ISBN 978-602-72071-1-0 prasyarat sebelum dilakukan uji lanjut. Ringkasanhasil
analisis nilai pretest dan posttest disajikan pada Tabel 2. Tabel 2 Ringkasan Analisis Uji T Nilai Pretest dan
Posttest
Uji Jenis Uji
Hasil Keputu
san Kesimp
u lan Norm
alitas Kolmogoro
f-Smirnov Sig
pretest = 0,141
Sig posttest
= 0,133 Ho
diteri ma
data normal
Homo genita
s Levene’s
test Sig
0.102 Ho
diteri ma
data homoge
n P
a i
r e
d s
a m
p l
e t
- t
e s
t
Berdasarkan data pada Tabel 2, diperoleh hasil uji normalitas data yang diuji dengan kolmogorof-smirnov,
diperoleh taraf signifikansi sebesar 0,141 untukpretest dan 0,133 untuk posttest, kedua nilai tersebut lebih besar
dari α = 0,05 sehingga Ho diterima yang berarti nilai
pretest dan posttest berdistribusi normal. Uji
homogenitas diperoleh taraf signifikansi sebesar 0,102 0,05 sehingga Ho diterima, yang berarti variansi setiap
sampel samahomogen. Data nilai pretest dan posttest yang berdistribusi
normal dan homogen, selanjutnya dianalisis dengan uji paired sample t-test
uji t dua sampel berpasangan. Berdasarkan perhitungan diperoleh t
hitung
= -7,645 dengan probabilitas sebesar 0,00p 0,05, maka Ho ditolak. Hal
tersebut menunjukkan bahwa terdapat perbedaan nilai hasil
belajar siswa
sebelum diberikan
modul pembelajaran dengan nilai hasil belajar siswa setelah
diberikan modul pembelajaran. Berdasarkan data tersebut, maka dapat diambil kesimpulan bahwa modul
hasil pengembangan mampu meningkatkan hasil belajar siswa pada ranah kognitif
B. PEMBAHASAN
Berdasarkan hasil penelitian, diketahui bahwa nilai N-gain kenaikan hasil belajar kognitif pretest dan posttest
sebesar 0,41. Kenaikan hasil belajar kognitif yang diperoleh masuk ke dalam kategori kenaikan yang
sedang. Selanjutnya diuji dengan uji-t untuk mengetahui perbedaan dua rerata. Hasil uji diperoleh signifikasi
0,000 sehingga dapat disimpulkan bahwa terdapat perbedaan antara nilai pretest dan posttest. Penggunaan
modul berbasis Problem Based Learning PBL disertai diagram pohon pada materi fotosintesis dapat
meningkatkan hasil belajar kognitif siswa. Relevan dengan penemuan Jerome Brunner dengan model PBL
adalah, dengan belajar melalui penemuan, siswa menjadi aktif dalam kegiatan pembelajaran, belajar memecahkan
masalah dan menemukan solusi dengan usaha siswa sendiri, sehingga kemampuan siswa dalam membangun
sendiri pengetahuannya akan meningkat. Piaget beranggapan bahwa pengetahuan tidaklah statis tetapi
secara terus menerus tumbuh dan berubah pada saat siswa menghadapi pengalaman baru yang memaksa
mereka membangun dan memodifikasi pengetahuan awal mereka Widjajanti, 2011. Mengembangkan dan
menyajikan hasil karya, dan menganalisis dan mengevaluasi proses pemecahan masalah. Tahap ini
merupakan penyesuaian antara masalah yang ditemukan dengan solusi yang dipilih. Hal ini juga sesuai dengan
penelitian Wenno 2010 yang menyebutkan bahwa hasil belajar sains siswa dengan menerapkan media
pembelajaran sains, yakni modul sains sangat baik, bila dibandingkan dengan menggunakan model pembelajaran
yang konvensional. Hal ini disebabkan karena dengan melakukan pembelajaran menggunakan modul, maka
kemampuan siswa untuk memahami materi pelajaran sains akan lebih sempurna.
Penggunaan modul berbasis PBL disertai Diagram Pohon yang menuntut siswa untuk melakukan percobaan
akan membantu siswa dalam berbagai bentuk belajar, dengan demikian siswa akan lebih mudah memahami
materi dan berperan aktif selama proses pembelajaran. Namun, di dalam uji lapangan ditemukan beberapa
kendala antara lain: 1 di dalam kelompok terdapat beberapa orang yang lebih dominan, dan ada anggota
kelompok yang tidak aktif; 2 pada pertemuan pertama memerlukan waktu yang cukup lama karena terdapat dua
praktikum; 3 tidak jarang ada yang bermain-main dengan teman saat praktikum; 4 hanya beberapa orang
saja yang dapat mempresentasikan hasil diskusi karena waktu yang terbatas; 5 pada pertemuan I siswa kurang
ISBN 978-602-72071-1-0 terkondisi dengan baik, selain siswa jarang praktikum hal
tersebut dikarenakan siswa tidak terbiasa dengan bahan yang digunakan untuk praktikum; 6 Untuk pertemuan
kedua dan ketiga siswa telah terkondisi dengan baik saat melakukan praktikum.
Hal tersebut relevan dengan teori konstruktivis, yaitu yang menjadi dasar bahwa siswa memperoleh
pengetahuan adalah karena keaaktifan siswa itu sendiri. Pembelajaran dengan model PBL mengkondisikan siswa
untuk melakukan proses aktif membangun konsep baru, pengertian baru, dan pengetahuan baru berdasaarkan data
hasil penemuan atau percobaan, sehingga model PBL mampu mendorong siswa mengorganisasi pengalamnnya
sendiri menjadi pengetahuan bermakna.
Menurut Widoretno 2009 penggunaan modul di dalam proses belajar dapat meningkatkan hasil belajar
siswa berhubungan langsung dengan manfaat modul sebagai media pembelajaran, antara lain: 1 pembelajaran
akan lebih menarik perhatian
siswa sehingga menumbuhkan motivasi belajar; 2 bahan pembelajaran
akan lebih jelas maknanya, sehingga dapat lebih difahami oleh siswa dan memungkinkan siswa menguasai tujuan
belajar lebih baik; 3 metode pembelajaran akan lebih bervariasi, tidak semata-mata komunikasi vebal melalui
ceramah guru, sehingga siswa tidak merasa bosa; 4 siswa lebih banyak melakukan kegiatan belajar sebab
tidak hanya mendengarkan uraian guu, tetapi juga aktivitas lain seperti mengamati dan melakukan.
Penggunaan modul berbasis PBL disertai Diagram Pohon dapat mempertinggi proses dan hasil
belajar siswa berkenaan dengan taraf berpikir siswa. Sesuai dengan teori Piaget bahwa taraf berpikir manusia
mengikuti tahap perkembangan dimulai dari berpikir konkrit menuju ke berpikir abstrak, dimulai dari berpikir
sederhana menuju ke berpikir kompleks. Penggunaan media pembelajaran materi yang bersifat abstrak dapat
dikonkritkan, dan hal-hal yang kompleks dapat disederhanakan.
Pada proses pembelajaran akan lebih efektif jika dilakukan dengan saling bertukar ide dan berkerjasama
mengerjakan tugas melalui berkelompok Zakaria iksan, 2007. Hal ini relevansi dengan teori Vygotsky
dengan PBL, bahwa dalam PBL pembelajaran dilakukan dalam kelompok kecil 3 sampai 5 siswa secara
heterogen. Hal ini sesuai dengan teori Vygotsky, yaitu ketika siswa belajar berkelompok terjadi interaksi sosial,
sehingga terjadi tukar pengetahuan antara siswa yang lebih tahu kepada siswa yang kurang tahu untuk
memahami konsep.
PENUTUP Simpulan
Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa ada perbedaan signifikan hasil belajar kognitif
pretest dan posttest pada siswa yang telah diberi
pembelajaran dengan menggunakan modul pembelajaran berbasis Problem Based Learning PBL disertai diagram
pohon pada materi fotosintesis.
DAFTAR PUSTAKA
BSNP. 2006. Panduan Penyusunan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan Jenjang Pendidikan Dasar dan
Menengah . Jakarta: Depdiknas.
Departemen pendidikan nasional. 2006. Peraturan menteri pendidikan nasional tentang standar
kompetensi lulusan untuk satuan pendidikan dasar dan menengah
. Jakarta: Depdiknas. Tjalla, Awaludin. 2010. Hubungan antara Motivasi
Berprestasi dan Kebiasaan Belajar dengan Prestasi
Belajar Siswa.
Jakarta: FKIP
UnikaAtmajaya. Wenno, Izaak H. 2010. Pengembangan model modul IPA
berbasisproblem solving method berdasarkan karakteristik siswa dalam pembelajaran di
SMPMTs.Cakrawala Pendidikan, Th. XXIX, No. 2.
Widoretno, Sri. 2009. Penggunaan masalah dalam modul praktikum sebagai penuntun kegiatan lapangan
pada mata kuliah ekologi tumbuhan di Prodi P. Biologi Tahun 2009. Seminar Loka Karya
Nasional Pendidikan
Biologi FKIP UNS.
Surakarta: 2009. Zakaria, E. Iksan, Z. 2007. Promoting Cooperative
Learning in Science and Mathematics Education: A Malaysia Perspective. Eurasia journal of
mathematics, science technology education, 3 1, 35-39.
ISBN 978-602-72071-1-0
KANDUNGAN KADMIUM CD PADA AIR, DAGING SERTA MIKROANATOMI INSANG IKAN KELABAU
OSTEOCHILLUS MELANOPLEURUS DI MUARA
SUNGAI MARTAPURA
Widya Rizky Amalia
1
Bunda Halang
2
Akhmad Naparin
3
1,2,3
Pendidikan Biologi, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Lambung Mangkurat E-mail:
Amalia.W.R.07gmail.com
ABSTRAK
Sejalan dengan perkembangan dan industrialisasi serta meningkatnya aktivitas masyarakat yang memanfaatkan sungai di Kota Banjarmasin, telah menyumbangkan kadar residu logam berat ke perairan.
Fokus dari penelitian bertujuan untuk mengetahui kehadiran logam berat kadmium Cd pada air, daging serta mikroanatomi insang ikan Kelabau Osteochillus melanopleurus. Ikan merupakan organisme
akuatik yang akan menderita oleh perairan tercemar. Penelitian menggunakan metode deskriptif dan metode parafin. Analisis data berdasarkan PP. RI No. 82 Th. 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan
Pengendalian Pencemaran Lingkungan Air untuk Cd adalah 0,01 mgL, PerGub Kal-Sel No. 05 Th. 2007 untuk Baku Mutu Air Sungai untuk Cd adalah 0,01 mgL dan DirJen POM No. 0725BSK1989 untuk
Kadar Maksimum Kadmium Cd pada Ikan adalah 0,1 mgKg serta dengan membandingkan tingkat keparahan struktur mikroanatomi insang dari famili Cyprinidae. Hasil memperlihatkan kandungan Cd di
air berkisar 0,004-0,006 mgL, pada daging berkisar 0,0002-0,0033 mgKg atau hasil masih berada dibawah nilai ambang baku yang telah ditetapkan. Sementara itu, hasil penelitian histopatologi telah
memperlihatkan adanya alterasi seperti edema, inflamasi, hiperplasia, hipertrofi, kongesti, hemoragi, invasi ektoparasit,fibrosis dan nekrosis.
Kata Kunci
: Kadmium Cd, Ikan Kelabau Osteochillus melanoleurus, Histopatologi
ABSTRACT
In the line of development and industrialization increase as well as the activity of citizen that utilize river in Banjarmasin City, has contribused in giving high degree of heavy metal residues to water. The focus of
the research is the presence of heavy metal cadmium Cd in water, meat also gills microanatomy of Kelabau fish Osteochillus melanopleurus. Fish are aquatic organism that will be suffered by polluted
water. Using descriptive methods and parafin methods. The data analysis is based to PP. RI. Number 82 Year 2001 on Water Quality Management and Water Environment Pollution Control for Cd si 0,01 mgL,
Governor’s Decree of South Borneo on Quality Standard of River Water for Cd si 0,01mgL and General Directur of Food and Drugs Number 03725BSK1989 on Maximum Cadmium Cd Contamination in
Food for Fish is 0,1 mgKg also by comparing the damage degrees of gill microanatomical from Cyprinidae family. Result of the research has shown that Cd in Water were about 0,004-0,006 mgL, in
meat were about 0,0002-0,0033 mgKg or result are below than the permissible limit that has been set. Meanwhile, the result of histopathology has shown alterations such as edema, inflamamation,
hyperplasia, hypertrophy, congestion, hemorage, ectoparasite invasion, fibrosis and necrosis. Keywords
: Cadmium Cd, Kelabau Fish Osteochillus melanopleurus, Histopathology.
