Besarnya Pengaruh Kreativitas terhadap
ISBN 978-602-72071-1-0
DAFTAR PUSTAKA Anik, Pamilu. 2007. Mengembangkan Kreativitas
Dan Kecerdasan Anak . Jakarta: Buku kita.
Brady, J. E. 1999. Kimia Universitas Asas dan Struktur
. Bandung: Binarupa Aksara.
Campbell, David.
1986. Mengembangkan
Kreativitas . Yogyakarta: Anggota IKAPI.
Chang, Raymond. 2005. Kimia Dasar Konsep- konsep Inti. Edisi Ketiga Jilid 2.Jakarta:
Erlangga Darsono, Max. 2006. Belajar dan Pembelajaran.
Semarang : IKIP Semarang Press.
Djamarah dan Zain Aswan. 2002. Strategi Belajar Mengajar
. Jakarta: Rineka Cipta Ibrahim, M dan Nana Syaodih. 2003. Perencanaan
Pengajaran. Jakarta : Rineka Cipta.
Munandar, Utami. 2009. Mengembangkan Bakat dan Kreativitas Anak Sekolah.
Jakarta: PT Gramedia.
Munandar, Utami.
2012. Pengembangan
Kreativitas Anak Berbakat. Jakarta: PT Rineka
Cipta Purba, Michael. 2006. Kimia Untuk SMA Kelas XI,
Jakarta; Penerbit Erlangga. Sadiman, Arif S, dkk. 2007. Media Pendidikan
Pengertian, Pengembangan
dan Pemanfaatnya
. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.
Santoso, T dan Sukarmin. 2013. Pengembangan Media Pembelajaran Blog Kimia Berbasis
Mobile Education. UNESA Journal of Chemical Education Vol II
No.1. Januari 2013.
Slameto. 2005. Belajar dan Faktor- faktor yang mempengaruhinya
. Jakarta: Rineka Cipta. Slameto. 2005. Belajar dan Faktor- faktor yang
mempengaruhinya . Jakarta: Rineka Cipta.
Suharnan. 2005. Psikologi Kognitif. Surabaya: Srikandi.
ISBN 978-602-72071-1-0
VALIDITAS MODEL BERTANYA KRITIS BERBASIS INKUIRI UNTUK MENGEMBANGKAN KETERAMPILAN
BERPIKIR KRITIS MAHASISWA CALON GURU KIMIA
Tri Santoso
1
Leny Yuanita
2
Soeparman Kardi
3
1
Program Studi Pendidikan Kimia PMIPA FKIP Universitas Tadulako
2,3
Program Studi Pendidikan Sains, Universitas Negeri Surabaya Email: tri_paluyahoo.co.id
ABSTRAK
Kurikulum 2013 merekomendasikan agar pembelajaran dilakukan dengan pendekatan ilmiah scientific approach
, conto hnya pe ndekata n i nkuir i. K unc i keb er ha si la n pe nde kat a n pembelajaran ini adalah kemampuan siswa mengajukan pertanyaan kritis. Beberapa hasil studi pembelajaran kimia
terungkap bahwa pertanyaan siswa yang muncul sangat sederhana dengan frekuensi aktivitas mengajukan pertanyaan rendah Katchevich Hofstein ,2013; Eshach et al., 2014; Santoso, 2014. Untuk mengatasi
permasalahan tersebut, peneliti mengembangkan model pembelajaran inkuiri berorientasi bertanya kritis untuk mengembangkan keterampilan berpikir kritis mahasiswa calon guru kimia yang diberi nama Model
Bertanya Kritis Berbasis Inkuiri BKBI. Model pembelajaran ini diperoleh dari hasil kajian teoritik. Isi dan konstruk model pembelajaran BKBI yang dikembangkan divalidasi oleh para pakar melalui Focus Group
Discussion
FGD. Menurut para pakar, bahwa isi dan konstruk model pembelajaran BKBI ini valid dan dapat diimplementasikan dalam pembelajaran untuk mengembangkan keterampilan berpikir kritis.
Kata Kunci:
validitas, model pembelajaran, keterampilan bertanya kritis, keterampilan berpikir kritis.
ABSTRACT
A curriculum 2013 recommended that the learning is done with a scientific approach, an example is the inquiry approach. The key to the success of this learning approach is the student ability to ask critical
questioning. Some studies of chemistry learning show students have difficulty to ask critical questions Katchevich Hofstein, 2013; Eshach et al., 2014; Santoso, 2014. To overcome these problems,
researchers developed a learning inquiry model oriented critical question to develop critical thinking skills of student named Model Bertanya Kritis Berbasis Inkuiri, BKBI critical question - inquiry based for
learning Chemistry. This learning model is derived from theoretical studies. A content and construct of BKBI model validated by experts through Focus Group Discussions FGD. According to experts, that the
contents and construct of BKBI model is valid and can be implemented in learning to develop critical thinking skills.
Keywords:
validity, model of learning, critical questioning skills, critical thinking skills.
ISBN 978-602-72071-1-0
PENDAHULUAN
Standar Kompetensi Lulusan Kurikulum 2013 memberikan tiga sasaran pembelajaran, yaitu: 1 sikap
yang dapat dicapai melalui aktivitas mene-rima, menjalankan,
menghargai, menghayati,
dan mengamalkan; 2 pengetahuan yang dapat diperoleh
melalui aktivitas mengingat, memahami, menerapkan, menganalisis, dan mengevaluasi; dan 3 keterampilan
yang dapat diperoleh melalui aktivitas mengamati, menanya, mencoba, menalar, menyaji, dan mencipta.
Untuk mewujudkan pencapaian ketiga ranah kompetensi tersebut maka dalam proses pembelajaran perlu
menggunakan pembelajaran berbasis penyingkapan pene-litian
discoveryinquiry learning
untuk memperkuat pendekatan ilmiah scientific dan tematik
Permendikbud No. 65 Tahun 2013 .
Proses pembelajaran dengan pendekatan ilmiah yang sesuai dengan tujuan pembe-lajaran Kurikulum 2013
salah satunya adalah pendekatan inkuiri. Penekanan pembelajaran inkuiri meminta siswa berpikir tentang apa
yang siswa tahu, mengapa siswa tahu, dan bagaimana caranya siswa untuk tahu Carin, 1993. Jadi, kunci
pembelajaran berbasis inkuiri adalah mendorong siswa untuk mengajukan pertanyaan tentang topik yang
dipelajari dan mengeksplorasi jawaban atas pertanyaan yang diajukan. Pebelajar diarah-kan menjadi seorang
pengaju masalah pertanyaan problem poser dan juga sekaligus pemecah masalah problem solver Flick
Lederman, 2006. Hal ini sejalan dengan Teori Bruner, siswa belajar terbaik melalui penemuan, sehingga siswa
berperan sebagai pemecah masalah yang berinteraksi dengan lingkungan Koes, 2003.
Beberapa hasil penelitian pembelajaran kimia berbasis inkuiri menunjukkan adanya masalah: 1
kemampuan mahasiswa mengajukan pertanyaan sangat sedikit dan terbatas pada tipe pertanyaan yang bersifat
klarifikasi, sehingga menyebabkan diskusi mahasiswa tidak menggambarkan epistemik ilmiah sesungguhnya
Katchevich
Hofstein,2013; 2 kemampuan
mahasiswa merumuskan pertanyaan atau hipotesis, menunjukkan
pertanyaan-pertanyaan yang
sangat sederhana atau tumpul Passmore Svoboda, 2012;
Eshach et al., 2014; 3 akktivitas pebelajar mengajukan pertanyaan rendah Suryanti, 2012; dan 4 terjadi
fenomena bahwa, seiring dengan bertambahnya tingkat pendidikan banyak siswa jarang mengajukan pertanyaan,
bahkan telah berhenti bertanya Kaberman Dori, 2008.
Menurut Thoms 1999 dan Browne Keeley 2012 permasalahan tersebut di atas semestinya tidak
akan muncul karena bertanya merupakan karakter alami yang dimiliki oleh setiap pebelajar, dan pebelajar tersebut
dapat mengembangkan keterampilan bertanyanya, tetapi mereka tidak dapat mengembangkan sendiri untuk
menghasilkan pertanyaan kritis secara otomatis. Dalam hal ini, pendidik perlu berupaya untuk mem-bantu siswa
belajar bertanya kritis
. Bentuk bantuan perlu dirancang
bagaimana memfasi-litasi siswa aktif mengajukan pertanyaan, sehingga menghasilkan pertanyaan kritis yang
memicu rangkaian pertanyaan-pertanyaan lain. Akhirnya, rangkaian
pertanyaan-pertanyaan tersebut
akan mendorong pebelajar berpikir kritis sejak di awal sampai
di akhir proses pembelajaran. Rancangan pembelajaran untuk
memfasilitasi pebelajar
mengembangkan keterampilan bertanya kritis, dapat dilakukan dengan cara
memodifikasi fase-fase pembelajaran inkuiri. Hal ini dimungkinkan karena karakter pembelajaran melalui
inkuiri adalah adanya kegiatan mempertanyakan di setiap fase pembelajaran. Pertanyaannya adalah bagaimanakah
rancangan pembelajaran inkuiri yang dapat memfasilitasi pebelajar mengembangkan pertanyaan kritis di setiap fase
pembelajaran?
METODE PENELITIAN Metode
pengembangan rancangan
pembelajaran mengacu kepada tiga tahapan pertama dari R D Gall,
Gall, Borg 2003, yaitu: studi literatur dan penelitian dalam skala Kecil reseach and information collecting,
merumuskan tujuan dan mendesain draf model pembelajaran planning, dan pengembangan model
pembelajaran preliminary form of product. Studi Literatur dan Penelitian dalam Skala Kecil
reseach and information collecting.
Pada tahapan ini dilakukan aktivitas kajian literatur untuk mengindentifikasi keunggulan dan kelemahan
penerapan model pembelajaran kimia berbasis inkuiri serta mencari alternatif solusi untuk mengatasi
kelemahannya. Kajian literatur selanjutnya mencari teori- teori dan hasil-hasil penelitian yang dapat digunakan
untuk mendukung pengem-bangan model pembelajaran, dan terakhir melakukan observasi pendahuluan terhadap
kemampuan mahasiswa meng-ajukan pertanyaan. Merumuskan Tujuan dan Mendesain Draf Model
Pembelajaran planning.
Kegiatan penelitian pada tahap perumusan dan perancangan draf model adalah sebagai berikut. 1.
Melakukan refleksi berkaitan dengan keunggulan dan kelemahan penerapan model pembelajar-an kimia
berbasis inkuiri serta mencari alternatif solusi untuk mengatasi kelemahannya. 2. Merumuskan tujuan yang
akan dicapai dalam penelitian, dan 3. Mengkaji literatur untuk mencari teori-teori dan hasil-hasil
penelitian yang dapat digunakan untuk mendukung pengembangan model pembelajaran.
Pengembangan Model Pembelajaran preliminary form of product
. Kegiatan ini dimulai dari validasi draft model oleh
ahli-ahli, yang masing-masing memiliki keahlian dalam bidang kimia dan keahlian dalam bidang pembelajaran
sains. Kegiatan validasi dilaksankan dalam suatu forum diskusi yang biasa disebut Focus Group Discussion
FGD.
