Hasil Tahap Implementasi Hasil Tahap Evaluasi KAJIAN TEORI Pembelajaran Fisika

ISBN: 978-602-72071-1-0 Pengembangan perangkat lunak yang dilakukan dimulai dari mendesain ulang tata letak dan penambahan beberapa fitur dari perangkat lunak yang dipedomani. Pengembangan dari desain awal ini terlihat pada gambar 10 berikut Tampilan front panel seperti gambar 10 diatas merupakan representasi dari analisis kebutuhan dan desain yang sudah dijabarkan sebelumnya. Pada front panel terdapat tombol pilihan calibrate untuk mengkalibrasikan spectroVis. Tombol collect data untuk menghimpun data. Terdapat dua pilihan untuk mode penghimpunan data yakni absorbance dan transmittance. Tombol end untuk mengakhiri program ini. Tampilan utama merupakan grafik yang akan memperlihatkan puncak-puncak panjang gelombang yang sedang diamati. Selain itu juga terdapat tabel yang memperlihatkan seluruh data yang ditampilkan pada grafik. Adapun block diagram dari program ini diperlihatkan pada gambar 11 berikut. Wujud akhir perangkat lunak sistem akuisisi data eksperimen spektrometer atom yang dikembangkan adalah dalam format .exe. Hal ini dilakukan dengan tujuan agar perangkat lunak yang dihasilkan dapat digunakan secara luas dan mudah tanpa harus menginstal program LabVIEW pada laptop atau komputernya.

D. Hasil Tahap Implementasi

Perangkat lunak sistem akuisisi data eksperimen spektroskopi atom yang dikembangkan selanjutnya diimplementasikan dengan cara menggunakannya pada kegiatan eksperimen spektroskopi atom. Program dijalankan dan diujicoba melakukan pengambilan data untuk topik eksperimen spektrum atom hidrogen. Tampilan program yang sedang digunakan untuk mengambil data terlihat pada gambar 12 berikut

E. Hasil Tahap Evaluasi

Evaluasi kinerja perangkat lunak yang dikembangkan dilakukan membandingkan hasil pengukuran perangkat lunak akusisi data eksperimen spektroskopi atom berbasis LabVIEW yang dihasilkan dengan perangkat lunak dari Logger Pro. Hasil pengukuran spektrum atom hidrogen menggunakan perangkat lunak akusisi data eksperimen berbasis LabVIEW terlihat seperti Gambar 11. Perangkat lunak yang dikembangkan memberikan hasil pengukuran dan menampilkan grafik spektrum yang sama dengan Logger Pro. Nilai persentase kesalahan dari produk yang dihasilkan sangat baik yakni 0. Hasil pengukuran spektrum atom hidrogen menggunakan perangkat lunak dari Logger Pro terlihat seperti Gambar 12 berikut.

F. Pembahasan Hasil Penelitian

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan dengan mengembangkan perangkat lunak berbasis LabVIEW didapatkan produk akhir berupa sistem akuisisi data eksperimen spektroskopi atom yang dapat digunakan sebagai penunjang kegiatan eksperimen spektroskopi atom. Produk yang dihasilkan memiliki nilai persentase kesalahan yang sangat baik. Hal ini karena tidak ada perbedaan panjang gelombang yang ditampilkan antara produk yang dikembangkan dengan produk pembanding Logger Pro. Tingginya tingkat keakuratan produk yang dihasilkan menjadikan produk ini baik untuk menjadi perangkat dalam melakukan eksperimen yang menggunakan alat spektrometer. Gambar 10. Desain front panel program akuisisi spektroskopi atom berbasis LabVIEW yang dikembangkan Gambar 11. Desain block diagram program akuisisi spektroskopi atom berbasis LabVIEW yang dikembangkan Gambar 12. Pengambilan data spektrum atom hidrogen menggunakan perangkat lunak Logger Pro ISBN: 978-602-72071-1-0 PENUTUP Simpulan Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan dan hasil pembahasan mengenai pengembangan perangkat lunak sistem akuisisi data eksperimen spektroskopi atom berbasis LabVIEW, didapatkan beberapa kesimpulan bahwa: 1. Telah dihasilkan perangkat lunak sistem akuisisi data menggunakan program LabVIEW 2012 yang dapat digunakan untuk beberapa topik eksperimen spektroskopi atom yang menggunakan alat spektrometer. 2. Perangkat lunak akuisisi data eksperimen spektroskopi atom berbasis LabVIEW yang dikembangkan memiliki tingkat keakuratan yang baik dengan nilai persentase kesalahan 0, ketelitian yang baik dengan nilai sekian . Selama peneliti melakukan penelitian untuk mengembangkan perangkat lunak sistem akuisisi data eksperimen spektroskopi atom berbasis LabVIEW terdapat beberapa kesulitan dan menjadi keterbatasan peneliti untuk melakukan pengambilan data, diantaranya adalah: 1. Perangkat lunak berbasis LabVIEW yang dikembangkan hanya bisa dijalankan jika alat spektrometer tersambung dengan perangkat keras laptop. 