PEMBAHASAN Prosiding Seminar Nasional Tahun 2016

ISBN 978-602-72071-1-0 prasyarat sebelum dilakukan uji lanjut. Ringkasanhasil analisis nilai pretest dan posttest disajikan pada Tabel 2. Tabel 2 Ringkasan Analisis Uji T Nilai Pretest dan Posttest Uji Jenis Uji Hasil Keputu san Kesimp u lan Norm alitas Kolmogoro f-Smirnov Sig pretest = 0,141 Sig posttest = 0,133 Ho diteri ma data normal Homo genita s Levene’s test Sig 0.102 Ho diteri ma data homoge n P a i r e d s a m p l e t - t e s t Berdasarkan data pada Tabel 2, diperoleh hasil uji normalitas data yang diuji dengan kolmogorof-smirnov, diperoleh taraf signifikansi sebesar 0,141 untukpretest dan 0,133 untuk posttest, kedua nilai tersebut lebih besar dari α = 0,05 sehingga Ho diterima yang berarti nilai pretest dan posttest berdistribusi normal. Uji homogenitas diperoleh taraf signifikansi sebesar 0,102 0,05 sehingga Ho diterima, yang berarti variansi setiap sampel samahomogen. Data nilai pretest dan posttest yang berdistribusi normal dan homogen, selanjutnya dianalisis dengan uji paired sample t-test uji t dua sampel berpasangan. Berdasarkan perhitungan diperoleh t hitung = -7,645 dengan probabilitas sebesar 0,00p 0,05, maka Ho ditolak. Hal tersebut menunjukkan bahwa terdapat perbedaan nilai hasil belajar siswa sebelum diberikan modul pembelajaran dengan nilai hasil belajar siswa setelah diberikan modul pembelajaran. Berdasarkan data tersebut, maka dapat diambil kesimpulan bahwa modul hasil pengembangan mampu meningkatkan hasil belajar siswa pada ranah kognitif

B. PEMBAHASAN

Berdasarkan hasil penelitian, diketahui bahwa nilai N-gain kenaikan hasil belajar kognitif pretest dan posttest sebesar 0,41. Kenaikan hasil belajar kognitif yang diperoleh masuk ke dalam kategori kenaikan yang sedang. Selanjutnya diuji dengan uji-t untuk mengetahui perbedaan dua rerata. Hasil uji diperoleh signifikasi 0,000 sehingga dapat disimpulkan bahwa terdapat perbedaan antara nilai pretest dan posttest. Penggunaan modul berbasis Problem Based Learning PBL disertai diagram pohon pada materi fotosintesis dapat meningkatkan hasil belajar kognitif siswa. Relevan dengan penemuan Jerome Brunner dengan model PBL adalah, dengan belajar melalui penemuan, siswa menjadi aktif dalam kegiatan pembelajaran, belajar memecahkan masalah dan menemukan solusi dengan usaha siswa sendiri, sehingga kemampuan siswa dalam membangun sendiri pengetahuannya akan meningkat. Piaget beranggapan bahwa pengetahuan tidaklah statis tetapi secara terus menerus tumbuh dan berubah pada saat siswa menghadapi pengalaman baru yang memaksa mereka membangun dan memodifikasi pengetahuan awal mereka Widjajanti, 2011. Mengembangkan dan menyajikan hasil karya, dan menganalisis dan mengevaluasi proses pemecahan masalah. Tahap ini merupakan penyesuaian antara masalah yang ditemukan dengan solusi yang dipilih. Hal ini juga sesuai dengan penelitian Wenno 2010 yang menyebutkan bahwa hasil belajar sains siswa dengan menerapkan media pembelajaran sains, yakni modul sains sangat baik, bila dibandingkan dengan menggunakan model pembelajaran yang konvensional. Hal ini disebabkan karena dengan melakukan pembelajaran menggunakan modul, maka kemampuan siswa untuk memahami materi pelajaran sains akan lebih sempurna. Penggunaan modul berbasis PBL disertai Diagram Pohon yang menuntut siswa untuk melakukan percobaan akan membantu siswa dalam berbagai bentuk belajar, dengan demikian siswa akan lebih mudah memahami materi dan berperan aktif selama proses pembelajaran. Namun, di dalam uji lapangan ditemukan beberapa kendala antara lain: 1 di dalam kelompok terdapat beberapa orang yang lebih dominan, dan ada anggota kelompok yang tidak aktif; 2 pada pertemuan pertama memerlukan waktu yang cukup lama karena terdapat dua praktikum; 3 tidak jarang ada yang bermain-main dengan teman saat praktikum; 4 hanya beberapa orang saja yang dapat mempresentasikan hasil diskusi karena waktu yang terbatas; 5 pada pertemuan I siswa kurang ISBN 978-602-72071-1-0 terkondisi dengan baik, selain siswa jarang praktikum hal tersebut dikarenakan siswa tidak terbiasa dengan bahan yang digunakan untuk praktikum; 6 Untuk pertemuan kedua dan ketiga siswa telah terkondisi dengan baik saat melakukan praktikum. Hal tersebut relevan dengan teori konstruktivis, yaitu yang menjadi dasar bahwa siswa memperoleh pengetahuan adalah karena keaaktifan siswa itu sendiri. Pembelajaran dengan model PBL mengkondisikan siswa untuk melakukan proses aktif membangun konsep baru, pengertian baru, dan pengetahuan baru berdasaarkan data hasil penemuan atau percobaan, sehingga model PBL mampu mendorong siswa mengorganisasi pengalamnnya sendiri menjadi pengetahuan bermakna. Menurut Widoretno 2009 penggunaan modul di dalam proses belajar dapat meningkatkan hasil belajar siswa berhubungan langsung dengan manfaat modul sebagai media pembelajaran, antara lain: 1 pembelajaran akan lebih menarik perhatian siswa sehingga menumbuhkan motivasi belajar; 2 bahan pembelajaran akan lebih jelas maknanya, sehingga dapat lebih difahami oleh siswa dan memungkinkan siswa menguasai tujuan belajar lebih baik; 3 metode pembelajaran akan lebih bervariasi, tidak semata-mata komunikasi vebal melalui ceramah guru, sehingga siswa tidak merasa bosa; 4 siswa lebih banyak melakukan kegiatan belajar sebab tidak hanya mendengarkan uraian guu, tetapi juga aktivitas lain seperti mengamati dan melakukan. Penggunaan modul berbasis PBL disertai Diagram Pohon dapat mempertinggi proses dan hasil belajar siswa berkenaan dengan taraf berpikir siswa. Sesuai dengan teori Piaget bahwa taraf berpikir manusia mengikuti tahap perkembangan dimulai dari berpikir konkrit menuju ke berpikir abstrak, dimulai dari berpikir sederhana menuju ke berpikir kompleks. Penggunaan media pembelajaran materi yang bersifat abstrak dapat dikonkritkan, dan hal-hal yang kompleks dapat disederhanakan. Pada proses pembelajaran akan lebih efektif jika dilakukan dengan saling bertukar ide dan berkerjasama mengerjakan tugas melalui berkelompok Zakaria iksan, 2007. Hal ini relevansi dengan teori Vygotsky dengan PBL, bahwa dalam PBL pembelajaran dilakukan dalam kelompok kecil 3 sampai 5 siswa secara heterogen. Hal ini sesuai dengan teori Vygotsky, yaitu ketika siswa belajar berkelompok terjadi interaksi sosial, sehingga terjadi tukar pengetahuan antara siswa yang lebih tahu kepada siswa yang kurang tahu untuk memahami konsep. PENUTUP Simpulan Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa ada perbedaan signifikan hasil belajar kognitif pretest dan posttest pada siswa yang telah diberi pembelajaran dengan menggunakan modul pembelajaran berbasis Problem Based Learning PBL disertai diagram pohon pada materi fotosintesis. DAFTAR PUSTAKA BSNP. 2006. Panduan Penyusunan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan Jenjang Pendidikan Dasar dan Menengah . Jakarta: Depdiknas. Departemen pendidikan nasional. 2006. Peraturan menteri pendidikan nasional tentang standar kompetensi lulusan untuk satuan pendidikan dasar dan menengah . Jakarta: Depdiknas. Tjalla, Awaludin. 2010. Hubungan antara Motivasi Berprestasi dan Kebiasaan Belajar dengan Prestasi Belajar Siswa. Jakarta: FKIP UnikaAtmajaya. Wenno, Izaak H. 2010. Pengembangan model modul IPA berbasisproblem solving method berdasarkan karakteristik siswa dalam pembelajaran di SMPMTs.Cakrawala Pendidikan, Th. XXIX, No. 2. Widoretno, Sri. 2009. Penggunaan masalah dalam modul praktikum sebagai penuntun kegiatan lapangan pada mata kuliah ekologi tumbuhan di Prodi P. Biologi Tahun 2009. Seminar Loka Karya Nasional Pendidikan Biologi FKIP UNS. Surakarta: 2009. Zakaria, E. Iksan, Z. 2007. Promoting Cooperative Learning in Science and Mathematics Education: A Malaysia Perspective. Eurasia journal of mathematics, science technology education, 3 1, 35-39. ISBN 978-602-72071-1-0 KANDUNGAN KADMIUM CD PADA AIR, DAGING SERTA MIKROANATOMI INSANG IKAN KELABAU OSTEOCHILLUS MELANOPLEURUS DI MUARA SUNGAI MARTAPURA Widya Rizky Amalia 1 Bunda Halang 2 Akhmad Naparin 3 1,2,3 Pendidikan Biologi, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Lambung Mangkurat E-mail: Amalia.W.R.07gmail.com ABSTRAK Sejalan dengan perkembangan dan industrialisasi serta meningkatnya aktivitas masyarakat yang memanfaatkan sungai di Kota Banjarmasin, telah menyumbangkan kadar residu logam berat ke perairan. Fokus dari penelitian bertujuan untuk mengetahui kehadiran logam berat kadmium Cd pada air, daging serta mikroanatomi insang ikan Kelabau Osteochillus melanopleurus. Ikan merupakan organisme akuatik yang akan menderita oleh perairan tercemar. Penelitian menggunakan metode deskriptif dan metode parafin. Analisis data berdasarkan PP. RI No. 82 Th. 