Lembar validasi model pembelajaran digunakan untuk memperoleh data validitas isi dan konstruk dari
model pembelajaran. Lembar validasi diisi pakar yang menelaah dan menilai model pembelajaran yang
dikembangkan oleh peneliti pada saat Focus Group
ISBN 978-602-72071-1-0
Discussion FGD. Perhitungan reliabilitas instrumen
lembar validasi model pembelajaran BKBI didasarkan pada interobserer agreement yang diperoleh dari analisis
statistic percentage of agreement R Borich, 1994, yaitu:
R Keterangan:
R : Koefisien reliabilitas. A : Skor tertinggi dari ketiga validator.
B : Skor terendah dari ketiga validator.
Instrumen yang dikembangkan dikatakan reliabel jika mempunyai persentase ≥ 75 Borich, 1994.
Validitas model pembelajaran BKBI ditentukan dengan mengacu pada kriteria validitas yang terdapat
pada Tabel 1. Tabel 1
Kriteria penilaian validasi model pembelajaran
Interval Skor Kriteria
Penilaian Keterangan
3.25 P≤ 4.00 Sangat valid Dapat digunakan tanpa
revisi 2.50 P≤ 3.25
Valid Dapat digunakan
dengan sedikit revisi 1.75 P≤ 2.50 Kurang valid
Dapat digunakan dengan banyak revisi
1.00≤ P≤ 1.75 Tidak Valid Belum dapat digunakan dan masih memerlukan
konsultasi Adaptasi Ratumanan Laurens, 2006
HASIL DAN PEMBAHASAN Analisis Pembelajaran Kimia Berbasis Inkuiri
Ada dua catatan penting dikemukakan oleh Katchevich Hofstein 2013 dalam pelaksanaan
pembelajaran kimia berbasis inkuiri: 1 eksperimen inkuiri memiliki potensi sebagai kerang-ka platform
yang efektif untuk meru-muskan argumen karena inkuiri memiliki karakter pembelajaran yang mendukung proses
argumentasi, dan 2 selama proses pembelajaran ditemukan diskusi mahasiswa tidak menggambarkan
epistemik ilmiah sesungguhnya, karena pertanyaan yang muncul sangat sedikit dan terbatas pada tipe pertanyaan
yang bersifat klarifikasi, dan mahasiswa melakukan pengabaian terhadap kemungkinan adanya kesalahan
dalam mengamati dan mengumpulkan data.
Temuan Katchevich Hofstein didukung oleh
Kind et al. 2011 yang mengatakan bahwa kegiatan inkuiri di laboratorium berjalan secara monoton tahap
demi tahap, mahasiswa bekerja mulai dari masalah berupa pertanyaan di awal eksperimen, jarang melakukan
diskusi dan langsung mengarah ke kesimpulan akhir. Jika mahasiswa diminta untuk merumuskan pertanyaan atau
hipotesis yang berkaitan dengan pengamatan atau demonstrasi, pertanyaan-pertanyaan yang diajukan sangat
sederhana atau tumpul Passmore Svoboda, 2012; Eshach, Ziderman, Yefroimsky, 2014.
Berdasarkan permasalahan tersebut di atas, perlu dikaji fase-fase pembelajaran pendekatan inkuiri yang
dapat dimodifikasi
agar keterlibatan
siswa bertanyamempertanyakan
berlangsung selama
pembelajaran berjalan. Merujuk langkah pertama pada pembelajaran inkuiri menurut NSES NRC, 2000; BSCS,
2005; Bybee, 2006, atau langkah 1 dan 2 Kauchak Eggen, 2012, atau langkah ketiga Arends, 2012
menunjukkan aktivitas keterlibatan siswa bertanya. Langkah tersebut semestinya memberikan gambaran
bagaimana men-dorong aktivitas siswa produktif membuat pertanyaan, mempertanyakan atas perta-nyaan,
memilih
dan menetapkan
perta-nyaan sehingga
menghasilkan pertanyaan kritis. Selanjutnya, aktivitas pebelajar pada langkah 2 sampai dengan 5 menurut
NSES NRC, 2000; BSCS, 2005; Bybee, 2006, atau langkah 3 sampai dengan 6 Kauchak Eggen, 2012,
atau 4 sampai dengan 6 Arends, 2012, merupakan kegiatan
untuk menjawab
pertanyaan langkah
sebelumnya. Pada langkah ini seharusnya memberi gambaran berbagi sharing tanggung jawab dengan cara
saling bertanya dan menjawab agar memicu pemikiran kritis dalam pencarian bukti, penjelasan, evaluasi
penjelasan dan justifikasi sebagaimana yang dikehendaki oleh kegiatan epistemik ilmiah sains.
Studi pendahuluan yang telah dilakukan oleh Santoso 2014 menemukan bahwa kemampuan
mahasiswa dalam merumuskan pertanyaan berada pada level rendah, yaitu pertanyaan hafalan 73, pemahaman
18 dan aplikasi 9.
Pebelajar dapat mengembangkan bertanya dan berpikir kritis, tetapi tidak dapat mengembangkan sendiri
secara otomatis dan cepat. Keterampilan ini perlu dikembangkan dengan upaya dari pendidik untuk
membantu siswa belajar bertanya dan berpikir kritis Thoms, 1999.
Upaya bantuan untuk mendorong siswa terampil bertanya dan berpikir kritis dapat dilakukan mendasarkan
pada gagasan Vygotsky tentang zona perkem-bangan proksimal zone of proximal development, ZPD Schunk,
2012, dan metakogniisi - perancahan Scaf-folding Wood, Bruner Ross, 1976 dalam Schunk, 2012.
Teori ZPD, kesalingterhubungan dengan orang lain memberi peran kepada pengaturan diri dan aktivitas
mengkonstruksi pengetahuan. Demikian juga dalam bertanya dan berpikir kritis tidak bisa dilakukan seorang
diri melainkan perlu melibatkan orang lain Browne Keeley, 2012. Orang lain dijadikan sebagai sumber dan
mitra untuk mengelaborasi informasi, data, fakta dan opini melalui tanya jawab agar mencapai kesimpulan.
Dengan demikian, teori konstruktivis mendukung siswa membuat pertanyaan sendiri dan mengajukan pertanyaan
ke teman dan guru.
Perancah merupakan usaha untuk menjembatani kesenjangan antara kemampuan peserta didik saat ini
perkembangan aktual dan sasaran yang ingin dicapai potensi pengembangan Yu, Tsai, Wu, 2013. Ada
tiga jenis perancah yang dapat digunakan sebagai pengarah untuk mengajukan pertanyaan, yaitu prosedural
ISBN 978-602-72071-1-0
produktif, elaboratif, dan reflektif Ge Land, 2004. Perancah produktif adalah membimbing peserta didik
untuk menyelesaikan
tugas-tugas tertentu,
mengidentifikasi dan meng-analisis fitur penting, serta membantu peserta didik memanfaatkan alat dan sumber
daya yang tersedia. Perancah Elaborasi adalah membantu peserta didik untuk mengartikulasikan pikiran mereka,
mengkontruksi penjelasan, membuat pembenaran, dan melakukan penalaran dengan menggunakan pertanyaan-
perta-nyaan pemicu. Perancah reflektif adalah membantu peserta didik merefleksi dan mendorong mereka untuk
memonitor dirinya selama proses berlangsung atau setelah proses belajar. Bertanya reflektif akan memicu
pemikiran pebelajar memu-satkan pikiran untuk berdialog dengan diri mereka sendiri tentang apa yang
mereka lakukan Zippay dalam Ibrahim et al., 2012. Praktek merefleksi diri termasuk aktivitas berpikir kritis
dimana terjadi proses pemikiran yang cermat dan mendalam terhadap semua tindakan yang dilakukan baik
yang direncanakan atau tidak Kauchak Eggen, 2012.
Gagasan ZPD dan perancah dapat ditafsirkan bahwa agar pebelajar terpacu berpikir kritis sebaiknya diberikan
tugas-tugas yang rumit, sulit dan realitis kemudian pebelajar diberi cukup bantuan berupa panduan perancah
pertanyaan yang mengarahkan untuk penyelesaian tugas- tugas belajar. Dengan panduan perancah pertanyaan
tersebut, pebelajar merumuskan dan mengajukan pertanyaan secara mandiri. Hal ini penting dilakukan
karena efek mengajukan pertanyaan sendiri akan menimbulkan respon pena-laran menjadi aktif atau
konflik kognitif Wiley Voss dalam Chin Osborne, 2010. Munculnya konflik kognitif dapat memicu
pertanyaan kritis Choi, Land, Turgeon, 2005.
Pembentukan pengetahuan
yang bermakna
memerlukan seperangkat kete-rampilan dan sikap yang perlu dibangun di atas rangkaian mengajukan pertanyaan
kritis dan saling terpaut Browne Keeley, 2012. Keterampilan dan sikap yang dimaksud adalah: 1
pengetahuan akan serangkaian pertanyaan kritis yang saling terkait, 2 kemampuan melontar-kan pertanyaan
kritis pada saat yang tepat, dan 3 kemauan untuk menggunakan pertanyaan kritis tersebut secara aktif
Browne Keeley, 2012. Tiga dimensi tersebut berkaitan erat dengan belajar meregulasi diri self-
regulated learning
yang dilandasi oleh kemampuan meta-kognisi pebelajar Schraw et al., 2006; Kauchak
Eggen, 2012. Peran metakognisi dalam mengaju-kan pertanyaan adalah
pada proses peng-aturan kognitif seseorang dalam hal merencanakan, monitoring, memprediksi, mengevaluasi
dan merevisi Schunk, 2012; Yu, Tsai, Wu, 2013. Siswa yang mengajukan pertanyaan akan menyadari
keadaan pengetahuan dan kompetensi mereka sendiri sehingga mendorong siswa menjadi lebih aktif secara
intelektual untuk terlibat dalam proses pembelajaran Kaberman Dori, 2009. Kesadaran akan keadaan
pengetahuan dan kompe-tensi mereka sendiri mencakup juga kesadaran pada adanya kesenjangan antara
pengetahuan saat ini yang dimiliki dan sasaran yang ingin dicapai Belland, Kim, Hannafin, 2013. Konsep
metakognisi
yang memfokuskan
kajian untuk
menjembatani kesenjangan antara kemampuan peserta didik saat ini dan sasaran yang ingin dicapai disebut
perancah scaffolding Yu, Tsai, Wu, 2013. Model Bertanya Kritis Berbasis Inkuiri BKBI
Berdasarkan uraian kajian tersebut di atas, dengan mempertimbangkan inkuiri sebagai strategi pengajaran
yang menekankan semangat penyelidikan tercerminkan pada kegiatan mempertanyakan pada setiap aktifitas
epistemik ilmiah sains Carin, 1993; Kelly Finlayson, 2007, maka penulis memodifikasi fase pendekatan
inkuiri menurut NSES NRC, 2000; BSCS, 2005; Bybee, 2006 dengan memasukkan aktivitas bertanya dan
mempertanyakan di setiap fase pembelajaran. Jenis pertanyan yang dilibatkan yaitu: pertanyaan produktif,
untuk membuat memproduksi pertanyaan; pertanyaan elaborasi, untuk mengarahkan penjelasan, analisis dan
evaluasi; dan pertanyaan refleksi, untuk membuat kesimpulan.