Surabaya, 23 Januari 2016
ISBN 978-602-72071-1-0 PENDAHULUAN
Banjarmasin adalah kota yang diapit oleh wilayah perairan, hal tersebut berpengaruh pada sistem drainase
dan kehidupan masyarakat yang memanfaatkannya dalam berbagai aktivitas. Perkembangan ekonomi satu
daerah menitik-beratkan pada pembangunan sektor industri. Sejalan dengan meningkatnya pembangunan
dan industrialisasi di Kota Banjarmasin telah muncul dampak lain berupa kerusakan lingkungan dan
penurunan kesehatan yang ditimbulkan oleh limbah. Salah satunya ialah limbah logam logam berat. Logam
berat yang terlarut dalam perairan pada konsentrasi tertentu dapat berubah fungsi menjadi sumber racun
bagi kehidupan perairan. Meski daya racun yang ditimbulkan oleh suatu jenis logam berat terhadap
semua biota perairan tidak sama, namun kehancuran suatu kelompok dapat menjadikan terputusnya suatu
rantai kehidupan Palar, 2008:37 .
Sungai Martapura merupakan salah satu sungai besar di Kota Banjarmasin yang bermuara pada Sungai Barito,
pada bagian muaranya mendapatkan masukan utama dari aliran air Sungai Basirih. Sungai ini bernilai fungsi
tinggi oleh masyarakat hal tersebut terlihat dari tingginya aktivitas pemanfaatan keberadaan sungai.
Perairan sungai ini dapat dipastikan terpapar oleh bahan pencemar baik berasal dari kegiatan rumah tangga
maupun kegiatan industri dan transportasi. Saat ini kondisi perairan di Banjarmasin telah memprihatinkan
tak terkecuali dengan kondisi ikan di muara Sungai Martapura.
Ikan merupakan organisme teleostei yang aktif bergerak. Ikan yang hidup di wilayah terbatas seperti
sungai dan danau akan menderita karena kondisi perairan tercemar Darmono, 2010:89. Salah satu jenis
ikan yang diduga turut langsung merasakan dampak pencemaran
ialah ikan
Kelabau Osteochillus
melanopleurus . Ikan Kelabau merupakan jenis ikan
potensial yang bernilai ekonomis tinggi. Berdasarkan hasil penelitian dari Setijaningsih dan Asih 2011:1,
telah terjadi penurunan populasi di habitat asalnya yakni Sumatera dan Kalimantan. Diduga penurunan tersebut
berasal dari paparan logam.
Jika di dalam tubuh ikan telah terkandung kadar logam yang tinggi dan melebihi nilai ambang baku mutu
yang ditentukan dapat dipastikan telah terjadi pencemaran lingkungan. Organ dalam tubuh ikan yang
turut langsung merasakan dampak suatu pencemaran adalah insang. Pemeriksaan histopatologi insang akan
memberikan
gambaran seberapa
parah tingkat
pencemaran yang terjadi. Berdasarkan pada kondisi tersebut maka tujuan
penelitian ini ialah untuk mengetahui kandungan kadmium Cd pada air, daging serta mikroanatomi
insang ikan Kelabau Osteochillus melanopleurus yang hidup di bagian muara Sungai Martapura.
METODE
Penelitian menggunakan dua metode yakni metode deskriptif dengan teknik pengambilan data dan sampel
diambil secara langsung di lapangan serta metode parafin untuk penelitian histopatologi. Populasi dalam
penelitian adalah ikan Kelabau yang terdapat di muara Sungai Martapura, sementara sampel penelitian adalah
sampel air sungai sebanyak 200 ml 3 titik lokasi uji dan sampel daging ikan 3 titik lokasi uji dengan kisaran
sampel 150-250 grikan, bobot ikan yang diperoleh 250 gr Titik I, 550 gr Titik II 490 gr Titik III. Proses
pengujian sampel air dilakukan di Balai Pengembangan Konstruksi Banjarmasin. Pengujian sampel daging
ikan dilakukan di Balai Riset Standarisasi Industri Banjarbaru. sedangkan, pemeriksaan histopatologi
dilakukan di Balai Penelitian Veteriner Banjarbaru.
Peralatan penelitian sampel air, ikan dan parameter menggunakan Kemmerer Water Sampler Van Dorn
KWS, botol, kertas label, penggaris, pancingan, timbangan, Cool Box, millieter block, Atomic
Adsorption Spectophotometer AAS, termometer, pH
meter, roll meter, Secchi disk. Peralatan histologi meliputi scapel, tissue cassate, Automatic Tissue
Processor , Vacum, Base mold, Freezer, Paraffin Bath,
Water Bath , basket, oven, kaca benda, kaca penutup dan
Photomicroschope Olympus cx31. Larutan yang
diperlukan adalah Buffered Neutral Formalin BNF 10 sebagai pengawet, etanol absolut, xylol, parafin,
glyecrin 99,5, ewith albumin, hematoxilin eosin
dan DPX sebagai perekat.
ISBN 978-602-72071-1-0 HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil pengujian kandungan kadmium Cd pada sampel air sebagaimana tertera dalam tabel 1
Tabel 1. Kandungan Cd Pada Air
No. Lokasi Sampel
Kandungan Cd mgL Kadar Maks. Cd mgL
PerGub No. 05 Th. 2007
Kadar Maks. Cd mgL
PP. RI. 82 Th. 2001
1. Titik I
0,004 0,01
0,01 2.
Titik II 0,005
0,01 0,01
3. Titik III
0,006 0,01
0,01
Hasil pengujian kandungan kadmium Cd pada sampel daging tertera dalam tabel 2.
Tabel 2. Kandungan Cd Pada Daging
No. Lokasi Sampel
Kandungan Cd mgL Kadar Maksimal Cd mgKg DirJen POM
No. 03725SKVII19
1. Titik I
0,0047 0,1
2. Titik II
0,0002 0,1
3. Titik III
0,0033 0,1
Hasil pengukuran parameter kualitas air sungai tertera dalam tabel 3.
Tabel 3. Pengukuran Parameter Air Sungai
Keterangan : menurut, Daelani 2002
menurut Kordi 2004 : Erma 2013 menurut Rukmini 2001
N o
Parameter Fisika
Kimia Satuan
Lokasi Sampel Kisaran
PP RI No. 82 Th. 2001
Syarat Umum
Hidup Ikan T.I
T.II T.III
1 Suhu air
◦
c 26
26 26
26 -
25-32 2
pH air mgL
6,8 6,8
6,6 6,6-6,8
6-9 6,5-9,0
3 Kecerahn air
cm 26
15 28
15-28 ≥45
30-60 4
Kedalaman m
3,5 1,3
5,6 1,3-5,6
- -
5 Kecepatan arus
S 12
103 21
12-103 -
- 6
DO mgL
4,60 5,98
5,59 4,60-5,98
4 5-6
7 BOD
mgL 4,64
5,54 1,65
1,65-5,54 3
- 8
COD mgL
6,17 9,25
3,08 3,08-6,17
25 -
ISBN 978-602-72071-1-0
Hasil Pengamatan Secara Mikroanatomi Terhadap Struktur Mikroanaotmi
Gambar 1.1
struktur mikroanatomi
insang ikan
kelabau Titik I mengalami N : Nekrosis, 10x10
Gambar 1. Struktur mikroanatomi insang
ikan normal
family Cyprinidae, Setywan 2013 10x10
Gambar 1.2 alterasi berupa adanya Fu : Fusi lamella sekunder dan
Nekrosis lamella sekunder 10x10
Gambar 1.3 alterasi berupa adanya H : Hipertrofi, 10x10
Gambar 1.4 alterasi berupa E : Edema, PM : Penimbunan mucus
dan K : kongesti 10x10 Gambar
1.5 perbesaran
10x40
Gambar 1.6 adanya perubahan berupa adanya H : Hiperplasia lamella sekunder,
He : Hemoragi lamella sekuder serta adanya IE : Invasi Ektoparasit, 10x10
Lamella sekunder
Hialin kartilago Ruang
interlamela
N Fu
N
Hi E
K PM
E PM
K
IE H
He
ISBN 978-602-72071-1-0 Kanndungan Kadmium Pada Air
Kehadiran logam Cd di perairan tidak hanya disebabkan oleh buangan limbah industri maupun rumah
tangga tetapi kontribusi oleh alam secara tidak langsung turut menimbulkan pencemaran logam berat ini terjadi.
Sebagaimana hasil pengamatan bahwa di Kota Banjarmasin berdiri perindustrian yang mengahasilkan
substansi logam ke lingkungan udara. Menurut Widowati, dkk. 2008:65 kadmium di atmosfer berasal
Gambar 2.
Struktur mikroanatomi insang ikan
normal family Cyprinidae, Setywan 2013, 10x10
Gambar 2.1
struktur mikroanatomi insang kelabau
Titik II mengalami alterasi N : Nekrosis 10x10
Gambar 2.2 terlihat adanya perubahan Fi : Fibrosis lamella
primer serta terjadi N : Nekrosis lamella sekunder, 10x10
Gambar 3.2 Alterasi berupa N : Nekrosis, Fu : Fusi
lamella sekunder, 10x40
Gambar 3.
Struktur mikroanatomi insang ikan
normal family Cyprinidae, Setyawan 2013 10x10
Gambar 3.1 struktur mikroanatomi insang ikan kelabau Titik III,
alterasi berupa Fu : Fusi lamella sekundr, N: Nekrosis, 10x10
Gambar 3.3 alterasi berupa N : Nekrosis
lamella sekunder,
10x10 Gambar 3.4 alterasi berupa Hi :
Hipertrofi lamella primer, N : Nekrosis lamella skunder, 10x10
Lamella sekunder Ruang
interlamela
Lamella sekunder Ruang
interlamela Hialin kartilago
N N
Fi
Fu N
Hialin kartilago normal
N Fu
N
Hi N
ISBN 978-602-72071-1-0 dari
penambanganpengolahan, bahan
tambang, peleburan, galvanisasi, pabrik pewarna, pabrik baterai dan
pabrik electroplating. Pelepasan Cd dari limbah industri ditambah Cd yang berasal dari alam akan menimbulkan
pencemaran lingkungan yang meluas mengingat Cd merupakan substansi persisten di dalam lingkungan.
Berdasarkan tabel 1. Terlihat bahwa kadar kadmium pada setiap titik pengamatan yakni 0,004 mgl, 0,005 mgl
dan 0,006 mgl meningkat pada setiap titik. Hal tersebut disebabkan oleh pergerakan arus air yang kontinyu dan
sumber utama dari pencemarnya. Titik I berlokasi pada area kawasan jaring apung KJA Banua Anyar dimana
sumber utama limbah logam Cd berasal dari kegiatan rumah tangga, aktivitas transportasi air dan aktivitas KJA
sendiri. Connel dan Miller 1995:346 menyatakan bahwa jumlah runutan yang cukup besar disumbangkan ke dalam
cairan limbah rumah tangga oleh sampah-sampah metabolik, korosi pipa-pipa air Cu,Pb, Zn dan Cd dan
produk-produk konsumer misalnya formula deterjen yang mengandung Fe, Mn, Cr, Ni, Co, Zn, B dan As.