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Lingkungan Air untuk Cd adalah 0,01 mgL, PerGub Kal-Sel No. 05 Th. 2007 untuk Baku Mutu Air Sungai untuk Cd adalah 0,01 mgL dan DirJen POM No. 0725BSK1989 untuk Kadar Maksimum Kadmium Cd pada Ikan adalah 0,1 mgKg serta dengan membandingkan tingkat keparahan struktur mikroanatomi insang dari famili Cyprinidae. Hasil memperlihatkan kandungan Cd di air berkisar 0,004-0,006 mgL, pada daging berkisar 0,0002-0,0033 mgKg atau hasil masih berada dibawah nilai ambang baku yang telah ditetapkan. Sementara itu, hasil penelitian histopatologi telah memperlihatkan adanya alterasi seperti edema, inflamasi, hiperplasia, hipertrofi, kongesti, hemoragi, invasi ektoparasit,fibrosis dan nekrosis. Kata Kunci : Kadmium Cd, Ikan Kelabau Osteochillus melanoleurus, Histopatologi ABSTRACT In the line of development and industrialization increase as well as the activity of citizen that utilize river in Banjarmasin City, has contribused in giving high degree of heavy metal residues to water. The focus of the research is the presence of heavy metal cadmium Cd in water, meat also gills microanatomy of Kelabau fish Osteochillus melanopleurus. Fish are aquatic organism that will be suffered by polluted water. Using descriptive methods and parafin methods. The data analysis is based to PP. RI. Number 82 Year 2001 on Water Quality Management and Water Environment Pollution Control for Cd si 0,01 mgL, Governor’s Decree of South Borneo on Quality Standard of River Water for Cd si 0,01mgL and General Directur of Food and Drugs Number 03725BSK1989 on Maximum Cadmium Cd Contamination in Food for Fish is 0,1 mgKg also by comparing the damage degrees of gill microanatomical from Cyprinidae family. Result of the research has shown that Cd in Water were about 0,004-0,006 mgL, in meat were about 0,0002-0,0033 mgKg or result are below than the permissible limit that has been set. Meanwhile, the result of histopathology has shown alterations such as edema, inflamamation, hyperplasia, hypertrophy, congestion, hemorage, ectoparasite invasion, fibrosis and necrosis. Keywords : Cadmium Cd, Kelabau Fish Osteochillus melanopleurus, Histopathology. Surabaya, 23 Januari 2016 ISBN 978-602-72071-1-0 PENDAHULUAN Banjarmasin adalah kota yang diapit oleh wilayah perairan, hal tersebut berpengaruh pada sistem drainase dan kehidupan masyarakat yang memanfaatkannya dalam berbagai aktivitas. Perkembangan ekonomi satu daerah menitik-beratkan pada pembangunan sektor industri. Sejalan dengan meningkatnya pembangunan dan industrialisasi di Kota Banjarmasin telah muncul dampak lain berupa kerusakan lingkungan dan penurunan kesehatan yang ditimbulkan oleh limbah. Salah satunya ialah limbah logam logam berat. Logam berat yang terlarut dalam perairan pada konsentrasi tertentu dapat berubah fungsi menjadi sumber racun bagi kehidupan perairan. Meski daya racun yang ditimbulkan oleh suatu jenis logam berat terhadap semua biota perairan tidak sama, namun kehancuran suatu kelompok dapat menjadikan terputusnya suatu rantai kehidupan Palar, 2008:37 . Sungai Martapura merupakan salah satu sungai besar di Kota Banjarmasin yang bermuara pada Sungai Barito, pada bagian muaranya mendapatkan masukan utama dari aliran air Sungai Basirih. Sungai ini bernilai fungsi tinggi oleh masyarakat hal tersebut terlihat dari tingginya aktivitas pemanfaatan keberadaan sungai. Perairan sungai ini dapat dipastikan terpapar oleh bahan pencemar baik berasal dari kegiatan rumah tangga maupun kegiatan industri dan transportasi. Saat ini kondisi perairan di Banjarmasin telah memprihatinkan tak terkecuali dengan kondisi ikan di muara Sungai Martapura. Ikan merupakan organisme teleostei yang aktif bergerak. Ikan yang hidup di wilayah terbatas seperti sungai dan danau akan menderita karena kondisi perairan tercemar Darmono, 2010:89. Salah satu jenis ikan yang diduga turut langsung merasakan dampak pencemaran ialah ikan Kelabau Osteochillus melanopleurus . Ikan Kelabau merupakan jenis ikan potensial yang bernilai ekonomis tinggi. Berdasarkan hasil penelitian dari Setijaningsih dan Asih 2011:1, telah terjadi penurunan populasi di habitat asalnya yakni Sumatera dan Kalimantan. Diduga penurunan tersebut berasal dari paparan logam. Jika di dalam tubuh ikan telah terkandung kadar logam yang tinggi dan melebihi nilai ambang baku mutu yang ditentukan dapat dipastikan telah terjadi pencemaran lingkungan. Organ dalam tubuh ikan yang turut langsung merasakan dampak suatu pencemaran adalah insang. Pemeriksaan histopatologi insang akan memberikan gambaran seberapa parah tingkat pencemaran yang terjadi. Berdasarkan pada kondisi tersebut maka tujuan penelitian ini ialah untuk mengetahui kandungan kadmium Cd pada air, daging serta mikroanatomi insang ikan Kelabau Osteochillus melanopleurus yang hidup di bagian muara Sungai Martapura. METODE Penelitian menggunakan dua metode yakni metode deskriptif dengan teknik pengambilan data dan sampel diambil secara langsung di lapangan serta metode parafin untuk penelitian histopatologi. Populasi dalam penelitian adalah ikan Kelabau yang terdapat di muara Sungai Martapura, sementara sampel penelitian adalah sampel air sungai sebanyak 200 ml 3 titik lokasi uji dan sampel daging ikan 3 titik lokasi uji dengan kisaran sampel 150-250 grikan, bobot ikan yang diperoleh 250 gr Titik I, 550 gr Titik II 490 gr Titik III. Proses pengujian sampel air dilakukan di Balai Pengembangan Konstruksi Banjarmasin. Pengujian sampel daging ikan dilakukan di Balai Riset Standarisasi Industri Banjarbaru. sedangkan, pemeriksaan histopatologi dilakukan di Balai Penelitian Veteriner Banjarbaru. Peralatan penelitian sampel air, ikan dan parameter menggunakan Kemmerer Water Sampler Van Dorn KWS, botol, kertas label, penggaris, pancingan, timbangan, Cool Box, millieter block, Atomic Adsorption Spectophotometer AAS, termometer, pH meter, roll meter, Secchi disk. Peralatan histologi meliputi scapel, tissue cassate, Automatic Tissue Processor , Vacum, Base mold, Freezer, Paraffin Bath, Water Bath , basket, oven, kaca benda, kaca penutup dan Photomicroschope Olympus cx31. Larutan yang diperlukan adalah Buffered Neutral Formalin BNF 10 sebagai pengawet, etanol absolut, xylol, parafin, glyecrin 99,5, ewith albumin, hematoxilin eosin dan DPX sebagai perekat. ISBN 978-602-72071-1-0 HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil pengujian kandungan kadmium Cd pada sampel air sebagaimana tertera dalam tabel 1 Tabel 1. Kandungan Cd Pada Air No. Lokasi Sampel Kandungan Cd mgL Kadar Maks. Cd mgL PerGub No. 05 Th. 2007 Kadar Maks. Cd mgL PP. RI. 82 Th. 2001 1. Titik I 0,004 0,01 0,01 2. Titik II 0,005 0,01 0,01 3. Titik III 0,006 0,01 0,01 Hasil pengujian kandungan kadmium Cd pada sampel daging tertera dalam tabel 2. Tabel 2. Kandungan Cd Pada Daging No. Lokasi Sampel Kandungan Cd mgL Kadar Maksimal Cd mgKg DirJen POM No. 03725SKVII19 1. Titik I 0,0047 0,1 2. Titik II 0,0002 0,1 3. Titik III 0,0033 0,1 Hasil pengukuran parameter kualitas air sungai tertera dalam tabel 3. Tabel 3. Pengukuran Parameter Air Sungai Keterangan : menurut, Daelani 2002 menurut Kordi 2004 : Erma 2013 menurut Rukmini 2001 N o Parameter Fisika Kimia Satuan Lokasi Sampel Kisaran PP RI No. 82 Th. 2001 Syarat Umum Hidup Ikan T.I T.II T.III 1 Suhu air ◦ c 26 26 26 26 - 25-32 2 pH air mgL 6,8 6,8 6,6 6,6-6,8 6-9 6,5-9,0 3 Kecerahn air cm 26 15 28 15-28 ≥45 30-60 4 Kedalaman m 3,5 1,3 5,6 1,3-5,6 - - 5 Kecepatan arus S 12 103 21 12-103 - - 6 DO mgL 4,60 5,98 5,59 4,60-5,98 4 5-6 7 BOD mgL 4,64 5,54 1,65 1,65-5,54 3 - 8 COD mgL 6,17 9,25 3,08 3,08-6,17 25 - ISBN 978-602-72071-1-0 Hasil Pengamatan Secara Mikroanatomi Terhadap Struktur Mikroanaotmi Gambar 1.1 struktur mikroanatomi insang ikan kelabau Titik I mengalami N : Nekrosis, 10x10 Gambar 1. Struktur mikroanatomi insang ikan normal family Cyprinidae, Setywan 2013 10x10 Gambar 1.2 alterasi berupa adanya Fu : Fusi lamella sekunder dan Nekrosis lamella sekunder 10x10 Gambar 1.3 alterasi berupa adanya H : Hipertrofi, 10x10 Gambar 1.4 alterasi berupa E : Edema, PM : Penimbunan mucus dan K : kongesti 10x10 Gambar 1.5 perbesaran 10x40 Gambar 1.6 adanya perubahan berupa adanya H : Hiperplasia lamella sekunder, He : Hemoragi lamella sekuder serta adanya IE : Invasi Ektoparasit, 10x10 Lamella sekunder Hialin kartilago Ruang interlamela N Fu N Hi E K PM E PM K IE H He ISBN 978-602-72071-1-0 Kanndungan Kadmium Pada Air Kehadiran logam Cd di perairan tidak hanya disebabkan oleh buangan limbah industri maupun rumah tangga tetapi kontribusi oleh alam secara tidak langsung turut menimbulkan pencemaran logam berat ini terjadi. Sebagaimana hasil pengamatan bahwa di Kota Banjarmasin berdiri perindustrian yang mengahasilkan substansi logam ke lingkungan udara. Menurut Widowati, dkk. 2008:65 kadmium di atmosfer berasal Gambar 2. Struktur mikroanatomi insang ikan normal family Cyprinidae, Setywan 2013, 10x10 Gambar 2.1 struktur mikroanatomi insang kelabau Titik II mengalami alterasi N : Nekrosis 10x10 Gambar 2.2 terlihat adanya perubahan Fi : Fibrosis lamella primer serta terjadi N : Nekrosis lamella sekunder, 10x10 Gambar 3.2 Alterasi berupa N : Nekrosis, Fu : Fusi lamella sekunder, 10x40 Gambar 3. Struktur mikroanatomi insang ikan normal family Cyprinidae, Setyawan 2013 10x10 Gambar 3.1 struktur mikroanatomi insang ikan kelabau Titik III, alterasi berupa Fu : Fusi lamella sekundr, N: Nekrosis, 10x10 Gambar 3.3 alterasi berupa N : Nekrosis lamella sekunder, 10x10 Gambar 3.4 alterasi berupa Hi : Hipertrofi lamella primer, N : Nekrosis lamella skunder, 10x10 Lamella sekunder Ruang interlamela Lamella sekunder Ruang interlamela Hialin kartilago N N Fi Fu N Hialin kartilago normal N Fu N Hi N ISBN 978-602-72071-1-0 dari penambanganpengolahan, bahan tambang, peleburan, galvanisasi, pabrik pewarna, pabrik baterai dan pabrik electroplating. Pelepasan Cd dari limbah industri ditambah Cd yang berasal dari alam akan menimbulkan pencemaran lingkungan yang meluas mengingat Cd merupakan substansi persisten di dalam lingkungan. Berdasarkan tabel 1. Terlihat bahwa kadar kadmium pada setiap titik pengamatan yakni 0,004 mgl, 0,005 mgl dan 0,006 mgl meningkat pada setiap titik. Hal tersebut disebabkan oleh pergerakan arus air yang kontinyu dan sumber utama dari pencemarnya. Titik I berlokasi pada area kawasan jaring apung KJA Banua Anyar dimana sumber utama limbah logam Cd berasal dari kegiatan rumah tangga, aktivitas transportasi air dan aktivitas KJA sendiri. Connel dan Miller 1995:346 menyatakan bahwa jumlah runutan yang cukup besar disumbangkan ke dalam cairan limbah rumah tangga oleh sampah-sampah metabolik, korosi pipa-pipa air Cu,Pb, Zn dan Cd dan produk-produk konsumer misalnya formula deterjen yang mengandung Fe, Mn, Cr, Ni, Co, Zn, B dan As. Pada titik II yang berlokasi pada area Kelurahan Seberang Mesjid Pasar Lama sumber utama limbah Cd berasal dari kegiatan industri pencelupan kain sasirangan serta kegiatan rumah tangga. Menurut Palar 2008:117, penggunaan Cd dan persenyawaannya CdS , CdSeS banyak digunakan sebagai zat warna meskipun penggunaannya hanya dalam konsentrasi rendah. Sedangkan pada titik III yang berlokasi disekitar area kawasan Pabrik Karet, sumber utama dihasilkan oleh kegiatan industri pabrik karet dan perindustrian disepanjang aliran Sungai Basirih yang dekat dengan wilayah muara Sungai Martapura serta padatnya kegiatan transportasi kapal-kapal besar pengangkut barang maupun penumpang. Pelumas mesin hasil kegiatan transportasi dan lepasnya cat pelapis badan kapal juga berpotensi menyumbangkan logam ke