Pengembangan fase pembelajaran inkuiri mengacu pada perancah bertanya produktif, elaboratif dan reflektif
Ge Land, 2004. Pengembangan ini bertujuan untuk menekankan aktivitas epistemik ilmiah sains, yaitu
kegiatan mempertanyakan usulan pertanyaan hipotesis, penjelasan, evaluasi, pembenaran, dan pem-bentukan
pengetahuan.
Keterampilan tersebut
merupakan keterampilan berpikir kritis Tsui dalam Tapper, 2004;
Facione, 2011. Alur berpikir, rasional pengembangan dan langkah pembelajaran disajikan pada Gambar 1.
ISBN 978-602-72071-1-0
Gambar 1 Rasional sintak hipotetik Model Bertanya Kritis Berbasis Inkuiri
Teori Kognitif Bruner
Teori Metakognisi
Teori Konstruktivisme Personal Piaget
Teori Konstruktivisme Sosial Vygotsky
1.
Produks
i pertanyaan.
2. Elaborasi deskripsi bukti dengan
mempertanyakannya
3. Elaborasi analisis penjelasan dengan
mempertanyakannya
4. Elaborasi evaluasi penjelasan dengan
mempertanyakan 5. Menyimpulkan
dan mengkomunikasik
an melalui bertanya reflektif
Keterampilan berpikir kritis: bertanya, interpretasi, analisis, evaluasi, menyajikan argumen, inferensi, kesimpulan,
pembenaran, dan refleksi Enis, 1996; Tsui dalam Tapper, 2004; Facione, 2011
Interaksi sosial berkontribusi pada pem-
bentukan pengetahuan siswa Vygotsky dalam
Schunk, 2012, bertanya dan berpikir kritis siswa
Browne Keeley, 2012 Steffe: Individu aktif
membangun dan mengembangkan
pengetahuannya melalui interaksi de-
ngan alam diseki- tarnya Yu, Tsai,
Wu, 2013 Piaget: Pemben-
tukan pengetahuan internal siswa
melalui inter-aksi personal dengan
mengajukan perta- nyaan sendiri self
questioning Schunk, 2012
Pengajuan pertanyaan sebagai indikasi
berpikir King, 1995, pemicu berpikir kritis
Nussbaum Edwards, 2011, pengarah
penyelidikan dan membimbing
pembentukan konsep Golding,2011
Brown 1987: belajar memerlukan kemampuan
regulasi yang melibatkan evaluasi
apa yang saat ini ditahu dan menentukan apa
yang masih perlu dipelajari lagi Seraphin et al., 2012
Perancah membantu pebelajar untuk
mencapai tujuan pedagogis yang
mereka sulit menca- painya jika tanpa
bantuan Wood, Bruner, Ross
dalam Yu, Tsai, Wu, 2013
MODEL BERTANYA
KRTIS BERBASIS
INKUIRI MBKBI
ISBN 978-602-72071-1-0
Pengembangan bertanya kritis berbasis inkuiri dilandasi oleh beberapa teori. 1 Teori konstruktivisme
interaksi personal, bahwa individu aktif membangun dan mengembangkan pengetahuannya melalui interaksi
dengan alam disekitarnya Steffe dalam Yu, Tsai, Wu, 2013, pembentukan dan pengembangan repre-
sentasi struktur pengetahuan internal siswa dilakukan
melalui interaksi
personal dengan
mengajukan pertanyaan sendiri self questioning Piaget dalam Schunk, 2012, pengajuan pertanyaan
dapat menimbulkan tantangan atau konflik kognitif Wiley Voss, 1999 dalam Chin Osborne, 2010
dan memicu pertanyaan kritis Choi, Land, Turgeon, 2005. 2 Teori Vygotsky konstruktivime
interaksi sosial khusus-nya teori ZPD bahwa kesaling- terhubungan dengan orang lain memberi peran kepada
pengaturan
diri dan
aktivitas pembentukan
pengetahuan Scunk, 2012, bertanya kritis tidak bisa dilakukan seorang diri melainkan perlu melibatkan
orang lain Browne Keeley, 2012. 3 Teori kognitif Bruner, siswa belajar sebaiknya diberikan kesempatan
untuk menemukan aturan definisi, konsep, teori melalui berinteraksi dengan lingkungan Koes, 2003.
4 Teori metakognisi bahwa proses belajar terbaik jika siswa bertindak sebagai agen aktif pengolah
konten, bersikap tanggung jawab, dan mengkontrol atas proses belajar mereka sendiri Pang Ross,
2010, berpikir kritis dan penyelidikan didasarkan pada kesadaran dan kemampuan pebelajar untuk mengambil
tanggung jawab, mengkontrol dan mengkonfirmasi makna pengetahuan Akyol Garrison, 2011.
Sistem Sosial
Norma pembelajaran dalam pembelajaran “BKBI” bersifat demokratis dicirikan oleh peran
siswa secara
aktif dan
kerjasama. Strategi
pembelajaran ini menekankan individu membangun pengetahuan secara aktif melalui interaksi personal dan
sosial sesuai dengan teori konstruktivis personal Piaget dan interaksi sosial Vygotsky. Konstruksi pengetahuan
oleh pebelajar akan berlangsung efektif apabila terjadi aktivitas berbagi pengalaman dengan siswa lainnya
Slavin, 2008; Woolfolk, 2009. Pengajar dan pebelajar memiliki status yang sama dihadapan masalah materi
ajar dengan peranan yang berbeda. Iklim kelas ditandai dengan proses interaksi yang bersifat kola-boratif.
Prinsip Kegiatan
Prinsip pengelolaan kegiatan dalam penerapan pembelajaran “BKBI”, pendidik berperan sebagai
fasilitator, konselor, konsultan, dan pemberi kritik yang bersahabat Joyce et al., 2009. Dalam kerangka ini
pendidik membimbing melalui:
a pemecahan masalah atau level tugas berkenaan dengan proses menjawab pertanyaan, apa yang
menjadi hakikat masalah, dan apa saja faktor yang terlibat;
b pengelolaan kelas berkaitan dengan informasi apa saja yang diperlukan saat ini, bagaimana
mengorgani-sasikan kelompok untuk mencapai informasi itu;
c pemaknaan secara perseorangan berkenaan dengan proses pengkaji-an bagaimana kelompok
menghaya-ti kesimpulan yang dibuatnya, dan apa yang membedakan seseorang sebagai hasil dari
mengikuti proses
pembuatan kesimpulan
kelompok.
Sistem Pendukung
Penerapan pembelajaran “BKBI” memerlukan
sumber belajar yang mema-dai, seperti buku ajar, hand out
, lembar kerja siswamahasiswa LKSLKM dan sumber informasi lainnya. Selain itu, strategi ini
memerlukan dukungan peralatan dan bahan-bahan kimia untuk melaksanakan demonstrasiprak-tikum
serta media pembelajaran lain, seperti molymod , poster dan lain-lain.
Dampak Instruksional dan Penggiring
Dampak instruksional bagi pebelajar berupa pencapaian
kompetensi sikap,
pengetahuan dan
keterampilan kritis, serta kepemilikan karakter pemikir kritis. Dampak pengiring, di antaranya: meng-hormati
pendapat orang lain dan komit-men terhadap keanekaragaman,
kebebas-an sebagai
pebelajar, kehangatan dan keterikatan antar pebelajar, semangat
kritis, kemandirian dalam belajar, toleran terhadap ketidaktentuan dan kemampuan-nya untuk mengkritisi
permasalahan yang berkaitan dengan aplikasi kimia dalam kehidupan sehari-hari.
Kevalidan Model BKBI
Kevalidan validity model pembelajaran BKBI
dilihat dari dua aspek, yaitu: 1 validitas rasional logis, bahwa model pembelajaran dikembangkan berdasarkan
pada rasional teoritis yang kuat, dan 2 validitas konstruk, bahwa model pembelajaran harus memiliki
konsistensi secara internal dari semua komponen model Nieveen,1999. Komponen model yang dimaksudkan
meliputi sintaks, sistem sosial, prinsip reaksi, sistem pendukung, dan dampak terhadap pebelajar.
Hasil validitas dan realibilitas rasional model BKBI disajikan pada Tabel 2, sedangkan Tabel 3 menunjukan
validitas dan rabilitas konstruk model BKBI. Berdasarkan Tabel 2 dan 3 tersebut menunjukkan bahwa validitas
rasional dan konstruk untuk model pembelajaran BKBI yang dikembangkan berketegori sangat valid dengan
realibiltas yang tinggi, yaitu 98,21 untuk rasionalitas dan 96,82 untuk konstruk. Dengan demikian model
BKBI yang dikembangkan dapat diterapkan dalam pembelajaran untuk mengembangkan keterampilan
berpikir kritis mahasiswa calon guru kimia.
ISBN 978-602-72071-1-0
Tabel 2 Hasil validasi rasional model BKBI No
Aspek penilaian Rata-
rata Kriteria
R I
Tujuan 1 Tahapan model pembelajaran mencerminkan pencapaian tujuan model
yang dikembangkan melatih bertanya kritis. 4 sangat valid
100 2 Tahapan model pembelajaran mencerminkan pencapaian tujuan model
yang dikembangkan mengembangkan kemampuan berpikir kritis . 4 sangat valid
100 3 Tahapan model pembelajaran mencerminkan pencapaian tujuan model
yang dikembangkan meningkatkan pemahaman konsep 4 sangat valid
100 Rata-rata sub:
4 sangat valid 100
II
Teori Pendukung
4 Model pembelajaran BKBI sesuai dengan teori belajar
konstruktivisme Piaget: interaksi personal.