Pada titik II yang berlokasi pada area Kelurahan Seberang Mesjid Pasar Lama sumber utama limbah Cd berasal dari
kegiatan industri pencelupan kain sasirangan serta kegiatan rumah tangga. Menurut Palar 2008:117,
penggunaan Cd dan persenyawaannya CdS , CdSeS banyak digunakan sebagai zat warna meskipun
penggunaannya hanya dalam konsentrasi rendah. Sedangkan pada titik III yang berlokasi disekitar area
kawasan Pabrik Karet, sumber utama dihasilkan oleh kegiatan industri pabrik karet dan perindustrian
disepanjang aliran Sungai Basirih yang dekat dengan wilayah muara Sungai Martapura serta padatnya kegiatan
transportasi kapal-kapal besar pengangkut barang maupun penumpang. Pelumas mesin hasil kegiatan
transportasi dan lepasnya cat pelapis badan kapal juga berpotensi menyumbangkan logam ke perairan. Menurut
Widowati, dkk. 2008:64 bahwa kapal yang mengalami korosif dan melepaskan pigmen warna pelapis kapal ke
perairan merupakan salah satu sumber pencemar logam Cd pada air.
Hasil penelitian memperlihatkan bahwa air sungai mengandung Cd dengan konsentrasi 0,004-0,006 mgL
atau masih berada dibawah nilai ambang baku mutu Peraturan Presiden No.81 Th 2001 dan Peraturan
Gubernur No. 05 Th 2007 yakni sebesar 0,01 mgl. hal tersebut diduga dipengaruhi oleh kecepatan pergerakan
angin yang presisi dengan kondisi arus menyebabkan pengenceran konsentrasi limbah, serta pengambilan
sampel yang dilakukan saat hujan dimana massa air turut mengencerkan konsetrasi. Selain itu, proses bioakumulatif
yang dilakukan oleh makhluk hidup disekitar wilayah penelitian
seperti terdapat banyaknya
tumbuhan permukaan air. Metode yang bisa digunakan untuk
membersihkan atau mengurangi pencemaran adalah dengan tanaman yang disebut fitoremediasi Widowati,
dkk., 2008 :70. Kandungan Kadmium Pada Daging
Pada kebanyakan kasus penelitian hubungan antara jumlah adsorpsi atau laju pertambahan konsentrasi logam
antara jaringan dengan konsentrasi dalam air adalah berbanding lurus. Namun, pada uji dalam penelitian yakni
ikan kelabau Osteochillus melanopleurus sebaliknya. Menurut Darmono 1995:32, distribusi dan akumulasi
logam sangat berbeda-beda untuk setiap organisme air. Umumnya semua organisme perairan akan terpengaruh
dengan kehadiran bahan pencemaran di habitatnya terutama pada konsentrasi melebihi normal. Menurut
Darmono 2010:87, terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi daya toksisitas logam dalam air terhadap
mahkluk yang hidup di dalamnya seperti 1 bentuk ikatan, 2 pengaruh lingkungan pH,kadar garam dan oksigen
terlarut, 3 kondisi hewan yakni fase siklus hidup telur, larva, dewasa, 4 kemampuan hewan menghindar dari
wilayah polusi dan 5 kemampuan organisme untuk beraklimatisasi terhadap toksik logam.
Berdasarkan tabel 2. Hasil pengukuran kandungan Cd pada daging pada titik I yakni 0,0047 mgkg, titik II yakni
0,0002 mgkg dan titik III yakni 0,0033 mgkg. ketiga konsentrasi tersebut ternyata lebih rendah daripada
konsentrasi logam pada air. Rendahnya proses akumulasi disebabkan oleh kemampuan organel seluler dalam
menurunkan efek mobilisasi dalam menurunkan toksisitas melalui adanya kehadiran protein khaelat logamnseperi
sitosol, lisosom dan nukleus Lu, 1995:349. Mineral seperti Cu, Co, Se, Ca, Fe dan Zn. dimana
persenyawaannya akan menghasilkan transformasi biologi berupa efek antagonis yang akan menurunkan daya racun
yang dimiliki suatu zat atau material yang masuk ke dalam tubuh menjadi bentuk molekul yang sederhana atau
persenyawaan sederhana Palar, 2008:43.
Kehadiran mineral logam khaelat dan kecukupan unsur protein suatu organisme mampu menurunkan
adsorpsi logam Cd melalui produksi metalotein sebagai barier pertahanan. Hal inilah yang menyebabkan hadirnya
efek ekskresi dan regulasi berbeda-beda.
Penurunan konsentrasi di dalam tubuh ikan diduga disebabkan oleh logam Cd yang diikat oleh pengkhaelat
logam. Logam akan berikatan dengan protein plasma bermolekul berat rendah 6.000 Metalotienin yang
banyak mengandung
gugus sulfihidril
dengan kemampuan ikat 11. Metalotienin yang terdiri dari
protein polipeptida memiliki masa molekul kecil 6-7 kDa dengan kandungan sistein 26-33 non-asam amino
aromatik histidin, dimana Cd akan terikat dengan gugus sulfihidril -SH dalam enzim karboksil, sisteinil, histidil,
hidroksil dan fosfatil dari protein dan purin Widowati, dkk. 2008:75.
Hasil pengukuran kandungan kadmium pada ketiga daging ikan kelabau yang berkisar 0,0002-0,0033 mgkg
yang didasarkan pada Direktur Jenderal Pangan dan Obat No. 03725BSK1989 tentang Kontaminasi Maksimal
Kadmium Cd untuk Ikan adalah 0,1 mgkg atau berada dibawah nilai ambang baku mutu yang ditetapkan.
Dinamikasi adsorpsi logam ini disebabkan kandungan logam dalam perairan yang dapat berubah-rubah serta
pengambilan sampel yang dilakukan saat musim hujan, dimana konsentrasi akan lebih rendah oleh sebab
pengenceran konsentrasi oleh banyak massa air di badan perairan. Namun, tidak menutup kemungkinan nilai ini
ISBN 978-602-72071-1-0 akan terus bertambah mengingat sifat biotransformasi,
biamagnifikasi serta bioakumulatid logam Cd. Kualitas Parameter Air Sungai
Berdasarkan tabel 3. Kualitas suatu parameter akan mencerminkan konsentrasi di dalam tubuh suatu
organisme. Pada hasil pengukuran suhu berkisar yakni 25- 32
◦
C, kondisi suhu yang semakin meningkat akan berpengaruh terhadap laju metabolisme yang terjadi. Jika
pada suatu perairan konsentrasi logam Cd melebihi normal, maka akan menyebabkan laju adsorpsi menjadi
meningkat.
Umumnya kondisi
kecerahan suatu
perairan berhubungan dengan kondisi kebersihan air dimana
limbah yang terbuang ke badan perairan akan berpengaruh pada kekeruhan badan air, sehingga dapat
disimpulkan bahwa badan air jenuh dengan limbah terlebih lagi jika limbah tersebut adalah limbah yang
mengandung logam. Hasil pengukuran kecerahan pada ketiga titik berkisar 15-28 cm atau kecerahan tergolong
rendah.
Kedalaman suatu
perairan secara
kualitatif menentukan banyaknya penetrasi sinar yang masuk.
Semakin besar sinar yang dapat menembus suatu perairan maka kondisi kehidupan biota seperti tumbuhan air
memungkinan untuk
berkembang dan
proses fitoremediasi logam dapat terjadi secara alamiah. Pada
pengukuran titik I berkisar 3,5 m, titik II 1,3 m dan titik III 5,6 m. pengukuran terendah terdapat di titik II yakni
1,3 m hal ini terjadi jika badan sungai secara geografis memiliki kedalaman yang kurang dibuktikan dengan
banyaknya bertambat kapal-kapal kecil di wilayah sungai area Pasar Lama Banjarmasin serta terjadinya
pendangkalan akibat limbah rumah tangga.
Melalui kecepatan arus dapat diperkirakan kapan bahan pencemar mencapai suatu lokasi tertentu. Hasil
pengukuran ketiga titik diperoleh kecepatan tertinggi di titik I yakni 12 ms, disusul titik II 21 ms dan terendah
113 ms pada titik III.
Persenyawaan logam
Cd termasuk
kedalam persenyawaan sulfida , seperti halnya senyawa hidroksida,
senyawa oksida dan senyawa karbonat. Senyawa-senyawa tersebut sangat mudah larut dalam air. Berdasarkan hasil
pengukuran pH berkisar antara 6,6-6,8 , menurut Palar, 2008:36, badan perairan yang mempunyai derajat
keasaman pH mendekati normal atau pada daerah kisaran pH 7 sampai 8, kelarutan dari senyawa-senyawa
ini cenderung stabil.
Kondisi oksigen terlarut bervariasi bergantung pada suhu suatu perairan dan tekanan atmosfer. Suhu ketiga
titik berkisar 25-32
◦
C dan DO berkisar 4,60 mgl Titik I, 5,98 mgl Titik II dan 5,59 mgl Titik III, menurut Fardiaz
1992:33, konsentrasi oksigen pada suhu mencapai 32
◦
C adalah
7,4 mgl
atau DO
cenderung masih
mempertahankan kondisi hidup biota akuatik serta tidak mengakibatkan proses hidrogenasi meningkat.
Berdasarkan hasil pengukuran BOD di Titik I sebesar 4,64 mgl, 5,54 mgl Titik IIdan 1,65 mgl Titik III.
Perbedaan ini disebabkan oleh kandungan pencemarnya. Menurut Effendi 2003:27, kisaran BOD yang melebihi
10mgl dianggap telah mengalami pencemaran. Berdasarkan hasil pengukuran COD di Titik I sebesar
6,17 mgl, Titik II 9,25 mgl dan Titik III 3,08 mgl atau konsentrasi berada dibawah nilai ambang baku menurut
PP RI. No. 82 Th. 2001 yakni 50mgl. Histopatologi Mikroanaotmi Insang
Pemeriksaan histopatologi pada suatu organisme yang hidup di daerah tercemar akan memberikan gambaran
tingkat keparan pencemaran yang terjadi. Berdasarkan hasil pemeriksaan struktur mikroanatomi insang ikan
Kelabau yang dipancing di Titik I memperlihatkan adanya alterasi berupa edema, peradangan, kongesti, hemoragi,
hipertrofi, hyperplasia, fusi dan adanya invasi ektoparasit serta nekrosis. Pada Titik II alterasi berupa fibrosis
lamella primer disertai deskumasi atau nekrosis lamella sekundernya dan pada Titik III alterasi berupa hipertrofi
lamella primer, fusi lamella sekunder dan nekrosis lamella sekunder.
Edema diduga disebabkan oleh kehadiran logam Cd yang memasuki insang yang menyebabkan penurunan
aktivitas ATP dalam enzim karbonik anhidrase dan ATP ase sehingga menyebabkan kolaps kompa natrium pada
selaput yang peka. Hal ini menyebabkan terjadinya influks natrium intrasel dan difusi kalium ekstrasel juga
menyebabkan kegagalan iso-osmosa air yang berujung pada peradangan jaringan insang.
Dilatasi dan peradangan dalam filamen insang dianggap sebagai akibat dari terjebaknya ion logam.
Peradangan akan membuat kapiler insang mengalami vasodilatasi yang menyebabkan prakapiler insang
membuka, akibatnya terjadi peningkatan aliran darah pada kapiler yang sebelumnya inaktif sehingga jaringan lebih
hiperemis. Bertambahnya aliran darah hiperemia dalam jaringan insang akan disusul oleh perlambatan aliran
darah dan perubahan tekanan intravaskular terhadap pembuluh insang. Biasanya dilatasi pada sistem vena
insang akan menyebabkan hambatan vena balik sehingga kesan pembendungan darah terjadi disebut kongesti.
Jika tekanan intravaskuler hidrostatis dan osmotik pada kapiler insang terus meningkat oleh adanya logam
Cd akan menyebabkan permeabilitas dinding kapiler meningkat yang menyebabkan extravasasi cairan sehingga
terjadi penumpukan cairan yang disebut sebagai hemoragi.
Hiperplasia pada lamella sekunder insang diduga disebabkan oleh hubungan yang terjadi saat logam Cd
dalam air mengion menjadi Cd
2+
. Hal ini akan menyebabkan proliferase massif pada sel eiptel kapiler
juga pada sekresi mukus. Kondisi ini akan mengarah kepada tertutupinya permukaan lamella insang oleh hasil
proliferasi tersebut sehingga menyebabkan perlekatan pada kedua sisi lamella yang disebut fusi lamella.
