Dampak pengiring : Interaksi antara Keterampilan Proses Sains

masuk akal. Informasi, pendapat atau pandangan baru bagi seseorang yang selalu berfikir ilmiah akan berusaha mendapatkan alasan atau dasar-dasar yang digunakan hingga muncul pandangan atau pendapat tersebut. c. Bersifat terbuka Seseorang yang berfikir ilmiah selalu memposisikan diri bagaikan wadah yang terbuka sehingga masih dapat diisi kembali. Seseorang yang terbuka adalah selalu siap mendapatkan masukan, baik berupa fikiran, pandangan, pendapat dan bahkan juga data atau informasi baru dari manapun asal tahu sumbernya. Seseorang yang berfikir ilmiah tidak menutup diri atau tidak beranggapan bahwa hanya pendapatnya sendiri yang benar dan mengabaikan pendapat orang lain. d. Berorientasi pada kebenaran Seseorang yang berfikir ilmiah selalu berorientasi pada kebenaran, dan bukan pada menang atau kalah. Seorang yang berfikir ilmiah sanggup merasa kalah tatkala buah fikirannya memang salah, kekalahan itu tidak dirasakan sebagai sesuatu yang mengecewakan dan menjadikan dirinya merasa rendah. Seseorang yang berfikir ilmiah lebih mengedepankan kebenaran dari pada sekedar kemenangan karena kebenaran menjadi tujuan utama, oleh karena itu seseorang yang berfikir ilmiah dalam suasana apapun harus mampu mengendalikan diri agar tidak bersikap emosional, subyektif, dan tertutup.  PEMBELAJARAN INKUIRI TERBIMBING Terdapat beberapa pengertian tentang model pembelajaran inkuiri. Pembelajaran inkuiri adalah suatu strategi yang membutuhkan siswa menemukan sesuatu dan mengetahui bagaimana cara memecahkan masalah dalam suatu penelitian ilmiah Ngalimun, 2014. Inkuiri yang dalam bahasa inggris “inquiry” mempunyai arti pertanyaan, pemeriksaan, atau penyelidikan. Metode Inquiry berarti suatu kegiatan belajar yang melibatkan seluruh kemampuan siswa untuk mencari dan menyelidiki suatu permasalahan secara sistematis, logis, analitis, sehingga dengan bimbingan dari guru mereka dapat merumuskan sendiri penemuannya dengan penuh percaya diri W. Gulo, 2008: 84-85. Majid mengemukakan bahwa strategi pembelajaran inkuiri merupakan rangkaian kegiatan pembelajaran yang menekankan pada proses berfikir kritisilmiah dan analitis untuk mencari dan menemukan sendiri jawaban dari suatu masalah yang dipertanyakan Majid, 2014. Sedangkan menurut Swasta dkk, Pembelajaran inkuiri adalah suatu rangkaian kegiatan yang melibatkan kegiatan belajar secara maksimal seluruh kemampuan siswa untuk mencari dan menyelidiki secara sistematis, kritis, logis, analitis, sehingga mereka dapat merumuskan kembali penemuannya dengan penuh percaya diri Swasta, dkk, 2014. Menurut Lestari bahwa pembelajaran inkuiri menekankan pada proses mencari dan menemukan Lestari, 2013. Proses pembelajaran berbasis inkuiri ada tiga tahap. Tahap pertama, adalah belajar diskoveri, yaitu guru menyusun masalah dan proses tetapi memberi kesempatan siswa untuk mengidentifikasi hasil alternatif. Tahap kedua, inkuiri terbimbing Guided Inquiry , yaitu guru mengajukan masalah dan siswa menentukan penyelesaian dan prosesnya. Tahap ketiga, adalah inkuiri terbuka Open Inquiry, yaitu guru hanya memberikan konteks masalah sedangkan siswa mengindentifikasi dan memecahkannya Surya Dharma, 2008: 24. Metode pembelajaran inkuiri pada hakikatnya merupakan proses penemuan atau penyelidikan. Tujuan utamanya adalah untuk mendorong siswa dalam mengembangkan keterampilan berfikir dengan memberikan pertanyaan- pertanyaan dan mendapatkan jawaban atas dasar rasa ingin tahu mereka. Proses pembelajaranya berubah dari dominasi guru teacher dominated menjadi dominasi oleh siswa student dominated, karena dalam metode Guided Inquiry yang lebih aktif belajar adalah siswa sebagai subjek belajar, sedangkan guru bertindak sebagai fasilitator atau pembimbing saja. Metode Guided Inquiry merupakan bagian dari kegiatan pembelajaran dengan pendekatan kontekstual. Pengetahuan dan keterampilan yang diperoleh siswa diharapkan bukan hanya dari hasil mengingat fakta-fakta, melainkan juga dari menemukan sendiri Syaiful Sagala, 2010: 89. Dalam prosesnya, siswa tidak hanya berperan sebagai penerima materi pelajaran dari guru, melainkan mereka berperan untuk menemukan sendiri inti dari materi pelajaran tersebut Wina Sanjaya, 2010: 197. Beberapa hal yang menjadi ciri utama strategi pembelajaran inkuiri menurut Lestari: a. Strategi inkuiri menekankan kepada aktifitas siswa secara maksimal untuk mencari dan menemukan. b. Seluruh aktivitas yang dilakukan siswa diarahkan untuk mencari dan menemukan jawaban sendiri dari sesuatu yang dipertanyakan sehingga dihrapkan dapat menumbuhkan sikap percaya diri. c. Tujuan dari penggunaan pembelajaran inkuiri adalah mengembangkan kemampuan berfikir secara sistematis, logis, dan kritis, atau mengembangkan kemampuan intelektual sebagai bagian dari proses mental Lestari, 2013. Menurut Majid bahwa ada beberapa prinsip yang harus diperhatikan oleh setiap guru dalam menggunakan pembelajaran inkuiri antara lain : a. Berorientasi pada pengembangan intelektual. Tujuan utama dari pembelajaran inkuiri adalah pengembangan kemampuan berfikir dengan demikian pembelajaran inkuiri selain berorientasi kepada hasil belajar juga berorientasi pada proses belajar. b. Prinsip interaksi. ISBN 978-602-72071-1-0 Proses pembelajaran pada dasarnya adalah proses interaksi, baik interaksi antar siswa maupun interaksi siswa dengan guru, bahkan interaksi antara siswa dengan lingkungan. c. Prinsip Bertanya. Peran guru yang harus dilakukan dalam pembelajaran inkuiri adalah bahwa guru sebagai penanya. Dalam setiap pertanyaan guru berharap siswa dapat menjawab, dan dari jawaban siswa maka guru dapat mengetahui proses berfikir siswa, karena kemampuan siswa untuk menjawab setiap pertanyaan pada dasarnya sudah merupakan sebagian dari proses berfikir. d. Prinsip belajar untuk berfikir. Belajar bukan hanya mengingat sejumlah fakta, akan tetapi belajar adalah proses berfikir learning how to think , yaitu proses mengembangkan potensi seluruh otak. e. Prinsip keterbukaan. Belajar adalah suatu proses mencoba berbagai