mendapatkan nilai maksimun pada semua keterampilan atau aspek yang dinilai yang ditunjukkan dari nilai maksimun yang dapatkan siswa. Pada ketiga kelas eksperimen juga dilakukan penilaian terhadap sikap siswa pada saat siswa maju ke depan kelas untuk menjawab dan menjelaskan jawaban pada kartu indeks yang sudah diterima kepada teman- teman mereka yaitu menjadi guru bagi teman-temannya. Penilaian ini dalam penelitian dilakukan penilaian sendiri, sehingga tidak dimasukkan pada perhitungan hasil belajar siswa. Perhitungan akhir hasil penilaian ini dapat dilihat pada tabel 5. Gambar 6. Hasil Pengamatan Afektif Siswa Pada Saat Menjawab Kartu Indeks Di Depan Kelas. Berdasarkan diagram di atas, untuk aspek I, ketiga kelas jujur dalam menjawab kartu indeks yang mreka terima namun tidak semua siswa dapat mempertanggungjawabkan jawaban tersebut di depan kelas dengan jelas kepada teman-teman mereka. Pada aspek J yaitu kesesuaian jawaban siswa dengan pertanyaantopik pada kartu indeks, semua siswa mendapatkan nilai maksimun. Hal ini menunjukkan semua siswa dapat menjawab pertanyaan maupun topik pada kartu indeks. Pada aspek K yaitu pada saat siswa menjelaskan jawaban mereka ke depan kelas. semua siswa sopan pada saat menjelaskan, namun untuk kejelasan berbicara pada saat mejelaskan tidak semua siswa mampu melakuknnya. Hal ini ditunjukkan dari nilai yang telah didapat siswa belum maksimum. Pada aspek L yaitu sikap siswa pada saat menanggapi pertanyaan dari teman-teman mereka. Semua siswa pada aspek ini mendapatkan nilai maksimum. Hal ini menunjukkan bahwa semua siswa dapat melakukan diskusi kelas dengan baik karena dapat menghargai pendapat, mau menerima kekurangan serta berterimakasih kepada teman-teman mereka yang telah member tanggapan. Pada aspek M yaitu keaktifan siswa bertanya dan berpendapat pada saat diskusi kelas berlangsung. Kelas X-8 paling aktif dalam bertanya maupun berpendapat. Sedangkan untuk kelas yang lain banyak siswa yang aktif bertanya namun tidak ingin mengemukakan pendapatnya dan ada juga yang aktif berpendapat namun tidak mau bertanya. Dari penilaian terhadap setiap aspek di atas didapatkan bahwa keaktifan siswa terhadap strategi ini N il ai Aspek Psikomotor x-5 x-6 X-7 X-8 N il ai Aspek Psikomotor X-5 X-6 X-7 X-8 Nila i Aspek yang dinilai X-6 X-7 X-8 268 ISBN: 978-602-72071-1-0 tergolong baik sehingga strategi ini dapat diterima siswa dengan baik dan dapat meningkatkan keaktifan siswa serta pemahaman siswa terhadap materi pembelajaran yang sedang dilakukan di kelas. Berdasarkan analisis hasil angket respons siswa yang telah diisi oleh siswa pada ketiga kelas eksperimen dapat diketahui bahwa respons siswa tergolong baik terhadap semua pernyataan. Kriteria skor yang digunakan adalah angka 0 - 20 = sangat lemah, angka 21 - 40 = lemah, angka 41 - 60 = cukup, angka 61 - 80 = baik, dan angka 81 - 100 = sangat baik [7]. Hal ini menunjukkan bahwa model pembelajaran kooperatif dengan strategi setiap siswa berperan sebagai guru everyone is a teacher here yang telah dilakukan dapat diterima siswa dengan baik serta dapat membuat siswa lebih mudah memahami materi pembelajaran yang sedang dilakukakan terutama pada sub materi perpindahan kalor. Bukan hanya itu, dari prosentase respons siswa pada tabel 4 menunjukkan bahwa dengan pembelajaran ini siswa dapat lebih mudah menyimpulkan materi pembelajaran sehingga siswa dapat menyelesaikan permasalahan-permasalahan tentang perpindahan kalor baik dalam perhitungan maupun konsep yang berhubungan dengan kehidupan sehari-hari. Pembelajaran dengan model dan strategi ini dapat membuat siswa aktif secara keseluruhan, sehingga tidak hanya beberapa siswa saja yang aktif, namun pada pembelajaran ini semua siswa dalam kelas aktif dalam pembelajaran yang berlangsung baik dalam kelompok maupun individu. Dalam pelaksanaannya, siswa terlebih dahulu belajar dalam kelompok, namun pada saat evaluasi siswa diminta menjadi guru bagi teman-temanya di depan kelas. Dari kegiatan ini akan memunculkan ide-ide baru yang dapat menambah pengetahuan siswa tentang materi pembelajaran yang sedang dipelajari di kelas, sehingga dapat meningkatkan hasil belajar siswa yaitu kemampuan-kemampuan yang dimiliki siswa setelah ia menerima pengalaman belajar, yaitu keterampilan dan kebiasaan, pengetahuan dan pengertian, serta sikap dan cita-cita [8]. Hal ini terlihat dari hasil penelitian yang telah dilakukan yaitu, berdasarkan analisis hasil belajar menggunakan uji-t dua pihak dan uji-t satu pihak menunjukkan bahwa hasil belajar siswa kelas X SMA Negeri 1 Mojokerto dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif dengan strategi setiap siswa berperan sebagai guru everyone is a teacher here berbeda dan lebih baik dari pada hasil belajar siswa menggunakan pembelajaran yang biasa dilakukan di sekolah. Hasil yang telah didapatkan sesuai dengan tujuan pembelajaran kooperatif menurut Muslimin Ibrahim bahwa pembelajaran kooperatif dapat meningkatkan hasil belajar akademik, yaitu untuk meningkatkan kinerja siswa dalam tugas-tugas akademik serta pembelajaran model ini dapat membantu siswa dalam memahami konsep-konsep yang sulit [3]. Bukan hanya itu, model ini dapat mengembangkan keterampilan sosial siswa diantaranya: berbagi tugas, aktif bertanya, menghargai pendapat orang lain, memancing teman untuk bertanya, mau mengungkapkan ide, dan bekerja dalam kelompok. PENUTUP Simpulan Berdasarkan hasil uji-t satu pihak dan uji-t dua pihak didapatkan bahwa hasil belajar siswa dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif dengan strategi setiap siswa berperan sebagai guru everyone is a teacher here pada materi perpindahan kalor kelas X di SMA Negeri 1 Mojokerto berbeda dan lebih baik dari hasil belajar siswa menggunakan pembelajaran yang biasa digunakan di sekolah. Berdasarkan analisis hasil angket diketahui bahwa siswa mempunyai respons yang positif terhadap pembelajaran dengan model pembelajaran kooperatif dengan strategi setiap siswa berperan sebagai guru everyone is a teacher here. UCAPAN TERIMA KASIH Penulis mengucapkan terima kasih kepada banyak pihak atas selesainya penelitian ini, antara lain: 1. Drs. Supriyono, M.Sc selaku dosen pembimbing skripsi yang telah membimbing menyelesaikan penelitian ini. 2. Kedua orang tua yang telah mendoakan demi terselesaikannya penelitian ini DAFTAR PUSTAKA M. Arifin dkk. 2000. Strategi Belajar Mengajar. Surabaya: Universitas Pendidikan Indonesia.  Slavin, Robert E. 2012. Educational Psychology theory and practice . USA : Pearson Education.  Ibrahim, dkk. 2000. Model Pembelajaran Kooperatif . Surabaya: Unipress UNESA.  Silberman, Melvin S. 2006. Active Learning 101 Cara Belajar Siswa Aktif Edisi Revisi . Bandung: Nusamedia Nuansa.  Prabowo. 2011. Metodologi Penelitian Sains Dan Pendidikan . Surabaya: UNESA University Press.  Sudjana, 2005. Metode Statistik. Bandung: PT Tarsito.  Riduwan. 2010. Skala Pengukuran Variabel- Variabel Penelitian . Bandung: Alfabeta.  Sudjana, Nana. 2004. Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar . bandung: PT Remaja Rosdakarya. ISBN: 978-602-72071-1-0 PROFIL HASIL BELAJAR FISIKA MATERI PESAWAT SEDERHANA YANG DIAJARKAN DENGAN MENGGUNAKAN PENDEKATAN SAINS TEKNOLOGI MASYARAKAT STM PADA SISWA SMP Sri Rahmadani Pulu 1 Elda Evita Sari 2 Harfina Indriani 3 1,2,3 Mahasiswa S2 Pendidikan Sains, Program Pascasarjana, Universitas Negeri Surabaya E-mail: sri_rahmadanipuluyahoo.co.id ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan profil hasil belajar fisika materi pesawat sederhana yang diajarkan dengan menggunakan pendekatan sains teknologi masyarakat STM pada siswa kelas VIII SMP Negeri 1 Seram Utara. Tipe penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah tipe penelitian deskriptif kuantitatif, yang bertujuan untuk mendeskripsikan atau menggambarkan hasil belajar siswa sebelum dan sesudah diberikan perlakuan yakni dengan menggunakan Pendekatan Sains Teknologi Masyarakat STM dengan Desain Pre-test and Post-test Group, dan diujicobakan pada siswa kelas VIII 2 yang berjumlah 25 orang di SMP Negeri 1 Seram Utara. Dari penelitian yang dilakukan diperoleh hasil pada aspek afektif sebanyak 64 siswa mampu menguasai indikator pembelajaran dan 36 siswa gagal, pada aspek psikomotor sebanyak 88 siswa berhasil mengusai indikator pembelajaran dan 12 siswa dikategorikan gagal dan pada aspek kognitif adalah 96 siswa mampu menguasai indikator pembelajaran dan 4 siswa dinyatakan gagal. Rata-rata skor pencapaian siswa pada aspek afektif adalah 69,27, pada aspek psikomotor adalah 71,92 dan pada aspek kognitif adalah 81,74. Siswa yang mengalami kegagalan pada setiap aspek ini umumnya memiliki sifat acuh, kurang aktif dalam diskusi kelompok, terkesan malu-malu dalam mengajukan pertanyaan dan masih ada sebagian dari siswa yang belum mampu merekonstruksi pengetahuannya dalam mempresentasikan hasil diskusi, memberikan solusi dan memberikan penjelasan kepada teman. Berdasarkan hasil penelitian, dapat disimpulkan bahwa penggunaan pendekatan pembelajaran sains teknologi masyarakat STM dapat membantu siswa mencapai standar ketuntasan belajar minimum SKBM pada aspek kognitif, afektif dan psikomotor pada kualifikasi cukup dan hasil pencapaian ketiga aspek pembelajaran disajikan dalam bentuk diagram profil hasil belajar. Kata Kunci: Pendekatan Sains teknologi masyarakat STM, profil hasil belajar, dan pesawat sederhana. ISBN: 978-602-72071-1-0 PENDAHULUAN IPA fisika senantiasa berdekatan dengan realitas alam yang menjadi tempat hidup peserta didik, sebagaimana disimpulkan oleh Supriyadi Nurohman.S,2010 : 2, bahwa IPA adalah keseluruhan cara berfikir untuk memahami gejala alam, sebagai suatu cara penyelidikan tentang kejadian alam, dan sebagai batang tubuh keilmuan yang diperoleh dari suatu penyelidikan. Pembelajaran fisika dengan demikian akan mengajak peserta didik untuk semakin dekat dengan alam tempat ia berpijak. Namun pada kenyataanya kebanyakan sekolah selama ini menerjemahkan pembelajaran fisika sebagai sekedar transfer of knowledge yang dimiliki guru kepada peserta didik dengan hapalan-hapalan teori maupun rumus-rumus, sekedar untuk bisa menjawab soal-soal ujian, tetapi seringkali tidak sanggup untuk menerjemahkannya ke dalam realitas yang ada di sekelilingnya Nurohman .S,2010 : 2. Selain itu, dari wawancara terhadap guru dilapangan diketahui bahwa pada umumnya guru merasa telah melaksanakan tugas mengajarnya dengan baik apabila telah dapat mengantarkan peserta didik menguasai konsep-konsep dalam bidang studi yang diajarkan meskipun belum tentu ia telah mengaitkan konsep sains dengan kepentingan masyarakat Poedjiadi.A, 2010 : 84. Pendidikan dengan demikian tidak cukup memberi bekal life skills kepada peserta didik bahkan ia menjadi tercerabut dari problem nyata yang seharusnya mereka jawab dan selesaikan. Siswa tidak mampu mengembangkan pemahaman sains sesuai dengan perkembangan teknologi dan masyarakat di sekitar siswa berada. Hal inilah yang membuat pembelajaran fisika menjadi kurang diminati oleh siswa Nurohman.S,2010 : 2. Salah satu alternatif yang dapat dilakukan untuk menyikapi permasalahan di atas adalah dengan menerapkan Pendekatan Sains Teknologi Masyarakat STM. Pendekatan STM merupakan salah satu pendekatan pembelajaran sains yang dimaksudkan untuk menjembatani kesenjangan antara pembelajaran fisika di dalam kelas dengan kemajuan teknologi dan perkembangan masyarakat yang ada di sekitar peserta didik Widyatiningtyas, 2009:3. Sains merupakan suatu tubuh pengetahuan body of knowledge dan proses penemuan pengetahuan. Teknologi merupakan suatu perangkat keras ataupun perangkat lunak yang digunakan untuk memecahkan masalah bagi pemenuhan kebutuhan manusia. Sedangkan masyarakat adalah sekelompok manusia yang memiliki wilayah, kebutuhan, dan norma-norma sosial tertentu. Sains, teknologi dan masyarakat satu sama lain saling berinteraksi Widyatiningtyas, 2009: 4. Menurut Widyatiningtyas 2009:5, pendekatan STM dapat menghubungkan kehidupan dunia nyata anak sebagai anggota masyarakat dengan kelas sebagai ruang belajar sains. Proses pendekatan ini dapat memberikan pengalaman belajar bagi anak dalam mengidentifikasi potensi masalah, mengumpulkan data yang berkaitan dengan masalah, mempertimbangkan solusi alternatif, dan mempertimbangkan konsekuensi berdasarkan keputusan