Fusi lamella sekunder menciptakan kondisi dimana jaringan insang tidak akan mampu dimasuki oleh logam
Cd tetapi justru mengakibatkan kegagalan respirasi yang berujung pada kematian ikan.
Menurut Prasetyo 2010:4, myxospora merupakan parasit yang paling umum menginvasi kulit dan insang
ISBN 978-602-72071-1-0 ikan air laut dan air tawar. Ektoparasit ini ditemukan pada
preparat titik pertama sekaligus juga diduga menyebabkan tingginya kerusakan yang terjadi pada preparat tersebut.
Fibrosis pada jaringan insang merupakan kondisi dimana terjadi pembentukan jaringan ikat. Hal ini diduga
terjadi akibat kontak langsung dengan perairan yang tercemar logam Cd atau sebagai kompensator pasca
peradangan pada lamella primer hipergranulasi dalam adaptasi ikan.
Hipertrofi yang terjadi pada organ insang khususnya lamella primer diduga merupakan suatu bentuk adaptasi
terhadap fungsi atau hormon oleh keadaan fisiologis maupun patologis. Menurut Efrizal, dkk. 1998:15,
hipertrofi pada lamella sekunder maupun primer insang merupakan tanda-tanda awal ikan terpapar bahan kimia.
Diduga logam Cd menyebabkan bertambahnya ukuran jaringa insang.
Sel yang mengalami nekrosis atau deskuamasi pada lamella insang akan mudah untuk terlepas dari jaringan
penyokongnya dan menyebabkan jaringan disekitarnya rentan terhadap iritasi maupun radang. Nekrosis ditemui
pada ketiga preparat, diduga terjadi karena toksikan seperti logam Cd menyebabkan ketidakmampuan sel
mengkompensasi kehadiran zat toksik tersebut sehingga mengakibatkan lisis komponen sel yang berujung pada
degradasi progresif letal ireversibel atau kematian jaringan yang tidak terkontrol.
Kerusakan pada tahapan ini diduga tidak hanya disebabkan oleh zat toksik seperti logam Cd di dalam
perairan tetapi juga disebabkan oleh keadiran toksikan lain seperti zat kimia organik dan anorganik yang ada di
dalam perairan atau tingginya konsentrasi amoniak yang tidak terhitung dalam pengujian.
Ucapan Terima Kasih Penulis mengucapkan terimakasih kepada saudara
Setywan, N 2013 dari Universitas Negeri Semarang dimana karyanya telah menjadi bahan pembanding
struktur jaringan mikroanaotmi insang normal. Juga kepada dr.Syarif yang telah membantu analisis
histopatologi. PENUTUP
Simpulan Kandungan logam Cd pada air 0,004-0,006 mgl dan
daging 0,0002-0,0033 mgkg masih berada pada nilai ambang baku mutu yang ditetapkan baik oleh PP. RI. No.
81 Th. 2001, PerGub Kal-Sel No.05 Th. 2007 yakni dibawah dari 0,01 mgl dan DirJen POM No.
03725VIISK1989 yakni dibawah 0,1 mgKg. Tingkat kerusakan mikroanatomi mulai dari edeama hingga
nekrosis. DAFTAR PUSTAKA
Antaranews. 2012. BLHD, Kalsel. 2012. Air Sungai
Kalsel Sudah Ancam Kesehatan . 30 Agustus.
Hal 1-4 kolom 4-6. Berata, K., Oka, Bagus I. O. W., Agung, A. A. M. A.,
Bagus, Ida. W. A. 2011. Patologi Veteriner Umum
: Swastwa Nulus. Denpasar. Connel, D., W., Miller, G.J. 1996. Kimia
Ekotoksikologi Pencemaran
. Universitas
Indonesia Press. Jakarta Darmono. 1995. Logam dalam Sistem Makhluk Hidup :
Universitas Indonesia Press. Jakarta. Darmono. 2010. Lingkungan Hidup dan Pencemaran :
Universitas Indonesia Press. Jakarta. Daelani, Deden., AS. 2002. Agar Ikan Sehat : PT.
Penebar Swadaya. Bogor Depok. Effendi, Hefni. 2003. Telaah Kualitas Air Bagi
Pengelolaan Sumber Daya dan Lingkungan Perairan
: Kanisius. Yogyakarta. Efrizal, T., Setijanto, H., Tumpal, D., F., L., Sukra, Y.
Pengaruh Kadar
Sublethal Phospamidon
Terhadap Kerusakan
Jaringan Ikan
Nila Oreochromis niloticus.
Jurnal Media Veteriner. 5 4 : 13-18.
Erma, Sri. 2013. Kandungan Cadmium Cd Pada Air dan Ikan Patin Pangasius pangasius Di Danau
Gentung Dayo
Eks. Tambang
Batubara Kabupaten Paser Kalimantan Timur.
Skripsi Sarjana. Universitas Lambung Mangkurat. Tidak
Dipubllikasikan. Irianto, Agus. 2005. Patologi Ikan Teleostei : Gadjah
Mada University Press. Yogyakarta. Jelang, Dito. M. 2012. Studi Analisa Arus Laut
Permukaan Dengan Menggunakan Data Satelit Altimetri Jason-2
. Skripsi Sarjana. Institut Teknologi Surabaya. Dipublikasikan.
Lu, C. Frank. 1995. Toksikologi Dasar : UI-Press. Jakarta.
Max, Rizald, R. 2010. Toksikologi Kelautan : P. Walau Bengkulu. Jakarta Timur. Mukono, HJ. 2010.
Toksikologi Lingkungan :
Palar, Heryando. 2008. Pencemaran dan Toksikologi Logam Berat
:Rineka Cipta. Jakarta Priosoeryanto, B. P., Esra, I. M., Handayani, S. U.
2010. Gambaran Histopatologi Insang, Usus dan
Otot Ikan
Mujair Oreochromis
mossambicus Yang Berasal Dari Daerah Ciampea, Bogor
. Jurnal of Indonesian Veterany of Sciences and Mediciene Volume II Nomor 1
Robbin and Kumar. 1995. Basic Pathology : ECG. Jakarta.
Rukmini. 2012. Teknologi Budidaya Biota Air : Karya Putra Darwati. Bandung.
Setijaningsih, L. Asih, S. 2011. Keberhasilan Pembenihan
Ikan Kelabau
Osteochilus melanopleura Blkr Sebagai Upaya Konservasi
Ikan Lokal Melalui Manipulasi Lingkungan Dan Hormon
. Jurnal KSI-01:1-7. Setyawan, N. 2013. Gambaran Mikroanatomi Pada
Insang Ikan Sebagai Indikator Pencemaran Logam
Berat Di
Perairan Kalingarang
Semarang . Skripsi Sarjana. Universitas Negeri
Semarang. Dipublikasikan.
ISBN 978-602-72071-1-0 UNESA. 2000. Pedoman Penulisan Artikel Jurnal,
Surabaya: Lembaga Penelitian Universitas Negeri Surabaya.
Widowati, W. Astiana. S, Raymond. J. 2008. Efek Toksik Logam
: Andi. Yogyakarta.
ISBN 978-602-72071-1-0
KOMPARASI PENGGUNAAN MODEL PEMBELAJARAN 5E DENGAN MODEL PENGAJARAN LANGSUNG TERHADAP
HASIL BELAJAR BIOLOGI DAN KINERJA ILMIAH SISWA SMP 1 LUMAJANG
Reni Ikayanti
1
Suhartatik
2
12
Program Studi Pendidikan IPA, Program Pascasarjana Universitas Jember E-mail: reniyanti832gmail.com
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah ada perbedaan pengaruh penggunaan model pembelajaran 5E dengan Model pengajaran langsung terhadap 1 hasil belajar biologi dan kinerja ilmiah siswa, 2 hasil
belajar biologi, dan 3 kinerja ilmiah siswa. Penelitian ini dilaksanakan di SMP 1 Lumajang pada siswa kelas VII semester II tahun ajaran 20142015. Jenis penelitian ini adalah eksperimen semu quasi
eksperiment
, dengan rancangan non equivalent pretest-posttest control group design. Pengambilan sampel n=134 pada populasi N=271 dilakukan dengan metode group random sampling. Data berupa gain skor
ternormalisasi hasil belajar dan kinerja ilmiah yang dianalisis dengan menggunakan statistik deskriptif dan uji MANOVA. Berdasarkan hasil analisis data diperoleh hasil 1 terdapat perbedaan hasil belajar dan
kinerja ilmiah antara siswa yang belajar melalui Model Pembelajaran 5E dengan siswa yang belajar melalui model pengajaran langsung F=6,845 dengan taraf signifikansi 0,001, P0,05, 2 terdapat perbedaan hasil
belajar biologi antara siswa yang belajar melalui Model Pembelajaran 5E dengan siswa yang belajar melalui model pengajaran langsung F=6,819 dengan taraf signifikansi 0,010, p0,05, dan 3 terdapat perbedaan
kinerja ilmiah antara siswa yang belajar melalui Model Pembelajaran 5E dengan siswa yang belajar melalui model pengajaran langsung F=9,001 dengan taraf signifikansi 0,003, p0,05. Kelompok siswa yang belajar
dengan menggunakan Model Pembelajaran 5E menunjukan hasil hasil belajar LSD=0,04 μij=0,054 dan kinerja ilmiah LSD=0,063 μij=0,097 yang lebih baik dibandingkan dengan kelompok siswa yang
menggunakan model pengajaran langsung. Kata Kunci
: model pembelajaran 5E, model pengajaran langsung, hasil belajar biologi, dan kinerja ilmiah
ABSTRACT
This study aims to determine whether there are differences in the effect of the use of the 5E instructional model teaching model directly to 1 the results of studying biology and science performance of students, 2
the results of studying biology, and 3 The scientific performance of students. This study was conducted in SMP 1 Lumajang in class VII second semester of the school year 20142015. This research is a quasi-
experimental quasi experimental, with non equivalent design pretest-posttest control group design. Sampling n = 134 in the population N = 271 was conducted using random sampling group. Data is a
normalized score gain learning outcomes and scientific performance were analyzed using descriptive statistics and MANOVA test. Based on the results of data analysis results 1 there are differences in
learning outcomes and scientific performance between students who learn through 5E Instructional Model with students who learn through direct teaching model F = 6.845 with a significance level of 0.001, P
0.05, 2 there are differences in learning outcomes among students studying biology through 5E Instructional Model with students who learn through direct teaching model F = 6.819 with a significance
level of 0.010, p 0.05, and 3 there are differences in scientific performance between students who learn through 5E Instructional Model with students who learn through direct teaching model F = 9.001 with a
significance level of 0.003, p 0.05. Groups of students learn by using the 5E Instructional Model shows
the results of learning outcomes LSD = 0.04 μij = 0.054 and scientific performance LSD = 0.063 μij = 0.097 better than the group of students who use the direct teaching model.
Keywords:
5E learning model, the model of direct teaching, learning outcomes biology and scientific performance
ISBN 978-602-72071-1-0 PENDAHULUAN
Pendidikan merupakan proses budaya untuk meningkatkan harkat dan martabat manusia yang menjadi
tanggung jawab bersama antara keluarga, masyarakat, dan pemerintah. Berdasarkan Undang-Undang Republik
Indonesia Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pemdidikan Nasional, pada BAB II diatur mengenai
Dasar, Fungsi, dan Tujuan pendidikan nasional. Pada
pasal 3 disebutkan bahwa ”Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak
serta peradaban bangsa yang bermatabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk
berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang
Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga negara yang
demokratis serta bertanggung jawab Sisdiknas, 2008. Dalam program pembangunan nasional, pengembangan
pendidikan merupakan salah satu wahana yang sangat penting, karena melalui pendidikan dapat meningkatkan
kualitas sumber daya manusia.