2. Penempatan sumber cahaya harus diatur sedemikian rupa agar fiber optic bisa mendapat dan meneruskan informasi dengan tepat dan akurat. Saran Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, maka peneliti mengajukan beberapa saran: 1. Penelitian ini dapat dikembangkan lagi dengan menambahkan beberapa fitur yang menawarkan lebih banyak kemudahan untuk menggunakan perangkat lunak sistem akuisisi data eksperimen spektroskopi atom, 2. Hasil penelitian ini juga dapat dikembangkan lagi menjadi perangkat lunak pada eksperimen berbasis remote laboratory yang bisa mengendalikan perangkat keras dari jauh. 3. Untuk mendapat manfaat yang nyata dalam dunia pendidikan, tenaga pendidik dapat menggunakan blog panduan eksperimen dan perangkat lunak eksperimen spektroskopi hasil dari pengembangan penelitian ini pada kegiatan belajar dan mengajarnya. UCAPAN TERIMAKASIH Terimakasih penulis ucapkan kepada Sdr. Achmad Ginanjar dan Sdr. Rahmat Ari Widodo yang membantu penulis dalam penyelesaian pengembangan produk perangkat lunak sistem akuisisi data eksperimen spektroskopi atom berbasis LabVIEW ini. Ucapan yang sama penulis sampaikan kepada teknisi Laboratorium Teknologi Pembelajaran Sains LTPS Universitas Ahmad Dahlan yang sudah memfasilitasi penulis untuk melakukan penelitian. DAFTAR PUSTAKA Arief, Sadiman. et. al. 2006. Media Pendidikan Pengertian, Pengembangan, dan Pemanfaatannya . Jakarta: Raja Grafindo Persada. Austerlitz, Howard. et. al. 2003. Data Acquisition Techniques Using PCs Second Edition . USA: Academic Press. Batan. 2015. http:www.batan.go.idpusdiklatelearningPe ngukuranRadiasiPencacah_00.htm. Diakses pada tanggal 27 Oktober 2015. Bitter, Rick. Mohiuddin, Taqi. Nawrocki, Matt. 2007. LabVIEW TM Advanced Programming Techniques Second Edition . New York: CRC Press Taylor and Francis Group. Chapra, Steven C. and Canale, Raymond P. 2010. Numerical Methods for Engineers Sixth Edition . New York: McGraw-Hill. Emilio, M. Di Paolo. 2013. Data Acquisition System from Fundamentals to Applied Design . New York: Springer Science and Business Media. Essick, John. 2013. Hands-On Introduction to LabVIEWTM for Scientists and Engineers Second Edition. New York: Oxford University Press. Ginanjar, Achmad. 2014. Pengembangan Simulasi Eksperimen Pada Materi Radioaktivitas SMA Kelas XII Berbasis LabVIEW . Yogyakarta: SKRIPSI UAD. Jadhav, Kishori and Sarwade Nisha. 2014. Development of 416-Channel Data Acquisition System Using LabVIEW. International Journal of Science and Research IJSR, Volume 3, Issue 7, July 2014, ISSN online: 2319-7064. Lauterburg, Urs. 2001. LabVIEW TM in Physics Education . Switzerland: Physics Institute University of Bern. Naik, S.S. Kotwal, Ismat. Chandak, RM. And Gaonkar, VG. 2004. Data Acquisition and Instrumenr Control System for Neutron Spectrometer. PRAMANA: Journal of physics, Indian Academy of Sciences , Vol 63, No. 2, August 2004, pp 455-458. Patil, Mahesh S. and Nerkar, Sachin S. 2014. Real Time Data Acquisition for Smart Home using LabVIEW. PRATIBHA: International Journal of Science, Spirituality, Business and Technology IJSSBT , Vol 2, No. 2, May 2014, ISSN print: 2277-7261. Pasco Scientific. 1991. Instruction Manual and Experiment Guide for the PASCO Scientific Model SP-9268A STUDENT SPECTROMETER. Roseville: Pasco Scientific. Rahmat Ari Widodo. 2014. Pengembangan Sistem Akuisisi Data Untuk Pencacahan Radiasi Berbasis LabVIEW. Yogyakarta: SKRIPSI UAD. ISBN: 978-602-72071-1-0 Tipler, Paul A. and Llewellyn, Ralph A. 2012. Modern Physics Sixth Edition. New York: W.H. Freeman and Company. Tsoulfanidis, Nicholas. and Landsberger, Sheldon. 2015. Measurement Detection of Radiation Fourth Edition. New York: CRC Press. Vernier Software and Technology. Product Manuals and Reference Guides. http:www.vernier.comfilesmanualsvsp- uv.pdf. Diakses pada tanggal 02 Oktober 2015. . Product Manuals and Reference Guides. http:www.vernier.comfilesmanualsst- car.pdf. Diakses pada tanggal 02 Oktober 2015. .2015. http:www.vernier.comproductssensorsspe ctrometersvisible-rangesvis-pl. Diakses pada tanggal 08 Oktober 2015. . 2013. Hands-On Introduction to NI LabVIEW TM with Vernier Second Edition . USA: Vernier Software and Technology. ISBN: 978-602-72071-1-0 PENGEMBANGAN MODEL PEMBELAJARAN FISIKA TERPADU DALAM EKSTRAKURIKULER TEATER Betty Zelda Siahaan 1 Dewi Muliyati 2 

1,2