perairan. Menurut Widowati, dkk. 2008:64 bahwa kapal yang mengalami korosif dan melepaskan pigmen warna pelapis kapal ke perairan merupakan salah satu sumber pencemar logam Cd pada air. Hasil penelitian memperlihatkan bahwa air sungai mengandung Cd dengan konsentrasi 0,004-0,006 mgL atau masih berada dibawah nilai ambang baku mutu Peraturan Presiden No.81 Th 2001 dan Peraturan Gubernur No. 05 Th 2007 yakni sebesar 0,01 mgl. hal tersebut diduga dipengaruhi oleh kecepatan pergerakan angin yang presisi dengan kondisi arus menyebabkan pengenceran konsentrasi limbah, serta pengambilan sampel yang dilakukan saat hujan dimana massa air turut mengencerkan konsetrasi. Selain itu, proses bioakumulatif yang dilakukan oleh makhluk hidup disekitar wilayah penelitian seperti terdapat banyaknya tumbuhan permukaan air. Metode yang bisa digunakan untuk membersihkan atau mengurangi pencemaran adalah dengan tanaman yang disebut fitoremediasi Widowati, dkk., 2008 :70. Kandungan Kadmium Pada Daging Pada kebanyakan kasus penelitian hubungan antara jumlah adsorpsi atau laju pertambahan konsentrasi logam antara jaringan dengan konsentrasi dalam air adalah berbanding lurus. Namun, pada uji dalam penelitian yakni ikan kelabau Osteochillus melanopleurus sebaliknya. Menurut Darmono 1995:32, distribusi dan akumulasi logam sangat berbeda-beda untuk setiap organisme air. Umumnya semua organisme perairan akan terpengaruh dengan kehadiran bahan pencemaran di habitatnya terutama pada konsentrasi melebihi normal. Menurut Darmono 2010:87, terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi daya toksisitas logam dalam air terhadap mahkluk yang hidup di dalamnya seperti 1 bentuk ikatan, 2 pengaruh lingkungan pH,kadar garam dan oksigen terlarut, 3 kondisi hewan yakni fase siklus hidup telur, larva, dewasa, 4 kemampuan hewan menghindar dari wilayah polusi dan 5 kemampuan organisme untuk beraklimatisasi terhadap toksik logam. Berdasarkan tabel 2. Hasil pengukuran kandungan Cd pada daging pada titik I yakni 0,0047 mgkg, titik II yakni 0,0002 mgkg dan titik III yakni 0,0033 mgkg. ketiga konsentrasi tersebut ternyata lebih rendah daripada konsentrasi logam pada air. Rendahnya proses akumulasi disebabkan oleh kemampuan organel seluler dalam menurunkan efek mobilisasi dalam menurunkan toksisitas melalui adanya kehadiran protein khaelat logamnseperi sitosol, lisosom dan nukleus Lu, 1995:349. Mineral seperti Cu, Co, Se, Ca, Fe dan Zn. dimana persenyawaannya akan menghasilkan transformasi biologi berupa efek antagonis yang akan menurunkan daya racun yang dimiliki suatu zat atau material yang masuk ke dalam tubuh menjadi bentuk molekul yang sederhana atau persenyawaan sederhana Palar, 2008:43. Kehadiran mineral logam khaelat dan kecukupan unsur protein suatu organisme mampu menurunkan adsorpsi logam Cd melalui produksi metalotein sebagai barier pertahanan. Hal inilah yang menyebabkan hadirnya efek ekskresi dan regulasi berbeda-beda. Penurunan konsentrasi di dalam tubuh ikan diduga disebabkan oleh logam Cd yang diikat oleh pengkhaelat logam. Logam akan berikatan dengan protein plasma bermolekul berat rendah 6.000 Metalotienin yang banyak mengandung gugus sulfihidril dengan kemampuan ikat 11. Metalotienin yang terdiri dari protein polipeptida memiliki masa molekul kecil 6-7 kDa dengan kandungan sistein 26-33 non-asam amino aromatik histidin, dimana Cd akan terikat dengan gugus sulfihidril -SH dalam enzim karboksil, sisteinil, histidil, hidroksil dan fosfatil dari protein dan purin Widowati, dkk. 2008:75. Hasil pengukuran kandungan kadmium pada ketiga daging ikan kelabau yang berkisar 0,0002-0,0033 mgkg yang didasarkan pada Direktur Jenderal Pangan dan Obat No. 03725BSK1989 tentang Kontaminasi Maksimal Kadmium Cd untuk Ikan adalah 0,1 mgkg atau berada dibawah nilai ambang baku mutu yang ditetapkan. Dinamikasi adsorpsi logam ini disebabkan kandungan logam dalam perairan yang dapat berubah-rubah serta pengambilan sampel yang dilakukan saat musim hujan, dimana konsentrasi akan lebih rendah oleh sebab pengenceran konsentrasi oleh banyak massa air di badan perairan. Namun, tidak menutup kemungkinan nilai ini ISBN 978-602-72071-1-0 akan terus bertambah mengingat sifat biotransformasi, biamagnifikasi serta bioakumulatid logam Cd. Kualitas Parameter Air Sungai Berdasarkan tabel 3. Kualitas suatu parameter akan mencerminkan konsentrasi di dalam tubuh suatu organisme. Pada hasil pengukuran suhu berkisar yakni 25- 32 ◦ C, kondisi suhu yang semakin meningkat akan berpengaruh terhadap laju metabolisme yang terjadi. Jika pada suatu perairan konsentrasi logam Cd melebihi normal, maka akan menyebabkan laju adsorpsi menjadi meningkat. Umumnya kondisi kecerahan suatu perairan berhubungan dengan kondisi kebersihan air dimana limbah yang terbuang ke badan perairan akan berpengaruh pada kekeruhan badan air, sehingga dapat disimpulkan bahwa badan air jenuh dengan limbah terlebih lagi jika limbah tersebut adalah limbah yang mengandung logam. Hasil pengukuran kecerahan pada ketiga titik berkisar 15-28 cm atau kecerahan tergolong rendah. Kedalaman suatu perairan secara kualitatif menentukan banyaknya penetrasi sinar yang masuk. Semakin besar sinar yang dapat menembus suatu perairan maka kondisi kehidupan biota seperti tumbuhan air memungkinan untuk berkembang dan proses fitoremediasi logam dapat terjadi secara alamiah. Pada pengukuran titik I berkisar 3,5 m, titik II 1,3 m dan titik III 5,6 m. pengukuran terendah terdapat di titik II yakni 1,3 m hal ini terjadi jika badan sungai secara geografis memiliki kedalaman yang kurang dibuktikan dengan banyaknya bertambat kapal-kapal kecil di wilayah sungai area Pasar Lama Banjarmasin serta terjadinya pendangkalan akibat limbah rumah tangga. Melalui kecepatan arus dapat diperkirakan kapan bahan pencemar mencapai suatu lokasi tertentu. Hasil pengukuran ketiga titik diperoleh kecepatan tertinggi di titik I yakni 12 ms, disusul titik II 21 ms dan terendah 113 ms pada titik III. Persenyawaan logam Cd termasuk kedalam persenyawaan sulfida , seperti halnya senyawa hidroksida, senyawa oksida dan senyawa karbonat. Senyawa-senyawa tersebut sangat mudah larut dalam air. Berdasarkan hasil pengukuran pH berkisar antara 6,6-6,8 , menurut Palar, 2008:36, badan perairan yang mempunyai derajat keasaman pH mendekati normal atau pada daerah kisaran pH 7 sampai 8, kelarutan dari senyawa-senyawa ini cenderung stabil. Kondisi oksigen terlarut bervariasi bergantung pada suhu suatu perairan dan tekanan atmosfer. Suhu ketiga titik berkisar 25-32 ◦ C dan DO berkisar 4,60 mgl Titik I, 5,98 mgl Titik II dan 5,59 mgl Titik III, menurut Fardiaz 1992:33, konsentrasi oksigen pada suhu mencapai 32 ◦ C adalah 7,4 mgl atau DO cenderung masih mempertahankan kondisi hidup biota akuatik serta tidak mengakibatkan proses hidrogenasi meningkat. Berdasarkan hasil pengukuran BOD di Titik I sebesar 4,64 mgl, 5,54 mgl Titik IIdan 1,65 mgl Titik III. Perbedaan ini disebabkan oleh kandungan pencemarnya. Menurut Effendi 2003:27, kisaran BOD yang melebihi 10mgl dianggap telah mengalami pencemaran. Berdasarkan hasil pengukuran COD di Titik I sebesar 6,17 mgl, Titik II 9,25 mgl dan Titik III 3,08 mgl atau konsentrasi berada dibawah nilai ambang baku menurut PP RI. No. 82 Th. 2001 yakni 50mgl. Histopatologi Mikroanaotmi Insang Pemeriksaan histopatologi pada suatu organisme yang hidup di daerah tercemar akan memberikan gambaran tingkat keparan pencemaran yang terjadi. Berdasarkan hasil pemeriksaan struktur mikroanatomi insang ikan Kelabau yang dipancing di Titik I memperlihatkan adanya alterasi berupa edema, peradangan, kongesti, hemoragi, hipertrofi, hyperplasia, fusi dan adanya invasi ektoparasit serta nekrosis. Pada Titik II alterasi berupa fibrosis lamella primer disertai deskumasi atau nekrosis lamella sekundernya dan pada Titik III alterasi berupa hipertrofi lamella primer, fusi lamella sekunder dan nekrosis lamella sekunder. Edema diduga disebabkan oleh kehadiran logam Cd yang memasuki insang yang menyebabkan penurunan aktivitas ATP dalam enzim karbonik anhidrase dan ATP ase sehingga menyebabkan kolaps kompa natrium pada selaput yang peka. Hal ini menyebabkan terjadinya influks natrium intrasel dan difusi kalium ekstrasel juga menyebabkan kegagalan iso-osmosa air yang berujung pada peradangan jaringan insang. Dilatasi dan peradangan dalam filamen insang dianggap sebagai akibat dari terjebaknya ion logam. Peradangan akan membuat kapiler insang mengalami vasodilatasi yang menyebabkan prakapiler insang membuka, akibatnya terjadi peningkatan aliran darah pada kapiler yang sebelumnya inaktif sehingga jaringan lebih hiperemis. Bertambahnya aliran darah hiperemia dalam jaringan insang akan disusul oleh perlambatan aliran darah dan perubahan tekanan intravaskular terhadap pembuluh insang. Biasanya dilatasi pada sistem vena insang akan menyebabkan hambatan vena balik sehingga kesan pembendungan darah terjadi disebut kongesti. Jika tekanan intravaskuler hidrostatis dan osmotik pada kapiler insang terus meningkat oleh adanya logam Cd akan menyebabkan permeabilitas dinding kapiler meningkat yang menyebabkan extravasasi cairan sehingga terjadi penumpukan cairan yang disebut sebagai hemoragi. Hiperplasia pada lamella sekunder insang diduga disebabkan oleh hubungan yang terjadi saat logam Cd dalam air mengion menjadi Cd 2+ . Hal ini akan menyebabkan proliferase massif pada sel eiptel kapiler juga pada sekresi mukus. Kondisi ini akan mengarah kepada tertutupinya permukaan lamella insang oleh hasil proliferasi tersebut sehingga menyebabkan perlekatan pada kedua sisi lamella yang disebut fusi lamella. Fusi lamella sekunder menciptakan kondisi dimana jaringan insang tidak akan mampu dimasuki oleh logam Cd tetapi justru mengakibatkan kegagalan respirasi yang berujung pada kematian ikan. Menurut Prasetyo 2010:4, myxospora merupakan parasit yang paling umum menginvasi kulit dan insang ISBN 978-602-72071-1-0 ikan air laut dan air tawar. Ektoparasit ini ditemukan pada preparat titik pertama sekaligus juga diduga menyebabkan tingginya kerusakan yang terjadi pada preparat tersebut. Fibrosis pada jaringan insang merupakan kondisi