tertentu. Berdasarkan hasil penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Yance Pariury 2009 tentang penggunaan pendekatan pembelajaran sains teknologi masyarakat STM menunjukkan bahwa terdapat peningkatan hasil belajar siswa secara keseluruhan. Peningkatan hasil belajar pada ranah kognitif sebesar 26,7 ,pada ranah afektif sebesar 14,86 dan ranah psikomotor sebesar 18,39. Mengenai keterlaksanaan pelaksanaan pendekatan pembelajaraan STM, dapat dikatakan bahwa terjadi peningkatan yaitu sebesar 59,95. Nilai akhir yang diperoleh siswa setelah proses belajar menggunakan pendekatan STM mencapai ketuntasan dalam belajarnya. SMP Negeri 1 Seram Utara yang berlokasi di desa Wahai Kabupaten Maluku Tengah merupakan salah satu sekolah negeri yang mempunyai masukan siswa yang memiliki prestasi yang bervariasi, karena prestasi belajar yang bervariasi inilah maka peran siswa dalam kegiatan belajar mengajar beranekaragam. Berdasarkan observasi awal yang dilakukan oleh peneliti di sekolah tersebut diperoleh informasi bahwa dalam kegiatan pembelajaran telah diterapkan banyak pendekatan pembelajaran. Namun, khusus untuk mata pelajaran fisika pada materi pesawat sederhana belum pernah di terapkan pendekatan pembelajaran STM. Data lain yang ditemukan adalah nilai fisika rata-rata kelas pada semester ganjil tahun ajaran 2011-2012 kurang optimal dilihat dari KKM hanya mencapai 62 pada materi pesawat sederhana, sementara KKM yang ditetapkan di pelajaran Fisika khususnya kelas VIII yaitu 65. Materi pesawat sederhana dapat dikategorikan sebagai salah satu materi yang perlu diperhitungkan dalam rancangan pembelajaran. Untuk memahami tentang konsep pesawat sederhana diperlukan pemahaman siswa secara yang cukup mendalam karena materi ini sesungguhnya selalu berkaitan dengan kehidupan siswa di dalam masyarakat. Sehingga peneliti mencoba menggunakan pendekatan pembelajaran STM dalam mempelajari materi ini. Untuk itu dengan dilakukannya penelitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran kepada para guru tentang bagaimana profil hasil belajar dengan menggunakan pendekatan pembelajaran STM. Dari uraian di atas maka peneliti merasa tertarik untuk melakukan penelitian tentang : “ Profil Hasil Belajar Fisika Materi Pesawat Sederhana yang diajarkan dengan menggunakan Pendekatan Sains Teknologi Masyarakat pada Siswa Kelas VIII SMP Negeri 1 Seram Utara”. Berdasarkan uraian latar belakang maka yang menjadi permasalahan dalam penelitian ini adalah : ISBN: 978-602-72071-1-0 “Bagaimana profil hasil belajar fisika materi pesawat sederhana yang diajarkan dengan menggunakan pendekatan sains teknologi masyarakat STM pada siswa kelas VIII SMP Negeri 1 Seram Utara ?”. Permasalahan di atas dapat dijawab dengan pertanyaan-pertanyaan berikut ini, yaitu : Berdasarkan perumusan masalah maka yang menjadi tujuan dalam penelitian ini yaitu “Untuk Mendeskripsikan profil hasil belajar fisika materi pesawat sederhana yang diajarkan dengan menggunakan pendekatan sains teknologi masyarakat STM pada siswa kelas VIII SMP Negeri 1 Seram Utara”. Tujuan diatas dapat tercapai melalui tujuan - tujuan secara operasional yaitu : Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi : Guru fisika, sebagai informasi dan masukan untuk dimanfaatkan dalam meningkatkan mutu pendidikan, khususnya dalam pemilihan pendekatan pembelajaran sesuai dengan situasi dan kondisi sehingga dapat meningkatkan hasil belajar siswa. Penulis, memperoleh pengalaman langsung dalam menerapkan pembelajaran fisika melalui pendekatan pembelajaran STM. METODE PENELITIAN Tipe penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah tipe penelitian deskriptif kuantitatif, yang bertujuan untuk mendeskripsikan atau menggambarkan hasil belajar siswa sebelum dan sesudah diberikan perlakuan yakni dengan menggunakan Pendekatan Sains Teknologi masyarakat STM dengan Desain Pre-test and post- test Group Suharsimi A, 2010 : 124. O 1 X O 2 Ket : O 1 = Pre test; X = Treatment yang diberikan; O 2 = Post test Penelitian ini dilaksanakan pada SMP Negeri 1 Seram Utara Kabupaten Maluku Tengah. Proses pengumpulan data dilakukan pada tanggal 21 Mei 2012 sampai dengan 21 Juni 2012. Populasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah siswa kelas VIII SMP Negeri 1 Seram Utara, yang terdiri dari 2 kelas yang berjumlah 51 orang siswa, dimana jumlah siswa pada kelas VIII 1 26 orang dan pada kelas VIII 2 25 orang siswa. Sampel dalam penelitian ini adalah siswa kelas VIII 2 yang berjumlah 25 orang. Sampel diambil secara acak random sampling, karena semua kemampuan siswa pada mata pelajaran fisika kelas VIII adalah sama, ini dilihat pada pencapaian KKM rata-rata kelas tersebut yaitu 62. Variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah variable tunggal yakni hasil belajar fisika yang diajarkan dengan menggunakan Pendekatan Sains Teknologi Masyarakat STM. Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah : soal tes, lembar kerja siswa LKS, lembar observasi proses afektif, lembar observasi proses psikomotor. Teknik pengumpulan data dalam penilaian ini adalah : kemampuan awal, observasi, dan tes formatif post test. Data yang diperoleh dari penelitian ini kemudian diolah menggunakan analisis deskriptif untuk memperoleh nilai akhir dengan berpatokan pada pedoman penilaian acuan patokan PAP dengan patokan minimal atau criteria ketuntasan minimal maka: Hasil Tes : � ℎ ℎ � 1 - Nilai Tes Awal NTA NTA � ℎ � � 2 - Nilai Tes Formatif NTF NTF � ℎ � � 3 NTA � ℎ � � 4 - Nilai Tes Formatif NTF NTF � ℎ � � � 5 Penilaian Selama Proses : Penilaian proses dilakukan selama proses kegiatan belajar mengajar berlangsung untuk memperoleh data hasil belajar. Diantaranya sebagai berikut : Nilai Kemampuan Kognitif NKK : Total skor pencapaian untuk aspek kognitif diperoleh dengan menggunakan rumus : NKK � � � � � � � 6 Ket : SPTF = Skor Pencapaian Tes Formatif SPLKS = Skor Pencapaian LKS Nilai Komponen Afektif NKA Penilaian ini berisikan kemampuan siswa selama proses kegiatan belajar mengajar yang berkaitan dengan partisipasi dalan kelompok. Kerja sama dalam kelompok, bertanya dan memberikan solusi. Proses penilaian pada aspel afektif menggunakan rumus : NKK � � � 7 Ket : SPKA : Skor Penilaian Komponen Afektif Nilai Komponen Psikomotor NKP Lembaran ini berisikan kemampuan siswa selama proses kegiatan belajar mengajar yang berkaitan dengan memberikan informasi, menghargai ISBN: 978-602-72071-1-0 pendapat teman, menyempaikan gagasan, dan menyampaikan pertanyaan. Proses penilaian pada aspek psikomotor menggunakan rumus : NKK � � � 8 Ket : SPKP : skor penilaian Kemampuan Psikomotor Profil Hasil Belajar Siswa Data hasil analisa komponen kognitif, afektif dan psikomotor selanjutnya disajikan dalam diagram profil siswa sebagai berikut. Gambar 1. Diagram profil hasil belajar siswa Selanjutnya diagram profil hasil belajar siswa yang menggambarkan tingkat penguasaan maksimum individu terhadap indikator kompetensi materi Pesawat Sederhana dari segi hasil maupun proses, dikategorikan mangacu pada tabel 1 di bawah ini . Tabel 1 Kualifikasi Pencapaian Siswa Dalam Aspek Kognitif, Aspek afektif dan Aspek Psikomotor. Tingkat Penguasaan Kompetensi Kualifikasi 85 – 100 74 – 84 63 – 73 63 Sangat Baik Baik Cukup Gagal Sumber : KKM Fisika kelas VIII SMP Negeri 1 Seram Utara Keterangan : 1. Jika siswa memiliki nilai ≥ 63 dapat dikategorikan tuntas T. 2. Jika siswa memiliki nilai 63 dapat dikategorikan tidak tuntas TT HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Penelitian Deskripsi Pengetahuan Awal Hasil kemampuan awal pada siswa kelas VIII 2 menggambarkan kemampuan awal siswa pada konsep pesawat sederhana sebelum diajarkan dengan menggunakan pendekatan pembelajaran sains teknologi masyarakat terlihat pada Tabel 2. Tabel 2. Kualifikasi Pencapaian Siswa Pada Tes Awal Sumber: Data hasil penelitian Pada Tabel 2 serta Gambar 2 dapat digambambarkan bahwa kemampuan awal siswa pada kelas VIII 2 yang akan diajarkan dengan pendekatan sains teknologi masyarakat sangat rendah. Hal ini terbukti dengan 25 siswa 100 berada dalam kualifikasi gagal atau tidak mempunyai pengetahuan tentang konsep pesawat sederhana. Untuk klasifikasi pengetahuan awal siswa secara individual dapat dilihat pada gambar 2 Gambar 2 Diagram Perolehan dan Pencapaian Siswa pada Tes Awal Keterangan : 85 -100 : Sangat Baik 74 - 84 : Baik 63 - 73 : Cukup 63 : Gagal Deskripsi Penilaian Proses Pembelajaran Skor Perolehan LKS Data kemampuan kognitif siswa dapat dilihat melalui nilai lembar kerja siswa LKS. Kualifikasi persentase pencapaian siswa dalam LKS digambarkan pada Tabel 3. Tabel 3. Kualifikasi Pencapaian Siswa Pada LKS Sumber: Data hasil penelitian Pada Tabel 3 serta Gambar 3 dapat digambarkan hasil pencapaian siswa kelas VIII 2 pada LKS terlihat bahwa sebanyak 25 siswa mampu 16.416.4 38.3 23.6 47.3 21.8 30.9 12.7 20 25.5 9.1 27.3 12.7 20 16.416.4 9.1 25.5 10.9 21.9 14.5 21.8 12.7 20 29.1 A .K B .A .B C.A E .L E .W G .C.H G .M.H J.R .T K .W M.A M .B M.F M .M M.P O .K P .L .I R .R R .U R .W S .B S .I S .R V .I V .U Y .M ISBN: 978-602-72071-1-0 menguasai indikator pembelajaran dengan kategori sangat baik dengan persentase pencapaian 100. Untuk kualifikasi pencapaian LKS siswa secara individual dapat dilihat pada Gambar 3. Gambar 3 Diagram Rata-Rata Pencapaian Hasil Kerja Siswa pada LKS Data Kemampuan Afektif Siswa Data pencapaian afektif atau sikap siswa dalam proses pembelajaran dapat terlihat melalui lembaran penilaian. Kualifikasi persentase pencapaian siswa dalam aspek afektif digambarkan pada Tabel 4. Tabel 4. Kulifikasi Pencapaian dalam penilaian proses Aspek Afektif Sumber: Data hasil penelitian Pada Tabel 4 serta Gambar 4 terlihat bahwa sebanyak 6 siswa dengan persentase 24 mampu menguasai indikator pembelajaran dengan kualifikasi sangat baik, sebanyak 2 siswa dengan persentase 8 mampu menguasai indikator pembelajaran dengan kualifikasi baik, dan 8 siswa dengan persentase 32 mampu menguasai pembelajaran dengan kualifikasi cukup, sedangakan 9 siswa dengan persentase 36 dinyatakan gagal. Rata-rata pencapaian siswa pada aspek ini adalah 69,27 dengan kriteria ketuntasan cukup. Untuk klasifikasi kemampuan afektif siswa secara individual dapat dilihat pada gambar 4 Gambar 4. Diagram Rata-Rata Pencapaian Siswa Aspek Afektif Data Kemampuan Psikomotor Siswa Data penilaian proses pada aspek psikomotor dapat dilihat melalui lembaran penilaian. Kualifikasi persentase pencapaian siswa dalam aspek psikomotor digambarkan pada Tabel 5. Tabel 5. Kualifikasi Pencapaian dalam penilaian prosesAspek Psikomotor Sumber: Data hasil penelitian Pada Tabel 5 dan Gambar 5 terlihat bahwa sebanyak 2 siswa dengan persentase 8 mampu menguasai indikator pembelajaran dengan kategori sangat baik, sebanyak 1 siswa dengan persentase 4 mampu menguasai indikator pembelajaran dengan kategori baik, dan 12 siswa dengan persentase 48 mampu menguasai pembelajaran dengan kategori cukup dan 10 siswa dengan persentase 40 di katagorikan gagal. Rata-rata pencapaian siswa pada dalam aspek ini adalah 58,12 dengan kriteria ketuntasan belajar cukup. Untuk klasifikasi kemampuan psikomotor siswa secara individual dapat dilihat pada gambar 5. Gambar 5 Diagram Rata-Rata Pencapaian Siswa Aspek Psikomotor Deskripsi Nilai Tes Formatif Siswa Kualifikasi persentase pencapaian siswa dalam tes formatif yang dilaksanakan setelah proses kegiatan belajar mengajar KBM dengan menggunakan Pendekatan Sains Teknologi Masyarakat pada materi pesawat sederhana digambarkan pada Tabel 6. Tabel 6. Kualifikasi Pencapaian Siswa pada Tes Formatif 88.17 86.7 86.7 86.7 92.13 89.5689.56 88.17 89.56 86.7 92.13 89.56 92.13 96.59 88.1788.17 86.7 96.59 92.13 96.59 89.56 96.59 88.17 92.13 96.59 A .K B .A .B C.A E .L E .W G .C.H G .M.H J.R .T K .W M.A M .B M.F M .M M.P O .K P .L .I R .R R .U R .W S .B S .I S .R V .I V .U Y .M 91.67 87.5 100 70.83 100 70.83 58.33 70.8370.83 41.67 45.83 83.33 70.83 66.67 62.5 66.67 50 65 54.17 45.83 50 41.67 83.33 87.5 95.83 A .K B .A .B C.A E .L E .W G .C.H G .M.H J.R .T K .W M.A M.B M.F M.M M .P O .K P .L .I R .R R .U R .W S .B S .I S .R V .I V .U Y .M 72.22 52.81 66.67 72.22 97.22 63.89 52.78 63.89 69.45 63.89 38.95 72.22 47.25 63.89 55.56 66.67 50.03 66.67 47.25 72.22 44.44 41.7 52.81 80.56 95.83 A .K B .A .B C.A E .L E .W G .C.H G .M.H J.R .T K .W M.A M.B M.F M.M M .P O .K P .L .I R .R R .U R .W S .B S .I S .R V .I V .U Y .M ISBN: 978-602-72071-1-0 Sumber: Data hasil penelitian Pada Tabel 6 dan gambar 6 terlihat bahwa sebanyak 6 siswa dengan persentase 24 mampu menguasai indikator pembelajaran dengan kategori sangat baik, sebanyak 7 siswa dengan persentase 28 mampu menguasai indikator dengan kategori baik, dan sebanyak 4 siswa dengan persentase 16 mampu menguasai indikator dengan kategori cukup, dan setelah proses belajar mengajar masih terdapat 8 siswa dengan persentase 32 yang belum mampu menguasai indikator belajar mengajar dan dinyatakan gagal. Rata-rata pencapaian siswa pada tes formatif adalah 68,55 dengan kriteria ketuntasan cukup. Untuk klasifikasi pencapaian pada tes formatif siswa secara individual dapat dilihat pada gambar 6. Gambar 6. Diagram Pencapaian Siswa pada Tes Formatif Data Kemampuan Kognitif Siswa Kualifikasi nilai komponen kognitif diperoleh melalui hasil dari jumlah Nilai Tes Formatif NTF dan Skor Perolehan Lembar Kerja Siswa SPLKS yang dibagi dengan 2 . Kualifikasi dan persentase pencapaian aspek kognitif siswa dapat dilihat pada Tabel 7. Tabel.7. Kualifikasi Pencapaian dalam penilaian proses aspek Kognitif Sumber: Data hasil penelitian Berdasarkan Tabel 7 terlihat bahwa 7 orang siswa dengan persentase 28 mampu menguasai indikator pembelajaran dengan kategori sangat baik, 10 siswa dengan persentase 40 mampu menguasai indikator pembelajaran dengan kategori baik, 5 siswa dengan persentase 20 mampu menguasai pembelajaran dengan kategori cukup dan 3 siswa dengan persentase 12 dalam kualifikasi gagal menguasai indikator pembelajaran. Untuk klasifikasi pencapaian pada aspek kognitif siswa secara individual dapat dilihat pada gambar 7. Gambar 7 Diagram Pencapaian Siswa pada Aspek Kognitif Profil Kemampuan Awal dan Hasil Belajar Siswa Profil Kemampuan awal dan hasil belajar siswa kelas VIII 2 SMP Negeri 1 Seram Utara dapat dilihat pada Gambar 8 dan Gambar 9. Profil kemampuan awal diperoleh dari nilai tes awal siswa dan profil hasil belajar siswa diperoleh dari rata-rata aspek Kognitif, aspek Psikomotor, dan aspek Afektif siswa. Gambar 8. Diagram Profil Kemampuan Awal Siswa 96.36 76.36 92.73 76.36 100 92.73 33.73 52.73 72.73 40 32.73 92.73 92.73 38.18 72.73 78.18 32.73 45.45 40 72.73 76.36 72.73 75.55 76.36 81.82 A .K B .A .B C.A E .L E .W G .C.H G .M.H J.R .T K .W M.A M.B M.F M.M M .P O .K P .L .I R .R R .U R .W S .B S .I S .R V .I V .U Y .M 92.27 81.53 89.72 81.53 96.07 91.15 61.15 70.75 81.15 63.35 62.43 91.15 92.43 67.39 80.45 83.18 59.73 71.02 66.07 84.66 82.96 84.66 81.53 84.25 89.21 A .K B .A .B C.A E .L E .W G .C.H G .M. H J.R .T K .W M.A M.B M .F M.M M .P O .K P .L .I R .R R .U R .W S .B S .I S .R V .I V .U Y .M 0.00 5.00 10.00 15.00 20.00 25.00 30.00 35.00 40.00 45.00 50.00 16.4 16.4 38.3 23.6 47.3 21.8 30.9 12.7 20 25.5 9.1 27.3 12.7 20 16.4 16.4 9.1 25.5 10.9 21.8 14.5 21.8 12.7 20 29.1 PE R S ENT A S E NAMA SISWA PROFIL KEMAMPUAN AWAL SISWA KELAS VIII 2 ISBN: 978-602-72071-1-0 Gambar 9 Diagram Profil Hasil Belajar Siswa Pembahasan Hasil Penelitian Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh pada SMP Negeri 1 Seram Utara dengan melakukan tes awal pada kelas VIII 2 menggambarkan pengetahuan awal siswa berada pada kualifikasi gagal. Hal ini digambarkan dengan jelas pada tabel 2 tidak ada satupun siswa yang tuntas belajar menguasai materi pesawat sederhana. Atau dengan kata lain 25 orang siswa 100 belum mencapai taraf ketuntasan sesuai dengan standar yang ditetapkan oleh sekolah. Hal ini memang wajar, karena materi ini belum pernah diajarkan kepada siswa sebelumnya. Dengan demikian, seluruh indikator yang dikembangkan dari standar kompetensi harus diajarkan. Ada beberapa aspek yang berkaitan dengan keadaan siswa selama proses KBM berlangsung yaitu : Aspek Afektif Aspek afektif siswa berhubungan dengan penilaian sikap siswa terhadap mata pelajaran dan proses pembelajaran dengan menggunakan Pendekatan Pembelajaran Sains Teknologi Masyarakat STM. Selama KBM dapat dilihat bahwa sikap yang ditunjukkan setiap siswa berbeda- beda dalam mengikuti pelajaran sehingga kualifikasi yang diperoleh berbeda pula. Pada lembaran afektif komponen yang dinilai adalah sikap partisipasi aktif dalam kelompok dimana siswa terlibat, mengajukan pertanyaan, memberikan saran dan pendapat, memberikan solusi dalam pemecahan masalah serta sikap dalam menghargai pendapat teman. Pada Tabel 4 terlihat sebanyak 24 siswa responnya sangat baik pada saat KBM berlangsung, 8 siswa responnya baik, 32 siswa responnya cukup dan 36 siswa gagal. Pencapaian kualifikasi ini disebabkan karena pada proses pembelajaran siswa mampu merespon dengan baik proses yang berlangsung. Ini dilihat dari bagaimana partisipasi aktif siswa dalam kelompok dimana siswa terlibat, mengajukan pertanyaan, memberikan saran dan pendapat, memberikan solusi dalam pemecahan masalah serta sikap dalam menghargai pendapat teman. Namun ada juga siswa yang terkesan cuek dan santai dalam mengikuti pembelajaran, sehingga sebagian dari 36 siswa memproleh kualifikasi gagal. Aspek Psikomotor Pencapaian pada Tabel 5 menggambarkan persentase proses pada aspek psikomotor. Penilaian proses ini berhubungan dengan keterampilan selama proses pembelajaran dengan menggunakan Pendekatan Pembelajaran Sains Teknologi Masyarakat. Pada lembaran psikomotor komponen yang dinilai pada saat KBM adalah keterampilan memberikan penjelasan kepada teman, keterampilan mempresentasikan hasil diskusi dan keterampilan menyampaikan pendapat dan solusi. Dari tabel hasil dapat dilihat bahwa siswa secara individual sudah mampu memenuhi sebanyak 60 ketuntasan belajar, sementara 40 lainnya dinyatakan gagal, hal ini dikarenakan masih ada siswa yang kurang terampil dan terkesan pasif didalam kelas. Selain itu siswa belum percaya diri pada saat mempresentasikan hasil diskusi, memberikan solusi dan memberikan penjelasan kepada teman. Aspek Kognitif Tabel 7 menggambarkan skor perolehan dan pencapaian siswa pada aspek kognitif. Keberhasilan siswa pada aspek kognitif dilihat dari pencapaian proses melalui lembar kerja siswa LKS dan Tes Formatif, dimana siswa dapat menyelesaikannya. Selanjutnya hasil penilaian LKS dan tes formatif dijumlahkan kemudian dibagi 2 maka akan diperoleh nilai pada komponen kognitif. Pada LKS semua siswa mampu memenuhi kualifikasi penilaian ketuntasan belajar dengan persentase 100. Mereka baik secara individual maupun kelompok berhasil walaupun dengan ketegori yang berbeda-beda. Sedangkan penilaian pada tes formatif menggambarkan siswa mampu menyelesaikan soal-soal walaupun hasil yang diperoleh berbeda-beda. Ketuntasan belajar pada tes formatif mencapai persentase 68, dimana sebanyak 6 siswa dengan persentase 24 mampu menguasai indikator pembelajaran dengan kategori sangat baik, sebanyak 7 siswa dengan persentase 28 mampu menguasai indikator dengan kategori baik, dan sebanyak 4 siswa dengan persentase 16 mampu menguasai indikator dengan kategori cukup, namun masih terdapat 8 siswa dengan persentase 32 yang belum mampu menguasai indikator belajar mengajar dan dinyatakan gagal. Dari total skor pencapaian LKS dan tes formatif yang dibagi dua, maka dapat dilihat bahwa siswa yang berhasil menguasai indikator penilaian aspek kognitif. Pada aspek kognitif, sebanyak 7 orang siswa dengan persentase 28 dengan kualifikasi sangat baik , siswa yang berhasil menguasai indikator dengan katagori baik 10 siswa dengan persentase 40, sementara 5 siswa dengan persentase 20 pada katagori cukup, Namun segala hal yang telah diupayakan oleh peneliti dalam proses pembelajaran 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100 Afektif Psikomotor Kognitif Aspek 64 60 88 64 60 88 P er s ent a s e RATA-RATA HASIL BELAJAR SISWA KELAS VIII 2 ISBN: 978-602-72071-1-0 masih terdapat 12 gagal dalam menguasai indikator yang telah diajarkan, hal ini diakibatkan siswa tidak merespon baik pada saat proses pembelajaran berlangsung. Hasil belajar yang diperoleh walaupun masing-masing berbeda, namun dalam proses belajar mengajar ini mampu membuat siswa terlibat langsung dengan kelompoknya didalam kelas serta lingkungan siswa berasal sehingga tercipta pengalaman belajar yang memberi kesan kepada siswa. Langkah-langkah pembelajaran dalam Pendekatan Pembelajaran Sains Teknologi Masyarakat STM membuat siswa bertanggung jawab memecahkan masalah-masalah yang sedang aktual dimasyarakat bersama, mengaitkan pembelajaran dengan lingkungan siswa berasal, dan memberikan solusi dari masalah tersebut serta menerapkan pembelajaran yang diperoleh dilingkungan siswa berasal, sehingga sebagian dari mereka mampu memenuhi kualifikasi penilaian aspek kognitif. Profil hasil belajar siswa yang meliputi kognitif, afektif dan psikomotor ditampilkan dalam bentuk visualisasi grafis yang biasa dikenal dengan sebutan Profil Hasil Belajar. Profil hasil belajar ditampilkan dalam bentuk diagram batang yang menjelaskan tentang hal yang dilukiskan dalam hal ini kemampuan siswa serta angka-angka yang menunjukan pencapaian siswa baik secara klasikal maupun individual. Ini sesuai dengan yang dijelaskan dalam Sudijono 2010;461, bahwa profil hasil belajar peserta didik pada umumnya dituangkan dalam bentuk diagram batang grafik balok = barchart , atau dalam bentuk diagram garis. Dalam hubungan ini, pada sumbu horizontal grafik abscis ditempatkan gejala-gejala yang akan dilukiskan grafiknya, seperti mata pelajaran atau bidang studi tertentu, atau gejala-gejala psikologis lainnya. Sedangkan pada sumbuh vertical ordinat dicantumkan angka-angka yang melambangkan frekuensi, persentase, angka rata-rata dan sebagainya. Pencapaian aspek afektif dilukiskan dengan diagram batang berwarna biru, aspek psikomotor dilukiskan dengan diagram batang berwarna merah, serta aspek kognitif dengan hijau muda. Tingkat pencapaian masing-masing digambarkan dalam profil hasil belajar lampiran 18. Hal ini terlihat bahwa rata-rata pencapaian hasil belajar setiap aspek berada pada batas ketuntasan baik individu maupun klasikal, baik aspek kognitif, psikomotor maupun afektif. Berdasarkan hasil penelitian terlihat sikap siswa baik selama proses belajar mengajar berlangsung masih terlihat sifat-sifat tidak mau peduli dengan keadaan, acuh tak acuh, serta malu-malu. Akan tetapi rata-rata pencapaian belajar siswa diatas batas ketuntasan karena banyak juga diantara siswa yang benar-benar fokus dan aktif ketika pembelajaran berlangsung. selain itu siswa memiliki kreativitas yang lebih tinggi, keperdulian terhadap masyarakat dan lingkungan lebih besar, lebih mudah mengaplikasikan konsep-konsep yang dipelajari untuk kebutuhan masyrakat, dan memiliki kecenderungan untuk mau berpartisipasi dalam kegiatan menyelesaikan masalah dilingkungannya poedjiadi.A, 2010 : 137. Ini menunjukan bahwa dengan menggunakan pendekatan pembelajaran sains teknologi masyarakat STM dalam kegiatan belajar mengajar pada kelas VIII SMP Negeri 1 Seram Utara dapat membantu siswa dalam pencapaian hasil belajar fisika materi Pesawat Sederhana. PENUTUP Simpulan Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, maka penulis dapat menyimpulkan bahwa data profil hasil belajar siswa menunjukan bahwa dengan menggunakan Pendekatan Pembelajaran Sains Teknologi Masyarakat dapat membantu siswa mencapai standar ketuntasan belajar minimum. Hal ini terlihat dari gambar profil hasil belajar siswa SMP Negeri 1 Seram Utara. Dari kesimpulan tersebut dapat diuraikan menjadi beberapa kesimpulan sebagai berikut: Kemampuan awal siswa pada materi pesawat sederhana sebelum diajarkan menggunakan pendekatan pembelajaran STM pada proses belajar mengajar sangat rendah, dari data diperoleh 100 siswa dinyatakan gagal. Pada aspek kognitif yang diperoleh dari LKS dan Tes Formatif, dengan menggunakan pendekatan pembelajaran STM 28 ketuntasan belajar siswa dengan kualifikasi sangat baik, sebanyak 40 siswa dengan kualifikasi baik, sedangkan 20 siswa berada pada kualifikasi cukup dan 12 siswa dinyatakan gagal dalam menguasai materi pesawat sederhana. Pada aspek afektif diperoleh 24 siswa merespon dengan kualifikasi sangat baik, 8 juga merespon dengan kualifikasi baik saat kegiatan belajar mengajar berlangsung, 32 merespon dengan kualifikasi cukup sementara 36 dinyatakan gagal dalam pembelajaran. Pada