Mahasiswa Program Studi Pendidikan Fisika, Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Negeri Jakarta  Email: betty_zeldayahoo.com   ABSTRAK Inti dari pelaksanaan kurikulum 2013 adalah pendidikan yang saling terintegrasi antara mata pelajaran dengan mata pelajaran lainnya dan antara mata pelajaran dengan keseharian siswa. Materi pembelajaran Fisika yang terintegrasikan dalam kegiatan ekstrakurikuler tentu akan menambah minat dan motivasi siswa, terlebih jika keberhasilan pengemasan dan penyampaiannya dapat membuat siswa merasa bahwa aplikasi fisika sangat dekat dalam keseharian. Penelitian ini menggunakan model pengembangan ADDIE dengan tahap-tahap Analisis, Perancangan, Pengembangan, Implementasi, dan Evaluasi. Model ADDIE dipilih karena lebih sistematis dan cocok untuk mengembangkan model dan perangkat pembelajaran. Fokus penelitian ini adalah mengembangkan model pembelajaran Fisika yang dipadukan dalam kegiatan ekstrakurikuler Teater. Hasil dari penelitian ini adalah model pembelajaran Fisika terpadu dalam kegiatan ekstrakurikuler teater dengan produk berupa silabus mata pelajaran terpadu, perencanaan pembelajaran, media pembelajaran, dan penilaian psikomotorik. Ujicoba dilakukan dengan melaksanakan perencanaan perkuliahan di kelas menggunakan metode proyek. Hasil evaluasi ahli materi dan ahli pembelajaran menghasilkan nilai rata-rata 91 valid yang menunjukkan bahwa model pembelajaran terpadu dapat diimplementasikan dengan sangat baik dalam pembelajaran di sekolah. Kata Kunci : pengembangan model pembelajaran, fisika terpadu, ekstrakurikuler teater ABSTRACT The core implementation of the 2013 curriculum is an integrated education among subjects with other subjects and between subjects with the daily of students. Physics learning material to be integrated in extracurricular activities will certainly add interest and motivation of students, especially if the packaging and delivery can make the students feel that the application of physics are very close in daily life. This study using ADDIE development model with the stages of Analysis, Design, Development, Implementation, and Evaluation. ADDIE Model been more systematic and suitable for developing models and learning devices. The focus of this research is to develop a model that combined physics learning in extracurricular activities theatre. Results from this study is the integrated model of physics learning in extracurricular activities such as theater with products integrated course syllabus, lesson planning, instructional media, and psychomotor assessment. Experiments carried out by conducting lectures in class planning using project methods. Results of the evaluation of content experts and learning experts resulted in the average value of 91 of valid indicates that the integrated learning model can be implemented very well in learning at school. Keywords : development of learning model, integrated physics subject, theatre extracurricular ISBN: 978-602-72071-1-0 PENDAHULUAN Inti dari pelaksanaan kurikulum 2013 adalah pendidikan yang saling terintegrasi antara mata pelajaran dengan mata pelajaran lainnya dan antara mata pelajaran dengan keseharian siswa. Materi pembelajaran Fisika yang terintegrasikan dalam kegiatan ekstrakurikuler tentu akan menambah minat dan motivasi siswa, terlebih jika keberhasilan pengemasan dan penyampaiannya dapat membuat siswa merasa bahwa aplikasi fisika sangat dekat dalam keseharian. Model pembelajaran terpadu dapat menjadi pilihan untuk membuat pembelajaran menjadi lebih kontekstual. Setiap model pembelajaran menuntun kita seperti yang kita merancang instruksi untuk membantu siswa mencapai berbagai tujuan Trianto, 2010. Pembelajaran terpadu dimulai dari eksplorasi tema fenomena dari sudut pandang yang berbeda mata pelajaran. Dalam pembelajaran terpadu, siswa menerapkan pengetahuan dan keterampilan untuk menghadapi tuntutan di dunia nyata, fenomena tersebut, kesempatan belajar, atau konteks yang mengarah ke produk, tujuan tertentu atau hasil. Setiap subjek menarik hubungan antara aspek-aspek kehidupan mahasiswa dan belajar. Dalam eksplorasi topik diangkat tema tertentu. Kegiatan belajar berlangsung sekitar tema tersebut kemudian membahas konsep isu-isu fundamental yang terkait dengan tema. Keterpaduan tema antara pembelajaran dengan kegiatan ekstrakurikuler dapat membuat siswa tanpa disadari belajar dalam suasana yang menyenangkan. Salah satu kegiatan ekstrakurikuler yang diminati di SMA Negeri 2 Pandeglang adalah kegiatan ekstrakurikuler Teater. Selama 5 lima tahun terakhir, Teater SMA Negeri 2 Pandeglang meraih banyak prestasi di tingkat provinsi dan nasional, bahkan sempat meraih juara dalam ajang internasional pementasan drama bahasa Jepang. Kelebihan ini tentu dapat dijadikan sebagai media pembelajaran yang terintegrasi dengan mata pelajaran yang diajarkan di kelas. Salah satunya pada mata pelajaran fisika. Fisika membahas fenomena dan kejadian alam yang contohnya dekat dengan keseharian. Pembelajaran fisika melalui kegiatan ekstrakurikuler ini memberikan wahana baru bagi siswa, khususnya anggota kegiatan ekstrakurikuler Teater. Penelitian sebelumnya, telah menghasilkan naskah drama fisika sebagai