4 sangat valid 100
5 Model pembelajaran BKBI sesuai dengan teori belajar konstruktivime Vygotsky: interaksi sosia
l 4 sangat valid
100
6 Model pembelajaran BKBI sesuai dengan Teori kognitif Bruner. 4 sangat valid
100
7 Model pembelajaran BKBI sesuai dengan Teori metakognisi 3,5 sangat valid
85,71 Rata-rata sub:
3,88 sangat valid 96,43
III
Sintaks Pembelajaran
8 Tahap-tahap pembelajaran disusun secara terurut dan jelas. 4 sangat valid
100 9 Tahap-tahap pembelajaran sudah logis dan rasional
4 sangat valid 100
10 Tahap-tahap pembelajaran memuat dengan jelas aktivitas dosen dan mahasiswa
4 sangat valid 100
11 Uraian aktivitas pembelajaran pada setiap tahap model BKBI mencerminkan alur kegiatan yang dapat dilaksanakan oleh dosen dan
mahasiswa 4 sangat valid
100 Rata-rata sub:
4,00 sangat valid 100
IV
Lingkungan Belajar
12 Dosen memfasilitasi berbagai sumber belajar seperti buku teks, media pembelajaran, dan sumber-sumber dari internet
3,5 sangat valid 85,71
13 Pola hubungan antara dosen dan mahasiswa menunjukkan adanya peran dosen sebagai fasilitator, konsultan, dan mediator
4 sangat valid 100
14 Perilaku dosen dalam memberikan motivasi untuk membangkitkan minat belajar mahasiswa
3 valid 100
15 Kegiatan praktikum mendukung pencapaian tujuan 4 sangat valid
100 Rata-rata sub:
3,63 sangat valid 96,43
Rata-rata total: 3,88 sangat valid
98,21
ISBN 978-602-72071-1-0
ISBN 978-602-72071-1-0
Tabel 3 Hasil Validasi konstruk model BKBI No
Aspek penilaian Rata-rata
Kriteria R
1 Kesesuaian antara tahapan model dengan tujuan yang ingin dicapai tidak kontradiktif
4 sangat valid 100
2 Keterkaitan teori-teori pendukung dan karakteristik kimia saling mendukung
4 sangat valid 100
3 Pemahaman prinsip dari teori-teori pendukung dengan tujuan dan karakteristik kimia tidak kontradiktif
4 sangat valid 100
4 Keterkaitan setiap tahapan pembelajaran pada model BKBI secara internal saling mendukung
4 sangat valid 100
5 Aktivitas mahasiswa dan dosen pada setiap tahapan pembelajaran pada model BKBI saling terkait
4 sangat valid 100
6 Penggunaan sumber belajar untuk pencapaian tujuan saling mendukung
3,5 sangat valid 85,71
7 Pola interaksi antara dosen dan mahasiswa saling mendukung 4 sangat valid
100 8 Perilaku dosen dalam memberikan motivasi untuk
membangkitkan minat belajar mahasiswa tergambar dalam tahapan pembelajaran
3,5 sangat valid 85,71
9 Kesesuaian antara kegiatan pembelajaran dengan tujuan yang
ingin dicapai tidak kontradiktif
4 sangat valid 100
Rata-rata total: 3,89 sangat valid
96,82
ISBN 978-602-72071-1-0
PENUTUP Simpulan
Model pembelajaran“BKBI” yang dirancang berdasarkan atas temuan-temuan pada studi pustaka
dan lapangan telah valid secara rasional 3,88 dengan realibiltasl 98,21, dan konstruk 3,88
dengan realibilitas 96,82. Dengan demikian model BKBI yang dikembangkan dapat diterapkan dalam
pembelajaran untuk mengembangkan keterampilan berpikir kritis mahasiswa calon guru kimia, melalui
fase-fase pembelajaran berikut ini. a Produksi pertanyaan, bertujuan menyiapkan
pebelajar secara fisik dan mental untuk belajar, merangsang siswa berpikir melalui bertanya, dan
memastikan akan terjadi belajar bermakna yang terlihat dari pertanyaan
– peranyaan yang
dirumuskan siswa,
b Elaborasi deskripsi
bukti dengan
mempertanyakannya, bertujuan Melatih bertanya dan menjawab untuk menggali informasi dan
latarbelakang suatu bukti sesuai dengan konteks- tualisasi masalah topik,
c Elaborasi analisis
penjelasan dengan
mempertanyakannya, bertujuan melatih bertanya dan menjawab melalui eksplorasi hubungan
bagian kepada keseluruhan terhadap bukti untuk merumuskan penjelasan secara mandiri dan
diskusi,
d Elaborasi evaluasi
penjelasan dengan
mempertanyakannya, bertujuan
melatih bertanya dan menjawab penjelasan dan
tanggapan alternatif, e
Menyimpulkan dan
mengkomunikasikan melalui bertanya reflektif, bertujuan melatih
bertanya dan menjawab implikasi, solusi, kesimpulan dan rekomendasi; serta melatih
menginternalisasi untuk
menumbuhkan pemikiran yang cermat dan mendalam terhadap
semua tindakan yang dilakukan baik yang direncanakan atau tidak.
Saran Temuan validitas dan realibitas model BKBI ini
merupakan pendapat para pakar, oleh karena itu perlu dilakukan penelitian lebih lanjut untuk melihat
kepraktisan dan
efektivitas pada
proses pembelajaran di kelas.
DAFTAR PUSTAKA Akyol, Z., Garrison, D. R. 2011. Assessing
metacognition in an online community of inquiry . Internet and Higher Education ,
Vol. 14, pp. 183-190. Arends, R. I. 2012. Learning to Teaching. New
York: Mc Graw Hill. Belland, B. R., Kim, C. M., Hannafin, M. J.
2013. A Framework for Designing Scaffolds That Improve Motivation and
Cognition .
EDUCATIONAL PSYCHOLOGIST
, Vol. 48, No. 4, 243 –270.
Borich, G. 1994. Observation skill for effective teaching
. New York: Mac Millan Publishing Company.
Browne, M., Keeley, S. M. 2012. Asking the Right Question: A Guide to Critical Thinking.
New Jersey: Pearson Education, Inc. BSCS. 2005. Doing Science: The Process of
Scientific Inquiry. New York: National
Institutes of Health. Bybee, R. W. 2006. Scientific Inquiry and
Scientific Teaching. Dalam L. Flic, N. Lederman, Scientific Inquiry and Nature of
Science hal. pp. 1-14. Dordrecht: Kluwer
Academic Publishers. Carin, A. A. 1993. Teaching Science Through
Discovery. New York: Macmillan Publishing
Company. Chin, C., Osborne, J. 2010. Students’ Questions
and Discursive Interaction: Their Impact on Argumentation During Collaborative Group
Discussions in Science . Journal of Research in Science Teaching
, vol. 47, no. 7, pp. 883 –
908. Chin, C., Osborne, J. 2010. Supporting
Argumentation Through Students’ Questions: Case Studies in Science Classrooms . The
Journal of The Learning Sciences , Vol. 19,
pp. 230 –284.
Choi, I., Land, S. M., Turgeon, A. J. 2005. Scaffolding peer-questioning strategies to
facilitate metacognition during online small group discussion. Instructional Science , Vol.
33, pp. 483 –511.
Dori,Y.J., Herscovitz, O. 2005. Case-based Long term professional development of
science teachers. International Journal of Science Education
, Vol.27 No.12, pp. 1413- 1446.
Eshach, H., Ziderman, Y. D., Yefroimsky, Y. 2014. Question Asking in the Science
Classroom: Teacher Attitudes and Practices. Journal Science Education Technology
, Vol. 23, pp. 67-81.
Facione, P. A. 2011. Critical Thinking: What It Is and Why It Counts.
Millbrae, CA: Insight Assessment, Measured Reasons and The
California Academic Press. Flick, L., Lederman, N. 2006. Scientific Inquiry
and Nature of Science. Chicago: Kluwer
Acadmic Publishers. Gall, M., Gall, J., Borg, W. 2003. Educational
Research: An Introduction. Boston: Pearson
Education, Inc Ge, X., Land, S. M. 2004. A conceptual
framework for scaffolding ill-structured
ISBN 978-602-72071-1-0
problem-solving processes using question promptsand peer interactions. . Educational
Research Technology and Development, ,
Vol. 52, No.2, pp. 1042-1629. Hofstein, A., Navon, O., Kipnis, M., Mamlok, N.
R. 2005. Developing Students’ Ability to Ask More and Better Questions Resulting
from Inquiry-Type Chemistry Laboratories. Journal of Research In Science Teaching
, Vol. 42, NO. 7, pp. 791
– 806. Ibrahim, N. H., Surif, J., Yusof Arshad, M.,
Mokhtar, M. 2012. Self Reflection Focusing on
Pedagogical Content
Knowledge. Procedia - Social and Behavioral Sciences
, Vol. 56, pp. 474
– 482. Joyce, B., Weil, M., Calhoun, E. 2009. Models of
Teaching. New Jersey: Pearson Education,
Inc. Kaberman, Z., Dori, Y. J. 2008. Metacognition
in chemical Education: question posingin the case-based
computerized learning
environment. Springer Science Business Media B.V
, Accepted 19 March 2008. Kaberman, Z., Dori, Y. J. 2009. Question Posing,
Inquiry, And Modeling Skills Of Chemistry Students In The Case-Based Computerized
Laboratory Environment.
International Journal Of Science And Mathematics
Education , vol. 7, pp. 597-625.
Katchevich, D.,
Hofstein, A.
2013. Argumentation in the chemistry laboratory
:Inquery and confirmatary experiment. International Journal of Science Education
, vol. 13, pp. 317-345.
Kauchak, D., Eggen, P. 2012. Learning and Teaching Research-Based Methods.
Boston: Pearson Education, Inc.
Kelly, O., Finlayson, O. 2007. Providing Solutions through Problem-based Learning
for Undergradutae first year Chemistry Laboratory. Chemistry Education Research
and Practice , Vol. 8 No. 3, pp. 347-361.
Koes, S. 2003. Strategi Pembelajaran Kimia. Malang: Jurusan Kimia FMIPA Universitas
Negeri Malang. Liliasari. 2003. Peningkatan Mutu Guru Dalam
Keterampilan Berpikir
Tingkat Tinggi
Melalui Model Pembelajaran Kapita Selekta Kimia Sekolah Lanjutan. Jurnal Pendidikan
Matematika dan Sains , Edisi 3 Tahun VIII,
174-181. Liliasari. 2011, January 30. Berpikir Kritis Dalam
Pembelajaran Sains
Kimia Menuju
Profesionalitas Guru. Bandung: Program
Studi Pendidikan IPA, Sekolah Pascasarjana UPI.
National reasearch Council. 2000. Inquiry and the National Science Education Standards: A
guide for Teaching and learning. Washington
D.C: National Academy Press. National Research Council. 2012. Education for
Life and Work: Developing Transferable Knowledge and Skills in the 21st Century.
Committee on Defining Deeper Learning and 21st Century Skills, J.W. Pellegrino and M.L.
Hilton, Editors.
Washington, DC. Nieveen, N. 1999. Prototyping to reach product
quality. In Nieveen, N., McKenney, S., Van den Akker 2007. Educational
Design Research dalam Educational Design Research
. New York: Routledge. Nieveen, N., McKenney, S., van d. Akker 2007.
“Educational design research” dalam Educational design research
. New York : Routledge
Pang, K., Ross, C. 2010. Assessing the Integration of Embedded Metacognitive
Strategies in College Subjects for Improved Learning Outcomes: A New Model of
Learning Activity . The Journal of Effective Teaching
, Vol. 10, No. 1, pp. 79-97. Passmore, C. M., Svoboda, J. 2012. Exploring
Opportunities for
Argumentation in
Modelling Classrooms. International Journal of Science Education
, Vol. 34, No. 10, pp. 1535-1554.
Permendikbud. 2013.
Peraturan Menteri
Pendidikan dan
Kebudayaan Republik
Indonesia Nomor 65 Tahun 2013 tentang Standar Proses Pendidikan Dasar dan
Menengah. Jakarta: Kementerian Pendidikan
dan Kebudayaan.