aspek psikomotor diperoleh 8 ketuntasan belajar siswa dengan kualifikasi sangat baik, 4 ketuntasan belajar siswa dengan kualifikasi baik, 48 ketuntasan belajar siswa diatas kualifikasi cukup, sedangkan 40 dinyatakan gagal karena tidak sungguh-sungguh pada saat proses belajar mengajar berlangsung. Profil hasil belajar ditampilkan dalam bentuk diagram batang yang menunjukan pencapaian untuk ketiga aspek baik pencapaian secara klasikal maupun individual, dimana terlihat bahwa rata-rata pencapaian hasil belajar setiap aspek berada pada ketuntasan dengan kualifikasi baik pada aspek kognitif sementara afektif dan psikomotor berada pada kualifikasi cukup. Saran Berdasarkan pengalaman selama mengadakan penelitian maka penulis menyarangkan bagi guru ISBN: 978-602-72071-1-0 yang melaksanakan pembelajaran dengan menggunakan pendekatan pembelajaran sains teknologi masyarakat hendaknya mengolah kegiatan belajar yang menyenangkan dan meningkatkan kepercayaan diri siswa agar mereka mampu menguasai diri serta bisa memiliki pengalaman belajar dan mampu berbagi pengetahuan dengan teman kelompoknya. selain itu siswa memiliki kreativitas yang lebih tinggi, keperdulian terhadap masyarakat dan lingkungan lebih besar, lebih mudah mengaplikasikan konsep-konsep yang dipelajari untuk kebutuhan masyarakat, dan memiliki kecenderungan untuk mau berpartisipasi dalam kegiatan menyelesaikan masalah dilingkungannya. Kemudian untuk pembaca yang hendaknya melakukan penelitian dengan pendekatan yang sama dan mengharapkan hasilnya jauh lebih baik dari yang saya dapatkan, maka disarankan memilih sekolah SMA untuk dijadikan sampel penelitian. DAFTAR PUSTAKA Arikunto, S. 2010.Prosedur Penelitian. Jakarta : Rineka Cipta. Nurohman.S. 2010. Penerapan Pendekatan sains- teknologi-masyarakat STM Dalam pembelajaran IPA sebagai upaya peningkatan Life skills peserta didik. Yogyakarta. http:shobru.files.wordpress.com200808life- skills.pdf diakses 13 Februari 2011. Poedjiadi.A. 2010. Sains Teknologi Masyarakat : Model Pembelajaran Kontekstual Bermuatan Nilai. Bandung: Remaja Rosdakarya. Sardiman, AM. 2005. Interaksi dan Motivasi Belajar. Jakarta : PT Rineka Cipta. Slameto, 2003. Belajar dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhinya . Jakarta : Rineka Cipta. Sudjana, Nana. 2004. Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar. Bandung : Remaja Rosdakarya. Sudijono, A. 2010. Pengantar Evaluasi Pendidikan. Jakarta : PT Rineka Cipta. Tranggono A. dkk. 2004. Fisika Ia Untuk Kelas 1 SMU, Jakarta, Bumi Aksara Tim IPA SMP MTS. 2007. Ilmu Pengetahuan Alam 2 . Jakarta : Galaxi Puspa Mega Widyatiningtyas. 2009. Pembentukan Pengetahuan Sains, Teknologi dan Masyarakat dalam Pandangan Pendidikan IPA. EDUCARE: Jurnal Pendidikan dan Budaya . http:educare.e-fkipunla.net. diakses 14 Februari 2011. ISBN: 978-602-72071-1-0 PENERAPAN STRATEGI PEMBELAJARAN AKTIF TIPE PREDICTION GUIDE DALAM PEMBELAJARAN FISIKA DI SMA Diah Tri Wahyuni 1 Dimas Fawaid 2 Andik Kurniawan 3 1,2,3 Pendidikan IPA, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Jember E-mail: diahtriwahyunifahishgmail.com ABSTRAK Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan tingkat keterampilan proses sains siswa selama pembelajaran menggunakan pendekatan strategi pembelajaran aktif tipe prediction guide dalam pembelajaran fisika di SMA dan untuk mengkaji pengaruh penerapan strategi pembelajaran aktif tipe prediction guide terhadap hasil belajar fisika siswa di SMA. Jenis penelitian ini adalah penelitian eksperimen dengan metode purposive sampling area. Penelitian ini dilakukan di SMA Muhammadiyah 3 Jember. Penentuan responden penelitian dilakukan berdasarkan hasil uji homogenitas. Desain penelitian menggunakan desain control-group post test only. Teknik pengumpulan data menggunakan dokumentasi, observasi, LKS, wawancara, tes, dan portofolio. Teknik analisa data untuk menjawab permasalahan yang pertama adalah dengan menggunakan lembar observasi dan portofolio keterampilan proses sains siswa. Teknik analisa data untuk menjawab permasalahan kedua adalah menggunakan independen sample t-test. Berdasarkan hasil t-test dengan bantuan independent sample t-test diperoleh nilai sig. 0,0090,05. Ho ditolak dan Ha diterima, artinya bahwa terdapat perbedaan yang signifikan antara hasil belajar fisika siswa dengan menggunakan strategi pembelajaran aktif tipe prediction guide daripada hasil belajar fisika siswa dengan menggunakan strategi pembelajaran yang biasa dilakukan oleh guru. Keterampilan proses sains siswa selama mengikuti pembelajaran fisika dengan menggunakan strategi pembelajaran aktif tipe prediction guide tergolong dalam kategori baik sesuai dengan persentase sebesar 75-100. Kata kunci : strategi pembelajaran aktif tipe prediction guide, hasil belajar, dan keterampilan proses sains ABSTRACT The purpose of this study was to find out the science process skills of students during the following lesson using active learning strategy with prediction guide type on learning physics and to assessing the impact of the application of active learning strategy with prediction guide type on physics learning outcomes of students in senior high school . This type of research is the study of experiments, research and determined using the method of purposive sampling area. This research was carried out in Senior High School Muhammadiyah 3 Jember. The respondents determined after research carried out a test of its homogeneity. Design research using the control-group post test only design. Data collection techniques are documented, observation, worksheet, interviews, tests, and portfolio. Data analysis techniques to answer the first problem is by using the observation sheet and portfolio of science process skills of students. Data analysis techniques to answer the second problem is use a t-test is using independent sample t test. Based on the results of the test t with the help of Independent-Sample T-test results obtained by the value of the sig. 0,009 0.05 Ho is rejected and Ha accepted , meaning that there is a significant difference between the results of learning physics students using active learning strategy with prediction guide type commonly used by the teacher. Science process skills of students during the following lesson by using active learning strategy with prediction guide type is good due to the large percentage on any gathering of between 75-100. Keyword: active learning strategy with prediction guide type , learning result, and science process skills. ISBN: 978-602-72071-1-0 PENDAHULUAN Pembelajaran IPA sangat berperan penting dalam proses pendidikan dan perkembangan teknologi, karena pembelajaran IPA dapat membangkitkan minat dan kemampuan individu dalam pengembangan IPTEK serta pemahaman tentang semesta alam yang memiliki banyak fakta dan masih bersifat rahasia sehingga hasil penemuannya dapat dikembangkan menjadi ilmu baru dan dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari. Oleh karena itu pendidikan IPA memiliki peran penting dalam meningkatkan mutu pendidikan sesuai dengan tantangan pendidikan di era globalisasi. Salah satu bagian dari ilmu IPA yang sangat penting adalah ilmu fisika. Menurut Druxes dalam Handono, 2008:151 fisika merupakan bagian dari IPA atau sains yang menerangkan fenomena-fenomena dan kejadian-kejadian alam, serta berusaha memecahkan persoalannya melalui pengalaman dan gambaran pikiran manusia. Sehingga tujuan pembelajaran fisika di lembaga sekolah yaitu memberikan bekal pengetahuan tentang fisika, kemampuan dalam keterampilan, proses meningkatkan kreatifitas, dan sikap ilmiah untuk menghasilkan karya teknologi sederhana yang berkaitan dengan kebutuhan manusia sekarang Bektiarso, 2004:56. Dengan demikian proses pembelajaran fisika bukan hanya memahami konsep-konsep fisika, tetapi juga mengajar siswa berpikir konstruktif melalui fisika sebagai keterampilan proses sains KPS, sehingga pemahaman siswa terhadap hakikat fisika menjadi utuh, baik sebagai proses maupun sebagai produk. Hakikat belajar pada kurikulum 2013 lebih ditekankan untuk memperkuat kompetensi siswa dari sisi pengetahuan, keterampilan dan sikap secara utuh. Proses pencapaiannya melalui pembelajaran sejumlah mata pelajaran yang dirangkai sebagai suatu kesatuan yang saling mendukung pencapaian kompetensi tersebut. Dengan kurikulum baru ini, guru akan mengajar dengan siswa yang lebih aktif, karena proses pembelajaran te matik integratif, siswa tidak hanya “diberi tahu oleh guru”, melainkan lebih “mencari tahu”, dari berbagai sumber pengahuan. Inilah hakikat pendekatan pembelajaran saintifik, yang menjadi inti pembelajaran versi Kurikulum 2013. Pendekatan pembelajaran pendekatan saintifik, dapat diuraikan sebagai berikut: 1 peserta didik dibasakan mengamati, 2 dalam proses mengamati tersebut, peserta didik didik juga dilatih untuk dapat menanyakan, 3 menalar, 4 mencoba, 5 menciptakan, dan terakhir 6 mengomunikasikan tentang hasil pengamatan. Keseluruhan pendekatan saintifik peserta didik dibiasakan untuk melakukan kreativitas. Suparlan, 2014: 1. Dengan demikian, guru dituntut untuk menekankan pendekatan pembelajaran saintifik ini dalam pembelajaran di kelas. Perubahan kurikulum ini diharapkan dapat meningkatkan mutu pembelajaran fisika secara khusus. Salah satu upaya untuk mengatasi masalah peningkatan mutu dalam pendidikan sains atau fisika yang mengacu pada kurikulum 2013 tersebut adalah dengan menerapkan pembelajaran yang menitikberatkan pada keterampilan- keterampilan tertentu seperti keterampilan dalam mengenali variabel, membuat tabel data, membuat grafik, keterampilan mengumpulkan dan mengolah data, serta keterampilan dalam bereksperimen. Keterampilan-kete- rampilan ini dinamakan keterampilan proses sains. Dengan demikian, pembelajaran akan lebih menitik- beratkan kepada siswa dan siswa aktif dalam mengikuti kegiatan belajar mengajar. Seorang pendidik juga perlu menerapkan sebuah strategi pembelajaran yang mengarahkan siswa untuk berperan aktif dan menggali potensi yang ada pada dirinya sendiri. Atas dasar pemikiran tersebut maka strategi pembelajaran yang perlu dikembangkan adalah dengan penekanan pada kegiatan belajar siswa aktif. Salah satu strategi yang menekankan pada kegiatan belajar siswa aktif adalah strategi pembelajaran aktif tipe prediction guide . Menurut Zaini 2008 : 4, strategi pembelajaran aktif tipe prediction guide merupakan strategi pembelajaran yang digunakan untuk melibatkan siswa di dalam proses pembelajaran secara aktif dari awal sampai akhir pelajaran. Dalam strategi ini siswa diminta untuk menebak apa saja kira-kira yang akan mereka dapatkan dalam pembelajaran nanti. Selain membuat siswa aktif dari awal hingga akhir pelajaran, strategi ini juga menuntun siswa untuk memiliki keterampilan proses sains selama pelajaran berlangsung. Hal ini disebabkan karena pada penerapannya, strategi ini menggunakan beberapa metode yang dapat menumbuhkan keterampilan proses sains siswa. Dengan demikian, tidak hanya hasil belajar yang meningkat, tapi daya ingat siswa pada pelajaran akan sangat kuat karena selain terlibat dari awal hingga akhir, siswa juga mengalami langsung konsep yang diajarkan. Oleh karena itu, strategi ini sangat baik untuk diterapkan dalam pembelajaran fisika Tujuan penelitian ini adalah untuk 1 Mendeskripsikan tingkat kete-rampilan proses sains siswa selama pembelajaran menggunakan strategi pembelajaran aktif tipe prediction guide dalam pembelajaran fisika di SMA, 2 Mengkaji pengaruh penerapan strategi pembelajaran aktif tipe prediction guide terhadap hasil belajar fisika siswa di SMA. METODE PENELITIAN Penelitian ini dilaksanakan di SMA Muhammadiyah 3 Jember. Jenis penelitian yang dilakukan adalah penelitian eksperimen, dan tempat penelitian ditentukan dengan menggunakan metode purposive sampling area . Responden penelitian ditentukan setelah dilakukan uji homogenitas. Penentuan sampel penelitian dilakukan dengan cluster random sampling terhadap 4 kelas. Desain penelitian menggunakan control-group post test only design. Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah observasi, dokumetasi, LKS, wawancara, tes, dan portofolio. Teknik analisa data untuk menjawab permasalahan pertama adalah dengan menggunakan analisis deskriptif keterampilan proses sains siswa berupa lembar observasi dan portofolio keterampilan proses sains siswa. Teknik analisa data untuk menjawab permasalahan kedua yaitu dengan menggunakan uji t ISBN: 978-602-72071-1-0 yaitu menggunakan independent sample t test terhadap nilai post-test siswa. HASIL DAN PEMBAHASAN Penelitian ini dilaksanakan di SMA Muhammadiyah 3 Jember pada siswa kelas X semester ganjil tahun ajaran 2014-2015 mulai tanggal 18 November 2014 sampai 24 November 2014. Populasi penelitian diambil dari seluruh kelas X IPA yang terdiri dari 4 kelas yaitu adalah kelas X IPA 1, X IPA 2, X IPA 3, dan X IPA 4. Sebelum melakukan pengambilan sampel, dilakukan uji homogenitas dengan uji one-way ANOVA menggunakan SPSS 17 terhadap populasi kelas X IPA yang bertujuan untuk mengetahui apakah sampel memiliki varian yang sama pada mata pelajaran fisika. Data yang digunakan untuk uji homogenitas adalah nilai ulangan harian pada pokok bahasan sebelumnya. Pada output SPSS untuk uji homogenitas diperoleh nilai sig. = 0.07 lebih besar dari sehingga dapat disimpulkan bahwa data yang ada adalah homogen. Hal ini berarti bahwa tingkat kemampuan fisika siswa kelas X IPA SMA Muhammadiyah 3 Jember sebelum diadakan penelitian adalah sama homogen. Penentuan sampel penelitian selanjutnya dilakukan dengan menggunakan metode cluster random sampling terhadap 4 kelas untuk diambil 2 kelas sebagai sampel penelitian. Kelas yang menjadi sampel penelitian adalah kelas X IPA 3 sebagai kelas eksperimen dan kelas X IPA 4 sebagai kelas kontrol. Keterampilan proses sains KPS siswa selama menggunakan strategi pembelajaran aktif tipe prediction guide pada pembelajaran fisika diamati dengan menggunakan instrumen lembar penilaian KPS, yang meliputi lembar observasi dan portofolio berupa isian LKS. Pengamatan dilakukan oleh 2 orang pengamat dengan jumlah siswa sebanyak 36 siswa. Dari lembar penilaian KPS diperoleh data seperti pada Tabel 1: Tabel 1. Skor Keterampilan Proses Sains Siswa Setiap Indikator No Indikator Keterampil an Proses Sains Persentase Rata -rata P-1 P-2 P-3 1 Mengiden- tifikasi variabel 83,3 100 83,3 88,9 2 Membuat Tabel 100 100 100 100 3 Mengum- 100 100 100 100 pulkan dan mengolah data 4 Menyim- pulkan 83,3 58,3 83,3 75 5 Merang- kai alat percobaan 100 100 100 100 6 Mengguna kan alat dan mengukur 100 100 100 100 7 Bertanya 25 36,1 20,8 27,3 8 Menjawab pertanyaan 22,2 20,8 20,8 21,3 Jumlah 614 615 608 613 Rata- rata 77 77 76 77 Pada Tabel 1 dapat diketahui bahwa persentase dua dari delapan indikator keterampilan proses sains pada pertemuan 2 mengalami penurunan dari pertemuan 1, yaitu indikator menyimpulkan dan menjawab pertanyaan. Namun, pada pertemuan ketiga indikator menyimpulkan meningkat dan indikator menjawab pertanyaan konstan. Indikator mengidentifikasi variabel dan bertanya pada pertemuan 3 mengalami penurunan dari pertemuan 2. Sedangkan indikator membuat tabel, mengumpulkan dan mengolah data, merangkai alat percobaan, dan menggunakan alat dan mengukur cenderung konstan, memiliki persentase yang sama pada pertemuan 1 dan 2. Indikator-indikator konstan ini juga memiliki persentase tertinggi jika dibandingkan dengan indikator keterampilan proses sains siswa yang lain, yaitu 100. Sedangkan keterampilan proses sains yang memiliki persentase paling rendah adalah menjawab pertanyaan, sebesar 22,22 pada pertemuan 1, mengalami penurunan 20,83 pada pertemuan 2, dan konstan pada pertemuan 3 sebesar 20,83 dengan persentase rata-rata 21,29 . Berdasarkan persentase rata-rata dari pertemuan 1, 2, dan pertemuan 3, urutan indikator keterampilan proses sains siswa dari persentase terendah ke persentase tertingggi adalah menjawab pertanyaan, bertanya, menyimpulkan, mengidentifikasi variabel, membuat tabel, mengumpulkan dan mengolah data, merangkai alat percobaan, dan menggunakan alat dan mengukur. Berikut adalah gambar yang menunjukkan analisis terhadap keterampilan proses sains siswa untuk setiap indikator pengamatan : ISBN: 978-602-72071-1-0 Gambar 1 : Analisis Keterampilan Proses Sains Siswa untuk Setiap Indikator Pengamatan Pada Gambar 1 juga dapat diketahui bahwa pertemuan pertama, kedua dan ketiga terdapat beberapa indikator yang meningkat dan ada pula yang mengalami penurunan. Indikator aktivitas belajar siswa yang memiliki rata-rata tertinggi yaitu pada indikator membuat tabel, mengumpulkan dan mengolah data, merangkai alat, dan menggunakan alat dan mengukur sebesar 100. Hal ini menunjukkan bahwa siswa sangat senang dan semangat dalam melakukan eksperimen. Sedangkan skor rata-rata terendah yaitu pada indikator menjawab pertanyan yaitu sebesar 21,3, ini terjadi dikarenakan kondisi kelas yang ramai pada saat percobaan menghabiskan waktu yang cukup lama, sehingga waktu untuk diskusi sangat singkat. Singkatnya waktu untuk diskusi ini menyebabkan hanya ada beberapa siswa saja yang memiliki kesempatan untuk bertanya dan menjawab pertanyaan. Itulah sebabnya kemampuan bertanya dan menjawab pertanyaan masih rendah. Berdasarkan analisis hasil keterampilan proses sains siswa didapatkan rata-rata hasil aktivitas belajar siswa yaitu pada pertemuan pertama sebesar 77 sedangkan pada pertemuan kedua sebesar 77, dan pada pertemuan ketiga sebesar 76. Jika dikonsultasikan dengan kategori tingkat keterampilan proses sains siswa dapat dikatakan bahwa keterampilan proses sains siswa pada pertemuan pertama, kedua, dan ketiga dengan menggunakan strategi pembelajaran aktif tipe prediction guide berada dalam kategori baik karena berada pada rentang 75- 100. Data mengenai hasil belajar fisika siswa kelas eksperimen dan kelas kontrol diperoleh dari nilai post- test. Ringkasan data nilai hasil belajar fisika siswa sebagai berikut. Tabel 2. Ringkasan Data Hasil Belajar Fisika Siswa Kelas Eksperimen Kelas Kontrol Jumlah Siswa 36 35 Mean 74,11 68,51 Nilai Maximum 90 88 Nilai Minimum 57 47 Ditinjau secara keseluruhan, nilai post-test tertinggi diperoleh siswa kelas eksperimen, yaitu 90 dan nilai terendah diperoleh siswa kelas kontrol, yaitu 47. Rata-rata nilai post-test yang diperoleh pada kelas kontrol dan eksperimen dapat dilihat pada Gambar 2 Diagram Rata-rata Hasil Belajar Fisika Siswa: 0.00 10.00 20.00 30.00 40.00 50.00 60.00 70.00 80.00 90.00 100.00 pertemuan 1 pertemuan 2 pertemuan 3 10 20 30 40 50 60 70 80 Eksperimen Kontrol 74.11 68.51 Rata-rata Nilai Post-test ISBN: 978-602-72071-1-0 Gambar 2. Diagram Rata-Rata Hasil Belajar Fisika Siswa … …………………. Sebelum menggunakan Independent Sample t- test dengan pengujian hipotesis pihak kanan perlu dilakukan uji normalitas tehadap data dengan tujuan untuk mengetahui apakah data yang diperoleh terdistribusi normal atau tidak. Setelah data bersifat normal, maka dapat dilanjutkan dengan perhitungan dengan uji t. Berdasarkan hasil uji t den gan bantuan Independent-Sample T-test didapatkan hasil yaitu nilai sig. 0,009 0,05 maka Ho ditolak dan Ha diterima, artinya ada perbedaan yang signifikan antara hasil belajar fisika siswa yang menggunakan strategi pembelajaran aktif tipe prediction guide dengan strategi atau model pembelajaran yang biasa digunakan guru. Pada hasil penelitian didapatkan adanya perbedaan rata- rata hasil belajar yang didapat dari nilai post test antara kelas eksperimen dan kelas kontrol. Pada kelas eksperimen nilai rata-rata yang didapat yaitu 74,11 dan pada kelas kontrol yaitu 68,51. Hal tersebut menunjukkan bahwa hasil belajar siswa yang menggunakan strategi pembelajaran aktif tipe prediction guide lebih baik dari pada siswa yang menggunakan strategi atau model yang biasa dipakai oleh guru. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Prayudha 2012 yang menyimpulkan bahwa rata-rata hasil belajar dengan menggunakan strategi pembelajaran aktif tipe prediction guide lebih tinggi dari pada siswa yang tidak menggunakan strategi tersebut. Adanya perbedaan nilai rata-rata hasil belajar antara kelas eksperimen dan kelas kontrol karena pada kelas eksperimen menggunakan strategi pembelajaran aktif tipe prediction guide yang sesuai dengan teori yang sudah dikemukakan pada pada tinjauan pustaka bahwa strategi pembelajaran aktif tipe prediction guide dapat memberikan pemahaman konsep materi kepada siswa karena siswa dituntut untuk menyusun prediksi materi dan menilai kembali prediksi mereka di akhir pembelajaran. Pada strategi pembelajaran aktif tipe prediction guide siswa juga bekerja sama dalam kelompok untuk membuktikan kebenaran prediksi yang telah mereka susun sebelumnya. Selain itu saat pembelajaran digunakan metode eksperimen yang membuat siswa melakukan percobaan dan mengamati suatu hal secara langsung yang berkaitan dengan materi yang diajarkan sehingga siswa membuktikan sendiri prediksi mereka. Dari hasil wawancara dengan guru bidang studi fisika dan dua orang siswa dari kelas eksperimen dapat diketahui tanggapan positif mereka terhadap penerapan strategi pembelajaran aktif tipe prediction guide. Guru bidang studi fisika SMA Muhammadiyah 3 Jember, Bapak Agung Sedayu, S.Pd, menyatakan bahwa strategi ini cocok diterapkan di SMA Muhammadiyah 3 Jember. Siswa jadi termotivasi untuk memprediksi terlebih dahulu, kemudian mereka juga antusias dalam eksperimen karena mereka ingin menguji kebenaran prediksi mereka sebelumnya. Keterampilan proses sains siswa juga sangat baik, terlihat selama kegiatan eksperimen berlangsung dan hasil belajar siswa. Beliau memberikan saran agar strategi pembelajaran aktif tipe prediction guide ini lebih dikembangkan lagi untuk bab-bab fisika yang lain. Sedangkan siswa kelas eksperimen mengaku senang selama mengikuti pembelajaran dengan menggunakan strategi pembelajaran aktif tipe prediction guide ini. Siswa menyadari bahwa mereka bisa belajar fisika berdasarkan contoh-contoh kehidupan sehari-hari dimana pada LKS ini tertulis dalam prediksi. Siswa bersemangat saat melakukan kegiatan eksperimen, karena siswa lebih mudah memahami materi fisika yang dipelajari. Penelitian ini juga mengalami beberapa kendala. Kondisi kelas yang ramai, membuat peneliti kesulitan mengkondisikan kelas. Akibatnya, pelaksanaan penelitian tidak sesuai dengan alokasi waktu yang direncanakan. Pada pertemuan pertama dan kedua, kegiatan percobaan menghabiskan waktu yang lebih lama dari rencana, sehingga tahap diskusi berlangsung sangat singkat. Namun pada pertemuan ketiga, peneliti mulai dapat mengkondisikan siswa untuk lebih tertib saat percobaan, sehingga tahap ini tidak menghabiskan waktu yang lebih lama. Selain itu, kondisi hujan saat pembelajaran berlangsung juga cukup mengganggu konsentrasi siswa. Namun, semua kendala tersebut dapat diatasi melalui pengaturan waktu yang lebih baik. PENUTUP Simpulan Berdasarkan hasil dan pembahasan, maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut: 1 Keterampilan proses sains siswa selama mengikuti pembelajaran menggunakan strategi pembelajaran aktif tipe prediction guide dalam pembelajaran fisika di SMA dengan pokok bahasan gerak melingkar beraturan termasuk dalam kategori baik. 2 Strategi pembelajaran aktif tipe prediction guide berpengaruh signifikan terhadap hasil belajar fisika siswa dalam pembelajaran fisika di SMA. Saran Berdasarkan kesimpulan di atas disarankan apabila menerapkan strategi pembelajaran aktif tipe prediction guide ini hendaknya guru lebih membimbing siswa selama proses pembelajaran agar KBM dapat berjalan dengan baik dan lebih efektif serta tujuan pembelajaran dapat tercapai. DAFTAR PUSTAKA Bektiarso, S. 2004. Penggunaan Model Quantum TeachingQT dalam Pembelajaran Fisika di SLTA. Jurnal Saintifika, No. 1, Vol. 5:178- 187. Handono, Sri. 2008. Penerapan Model Science Education Quality Improvement Project SEQIP dalam Meningkatkan Pemahaman Fisika pada Mata Kuliah Pendidikan IPA. Jurnal Saintifika, No.2.Vol. 9:149-162 Prayudha, Sefna, Delsi. 