kemungkinan. Peserta didik perlu diberi kebebasan untuk mencoba sesuai dengan perkembangan kemampuan logika Majid, 2014 Menurut Sanjaya proses pembelajaran dengan menggunakan strategi pembelajaran inkuiri dapat mengikuti langkah-langkah sebagai berikut. a. Merumuskan Masalah Merumuskan masalah merupakan langkah membawa siswa pada suatu persoalan yang mengandung teka-teki dan mendorong siswa untuk mencari jawaban yang tepat. Dikatakan teka-teki dalam rumusan masalah yang ingin dikaji disebabkan masalah itu tentu ada jawabannya, dan siswa didorong untuk mencari jawaban yang tepat. b. Merumuskan Hipotesis Hipotesis merupakan jawaban sementara dari suatu permasalahan yang sedang dikaji. Salah satu cara yang dapat dilakukan guru untuk mengembangkan kemampuan berhipotesis pada setiap anak adalah dengan mengajukan berbagai pertanyaan yang dapat mendorong siswa untuk dapat merumuskan jawaban sementara. c. Mengumpulkan Data Mengumpulkan data adalah aktivitas menjaring informasi yang dibutuhkan untuk menguji hipotesis yang diajukan. Tugas dan peran guru dalam tahapan ini adalah mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang dapat mendorong siswa untuk berpikir mencari informasi yang dibutuhkan. d. Menguji Hipotesis Menguji hipotesis adalah proses menentukan jawaban yang dianggap diterima sesuai dengan data atau informasi yang diperoleh berdasarkan pengumpulan data. e. Merumuskan Kesimpulan Merumuskan kesimpulan adalah proses mendeskripsikan temuan yang diperoleh berdasarkan hasil pengujian hipotesis Sanjaya, 2011. Menurut Ali terdapat tiga macam cara pelaksanaan strategi pembelajaran inkuiri yaitu. a. Inkuiri Terbimbing Pada inkuiri terpimpin pelaksanaan penyelidikan dilakukan oleh siswa berdasarkan petunjuk-petunjuk guru.Petunjuk yang diberikan pada umumnya berbentuk pertanyaan membimbing.Pelaksanaan pengajaran dimulai dari suatu pertanyaan inti.Dari jawaban yang dikemukakan siswa, guru mengajukan berbagai pertanyaan melacak, dengan tujuan mengarahkan siswa ke suatu titik kesimpulan yang diharapkan.Selanjutnya siswa siswa melakukan percobaan-percobaan untuk membuktikan pendapat yang dikemukakannya. b. Inkuiri Bebas Pembelajaran dilakukan dengan cara siswa melakukan penelitian bebas sebagaimana seorang scientist. Masalah dirumuskan sendiri, ekperimen penyelidikan dilakukan sendiri, dan kesimpulan konsep diproleh sendiri. c. Inkuiri Bebas yang Dimodifikasi Pembelajaran dilakukan berdasarkan masalah yang diajukan guru, dengan konsep atau teori yang sudah dipahami.Siswa melakukan penyelidikan untuk membuktikan kebenarannya Ali Muhammad, 2004.  TEORI BELAJAR PENDUKUNG PEMBELAJARAN INKUIRI TERBIMBING 1. Teori Penemuan Jerome Bruner Jerme Bruner memberikan dukungan teoritis dalam pembelajaran dengan teorinya yang disebut free discovery learning. Menurut teori ini proses belajar akan berjalan dengan baik dan kreatif jika guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk menemukan suatu konsep, teori, aturan, atau pemahaman melalui contoh-contoh yang ia jumpai dalam kehidupannya Suciati, 2005. Siswa dibimbing secara induktif untuk memahami suatu kebenaran umum. Menurut Brunner dalam Dahar 2011 belajar penemuan sesuai dengan pencarian pengetahuan secara aktif oleh manusia dan dengan sendirinya memperoleh hasil yang paling baik. Berusaha sendiri untuk mencari pemecahan masalah serta pengetahuan yang menyertainya , menghasilkan pengetahuan yang benar-benar bermakna Dahar, R.H, 2011. 2. Teori Perkembangan Kognitif Piaget Menurut Piaget, perkembangan kognitif merupakan suatu proses genetic, yaitu suatu proses yang didasarkan atas mekanisme biologis perkembangan system syaraf dan makin meningkat pula kemampuannya Budiningsih, 2005. Daya piker atau kekuatan mental anak yang berbeda usia akan berbeda pula secara kualitatif. Budiningsih menyatakan juga bahwa Piaget membagi perkembangan kognitif menjadi 4 yaitu :  Tahap sensori motor, umur 0 – 2 tahun  Tahap preoperasional, umur 2 – 78 tahun  Tahap operasional formal, umur 11 –18 tahun 3. Teori Belajar Vygotsky Menurut Vygotsky dalam komalasari 2010, perolehan pengetahuan dan perkembangan kognitif seseorang sesuai dengan teori sosiogenesis. Demensi kesadaran social bersifat primer, sedangkan demensi individualnya bersifat derivative atau merupakan turunan dan bersifat skunder. Artinya pengetahuan dan perkembangan kognitif individual berasal dari sumber – sumber social diluar dirinya. Hal ini perkembangan kognitifnya. Tetapi Vygotsky juga menekankan pentingnya peran aktif seseorang dalam mengkonstruksi pengetahuannya. 4. Teori Kontruktivisme Salah satu teori atau pandangan yang sangat terkenal berkaitan dengan teori belajar konstruktivisme adalah teori perkembangan mental Piaget. Teori ini biasa juga disebut teori perkembangan intelektual atau teori perkembangan kognitif. Teori belajar tersebut berkenaan dengan kesiapan anak untuk belajar, yang dikemas dalam tahap perkembangan intelektual dari lahir hingga dewasa. Setiap tahap perkembangan intelektual yang dimaksud dilengkapi dengan ciri-ciri tertentu dalam mengkonstruksi ilmu pengetahuan. Misalnya, pada tahap sensori motor anak berpikir melalui gerakan atau perbuatan Ruseffendi, 1988: 132. Selanjutnya, Piaget yang dikenal sebagai konstruktivis pertama Dahar, 1989: 159 menegaskan bahwa pengetahuan tersebut dibangun dalam pikiran anak melalui asimilasi dan akomodasi. Asimilasi adalah penyerapan informasi baru dalam pikiran. Sedangkan, akomodasi adalah menyusun kembali struktur pikiran karena adanya informasi baru, sehingga informasi tersebut mempunyai tempat Ruseffendi 1988:133. Pengertian tentang akomodasi yang lain adalah proses mental yang meliputi pembentukan skema baru yang cocok dengan ransangan baru atau memodifikasi skema yang sudah ada sehingga cocok dengan rangsangan itu Suparno, 1996: 7.  