dimana terjadi pembentukan jaringan ikat. Hal ini diduga terjadi akibat kontak langsung dengan perairan yang tercemar logam Cd atau sebagai kompensator pasca peradangan pada lamella primer hipergranulasi dalam adaptasi ikan. Hipertrofi yang terjadi pada organ insang khususnya lamella primer diduga merupakan suatu bentuk adaptasi terhadap fungsi atau hormon oleh keadaan fisiologis maupun patologis. Menurut Efrizal, dkk. 1998:15, hipertrofi pada lamella sekunder maupun primer insang merupakan tanda-tanda awal ikan terpapar bahan kimia. Diduga logam Cd menyebabkan bertambahnya ukuran jaringa insang. Sel yang mengalami nekrosis atau deskuamasi pada lamella insang akan mudah untuk terlepas dari jaringan penyokongnya dan menyebabkan jaringan disekitarnya rentan terhadap iritasi maupun radang. Nekrosis ditemui pada ketiga preparat, diduga terjadi karena toksikan seperti logam Cd menyebabkan ketidakmampuan sel mengkompensasi kehadiran zat toksik tersebut sehingga mengakibatkan lisis komponen sel yang berujung pada degradasi progresif letal ireversibel atau kematian jaringan yang tidak terkontrol. Kerusakan pada tahapan ini diduga tidak hanya disebabkan oleh zat toksik seperti logam Cd di dalam perairan tetapi juga disebabkan oleh keadiran toksikan lain seperti zat kimia organik dan anorganik yang ada di dalam perairan atau tingginya konsentrasi amoniak yang tidak terhitung dalam pengujian. Ucapan Terima Kasih Penulis mengucapkan terimakasih kepada saudara Setywan, N 2013 dari Universitas Negeri Semarang dimana karyanya telah menjadi bahan pembanding struktur jaringan mikroanaotmi insang normal. Juga kepada dr.Syarif yang telah membantu analisis histopatologi. PENUTUP Simpulan Kandungan logam Cd pada air 0,004-0,006 mgl dan daging 0,0002-0,0033 mgkg masih berada pada nilai ambang baku mutu yang ditetapkan baik oleh PP. RI. No. 81 Th. 2001, PerGub Kal-Sel No.05 Th. 2007 yakni dibawah dari 0,01 mgl dan DirJen POM No. 03725VIISK1989 yakni dibawah 0,1 mgKg. Tingkat kerusakan mikroanatomi mulai dari edeama hingga nekrosis. DAFTAR PUSTAKA Antaranews. 2012. BLHD, Kalsel. 2012. Air Sungai Kalsel Sudah Ancam Kesehatan . 30 Agustus. Hal 1-4 kolom 4-6. Berata, K., Oka, Bagus I. O. W., Agung, A. A. M. A., Bagus, Ida. W. A. 2011. Patologi Veteriner Umum : Swastwa Nulus. Denpasar. Connel, D., W., Miller, G.J. 1996. Kimia Ekotoksikologi Pencemaran . Universitas Indonesia Press. Jakarta Darmono. 1995. Logam dalam Sistem Makhluk Hidup : Universitas Indonesia Press. Jakarta. Darmono. 2010. Lingkungan Hidup dan Pencemaran : Universitas Indonesia Press. Jakarta. Daelani, Deden., AS. 2002. Agar Ikan Sehat : PT. Penebar Swadaya. Bogor Depok. Effendi, Hefni. 2003. Telaah Kualitas Air Bagi Pengelolaan Sumber Daya dan Lingkungan Perairan : Kanisius. Yogyakarta. Efrizal, T., Setijanto, H., Tumpal, D., F., L., Sukra, Y. Pengaruh Kadar Sublethal Phospamidon Terhadap Kerusakan Jaringan Ikan Nila Oreochromis niloticus. Jurnal Media Veteriner. 5 4 : 13-18. Erma, Sri. 2013. Kandungan Cadmium Cd Pada Air dan Ikan Patin Pangasius pangasius Di Danau Gentung Dayo Eks. Tambang Batubara Kabupaten Paser Kalimantan Timur. Skripsi Sarjana. Universitas Lambung Mangkurat. Tidak Dipubllikasikan. Irianto, Agus. 2005. Patologi Ikan Teleostei : Gadjah Mada University Press. Yogyakarta. Jelang, Dito. M. 2012. Studi Analisa Arus Laut Permukaan Dengan Menggunakan Data Satelit Altimetri Jason-2 . Skripsi Sarjana. Institut Teknologi Surabaya. Dipublikasikan. Lu, C. Frank. 1995. Toksikologi Dasar : UI-Press. Jakarta. Max, Rizald, R. 2010. Toksikologi Kelautan : P. Walau Bengkulu. Jakarta Timur. Mukono, HJ. 2010. Toksikologi Lingkungan : Palar, Heryando. 2008. Pencemaran dan Toksikologi Logam Berat :Rineka Cipta. Jakarta Priosoeryanto, B. P., Esra, I. M., Handayani, S. U. 2010. Gambaran Histopatologi Insang, Usus dan Otot Ikan Mujair Oreochromis mossambicus Yang Berasal Dari Daerah Ciampea, Bogor . Jurnal of Indonesian Veterany of Sciences and Mediciene Volume II Nomor 1 Robbin and Kumar. 1995. Basic Pathology : ECG. Jakarta. Rukmini. 2012. Teknologi Budidaya Biota Air : Karya Putra Darwati. Bandung. Setijaningsih, L. Asih, S. 2011. Keberhasilan Pembenihan Ikan Kelabau Osteochilus melanopleura Blkr Sebagai Upaya Konservasi Ikan Lokal Melalui Manipulasi Lingkungan Dan Hormon . Jurnal KSI-01:1-7. Setyawan, N. 2013. Gambaran Mikroanatomi Pada Insang Ikan Sebagai Indikator Pencemaran Logam Berat Di Perairan Kalingarang Semarang . Skripsi Sarjana. Universitas Negeri Semarang. Dipublikasikan. ISBN 978-602-72071-1-0 UNESA. 2000. Pedoman Penulisan Artikel Jurnal, Surabaya: Lembaga Penelitian Universitas Negeri Surabaya. Widowati, W. Astiana. S, Raymond. J. 2008. Efek Toksik Logam : Andi. Yogyakarta. ISBN 978-602-72071-1-0 KOMPARASI PENGGUNAAN MODEL PEMBELAJARAN 5E DENGAN MODEL PENGAJARAN LANGSUNG TERHADAP HASIL BELAJAR BIOLOGI DAN KINERJA ILMIAH SISWA SMP 1 LUMAJANG Reni Ikayanti 1 Suhartatik 2 12 Program Studi Pendidikan IPA, Program Pascasarjana Universitas Jember E-mail: reniyanti832gmail.com ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah ada perbedaan pengaruh penggunaan model pembelajaran 5E dengan Model pengajaran langsung terhadap 1 hasil belajar biologi dan kinerja ilmiah siswa, 2 hasil belajar biologi, dan 3 kinerja ilmiah siswa. Penelitian ini dilaksanakan di SMP 1 Lumajang pada siswa kelas VII semester II tahun ajaran 20142015. Jenis penelitian ini adalah eksperimen semu quasi eksperiment , dengan rancangan non equivalent pretest-posttest control group design. Pengambilan sampel n=134 pada populasi N=271 dilakukan dengan metode group random sampling. Data berupa gain skor ternormalisasi hasil belajar dan kinerja ilmiah yang dianalisis dengan menggunakan statistik deskriptif dan uji MANOVA. Berdasarkan hasil analisis data diperoleh hasil 1 terdapat perbedaan hasil belajar dan kinerja ilmiah antara siswa yang belajar melalui Model Pembelajaran 5E dengan siswa yang belajar melalui model pengajaran langsung F=6,845 dengan taraf signifikansi 0,001, P0,05, 2 terdapat perbedaan hasil belajar biologi antara siswa yang belajar melalui Model Pembelajaran 5E dengan siswa yang belajar melalui model pengajaran langsung F=6,819 dengan taraf signifikansi 0,010, p0,05, dan 3 terdapat perbedaan kinerja ilmiah antara siswa yang belajar melalui Model Pembelajaran 5E dengan siswa yang belajar melalui model pengajaran langsung F=9,001 dengan taraf signifikansi 0,003, p0,05. Kelompok siswa yang belajar dengan menggunakan Model Pembelajaran 5E menunjukan hasil hasil belajar LSD=0,04 μij=0,054 dan kinerja ilmiah LSD=0,063 μij=0,097 yang lebih baik dibandingkan dengan kelompok siswa yang menggunakan model pengajaran langsung. Kata Kunci : model pembelajaran 5E, model pengajaran langsung, hasil belajar biologi, dan kinerja ilmiah ABSTRACT This study aims to determine whether there are differences in the effect of the use of the 5E instructional model teaching model directly to 1 the results of studying biology and science performance of students, 2 the results of studying biology, and 3 The scientific performance of students. This study was conducted in SMP 1 Lumajang in class VII second semester of the school year 20142015. This research is a quasi- experimental quasi experimental, with non equivalent design pretest-posttest control group design. Sampling n = 134 in the population N = 271 was conducted using random sampling group. Data is a normalized score gain learning outcomes and scientific performance were analyzed using descriptive statistics and MANOVA test. Based on the results of data analysis results 1 there are differences in learning outcomes and scientific performance between students who learn through 5E Instructional Model with students who learn through direct teaching model F = 6.845 with a significance level of 0.001, P 0.05, 2 there are differences in learning outcomes among students studying biology through 5E Instructional Model with students who learn through direct teaching model F = 6.819 with a significance level of 0.010, p 0.05, and 3 there are differences in scientific performance between students who learn through 5E Instructional Model with students who learn through direct teaching model F = 9.001 with a significance level of 0.003, p 0.05. Groups of students learn by using the 5E Instructional Model shows the results of learning outcomes LSD = 0.04 μij = 0.054 and scientific performance LSD = 0.063 μij = 0.097 better than the group of students who use the direct teaching model. Keywords: 5E learning model, the model of direct teaching, learning outcomes biology and scientific performance ISBN 978-602-72071-1-0 PENDAHULUAN Pendidikan merupakan proses budaya untuk meningkatkan harkat dan martabat manusia yang menjadi tanggung jawab bersama antara keluarga, masyarakat, dan pemerintah. Berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pemdidikan Nasional, pada BAB II diatur mengenai Dasar, Fungsi, dan Tujuan pendidikan nasional. Pada pasal 3 disebutkan bahwa ”Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermatabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab Sisdiknas, 2008. Dalam program pembangunan nasional, pengembangan pendidikan merupakan salah satu wahana yang sangat penting, karena melalui pendidikan dapat meningkatkan kualitas sumber daya manusia. Dalam proses pengajaran, unsur belajar memegang peranan yang penting atau vital. Dalam Arnyana 2007 disebutkan bahwa proses belajar mengajar mengandung kegiatan interaksi antara guru dan siswa dalam situasi edukatif untuk mencapai tujuan belajar. Berbicara mengenai belajar tidak hanya mementingkan produk namun juga proses belajar tersebut, di mana proses belajar merupakan suatu proses interaksi edukatif yang terikat pada tujuan, terarah pada tujuan, dan dilaksanakan khusus untuk mencapai tujuan Suastra, 2009. Dalam kaitannya dengan pembelajaran IPA Puskur Balitbang Depdiknas, 2002 menyatakan rumpun pelajaran IPA menggariskan penguasaan kompetensi yang terwujud sebagai hasil belajar adalah menyangkut kinerja ilmiah dan hasil belajar. Penguasaan konsep-konsep dan prinsip-prinsip pelajaran IPA merupakan