Dalam proses pengajaran, unsur belajar memegang peranan yang penting atau vital. Dalam
Arnyana 2007 disebutkan bahwa proses belajar mengajar mengandung kegiatan interaksi antara guru dan
siswa dalam situasi edukatif untuk mencapai tujuan belajar. Berbicara mengenai belajar tidak hanya
mementingkan produk namun juga proses belajar tersebut, di mana proses belajar merupakan suatu proses
interaksi edukatif yang terikat pada tujuan, terarah pada tujuan, dan dilaksanakan khusus untuk mencapai tujuan
Suastra, 2009. Dalam kaitannya dengan pembelajaran IPA Puskur Balitbang Depdiknas, 2002 menyatakan
rumpun pelajaran IPA menggariskan penguasaan kompetensi yang terwujud sebagai hasil belajar adalah
menyangkut kinerja ilmiah dan hasil belajar. Penguasaan konsep-konsep dan prinsip-prinsip pelajaran IPA
merupakan prasyarat keberhasilan belajar untuk melanjutkan ke jenjang yang lebih tinggi yang nantinya
dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari. Menurut Santyasa et al. 2005, belajar adalah suatu proses
pembentukan
pengertian yang
bersumber dari
pengalaman-pengalaman kognitif dalam hubungannya dengan pengetahuan sebelumnya. Berdasarkan dampak
kompetensi tersebut, pemahaman merupakan unsur yang sangat mendasar. Kemampuan ini umumnya mendapat
penekanan dalam proses belajar mengajar. Siswa dituntut untuk memahami atau mengerti sesuatu yang diajarkan,
mengetahui sesuatu yang sedang dikomunikasikan dan dapat memanfaatkan isinya Daryanto, 2005.
Hasil belajar menunjukan pada perubahan struktur pengetahuan individu sebagai hasil dari situasi
belajar. Sudjana 2004 menyatakan hasil belajar adalah kemampuankemampuan yang dimiliki siswa setelah ia
menerima pengalaman belajarnya. Hasil belajar pada dasarnya merupakan tujuan belajar yang berhasil dicapai
oleh siswa Muisman, 2003. Tingkat ketercapaian tujuan belajar ini biasanya diukur dengan skor yang diperoleh
siswa dalam menyelesaikan sebuah tes hasil belajar. Hasil belajar sains berdasarkan Kurikulum
Tingkat Satuan
Pendidikan adalah
merupakan kemampuan siswa yang menyangkut aspek pemahaman
konsep dan aplikasinya serta kemampuan ilmiah siswa Puskur, 2007. Selain itu disebutkan pula bahwa hasil
belajar merupakan pencapaian kompetensi-kompetensi yang mencakup aspek pengetahuan, keterampilan, sikap,
dan nilai yang diwujudkan dalam kebiasaan berpikir dan bertindak. Kompetensi tersebut dapat dikenali melalui
sejumlah hasil belajar dan indikatornya yang dapat diukur dan diamati.
Bloom 1971 menyatakan bahwa hasil belajar peserta didik dapat diklasifikasikan kedalam tiga ranah
domain, yaitu domain kognitif, domain afektif dan domain psikomotor. Ketiga ranah tersebut tidak berdiri
sendiri tetapi merupakan satu kesatuan yang tidak terpisahkan, yang tercermin dalam proses belajar. Ranah
kognitif merupakan hasil belajar intelektual yang terdiri dari enam aspek, yakni pengetahuan knowledge,
pemahaman comperehension, aplikasi application, analisis analysis, sintesis synthesis, dan evaluasi
evaluate. Ranah afektif merupakan sikap yang terdiri dari lima aspek, yakni penerimaan, jawaban atau reaksi,
penilaian, organisasi, dan internalisasi atau karakterisasi. Ranah psikomotorik berkenaan dengan hasil belajar
keterampilan dan kemampuan bertindak.
Materi pelajaran biologi yang dijadikan isi tes hasil belajar berbentuk fakta, konsep, dan generalisasi
yang dipelajari siswa melalui proses observasi, inferensi serta eksperimentasi yang dilakukan pada saat proses
pembelajaran mata. Meskipun pada umumnya tes hasil belajar hanya mencakup aspek kognitif, tidak berarti
aspek lain tidak tersentuh di dalam proses belajar mengajar. Keberadaannya hanya sebagai efek pengiring
hasil belajar bukan efek utama hasil belajar seperti yang telah dirumuskan sebagai tujuan pembelajaran.
Kinerja ilmiah merupakan implementasi dari keterampilan proses itu sendiri. Mengukur kinerja ilmiah
siswa tiada lain adalah mengukur penguasaan jenis keterampilan proses siswa tersebut. Dalam melakukan
penilaian kinerja siswa diharuskan mempertunjukkan kinerjanya, bukan menjawab atau memilih jawaban dari
sederetan kemungkinan jawaban yang sudah tersedia, atau dengan kata lain diukur dengan tes. Jadi, kinerja
ilmiah harus dinilai secara langsung, ketika siswa menunjukkan kemampuannya, seperti kemampuan
melakukan percobaan di laboratorium. Sadia 2010 menyatakan kinerja ilmiah adalah kemampuan yang
menyangkut
kegiatan merencanakan
penelitian, melakukan penelitian ilmiah, dan mengkomunikasikan
hasil penelitian. Pembelajaran sains, khususnya biologi, seperti
paparan sebelumnya memandang hasil pembelajaran sebagai produk dan juga sebuah proses yang menekankan
keterlibatan siswa secara utuh untuk menemukan sendiri fakta-fakta maupun konsep-konsep biologi melalui
proses mentalnya. Biologi sebagai bagian dari sains merupakan wahana untuk meningkatkan pengetahuan
keterampilan, sikap dan nilai. Misalnya dengan jalan mengaplikasikan konsep-konsep dalam memecahkan
ISBN 978-602-72071-1-0 masalah yang ditemukan di lapangan, sehingga
diharapkan dapat menciptakan kualitas SDM yang mampu bersaing di era globalisasi.
Namun pada kenyataannya kualitas SDM Indonesia masih menduduki posisi yang rendah. Dalam
hal pengukuran kualitas SDM, Indonesia menempati urutan 124 dari 187 negara berdasarkan data United
Nation Development Program UNDP tahun 2011.
Peringkat tersebut masih jauh dari Negara-negara Asia Tenggara lainnya, seperti Singapura yang memperoleh
peringkat 26, Malaysia peringkat 61, Brunai Darusalam peringkat 33, Thailand peringkat 103, dan Filipina
peringkat 112. Rendahnya kualitas SDM menunjukan rendahnya kualitas pendidikan Indonesia.
Rendahnya kualitas pendidikan yang dihasilkan tidak terlepas dari berbagai faktor yang berperan dalam
pembelajaran Suastra, 2009. Faktor-faktor tersebut yakni
raw input
siswa, instrumental
input laboratorium, kurikulum, guru, dll, environmental input
lingkungan. Peran guru harus mampu mengorganisir dan mengelola potensi-potensi dalam pembelajaran, baik
potensi raw input, instrumental input, maupun potensi environmental
input agar menjadi interaksi yang optimal, yang pada akhirnya dapat meningkatkan kualitas proses
dan hasil belajar. Namun proses pembelajaran sains berlangsung khususnya biologi di sekolah masih
berorientasi pada penyelesaian masalah konteks materi, suasana kelas cenderung teacher centered sehingga siswa
menjadi pasif saat pembelajaran dan ketercapaian kurikulum dengan didominasi oleh pengajaran langsung.
Selain itu terdapat beberapa hal yang menyebabkan rendahnya hasil belajar siswa yakni, 1 siswa tidak
banyak mempersiapkan diri sebelum mengikuti pembelajaran, 2 pengetahuan awal siswa relative
rendah, 3 kurangnya persiapan guru dalam proses pembelajaran, 4 kurang optimalnya pemanfaatan sarana
dan prasarana pembelajaran, 5 kurangnya mengetahuan guru tentang inovasi pembelajaran, 6 latar belakang
pendidikan guru kurang sesuai dengan kajian studi yang diajarkan, 7 pembelajaran yang diterapkan guru masih
bersifat
konvensional metode
ceramah, 8
pembelajaran hanya didominasi oleh siswa yang pintar, dan 9 penilaian yang digunakan pada akhir semester
masih dengan ulangan umum bersama. Gambaran tersebut diduga menyebabkan rendahnya kualitas proses
dan hasil belajar siswa.
Proses belajar terjadi pada siswa apabila anak didik secara aktif mengkonstruksi pengetahuan dalam
memori kerja Slavin, 2009. Siswa adalah pencipta gagasan, sedangkan guru adalah fasilitator dan mediator
yang menyediakan bimbingan dan pemodelan pada tugas-tugas akademik yang otentik. Menurut Desile
dalam Adnyana, 2005, pendidikan pada abad ke 21 harus mengembangkan kebiasaan berpikir, meneliti, dan
memecahkan masalah untuk berhasil menghadapi perubahan dunia. Oleh sebab itu, guru perlu melakukan
reorientasi pembelajaran dengan lebih menitikberatkan pada transformasi pengetahuan daripada melakukan
transfer pengetahuan. Dalam mengembangkan kebiasaan meneliti, siswa perlu diberikan kesempatan untuk
mengembangkan pengetahuan dan latihan bekerja ilmiah dengan menggunakan keterampilan proses sains agar
mampu memahami alam sekitar. Konstruktivisme merupakan landasan berpikir,
bahwa pengetahuan dibangun oleh manusia sedikit demi sedikit yang hasilnya diperluas melalui konteks yang
terbatas. Pengetahuan bukanlah seperangkat fakta-fakta, konsep, atau kaidah yang siap untuk diambil dan diingat.
Manusialah yang harus mengkonstruksinya dan memberi makna melalui pengalaman nyata Darma, 2007.
Prinsip-prinsip Psikologi yang Berpusat pada Siswa tersebut memberikan gambaran tentang siswa yang aktif
mencari pengatahuan dengan 1 menafsirkan kembali informasi, 2 termotivasi oleh diri sendiri melalui
pencarian pengetahuan bukan termotivasi oleh nilai, dan imbalan, 3 bekerja sama dengan orang lain untuk
bersama-sama membentuk makna, dan 4 menyadari strategi
pembelajarannya sendiri
dan mampu
menerapkannya pada persoalan atau lingkungan yang bauru Slavin, 2009.
Agar hasil belajar dan kinerja ilmiah siswa tercapai secara optimal, perlu dikembangkan suatu model
pembelajaran yang sesuai dengan perubahan paradigma dari mengajarkan siswa menjadi membelajarkan siswa,
serta menekankan pada proses belajar dan aktivitas ilmiah siswa Suparno, 1997. Model pembelajaran 5E
merupakan salah satu model siklus belajar Learning Cycle
dari perwujudan filosofi kontruktivisme tentang belajar dan pembelajaran dengan asumsi bahwa
”pengetahuan dibangun dalam pikiran pelajar” Suastra, 2009. Siswa berperan secara langsung baik secara
berkelompok maupun secara individu dalam menggali konsep dan prinsip selama kegiatan pembelajaran. Tugas
guru adalah mengarahkan proses belajar yang dilakukan siswa dan memberikan koreksi terhadap konsep dan
prinsip yang didapat siswa. Apabila dikaitkan dengan pembelajaran sains, model siklus belajar 5E sesuai untuk
diterapkan karena model ini juga menekankan pada keaktifan siswa dalam belajar. Model pembelajaran ini
memberikan
kesempatan kepada
siswa untuk
membangun konsep dalam pengetahuannya secara mandiri, membiasakan siswa dalam merumuskan,
menghadapi, dan menyelesaiakan permasalah yang ditemui.
Seperti namanya,
sintak dari
model pembelajaran 5E memiliki lima fase yakni sebagai
berikut. 1. Engagement pengikutsertaan
Fase engagement merupakan fase pertama dari model pembelajaran ini. Pada fase ini guru memusatkan
perhatian siswa pada konsep, prinsip atau masalah yang akan dipelajari Suastra, 2009. Selain itu guru juga
berperan daalm membangkitkan dan mengembangkan keingintahuan curiosity siswa tentang topik yang akan
diajarkan Wena, 2009.
2. Explorationpenjajakan Selama fase kedua ini, siswa mengumpulkan
informasi, mengetes ide-ide mereka, merekam hasil pengamatan, melakukan eksperimen dan sebagainya.
Sehingga para siswa memiliki pengalaman yang umum dan konkret.