HUBUNGAN ANTARA PEMBELAJARAN INKUIRI TERBIMBING DENGAN BERFIKIR ILMIAH Teori konstruktivisme berpendapat bahwa belajar merupakan kegiatan membangun atau menciptakan pengetahuan dengan cara mencoba member makna pada pengetahuan sesuai dengan pengalamannya Ali, Muhammad, 2004. Menurut Budiningsih 2005 , proses belajar konstruktivistik merupakan pemberian makna oleh siswa kepada pengalamannya melalui proses asimilasi dan akomodasi yang bermuara pada pemutakhiran struktur kognitifnya. Siswa harus aktif melakukan kegiatan, aktif berfikir, menyusun konsep dan member makna tentang hal-hal yang dipelajari. Siswa dipandang sebagai pribadi yang sudah memiliki kemampuan awal sebelum mempelajri sesuatu. Peran guru dalam konstruktivistik yaitu membantu agar proses pengkonstruksian pengetahuan oleh siswa berjalan lancer, guru tidak menstranferkan pengetahuan yang telah dimilikinya, melainkan membantu siswa untuk membentuk pengetahuannya sendiri. Inkuiri merupakan salah satu model pembelajaran yang termasuk rumpun pemrosesn informasi, model ini menekankan pada bagaimana seseorang berfikir dan bagaimana dampaknya terhadap cara-cara mengolah informasi. Al-Tabany juga menjelaskan bahwa pembelajaran inkuiri merupakan proses pembelajaran yang berlangsung dalam bentuk menekankan kepada aktivitas siswa secara maksimal untuk mencari dan menemukan sendiri inti dari materi pelajaran itu. Siswa diarahkan untuk mencari dan menemukan sendiri jawaban dari sesuatu yang dipertanyakan, sehingga diharapkan dapat menumbuhkan sikap percaya diri. Tujuan dari pembelajaran inkuiri yaitu mengembangkan kemampuan berfikir secara sistematis, logis, kritis, dan mengembangkan kemampuan intelektual sebagai bagian dari proses mental. Adapun komponen pembelajaran inkuiri yaitu :  Orientasi Pada tahap ini guru melakukan langkah untuk membina suasana atau iklim pembelajaran yang kondusif yaitu menjelaskan topic, tujuan, dan hasil belajar yang diharapkan dapat dicapai oleh siswa, pokok-pokok kegiatan yang harus dilakukan siswa mulai dari langkah merumuskan masalah hingga merumuskan kesimpulan agar tujuan pembelajaran tercapai  Merumuskan masalah Merumuskan masalah merupakan langkah membawa siswa pada suatu persoalan yang membawa teka-teki. Persoalan yang disajikan adalah persoalan yang menantang siswa untuk memecahkan teka-teki itu. Teka- teki dalam rumusan masalah tentu ada jawabannya. Dalam menemukan jawaban siswa akan memperoleh pengalaman yang sangat berharga sebagai upaya mengembangkan mental melalui proses berfikir ilmiah.  Merumuskan hipotesis ISBN 978-602-72071-1-0 Hipotesis adalah jawaban sementara dari suatu permasalahan yang dikaji. Sebagai jawaban sementara, hipotesis perlu diuji kebenarannya. Salah satu cara yang dilakukan guru untuk mengembangkan kemampuan memprediksi hipotesis pada setiap anak adalah dengan mengajukan berbagai pertanyaan yang dapat mendorong siswa untuk dapat merumuskan jawaban sementara atau dapat merumuskan berbagai perkiraan kemungkinan jawaban dari suatu permasalahan yang dikaji.  Mengumpulkan data Mengumpulkan data adalah aktivitas menjaring informasi yang dibutuhkan untuk menguji hipotesis yang diajukan. Dalam pembelajaran inkuiri, mengumpulkan data merupakan proses mental yang sangat penting dalam pengembangan intelektual. Proses pengumpulan data bukan hanya memerlukan motivasi yang kuat dalam belajar, akan tetapi juga membutuhkan ketekunan dan kemampuan menggunakan potensi berfikir ilmiah.  Menguji hipotesa Menguji hipotesis adalah menentukan jawaban yang dianggap diterima sesuai dengan data atau informasi yang diperoleh berdasarkan pengumpulan data. Menguji hipotesis berarti juga mengembangkan kemampuan berfikir ilmiah yaitu rasional, artinya kebenaran jawaban bukan hanya berdasarkan argumentasi, akan tetapi harus didukung oleh data yang ditemukan dan dapat dipertanggung jawabkan.  Merumuskan kesimpulan Merumuskan kesimpulan adalah proses mendeskripsikan temuan yang diperoleh berdasarkan hasil pengujian hipotesis. Untuk mencapai kesimpulan yang akiurat sebaiknya guru mampu menunjukkan pada siswa data mana yang relevan. Berfikir ilmiah adalah suatu cara berfikir yang logis atau masuk akal dan empiris atau secara mendalam berdasarkan fakta-fakta yang dapat dipertanggung jawabkan. Berfikir ilmiah merupakan proses berfikir atau aktivitas seseorang dalam menemukanmendapatkan suatu kesimpulan hingga dapat memperoleh ilmu pengetahuan. Berfikir ilmiah memiliki cirri-ciri yaitu: obyektif, rasional, terbuka, dan berorientasi pada kebenaran yang bisa dipertanggung jawabkan. Dalam pembelajaran inkuiri secara langsung maupun tidak langsung siswa harus bisa berfikir ilmiah karena saat mengikuti tahapan pembelajaran inkuiri siswa ditunut untuk menemukan jawaban, dalam menemukan jawaban siswa akan memperoleh pengalaman yang sangat berharga sebagai upaya mengembangkan mental melalui proses berfikir ilmiah. Saat merumuskan hipotesis siswa harus dapat merumuskan berbagai perkiraan kemungkinan jawaban dari suatu permasalahan yang dikaji. Begitu juga pada saat pengumpulan data, proses pengumpulan data bukan hanya memerlukan motivasi yang kuat dalam belajar, akan tetapi juga membutuhkan ketekunan dan kemampuan menggunakan potensi berfikir ilmiah. Pada saat menguji hipotesis berarti juga mengembangkan kemampuan berfikir ilmiah yaitu rasional, artinya kebenaran jawaban bukan hanya berdasarkan argumentasi, akan tetapi harus didukung oleh data yang ditemukan dan dapat dipertanggung jawabkan. SIMPULAN Berfikir merupakan ciri utama bagi manusia yang tentunya merupakan pembeda dengan makhluk lain, karena berfikir merupakan proses bekerjanya akal. Secara garis besar berfikir dapat dibedakan menjadi berfikir alamiah dan berfikir ilmiah. Berfikir ilmiah adalah berfikir yang logis, empiris atau berdasarkan fakta dan kebenaran yang dapat dipertanggung jawabkan. Berfikir ilmiah memiliki ciri-ciri yaitu obyektif, rasional, berorientasi pada kebenaran. Obyektif yaitu apa adanya sesuai dengan fakta, rasional atau logis atau masuk akal. Seorang yang berfikir ilmiah harus mampu menggunakan logika yang benar, dalam melihat suatu kejadian harus mengenali kejadian atau peristiwa itu mulai dari apa yang menjadi sebab dan apa pula akibatnya. Segala sesuatu selalu mengikuti hukum sebab akibat. rasional yaitu segala sesuatu pasti ada sebab dan akibatnya. Seseorang