prasyarat keberhasilan belajar untuk melanjutkan ke jenjang yang lebih tinggi yang nantinya dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari. Menurut Santyasa et al. 2005, belajar adalah suatu proses pembentukan pengertian yang bersumber dari pengalaman-pengalaman kognitif dalam hubungannya dengan pengetahuan sebelumnya. Berdasarkan dampak kompetensi tersebut, pemahaman merupakan unsur yang sangat mendasar. Kemampuan ini umumnya mendapat penekanan dalam proses belajar mengajar. Siswa dituntut untuk memahami atau mengerti sesuatu yang diajarkan, mengetahui sesuatu yang sedang dikomunikasikan dan dapat memanfaatkan isinya Daryanto, 2005. Hasil belajar menunjukan pada perubahan struktur pengetahuan individu sebagai hasil dari situasi belajar. Sudjana 2004 menyatakan hasil belajar adalah kemampuankemampuan yang dimiliki siswa setelah ia menerima pengalaman belajarnya. Hasil belajar pada dasarnya merupakan tujuan belajar yang berhasil dicapai oleh siswa Muisman, 2003. Tingkat ketercapaian tujuan belajar ini biasanya diukur dengan skor yang diperoleh siswa dalam menyelesaikan sebuah tes hasil belajar. Hasil belajar sains berdasarkan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan adalah merupakan kemampuan siswa yang menyangkut aspek pemahaman konsep dan aplikasinya serta kemampuan ilmiah siswa Puskur, 2007. Selain itu disebutkan pula bahwa hasil belajar merupakan pencapaian kompetensi-kompetensi yang mencakup aspek pengetahuan, keterampilan, sikap, dan nilai yang diwujudkan dalam kebiasaan berpikir dan bertindak. Kompetensi tersebut dapat dikenali melalui sejumlah hasil belajar dan indikatornya yang dapat diukur dan diamati. Bloom 1971 menyatakan bahwa hasil belajar peserta didik dapat diklasifikasikan kedalam tiga ranah domain, yaitu domain kognitif, domain afektif dan domain psikomotor. Ketiga ranah tersebut tidak berdiri sendiri tetapi merupakan satu kesatuan yang tidak terpisahkan, yang tercermin dalam proses belajar. Ranah kognitif merupakan hasil belajar intelektual yang terdiri dari enam aspek, yakni pengetahuan knowledge, pemahaman comperehension, aplikasi application, analisis analysis, sintesis synthesis, dan evaluasi evaluate. Ranah afektif merupakan sikap yang terdiri dari lima aspek, yakni penerimaan, jawaban atau reaksi, penilaian, organisasi, dan internalisasi atau karakterisasi. Ranah psikomotorik berkenaan dengan hasil belajar keterampilan dan kemampuan bertindak. Materi pelajaran biologi yang dijadikan isi tes hasil belajar berbentuk fakta, konsep, dan generalisasi yang dipelajari siswa melalui proses observasi, inferensi serta eksperimentasi yang dilakukan pada saat proses pembelajaran mata. Meskipun pada umumnya tes hasil belajar hanya mencakup aspek kognitif, tidak berarti aspek lain tidak tersentuh di dalam proses belajar mengajar. Keberadaannya hanya sebagai efek pengiring hasil belajar bukan efek utama hasil belajar seperti yang telah dirumuskan sebagai tujuan pembelajaran. Kinerja ilmiah merupakan implementasi dari keterampilan proses itu sendiri. Mengukur kinerja ilmiah siswa tiada lain adalah mengukur penguasaan jenis keterampilan proses siswa tersebut. Dalam melakukan penilaian kinerja siswa diharuskan mempertunjukkan kinerjanya, bukan menjawab atau memilih jawaban dari sederetan kemungkinan jawaban yang sudah tersedia, atau dengan kata lain diukur dengan tes. Jadi, kinerja ilmiah harus dinilai secara langsung, ketika siswa menunjukkan kemampuannya, seperti kemampuan melakukan percobaan di laboratorium. Sadia 2010 menyatakan kinerja ilmiah adalah kemampuan yang menyangkut kegiatan merencanakan penelitian, melakukan penelitian ilmiah, dan mengkomunikasikan hasil penelitian. Pembelajaran sains, khususnya biologi, seperti paparan sebelumnya memandang hasil pembelajaran sebagai produk dan juga sebuah proses yang menekankan keterlibatan siswa secara utuh untuk menemukan sendiri fakta-fakta maupun konsep-konsep biologi melalui proses mentalnya. Biologi sebagai bagian dari sains merupakan wahana untuk meningkatkan pengetahuan keterampilan, sikap dan nilai. Misalnya dengan jalan mengaplikasikan konsep-konsep dalam memecahkan ISBN 978-602-72071-1-0 masalah yang ditemukan di lapangan, sehingga diharapkan dapat menciptakan kualitas SDM yang mampu bersaing di era globalisasi. Namun pada kenyataannya kualitas SDM Indonesia masih menduduki posisi yang rendah. Dalam hal pengukuran kualitas SDM, Indonesia menempati urutan 124 dari 187 negara berdasarkan data United Nation Development Program UNDP tahun 2011. Peringkat tersebut masih jauh dari Negara-negara Asia Tenggara lainnya, seperti Singapura yang memperoleh peringkat 26, Malaysia peringkat 61, Brunai Darusalam peringkat 33, Thailand peringkat 103, dan Filipina peringkat 112. Rendahnya kualitas SDM menunjukan rendahnya kualitas pendidikan Indonesia. Rendahnya kualitas pendidikan yang dihasilkan tidak terlepas dari berbagai faktor yang berperan dalam pembelajaran Suastra, 2009. Faktor-faktor tersebut yakni raw input siswa, instrumental input laboratorium, kurikulum, guru, dll, environmental input lingkungan. Peran guru harus mampu mengorganisir dan mengelola potensi-potensi dalam pembelajaran, baik potensi raw input, instrumental input, maupun potensi environmental input agar menjadi interaksi yang optimal, yang pada akhirnya dapat meningkatkan kualitas proses dan hasil belajar. Namun proses pembelajaran sains berlangsung khususnya biologi di sekolah masih berorientasi pada penyelesaian masalah konteks materi, suasana kelas cenderung teacher centered sehingga siswa menjadi pasif saat pembelajaran dan ketercapaian kurikulum dengan didominasi oleh pengajaran langsung. Selain itu terdapat beberapa hal yang menyebabkan rendahnya hasil belajar siswa yakni, 1 siswa tidak banyak mempersiapkan diri sebelum mengikuti pembelajaran, 2 pengetahuan awal siswa relative rendah, 3 kurangnya persiapan guru dalam proses pembelajaran, 4 kurang optimalnya pemanfaatan sarana dan prasarana pembelajaran, 5 kurangnya mengetahuan guru tentang inovasi pembelajaran, 6 latar belakang pendidikan guru kurang sesuai dengan kajian studi yang diajarkan, 7 pembelajaran yang diterapkan guru masih bersifat konvensional metode ceramah, 8 pembelajaran hanya didominasi oleh siswa yang pintar, dan 9 penilaian yang digunakan pada akhir semester masih dengan ulangan umum bersama. Gambaran tersebut diduga menyebabkan rendahnya kualitas proses dan hasil belajar siswa. Proses belajar terjadi pada siswa apabila anak didik secara aktif mengkonstruksi pengetahuan dalam memori kerja Slavin, 2009. Siswa adalah pencipta gagasan, sedangkan guru adalah fasilitator dan mediator yang menyediakan bimbingan dan pemodelan pada tugas-tugas akademik yang otentik. Menurut Desile dalam Adnyana, 2005, pendidikan pada abad ke 21 harus mengembangkan kebiasaan berpikir, meneliti, dan memecahkan masalah untuk berhasil menghadapi perubahan dunia. Oleh sebab itu, guru perlu melakukan reorientasi pembelajaran dengan lebih menitikberatkan pada transformasi pengetahuan daripada melakukan transfer pengetahuan. Dalam mengembangkan kebiasaan meneliti, siswa perlu diberikan kesempatan untuk mengembangkan pengetahuan dan latihan bekerja ilmiah dengan menggunakan keterampilan proses sains agar mampu memahami alam sekitar. Konstruktivisme merupakan landasan berpikir, bahwa pengetahuan dibangun oleh manusia sedikit demi sedikit yang hasilnya diperluas melalui konteks yang terbatas. Pengetahuan bukanlah seperangkat fakta-fakta, konsep, atau kaidah yang siap untuk diambil dan diingat. Manusialah yang harus mengkonstruksinya dan memberi makna melalui pengalaman nyata Darma, 2007. Prinsip-prinsip Psikologi yang Berpusat pada Siswa tersebut memberikan gambaran tentang siswa yang aktif mencari pengatahuan dengan 1 menafsirkan kembali informasi, 2 termotivasi oleh diri sendiri melalui pencarian pengetahuan bukan termotivasi oleh nilai, dan imbalan, 3 bekerja sama dengan orang lain untuk bersama-sama membentuk makna, dan 4 menyadari strategi pembelajarannya sendiri dan mampu menerapkannya pada persoalan atau lingkungan yang bauru Slavin, 2009. Agar hasil belajar dan kinerja ilmiah siswa tercapai secara optimal, perlu dikembangkan suatu model pembelajaran yang sesuai dengan perubahan paradigma dari mengajarkan siswa menjadi membelajarkan siswa, serta menekankan pada proses belajar dan aktivitas ilmiah siswa Suparno, 1997. Model pembelajaran 5E merupakan salah satu model siklus belajar Learning Cycle dari perwujudan filosofi kontruktivisme tentang belajar dan pembelajaran dengan asumsi bahwa ”pengetahuan dibangun dalam pikiran pelajar” Suastra, 2009. Siswa berperan secara langsung baik secara berkelompok maupun secara individu dalam menggali konsep dan prinsip selama kegiatan pembelajaran. Tugas guru adalah mengarahkan proses belajar yang dilakukan siswa dan memberikan koreksi terhadap konsep dan prinsip yang didapat siswa. Apabila dikaitkan dengan pembelajaran sains, model siklus belajar 5E sesuai untuk diterapkan karena model ini juga menekankan pada keaktifan siswa dalam belajar. Model pembelajaran ini memberikan kesempatan kepada siswa untuk membangun konsep dalam pengetahuannya secara mandiri, membiasakan siswa dalam merumuskan, menghadapi, dan menyelesaiakan permasalah yang ditemui. Seperti namanya, sintak dari model pembelajaran 5E memiliki lima fase yakni sebagai berikut. 1. Engagement pengikutsertaan Fase engagement merupakan fase pertama dari model pembelajaran ini. Pada fase ini guru memusatkan perhatian siswa pada konsep, prinsip atau masalah yang akan dipelajari Suastra, 2009. Selain itu guru juga berperan daalm membangkitkan dan mengembangkan keingintahuan curiosity siswa tentang topik yang akan diajarkan Wena, 2009. 2. Explorationpenjajakan Selama fase kedua ini, siswa mengumpulkan informasi, mengetes ide-ide mereka, merekam hasil pengamatan, melakukan eksperimen dan sebagainya. Sehingga para siswa memiliki pengalaman yang umum dan konkret. ISBN 978-602-72071-1-0 3. Explanationpenjelasan Pada fase ketiga guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk melakukan diskusi kelompok untuk menjelaskan dan memberikan komentar terhadap hasilpengamatannya dengan menggunakan ide dan kata- kata mereka sendiri. Ini merupakan penerapan dari ilmu psikologi yang dikemukakan oleh Vygotsky yang menyatakan bahwa diskusi berkelompok daln situasi pembelajaran yang kooperatif memberikan kesempatan bagi siswa untuk mengekspresikan pemahamannya dan menerima umpan balik dari orang lain Bybee, 2006. 