ISBN 978-602-72071-1-0 3. Explanationpenjelasan
Pada fase ketiga guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk melakukan diskusi kelompok untuk
menjelaskan dan memberikan komentar terhadap hasilpengamatannya dengan menggunakan ide dan kata-
kata mereka sendiri. Ini merupakan penerapan dari ilmu psikologi yang dikemukakan oleh Vygotsky yang
menyatakan bahwa diskusi berkelompok daln situasi pembelajaran yang kooperatif memberikan kesempatan
bagi siswa untuk mengekspresikan pemahamannya dan menerima umpan balik dari orang lain Bybee, 2006.
4. Elaborationpenguraian Fase elaborasi merupakan fase dimana guru
memberikan klarifikasi atas gagasan siswa yang masil bersifat miskonsepsi dan memberi kesempatan kepada
siswa untuk membuat jalinan konsep dalam struktur kognitifnya
dengan cara
mengaitkan atau
mengembangkan konsep-konsep dan keterampilan- keterampilan yang diperolehnya pada situasi yang
berbeda. 5. Evaluationmengevaluasi
Fase ini merupakan fase terakhir yaitu dengan maksud menggali kembali ideide, pengetahuan atau
keterampilan siswa yang telah mereka pelajari. aktivitas ini juga membantu mengumpan balik hasil belajar siswa.
Model Pengajaran Langsung Direct Instruction merupakan suatu pendekatan mengajar yang dapat
membantu siswa dalam mempelajari keterampilan dasar dan memperoleh informasi yang dapat diajarkan
selangkah demi selangkah. Model pengajaran langsung secara empirik dilandasi oleh teori belajar behavioristik.
Teori ini menekankan pada perubahan perilaku sebagai hasil belajar yang dapat diobservasi. Menurut teori ini,
belajar bergantung pada pengalaman termasuk pemberian umpan balik dari lingkungan. Pengajaran langsung,
menurut Kardi Nur 2000 dapat berbentuk ceramah, demostrasi, pelatihan atau praktek, dan kerja kelompok.
Pengajaran langsung digunakan untuk menyampaikan pelajaran yang ditransformasikan langsung oleh guru
kepada siswa.
Dalam Kardi dan Nur 2000 disebutkan ciri-ciri Model Pengajaran Langsung Direct Instruction adalah
sebagai berikut. 1. Adanya tujuan pembelajaran dan pengaruh
model pada siswa termasuk prosedur penilaian belajar.
2. Sintakspola keseluruhan dan alur kegiatan pembelajaran.
3. Sistem pengelolaan dan lingkungan belajar yang diperlukan agar kegiatan tertentu dapat
berlangsung dengan berhasil. Berdasarkan rasionalisasi di atas, maka
diperlukan suatu model pembelajaran yang sesuai dan dapat mewujudkan terjadinya konsepsi yang benarilmiah
pada diri siswa. Dalam hal tersebut, Peneliti menuangkan ide ini dalam penelitian yang berjudul Komparasi
Penggunaan Model pembelajaran 5E dengan Model Pengajaran Langsung terhadap Hasil belajar Biologi dan
Kinerja Ilmiah Siswa SMP.
METODE PENELITIAN
Penelitian ini merupakan penelitian eksperimen yang meneliti hubungan sebab akibat dengan
memanipulasi satu atau lebih variabel pada satu atau lebih kelompok eksperimental. Hasil yang diperoleh
kemudian dibandingkan dengan kelompok kontrol yang tidak dimanipulasi. Analisis data yang dilakukan untuk
menganalisis satu variabel bebas model pembelajaran dengan dua variabel terikat hasil belajar biologi dan
kinerja ilmiah siswa adalah Multivariat Analysis of Variance
MANOVA, dengan memasukkan gain score
ternormalisasi dari setiap data. Pengujian hipotesis nol dilakukan dengan taraf signifikasi 5
α = 0,05. Sebelum dilakukan uji MANOVA, terlebih dahulu hasil
yang diperoleh diuji dengan uji prasyarat. Untuk menguji hipotesis 1 digunakan MANOVA melalui statistik F
varian. Uji hipotesis 2 dan 3 menggunakan test of between-subjects
effects.
Uji multivariate untuk
pengujian antar subjek yang dilakukan terhadap angka signifikan dari nilai F statistic
Pillai’s Trace, Wilks’ Lambda, Hotelling’ Trace, Roy’s Largest Root
Candiasa, 2010.
Penelitian ini dilaksanakan di suatu institusi
sekolah sehingga secara teknis tidak memungkinkan untuk mengontrol semua variabel secara ketat full
randomize
. Oleh sebab itu, penelitian ini tergolong
penelitian eksperimen semu quasi eksperiment. Rancangan penelitian yang digunakan adalah non
equivalent pretest-posttest control group design
. Desain
penelitian ini dipilih karena penelitian eksperimen semu tidak memungkinkan untuk merandom subjek yang ada
pada setiap kelas secara utuh.
Penentuan sampel yang akan digunakan dalam
penelitian ini menggunakan metode group random sampling
. Teknik ini digunakan sebagai teknik
pengambilan sampel karena individu-individu pada populasi telah terdistribusi ke dalam kelas-kelas sehingga
tidak memungkinkan untuk melakukan pengacakan terhadap individu-individu dalam populasi. Cara
penarikan sampel menggunakan sistem undian. Pada teknik undian yang digunakan, kelas yang muncul dalam
undian langsung dijadikan kelas sampel. Kelas yang digunakan sebagai sampel adalah kelas paralel yang
setara secara akademis karena tidak ada pengelompokkan siswa dalam kelas unggulan. Dari hasil pengundian kelas
VIII A dan VIII C sebagai kelas eksperimen dan kelas VIII B dan VIII D sebagai kelas kontrol. Dari hasil
sampling diperoleh jumlah sampel sebanyak 134 orang. Siswa pada masing-masing kelompok berjumlah 67
orang. HASIL DAN PEMBAHASAN
Setelah dilakukan uji prasyarat pada data yang dikumpulkan, maka dapat diketahui bahwa data yang
diperoleh tersebar normal, memiliki varian data homogen, tidak terdapat multikolinieritas dan matriks
varian antar variabel dependen sama. Maka untuk tahap selanjutnya pengujian hipotesis menggunakan Analisis
Multivariate
MANOVA dapat dilanjutkan. Pengujian
ISBN 978-602-72071-1-0 hipotesis dilakukan dengan bantuan program SPSS 17 for
windows dan disajikan pada Tabel 1 dan Tabel 2.
Temuan empiris mengenai rata-rata N-Gain hasil belajar dan kinerja ilmiah kelompok siswa yang
diberi perlakuan Model Pembelajaran 5E lebih besar dari rata-rata kelompok siswa yang diberi perlakuan dengan
Model Pengajaran langsung. Hal tersebut menunjukan bahwa secara bersama-sama terdapat perbedaan hasil
belajar dan kinerja ilmiah siswa yang belajar mengikuti model
pembelajaran 5E
dengan siswa
yang menggunakan model pembelajaran langsung. Secara
teoritis, model pembelajaran 5E lebih memposisikan siswa sebagai pusat dalam pembelajaran student
centered, sehingga
memberikan peluang
pada peningkatan hasil belajar dan kinerja ilmiah siswa. Model
5E yang menerapkan paham kontruktivisme Kurnaz Çalik, 2008, dimana setiap huruf E mengandung
bagian dari proses yang membantu siswa belajar mengalami dengan
urutan yang sesuai dalam menghubungkan pengetahuan awal dengan konsep baru.
Peranan guru dalam paradigma kontruktivistik ini adalah sebagai fasilitator dan mediator kreatif dalam proses
pembelajaran. Siswa secara aktif membangun pengertian tentang dunia dengan mengkonstruksikan makna dan
mengkaitkan informasi baru dengan pengalaman masa lampau Brooks Brooks, 1993.
Pada Brook Brook 2006 disebutkan kondisi konflik kognitif, siswa dihadapkan pada tiga pilihan,
yaitu: 1 mempertahankan intuisinya semula, 2 merevisi sebagian intuisinya melalui proses asimilasi,
dan 3 merubah pandangannya yang bersifat intuisi tersebut dan mengakomodasikan pengetahuan baru.
Perubahan konseptual terjadi ketika siswa memutuskan pada pilihan yang ketiga. Setiap anak harus membangun
sendiri pengetahuan-pengetahuan itu, pengetahuan- pengetahuan itu harus dikonstruksi sendiri oleh anak
melalui operasi-operasi, dan salah satu cara untuk membangun
operasi ialah
dengan ekuilibrasi
Dahar,1989. Agar terjadi proses perubahan konseptual, belajar melibatkan pembangkitan dan restrukturisasi
konsepsi-konsepsi yang dibawa oleh siswa sebelum pembelajaran.
Menurut pandangan
konstruktivisme, keterlibatan aktif siswa dalam pembelajaran peran yang
penting dalam mengkonstruksi pemahaman dalam pikirannya. Hal ini sejalan dengan teori belajar yang lain,
seperti yang telah dikembangkan oleh David Ausubel yaitu tentang belajar bermakna meaningful learning.
Menurut Ausubel, belajar bermakna merupakan suatu proses mengkaitkan informasi baru pada konsep-konsep
relevan yang terdapat dalam struktur kognitif siswa. Selain hal tersebut Ausubel juga membedakan antara
belajar menemukan dengan belajar menerima. Pada belajar menerima siswa hanya menerima, jadi tinggal
menghapalkan suatu materi, tetapi pada belajar menemukan konsep ditemukan oleh siswa, jadi tidak
menerima pelajaran begitu saja. Selain itu untuk dapat membedakan antara belajar menghafal dengan belajar
bermakna. Pada belajar menghafal, siswa menghafalkan materi yang sudah diperolenya, tetapi pada belajar
bermakna materi yang telah diperoleh itu dikembangkan dengan keadaan lain sehingga belajarnya lebih
dimengerti Suherman, 2003.
Model pengajaran langsung yang selama ini diterapkan cenderung bersifat linier dan transfer
pengetahuan berlangsung dalam satu arah. Model pengajaran langsung direct Instruction secara empirik
dilandasi oleh teori belajar behavioristik Slavin, 2009. Teori behavioristik menekankan pada perubahan perilaku
sebagai hasil belajar yang dapat diobservasi.
Hal ini sesuai dengan kajian teori dan fakta empiris
hasil penelitian
yang relevan.
Model pembelajaran 5E merupakan model pembelajaran yang
berpusat kepada siswa, memberikan kesempatan pada siswa secara aktif untuk membangun, memberi
penjelasan dan mengungkapkan argumentasi. Selain itu pada kelas eksperimen terjadi pengubahan konseptual
yang dilakukan dengan menyajikan konflik kognitif atau contoh tandingan. Setiap permasalahan yang diberikan
oleh guru melalui LKS membuat siswa terpacu untuk mengembangkan dan memperdalam pengetahuanya.
Pengalaman yang dialami siswa pada saat bereksplorasi dan berdiskusi hingga menemukan jawaban, membuat
pengetahuan yang diperoleh siswa menjadi bermakna. Pengetahuan yang diperoleh dengan menemukan sendiri
akan lebih bertahan lama.
Pada kelas kontrol yang menggunakan model pengajaran lansung diawali dengan penyajian materi
pelajaran yang terkait oleh guru kepada siswa. Teori, konsep, ataupun prinsip-prinsip sains yang diharapkan
dapat dikuasai oleh siswa dipaparkan terlebih dahulu di depan kelas oleh guru. Setelah itu, barulah siswa
dihadapkan pada permasalahanpermasalahan yang terkait dengan konsep yang telah dipaparkan. Tanggung jawab
siswa terhadap pembelajaran dirinya sendiri menjadi kecil, sebab siswa belajar hanya semata-mata karena guru
ISBN 978-602-72071-1-0 memberikan tugas kepada siswa untuk mempelajari
materi ajar tersebut. Hal ini akan mengurangi kemandirian siswa dalam belajar untuk membentuk
pengetahuannya sendiri sehingga berdampak pada kemampuan berpikir siswa yang menyebabkan hasil
belajar siswa berupa hasil belajar dan kinerja ilmiah siswa menjadi lebih rendah.