yang berfikir ilmiah selalu memposisikan diri bagaikan wadah yang terbuka sehingga masih dapat diisi kembali, siap mendapatkan masukan, baik berupa fikiran, pandangan, pendapat dan bahkan juga data atau informasi baru dari manapun asal tahu sumbernya. Pembelajaran inkuiri terbimbing adalah suatu kegiatan belajar yang melibatkan seluruh kemampuan siswa untuk mencari dan menyelidiki suatu permasalahan secara sistematis, logis, analitis, sehingga dengan bimbingan dari guru mereka dapat merumuskan sendiri penemuannya dengan penuh percaya diri. Pembelajaran inkuiri memiliki tiga tahapan. Tahap pertama, adalah belajar diskoveri, yaitu guru menyusun masalah dan proses tetapi memberi kesempatan siswa untuk mengidentifikasi hasil alternatif. Tahap kedua, inkuiri terbimbing yaitu guru mengajukan masalah dan siswa menentukan penyelesaian dan prosesnya. Tahap ketiga, adalah inkuiri terbuka yaitu guru hanya memberikan konteks masalah sedangkan siswa mengindentifikasi dan memecahkannya. Teori belajar yang mendukung pembelajaran inkuiri terbimbing antaralain yaitu :  Teori penemuan Jerome Bruner  Teori perkembangan kognitif Piaget  Teori belajar Vygotsky  Teori belajar konstruktivisme Pembelajaran inkuiri terbimbing dengan ketrampilan berfikir ilmiah sangat erat hubungannya karena setiap tahapan pembelajaran inkuiri terbimbing diperlukan untuk berfikir ilmiah. Adapun tahapan pembelajaran inkuiri terbimbing yaitu orientasi, merumuskan masalah, merumuskan hipotesis, mengumpulkan data, menguji hipotesis, dan merumuskan kesimpulan. DAFTAR PUSTAKA Al-Tabany, T.IB. 2014. Mendesain Model Pembelajaran zinovatif, Progresif, dan Kontekstua l. Jakarta: Prenadamedia Group. Ali, Muhammad. 2004. Guru dalam Proses Belajar Mengajar . Bandung: Sinar Baru Algesindo. Baharuddin Wahyuni, E.N. 2010. Teori belajar Pembelajaran . Cetakan V. Jogjakarta: AR- RUZZ MEDIA Budiningsih, A. 2005. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta : PT Rineka Cipta. Dahar, R.H. 2011. Teori-Teori Belajar Pembelajaran. Jakarta : Erlangga. Komalasari, Kokom. 2010. Pembelajaran Kontekstual Konsep dan Aplikasi . Bnadung: refika Aditama. Lestari. 2013. Pengembangan Bahan Ajar Berbasis Kompetensi . Padang: kademia Majid A. 2014. Strategi Pembelajaran. Cetakan lll. Bandung: PT Remaja Rosdakarya. Mardewanti, E. 2015. Melatihkan Keterampilan Berpikir Kritis dengan Pembelajaran Contextual Teaching and Learning Siswa SMA . Makalah disampaikan dalam Seminar Nasional Pendidikan Sains tahun 2015 dengan tema”Pembelajaran dan Penilaian Sains sesuai tuntutan Kurikulum 2013”, 24 Januari 2015. Ngalimun. 2014. Strategi dan Model Pembelajaran. Cetakan III. Yogyakarta: Aswaja Pressindo. Polya, G. 1985. How to solve it: A new aspect of mathematics method 2nd ed . Princeton, New Jersey: Princeton University Press. Pratami, T.D., Maharani, L.S., dan Nurmariza, A. 2015. Implementasi Model Pembelajaran ARIAS pada Pembelajaran IPA dalam Kurikulum 2013 . Makalah disampaikan dalam Seminar Nasional Pendidikan Sains Tahun 2015 Unesa. Sanjaya, Wina. 2011. Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan. Edisi Pertama. Jakarta: Kencana. Surya Dharma, 2008. Strategi Pembelajaran MIPA, Jakarta: Depdiknas. Sugiman, Wulandari, A.N., dan Sukestiyarno, YL. 2013. Pengembangan Karakter dan Pemecahan Masalah Malalui Pembelajaran Matematika dengan Model TAPPS. Unnes Journal of Mathematics Education. ISSN No 2252 – 6927. Trianto, 2007. Model Pembelajaran Inovatif Berorentasi Kontruktivisme, Jakarta: Prestasi Pustaka Publiser W. Gulo, 2008. Strategi Belajar Mengajar, Jakarta : Gramedia. 1063 ISBN 978-602-72071-1-0 PROBLEM BASED LEARNING DENGAN MENGOPTIMALKAN KONSEP MULTIPLE INTELLIGENCE DAN BLOOM’S TAXONOMY UNTUK DESAIN PEMBELAJARAN IPA TERPADU SMP Dwi Wahyuniati Program Studi Pendidikan Matematika, Institut Keguruan dan Ilmu Pendidikan IKIP PGRI Madiun wahyuniati.dwigmail.com ABSTRAK Pembelajaran IPA terpadu tingkat SMP saat ini masih belum terjadi perubahan yang signifikan. Penggunaan model pembelajaran yang kurang tepat, meskipun telah banyak dikaji berbagai inovasi model pembelajaran yang diharapkan memperbaiki mutu pembelajaran. Selama ini dalam pembelajaran IPA terpadu di SMP, peserta didik masih belajar dalam taraf hafalan remember tanpa memahami understand apa yang dipelajari dan belum mampu menciptakan create suatu karya yang bermanfaat bagi masyarakat serta pembangunan bangsa. Guru kurang memperhatikan cara penyampaian materi. Materi IPA terpadu disajikan dalam sekumpulan rumus dan konsep yang wajib dihafal peserta didik. Dengan menggunakan model pembelajaran Problem Based Learning yang mengoptimalkan konsep M ultiple Intelligence dan Bloom’s Taxonomy untuk desain pembelajaran IPA terpadu SMP, diharapkan guru mampu menerapkannya dalam pembelajaran IPA terpadu di SMP. Yang mana selama ini peserta didik hanya belajar dalam taraf hafalan remember yang merupakan tingkat paling rendah kemudian dapat diperbaiki sampai tingkat yang paling tinggi yaitu mampu menciptakan create. Perlunya mengoptimalkan kecerdasan pada masing-masing individu dan penggunaan seluruh panca indera. Sebaiknya seorang guru mampu mempertimbangkan penggunaan gaya belajar masing-masing peserta didik sesuai dengan kecerdasan dominan pada masing- masing peserta didik. Tujuan akhirnya mampu memperbaiki proses pembelajaran selama ini dan mampu mencetak peserta didik yang kritis, kreatif, tanggap terhadap perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi serta mampu menciptakan karya yang inovatif yang bermanfaat bagi masyarakat dan pembangunan bangsa. Kata kunci : M ultiple Intelligence, Bloom’s Taxonomy, Problem Based Learning, Pembelajaran IPA ABSTRACT Integrated science teaching in junior level has not provided a significant change. The use of learning models that are less precise, although it has been studied a variety of innovative learning model that is expected to improve the quality of learning. So far in integrated science teaching in junior high school, students are still learning the rote level remember without understanding