4. Elaborationpenguraian Fase elaborasi merupakan fase dimana guru memberikan klarifikasi atas gagasan siswa yang masil bersifat miskonsepsi dan memberi kesempatan kepada siswa untuk membuat jalinan konsep dalam struktur kognitifnya dengan cara mengaitkan atau mengembangkan konsep-konsep dan keterampilan- keterampilan yang diperolehnya pada situasi yang berbeda. 5. Evaluationmengevaluasi Fase ini merupakan fase terakhir yaitu dengan maksud menggali kembali ideide, pengetahuan atau keterampilan siswa yang telah mereka pelajari. aktivitas ini juga membantu mengumpan balik hasil belajar siswa. Model Pengajaran Langsung Direct Instruction merupakan suatu pendekatan mengajar yang dapat membantu siswa dalam mempelajari keterampilan dasar dan memperoleh informasi yang dapat diajarkan selangkah demi selangkah. Model pengajaran langsung secara empirik dilandasi oleh teori belajar behavioristik. Teori ini menekankan pada perubahan perilaku sebagai hasil belajar yang dapat diobservasi. Menurut teori ini, belajar bergantung pada pengalaman termasuk pemberian umpan balik dari lingkungan. Pengajaran langsung, menurut Kardi Nur 2000 dapat berbentuk ceramah, demostrasi, pelatihan atau praktek, dan kerja kelompok. Pengajaran langsung digunakan untuk menyampaikan pelajaran yang ditransformasikan langsung oleh guru kepada siswa. Dalam Kardi dan Nur 2000 disebutkan ciri-ciri Model Pengajaran Langsung Direct Instruction adalah sebagai berikut. 1. Adanya tujuan pembelajaran dan pengaruh model pada siswa termasuk prosedur penilaian belajar. 2. Sintakspola keseluruhan dan alur kegiatan pembelajaran. 3. Sistem pengelolaan dan lingkungan belajar yang diperlukan agar kegiatan tertentu dapat berlangsung dengan berhasil. Berdasarkan rasionalisasi di atas, maka diperlukan suatu model pembelajaran yang sesuai dan dapat mewujudkan terjadinya konsepsi yang benarilmiah pada diri siswa. Dalam hal tersebut, Peneliti menuangkan ide ini dalam penelitian yang berjudul Komparasi Penggunaan Model pembelajaran 5E dengan Model Pengajaran Langsung terhadap Hasil belajar Biologi dan Kinerja Ilmiah Siswa SMP. METODE PENELITIAN Penelitian ini merupakan penelitian eksperimen yang meneliti hubungan sebab akibat dengan memanipulasi satu atau lebih variabel pada satu atau lebih kelompok eksperimental. Hasil yang diperoleh kemudian dibandingkan dengan kelompok kontrol yang tidak dimanipulasi. Analisis data yang dilakukan untuk menganalisis satu variabel bebas model pembelajaran dengan dua variabel terikat hasil belajar biologi dan kinerja ilmiah siswa adalah Multivariat Analysis of Variance MANOVA, dengan memasukkan gain score ternormalisasi dari setiap data. Pengujian hipotesis nol dilakukan dengan taraf signifikasi 5 α = 0,05. Sebelum dilakukan uji MANOVA, terlebih dahulu hasil yang diperoleh diuji dengan uji prasyarat. Untuk menguji hipotesis 1 digunakan MANOVA melalui statistik F varian. Uji hipotesis 2 dan 3 menggunakan test of between-subjects effects. Uji multivariate untuk pengujian antar subjek yang dilakukan terhadap angka signifikan dari nilai F statistic Pillai’s Trace, Wilks’ Lambda, Hotelling’ Trace, Roy’s Largest Root Candiasa, 2010. Penelitian ini dilaksanakan di suatu institusi sekolah sehingga secara teknis tidak memungkinkan untuk mengontrol semua variabel secara ketat full randomize . Oleh sebab itu, penelitian ini tergolong penelitian eksperimen semu quasi eksperiment. Rancangan penelitian yang digunakan adalah non equivalent pretest-posttest control group design . Desain penelitian ini dipilih karena penelitian eksperimen semu tidak memungkinkan untuk merandom subjek yang ada pada setiap kelas secara utuh. Penentuan sampel yang akan digunakan dalam penelitian ini menggunakan metode group random sampling . Teknik ini digunakan sebagai teknik pengambilan sampel karena individu-individu pada populasi telah terdistribusi ke dalam kelas-kelas sehingga tidak memungkinkan untuk melakukan pengacakan terhadap individu-individu dalam populasi. Cara penarikan sampel menggunakan sistem undian. Pada teknik undian yang digunakan, kelas yang muncul dalam undian langsung dijadikan kelas sampel. Kelas yang digunakan sebagai sampel adalah kelas paralel yang setara secara akademis karena tidak ada pengelompokkan siswa dalam kelas unggulan. Dari hasil pengundian kelas VIII A dan VIII C sebagai kelas eksperimen dan kelas VIII B dan VIII D sebagai kelas kontrol. Dari hasil sampling diperoleh jumlah sampel sebanyak 134 orang. Siswa pada masing-masing kelompok berjumlah 67 orang. HASIL DAN PEMBAHASAN Setelah dilakukan uji prasyarat pada data yang dikumpulkan, maka dapat diketahui bahwa data yang diperoleh tersebar normal, memiliki varian data homogen, tidak terdapat multikolinieritas dan matriks varian antar variabel dependen sama. Maka untuk tahap selanjutnya pengujian hipotesis menggunakan Analisis Multivariate MANOVA dapat dilanjutkan. Pengujian ISBN 978-602-72071-1-0 hipotesis dilakukan dengan bantuan program SPSS 17 for windows dan disajikan pada Tabel 1 dan Tabel 2. Temuan empiris mengenai rata-rata N-Gain hasil belajar dan kinerja ilmiah kelompok siswa yang diberi perlakuan Model Pembelajaran 5E lebih besar dari rata-rata kelompok siswa yang diberi perlakuan dengan Model Pengajaran langsung. Hal tersebut menunjukan bahwa secara bersama-sama terdapat perbedaan hasil belajar dan kinerja ilmiah siswa yang belajar mengikuti model pembelajaran 5E dengan siswa yang menggunakan model pembelajaran langsung. Secara teoritis, model pembelajaran 5E lebih memposisikan siswa sebagai pusat dalam pembelajaran student centered, sehingga memberikan peluang pada peningkatan hasil belajar dan kinerja ilmiah siswa. Model 5E yang menerapkan paham kontruktivisme Kurnaz Çalik, 2008, dimana setiap huruf E mengandung bagian dari proses yang membantu siswa belajar mengalami dengan urutan yang sesuai dalam menghubungkan pengetahuan awal dengan konsep baru. Peranan guru dalam paradigma kontruktivistik ini adalah sebagai fasilitator dan mediator kreatif dalam proses pembelajaran. Siswa secara aktif membangun pengertian tentang dunia dengan mengkonstruksikan makna dan mengkaitkan informasi baru dengan pengalaman masa lampau Brooks Brooks, 1993. Pada Brook Brook 2006 disebutkan kondisi konflik kognitif, siswa dihadapkan pada tiga pilihan, yaitu: 1 mempertahankan intuisinya semula, 2 merevisi sebagian intuisinya melalui proses asimilasi, dan 3 merubah pandangannya yang bersifat intuisi tersebut dan mengakomodasikan pengetahuan baru. Perubahan konseptual terjadi ketika siswa memutuskan pada pilihan yang ketiga. Setiap anak harus membangun sendiri pengetahuan-pengetahuan itu, pengetahuan- pengetahuan itu harus dikonstruksi sendiri oleh anak melalui operasi-operasi, dan salah satu cara untuk membangun operasi ialah dengan ekuilibrasi Dahar,1989. Agar terjadi proses perubahan konseptual, belajar melibatkan pembangkitan dan restrukturisasi konsepsi-konsepsi yang dibawa oleh siswa sebelum pembelajaran. Menurut pandangan konstruktivisme, keterlibatan aktif siswa dalam pembelajaran peran yang penting dalam mengkonstruksi pemahaman dalam pikirannya. Hal ini sejalan dengan teori belajar yang lain, seperti yang telah dikembangkan oleh David Ausubel yaitu tentang belajar bermakna meaningful learning. Menurut Ausubel, belajar bermakna merupakan suatu proses mengkaitkan informasi baru pada konsep-konsep relevan yang terdapat dalam struktur kognitif siswa. Selain hal tersebut Ausubel juga membedakan antara belajar menemukan dengan belajar menerima. Pada belajar menerima siswa hanya menerima, jadi tinggal menghapalkan suatu materi, tetapi pada belajar menemukan konsep ditemukan oleh siswa, jadi tidak menerima pelajaran begitu saja. Selain itu untuk dapat membedakan antara belajar menghafal dengan belajar bermakna. Pada belajar menghafal, siswa menghafalkan materi yang sudah diperolenya, tetapi pada belajar bermakna materi yang telah diperoleh itu dikembangkan dengan keadaan lain sehingga belajarnya lebih dimengerti Suherman, 2003. Model pengajaran langsung yang selama ini diterapkan cenderung bersifat linier dan transfer pengetahuan berlangsung dalam satu arah. Model pengajaran langsung direct Instruction secara empirik dilandasi oleh teori belajar behavioristik Slavin, 2009. Teori behavioristik menekankan pada perubahan perilaku sebagai hasil belajar yang dapat diobservasi. Hal ini sesuai dengan kajian teori dan fakta empiris hasil penelitian yang relevan. Model pembelajaran 5E merupakan model pembelajaran yang berpusat kepada siswa, memberikan kesempatan pada siswa secara aktif untuk membangun, memberi penjelasan dan mengungkapkan argumentasi. Selain itu pada kelas eksperimen terjadi pengubahan konseptual yang dilakukan dengan menyajikan konflik kognitif atau contoh tandingan. Setiap permasalahan yang diberikan oleh guru melalui LKS membuat siswa terpacu untuk mengembangkan dan memperdalam pengetahuanya. Pengalaman yang dialami siswa pada saat bereksplorasi dan berdiskusi hingga menemukan jawaban, membuat pengetahuan yang diperoleh siswa menjadi bermakna. Pengetahuan yang diperoleh dengan menemukan sendiri akan lebih bertahan lama. Pada kelas kontrol yang menggunakan model pengajaran lansung diawali dengan penyajian materi pelajaran yang terkait oleh guru kepada siswa. Teori, konsep, ataupun prinsip-prinsip sains yang diharapkan dapat dikuasai oleh siswa dipaparkan terlebih dahulu di depan kelas oleh guru. Setelah itu, barulah siswa dihadapkan pada permasalahanpermasalahan yang terkait dengan konsep yang telah dipaparkan. Tanggung jawab siswa terhadap pembelajaran dirinya sendiri menjadi kecil, sebab siswa belajar hanya semata-mata karena guru ISBN 978-602-72071-1-0 memberikan tugas kepada siswa untuk mempelajari materi ajar tersebut. Hal ini akan mengurangi