Seperti yang telah disampaikan dalam kajian teori, hakikat sains bukan hanya sekedar kumpulan fakta
dan prinsip tetapi mencakup cara-cara bagaimana memperoleh fakta dan prinsip tersebut beserta sikap
saintis dalam melakukannya. Dalam membelajarkan siswa untuk menguasai sains bukan pada banyaknya
konsep yang harus dihafal, tetapi lebih pada bagaimana agar siswa berlatih menemukan konsep-konsep sains
melalui metode ilmiah dan sikap ilmiah, dan siswa dapat melakukan kerja ilmiah. Kinerja ilmiah adalah
kemampuan yang mampu ditunjukkan oleh siswa dan teramati oleh guru dengan menggunakan lembar
penilaian kinerja ilmiah selama proses pembelajaran berlangsung. Kinerja ilmiah merupakan implementasi
dari keterampilan proses yang dimiliki siswa.
Model pembelajaran 5E merupakan model pembelajaran konstruktivistik yang berpusat pada
pebelajar student centered, yang terdiri dari rangkaian tahap-tahap fase kegiatan yang diorganisasi sedemikian
rupa sehingga
siswa dapat
menguasai kompetensikompetensi dengan jalan berperan aktif.
Menurut pandangan konstruktivisme, upaya belajar pada dasarnya adalah upaya mandiri pebelajar dalam
mengembangkan struktur
pengetahuannya dalam
berinteraksi dengan
lingkungan berbasis
pada pengalaman
atau pengetahuan
awalnya yang
dikembangkan melalui proses-proses kognisi dan sosial Suparno, 1997.
Secara empiris, kelima tahapan dalam model pembelajaran 5E berperan kuat dalam meningkatkan
kemampuan kinerja ilmiah siswa,. Dalam fase ini siswa secara
mandiri menggali,
menyelidiki, menguji
permasalahan melalui kegiatan eksperimen. Setiap fase dalam pembelajaaran 5E yang dilakukan oleh siswa
mengaplikasikan setiap komponen dalam kinerja ilmiah. Kegiatan merencanakan penelitian masuk pada fase
engagement, melakukan penelitian ilmiah masuk pada fase
exploration dan
explanation, dan
mengkomunikasikan masuk pada fase explanation dan elaboration. Sehingga siswa menjadi terlatih dalam
melakukan kegiatan-kegiatan ilmiah kinerja ilmiah. Selain
hal tersebut
keunggulan model
pembelajaran 5E karena adanya unsur inquiri didalamnya. Sehingga dapat megembangkan kompetensi
kognitif, afektif dan psikomotor siswa secara optimal. Ini dapat terjadi karena dalam proses pembelajaran, siswa
sendiri yang melakukan aktivitas belajarnya secara berkelompok, melakukan penyelidikan, percobaan,
mengambil keputusan dalam memecahkan masalah, menyimpulkan,
dan mengkomunikasikan
hasil temuannya.
Hal tersebut berbeda dengan model pengajaran langsung. Pengajaran langsung digunakan untuk
menyampaikan pelajaran
yang ditransformasikan
langsung oleh guru kepada siswa. Pada model ini, proses belajar berpusat pada guru teacher centered, termasuk
dalam kegiatan eksperimen yang dilakukan. Guru mendemonstrasikan keterampilan dengan benar, sehingga
peran siswa menjadi lebih terbatas karena hanya menerima informasi dari guru.
PENUTUP Simpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, maka dapat diketahui adanya perbedaan hasil belajar dan
kinerja ilmiah antara kelompok siswa yang belajar dengan Model Pembelajaran 5E dengan siswa yang
belajar melalui Model Pengajaran Langsung F=6,845 dengan taraf signifikansi 0,001, P0,05, baik secara
bersama-sama ataupun terpisah. Hal ini juga didukung oleh penelitian yang terdahulu mengenai penerapan
model pembelajaran 5E terhadap hasil belajar dan kinerja ilmiah siswa. Pada bagian ini peneliti menyampaikan
beberapa saran yang terkait dengan hasil penelitian yang diperoleh, yaitu:
1. Penerapan model pembelajaran pada penelitian ini
terbatas hanya untuk mengetahui pengaruhnya terhadap hasil belajar dan kinerja ilmiah siswa, tanpa
memperhatikan variabel lain yang mungkin dapat mempengaruhi. Demi kesempurnaan penelitian ini
disarankan untuk melakukan penelitian lebih lanjut dengan melibatkan variabel lain seperti motivasi,
sikap ilmiah, intelegensia, gender, gaya belajar, dan lain-lain.
2. Model pembelajaran 5E adalah model pembelajaran yang lebih menekankan pada pengkonstruksian
pengetahuan pada pencapaian hasil belajar dan kinerja ilmiah siswa. Untuk itu disarankan dalam
pembelajaran guru lebih mengutamakan pengkaitan engagement pengalaman siswa terlebih dahulu
sehingga pengalaman tersebut dapat digunakan sebagai fondasi dalam membangun pemahaman
selanjutnya.
3. Untuk meningkatkan efektifitas penerapan Model pembelajaran 5E dalam proses pembelajaran, para
pendidik hendaknya terlebih dahulu mengidentifikasi karakteristik siswa dan karakteristik materi ajar. Hal
tersebut dapat
dilakukan dengan
jalan memperhatikan perolehan nilai murid pada penilaian
sebelumnya atau dengan mengadakan tes awal pre- test.
4. Untuk materi biologi yang lebih kompleks, hendaknya guru memberikan penekanan dan
perhatian yang lebih pada tahap eksplorasi dan eksplanasi,
untuk menghindari
terjadinya miskonsepsi
pada tahapan
pengkonstruksian pemahaman siswa.
DAFTAR PUSTAKA Arnyana, I.B.P. 2007. Buku Ajar Strategi Belajar
Mengajar. Singaraja: Bagian Ilmu Faal Fakultas Kedokteran Universitas Udayana.
ISBN 978-602-72071-1-0 Bloom, B.F. 1976. Human Characteristic and School
Learning. New York : McGraw-Hill Book Company
Brooks, J.G., Brooks, M.G. 1993. In Search of Understanding. The case for Contructifistic
Clasroom. Virginia: Assosiation for Supervision and Curriculum Development. Bybee ,RW.,
Taylor, JA., Gardner, A., Scotter, PV., Powell, JC., Westbrook, Anne and
Landes, Nancy. 2006. The BSCS 5E Instructional Model Origins and Effectiveness. A Report Prepared for
the Office of Science Education National Institutes of Health. BSCS.
Candiasa, I M. 2010. Statistik Univariat disertai aplikasi SPSS. Singaraja: Unit Penerbitan Universitas
Pendidikan Ganesha. Darma, K. 2007. Pengaruh model pembelajaran
konstruktivisme terhadap
prestasi belajar
matematika terapan pada mahasiswa Politeknik Negeri Bali. Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan
No.70. Daryanto, H. M. 2005. Evaluasi pendidikan. Jakarta:
Rineka Cipta. Depdiknas. 2003. Standar Kompetensi Mata Pelajaran
Biologi SMA dan MA Kurikulum 2004. Jakarta Pusat Kurikulum, Balitbang Depdiknas.
Kardi, S Nur, M. 2000. Penajaran Langsung. Universitas Negeri Surabaya.
Kurnaz, M.A., Calik, M. 2008. Using different conceptual change methods embedded within the
5E Model: A sample teaching for heat and temperature. Journal Physics Teacher education
Online 51. 3-7.
Puskur. 2006. Panduan Pengembangan Pembelajaran IPA Terpadu. Jakarta: Pusat Kurikulum,
Balitbang Depdiknas. Sadia, I Wayan. 2010. Penilaian Berbasis Kelas
Classroom Based Assessment. Makalah.
Disajikan pada Pelatihan Penyusunan dan Pengembangan Instrumen Berbasis Kelas.
Lembaga Pengabdian Kepada Masyarakat. Undiksha.
Santyasa, I W., Suwindra, I N. P., Sujanem, R., Suardana, K. 2005. Pengembangan teks fisika
bermuatan model perubahan konseptual dan komunitas belajar serta pengaruhnya terhadap
perolehan kompetensi siswa kelas I SMU. Laporan penelitian tidak diterbitkan. Lembaga
penelitian IKIP Negeri Singaraja.
Sisdiknas. 2008. Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional. Jakarta: Sinar Grafika.
Suastra, I Wayan. 2009. Pembelajaran Sains Terkini. Singaraja: Unuversitas Pemdidikan Ganesha.
Sudjana. 2005. Metoda statistika. Bandung: Tarsito. Suparno, P. 1997. Filsafat Konstruktivisme dalam
Pendidikan. Yogyakarta: Kanisius. UNDP. 2011. International Human Development
Indicators. Tersedia
pada http:hdrstats.undp.orgencountriesprofilesID
N.html. Diakses pada 21 Desember 2015. Wena, Made. 2009. Strategi Pembelajaran Inovatif
Kontenporer. Jakarta: Bumi Aksara.
PENINGKATAN PEMAHAMAN KONSEP MATA KULIAH ILMU KEPENDIDIKAN PADA MAHASISWA CALON
GURU BIOLOGI MELALUI PEMBUATAN JURNAL PEMBELAJARAN
Suciati
1
Chrisnia Octovi
2
E-mail: suciati.sudarismanyahoo.com
ABSTRAK
Ilmu Kependidikan merupakan salah satu mata kuliah penting bagi seorang calon guru dan harus dipahami dengan baik, sementara sifat materinya cenderung teoritis cenderung kurang disukai. Oleh karenanya,
diperlukan strategi pembelajaran yang sesuai agar lebih menarik dan tidak membosanan. Penelitian tindakan kelas ini bertujuan untuk mendorong peningkatan pemahaman konsep mahasiswa terhadap mata
kuliah Ilmu Kependidikan melalui pembuatan jurnal pembelajaran. Penelitian ini dilaksanakan dalam 2 siklus setiap siklus meliputi 4 tahapan: perencanaan, pelaksanaan, pengamatan, dan refleksi. Subjek
penelitian adalah mahasiswa calon guru biologi Semester I di Program Studi Pendidikan Biologi FKIP UNS Tahun Akademik 20152016 sebanyak 29 mahasiswa. Pengumpulan data menggunakan teknik test
dan non-test observasi, wawancara dan dokumentasi. Data dianalisis secara deskriptif-kualitatif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa teterjadi peningkatan pemahaman konsep terhadap mata kuliah Ilmu
Kependidikan melalui pembuatan jurnal pembelajaran. Jurnal pembelajaran dengan mind mapping lebih efektif meningkatkan pemahaman konsep mahasiswa daripada jurnal pemelajaran naratif. Berdasarkan
hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa pembuatan jurnal pembelajaran mendorong peningkatan pemahaman konsep mata kuliah Ilmu Kependidikan pada mahasiswa calon guru di Program Studi
Pendidikan Biologi FKIP UNS. Kata kunci
: ilmu kependidikan, jurnal pembelajaran. PENDAHULUAN
Ilmu Kependidikan merupakan salah satu mata kuliah rumpun mata kuliah dasar kependidikan MKDK
yang wajib diampu oleh mahasiswa calon guru biologi di Program Studi Pendidikan Biologi FKIP UNS Silabus
Program Studi Pendidikan Biologi FKIP UNS, 2015. Mata kuliah Ilmu Kependidikan mencakup tentang
hakikat dan jenis-jenis pendidikan, konsep dasar pendidikan, teori-teori dan aliran pendidikan, sistem
pendidikan, sejarah perkembangan pendidikan, pedagogi modern,
strategi pendidikan,
dan problematika
pendidikan. Begitu pentingnya kedudukan mata kuliah ini, cakupan Ilmu Kependidikan yang sangat luas dan
mendasar tersebut menjadi prasyarat untuk pengambilan mata kuliah lanjutan, sehingga harus dipahami dengan
baik oleh setiap mahasiswa calon termasuk mahasiswa calon guru biologi di Program Studi Pendidikan Biologi
FKIP UNS. Sementara sifat materi mata kuliah Ilmu Kependidikan yang bersifat teoritis dan informatif,
cenderung kurang disukai oleh mahasiswa khususnya bidang eksakta termasuk biologi yang umumnya lebih
banyak
berhubungan dengan
kerja ilmiah
di laboratorium. Oleh karenanya, diperlukan strategi
pembelajaran sesuai agar lebih menarik dan tidak membosankan.