bahan ajar fisika berbasis joyful learning Muliyati, 2015, dengan hasil bahwa naskah drama fisika dapat layak digunakan sebagai bahan ajar baik dalam mata pelajaran fisika maupun dalam mata pelajaran sastra. Pada penelitian ini akan dibahas bagaimana mengembangkan model pembelajaran fisika terpadu dalam kegiatan ekstrakurikuler teater, artinya pelaksanaan pembelajaran dapat dilakukan di luar jam pembelajaran formal. METODE PENELITIAN Penelitian ini merupakan research development yang menggunakan model pengembangan ADDIE dengan tahap-tahap Analisis, Perancangan, Pengembangan, Implementasi, dan Evaluasi. Model ADDIE dipilih karena lebih sistematis dan cocok untuk mengembangkan model dan perangkat pembelajaran. Fokus penelitian ini adalah mengembangkan model pembelajaran Fisika yang dipadukan dalam kegiatan ekstrakurikuler Teater. Subjek penelitian adalah siswa SMA Negeri 2 Pandeglang Kelas X dan XI yang mengikuti kegiatan ekstrakurikuler teater. Penelitian dilakukan pada Juni- September 2015. Penilaian model pembelajaran serta perangkat pembelajaran seperti: silabus, rencana pembelajaran, media, dan instrumen penilaian psikomotorik dinilai dan divalidasi oleh ahli materi dan ahli pembelajaran. Ahli materi dan ahli pembelajaran adalah teman sejawat dosen fisika, guru fisika, dan guru sastra di sekolah. HASIL DAN PEMBAHASAN 1 Analisis Pengembangan model pembelajaran dimulai dari analisis kurikulum. Analisis kurikulum meliputi identifikasi topik dan materi yang akan dibahas. Pemilihan materi fisika mengikuti penelitian sebelumnya Muliyati, 2015 yaitu mengenai tata surya, sedangkan materi sastra disesuaikan dengan program kegiatan ekstrakurikuler teater, termasuk seni peran dan pementasannya, secara ringkas ditunjukkan Tabel 1. Tabel 1. Materi yang Dipilih dalam Model Pembelajaran Fisika Terpadu dalam Teater No Materi 1 FISIKA - Sistem Tata Surya - Planet Anggota Tata Surya - Satelit 2 TEATER - Seni peran - Pengelolaan Pertunjukkan - Pengelolaan Organisasi 2 Perancangan Model Pembelajaran Pada tahap ini, semua bahan dan media pembelajaran yang akan digunakan selama pelaksanaan dan pengembangan model pembelajaran disiapkan, terutama yang dibutuhkan selama kegiatan. Kegiatan keseluruhan selama proses pengembangan model pembelajaran di SMA Negeri 2 Pandeglang berjumlah 10 pertemuan yang dilaksanakan dalam 5 minggu. 3 Model Pembelajaran Fisika Terpadu dalam Kegiatan Ekstrakurikuler Teater ISBN: 978-602-72071-1-0 Model pembelajaran yang dihasilkan ditunjukkan pada Gambar 1. Dari Gambar 1 terlihat kegiatan yang dilakukan oleh guru dan iswa untuk setiap tahap pembelajarannya. Guru yang dimaksud di sini adalah guru sekolah yang membina ekstrakurikuer Teater, dalam penelitian ini adalah guru Bahasa dan Sastra Indonesia. 4 Hasil Validasi Hasil validasi oleh ahli materi dan ahli pembelajaran seperti ditunjukkan Tabel 2. Tabel 2. Hasil Penilaian Perangkat Pembelajaran Fisika Terpadu. Validator 1 Validator 2 Rata-rata Ahli Materi 88 90 89 Ahli Pembelajaran 93 95 93 Rata-rata 91 Kategori Sangat Baik TAHAP-1: PENDAHULUAN TAHAP-2: PRESENSI MATERI TAHAP-3: PELATIHAN TAHAP-4: PERENCANAAN TAHAP-5: PERTUNJUKKAN HASIL PROYEK TAHAP-6: EVALUASI KEGIATAN GURU 1. Memotivasi siswa. 2. Menjelaskan rencana pembelajaran. 3. Menjelaskan tujuan KEGIATAN SISWA 1. Memperhatikan yang disampaikan guru. 2. Menjawab pertanyaan guru. KEGIATAN GURU 1. Menjelaskan materi-materi dasar sesuai dengan silabus. KEGIATAN GURU 1. Membagikan naskah drama yang akan dipakai. 2. Menyeleksi peran yang akan dimainkan siswa. 3. Menyeleksi kemampuan organisasi siswa. 4. Menjelaskan proyek yang harus KEGIATAN GURU Memberikan saran pembentukan organisasi untuk melaksanakan KEGIATAN GURU 1. Menilai pertunjukkan. 2. Menilai aspek psikomotorik aktivitas siswa selama pertunjukkan berlangsung. KEGIATAN SISWA 1. Memperhatikan yang disampaikan guru. KEGIATAN SISWA 1. Membaca dan mempelajari naskah drama yang dibagikan dan menghubungkan materi yang telah diberikan sebelumnya. 2. Melakukan pembagian tugas sesuai dengan instruksi. 3. Siswa yang kebagian peran mulai berlatih. KEGIATAN SISWA 1. Menyusun kepantiaan. 2. Membagi tugas. KEGIATAN SISWA 1. Mengatur semua jalannya pertunjukkan. 