understand what is learned and have not been able to create create a work that is beneficial to society and nation building. Teachers lacking attention to delivery of a material. Integrated science materials presented in a set of formulas and concepts that must be memorized learners. By using the Problem Based Learning teaching model that optimizes the concept of Multiple Intelligence and Blooms Taxonomy to design an integrated science teaching junior high, teachers are expected to be able to apply in integrated science teaching in junior high. As long as the students are just learning the rote level remember which is the lowest level can then be repaired to the highest level that is able to create create. The need to optimize the intelligence of each individual and the use of all five senses. Also a teacher should be able to consider the use of the learning style of each learner according to the dominant intelligence on each learner. The final objective is able to improve the learning process during this time and capable of printing learners critical, creative, responsive to the development of science and technology and are able to create innovative works that benefit society and nation building. Keyword : Mu ltiple Intelligence, Bloom’s Taxonomy, Problem Based Learning, Natural Science Teaching Surabaya, 23 Januari 2016 PENDAHULUAN Beberapa problematika pendidikan masih banyak yang terjadi di Indonesia. Salah satunya adalah mutu pendidikan di Indonesia masih sangat rendah dibanding dengan negara-negara di dunia. Hal ini berdasarkan data yang ditunjukkan oleh UNDP United Nations Development Programme , bahwa Indeks Pembangunan Manusia atau Human Development Index HDI Indonesia tahun 2014 masih berada pada peringkat 110 dari 188 negara. Dengan nilai HDI sebesar 0,684 masih jauh dibawah rata-rata dunia yaitu 0,711. Hal ini menempatkan Indonesia dalam kelompok Medium Human Development. Meskipun mengalami kenaikan tingkat dari tahun 2012, Indonesia masih jauh tertinggal dengan beberapa negara di Asia Tenggara, diantaranya Singapura 11, Brunei Darussalam 31, Malaysia 62, dan Thailand 93 UNDP, 2015. Salah satu faktor yang menyebabkan mutu pendidikan di Indonesia masih rendah adalah masalah rendahnya kualitas ketika proses pembelajaran berlangsung. Diantaranya kurang tepatnya guru dalam memilih serta menerapkan metode pembelajaran yang tepat. Kenyataan yang terjadi dalam proses pembelajaran, guru kerap kali masih mengutamakan hafalan remember dan hanya berorientasi pada hasil belajar yang tinggi. Padahal proses pembelajaran harus dirancang dengan baik dan tepat agar tercapai tujuan pembelajaran yang di harapkan serta perlunya memperhatikan potensi, perkembangan kondisi dari peserta didik untuk menguasai kompetensi yang berguna bagi dirinya BSNP, 2006. Permasalahan dalam proses pembelajaran ini terjadi pada semua mata pelajaran. Walaupun telah banyak dikaji berbagai inovasi untuk memperbaiki permasalahan dalam proses pembelajaran dengan metode-metode pembelajaran yang diyakini mampu meningkatkan mutu pembelajaran, namun kenyataan di lapangan sebagian besar guru masih menggunakan metode konvensional. Salah satu permasalahan dalam proses pembelajaran terjadi pada pelajaran IPA, khususnya pada tingkat SMP. Dalam BSNP 2006, IPA SMP merupakan mata pelajaran yang dimaksudkan untuk memperoleh kemampuan dasar ilmu pengetahuan serta membudayakan berpikir kritis, kreatif dan mandiri. Dengan belajar IPA, peserta didik diharapkan mampu mengembangkan ketrampilan, sikap dan nilai ilmiah, tanggap terhadap perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi serta mampu menciptakan karya inovatif yang bermanfaat secara langsung bagi masyarakat terlebih lagi bagi pembangunan bangsa. Pembelajaran IPA di SMP selama ini seringkali hanya disajikan dalam sekumpulan rumus dan konsep yang wajib dihafal oleh peserta didik tanpa disertai pemahaman terhadap apa yang mereka pelajari bahkan guru belum bisa memfasilitasi agar peserta didik belajar sampai tingkatan tertinggi yaitu mampu menciptakan suatu karya inovatif yang bisa bermanfaat bagi masyarakat dan terutama untuk pembangunan bangsa kedepannya. Pembelajaran masih bersifat teacher centered , guru hanya meyampaikan IPA sebagai produk dan peserta didik menghafal informasi faktual. Masalah lain yang timbul adalah kurangnya guru dalam memperhatikan kemampuan masing-masing siswa. Dimana guru memperlakukan semua siswa sama tanpa memperhatikan kebutuhan siswa secara individual.Guru hanya memperhatikan hasil akhir yang diperoleh peserta didik melalui hasil evaluasi yang hanya bersifat hafalan PEMBAHASAN

A. Gardner’s Multiple Intelligence

Pada dasarnya setiap individu mempunyai kecerdasan majemuk, walaupun pada masing-masing kecerdasan mempunyai proporsi yang berbeda. Kecerdasan ini merupakan kesatuan yang utuh, artinya ketika seseorang menyelesaikan suatu permasalahan maka kecerdasan tersebut bekerja secara bersama-sama. Berdasarkan teori Howard Gardner ada tujuh jenis kecerdasan sekarang sembilan dalam setiap diri manusia, yaitu bahasa linguistic, musik musical, logika matematika logical-mathematical, kinestetis tubuh bodily-kinesthetic, interpersonal interpersonal, intrapersonal intrapersonal, spasial spatial, naturalis naturalist, eksistensi eksistensial Gardner, 2010. Tabel 1. Komponen Inti Kecerdasan MajemukMultiple Intelligence Kecerdasan Komponen Inti Bahasa linguistic Kecerdasan dalam menggunakan kata-kata dalam membaca, menulis serta berbicara. Musik musical Kemampuan dalam mengingat melodi, irama, maupun menyanyikan lagu. Logika Matematika logical- mathematical Kecerdasan dalam berhitung, mengolah angka, logika matematika. Kinestetis tubuh bodily kinesthetic Kecerdasan dalam hal gerakan tubuh dan juga tangan. Interpersonal interpersonal Kecerdasan dalam memahami dan bekerja dengan orang lain. Intrapersonal intrapersonal Kecerdasan dalam memahami diri sendiri. Spasial-visual visual-spatial Kecerdasan dalam hal visualisasi gambar, serta objek dan ruang dalam kehidupan sehari-hari. Naturalis naturalist Kecerdasan dalam mengenali bentuk alam sekitar. Eksistensi eksistensial Kecerdasan dalam memahami dan menjawab persoalan terdalam tentang keberadaan manusia. 