2012. Pengaruh penerapan Strategi pembela-jaran Aktif Tipe Prediction Guide Terhadap Pemahaman Konsep Matematis Siswa Kelas VIII SMPN I Sijunjung Tahun Pelajaran 20122013. Jurnal ISBN: 978-602-72071-1-0 Pengajaran MIPA, Vol. 14, No. 5, Oktober 2012. Suparlan, 2014. Reorientasi Tujuan Pendidikan Nasional Kita. http:Suparlan.com 20140412tujuan-pendidikan. [29 Oktober 2014] Zaini, H., dkk. 2008. Strategi Pembelajaran Aktif. Yogyakarta : Pustaka Insan Madani ISBN: 978-602-72071-1-0 PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE GROUP INVESTIGATION DENGAN MULTIMEDIA CD INTERAKTIF PADA PEMBELAJARAN FISIKA BERBASIS LABORATORIUM VIRTUAL DI SMA MA Ahmad Hariadi 1 Muh. Zainuri 2 Fajar Lailatul M 3 1,2,3 Mahasiswa Program Studi Magister Pendidikan IPA FKIP Universitas Jember E-mail: Ahmad_hariadi71ymail.com ABSTRAK Model pembelajaran yang berorientasi pada konstruktivistik salah satunya yaitu model pembelajaran kooperatif. Tujuan dari penelitian ini adalah menganalisis pengaruh penerapan model kooperatif tipe GI dengan multimedia CD interaktif pada pembelajaran fisika berbasis laboratorium virtual terhadap hasil belajar dan aktivitas belajar siswa. Jenis penelitian ini merupakan penelitian eksperimen, yang dilaksanakan di MA Modern Al Islam. Sampel penelitian didapatkan melalui random cluster sampling dimana X2 merupakan kelas eksperimen dan X3 merupakan kelas kontrol. Desain Penelitian menggunakan pre-test post-test control design. Metode Pengumpulan data melalui observasi, dokumentasi, tes, dan wawancara. Analisis Data menggunakan uji-t dengan SPSS 20. Berdasarkan analisis hasil belajar dengan signifikansi uji-t= 0.00 dan α=0.05 berarti bahwa Sigα yaitu H o ditolak dan H a diterima maka peningkatan hasil belajar pada kelas eksperimen lebih baik daripada kelas kontrol, sehingga dapat disimpulkan bahwa penerapan model pembelajaran kooperatif tipe GI dengan multimedia CD interaktif pada pembelajaran fisika berbasis laboratorium virtual berpengaruh terhadap peningkatan hasil belajar dan Aktivitas belajar siswa di SMA MA. Kata Kunci : model pembelajaran kooperatif, Multimedia CD Interaktif, Hasil belajar, dan aktivitas belajar. ABSTRACT Learning model that oriented the constructivist one of them is Cooperative Learning Model. The purpose of this research was to analyze the effect of the application cooperative learning model group investigation with interactive multimedia CD at physics learning based on virtual laboratory on result of study and learning activities. This research was an experimental research, conducted at MA Modern Al Islam. The samples with random cluster sampling were X2 as the experimental class and X3 as the control class. Research design using a pre-test post-test control design. Methods of data collection were observation, documentation, test, and interview. The data analysis using independent sample t test with SPSS. From the analysis of test results obtained Sig t- test= 0.00 with α=0.05 means Sigα that Ho was rejected and Ha accepted means increase result of study in experimental classes are better than the control class, it can be concluded that the application of cooperative learning model group investigation with interactive multimedia CD based on virtual laboratory effect on result of study and students activity in physics learning at Senior High School. Key words : cooperative learning model, interactive multimedia CD, result of study, students activity. PENDAHULUAN Fisika merupakan bagian dari Ilmu Pengetahuan Alam IPA atau sains yang menerangkan berbagai gejala dan kejadian alam, yang memungkinkan penelitian dengan percobaan, pengukuran apa yang didapat, penyajian secara matematis dan berdasarkan peraturan- peraturan umum Brockhaus dalam Druxes, 1986. Pembelajaran fisika di Sekolah Menengah Atas SMA atau setara dengan Madrasah Aliyah MA saat ini sering mengalami beberapa kendala yaitu metode pembelajaran yang membuat siswa menjadi jenuh dalam belajar, penggunaan media yang kurang tepat sehingga membuat kondisi kelas selalu pasif. Dalam wawancara terbatas yang dilakukan oleh peneliti di SMAMA di Jember ISBN: 978-602-72071-1-0 menunjukkan bahwa siswa masih sering mengeluhkan fisika sebagai mata pelajaran yang sulit. Hal ini tampak dari perilaku siswa di kelas yang menunjukan sikap tidak tertarik pada saat pembelajaran fisika berlangsung, seperti siswa mendiskusikan hal lain yang tidak ada hubungannya dengan materi pembelajaran, sehingga kelas menjadi gaduh ketika guru menyampaikan materi. Adanya aktivitas siswa yang rendah dalam pembelajaran fisika di SMAMA ternyata membawa dampak besar bagi hasil belajar fisika siswa, yaitu rendahnya hasil belajar fisika siswa SMAMA dibandingkan dengan hasil belajar mata pelajaran sains yang lain seperti biologi dan kimia. Berdasarkan data yang diperoleh peneliti dari Kemendiknas Jember tahun 2015 mengenai rata-rata nilai ujian nasional fisika, kimia, dan biologi yaitu rata-rata nilai ujian nasional fisika sebesar 6,13, rata-rata nilai ujian nasional mata pelajaran biologi sebesar 6,57, dan rata-rata nilai ujian nasional mata pelajaran kimia adalah 6,84. Dari data tersebut, dapat disimpulkan bahwa mata pelajaran fisika memiliki nilai rata-rata ujian nasional yang paling rendah diantara tiga mata pelajaran tersebut. Guru sebagai pembimbing dalam proses pembelajaran memiliki peran yang sangat besar. Model pembelajaran yang digunakan guru mempunyai peranan dalam pencapaian tujuan pembelajaran dan penumbuhan minat belajar siswa. Kurangnya variasi dalam pembelajaran berkaitan dengan model dan metode mengajar yang diterapkan, serta kurangnya penggunaan media pembelajaran yang dapat memperjelas gambaran siswa tentang konsep dasar fisika juga berpengaruh pada ketertarikan siswa. Fisika tidak hanya berisi tentang teori-teori atau rumus-rumus untuk dihafal, akan tetapi dalam fisika berisi banyak konsep yang harus dipahami secara mendalam. Sesuai dengan sifat fisika yang empiris, maka diperlukan suatu pembelajaran yang cocok dengan sifat ilmu fisika tersebut. Salah satunya adalah dengan pembelajaran konstruktivis. Dalam pembelajaran fisika, siswa dituntut untuk dapat membangun atau mengkonstruksi pengetahuan dalam benak siswa sendiri dengan peran aktifnya dalam proses belajar mengajar. Salah satu model pembelajaran yang berorientasi pada pandangan konstruktivistik yang berkembang salah satunya adalah model pembelajaran kooperatif cooperative learning Depdiknas, 2007. Pembelajaran kooperatif merupakan salah satu alternatif model pembelajaran yang dapat memacu motivasi belajar siswa serta rasa tanggung jawab. Pembelajaran kooperatif berbeda dengan metode diskusi yang biasanya dilaksanakan di kelas, karena Pembelajaran kooperatif menekankan pembelajaran dalam kelompok kecil dimana siswa belajar dan bekerja sama untuk mencapai tujuan yang optimal. Pembelajaran kooperatif meletakkan tanggung jawab individu sekaligus kelompok, sehingga diri siswa tumbuh dan berkembang sikap dan perilaku saling ketergantungan secara positif. Kondisi ini dapat mendorong siswa untuk belajar, bekerja dan bertanggung jawab secara sungguh-sungguh untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan Depdiknas, 2007. Anita Lie dalam Isjoni, 2012 menyebut pembelajaran kooperatif cooperative learning dengan istilah pembelajaran gotong royong, yaitu sistem pembelajaran yang memberi kesempatan kepada peserta didik untuk bekerjasama dengan siswa lain dalam tugas- tugas yang terstruktur. Pelaksanaan model pembelajaran kooperatif dengan benar akan memungkinkan kegiatan belajar mengajar berjalan secara aktif dan tujuan pembelajaran dapat tercapai dengan efektif dan efisien. Pembelajaran fisika memberikan penekanan dan pendekatan proses untuk memperoleh produk. Hal ini menunjukkan bahwa dalam pembelajaran fisika, siswa tidak hanya menghafal rumus, mendengar ceramah, dan membaca buku teks melainkan siswa dituntut untuk berperan aktif secara langsung dalam kegiatan belajar mengajar Dahar, 1989. Salah satu usaha yang dapat dilakukan guru untuk memperbaiki, memperbaharui, dan membantu siswa dalam mengkonkretkan konsep-konsep fisika yang bersifat abstrak adalah melalui penggunaan bahan ajar multimedia. Dalam setiap kegiatan belajar-mengajar tidak harus menggunakan satu media, tetapi akan lebih memberikan dukungan yang lebih banyak dalam kegiatan instruksional jika digunakan lebih banyak media, disesuaikan dengan sasaran dan materi yang disampaikan. Kemajuan teknologi elektronik memberikan peluang dan pilihan untuk menggunakan media yang lebih kompleks multimedia. Multimedia merupakan media pengajaran dan pembelajaran yang efektif dan efisien berdasarkan kemampuannya menyentuh berbagai panca indra: penglihatan, pendengaran dan sentuhan Munir, 2008. Dengan kemajuan teknologi komputer, bahan ajar multimedia dikemas dalam bentuk multimedia CD Compact Disc interaktif Widodo dan Jasmadi, 2008. Sajian multimedia CD interaktif dapat diartikan sebagai teknologi yang mengoptimalkan peran komputer sebagai media yang menampilkan teks, suara, grafik, video, animasi dalam sebuah tampilan yang terintegrasi dan interaktif sehingga membuat siswa tertarik mempelajari fisika. Multimedia CD interaktif tidak hanya berorientasi pada produk teknologi, tetapi juga berorientasi pada pemecahan masalah-masalah yang ada di dunia nyata atau di sekelilingnya sebagai konteks bagi peserta didik untuk belajar kritis. Multimedia CD interaktif dapat digunakan pada berbagai jenjang pendidikan dan berbagai bidang studi Sanjaya, 2008. Kedudukan praktikum dalam pembelajaran fisika menjadi sangat penting. Salah satu alasan adalah karena sebagian besar konsep fisika bersifat abstrak sehingga sulit untuk dipahami secara langsung. Adanya praktikum memungkinkan pemahaman konsep menjadi lebih mudah dan peserta didik dapat belajar untuk melakukan penyelidikan dan mengumpulkan bukti-bukti dari berbagai sumber, mengembangkan penjelasan dari data, dan berkomunikasi serta mempertahankan kesimpulan NSTA, 2004: 1. Pelaksanaan praktikum juga terkait dengan tujuan pembelajaran fisika sebagai proses, yaitu meningkatkan keterampilan berpikir peserta didik sehingga mereka tidak hanya mampu dan terampil dalam bidang psikomotorik, melainkan juga mampu berpikir sistematis, ISBN: 978-602-72071-1-0 objektif, dan kreatif Gunawan Liliasari, 2012. Sesuai dengan tuntutan kurikulum 2013, yang menetapkan salah satu kompetensi inti adalah kelompok keterampilan. Kompetensi ini menekankan pada proses pembelajaran ilmiah yang berguna bagi pembentukan keterampilan peserta didik. Praktikum dengan menggunakan komputer disebut dengan virtual laboratory. Virtual laboratory adalah serangkaian alat-alat laboratorium yang berbentuk perangkat lunak software komputer berbasis multimedia interaktif, yang dioperasikan dengan komputer dan dapat mensimulasikan kegiatan di laboratorium seakan-akan pengguna berada pada laboratorium sebenarnya Imron, 2012. Sedangkan menurut Budhu 2002: 2 virtual laboratory objek multimedia interaktif yang kompleks dan termasuk bentuk digital baru, dengan tujuan pembelajaran implisit atau eksplisit. Penerapan model pembelajaran kooperatif tipe group investigation dengan multimedia CD interaktif berbasis laboratorium virtual diharapkan mampu membuat peserta didik dapat menyelesaikan tugas secara berkelompok dan menjadi tim ahli untuk menyelesaikan persoalan-persoalan dalam praktikum fisika. Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka peneliti tertarik untuk mengambil judul penelitian “Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Group Investigation Dengan Multimedia CD Interaktif Berbasis Laboratorium Virtual pada Pembelajaran Fisika di SMA MA ”. Tujuan Penelitian ini adalah 1 mengkaji pengaruh penerapan model pembelajaran kooperatif tipe group investigation dengan multimedia CD interaktif berbasis laboratorium virtual terhadap hasil belajar fisika di SMA MA 2 mengkaji penerapan model pembelajaran kooperatif tipe group investigation dengan multimedia CD interaktif berbasis laboratorium virtual terhadap aktivitas belajar fisika di SMA MA. METODE PENELITIAN Jenis penelitian ini adalah penelitian eksperimental, dengan tempat penelitian di MA Modern Al Islam Jember yang ditentukan dengan metode purposive sampling area. Populasi dalam penelitian ini adalah kelas X MA Modern Al Islam Jember. Penentuan sampel diambil dengan metode cluster random sampling yang sebelumnya diuji homogenitas dengan analisis One Way Anova menggunakan SPSS 20 terhadap populasi, sehingga didapat sampel sebanyak dua kelas yaitu kelas eksperimen dan kelas kontrol. Desain yang digunakan dalam penelitian adalah Pre-test Post-Test Control Design dimana kedua sampel diberi perlakuan yang berbeda, kelas eksperimen menerapkan model pembelajaran kooperatif tipe group investigation dengan multimedia CD interaktif berbasis laboratorium virtual dan kelas kontrol menerapkan model pembelajaran yang biasa diterapkan oleh guru. Metode pengumpulan data penelitian diperoleh dari observasi, dokumentasi, tes, dan wawancara, dan Post-test. Post- Test digunakan untuk mengukur kemampuan hasil belajar siswa setelah melakukan pembelajaran. Analisa data yang digunakan untuk mengkaji pengaruh model pembelajaran kooperatif tipe group investigation dengan multimedia CD interaktif berbasis laboratorium virtual terhadap hasil belajar fisika menggunakan uji Independent-Sample t-tes dengan bantuan SPSS 20. HASIL DAN PEMBAHASAN Terdapat dua jenis tes yang dilaksanakan dalam penelitian, yaitu pre-test dan post-test. Pre-test merupakan tes yang dilaksanakan pada kondisi awal sebelum diajarkan materi gerak lurus serta praktikum materi tersebut. Pre-test dilakukan pada dua kelas yaitu kelas eksperimen X2 dan kelas kontrol X3 dengan jumlah soal 15 soal untuk masing-masing kelas. Deskripsi hasil pre-test antara kelas kontrol dan kelas eksperimen disajikan pada tabel berikut. Tabel 1. Data Pre-Test N Mean Std. Deviation Pre-test Kelas eksperimen X_2 19 38.175 13.454 Pre-test Kelas control X_3 19 38.921 10.217 Valid N listwise 19 Post-test merupakan tes yang dilaksanakan setelah diajarkan materi gerak lurus, setelah proses belajar mengajar dilakukan selama 2 kali pertemuan. Post-test dilaksanakan pada dua kelas yaitu kelas eksperimen X2 yaitu kelas yang menggunakan model pembelajaran model kooperatif tipe group investigation dengan multimedia CD interaktif berbasis laboratorium virtual, dan kelas kontrol X3 yang menggunakan pembelajaran dengan metode ceramah dan praktikum seperti yang biasa diterapkan di sekolah. Selanjutnya untuk menguji hipotesis: ”Penerapan model pembelajaran kooperatif tipe group investigation dengan multimedia CD interaktif berbasis laboratorium virtual berpengaruh terhadap hasil belajar fisika siswa di SMA MA ” dalam penelitian ini digunakan data peningkatan hasil belajar siswa. Peningkatan hasil belajar siswa dihitung dari selisih nilai post-test dengan nilai pre-test dengan rumus: ∆ = Post-test – Pre-test Apabila hasil dari ∆ bernilai positif maka terdapat peningkatan hasil belajar, sedangkan jika hasilnya negatif maka terjadi penurunan hasil belajar. Deskripsi nilai hasil post-test antara kelas eksperimen dan kelas kontrol dapat dilihat pada tabel berikut. ISBN: 978-602-72071-1-0 Tabel 2. Data Post-Test N Mean Std. Deviation Post-Test Kelas Eksperimen X_2 19 77.925 14.560 Post-Test Kelas Kontrol X_3 19 67.368 12.796 Valid N listwise 19 Dalam membandingkan peningkatan hasil belajar siswa menggunakan analisis Independent Sample T-test, yakni terdapat dua tahapan analisis yang harus dilakukan. Pertama menguji dahulu asumsi apakah variance populasi kedua sampel tersebut sama equal variance assumed ataukah berbeda equal variances not assumed dengan melihat nilai levene‟s test. F hitung levene‟s test sebesar 0.005 dengan probabilitas 0,946. Probabilitas 0,05 maka disimpulkan analisis uji beda t-tes harus menggunakan asumsi equal variance assumed. Terlihat dari output SPSS diatas bahwa nilai t pada equal variance assumed adalah -5,027 dengan probabilitas signifikansi 0,000 two tail. Berdasarkan hasil dapat disimpulkan bahwa peningkatan hasil belajar kelas eksperimen lebih besar daripada kelas kontrol. Gambar 1. Grafik aktivitas belajar siswa K 1 K2 K 3 K 4 92.97 94.73 100 84.20 42.10 63.15 31.57 73.68 Grafik Aktivitas Belajar Siswa Kelas Eksperimen Kelas Kontrol ISBN: 978-602-72071-1-0 Data penilaian aktivitas siswa diperoleh dari penilaian guru secara langsung kepada siswa yang aktif menjawab pertanyaan saat proses belajar mengajar berlangsung dan penilaian aktivitas siswa yang berasal dari hasil pengamatan investigasi kelompok dari observer yaitu kolom penilaian kognitif proses, psikomotor, dan afektif keterampilan sosial dan berkarakter. Observasi terhadap aktivitas belajar siswa dilakukan selama proses penelitian berlangsung. Observasi aktivitas belajar siswa dalam penelitian ini dilakukan pada saat proses belajar mengajar dan praktikum pada kelas kontrol maupun kelas eksperimen. Observer dalam penelitian ini berjumlah empat orang. Setiap observer mengobservasi satu kelompok sehingga observasi aktivitas belajar siswa teliti. Hasil penilaian guru dalam menilai aktivitas siswa di kelas kontrol dan eksperimen memiliki perbedaan yang besar. Penilaian aktivitas siswa oleh guru pada kelas kontrol yaitu siswa yang secara aktif bertanya dan menjawab pertanyan dari guru yaitu sebesar 31,57. Dalam prosentase tersebut, 6 orang siswa dari 19 orang yang mampu menjawab pertanyaan dari guru pada saat proses belajar mengajar di kelas X3. Sedangkan siswa di kelas eksperimen yang aktif bertanya dan menjawab pertanyaan guru yaitu dapat diprosentasekan sebesar 89,47. Pada kelas eksperimen, sebanyak 17 orang dari 19 siswa mampu menjawab pertanyaan dari guru saat proses belajar mengajar. Prosentase rata-rata aktivitas belajar siswa pada saat proses belajar mengajar di dalam kelas kontrol yaitu sebesar 42,10 siswa memperhatikan penjelasan materi dari guru, 63,15 siswa mencatat penjelasan guru di buku catatan, 31,57 siswa melakukan tanya jawab pada guru, 73,68 siswa mengumpulkan laporan praktikum dengan tepat waktu. Rata-rata prosentase aktivitas siswa di kelas kontrol yaitu sebesar 52,62. Menurut Arikunto 2006, kategori aktivitas siswa sebesar 52,62 merupakan kategori sedang. Prosentase rata- rata aktivitas belajar siswa pada saat proses belajar mengajar di dalam kelas pada kelas eksperimen yaitu rata-rata sebesar 92,97 siswa memperhatikan penjelasan materi dari guru melalui multimedia CD interaktif berbasis praktikum menggunakan laboratorium virtual, 94,73 siswa praktikum materi gerak lurus dalam investigasi kelompok, 100 siswa melakukan presentasi dari hasil laporan dalam investigasi kelompok, 84,20 siswa memberi respon terhadap presentasi terhadap kelompok lain, baik berupa pertanyaan, masukan, tanggapan dari kelompok yang mempresentasikan hasil subtopik dalam investigasi kelompok. Rata-rata prosentase aktivitas siswa di kelas eksperimen yaitu sebesar 92,97. kategori aktivitas siswa sebesar 92,97 merupakan kategori sangat aktif. PENUTUP Simpulan Berdasarkan hasil analisis data yang diperoleh dapat disimpulkan: 1. Penerapan model pembelajaran kooperatif tipe group investigation dengan multimedia CD interaktif berbasis laboratorium virtual berpengaruh terhadap hasil belajar siswa dalam pembelajaran fisika pokok bahasan gerak lurus kelas X di SMA MA. 2. Penerapan model pembelajaran kooperatif tipe group investigation dengan multimedia CD interaktif berbasis laboratorium virtual dapat meningkatkan aktivitas siswa dalam pembelajaran fisika pokok bahasan gerak lurus kelas X di SMA MA. Saran Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan maka saran yang dapat diberikan, antara lain: 1. Bagi guru berdasarkan hasil penelitian, sebaiknya dalam pembelajaran fisika guru menggunakan model pembelajaran yang dapat meningkatkan aktivitas dan hasil belajar siswa di sekolah, salah satunya dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe group investigation dengan multimedia CD interaktif berbasis laboratorium virtual untuk meningkatkan hasil belajar fisika dan aktivitas belajar siswa. 2. Bagi peneliti lanjut, hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan landasan untuk penelitian selanjutnya dalam hal penerapan model pembelajaran kooperatif dalam pembelajaran fisika. DAFTAR PUSTAKA Dahar, R.W. 1989. Teori-Teori Belajar. Bandung: Erlangga. Depdiknas. 2007. Kurikulum dan Hasil Belajar kompetensi Dasar Mata Pelajaran Fisika . Jakarta : Balitbang Depdiknas. Druxes, H. 1986. Kompendium Didaktif Fisika. Bandung: Remaja Roesdakarya. Isjoni. 2012. Cooperative Learning. Jakarta : Kencana Munir. 2008. Kurikulum Berbasis Teknologi Informasi dan Komunikasi . Bandung: CV. Alfabeta. Sanjaya, W. 2008. Perencanaan dan Desain Sistem Pembelajaran . Jakarta: Kencana. Widodo, C. S. Jasmadi. 2008. Panduan Menyusun Bahan Ajar Berbasis Kompetensi . Jakarta: PT. Elex Media Komputindo. ISBN: 978-602-72071-1-0 PENTINGNYA KETERAMPILAN PEMECAHAN MASALAH DAN KESIAPAN BELAJAR MANDIRI MAHASISWA PADA PENDIDIKAN TERBUKA DAN JARAK JAUH UNTUK MENYONGSONG ABAD 21 Paken Pandiangan 1

I. G. Made Sanjaya

2 Budi Jatmiko 3 1 Pend. Fisika Universitas Terbuka 2 Dosen Senior FMIPA UNESA 3 Guru Besar Pendidikan Sains Program Pascasarjana UNESA Email: pakenput.ac.id ABSTRAK Telah dilakukan penelitian untuk menganalisis keterampilan mahasiswa dalam memecahkan masalah dan menginvestigasi kesiapan belajar mandiri mahasiswa pada Pendidikan Terbuka dan Jarak Jauh PTJJ di Propinsi Jawa Timur. Penelitian ini dilakukan dengan metode survey dengan menggunakan angket sebagai instrumen utama dan pretest sebelum mahasiswa mengikuti pembelajaran. Populasi penelitian adalah mahasiswa S1 Program Guru Dalam Jabatan yang mengambil mata kuliah Konsep Dasar IPA Fisika. Sampel mahasiswa berasal dari Unit Program Belajar Jarak Jauh Universitas Terbuka UPBJJ-UT Surabaya dan UPBJJ-UT Jember. Sampel penelitian sebanyak 83 mahasiswa yang diambil secara proportional random sampling . Teknik analisis data dalam penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode deskriptif kuantitatif dengan persentase, sedangkan untuk mengetahui tingkat keterampilan memecahkan masalah diukur dengan menggunakan indikator menurut John Dewey dengan instrumen yang dikembangkan dan dimodifikasi oleh peneliti, serta kesiapan belajar mandiri mahasiswa diukur dengan menggunakan Self-Directed Learning Readness Scale SDLRS menurut Guglielmino 2014 sebagai instrumen yang cocok bagi pembelajaran orang dewasa yang dikembangkan dan dimodifikasi oleh peneliti. Penelitian dilakukan terhadap 83 mahasiswa PTJJ Universitas Terbuka di Jawa Timur yang menunjukkan bahwa keterampilan memecahkan masalah rata-rata keseluruhan mahasiswa untuk memecahkan masalah fisika sangat rendah yaitu dengan skor 36,04 dari skala 100, di mana kemampuan pemecahan masalah mahasiswa per indikator adalah: 1 kemampuan merumuskan masalah 32,50, 2 kemampuan membuat hipotesis 41,67, 3 kemampuan menganalisis data 19,17, dan 4 kemampuan mengambil kesimpulan 50,83. Sedangkan tingkat kesiapan belajar mandiri rata-rata keseluruhan mahasiswa sebesar 57,83 kesiapan belajar mandiri mahasiswa berada pada tingkat rendah dan di bawah rata-rata, di mana keterampilan belajar mandiri mahasiswa per indikator berada pada tingkat rendah dan di bawah rata-rata, yaitu: 1 inisiatif dan persistensi 53,01 , 2 tanggung jawab 50,60 , 3 disiplin dan rasa ingin tahu 37,35 , 4 percaya diri dan keinginan kuat 85,54 , 5 mengorganisasi waktu dan mengatur kecepatan belajar 61,45 , 6 senang belajar dan memenuhi target yang direncanakan 54,22 . Hal ini dapat disimpulkan bahwa keterampilan memecahkan masalah dan kesiapan belajar mandiri mahasiswa secara umum masih rendah, yang berarti bahwa mahasiswa masih sukar untuk mengenali kebutuhan belajarnya sendiri. Mereka lebih menyukai suasana belajar di kelas di mana tutor menentukan apa yang harus dipelajari, kapan dan bagaimana harus mempelajarinya dan mahasiswa pada umumnya tidak terbiasa belajar secara mandiri. Penelitian ini juga menunjukkan sebagian kecil mahasiswa saja yang mampu memecahkan masalah dan memiliki kesiapan belajar mandiri pada tingkat di atas rata-rata, di mana mahasiswa tersebut umumnya dapat memecahkan masalah dan belajar secara mandiri dengan sukses, tetapi mahasiswa kurang mampu mengambil inisiatif dan persistensi, serta kurang mampu apabila harus mengambil tanggung jawab yang lebih dalam menentukan kebutuhan belajarnya dalam merencanakan, melaksanakan, dan mengevaluasi belajarnya baik secara individu maupun kelompok. Keywords : Pemecahan Masalah, Belajar Mandiri, PTJJ dan Keterampilan Abad 21 ABSTRACT Has conducted research to analyze students skills in problem solving and self-directed learning readiness investigate student on Open and Distance Education ODE in East Java. This research was conducted by survey method using a questionnaire as the main instrument and pretest before students follow lessons. The study population was a student of S1 inservice training in Basic Concepts of Physical Science. Student samples obtained from Regional Offices UPBJJ-UT of ISBN: 978-602-72071-1-0 the Surabaya and