2. Menangani permasalahan dan kendala yang terjadi selama KEGIATAN GURU Mengadakan evaluasi hasil proyek. KEGIATAN SISWA Bersama guru dan pihak sekolah ISBN: 978-602-72071-1-0 5 Implementasi dan Evaluasi Implementasi dilakukan dengan memberikan proyek pementasan kepada siswa kelompok teater. Hasil implementasi pada pertunjukkan internal sekolah mendapat tanggapan yang luar biasa baik dari siswa maupun pihak sekolah. Melalui pembelajaran terpadu dalam kegiatan ekstrakurikuler diharapkan siswa secara tidak sadar belajar dalam suasana yang menyenangkan sesuai dengan hobi dan minatnya. Untuk selanjutnya kegiatan ini di evaluasi terutama pada bagian pelaksanaan proyek. PENUTUP Simpulan Hasil evaluasi ahli materi dan ahli pembelajaran menghasilkan nilai rata-rata 91 valid yang menunjukkan bahwa model pembelajaran terpadu dapat diimplementasikan dengan sangat baik dalam pembelajaran di sekolah, sehingga dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran fisika terpadu dalam kegiatan ekstrakurikuler teater dapat diterapkan di sekolah dalam mendukung pembelajaran yang lebih kontekstual dan menyenangkan. Pada pelaksanaannya, dapat dilakukan di luar jam pelajaran formal. Saran Karena mendapatkan respon yang positif dari pihak sekolah, rencana penelitian selanjutnya adalah membuat proyek pembelajaran terpadu menjadi cakupan yang lebih luas dari sekarang, agar lebih banyak konten mata pelajaran lain yang masuk dalam satu rangkaian kegiatan. UCAPAN TERIMAKASIH Penulis mengucapkan terimakasih kepada Lembaga Penelitian UNJ atas dukungannya melalui dana PNPB-BLU Fakultas MIPA UNJ Tahun 2015 Nomor: 29SPK PENELITIAN6.FMIPA2015. DAFTAR PUSTAKA Muliyati, Dewi Siahaan, Betty Zelda. 2015. Pengembangan Naskah Drama Fisika sebagai Media Pembelajaran Fisika SMA berbasis Joyful Learning. JPPPF Volume 1 No 2. Trianto. 2010. Model Pembelajaran Terpadu: Konsep, Strategi, dan Implementasinya dalam KTSP. Jakarta: Bumi Aksara. ISBN: 978-602-72071-1-0 MODEL E-BOOK BERBASIS VIDEO LOKAL UNTUK PEMBELAJARAN FISIKA SMA Edy Widodo   Guru SMA N 1 Prajekan yang sedang menyelesaikan kuliah di Prodi Pend. Sains FKIP Universitas Jember e-mail : edywido2gmail.com   ABSTRAK E-book merupakan sebuah publikasi yang terdiri dari teks, gambar maupun suara dan dipublikasikan dalam bentuk digital yang dapat dibaca di komputer maupun alat elektronik lainnya. Tulisan ini merupakan hasil kajian awal pengembangan model e-book berbasis video lokal di SMA. Tujuan kajian ini adalah merancang e-book Fisika pada pokok bahasan gejala gelombang dan besaran fisis gelombang untuk siswa kelas XI MIPA SMA, serta mengukur keefektifan e-book selama proses pembelajaran. Metode yang digunakan untuk mengembangkan e-book adalah model 4D, yang pada penelitian ini dibatasi hanya meliputi define pendefinisian, design perancangan, dan develop pengembangan. Subyek penelitian adalah 30 siswa kelas XI MIPA 1 SMA Negeri 1 Prajekan tahun pelajaran 20152016. Teknik yang digunakan untuk mengumpulkan data adalah angket dan studi literatur. Dari hasil kajian ini dapat disimpulkan bahwa e-book Fisika berbasis video lokal yang akan dikembangkan dapat mensinkronisasi antara konten ilmu yang dipelajari siswa dengan kejadian nyata yang ada disekitarnya. Kata Kunci: e book, video lokal, pembelajaran fisika . ABSTRACT E book is a publication that consists of text, images and sound and published in digital form that can be read on a computer or other electronic device. This paper is the result of an early review of the development model of e-book video-based local high school. The purpose of this study is to design an e-book on the subject Physical symptoms of waves and wave to the physical quantities of class XI student of Mathematics and Science High School, as well as measure the effectiveness of e-book during the learning process. The method used to develop an e-book is the 4D model, which in this study was limited only covers define, design, and develop. Subjects were 30 students of class XI MIPA 1 SMA 1 Prajekan at the school year 20152016. The technique used to collect data were questionnaires and literature study. From the results of this study can be concluded that the e-book physics-based local video that will be developed can synchronize between science content students are learning with real events that are nearby. Keywords: e book, local video, learning physics. ISBN: 978-602-72071-1-0 PENDAHULUAN Seperti yang kita ketahui saat ini, sebagian besar keadaan pembelajaran di sekolah-sekolah kita masih sangat konvensional, seperti penyampaian materi hanya diceramahkan, penyusunan materi yang sekedarnya atau materi hanya bersumber dari buku- buku teks yang belum tentu sesuai dengan keadaan sekolahnya, padahal buku-buku teks yang banyak beredar saat ini adalah produk nasional yang tidak memperhatikan karakteristik tiap satuan pendidikan seperti yang dinginkan kurikulum tingkat satuan pendidikan KTSP yang lebih memperhatikan tiap- tiap satuan pendidikan. Dalam PP nomor 19 tahun 2005 Pasal 20, diisyaratkan bahwa guru diharapkan mengembangkan materi pembelajaran sendiri, yang kemudian dipertegas