1065 ISBN 978-602-72071-1-0 Dengan memperhatikan teori Multiple Intelligence dari Gardner, sebaiknya seorang guru mampu mempertimbangkan penggunaan gaya belajar masing- masing peserta didik. Sehingga diharapkan guru mampu menciptakan cara-cara efektif dalam pembelajaran di kelas dengan menggunakan satu atau lebih kombinasi dari Kecerdasan Majemuk. Misalkan seorang peserta didik merasa kesulitan dalam belajar IPA di di kelas dengan hanya memperhatikan guru mengajar dengan cara ceramah dengan memberikan konsep abstrak yang tidak dipahami oleh peserta didik tadi. Namun ternyata peserta didik tersebut mempunyai kecerdasan naturalis yang lebih dominan. Maka perlunya dirancang metode pembelajaran yang menggunakan alam sekitar untuk mencapai tujuan pembelajaran pada anak tersebut. Seringkali guru menganggap peserta didik yang tidak mahir dalam suatu pelajaran tertentu khususnya pelajaran yang berhubungan dengan angka dan hitungan dianggap anak yang bodoh. Padahal mungkin peserta didik tersebut mempunyai jenis kecerdasan lain yang lebih dominan. Dengan merujuk pada teori kecerdasan majemuk oleh Gardner bahwa setiap manusia itu tidak ada yang bodoh Gardner, 1983 dan Giesen, 2012. Tetapi perlunya memperhatikan pada masing-masing peserta didik bagaimana cara menggali dan menggunakan potensi kecerdasannya. B. Teori Taxonomy Bloom Pentingnya tiap tahapan yang harus dilalui peserta didik dalam proses pembelajaran. Selama ini dalam pembelajaran IPA di SMP seringkali guru hanya menstransfer ilmu kepada peserta didik, dimana peserta didik dipaksa menghafalkan sejumlah rumus dan konsep tanpa disertai pemahaman terhadap rumus dan konsep tersebut. Dan pada akhirnya tujuan akhirnya adalah untuk mendapatkan nilai kognitif yang tinggi tanpa memperhatikan aspek yang lain. Dalam proses pembelajaran yang paling penting adalah setiap tahapan yang mesti dilalui peserta didik dalam belajar. Nilai bukanlah satu-satunya hasil akhir sebagai indikator keberhasilan pembelajaran. Namun yang terpenting perubahan yang didapat setelah proses pembelajaran, yaitu adanya perubahan ke arah yang lebih baik dalam hal tingkah laku, sikap, kebiasaan, kepribadian, ilmu pengetahuan, serta ketrampilan yang sifatnya long term memory bahkan menetap. Pembelajaran IPA di SMP diharapkan mampu menjadikan peserta didik sampai pada tingkatan tertinggi dalam belajar yaitu mampu menghasilkan karya yang inovatif. Pada tahun 1950-an seorang psikolog bidang pendidikan Benjamin Samuel Bloom melakukan penelitian dan pengembangan mengenai kemampuan berpikir dalam proses pembelajaran yang dikenal dengan teori Taxonomy Bloom. Dalam penelitiannya menunjukkan bahwa selama ini evaluasi belajar yang diberikan pada peserta didik hanya meminta siswa mengutarakan hafalan mereka Anderson, 2001. Padahal hafalan remember merupakan tahapan terendah dalam kemapuan berpikir thinking behaviours. Masih banyak lagi tahapan yang mesti dilalui peserta didik untuk mencapai tujuan dari pembelajaran. Menurut Bloom, tujuan pendidikan terbagi menjadi tiga domainranah kemampuan intelektual intellectual behaviours , yaitu kognitif, afektif dan psikomotorik. Tiga domain dalam teori Taxonomy Bloom adalah : 1. Domain Kognitif Segala hal yang mencakup aktifitas mental otak termasuk dalam domain kognitif.. Berdasarkan teori Taxonomy Bloom dalam A Taxonomy for Learning, Teaching and Assessing ada enam tahapan dalam proses dimensi kognitif. Dimulai dari Lower Order Thinking skills sampai pada tahapan yang paling tinggi yaitu Higher Order Thinking Skills. Di mana untuk mencapai tingkat atau tujuan yang lebih tinggi harus memenuhi tingkat yang lebih rendah sebelumnya. Pada tahun 1994, murid dari Bloom, yaitu Anderson dan Krathwohl merevisi teori Taxonomy Bloom agar sesuai dengan perkembangan zaman. Revisi hanya dilakukan pada domain kognitif saja. Hasil perbaikan dipublikasikan pada tahun 2001 dengan nama Revisi Taxonomi Bloom Anderson, 2001. Revisi tersebut di antaranya meliputi beberapa hal yang secara rinci tersaji dalam Tabel 2. Tabel 2. Proses Dimensi Kognitif – kategori dan proses kognitif Lower order thinking skills Higher order thinking skills Remember mengingat Understand memahami Apply menerapkan Analyze menganalisis Evaluate mengevaluasi Create menciptakan  Recognizing, mampu mengidentifikasi  Recalling, mampu menyebutkan kembali  Interpreting mampu mengklarifikasi, menerjemahkan  Exemplifying mampu menggambarkan, memberi contoh  Executing, mampu melaksana- kan  Implemen- ting , mampu menggunakan atau  Differentiating mampu membedakan, memfokuskan, menyeleksi  Organizing, mampu mencari koherensi, integrasi,  Checking, mampu mengkoordi- nasi, mendeteksi, memonitor dan mengetes  Critiquing, mampu mengkritisi  Generating, membuat hipotesis  Planning, mampu membuat model atau desain  Producing mampu  Classifying, mampu mengelompokkan  Summarizing, mampu membuat rangkuman  Inferring, mampu membuat prediksi, menambahkan, membuat kesimpulan  Comparing, mampu membandingkan, mencocokkan, memetakan  Explaining, mampu membangun konsep mengimplem entasikan menguraikan, menstruktur konsep  Attributing, mampu mendekonstru ksi membangun atau menciptakan Proses dimensi kognitif tersebut dapat divisualisasikan dalam tahap tingkatan proses pembelajaran sebagaimana tersaji dalam gambar 1. Sehingga jika peserta didik ingin memahami understand suatu konsep maka perlu melaui tahapan mengingat remember terlebih dahulu. Selanjutnya sebelum menerapkan apply suatu konsep maka perlu memahaminya understand terlebih dahulu dan seterusnya sampai pada tahapan terakhir yaitu berkreasi atau mampu menciptakan sesuatu. 2. Domain Afektif Segala hal yang berkaitan dengan emosi, seperti perasaan, nilai, penghargaan, semangat, minat, motivasi, sikap. Dalam domain afektif ini terdapat lima perilaku mulai dari yang paling sederhana sampai paling kompleks, yaitu penerimaan, responsivitas, nilai yang dianut, organisasi, karakterisasi.