kemandirian siswa dalam belajar untuk membentuk pengetahuannya sendiri sehingga berdampak pada kemampuan berpikir siswa yang menyebabkan hasil belajar siswa berupa hasil belajar dan kinerja ilmiah siswa menjadi lebih rendah. Seperti yang telah disampaikan dalam kajian teori, hakikat sains bukan hanya sekedar kumpulan fakta dan prinsip tetapi mencakup cara-cara bagaimana memperoleh fakta dan prinsip tersebut beserta sikap saintis dalam melakukannya. Dalam membelajarkan siswa untuk menguasai sains bukan pada banyaknya konsep yang harus dihafal, tetapi lebih pada bagaimana agar siswa berlatih menemukan konsep-konsep sains melalui metode ilmiah dan sikap ilmiah, dan siswa dapat melakukan kerja ilmiah. Kinerja ilmiah adalah kemampuan yang mampu ditunjukkan oleh siswa dan teramati oleh guru dengan menggunakan lembar penilaian kinerja ilmiah selama proses pembelajaran berlangsung. Kinerja ilmiah merupakan implementasi dari keterampilan proses yang dimiliki siswa. Model pembelajaran 5E merupakan model pembelajaran konstruktivistik yang berpusat pada pebelajar student centered, yang terdiri dari rangkaian tahap-tahap fase kegiatan yang diorganisasi sedemikian rupa sehingga siswa dapat menguasai kompetensikompetensi dengan jalan berperan aktif. Menurut pandangan konstruktivisme, upaya belajar pada dasarnya adalah upaya mandiri pebelajar dalam mengembangkan struktur pengetahuannya dalam berinteraksi dengan lingkungan berbasis pada pengalaman atau pengetahuan awalnya yang dikembangkan melalui proses-proses kognisi dan sosial Suparno, 1997. Secara empiris, kelima tahapan dalam model pembelajaran 5E berperan kuat dalam meningkatkan kemampuan kinerja ilmiah siswa,. Dalam fase ini siswa secara mandiri menggali, menyelidiki, menguji permasalahan melalui kegiatan eksperimen. Setiap fase dalam pembelajaaran 5E yang dilakukan oleh siswa mengaplikasikan setiap komponen dalam kinerja ilmiah. Kegiatan merencanakan penelitian masuk pada fase engagement, melakukan penelitian ilmiah masuk pada fase exploration dan explanation, dan mengkomunikasikan masuk pada fase explanation dan elaboration. Sehingga siswa menjadi terlatih dalam melakukan kegiatan-kegiatan ilmiah kinerja ilmiah. Selain hal tersebut keunggulan model pembelajaran 5E karena adanya unsur inquiri didalamnya. Sehingga dapat megembangkan kompetensi kognitif, afektif dan psikomotor siswa secara optimal. Ini dapat terjadi karena dalam proses pembelajaran, siswa sendiri yang melakukan aktivitas belajarnya secara berkelompok, melakukan penyelidikan, percobaan, mengambil keputusan dalam memecahkan masalah, menyimpulkan, dan mengkomunikasikan hasil temuannya. Hal tersebut berbeda dengan model pengajaran langsung. Pengajaran langsung digunakan untuk menyampaikan pelajaran yang ditransformasikan langsung oleh guru kepada siswa. Pada model ini, proses belajar berpusat pada guru teacher centered, termasuk dalam kegiatan eksperimen yang dilakukan. Guru mendemonstrasikan keterampilan dengan benar, sehingga peran siswa menjadi lebih terbatas karena hanya menerima informasi dari guru. PENUTUP Simpulan Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, maka dapat diketahui adanya perbedaan hasil belajar dan kinerja ilmiah antara kelompok siswa yang belajar dengan Model Pembelajaran 5E dengan siswa yang belajar melalui Model Pengajaran Langsung F=6,845 dengan taraf signifikansi 0,001, P0,05, baik secara bersama-sama ataupun terpisah. Hal ini juga didukung oleh penelitian yang terdahulu mengenai penerapan model pembelajaran 5E terhadap hasil belajar dan kinerja ilmiah siswa. Pada bagian ini peneliti menyampaikan beberapa saran yang terkait dengan hasil penelitian yang diperoleh, yaitu: 1. Penerapan model pembelajaran pada penelitian ini terbatas hanya untuk mengetahui pengaruhnya terhadap hasil belajar dan kinerja ilmiah siswa, tanpa memperhatikan variabel lain yang mungkin dapat mempengaruhi. Demi kesempurnaan penelitian ini disarankan untuk melakukan penelitian lebih lanjut dengan melibatkan variabel lain seperti motivasi, sikap ilmiah, intelegensia, gender, gaya belajar, dan lain-lain. 2. Model pembelajaran 5E adalah model pembelajaran yang lebih menekankan pada pengkonstruksian pengetahuan pada pencapaian hasil belajar dan kinerja ilmiah siswa. Untuk itu disarankan dalam pembelajaran guru lebih mengutamakan pengkaitan engagement pengalaman siswa terlebih dahulu sehingga pengalaman tersebut dapat digunakan sebagai fondasi dalam membangun pemahaman selanjutnya. 3. Untuk meningkatkan efektifitas penerapan Model pembelajaran 5E dalam proses pembelajaran, para pendidik hendaknya terlebih dahulu mengidentifikasi karakteristik siswa dan karakteristik materi ajar. Hal tersebut dapat dilakukan dengan jalan memperhatikan perolehan nilai murid pada penilaian sebelumnya atau dengan mengadakan tes awal pre- test. 4. Untuk materi biologi yang lebih kompleks, hendaknya guru memberikan penekanan dan perhatian yang lebih pada tahap eksplorasi dan eksplanasi, untuk menghindari terjadinya miskonsepsi pada tahapan pengkonstruksian pemahaman siswa. DAFTAR PUSTAKA Arnyana, I.B.P. 2007. Buku Ajar Strategi Belajar Mengajar. Singaraja: Bagian Ilmu Faal Fakultas Kedokteran Universitas Udayana. ISBN 978-602-72071-1-0 Bloom, B.F. 1976. Human Characteristic and School Learning. New York : McGraw-Hill Book Company Brooks, J.G., Brooks, M.G. 1993. In Search of Understanding. The case for Contructifistic Clasroom. Virginia: Assosiation for Supervision and Curriculum Development. Bybee ,RW., Taylor, JA., Gardner, A., Scotter, PV., Powell, JC., Westbrook, Anne and Landes, Nancy. 2006. The BSCS 5E Instructional Model Origins and Effectiveness. A Report Prepared for the Office of Science Education National Institutes of Health. BSCS. Candiasa, I M. 2010. Statistik Univariat disertai aplikasi SPSS. Singaraja: Unit Penerbitan Universitas Pendidikan Ganesha. Darma, K. 2007. Pengaruh model pembelajaran konstruktivisme terhadap prestasi belajar matematika terapan pada mahasiswa Politeknik Negeri Bali. Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan No.70. Daryanto, H. M. 2005. Evaluasi pendidikan. Jakarta: Rineka Cipta. Depdiknas. 2003. Standar Kompetensi Mata Pelajaran Biologi SMA dan MA Kurikulum 2004. Jakarta Pusat Kurikulum, Balitbang Depdiknas. Kardi, S Nur, M. 2000. Penajaran Langsung. Universitas Negeri Surabaya. Kurnaz, M.A., Calik, M. 2008. Using different conceptual change methods embedded within the 5E Model: A sample teaching for heat and temperature. Journal Physics Teacher education Online 51. 3-7. Puskur. 2006. Panduan Pengembangan Pembelajaran IPA Terpadu. Jakarta: Pusat Kurikulum, Balitbang Depdiknas. Sadia, I Wayan. 2010. Penilaian Berbasis Kelas Classroom Based Assessment. Makalah. Disajikan pada Pelatihan Penyusunan dan Pengembangan Instrumen Berbasis Kelas. Lembaga Pengabdian Kepada Masyarakat. Undiksha. Santyasa, I W., Suwindra, I N. P., Sujanem, R., Suardana, K. 2005. Pengembangan teks fisika bermuatan model perubahan konseptual dan komunitas belajar serta pengaruhnya terhadap perolehan kompetensi siswa kelas I SMU. Laporan penelitian tidak diterbitkan. Lembaga penelitian IKIP Negeri Singaraja. Sisdiknas. 2008. Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional. Jakarta: Sinar Grafika. Suastra, I Wayan. 2009. Pembelajaran Sains Terkini. Singaraja: Unuversitas Pemdidikan Ganesha. Sudjana. 2005. Metoda statistika. Bandung: Tarsito. Suparno, P. 1997. Filsafat Konstruktivisme dalam Pendidikan. Yogyakarta: Kanisius. UNDP. 2011. International Human Development Indicators. Tersedia pada http:hdrstats.undp.orgencountriesprofilesID N.html. Diakses pada 21 Desember 2015. Wena, Made. 2009. Strategi Pembelajaran Inovatif Kontenporer. Jakarta: Bumi Aksara. PENINGKATAN PEMAHAMAN KONSEP MATA KULIAH ILMU KEPENDIDIKAN PADA MAHASISWA CALON GURU BIOLOGI MELALUI PEMBUATAN JURNAL PEMBELAJARAN Suciati 1 Chrisnia Octovi 2 E-mail: suciati.sudarismanyahoo.com ABSTRAK Ilmu Kependidikan merupakan salah satu mata kuliah penting bagi seorang calon guru dan harus dipahami dengan baik, sementara sifat materinya cenderung teoritis cenderung kurang disukai. Oleh karenanya, diperlukan strategi pembelajaran yang sesuai agar lebih menarik dan tidak membosanan. Penelitian tindakan kelas ini bertujuan untuk mendorong peningkatan pemahaman konsep mahasiswa terhadap mata kuliah Ilmu Kependidikan melalui pembuatan jurnal pembelajaran. Penelitian ini dilaksanakan dalam 2 siklus setiap siklus meliputi 4 tahapan: perencanaan, pelaksanaan, pengamatan, dan refleksi. Subjek penelitian adalah mahasiswa calon guru biologi Semester I di Program Studi Pendidikan Biologi FKIP UNS Tahun Akademik 20152016 sebanyak 29 mahasiswa. Pengumpulan data menggunakan teknik test dan non-test observasi, wawancara dan dokumentasi. Data dianalisis secara deskriptif-kualitatif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa teterjadi peningkatan pemahaman konsep terhadap mata kuliah Ilmu Kependidikan melalui pembuatan jurnal pembelajaran. Jurnal pembelajaran dengan mind mapping lebih efektif meningkatkan pemahaman konsep mahasiswa daripada jurnal pemelajaran naratif. Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa pembuatan jurnal pembelajaran mendorong peningkatan pemahaman konsep mata kuliah Ilmu Kependidikan pada mahasiswa calon guru di Program Studi Pendidikan Biologi FKIP UNS. Kata kunci : ilmu kependidikan, jurnal pembelajaran. PENDAHULUAN Ilmu Kependidikan merupakan salah satu mata kuliah rumpun mata kuliah dasar kependidikan MKDK yang wajib diampu oleh mahasiswa calon guru biologi di Program Studi Pendidikan Biologi FKIP UNS Silabus Program Studi Pendidikan Biologi FKIP UNS, 2015. Mata kuliah Ilmu Kependidikan mencakup tentang hakikat dan jenis-jenis pendidikan, konsep dasar pendidikan, teori-teori dan aliran pendidikan, sistem pendidikan, sejarah perkembangan pendidikan, pedagogi modern, strategi pendidikan, dan problematika pendidikan. Begitu pentingnya kedudukan mata kuliah ini, cakupan Ilmu Kependidikan yang sangat luas dan mendasar tersebut menjadi prasyarat untuk pengambilan mata kuliah lanjutan, sehingga harus dipahami dengan baik oleh setiap mahasiswa calon termasuk mahasiswa calon guru biologi di Program Studi Pendidikan Biologi FKIP UNS. Sementara sifat materi mata kuliah Ilmu Kependidikan yang bersifat teoritis dan informatif, cenderung kurang disukai oleh mahasiswa khususnya bidang eksakta termasuk biologi yang umumnya lebih banyak berhubungan dengan kerja ilmiah di laboratorium. Oleh karenanya, diperlukan strategi pembelajaran sesuai agar lebih menarik dan tidak membosankan. Berkaitan dengan karakteristik materi perkuliahan Ilmu Kependidikan, metode yang digunakan pada umumnya adalah kombinasi antara metode ceramah, diskusi dan presentasi. Metode ini mengandung banyak kelemahan, selain bersifat searah, monoton, mahasiswa menjadi pasif dan kurang fokus dalam pembelajaran sehingga mahasiswa cenderung mencari kesibukan lain. Hasil pengamatan menunjukkan bahwa 65 mahasiswa cenderung melakukan aktivitas-aktivitas lain seperti: mengobrol, kurang memperhatikan, bahkan asyik sendiri. Oleh karenanya, perlu strategi pembelajaran yang tepat agar mahasiswa tetap fokus terlibat aktif selama pembelajaran. Salah satu alternatif yang dapat dilakukan adalah melalui pembuatan jurnal pembelajaran learning journal. Jurnal pembelajaran merupakan salah satu bentuk catatan yang diperlukan sebagai media untuk berpikir tentang sesuatu atau merekam apa yang ada dalam pikiran penulis Park, 2003. Jurnal pembelajaran merupakan kumpulan catatan, pengamatan, pemikiran, dan materi-materi relevan yang disusun dalam periode tertentu yang tujuannya untuk meningkatkan pembelajaran melalui proses menulis dan berpikir Kartono, 2010 dan memperoleh sesuatu yang berguna bagi dirinya tentang apa yang baru dipelajarinya Damayanti, 2009. Dalam konteks penelitian ini, jurnal pembelajaran dimaknai sebagai aktivitas pembuatan catatan naratif secara mandiri oleh mahasiswa terkait materi yang disampaikan kelompok mahasiswa lain melalui kegiatan presentasi. Jurnal pembelajaran tersebut selanjutnya dikumpulkan sebagai portofolio masing- masing mahasiswa. Adapun kegiatan pembuatan jurnal pembelajaran ini bertujuan untuk meminimalisir mahasiswa melakukan aktivitas-aktivitas lain sehingga fokus terlibat aktif dalam pembelajaran. Adapun kegiatan pembuatan jurnal pembelajaran ini bertujuan untuk meminimalisir mahasiswa melakukan aktivitas-aktivitas lain, sehingga lebih fokus terlibat aktif selama proses pembelajaran. Hal ini mengacu pada pendapat Park 2003 bahwa penggunaan jurnal pembelajaran tidak hanya menekankan pada hasil belajar tetapi juga proses belajar. Di dalam konteks belajar sains biologi, pembuatan jurnal pembelajaran relevan dengan hakikat pembelajaran sains yaitu mengacu pada proses, produk dan sikap ilmiah Carin Sund, 1997. Sikap ilmiah yang berkembang pada pembuatan jurnal pembelajaran adalah tumbuhnya rasa tanggung jawab, menghargai orang lain Mc. Manus, 2001. Meski karakteristik materi Ilmu Kependidikan tidak berbasis aktivitas hands on sebagaimana materi sains pada umumnya yang sarat dengan keterampilan proses sains, tetapi melalui pembuatan jurnal pembelajaran mahasiswa didorong untuk berpikir melakukan analisis apa yang mereka lihat, dengar, baca atau alami King, 1995. Hal ini relevan dengan pernyataan Rustaman 2005 bahwa dalam belajar sains biologi mahasiswa selain melakukan keterampilan manual, juga keterampilan berpikir, dan keterampilan sosial. Hal ini didukung oleh pendapat Yinger 1985 bahwa jurnal pembelajaran menawarkan berbagai keuntungan bagi guru dan peserta didik, sehingga disarankan untuk menjadikan sebagai perangkat pembelajaran learning tool , yaitu perangkat pembelajaran yang dapat mendorong keterampilan belajar sepanjang hidup lifelong learning skills Walden, 1988. Berbagai hasil penelitian menunjukkan bahwa pembuatan jurnal pembelajaran telah terbukti efektif meningkatkan keaktivan peserta didik dalam pembelajaran Febriyanti, 2015; Connor-Greene, 2000; Cantrell et al., 2000; Dart et al., 1998; Carroll, 1994. Namun menurut Buzan 2007 bahwa bentuk catatan yang bersifat naratif cenderung kurang efektif dan kurang mengembangkan kreativitas peserta didik. Hal ini disebabkan pembuatan catatan naratif yaitu berupa narasi dari kumpulan materi yang cenderung melibatkan kerja belahan otak kiri saja yang pada dasarnya kurang mendorong peserta didik untuk kreatif. Dengan demikian, pembuatan jurnal pembelajaran perlu lebih dikembangkan ke arah pembuatan catatan mandiri yang lebih efektif melalui pemetaan seperti peta pikiran mind map, peta konsep concept map, diagram pohon tree diagram, diagram tulang ikan fish bone diagram, dll. Melalui berbagai teknik membuat catatan tersebut diharapkan siswa mampu membuat keterkaitan antar konsep, sehingga lebih mudah dalam memahami konsep. Mind maping adalah salah satu teknik mencatat yang kreatif, efektif, dan secara harafiah akan memetakan pikiran yang menyelaraskan proses belajar dan cara alami otak Buzan, 2007; Alamsyah, 2009. Hal ini relevan dengan pernyataan Cheng, 2011; Buzan, 2008 bahwa teknik mind map memiliki keunggulan- keunggulan diantaranya: 1 catatan yang dihasilkan menggambarkan pola gagasan yang saling berkaitanpada cabang-cabangnya, sehingga memungkinkan otak dapat memahami ulang gagasan dalam wacana secara utuh dan menyeluruh; 2 memungkinkan otak menggunakan semua gambar dan asosiasinya dalam pola radial dan jaringan sebagaimana otak dirancang, sehingga mampu melibatkan kedua belahan otak akan memudahkan seseorang untuk mengatur dan mengingat kembali segala bentuk informasi; 3 menyenangkan untuk dilihat, dibaca, dicerna, dan diingat. Keampuhan mind map terhadap kemampuan berpikir telah banyak dibuktikan melalui berbagai penelitian Kholifah Mustami, 2009; Asri Widowati, 2010; Andi, A.P, 2011. Dengan demikian, pembuatan jurnal pembelajaran dengan teknik mind maping dapat menjadi salah satu alternatif dalam memudahkan mahasiswa memahami konsep materi Ilmu Pendidikan terutama dalam melakukan pemanggilan kembali informasi recall. METODE PENELITIAN Penelitian ini merupakan Penelitian Tindakan Kelas PTK yang bertujuan untuk mendorong peningkatan pemahaman konsep mahasiswa terhadap mata kuliah Ilmu Kependidikan melalui pembuatan jurnal pembelajaran. Subyek penelitian adalah mahasiswa Semester I Program Studi Pendidikan Biologi FKIP UNS Tahun Akademik 20152016 sebanyak 29 mahasiswa. Penelitian ini dilaksanakan secara bersiklus dan tiap siklus meliputi 4 tahapan yaitu: perencanaan, pelaksanaan, pengamatan dan refleksi Kemmis dan McTaggart, 2007. Tindakan pada Siklus I, data proses pembelajaran berupa produk pembuatan jurnal pembelajaran dalam bentuk catatan naratif sebagai portofolio mahasiswa selama awal hingga tengah semester. Data meliputi: 1 data hasil pembelajaran berupa hasil tes pemahaman konsep mahasiswa Ujian Tengah Semester UTS; 2 data proses pembelajaran yang diperoleh melalui observasi, wawancara, dan portofolio mahasiswa berupa produk jurnal pembelajaran. Tindakan pada Siklus 1 berupa pembuatan jurnal pembelajaran dalam bentuk catatan naratif dan pada Siklus 2 berupa jurnal menggunakan teknik mind map sebagai portofolio mahasiswa selama tengah hingga akhir semester. Data hasil pembelajaran berupa hasil tes pemahaman konsep mahasiswa Ujian Akhir Semester UAS. Target penelitian adalah peningkatan pemahaman konsep mahasiswa yaitu minimal capaian nilai kategori C 60. Pengumpulan data menggunakan teknik test untuk mengetahui pemahaman konsep mahasiswa dan teknik non-test untuk melalui observasi, wawancara dan dokumentasi. Analisis data menggunakan metode deskriptif-kualitatif. Secara rinci tahapan tiap siklus disajikan pada Tabel 1. Tabel 1: Tahapan Tiap Siklus Penelitian No. Tahapan Setiap siklus Kegiatan Dosen Mahasiswa 1. Perencanaan  Berkolaborasi dengan mahasiswa menyusun agenda perkuliahan berdasarkan hasil temuan pada Pra- Tindakan  Membuat kesepakatan kontrak kuliah, prosedur perkuliahan, dan penilaian  Berkolaborasi dengan dosen menyusun agenda perkuliahan dan kesepakan prosedur perkuliahan dengan dosen

2. Pelaksanaan

 Membimbing pelaksanaan perkuliahan sesuai agenda yang telah dibuat bersama sebelumnya  Melaksanakan perkuliahan sesuai agenda yang telah dibuat bersama sebelumnya 3. Pengamatan  Melakukan pengamatan, terhadap pelaksanaan pembelajaran  Mengumpulkan data berdasarkan hasil pengamatan, wawancara, dan portofolio mahasiswa  Menganalisis hasil proses dan produk jurnal pembelajaran  Mengumpulkan produk portofolio jurnal pembelajaran, melakukan wawancara dengan dosen. 4. Refleksi  Bersama mahasiswa Mendiskusikan hasil temuan dan menetapkan tindakan lanjutan  Bersama dosen berdiskusi tentang hasil temuan dan tindakan lanjutan HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian Siklus I 1. Data Hasil Pembelajaran Data hasil pembelajaran berupa capaian rata- rata pemahaman konsep mahasiswa terhadap materi Ilmu Kependidikan dari Pra-Tindakan ke Siklus I sebagaimana disajikan pada Tabel 2. Tabel 2. Capaian Nilai Rata-rata Pemahaman Konsep Pra-Siklus ke Siklus 1. Tindakan Pra-Tindakan Siklus I Kenaikan Rata-rata 71,70 76,00 5,30 Data pada Tabel 2 menunjukkan bahwa pemahaman konsep mahasiswa terhadap materi Ilmu Kependidikan pada Pra-Siklus sebesar 71,70 dan pada Siklus I sebesar 76,00. Artinya peningkatan yang terjadi belum signifikan hanya sebesar 5,3.

2. Data Proses Pembelajaran

Data proses pembelajaran berupa produk pembuatan jurnal pembelajaran dalam bentuk catatan naratif sebagai portofolio mahasiswa selama awal hingga tengah semester, berikut beberapa contoh produk jurnal pembelajaran mahasiswa pada Siklus 1 sebagaimana tersaji pada Tabel 3. Tabel 3: Contoh Produk Jurnal Pembelajaran Naratif Pada Siklus 1. Gambar Keterangan Produk jurnal pembelajaran naratif dibuat oleh mahasiswa K34 pada Siklus 1 10 September 2015. Produk jurnal pembelajaran naratif dibuat oleh mahasiswa K58 pada Siklus 1 10 September 2015. Produk jurnal pembelajaran naratif dibuat oleh mahasiswa K12 pada Siklus 1 15 September 2015. Data pada Tabel 3 menunjukkan bahwa produk jurnal pembelajaran naratif yang dibuat mahasiswa meski bervariasi tetapi secara umum menggambarkan sajian informasi secara lengkap dan cenderung banyak.

B. Hasil Penelitian Siklus II