Jember. Samples are 83 students were taken by proportional random sampling. Data analysis techniques in this research using quantitative descriptive method with percentages, whereas to determine the level of problem-solving skills measured using indicators according to John Dewey with instruments developed and modified by researchers, as well as the readiness of self-directed learning students were measured by using a Self-Directed Learning Readness Scale SDLRS according Guglielmino 2014 as an instrument suitable for adult learning is developed and modified by the researcher. Research carried out on 83 students of the Open University regional offices in East Java, which shows that the problem-solving skills overall average of students to solve physics problems is very low, with a score of 36.04 out of a scale of 100, in which the students problem-solving capabilities per indicator are: 1 the ability to formulate the problem 32.50, 2 ability to create a hypothesis 41.67, 3 the ability to analyze of data 19,17, and 4 ability to draw conclusions 50.83. While the level of self-directed learning readiness overall average of 57.83 of students student self-directed learning readiness is at a low level and below the average, in which the self-directed learning skills of students per indicator is at a low level and below the average, namely: 1 initiative and persistence 53.01, 2 responsibility 50.60, 3 discipline and curiosity 37.35, 4 confident and strong desire 85.54, 5 organize time and set the pace of learning 61.45, 6 love to learn and meet the planned targets 54.22. It can be concluded that the problem- solving skills and self-directed learning readiness of students in general is still low, which means that the student is still difficult to identify their own learning needs. They prefer learning atmosphere in the classroom where tutors determine what is to be learned, when and how to learn and students in general are not accustomed to self-directed learning. The study also shows a small portion of students are able to solve problems and have a self-directed learning readiness in levels above the average, in which students are generally able to solve problems and learn independently with success, but the students are less able to take the initiative and persistence, as well as disadvantaged if it should take more responsibility in determining the learning needs in planning, implementing, and evaluate learning both individually and collectively. Keywords : Problem Solving , Self-Directed Learning , ODL and 21st Century Skills. PENDAHULUAN Keterampilan pemecahan masalah dan belajar mandiri merupakan elemen penting dari pembelajaran Konsep Dasar IPA Fisika dari serangkaian proses pembelajaran dalam sistem Pendidikan Terbuka dan Jarak Jauh PTJJ. Pembelajaran Konsep Dasar IPA Fisika sering menekankan pada aspek kuantitatif pemecahan masalah seperti persamaan dan prosedur matematika daripada analisis kualitatif untuk memilih konsep dan prinsip-prinsip yang sesuai Zwickl Hu, 2015; Jennifer, et al, 2015. Belajar Konsep Dasar IPA Fisika memerlukan kemampuan mahasiswa untuk memahami formulasi, grafik, gambar, membaca tabel, menyatakan hubungan antar variabel merupakan kemampuan yang sangat penting yang harus dimiliki oleh mahasiswa agar dapat memahami arti fisis dari suatu konsep tertentu. Penguasaan terhadap kemampuan tersebut dapat membantu mahasiswa dalam menyederhanakan persoalan dan mengorganisasikan pengetahuan secara lebih tepat sehingga lebih mudah untuk dikomunikasikan dan dipahami Hall Webb, 2014; Zwickl Hu, 2015. Konsep Dasar IPA Fisika memiliki banyak konsep yang rumit jika dijelaskan hanya secara verbal, namun akan menjadi lebih sederhana bila diformulasikan ke dalam bentuk rumusan matematis, grafik, maupun gambar atau sketsa. Pembelajaran Konsep Dasar IPA Fisika pada PTJJ dapat dilakukan secara efektif dan praktis sehingga harus dirancang sebuah model pembelajaran yang dapat digunakan sebagai kerangka konseptual sebagai acuan tutor dan mahasiswa dalam merencanakan dan melaksanakan pembelajaran Benegas Flores, 2014; Hall Webb, 2014. Pergeseran paradigma belajar pada abad 21 ditandai dengan perkembangan teknologi dan informasi yang sangat pesat di mana cukup banyak pekerjaan yang sifatnya rutin akan digantikan dengan menggunakan mesin komputer dan peralatan teknologi informasi lainnya. Tidak semua pekerjaan dapat dilakukan dengan menggunakan mesin seperti pekerjaan yang memerlukan pemikiran ahli dan komunikasi yang bersifat kompleks sehingga untuk menjawab tantangan pembelajaran abad ke-21 diperlukan sumber daya manusia yang mempunyai kompetensi untuk bekerja sama, berpikir kreatif, inovatif, bertanggung jawab, mampu berkomunikasi dengan baik, memiliki kemampuan memecahkan masalah, dan mampu belajar secara mandiri Fahnoe Mishra, 2010; Tamimuddin, 2013; School, 2013. Sementara itu kebutuhan sumber daya manusia yang bersifat rutin semakin menurun dari tahun ke tahun, adanya kebutuhan akan komunikasi yang kompleks, dan kecakapan berfikir yang semakin meningkat. Hal tersebut menyebabkan adanya perubahan paradigma kacakapan hidup yang diperlukan di masa yang akan datang Fahnoe Mishra, 2010. Kompetensi yang dipersyaratkan tersebut dapat dipenuhi melalui peran serta dan tanggung jawab institusi pendidikan untuk mengupayakan proses pembelajaran fisika yang efektif dan efisien melalui kemampuan pemecahan masalah dan keterampilan belajar mandiri mahasiswa khususnya pada Pendidikan Terbuka dan Jarak Jauh PTJJ Jézégou , 2012. Hasil penelitian Griffin Care, 2015; Chakravarthi, 2010; Efendioglu, 2015 memperlihatkan bahwa proses pembelajaran dan hasil penilaian keterampilan pemecahan masalah sangat ditentukan oleh kebutuhan pada tingkat pendidikan dan lingkungan kerja yang mendukung. Diperkuat penelitian Malan, et al, 2014 menunjukkan bahwa strategipendekatan belajar yang tepat merupakan suatu ISBN: 978-602-72071-1-0 inovasi pendidikan, kekurangan pelaksanaan dapat terjadi yang mengakibatkan kurangnya pemahaman siswa dan dosen. Jika ada ketidaksesuaian antara keyakinan siswa tentang konsep belajar mandiri dan pengelolaan pengaturan diri kegiatan kognitif mereka, maka keberlanjutan kegiatan belajar mandiri siswa dapat terhambat. Paparan pendekatan konvensional dalam pendidikan tinggi dapat terhambat jika tindak lanjut strategi yang dilakukan tidak mendorong penerapan keterampilan belajar mandiri mahasiswa. Meskipun demikian, ketika mempertimbangkan pergeseran ke arah pola pembelajaran yang lebih bermakna, dan mengurangi pola pembelajaran yang konvensional, dapat dipercaya bahwa memperkenalkan siswa dengan modelstrategi pembelajaran dapat menciptakan kondisi bagi peserta didik untuk mengembangkan pembelajaran mandiri yang dapat menggerakkan proses pertumbuhan belajar siswa menuju belajar sepanjang hayat. Salah satu fitur sangat penting dalam pembelajaran abad 21 adalah kecakapan hidup dan karir, di mana kecakapan ini berfokus pada: fleksibilitas dan adaptasi, inisiatif dan kemandirian, keterampilan sosial dan lintas budaya, produktivitas dan akuntabilitas, serta kepemimpinan dan tanggung jawab. Pada bagian 21 st century support system disebutkan beberapa sistem yang diperlukan untuk memastikan keberhasilan penguasaan siswa pada keterampilan abad 21, yaitu: standar abad 21, penilaian keterampilan abad 21, kurikulum dan pembelajaran abad 21, pengembangan profesional abad 21, dan lingkungan belajar abad 21 Kellogg, Hurley, Kip, 2011. Implementasi kecakapan hidup abad 21 dapat dirangkum ke dalam beberapa hal yang lebih sederhana seperti di Birmingham Public School di mana kecakapan tersebut diringkas menjadi beberapa hal penting, yaitu: motivasi, koneksi, keterampilan belajar mandiri self-directed learning, berpikir kritis, dan kemampuan pemecahan masalah problem solving, kecerdasan dan keterampilan, warga dunia yang bertanggung jawab, komunikasi dan kerjasama kolaborasi, serta kreasi dan kontribusi School, 2013. Menurut Julaeha, 2010 PTJJ merupakan salah satu pendidikan alternatif yang sudah mulai digunakan sejak tahun 1955 di Indonesia dengan terbentuknya program pendidikan melalui korespondensi agar dapat meningkatkan kompetensi tutor. Pada bidang pendidikan tinggi, PTJJ di Indonesia didirikan dalam rangka memperluas jangkauan dan akses pendidikan tinggi untuk mengatasi kendala kapasitas daya tampung lulusan Sekolah Menengah Atas yang tidak dapat tertampung pada Perguruan Tinggi Negeri maupun Perguruan Tinggi Swasta tatap muka. Model pembelajaran pada PTJJ pada dasarnya sangat berbeda dengan model pembelajaran yang dilaksanakan pada pendidikan konvensional biasa di mana antara dosen dan mahasiswa bertemu secara tatap muka setiap saat. Pada PTJJ harus dirancang suatu model pembelajaran di mana tutor dan mahasiswa tidak selalu dapat bertatap muka secara langsung yang disebabkan karena mahasiswa bertempat tinggal jauh dari lokasi lembaga pendidikan, alasan sibuk sehingga mahasiswa yang tinggalnya dekat dari lokasi lembaga pendidikan tidak dapat mengikuti proses pembelajaran di lembaga tersebut. Salah satu ciri khas dari PTJJ ini adalah adanya keterpisahan antara kegiatan pengajaran dengan kegiatan belajar. Sistem PTJJ merupakan suatu alternatif pemerataan kesempatan dalam bidang pendidikan. PTJJ ini dapat mengatasi beberapa masalah yang ditimbulkan akibat keterbatasan tenaga pengajar, jarak antara lembaga pendidikan dan mahasiswa yang berjauhan, minimnya pengajar berkualitas, keterbatasan daya tampung pendidikan konvensional, biaya yang mahal, dan hal lain yang berkaitan dengan letak geografis yang sulit Puspitasari, 2012. Hasil survei di Amerika, menyatakan bahwa computer based distance-learning sangat efektif, memungkinkan 30 pendidikan lebih baik, 40 waktu lebih singkat, dan 30 biaya lebih murah. World bank pada tahun 1997 telah mengumumkan program Global Distance Learning Network GDLN yang memiliki mitra yang tersebar pada 80 negara di seluruh dunia sampai dengan Juni 2000, yang beroperasi baru 15 negara, dan lima diantaranya di Asia tetapi tidak termasuk Indonesia. Melalui GDLN ini maka World Bank dapat memberikan e-learning kepada mahasiswa lima kali lebih banyak dengan biaya 31 lebih murah. Sebagaimana sistem pendidikan konvensional, sistem PTJJ juga membutuhkan sarana penunjang pendidikan agar tujuan umum pendidikan dapat diwujukan sesuai dengan jenjang pendidikannya. Sarana penunjang dapat berupa modul-modul pelajaran yang dikirim kepada mahasiswa, termasuk sarana yang berbasis teknologi informasi Julaeha, 2010; Guglielmino Long, 2011; Hiemstra, 2011. Munculnya teknologi informasi dan komunikasi pada PTJJ ini sangat membantu dan dapat dilihat, dengan munculnya berbagai pendidikan secara online baik web-school atau cyber-school dengan menggunakan fasilitas internet. Pendekatan sistem pengajaran yang dapat dilakukan adalah dengan melakukan pengajaran secara langsung ataupun dengan cara menggunakan sistem sebagai tempat pemusatan pengetahuan. Hal ini memungkinkan terbentuknya kesempatan bagi siapa saja untuk mengikuti berbagai jenjang pendidikan sejak Taman Kanak-Kanak sampai Perguruan Tinggi. Keberhasilan belajar mandiri mahasiswa dipengaruhi oleh banyak faktor, baik yang berasal dari diri peserta didik maupun yang berasal dari luar diri peserta didik. Faktor yang berasal dari dalam diri peserta didik berupa motivasi diri dan kesiapan untuk belajar, sedangkan yang berasal dari luar dirinya berupa model, metode, dan strategi yang digunakan oleh tutor dalam proses pembelalajaran tersebut. Model, metode, dan strategi inilah yang akan memberikan arah dan jalannya proses pembelajaran sehingga akan sangat menentukan keberhasilan mahasiswa untuk mencapai tujuan pembelajaran dengan baik Guglielmino ISBN: 978-602-72071-1-0 Long, 2011; Kasworm, 2011. Dalam mewujudkan kecakapan abad 21 diperlukan pula inovasi-inovasi dalam pembelajaran, baik pendekatan, model, media, dan strategi pembelajaran. Beberapa model pembelajaran yang potensial digunakan untuk meningkatkan keterampilan pemecahan masalah dan keterampilan belajar mandiri adalah Problem Based Learning PBL dan Cooperative Learning CL yang dapat dikombinasikan sesuai keadaan dan kondisi sehingga dapat diterapkan dalam face to face tutorial secara efektif Davidson Major, 2014.

A. Keterampilan Pemecahan Masalah