3. Domain Psikomotorik

Segala hal yang berkaitan dengan gerakan dan koordinasi jasmani, kemampuan fisik dan ketrampilan motorik. Terdapat lima kategori mulai dari yang paling sederhana dan hingga yang paling rumit, yaitu peniruan, manipulasi, ketetapan, artikulasi, dan pengalamiahan. Namun hingga saat ini domain afektif dan psikomotorik belum di revisi. Attitude yang merupakan hal sulit diubah dengan instan karena terbentuk sejak lahir. Begitu juga skill pada aspek psikomotorik lebih sesuai jika dipraktekkan dibanding jika hanya dipelajari. Dengan mengadopsi teori taxonomy Bloom, ternyata proses pembelajaran di Indonesia selama ini sebagian besar masih dalam tahapan yang paling rendah yaitu hanya hafalan atau mengingat remember. Untuk itu diharapkan guru mampu menciptakan proses pembelajaran yang memungkinkan peserta didik mampu melewati seluruh tahapan dalam proses pembelajaran mulai dari mengingat remember, sampai yang paling tinggi mencipta create untuk mewujudkan proses pembelajaran yang terintegrasi. 1067 ISBN 978-602-72071-1-0 Gambar 1. Matriks Sasaran Pembelajaran menurut Dimensi Pengetahuan dan Proses Kognitif

C. Problem Based Learning IPA SMP

Secara umum, Problem Based Learning telah dikenal sebagai metode yang efektif untuk meningkatkan kemampuan peserta didik dalam memecahkan permasalahan White, 2001. Peserta didik akan didorong untuk memiliki kemampuan koneksi yang kuat antara konsep yang mereka pelajari saat menemukan suatu fakta dengan keahlian skill dengan secara aktif bekerja memproses informasi dan tidak hanya secara pasif menerima asupan informasi White, 2001. Menurut modul standar implementasi kurikulum, dalam pembelajaran berbasis problem based learning pada pembelajaran IPA dapat ditetapkan beberapa tahapan standar Kemdikbud, 2014. Dengan memperhatikan dan mengoptimalkan konsep Gardner’s multiple intelligence dan Bloom’s taxonomy di atas, dapat disusun beberapa kaidah dalam penyusunan desain pembelajaran IPA untuk tingkat SMP. Beberapa hal di antaranya, yaitu: 1 Orientasi peserta didik pada masalah dengan melibatkan panca indera. Guru menjelaskan tujuan pembelajaran kemudian memberikan konsep dasar, petunjuk atau referensi yang diperlukan dalam pembelajaran. Dalam hal ini dengan mengadaptasi teori Gardner, peserta didik diberi kesempatan untuk memperoleh informasi sebanyak- banyaknya dengan menggunakan panca indera, seperti mengamati masalah secara langsung, mendengar masalah yang disampaikan guru, merabagerakan, merasakan, bahkan mencium. Dalam tahapan ini diharapkan peserta didik mampu membuat daftar list dari masalah, dan mengidentifkasi identify yang merupakan tahap awal dari teori taxonomy Bloom. 2. Mengorganisasi peserta didik dalam belajar secara kelompok dengan memaksimalkan kecerdasan intrapersonal dan interpersonal serta tahapan pada memahami understand. Dalam hal ini, guru memfasilitasi peserta didik agar mampu memaksimalkan kecerdasan dalam cara bekerja sama dalam kelompok interpersonal untuk mengkaji konsep-konsep serta pertanyaan yang harus dijawab dan juga kecerdasan intrapersonal yaitu mengetahui kelebihan dan kekurangan diri sendiri. Dengan demikian perlunya kerja sama kelompok untuk saling melengkapi kekurangan masing-masing peserta didik, sehingga mampu menyelesaikan masalah yang dihadapi. Pada tahapan ini, peserta didik bekerja secara kelompok diharapkan mampu memahami understand konsep-konsep yang harus didiskusikan. Dengan cara mampu membuat rangkuman, lalu mengkalsifikasikan dan membuat klarifikasi dari maslah dan konsep yang dipelajari. 3. Membimbing penyelidikan peserta didik secara mandiri maupun kelompok dengan melibatkan panca indera dan kecerdasan dominan yang ada pada peserta didik. Peserta didik diberi kesempatan untuk melakukan penyelidikan terhadap masalah yang akan diselesaikan dengan memaksimalkan kecerdasan dominan yang ada pada masing-masing individu. Guru hendaknya membantu memfasilitasi dan membimbing penyelidikan untuk menjawab permasalahan. Misal seorang peserta didik lebih mudah melakukan penyelidikan dengan melihat langsung visual dan banyak menggunakan gerakan tubuh kinestetik. Tahapan belajar yang mesti dicapai pada tahap ini adalah mampu membuat membandingkan comparison, memetakan dan membuat prediksi terhadap pemecahan masalah inferring yang dipelajari. 4. Mengembangkan dan menyajikan hasil karya dengan tahapan explaining dan inferring pada proses kognitif memahami understand menggunakan kecerdasan bahasa linguistik dan logika matematika logical- mathematical . Peserta didik mampu menjawab pertanyaan dan menyajikan dalam laporan tertulis dengan memaksimalkan kecerdasan bahasa linguistik dan logika matematika logical-mathematical. Pada tahapan ini, peserta didik diharapkan mampu membangun konsep expalining dan menarik kesimpulan inferring dari hasil penyelidikan. 5. Menganalisis analyze dan mengevaluasi proses pemecahan masalah evaluate. Pada tahap ini peserta didik diharapkan mampu menganalisis terhadap hasil pemecahan masalah yang telah diselidiki dan didiskusikan dengan bimbingan guru. Lalu guru membantu peserta didk untuk mampu mengevaluasi yaitu mampu mendeteksi, mengetes dan mengkritisi hasil pemecahan masalah. 6. Guru mengevaluasi hasil belajar mengenai materi yang telah dipelajari peserta didik. Evaluasi ini dapat dilakukan dengan memberikan tugas kepada peserta didik apakah peserta didik sudah berhasil dalam mempelajari suatu materiyang dipelajari dengan cara membuat hipotesis, membuat rencana atau model penyelesaian selanjutnya mampu menciptakan suatu karya untuk menyelesaikan masalah yang dipelajari tersebut. Namun bisa juga dengan cara menggunakan tes tertulis. PENUTUP Simpulan Pentingnya setiap tahapan yang mesti dilalui peserta didik dalam proses pembelajaran IPA di SMP perlu diperhatikan untuk mencapai keberhasilan dari tujuan pembelajaran. Dengan membandingkan tahapan proses pembelajaran dengan teori Taxonomy Bloom dengan kenyataan yang ada di Indonesia, ternyata menunjukkan bahwa proses pembelajaran di Indonesia masih dalam taraf yang paling rendah yaitu hafalan remember. Padahal masih banyak tahapan yang mesti dilalui peserta didik dalam proses pembelajaran untuk menghasilkan peserta didik yang kompeten bahkan mampu menemukan dan menciptakan sesuatu yang bermanfaat bagi masyarakat dari apa yang mereka