malalui Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Permendiknas nomor 41 tahun 2007 tentang Standar Proses, yang antara lain mengatur tentang perencanaan proses pembelajaran yang mensyaratkan bagi pendidik pada satuan pendidikan untuk mengembangkan rencana pelaksanaan pembelajaran RPP. Salah satu elemen dalam RPP adalah sumber belajar. Dengan demikian, guru diharapkan untuk mengembangkan bahan pembelajaran sebagai salah satu sumber belajar. Apabila bahan ajar yang sesuai dengan tuntutan kurikulum tidak ada ataupun sulit diperoleh, maka membuat bahan belajar sendiri adalah suatu keputusan yang bijak. Untuk mengembangkan bahan ajar, referensi dapat diperoleh dari berbagai sumber baik itu berupa pengalaman ataupun pengetahauan sendiri, ataupun penggalian informasi dari narasumber baik orang ahli ataupun teman sejawat. Demikian pula referensi dapat kita peroleh dari buku-buku, media masa, internet dan lain-lain. Namun demikian bagi siswa, seringkali bahan yang terlalu banyak membuat mereka bingung, untuk itu maka guru perlu membuat bahan ajar untuk menjadi pedoman belajar bagi siswa. Dengan perkembangan IPTEK, multimedia bukanlah hal yang asing untuk diaplikasikan dalam dunia pendidikan. Oleh karena itu peneliti tertarik untuk mengembangkan e book yang dilengkapi dengan unsur multimedia seperti audio, dan video. Dilihat dari peran multimedia yang sangat besar dalam membantu menyalurkan pesan untuk menambah wawasan siswa, penambahan multimedia dalam e-book diharapkan dapat lebih membantu siswa untuk dapat lebih memahami materi yang diajarkan. Multimedia berfungsi sebagai alat bantu dan penyalur pesan untuk menambah wawasan siswa, dan juga membantu siswa dalam memahami suatu materi pelajaran. Seperti video dapat lebih membantu siswa lebih memvisualisasikan sesuatu yang berhubungan dengan proses ataupun benda bergerak. Siswa lebih dapat memaksimalkan penggunaan indera dalam belajar seperti visual, dan audio. Seperti yang kita ketahui belajar dengan menggunakan banyak indera dapat lebih optimal dibandingkan hanya dengan menggunakan indera visual saja. Siswa dapat menyerap lebih banyak materi yang diajarkan. Dengan penambahan multimedia seperti video, dan audio didalam e book juga diharapkan dapat menarik minat siswa untuk belajar dan dapat mempermudah meningkatkan pemahaman akan suatu materi pelajaran sehingga dapat mempengaruhi peningkatan hasil belajar siswa. Berdasarkan pandangan yang telah diungkapkan , maka perlu untuk mengangkat materi gejala gelombang dan besaran fisis gelombang menjadi bahan e book bermultimedia. Dalam e book bermultimedia selain teks disediakan pula audio dan video. Diharapkan siswa dapat lebih tertarik dan lebih memahami materi gelombang. Dengan adanya multimedia seperti audio dan video dalam e book maka materi yang berhubungan dengan gelombang dapat tervisualisasi dengan baik. Oleh karena itu dilakukan suatu pengembangan e book bermultimedia yang digunakan sebagai sumber belajar pada konsep gejala gelombang dan besaran fisis gelombang, dan kemudian mencoba menerapkannya dalam pembelajaran kelas untuk dilihat pengaruhnya terhadap peningkatan hasil belajar siswa. Dengan demikian maka akan dilakukan suatu penelitian dengan judul: Model e-book berbasis video lokal dalam pembelajaran Fisika di SMA . Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka pokok permasalahan penelitian ini adalah:  Bagaimanakah model e-book berbasis video lokal yang cocok dalam pembelajaran Fisika di SMA?  Bagaimana aktivitas dalam pembelajaran Fisika di SMA yang menggunakan model e-book berbasis video lokal?  Bagaimanakah hasil belajar Fisika SMA dengan menggunakan model e-book berbasis video lokal? PENGEMBANGAN E BOOK Buku Buku pelajaran adalah buku yang digunakan dalam proses pembelajaran, memuat bahan ajar yang tersusun secara sistematis dari suatu mata pelajaran atau bahan kajian yang minimal harus dikuasai peserta didik pada tingkat dan jenis pendidikan tertentu. Persyaratan dalam penyusunan buku pelajaran berkaitan dengan: 1 Keamanan nasional Isi, cara penyajian, bahasa, dan ilustrasi dalam buku pelajaran selaras dan tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Menghormati kerukunan hidup umat beragama inter dan antar. 2 Isi buku pelajaran Dalam menyusun isi buku pelajaran sebaiknya memuat sekurang-kurangnya bahan pelajaran minimal yang harus dikuasai siswa. Sesuai dengan kurikulum yang berlaku. Relevan dengan tujuan mata pelajaran. Memiliki nilai kebenaran ditinjau dari struktur keilmuan. Sesuai dengan perkembangan IPTEKS. ISBN: 978-602-72071-1-0 Kedalaman dan keluasan isi buku sesuai dengan jenjang pendidikan. 