Ratumanan, G. T. dan Laurens. 2006. Evaluasi hasil yang relevan dengan memecahkan
problematika belajar
dan mengajar
. Bandung:CV Alfabeta
Santoso, T. 2014. Pembelajaran Penalaran Argumen Berbasis Peta Konsep Untuk Meningkatkan
Pemahaman Konsep
Kimia. Seminar
Nasional Kimia 2014, Peningkatan Sumber Daya Manusia dan Sumber Daya Alam
Dalam Pendidikan Kimia dan Kimia untuk Kemandirian
Bangsa hal.
134-143. Surabaya: Fakultas MIPA, Universitas Negeri
Surabaya. Schraw, G., Moshman, D. 1995. Metacognitive
Theories . Educational Psychology Review , Vol. 7, No. 4, pp. 351
–371. Schraw, G., Crippen, K. J., Hartley, K. 2006.
Promoting self-regulation
in science
education: Metacognition as part of a broader perspective in learning. Research in Science
Education , Vol. 36, pp. 111-139.
Schunk, D. H. 2012. Learning theories an educational perspective.
Singapura: Pearson Education, Inc.
Slavin, R. E. 2008. Psikologi Pendidikan : Teori dan Praktek Terjemahan Samosir, M dkk:
Educational Psycology: Theory Pratice, Edisi 8.
Jakarta: PT Indeks.
ISBN 978-602-72071-1-0
Suryanti. 2012. Model Pembelajaran untuk Mengajarkan
Keterampilan Mengambil
Keputusan dan Penguasaan Konsep IPA bagi Siswa Sekolah Dasar.
Surabya: Disertasi tidak
dipublikasikan, Pasca
Sarjana Universita Negeri Surabaya.
Tapper, J. 2004. Student perceptions of how critical thinking is embedded in a degree program.
Higher Education Research Development. ,
Vol. 23, No.2, pp.199-222. Thoms, K. J.-9. 1999. Critical Thinking Requires
Critical Questioning . Essays on Teaching Excellence Toward the Best in the Academy
, Volume 10, Number3.
Woolfolk, A. 2009. Educational Psychology. Boston: Allyn Bacon.
Yu, F. Y., Tsai, H. C., Wu, H. L. 2013. Effects of online procedural scaffolds and the timing of
scaffolding provision
on elementary
Taiwanese students question-generation in a science class. Australasian Journal of
Educational Technology , Vol. 29, No. 3, pp.
416-433. Yu, F.-Y., Wu, C.-P. 2012. Student Question-
Generation: The Learning Processes Involved and Their Relationships with Students’
Perceived Value. Journal of Research in Education Sciences
, Vol. 57, No.4, 135-162.
ISBN 978-602-72071-1-0
UPAYA MENINGKATKAN MINAT BELAJAR KIMIA MENGGUNAKAN MODEL PEMBELAJARAN
KOOPERATIF TIPE TGT TEAMS GAMES TOURNAMENT
Nurhidayati
1
Ninik Nigusti Ayu Sunardi
2
Winda Tri Lestari
3
1,2,3
Mahasiswa Pendidikan Sains, Program Pascasarjana, Universitas Negeri Surabaya E-mail: nurhidayatigmail.com
ABSTRAK
Ilmu kimia merupakan bagian yang penting untuk meningkatkan Sumber Daya Manusia dalam menunjang kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi. Dengan demikian proses pembelajaran kimia di dalam kelas harus
berkualitas dan diselenggarakan secara interaktif, inspiratif, menyenangkan dan mampu meningkatkan bakat dan minat siswa. Namun kenyataannya di MAN Bangkalan minat siswa dalam belajar kimia sangat kurang,
karena strategi pembelajaran yang digunakan cenderung bersifat tradisional ceramah. Untuk mendapatkan solusi dari permasalahan tersebut maka dilakukan penelitian tindakan kelas dengan menggunakan suatu
model pembelajaran kooperatif tipe TGT dalam pembelajaran reaksi redoks. Penelitian tindakan kelas ini dilakukan dalam dua siklus pembelajaran masing-masing siklus terdiri atas empat langkah yaitu 1
Perencanaan, 2 Tindakan pembelajaran kooperatif tipe TGT, 3 Observasi, 4 Refleksi. Subjek penelitian adalah siswa kelas X MIA-1 MAN Bangkalan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat peningkatan
minat dan ketuntasan belajar siswa dalam pembelajaran kimia. Kata Kunci:
Pembelajaran kooperatif tipe TGT, minat, ketuntaan belajar
ABSTRACT
Chemistry is an important part of improving human resources in supporting the advancement of science and technology. Thereby process study of chemistry in class have to with quality and carried out by interaktif,
inspiratif, pleasing and can improve student enthusiasm and talent. But in contrass in MAN Bangkalan students interest in learning chemistry is lacking, besides learning strategies used tend to be traditional
lecture. To get the solution of the problem of classroom action research conducted by using a model of cooperative learning of TGT in learning oxidation-reduction reactions. This classroom action research study
was conducted in two cycles each cycle consists of four steps: 1 planning, 2 Actions cooperative learning, 3 observation, 4 Reflection. The subjects were students of class X MIA-1 MAN Bangkalan. The results
show that there is an increased interest and increase in learning completeness students in learning chemistry. Keywords
: Cooperative learning, interest, mastery learning
ISBN 978-602-72071-1-0
PENDAHULUAN
Kurikulum yang sekarang dilaksanakan di Indonesia adalah Kurikulum 2013. Menurut
Permendikbud 2013, tujuan pendidikan IPA menekankan pada pemahaman tentang lingkungan
dan alam sekitar beserta kekayaan yang dimilikinya yang perlu dilestarikan dan dijaga dalam
perspektif biologi, fisika, dan kimia
Berbagai kegiatan
telah dilakukan
guna mendukung keberhasilan implementasi kurikulum
2013. Mulai dari pembangunan sarana dan prasarana sampai pada perubahan pola pengembangan proses
belajar mengajar di dalam kelas. Ini sejalan dengan standar proses pendidikan PP No. 32 Tahun 2013
pasal 19 ayat 1 yang menyatakan bahwa proses pembelajaran
pada satuan
pendidikan diselenggarakan
secara interaktif,
inspiratif, menyenangkan, menantang, memotivasi peserta didik
untuk berpartisipasi aktif, serta memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa, kreativitas, dan
kemandirian sesuai dengan bakat, minat, dan perkembangan fisik serta psikologis peserta didik.
Kimia sebagai bagian dari ilmu pengetahuan alam memegang peran yang sangat penting dalam
meningkatkan sumber daya manusia Indonesia untuk menunjang kemajuan ilmu pengetahuan dan
teknologi. Dengan demikian proses pembelajaran kimia di dalam kelas harus berkualitas dan
diselenggarakan
secara interaktif,
inspiratif, menyenangkan dan mampu meningkatkan bakat dan
minat siswa. Oleh karena itu peran aktif semua pihak yang terlibat di dalam pendidikan sangat dibutuhkan
khususnya guru, agar siswa berminat untuk belajar Kimia. Salah satu indikator keberhasilan di bidang
pengajaran adalah perolehan nilai yang baik dari hasil belajar dan minat siswa dalam mempelajari Kimia.
Sejalan dengan itu maka dalam proses belajar mengajar guru harus memiliki strategi agar siswa
termotivasi dan memiliki minat untuk belajar kimia. Proses belajar mengajar perlu diupayakan secara
maksimal, agar lebih menarik dan berkesan dalam benak siswa, sehingga minat belajar siswa meningkat,
siswa merasa senang dan materi yang dipelajari dikuasai oleh siswa.
Suatu model
pembelajaran yang
dapat meningkatkan minat siswa salah satunya adalah model
pembelajaran kooperatif.
Unsur-unsur dasar
pembelajaran kooperatif meliputi beberapa aspek yaitu sehidup sepenanggungan bersama, bertanggung
jawab atas segala sesuatunya di dalam kelompok seperti milik sendiri, semua anggota dalam kelompok
memiliki tujuan yang sama, membagi tugas dan tanggung jawab yang sama dalam kelompok,
evaluasihadiahpenghargaan untuk kelompok, berbagi kepemimpinan, mempertanggungjawabkan secara
individual di dalam kelompok kooperatif.
Secara umum kesulitan belajar secara individu dirasakan oleh siswa, untuk itu diperlukan tutor
sebaya sehingga terjadi interaksi dengan orang lain dalam membangun pemahaman pengetahuannya. Sifat
kompetisi secara individu ditiadakan tetapi kompetisi kelompok tetap dilakukan untuk memacu mencapai
keberhasilan bersama. Pembelajaran kooperatif dapat membantu siswa dalam pembelajaran akademis.
Teknik-teknik pembelajaran kooperatif lebih unggul dalam meningkatkan hasil dibandingkan dengan
pengalaman individual atau kompetitif. Siswa lebih banyak belajar dari satu teman yang lain diantara
sesama siswa daripada belajar dari guru. Dalam pembelajaran kooperatif motivasi terletak pada
bagaimana bentuk hadiah atau struktur pencapaian tujuan saat siswa melaksanakan kegiatan
Model pembelajaran kooperatif tipe TGT merupakan
suatu model
pembelajaran yang
memadukan antara belajar dan turnamen di dalamnya. Model pembelajaran kooperatif tipe TGT membuat
siswa menjadi lebih senang dalam mengikuti pelajaran karena ada kegiatan permainan berupa tournamen.
Pada model pembelajaran kooperatif tipe TGT siswa lebih bersemangat dalam mengikuti pelajaran, karena
dalam pembelajaran guru menjanjikan sebuah penghargaan pada siswa atau kelompok terbaik
sehingga dapat menggugah minat siswa untuk belajar.
Menurut Slameto 2010:180, minat adalah rasa suka dan ketertarikan pada suatu aktifitas tanpa ada
yang menyuruh. Sedangkan menurut Gie 2002 minat adalah rasa ketertarikan pada suatu kegiatan karena
sadar akan pentingnya kegiatan itu sehingga ia akan terlibat
penuh didalamnya.
Dalam upaya
membangkitkan minat siswa dalam belajar kimia, seorang guru dituntut untuk pandai mengadakan
variasi dalam mengajar. Variasi dalam kegiatan pembelajaran dapat dilakukan menggunakan beberapa
cara yaitu variasi dalam penggunaan metode pembelajaran, variasi dalam penggunaan media dan
sumber belajar, variasi dalam pemberian contoh dan ilustrasi, serta variasi dalam interaksi dan kegiatan
peserta didik.
Sementara itu Djaali 2011 mengatakan bahwa minat pada dasarnya adalah penerimaan akan suatu
hubungan antara diri sendiri dengan sesuatu di luar diri. Untuk itu semakin kuat atau dekat hubungan
tersebut maka semakin besar minatnya, jika seorang siswa memiliki minat untuk berperan aktif di
lingkungan sekolah maka minat akan timbul perasaan aktif dalam diri siswa untuk mengikuti kegiatan-
kegiatan kelas atau sekolah. Hal ini sejalan dengan pendapat Utomo 1991 mengatakan, jika seseorang
ingin berhasil dalam belajar, maka ia harus aktif belajar, dan untuk keaktifannya, minat harus
ditimbulkan semaksimal mungkin.