pelajari. Terutama membuat solusi inovatif terhadap masalah yang ada di masyarakat bahkan bangsa terlebih lagi tingkat dunia dalam kaitannya dengan pembelajaran IPA di SMP. Anggapan peserta didik yang kurang menguasai pelajaran angka dan hitungan adalah peserta didik yang bodoh adalah salah. Dengan merujuk pada teori kecerdasan majemuk oleh Gardner bahwa setiap manusia itu tidak ada yang bodoh. Tetapi perlunya memperhatikan pada masing-masing peserta didik bagaimana cara me nggali dan menggunakan potensi kecerdasannya. Dengan menggunakan model pembelajaran Problem Based Learning serta mengoptimalkan konsep Multiple Intelligence dan Bloom’s Taxonomy untuk Desain Pembelajaran IPA Terpadu SMP, diharapkan guru mampu menggunakannya dalam pembelajaran IPA terpadu di SMP. Yang mana selama ini peserta didik hanya belajar dalam taraf hafalan remember yang merupakan tingkat paling rendah dapat diperbaiki bahkan bisa memfasilitasi siswa sampai tingkat yang paling tinggi yaitu mampu menciptakan create. Selain itu perlunya mengoptimalkan kecerdasan pada masing-masing individu dan penggunaan seluruh panca indera. Sebaiknya juga seorang guru mampu mempertimbangkan penggunaan gaya belajar masing- masing peserta didik sesuai dengan kecerdasan dominan pada masing-masing peserta didik. DAFTAR PUSTAKA Anderson, L.W., et al. 2001. A taxonomy for learning, teaching, and assessing: A revision of Blooms Taxonomy of Educational Objectives Complete edition . New York: Longman. BSNP. 2006. Standar Isi Mata Pelajaran IPA SMPMTs. Jakarta : Badan Standar Nasional Pendidikan. Gardner, H. 1983. Frames of mind: The theory of multiple intelligences . New York: Basic Books. Gardner, H., Hatch, T. 1989. Multiple Intelligences Go to School: Educational Implications of the Theory of Multiple Intelligences. Educational Researcher , Vol. 18, No. 8 Nov., 1989, pp. 4-10. American Educational Research Association Giesen, J. 2012. Howard Gardner’s Theory of Multiple Intelligences . Northern Illinois University, Faculty Development and Instructional Design Center Heer, R. 2012. A Model of Learning Objectives. Center for Excellence in Learning and Teaching: Iowa State University. Tersedia juga dalam web www.celt.iastate.eduteachingRevisedBlooms1.h tml Kemdikbud. 2014. Materi Pelatihan Guru Implementasi Kurikulum 2013 Mata Pelajaran IPA SMP. Jakarta: Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. UNDP. 2015. Human Development Report 2015: Work for Human Development . New York: United Nations Development Programme White, H. 2001. Problem-Based Learning. Speaking Of Teaching: Stanford University Newsletter On Teaching. Vol.11, No. 1. ISBN 978-602-72071-1-0 PEMBELAJARAN IPA TERPADU MELALUI PROJECT BASED LEARNING DALAM MELATIHKAN ACADEMIC DAN SOCIAL SKILL SISWA SMP Anis Shofatun Program Studi Magister Pendidikan Sains, Program Pasca Sarjana, Universitas Negeri Surabaya Email: anis.smpm12gkbgmail.com ABSTRAK Penelitian ini bertujuan mendeskripsikan kepraktisan dan keefektifan pembelajaran IPA terpadu melalui pembelajaran berbasis proyek dalam melatihkan keterampilan akademik dan sosial siswa kelas VIIF SMP Muhammadiyah 12 GKB Gresik. Penelitian ini tergolong eksperimen semu yang dilaksanakan dalam dua tahap, yaitu tahap persiapan yang bertujuan mengembangkan perangkat mengikuti rancangan 4-D model dari Thiagarajan berkategori layak digunakan dan dilanjutkan dengan tahap uji coba di kelas menggunakan rancangan pretest-postest design. Hasil penelitian ini menunjukkan: 1 perangkat pembelajaran berkategori praktis ditinjau dari keterlaksanaan rencana pembelajaran dan respon positif siswa terhadap pembelajaran berbasis proyek; 2 Pembelajaran menggunakan perangkat yang dikembangkan berkategori efektif, hal ini didasarkan pada: a penilaian keterampilan akademik siswa dalam mengorganisir materi, keterampilan merencanakan, melaksanakan dan melaporkan penugasan proyek, keterampilan unjuk kerja laboratorium menunjukkan sangat baik b penilaian keterampilan sosial siswa dalam bekerjasama dan berkomunikasi menunjukkan sangat baik c peningkatan hasil belajar pengetahuan siswa dengan rata-rata N-gain sebesar 0,8 gain tinggi. Berdasarkan hasil penelitian di atas dapat disimpulkan bahwa pembelajaran berbasis proyek praktis dan efektif dalam melatihkan keterampilan akademik dan sosial siswa SMP serta meningkatkan hasil belajar pengetahuan pada mata pelajaran IPA Terpadu. Kata Kunci: IPA Terpadu, Project Based Learning, Academic Skill, Social Skill ABSTRACT This research aims to describe practicality and effectiveness of the integrated science learning through project-based learning in fasilitate academic and social Skill of class VIIF SMP Muhammadiyah 12 GKB Gresik. This research has been classified as quasi experiment with two stages, the preparatory phase which aims to develop the teaching material using 4-D models of Thiagarajan categorized as fit for use and followed by the implementation phase of teaching and learning process in class using a pretest- posttest design. The results showed:1 the practicality of teaching material categorized in feasibility of lesson plan and students give positive responses toward teaching materials and implementation of project based learning, 2 the teaching and learning use the teaching material development categorized effectively in terms of : a an assessment of the students academic skills in organizing materials, skills to plan, implement and report on project task and psychomotor student in the laboratory showed very good b assessment of social skills of students in collaboration and communication showed very good and c increased knowledge learning outcomes of students with an average of 0.8 N-gain high gain. Based on the result, it can be concluded that project based learning in teaching integrated natural science for Junior High Students is practicable and effectively to fasilitate student’s academic and social skill and gaining their knowledge. Keywords : Integrated Natural Science Learning, Project Based Learning, Academic Skill, Social Skill PENDAHULUAN Penyediaan Sumber Daya Manusia SDM yang siap terhadap tantangan, persaingan dan permasalahan yang kompleks menjadi salah satu tugas pendidikan di Indonesia. Pendidikan dengan upaya untuk mempersiapkan sumber daya manusia SDM yang handal Surabaya, 23 Januari 2016