3 Cara penyajian • Urutan uraian sequence teratur • Penahapan penyajian • Sederhana ke kompleks • Mudah ke sukarsulit • Saling memperkuat bahan kajian terkait • Menarik minat dan perhatian siswa • Menantang dan merangsang siswa untuk mempelajari buku • Pengorganisasian dan sistematika penulisan memperhatikan aspek kemampuan siswa CAP. 4 Bahasa yang digunakan • Menggunakan Bahasa Indonesia yang benar dan baku • Kalimat yang digunakan sesuai dengan tingkat kematangan dan perkembangan siswa • Istilah, kosa kata, dan simbol-simbol dapat mempermudah pemahaman siswa • Menggunakan transliterasi yang telah dibakukan. 5 Ilustrasi • Relevan dengan isi buku pelajaran yang bersangkutan • Tidak mengganggu kesinambungan antar kalimat, antar paragraf, dan bagian dari keseluruhan isi buku • Merupakan bagian terpadu dari keseluruhan isi buku • Jelas, baik, dan esensial untuk membantu siswa dalam memahami konsep. E Book Buku digital atau e-book merupakan sebuah publikasi yang terdiri dari teks, gambar maupun suara dan dipublikasikan dalam bentuk digital yang dapat dibaca di komputer maupun alat elektronik lainnya. Popularitas umumnya bergantung pada ketersediaan berbagai buku elektronik dalam format tersebut dan mudahnya piranti lunak yang digunakan untuk membaca jenis format tersebut diperoleh. Terdapat berbagai format buku elektronik yang banyak digunakan yaitu : a. Teks polos Teks polos adalah format paling sederhana yang dapat dilihat hampir dalam setiap piranti lunak menggunakan komputer personal. Untuk beberapa mobile device format dapat dibaca menggunakan piranti lunak yang harus lebih dahulu diinstal. 2. PDF Format PDF memiliki kelebihan dalam hal format yang siap untuk dicetak. Bentuknya mirip dengan bentuk buku sebenarnya. Selain itu terdapat pula fitur pencarian, daftar isi, memuat gambar, pranala luar dan juga multimedia. 3. JPEG Seperti halnya format gambar lainnya, format JPEG memiliki ukuran yang besar dibandingkan informasi teks yang dikandungnya, oleh karena itu format ini umumnya populer bukan untuk buku elektronik yang memilki banyak teks akan tetapi untuk jenis buku komik atau manga yang proporsinya lebih didominasi oleh gambar. 4. LIT Format LIT merupakan format dari Microsoft Reader yang memungkinkan teks dalam buku elektronik disesuaikan dengan lebar layar mobile device yang digunakan untuk membacanya. Format ini memiliki kelebihan bentuk huruf yang nyaman untuk dibaca. 5. Docx Format Docx merupakan format dari Microsoft Word yang sangat banyak ditemui sekarang dan tersebar di internet, format ini sangat banyak digunakan karena banyaknya pengguna MS Word dan file keluaran yang cukup kecil, selain itu huruf yang lebih variatif membuatnya sangat digemari. 6. HTML Dalam format HTML ini gambar dan teks dapat diakomodasi. Layout tulisan dan gambar dapat diatur, akan tetapi hasil dalam layar kadang tidak sesuai apabila dicetak. 7. Format Open Electronic Book Package Format ini dikenal pula sebagai OPF FlipBook. OPF adalah suatu format buku elektronik yang berbasis pada XML yang dibuat oleh sistem buku elektronik. Buku elektronik dalam format ini dikenal saat FlipBooks sebagai piranti lunak. Penyaji menampilkan buku dalam format 3D yang bisa dibuka-buka flipping. Terdapat suatu proyek yang sedang berjalan yang berupaya agar format OPF ini dapat dibaca menggunakan penjelajah Internet standar semisal: Mozilla, Firefox, atau Microsoft Internet Explorer, tanpa perlu adanya perlengkapan piranti lunak, plugin tambahan. Saat ini untuk melihat buku elektronik dalam format OPF sehingga diperoleh rasa benar-benar membuka buku flipping experience diperlukan piranti lunak penyaji pada sisi klien atau pengguna. Keunggulan Buku Digital Sampai kini format buku berbentuk digital telah diadopsi oleh banyak kalangan untuk menerbitkan dan menyebarluskan karya-karya dari berbagai disiplin ilmu. Format buku berbentuk digital semakin disukai karena memiliki banyak keunggulan dibandingkan format buku dalam bentuk konvensional. Berikut ini beberapa keunggulan buku digital : • Mudah dibawa bepergian dan tidak membutuhkan ruang penyimpanan yang besar. Pengguna bisa menyimpannya di PC Personal Computer, laptop, ponsel atau piranti elektronik yang secara khusus disediakan untuk menyimpan dan membaca buku berbentuk digital. • Format buku ini bisa didapatkan kapan saja asalkan terkoneksi dengan internet. Pengguna tidak perlu menyisihkan waktu untuk ISBN: 978-602-72071-1-0 menemukan toko buku dan mencari koleksi buku yang butuhkan. • Biaya produksi yang rendah, ini mengakibatkan maka harga buku pun menjadi lebih murah. Keadaan ini tentunya akan semakin merangsang minat untuk membaca. • Bagi para penulis terutama penulis pemula yang ingin menerbitkan bukunya secara indie, format digital