Menurut Usman 2005, perubahan tingkah laku meliputi 3 tiga aspek, yaitu aspek pengetahuan
Kognitif, yaitu dari tidak tahu menjadi mengetahui dan dari tidak mengerti menjadi mengerti, aspek
keterampilan Psikomotor, yaitu dari tidak biasa menjadi biasa dan dari tidak terampil menjadi
terampil; aspek sikap Afektif, yaitu dari ragu-ragu
ISBN 978-602-72071-1-0
menjadi yakin, dari tidak sopan menjadi sopan, dari kurang ajar menjadi terpelajar.
Untuk mengetahui tingkat keberhasilan siswa dalam belajar, dapat dilakukan melalui tes hasil
belajar atau tugas-tugas yang lain. Hasil belajar adalah pola-pola perubahan tingkah
laku seseorang yang meliputi aspek kognitif, afektif danatau psikomotor setelah menempuh kegiatan
belajar tertentu yang tingkat kualitas perubahannya sangat ditentukan oleh faktor- faktor yang ada dalam
diri
siswa dan
lingkungan sosial
yang mempengaruhinya.
Dengan demikian diadakan suatu penelitian mengenai pengaruh model pembelajaran kooperatif
tipe TGT dalam meningkatkan minat dan hasil belajar siswa. Tujuan dari penelitian ini adalah
meningkatnya minat belajar kimia pada siswa SMA, ketuntasan belajar siswa serta kompetensi guru dalam
pengelolaan Pembelajaran Kooperatif Tipe TGT. METODE PENELITIAN
Pada tahap persiapan penelitian, yang perlu dipersiapkan sebelum melakukan penelitian ini
meliputi pembuatan soal-soal pre tes dan post tes, kuosioner untuk mengumpulkan data minat siswa
dalam mempelajari reaksi redoks, lembar kerja siswa yang berkaitan dengan materi, kartu soal dan kartu
point, setelah itu membagi siswa dalam kelompok- kelompok dengan tiap kelompok terdiri dari 5 orang.
Kriteria keberhasilan penelitian ini adalah adanya peningkatan minat siswa dalam pembelajaran Kimia
khususnya materi reaksi redoks. Indikator siswa yang memiliki minat tinggi adalah mengikuti kegiatan
pembelajaran dengan penuh perhatian dan keseriusan yang dapat dilihat dari lembar observasi, hal ini juga
dipakai sebagai acuan penilaian segi afektif, untuk proses pembelajaran di dalam kelas, apakah mereka
senangpuas, inisiatif bertanya dan mengembangkan materi pembelajaran, dapat dilihat dari hasil
pengamatan dan hasil penilaian tugas-tugas, meningkatnya nilai tes akhir siswa dibanding nilai pre
tes.
Langkah dalam penelitian ini menggunakan dua siklus. Siklus 1 terdiri dari beberapa tahapan meliputi
tahapan perencanaan, tahap pelaksanaan dan observasi, serta tahap refleksi. Kemudian dilanjutkan
dengan siklus 2 yang meliputi tahap perencanaan, tahap pelaksanaan dan observasi, tahap refleksi,
analisis dan evaluasi. HASIL DAN PEMBAHASAN
Implementasi Perangkat pembelajaran di MAN Bangkalan dengan subyek penelitian sejumlah
30 siswa kelas X MIA-1 MAN Bangkalan. Peneliti bertindak sebagai guru selama penelitian tersebut.
Analisis terhadap hasil penelitian menggunakan statistik deskriptif yang umumnya berupa deskripsi
skor rata-rata dan prosentase.
Tabel 1. Minat siswa dalam belajar kimia dengan pembelajaran kooperatif tipe TGT.
N o.
Uraian Kegiatan
Belajar Mengajar
Respon Siswa Skor
Rata- Rata
Kategori Siklu
s 1 Siklu
s 2 I
Pendapat senang
tidaknya diajar
dengan model
pembelajar ankooperati
f tipe TGT 60
62 61
Senang berminat
II Pendapat
terhadap komponen
kegiatan belajar
mengajar barutidak
baru 60
60 60
Kompo- nen
KBM baru
III Respon
minat dan keinginan
diajar kembali
dengan model
pembelajar an
kooperatif tipe TGT
35 35
35 Berminat
Dari data yang ditunjukkan pada Tabel 1, skor rata-rata untuk masing-masing kategori
pengamatan terhadap komponen kegiatan belajar mengajar adalah senangberminat. Siswa secara
umum sangat respon mengikuti pembelajaran, terlebih lagi pada saat pelaksanaan turnamen. Siswa sangat
antusias karena masing-masing siswa berkompetisi untuk mengangkat nilai poin untuk kelompoknya.
Suasana kelas sangat menyenangkan pada saat pemberian penghargaan terhadap masing-masing
kelompok turnamen.
Tabel 2. Penilaian pengelolaan pembelajaran melalui kooperatif tipe TGT
N o.
Aspek Yang Diamati
Skor Tiap siklus
Skor Rata-
Rata Katego
ri Siklu
s 1 Siklu
s 2 1
2 3
4
5 Pendahuluan
Kegiatan inti Penutup
Pengelolaan waktu
Pengamatan suasana
kelas 3
3 3
3
3 3
3 3
3
3 3
3 3
3
3 Baik
Baik Baik
Baik
Baik
ISBN 978-602-72071-1-0
Dari data di atas menunjukkan skor rata-rata untuk masing-masing kategori pengamatan KBM
secara umum kemampuan guru dalam mengelola pembelajaran dengan pembelajaran kooperatif tipe
TGT adalah baik. Siswa lebih antusias mengikuti pembelajaran karena ada kegiatan turnamen.
Sedangkan untuk penilaian keberhasil belajar siswa diperoleh dari setiap individu dengan kemampuan
masing-masing
untuk dapat
melihat tingkat
kebehasilan proses pembelajaran melalui model pembelajaran kooperatif tipe TGT. Tes hasil belajar
yang diberikan kepada siswa berupa ulangan harian dengan jumlah soal sebanyak 10 soal berupa uraian
essay. pada siklus 1. Pada siklus 2 siswa menyelesaikan 10 soal uraian. Hasil evaluasi ini
bersifat sebagai data yang kemudian diolah melalui analisis hasil ulangan disetiap siklus dan kemudian
diperoleh prosentasi ketuntasan belajar berdasar proporsi menjawab benar setiap individu minimal
65 KKM = 65.
Tabel 3. Prosentase ketuntasan siswa dalam KBM melalui pembelajaran kooperatif tipe TGT
No. RancanganSkenari o Pembelajaran
Keadaan Siswa Dalam Ketuntasan Belajar
Jumlah siswa
yang mengikut
i Jumla
h siswa
yang tuntas
Jumla h
siswa yang
tidak tuntas
Prosentase ketuntasan
1 Siklus 1
30 14
16 47
2 Siklus 2
30 20
10 67
Dari data di atas nampak bahwa terjadi peningkatan
ketuntasan belajar
pada setiap
pelaksanaan pembelajaran siswa selama dua kali kegiatan. Hal ini dapat diartikan juga bahwa siswa
mulai semakin dapat menyesuaikan dengan model pembelajaran yang baru.
PENUTUP Simpulan
Berdasarkan hasil analisis data penelitian perangkat pembelajaran kimia dengan materi reaksi
redoks di MAN Bangkalan dengan dua siklus dapat disimpulkan antara lain:
1. Respon siswa sangat baik dalam mengikuti kegiatan belajar mengajar dari kedua siklus
dengan model pembelajaran kooperatif tipe TGT.
2. Kemampuan guru
dalam mengelola
pembelajaran kooperatif tipe TGT adalah baik, semua siswa terlihat aktif sehingga pembelajaran
lebih berpusat pada siswa. 3. Ketuntasan belajar siswa meningkat terus dari
siklus pertama 47 menjadi 67 pada siklus kedua.
Saran
Berdasarkan hasil penelitian ini, peneliti dapat memberikan saran-saran sebagai berikut :
1. Perlu adanya penelitian dengan strategimodel pembelajaran yang lain, sehingga bisa memilih
strategi mana yang lebih baik untuk dilaksanakan di sekolah, ditinjau dari segi minat dan ketuntasan
belajar.
2. Perlu adanya penelitian dengan strategimodel pembelajaran yang sama tetapi untuk mengukur
komponen yang berbeda misalnya motivasi dan kemampuan berpikir kritis siswa.
Penelitian ini dapat ditindaklanjuti sampai siklus
berikutnya sehingga diperoleh hasil pengamatan yang lebih valid.
DAFTAR PUSTAKA Mulyasa, E 2005. Menjadi Guru Profesional, BAB
II. Bandung : Rosda Karya
Slameto. 2010. Belajar dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhi
. Jakarta : PT. Rineka Cipta. Gie, The Liang. 2002. Cara Belajar yang Efisien.
Yogyakarta: Pusat Kemajuan Studi. Johnson, D. W., Johnson R.T. 2002. Meaningful
Asessment . Boston : Alin dan Bacon.u
Djaali, H. 2011. Psikologi Pendidikan. Jakarta : Bumi Aksara
Usman, Moh. Uzer. 2005. Menjadi Guru Profesional
. Bandung : Remaja Rosdakarya.
ISBN 978-602-72071-1-0
VALIDASI MODEL PEMBELAJARAN UNTUK MENUMBUHKAN KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS
DAN PEMAHAMAN KONSEP MAHASISWA
Afadil
1
Suyono
2
Sri Poedjiastoeti
3
1
Universitas Tadulako
2,3
Universitas Negeri Surabaya Email: sukarmanafadilyahoo.co.id
ABSTRAK
Desain penelitian ini adalah penelitian dan pengembangan Research and Development dengan tujuan menghasilkan suatu model pembelajaran problem solving berbasis filosofi sains untuk menumbuhkan
kemampuan berpikir kritis dan pemahaman konsep mahasiswa yang valid, praktis, dan efektif. Untuk mencapai tujuan tersebut, maka penelitian ini dilakukan dalam 3tiga tahap, yaitu; 1 studi pendahuluan
define, 2 pengembangan model design, dan 3 pengujianimplementasi produk develop. Studi pendahuluan mencakup kajian teoritik dan empiris. Pada tahapan pengembangan model dilakukan
penyusunan draf model pembelajaran. Kevalidan model pembelajaran dilakukan melalui FGD Focus Group Discussion
bersama dengan tim ahli pendidikan. Hasil penilaian ahli melalui kegiatan FGD bahwa model yang dikembangkan memiliki rata-rata validitas isi setiap aspek penilaian sebesar 11,66 dan validasi konstruk
sebesar 4,50 dan kriteria reliabilitas tinggi dengan nilai agreements 0,94. Berdasarkan hasil analisis validitas yang didukung analisis reliabilitas maka dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran yang dikembangkan
bersifat valid dan dapat dipercaya untuk memperoleh data yang akurat dalam kegiatan pembelajaran. Kata kunci
: Validitas Model Pembelajaran, Berpikir Kritis, Pemahaman Konsep
ABSTRACT
The study design is a research and development with the aim of producing a model of problem solving-based learning philosophy of science to foster critical thinking skills and understanding of concepts students are
valid, practical and effective. To achieve these objectives, the research was conducted in three 3 phases, namely; 1 The preliminary study define, 2 development model design, and 3 testingimplementation
of the product develop. Preliminary study includes theoretical and empirical studies. At the stage of the drafting of model development done learning model. The validity of the model of learning is done through the
FGD Focus Group Discussion along with a team of education experts. Results of expert assessment through activities that models developed FGD has an average validity of the contents of each aspect rating of 11.66
and construct validation of 4.50 and high reliability criteria agreements with a value of 0.94. Based on the analysis of validity and reliability, it can be concluded that the learning model developed is valid and can be
trusted to obtain accurate data in the learning activities.