Berkaitan dengan
karakteristik materi
perkuliahan Ilmu Kependidikan, metode yang digunakan pada umumnya adalah kombinasi antara metode
ceramah, diskusi dan presentasi. Metode ini mengandung banyak kelemahan, selain bersifat searah, monoton,
mahasiswa menjadi pasif dan kurang fokus dalam pembelajaran sehingga mahasiswa cenderung mencari
kesibukan lain. Hasil pengamatan menunjukkan bahwa 65 mahasiswa cenderung melakukan aktivitas-aktivitas
lain seperti: mengobrol, kurang memperhatikan, bahkan asyik
sendiri. Oleh
karenanya, perlu
strategi pembelajaran yang tepat agar mahasiswa tetap fokus
terlibat aktif selama pembelajaran. Salah satu alternatif yang dapat dilakukan adalah melalui pembuatan jurnal
pembelajaran learning journal.
Jurnal pembelajaran merupakan salah satu bentuk catatan yang diperlukan sebagai media untuk
berpikir tentang sesuatu atau merekam apa yang ada dalam pikiran penulis Park, 2003. Jurnal pembelajaran
merupakan kumpulan catatan, pengamatan, pemikiran, dan materi-materi relevan yang disusun dalam periode
tertentu
yang tujuannya
untuk meningkatkan
pembelajaran melalui proses menulis dan berpikir Kartono, 2010 dan memperoleh sesuatu yang berguna
bagi dirinya tentang apa yang baru dipelajarinya
Damayanti, 2009. Dalam konteks penelitian ini, jurnal pembelajaran dimaknai sebagai aktivitas pembuatan
catatan naratif secara mandiri oleh mahasiswa terkait materi yang disampaikan kelompok mahasiswa lain
melalui kegiatan presentasi. Jurnal pembelajaran tersebut selanjutnya dikumpulkan sebagai portofolio masing-
masing mahasiswa. Adapun kegiatan pembuatan jurnal pembelajaran ini bertujuan untuk meminimalisir
mahasiswa melakukan aktivitas-aktivitas lain sehingga fokus terlibat aktif dalam pembelajaran. Adapun kegiatan
pembuatan jurnal pembelajaran ini bertujuan untuk meminimalisir mahasiswa melakukan aktivitas-aktivitas
lain, sehingga lebih fokus terlibat aktif selama proses pembelajaran. Hal ini mengacu pada pendapat Park
2003 bahwa penggunaan jurnal pembelajaran tidak hanya menekankan pada hasil belajar tetapi juga proses
belajar. Di dalam konteks belajar sains biologi, pembuatan jurnal pembelajaran relevan dengan hakikat
pembelajaran sains yaitu mengacu pada proses, produk dan sikap ilmiah Carin Sund, 1997. Sikap ilmiah
yang berkembang pada pembuatan jurnal pembelajaran adalah tumbuhnya rasa tanggung jawab, menghargai
orang lain Mc. Manus, 2001. Meski karakteristik materi Ilmu Kependidikan tidak berbasis aktivitas hands on
sebagaimana materi sains pada umumnya yang sarat dengan keterampilan proses sains, tetapi melalui
pembuatan jurnal pembelajaran mahasiswa didorong untuk berpikir melakukan analisis apa yang mereka lihat,
dengar, baca atau alami King, 1995. Hal ini relevan dengan pernyataan Rustaman 2005 bahwa dalam
belajar sains biologi mahasiswa selain melakukan keterampilan manual, juga keterampilan berpikir, dan
keterampilan sosial. Hal ini didukung oleh pendapat Yinger 1985 bahwa jurnal pembelajaran menawarkan
berbagai keuntungan bagi guru dan peserta didik, sehingga disarankan untuk menjadikan sebagai perangkat
pembelajaran
learning tool
, yaitu
perangkat pembelajaran yang dapat mendorong keterampilan
belajar sepanjang hidup lifelong learning skills Walden, 1988. Berbagai hasil penelitian menunjukkan
bahwa pembuatan jurnal pembelajaran telah terbukti efektif meningkatkan keaktivan peserta didik dalam
pembelajaran Febriyanti, 2015; Connor-Greene, 2000; Cantrell et al., 2000; Dart et al., 1998; Carroll, 1994.
Namun menurut Buzan 2007 bahwa bentuk catatan yang bersifat naratif cenderung kurang efektif
dan kurang mengembangkan kreativitas peserta didik. Hal ini disebabkan pembuatan catatan naratif yaitu
berupa narasi dari kumpulan materi yang cenderung melibatkan kerja belahan otak kiri saja yang pada
dasarnya kurang mendorong peserta didik untuk kreatif. Dengan demikian, pembuatan jurnal pembelajaran perlu
lebih dikembangkan ke arah pembuatan catatan mandiri yang lebih efektif melalui pemetaan seperti peta pikiran
mind map, peta konsep concept map, diagram pohon tree diagram, diagram tulang ikan fish bone diagram,
dll. Melalui berbagai teknik membuat catatan tersebut diharapkan siswa mampu membuat keterkaitan antar
konsep, sehingga lebih mudah dalam memahami konsep. Mind maping
adalah salah satu teknik mencatat yang kreatif, efektif, dan secara harafiah akan
memetakan pikiran yang menyelaraskan proses belajar dan cara alami otak Buzan, 2007; Alamsyah, 2009. Hal
ini relevan dengan pernyataan Cheng, 2011; Buzan, 2008 bahwa teknik mind map memiliki keunggulan-
keunggulan diantaranya: 1 catatan yang dihasilkan menggambarkan pola gagasan yang saling berkaitanpada
cabang-cabangnya, sehingga memungkinkan otak dapat memahami ulang gagasan dalam wacana secara utuh dan
menyeluruh; 2 memungkinkan otak menggunakan semua gambar dan asosiasinya dalam pola radial dan
jaringan sebagaimana otak dirancang, sehingga mampu melibatkan kedua belahan otak akan memudahkan
seseorang untuk mengatur dan mengingat kembali segala bentuk informasi; 3 menyenangkan untuk dilihat,
dibaca, dicerna, dan diingat. Keampuhan mind map terhadap kemampuan berpikir telah banyak dibuktikan
melalui berbagai penelitian Kholifah Mustami, 2009; Asri Widowati, 2010; Andi, A.P, 2011. Dengan
demikian, pembuatan jurnal pembelajaran dengan teknik mind maping dapat menjadi salah satu alternatif dalam
memudahkan mahasiswa memahami konsep materi Ilmu Pendidikan terutama dalam melakukan pemanggilan
kembali informasi recall.
METODE PENELITIAN
Penelitian ini merupakan Penelitian Tindakan Kelas PTK yang bertujuan untuk mendorong
peningkatan pemahaman konsep mahasiswa terhadap mata kuliah Ilmu Kependidikan melalui pembuatan
jurnal pembelajaran.
Subyek penelitian
adalah mahasiswa Semester I Program Studi Pendidikan Biologi
FKIP UNS Tahun Akademik 20152016 sebanyak 29 mahasiswa. Penelitian ini dilaksanakan secara bersiklus
dan tiap siklus meliputi 4 tahapan yaitu: perencanaan, pelaksanaan, pengamatan dan refleksi Kemmis dan
McTaggart, 2007.
Tindakan pada Siklus I, data proses pembelajaran
berupa produk
pembuatan jurnal
pembelajaran dalam bentuk catatan naratif sebagai portofolio mahasiswa selama awal hingga tengah
semester. Data meliputi: 1 data hasil pembelajaran berupa hasil tes pemahaman konsep mahasiswa Ujian
Tengah Semester UTS; 2 data proses pembelajaran yang diperoleh melalui observasi, wawancara, dan
portofolio
mahasiswa berupa
produk jurnal
pembelajaran. Tindakan pada Siklus 1 berupa pembuatan jurnal pembelajaran dalam bentuk catatan naratif dan
pada Siklus 2 berupa jurnal menggunakan teknik mind map
sebagai portofolio mahasiswa selama tengah hingga akhir semester. Data hasil pembelajaran berupa hasil tes
pemahaman konsep mahasiswa Ujian Akhir Semester UAS. Target penelitian adalah peningkatan pemahaman
konsep mahasiswa yaitu minimal capaian nilai kategori C 60. Pengumpulan data menggunakan teknik test
untuk mengetahui pemahaman konsep mahasiswa dan teknik non-test untuk melalui observasi, wawancara dan
dokumentasi. Analisis data menggunakan metode
deskriptif-kualitatif. Secara rinci tahapan tiap siklus disajikan
pada Tabel
1.
Tabel 1: Tahapan Tiap Siklus Penelitian
No. Tahapan Setiap
siklus Kegiatan
Dosen Mahasiswa
1. Perencanaan
Berkolaborasi dengan mahasiswa menyusun agenda perkuliahan
berdasarkan hasil temuan pada Pra- Tindakan
Membuat kesepakatan kontrak kuliah, prosedur perkuliahan, dan penilaian
Berkolaborasi dengan dosen menyusun agenda
perkuliahan dan kesepakan prosedur perkuliahan
dengan dosen
2. Pelaksanaan
Membimbing pelaksanaan perkuliahan sesuai agenda yang telah dibuat bersama
sebelumnya Melaksanakan perkuliahan
sesuai agenda yang telah dibuat bersama sebelumnya
3. Pengamatan
Melakukan pengamatan, terhadap pelaksanaan pembelajaran
Mengumpulkan data berdasarkan hasil pengamatan, wawancara, dan portofolio
mahasiswa Menganalisis hasil proses dan produk
jurnal pembelajaran Mengumpulkan produk
portofolio jurnal pembelajaran, melakukan
wawancara dengan dosen.
4. Refleksi
Bersama mahasiswa Mendiskusikan hasil temuan dan menetapkan tindakan
lanjutan Bersama dosen berdiskusi
tentang hasil temuan dan tindakan lanjutan
HASIL DAN PEMBAHASAN A.
Hasil Penelitian Siklus I 1.
Data Hasil Pembelajaran
Data hasil pembelajaran berupa capaian rata- rata pemahaman konsep mahasiswa terhadap materi Ilmu
Kependidikan dari Pra-Tindakan ke Siklus I sebagaimana disajikan pada Tabel 2.
Tabel 2. Capaian Nilai Rata-rata Pemahaman Konsep Pra-Siklus ke Siklus 1. Tindakan
Pra-Tindakan Siklus I
Kenaikan Rata-rata
71,70 76,00
5,30 Data pada Tabel 2 menunjukkan bahwa
pemahaman konsep mahasiswa terhadap materi Ilmu Kependidikan pada Pra-Siklus sebesar 71,70 dan pada
Siklus I sebesar 76,00. Artinya peningkatan yang terjadi belum signifikan hanya sebesar 5,3.
2. Data Proses Pembelajaran
Data proses pembelajaran berupa produk pembuatan jurnal pembelajaran dalam bentuk catatan
naratif sebagai portofolio mahasiswa selama awal hingga tengah semester, berikut beberapa contoh produk jurnal
pembelajaran mahasiswa pada Siklus 1 sebagaimana tersaji pada Tabel 3.
Tabel 3: Contoh Produk Jurnal Pembelajaran Naratif Pada Siklus 1.
Gambar Keterangan
Produk jurnal pembelajaran naratif dibuat oleh mahasiswa K34 pada
Siklus 1 10 September 2015.
Produk jurnal pembelajaran naratif dibuat oleh mahasiswa K58 pada
Siklus 1 10 September 2015.
Produk jurnal pembelajaran naratif dibuat oleh mahasiswa K12 pada
Siklus 1 15 September 2015.
Data pada Tabel 3 menunjukkan bahwa produk jurnal pembelajaran naratif yang dibuat
mahasiswa meski bervariasi tetapi secara umum menggambarkan sajian informasi secara lengkap dan
cenderung banyak.
B. Hasil Penelitian Siklus II