Keywords:
Validity of Learning Model, Critical Thinking, Concept Understanding.
ISBN 978-602-72071-1-0
PENDAHULUAN
Ilmu kimia diperoleh dan dikembangkan umumnya berdasarkan eksperimen yang melibatkan
keterampilan dan penalaran dalam mencari jawaban atas pertanyaan apa, bagaimana, dan untuk apa
gejala-gejala alam khususnya yang berkaitan dengan komposisi, struktur, sifat, transformasi, dinamika, dan
energetika zat. Bila dipandang dari sisi filsafat ilmu, konsep-konsep dalam sains termasuk kimia
mengacu pada tiga pertanyaan, yaitu berkaitan dengan aspek ontologi, epistemologi, dan aksiologi.
Hal ini menunjukkan bahwa untuk memahami ilmu kimia diperlukan seperangkat keterampilan berpikir
tingkat
tinggi Chandrasegaran,
Treagust Mocerino, 2007.
Kemampuan berpikir
kritis merupakan
keterampilan berpikir tingkat tinggi yang diperlukan mahasiswa dalam membuat keputusan yang dapat
dipercaya dan bertanggung jawab. Selain itu keterampilan berpikir kritis juga merupakan inkuiri
kritis sehingga mahasiswa yang berpikir kritis akan melakukan aktivitas berpikir dalam menyelidiki
masalah, mengajukan pertanyaan, memberikan jawaban baru, menemukan informasi, dan menarik
kesimpulan Schafersman, 1991. Oleh karena itu mahasiswa perlu meningkatkan kemampuan berpikir
kritis, karena banyak mahasiswa yang gagal menggunakan
penalaran yang
baik dalam
memecahkan suatu masalah disebabkan karena kemampuan berpikirnya rendah Halpern, 1999.
Menurut Achmad 2012, yang perlu diperhatikan bahwa proses belajar mengajar kimia
antara pengajar dan mahasiswa terlibat dalam sederetan kegiatan intelektual yang rumit melalui
pengamatan fenomena,
mempelajari fakta,
memahami model dan teori, mengembangkan keterampilan penalaran, dan menguji epistemologi
kimia. Menurut Ibrahim 2008 bahwa pembelajaran IPA termasuk didalamnya kimia selain terdiri dari
konsep, hukum, prinsip, teori, dan fakta, informasi serta prosedur juga mengandung peristiwa, gejala
atau fenomena yang berpotensi dapat dijadikan model di dalam pembelajaran untuk mencapai hasil
pembelajaran sikap positif dan memahami makna kehidupan, asal direncanakan dengan cara yang
benar. Oleh karena itu pengembangan model pembelajaran
ini mengharapkan
pemahaman mahasiswa terhadap suatu konsep hendaknya
berkaitan dengan aspek filosofi sains yaitu berusaha menjawab pertanyaan yang berkaitan dengan aspek
ontologi, epistemologi, dan aksiologi.
Masalah mendasar dalam pembelajaran kimia yang menyebabkan tingkat pemahaman konsep yang
rendah pada siswa saat ini adalah 1 diperolehnya pemahaman kimia oleh siswa yang tidak utuh, dan
2 tidak optimalnya perkembangan keterampilan berpikir tingkat tinggi higher order of thinking skills
= HOTS. Selanjutnya dijelaskan bahwa untuk melaksanakan pembelajaran kimia yang sesuai
dengan tuntutan Kurikulum 2013 diperlukan: 1 pemahaman materi kimia secara mendasar oleh guru
2 kemampuan guru dalam memanfaatkan materi pelajaran untuk meningkatkan karakter dan HOTS
siswa, dan 3 kemampuan guru untuk memanfaatkan secara optimal TIK dalam pembelajaran. Effendy,
2014.
Esensi mendasar model pembelajaran ini adalah berupa penyuguhan permasalahan kimia yang
otentik dan bermakna kepada mahasiswa untuk diselesaikan melalui penyelidikan atau investigasi
kelompok secara kooperatif berdasarkan kajian aspek filosofi sains untuk menumbuhkan kemampuan
berpikir kritis dan pemahaman konsep mahasiswa. Kelompok dijadikan sebagai sarana sosial dan
rencana yang diputuskan oleh kelompok sebagai sarana pendorong keterlibatan maksimal mahasiswa.
Model pembelajaran ini diimplementasikan dalam lingkungan pembelajaran yang mendukung dialog
interpersonal dan memperhatikan dimensi sosial dalam proses pembelajaran sehingga tidak ditemukan
adanya mahasiswa yang berprestasi tinggi secara akademik tidak menghargai rekannya yang memiliki
prestasi lebih rendah.
Karakteristik model pembelajaran ini dirumuskan berdasarkan kajian teori dan analisis
pada tahap pendahuluan dan pengembangan. Model pembelajaran berbasis filosofi sains disusun dengan
mengacu pada ciri-ciri suatu model pembelajaran menurut Arends 1997 yang memberikan gambaran
setidak-tidaknya ada 4 empat ciri khusus dari suatu model pembelajaran yang digunakan untuk mencapai
tujuan pembelajaran, yaitu; 1 rasional teoritik logis yang disusun oleh perancangnya, 2 landasan
pemikiran tentang tujuan pembelajaran yang hendak dicapai dan bagaimana pembelajaran untuk mencapai
tujuan tersebut, 3 aktivitas gurudosen dan siswamahasiswa yang diperlukan agar model
tersebut terlaksana dengan efektif, dan 4 lingkungan belajar yang diperlukan untuk mencapai tujuan
pembelajaran.
Kualitas rancangan model yang dihasilkan harus memenuhi 3 tiga kriteria Nieveen, 2007.
Pertama adalah kevalidan, yaitu mencakup relevansi validitas isi dan konsistensi validitas konstruk.
Kedua adalah kepraktisan, yaitu desain model pembelajaran yang dikembangkan dapat diterapkan
secara nyata di lapangan. Ketiga adalah keefektifan, yaitu imlementasi model pembelajaran di lapangan
memberikan hasil sesuai tujuan. Data kevalidan, kepraktisan, dan keefektifan diperoleh melalui tahap
pengembangan model pembelajaran. METODE PENELITIAN
Desain yang digunakan dalam penelitian ini adalah desain penelitian dan pengembangan
Research and Development yang mengacu pada langkah-langkah Borg dan Gall 1983 dan
dimodifikasi oleh Sukmadinata 2012 yang terdiri dari tiga tahap, yaitu 1 studi pendahuluan
define, 2 pengembangan model design, dan
ISBN 978-602-72071-1-0
3 pengujian implementasi produk develop. Berdasarkan data yang diperoleh dari studi lapangan
dan mengacu pada dasar teori dari hasil studi kepustakaan, selanjutnya disusun draf produk awal
model pembelajaran yang akan dikembangkan. Draf model pembelajaran yang dihasilkan pada tahap studi
pendahuluan
selanjutnya akan
divalidasi menggunakan lembar validasi.
Lembar validasi model pembelajaran PBS2F disusun dengan maksud untuk memperoleh data
kevalidan model. Data kevalidan model yang dibutuhkan yaitu hasil penilaian terhadap draf model
yang sudah disusun, kevalidan model diperoleh dari sejumlah ahli pendidikan. Teknik yang ditempuh
untuk memperoleh data kevalidan model itu adalah dengan memberikan lembar penilaian model beserta
naskah buku model disertai video pembelajaran kepada tim ahli melalui FGD Focus Group
Discussion
. Pada lembar penilaian disediakan pula item penilaian umum dan ruang sarankomentar bagi
penilai. Lembar validasi model pembelajaran divalidasi terlebih dahulu oleh tim ahli yang lain
sebelum digunakan dalam kegiatan FGD.
Langkah-langkah yang dilakukan dalam proses analisis data kevalidan model pembelajaran
PBS2F adalah sebagai berikut: Melakukan rekapitulasi hasil penilaian ahli ke
dalam tabel yang meliputi aspek yang dinilai dan hasil penilaian validator
Menentukan rata-rata hasil penilaian ahli untuk setiap aspek
Menentukan kriteria validitas setiap aspek dengan mencocokkan rata-rata aspek dengan
kriteria validitas yang ditetapkan Kriteria validitas setiap aspek ditetapkan
berdasarkan kriteria penilaian yang dikemukakan oleh Rochmad 2009, yaitu:
4,5 ≤ VaM ≤ 5 sangat valid
3,5 ≤ VaM 4,5 valid
2,5 ≤ VaM 3,5 cukup valid
1,5 ≤ VaM 2,5 kurang valid
1 ≤ VaM 1,5 tidak valid
Keterangan: VaM adalah rata-rata hasil penilaian ahli terhadap model pembelajaran yang dikembangkan.
Kriteria yang digunakan untuk memutuskan bahwa model pembelajaran PBS2F memiliki derajat
validitas yang baik adalah apabila VaM berada dalam
kriteria minimal valid atau VaM ≥ 3,5. HASIL DAN PEMBAHASAN
Validasi model
pembelajaran PBS2F
dilakukan oleh tim ahli melalui kegiatan Focus Group Discussion FGD
terhadap isi dan konstruk draf model pembelajaran dengan menggunakan
lembar penilaian validasi isi dan konstruk. Penilaian validasi isi dan konstruk didasarkan pada buku model
yang didukung oleh video pembelajaran. Buku model berisi gambaran lengkap tentang model pembelajaran
PBS2F,
sedangkan video
pembelajaran menggambarkan
pelaksanaan sintaks
model pembelajaran yang dijabarkan dalam buku model.
Penilaian ahli
dilakukan dengan
menggunakan lembar penilaian yang diisi oleh validator dengan memberi skor yang dilengkapi
dengan pemberian komentarsaran, selanjutnya skor yang diberikan oleh validator digunakan untuk
menentukan kriteria validitas model pembelajaran yang digunakan dalam penelitian. Namun sebelum
lembar validasi isi dan lembar validasi konstruk model pembelajaran PBS2F digunakan, terlebih
dahulu dilakukan validasi awal oleh 2 dua ahli lainnya.
Setelah dilakukan perbaikan berdasarkan komentarsaran validator awal, maka lembar validasi
isi dan konstruk selanjutnya divalidasi oleh 3 tiga ahli melalui kegiatan FGD.
Tujuan penggunaan lembar validasi isi adalah untuk mendapatkan
penilaian Layak Digunakan LD, Layak Digunakan dengan Perbaikan LDP, atau Tidak Layak
Digunakan TLD. Hal ini merujuk defenisi validasi isi menurut Nieveen 2007 yaitu suatu model
pembelajaran dikatakan memiliki validitas isi yang baik, apabila komponen-komponen model dilandasi
rasional teoritis yang kuat state of the art knowledge
. Data validitas isi dan konstruk model
pembelajaran PBS2F dianalisis melalui perhitungan nilai rata-rata setiap aspek yang diberikan oleh
validator. Kriteria yang digunakan untuk menentukan bahwa model pembelajaran memiliki derajat validitas
yang baik jika kriterianya minimal valid dengan nilai
VaM ≥ 3,5 Rochmad, 2009. Adapun hasil penilaian setiap aspek validasi isi dan kriteria validitasnya
terdapat pada Tabel 1 Tabel 1 Hasil Penilaian Validator terhadap Validasi
Isi Model Pembelajaran PBS2F
No Aspek
Penilaian Rata-rata
Penilaian Validator
Kriteria Validitas
I Tujuan
4,00 Valid
II Teori
Pendukung 18,33
Sangat Valid
III Sintaks
Pembelajaran 18,33
Sangat Valid
IV Lingkungan
Belajar 13,33
Sangat Valid
V Kesimpulan
Umum Validasi 4,33
Valid Selain validitas isi, juga diukur validitas
konstruk model pembelajaran PBS2F. Tujuan pengukuran
validasi konstruk
adalah untuk
mendapatkan penilaian Layak Digunakan LD, Layak Digunakan dengan Perbaikan LDP, atau
Tidak Layak Digunakan TLD. Hal ini merujuk dari defenisi validasi konstruk menurut Nieveen 2007
yaitu suatu model pembelajaran dikatakan memiliki validasi konstruk yang baik apabila terdapat
konsistensi di antara komponen-komponen model secara internal internally consistent dan tidak saling
ISBN 978-602-72071-1-0
kontradiktif. Penentuan dan perhitungan kriteria validitasnya menggunakan cara yang sama dengan
penentuan dan perhitungan kriteria validitas lembar validasi isi. Adapun hasil penilaian validator pada
setiap aspek validasi konstruk dan kriteria validitasnya terdapat pada Tabel 2
Tabel 2 Hasil Penilaian Validator terhadap Validasi
Konstruk Model Pembelajaran PBS2F
No Aspek Penilaian
Rata-rata Penilaian
Validator Kriteria
Validitas
1 Kesesuaian antara
tahapan model dengan tujuan
yang ingin dicapai tidak kontradiktif
5,00 Sangat
Valid 2
Keterkaitan teori- teori pendukung
dan karakteristik kimia saling
mendukung 4,33
Valid 3
Pemahaman prinsip dari teori-
teori pendukung dengan tujuan dan
karakteristik kimia tidak
kontradiktif 4,33
Valid
4 Keterkaitan setiap
tahapan pembelajaran
pada model pembelajaran
problem solving
berbasis filosofi sains secara
internal saling mendukung
4,67 Sangat
Valid
5 Aktivitas
mahasiswa dan dosen pada setiap
tahapan pembelajaran
pada model problem solving
berbasis filosofi sains saling terkait
4,33 Valid
6 Penggunaan
sumber belajar untuk pencapaian
tujuan saling mendukung
4,67 Sangat
Valid 7
Pola interaksi antara dosen dan
mahasiswa saling mendukung
4,33 Valid
8 Perilaku dosen
dalam memberikan
motivasi untuk 4,00
Valid
No Aspek Penilaian
Rata-rata Penilaian
Validator Kriteria
Validitas
membangkitkan minat belajar
mahasiswa tergambar dalam
tahapan pembelajaran
Penilaian validator terhadap validitas isi dan konstruk model pembelajaran PBS2F dalam Tabel 1
dan Tabel 2 menunjukkan bahwa penilaian ahli terhadap 4 empat aspek validasi isi model
pembelajaran PBS2F dihasilkan 3tiga aspek yang dinyatakan sangat valid dan 1 satu aspek dinyatakan
valid, dengan kesimpulan validitas isi bersifat valid. Sedangkan validasi konstruk terdapat 5 lima aspek
dinyatakan valid dan 3 satu aspek dinyatakan sangat valid.
Berdasarkan hasil
penilaian tersebut,
memberikan gambaran bahwa keempat karakteristik model sesuai yang dikemukakan oleh Arends 1997
yang dituangkan dalam model pembelajaran PBS2F bersifat valid. Hal ini menunjukkan bahwa desain
model pembelajaran PBS2F telah didasarkan pada pengetahuan ilmiah didukung oleh landasan teoritik
dan terdapat konsistensi internal di antara komponen- komponen desain model PBS2F, sehingga dapat
dikatakan bahwa model pembelajaran PBS2F bersifat valid ditinjau dari aspek isi dan konstruk.
Model pembelajaran yang dikembangkan terdiri dari 6 enam tahap. Tahapan model
pembelajaran di
awali dengan
identifikasi masalahkesulitan. Pada tahapan ini, mahasiswa
menuliskan kesulitan-kesulitan yang dihadapi dalam menyelesaikan masalah. Tahap pertama dilakukan
oleh mahasiswa secara individu. Selanjutnya kesulitan-kesulitan yang dihadapi oleh setiap
mahasiswa akan dibahas bersama-sama dengan anggota kelompok pada tahap kedua yaitu
merencanakan penyelesaian masalah. Pada tahap kedua ini, mahasiswa secara berkelompok mendalami
kesulitan-kesulitan yang dihadapi melalui kajian konsep yang berkaitan dengan masalah yang ingin
diselesaikan. Kajian konsep dilakukan berdasarkan pertanyaan-pertanyaan yang berkaitan dengan aspek
filosofi sains, yakni pertanyaan yang berhubungan dengan pertanyaan aspek ontologi, epistemologi, dan
aksiologi. Hasil kajian konsep pada tahap kedua digunakan untuk menyelesaikan masalah pada tahap
implementasi rencana tahap ketiga. Pada tahap ketiga mahasiswa secara berkelompok menyelesaikan
masalah berdasarkan kajian filosofi sains pada tahap kedua. Hasil implementasi rencana, selanjutnya
dikomunikasikan tahap keempat dengan kelompok lain melalui diskusi kelompok untuk menyampaikan
jawaban atas masalah yang telah dibahas. Pengecekan kembali tahap kelima dilakukan untuk
mengoreksi jawaban yang diperoleh. Tahap kelima dilakukan terintegrasi mulai dari tahap dua, tiga dan
ISBN 978-602-72071-1-0
empat model pembelajaran ini. Selain itu, pengecekan
kembali juga
dilakukan untuk
memberikan keyakinan pada diri sendiri dan kelompok atas jawaban masalah yang diselesaikan.
Tahap keenam model pembelajaran PBS2F adalah melakukan evaluasi. Evaluasi diberikan kepada setiap
mahasiswa untuk mengukur kemampuan berpikir kritis berkaitan dengan topik yang dibahas. Evaluasi
juga dimaksudkan untuk meningkatkan pemahaman konsep mahasiswa terhadap topik yang dibahas.
Selain analisis validitas juga dilakukan analisis reliabilitas model pembelajaran PBS2F.
Analisis reliabilitas bertujuan untuk menentukan tingkat kepercayaan terhadap model pembelajaran
yang dikembangkan. Analisis reliabilitas model pembelajaran ditentukan dengan menggunakan rumus
percentage agreements
. Suatu modelinstrumen dikatakan reliabel dari penilai ahli apabila nilai
reliabiltasnya R ≥ 0,70 Abel, Springer Kamata, 2009
. Adapun
hasil analisis
dan kriteria
reliabilitasnya terdapat dalam Tabel 3 Tabel 3 Hasil Analisis Reliabilitas Model
Pembelajaran PBS2F Ditinjau dari Validitas Isi dan Konstruk
No Lembar
Penilaian Rata-rata
Penilaian Kriteria
Reliabilitas
1 Validasi Isi
0,94 Tinggi
2 Validasi
Konstruk 0,94
Tinggi Berdasarkan data Tabel 3 diperoleh nilai rata-
rata hasil perhitungan agreements terhadap validasi isi dan konstruk model pembelajaran PBS2F
memiliki kriteria tinggi, hasil ini menunjukkan bahwa para ahli menyatakan bahwa model
pembelajaran PBS2F dapat dipercaya untuk digunakan dalam kegiatan pembelajaran.
PENUTUP Simpulan
Berdasarkan hasil analisis validitas yang didukung oleh analisis reliabilitas terhadap model
pembelajaran PBS2F di atas, maka dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran PBS2F bersifat valid dan
dapat dipercaya untuk memperoleh data yang akurat dan dapat diterapkan dalam kegiatan pembelajaran.
DAFTAR PUSTAKA
Abel,N., Springer, D.W., Kamata,A. 2009. Developing and Validating Rapid Assesment
Instrument.
New York: Oxford University Press, Inc.
Achmad, H., Baradja, L. 2012. Demonstrasi Sains Kimia: Kimia Deskriptif Melalui Demo
Kimia . Nuansa. Bandung.
Arends, R.I. 1997. Classroom Instruction And Management
. USA: The Mc.Graw-Hill Companies,Inc.
Borg,W.R., and Gall, M.D. 1983. Education Research An Intruduction
. Fourth Edition . New York London: Longman, Inc.
Chandrasegaran, Treagust Mocerino, 2007. Enhancing Students’ ude of multiple levels of
representation to describe and explain chemical
reactions. School
Sciences Review
,88.p.325. Effendy, 2014. Pembelajaran Kimia Secara Mendasar
untuk Menjawab Tantangan dan Memenuhi Harapan Kurikulum 2013. Materi Seminar
Nasional Kimia
Universitas Negeri
Gorontalo. Halpern, D. F. 1999. Teaching
,
for critical thinking: Helping college students develop
the skills and dispositions of a critical thinker. New directions for teaching and
learning, 80, 69-74.
Ibrahim, M. 2008. Model Pembelajaran Inovatif IPA
Melalui Pemaknaan.
Surabaya: Departemen Pendidikan Nasional Balitrbang-
Puslitjaknov. Nieveen. 2007. An Introduction to Educational
Design Research . SLO. Netherlands institute
for curriculum developme. Rochmad.
2009. Pengembangan
Model Pembelajaran
Matematika Beracuan
Konstruktivisme yang
Melibatkan Penggunaan Pola Pikir Induktif-Deduktif
Model PMBK-ID untuk Siswa SMPMTs. Disertasi. Unesa, Surabaya.
Schafersman, S.D. 1991. Introduction to critical thinking
. Diambil tanggal 12 Maret 2013, dari
http:www. freeinquiry.com critical-
thinking. html. Sukmadinata, N.S. 2012. Metode Penelitian
Pendidikan. Bandung: Remaja Rosdakarya.
ISBN 978-602-72071-1-0
LOG KURIKULER SEBAGAI PEMBELAJARAN
ANDRAGOGI BERBASIS GAYA BELAJAR BEBAS MISKONSEPSI GUNA MEMPERSIAPKAN MAHASISWA
CALON GURU BERKARYA DALAM MASYARAKAT
Kurroti A’yun
1
Suyono
2