menawarkan proses pembuatan dan pendistribusian buku dengan cara yang lebih mudah dan cepat. Promosi pun bisa dilakukan dengan memanfaatkan blog dan beragam jejaring sosial yang lain. Kekurangan Buku Digital Meskipun memiliki banyak kelebihan, buku digital juga memiliki beberapa nilai minus. Berikut ini beberapa kekurangan buku digital : • Banyak terjadi pelanggaran hak cipta, karena pendistribusian melalui dunia digital, ataupun internet itu sangat mudah. Sehingga orang dapat menggandakan buku digital ini hanya dengan melakukan transfer data dari gadget satu ke gadget lainnya. • Layanan internet yang belum menjangkau semua daerah, sehingga menghambat akses memperoleh buku berbentuk digital. • Keluhan dari para pembaca buku berbentuk digital, misalnya gangguan kesehatan mata yang mungkin muncul akibat terlampau sering membaca buku di komputer. Media Video Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, video merupakan rekaman gambar hidup atau program televisi untuk ditayangkan lewat pesawat televisi, atau dengan kata lain video merupakan tayangan gambar bergerak yang disertai dengan suara. Video sebenarnya berasal dari bahasa Latin, video-vidi-visum yang artinya melihat mempunyai daya penglihatan; dapat melihat. Media video merupakan salah satu jenis media audio visual. Media audio visual adalah media yang mengandalkan indera pendengaran dan indera penglihatan. Media audio visual merupakan salah satu media yang dapat digunakan dalam pembelajaran menyimak. Media ini dapat menambah minat siswa dalam belajar karena siswa dapat menyimak sekaligus melihat gambar. Sebagai bahan ajar non cetak, video kaya akan informasi untuk diinformasikan dalam proses pembelajaran karena pembelajaran dapat sampai ke peserta didik secara langsung. Selain itu , video menambah dimensi baru dalam pembelajaran, peserta didik tidak hanya melihat gambar dari bahan ajar cetak dan suara dari program audio, tetapi di dalam video, peserta didik bisa memperoleh keduanya, yaitu gambar bergerak beserta suara yang menyertainya. Pendekatan Kontekstual Pendekatan kontekstual dalam pembelajaran memberikan fasilitas kegiatan belajar peserta didik untuk mencari, mengolah, dan menemukan pengalaman belajar yang lebih bersifat konkret terkait dengan kehidupan nyata melalui keterlibatan aktivitas peserta didik dalam mencoba, melakukan dan mengalami sendiri. Melalui pendekatan kontekstual, peserta didik diarahkan untuk mengaitkan antara materi yang diajarkan dengan situasi dunia nyata peserta didik dan mendorong peserta didik untuk membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan kehidupan mereka sebagai anggota kelompok dan masyarakat, sehingga menumbuhkembangkan sikap belajar peserta didik . Terdapat lima karakteristik penting dalam proses pembelajaran yang menggunakan model ini, menurut Hemawan 2007:156, diantaranya : 1 Pembelajaran dengan model CTL merupakan proses pengaktifan pengetahuan yang sudah ada. Artinya apa yang akan dipelajari tidak terlepas dari pengetahuan yang sudah dipelajari. 2 Pembelajaran yang kontekstual adalah belajar dalam rangka memperoleh dan menambah pengetahuan baru. 3 Pemahaman pengetahuan artinya pengetahuan yang diperoleh bukan untuk dihafal tetapi untuk dipahami dan diyakini. 4 Mempraktikkan pengetahuan dan pengalaman tersebut, artinya pengetahuan dan pengalaman yang dieroleh hams diaplikasikan dalam kehidupan peserta didik . 5 Melakukan refleksi terhadap strategi pengembangan pengetahuan. Strategi pembelajaran melalui pendekatan kontekstual Contextual Teaching and Learning merupakan konsep belajar yang bisa membantu guru menghubungkan antara materi yang diajarkan dengan realitas dunia nyata peserta didik dan mendorong peserta didik membuat interaksi antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sebagai anggota keluarga dan masyarakat. Dalam kaitan ini peserta didik dapat menyadari sepenuhnya apa makna belajar, manfaatnya, bagaimana upaya untuk mencapainya dan dapat memahami bahwa yang mereka pelajari bermanfaat bagi hidupnya nanti. Sehingga mereka akan memposisikan diri sebagai diri mereka sendiri yang membutuhkan bekal hidupnya dan berupaya keras untuk meraihnya. Kajian Penelitian yang Relevan Paparan berikut dikaji mengenai penelitian yang relevan sebagai bahan untuk pengembangan e-book. Penelitian Ida Rianawaty 2010 bertujuan mengembangkan bahan ajar sains bilingual berbasis web bagi siswa kelas VIII SMP yang berupa portal e-learning dengan menggunakan LMS Moodle, dan ISBN: 978-602-72071-1-0 mengetahui efektifitas bahan ajar sains berbasis web yang dikembangkan terhadap pencapaian kompetensi mata pelajaran sains siswa kelas VIII SMP Negeri 1 Magelang. Jenis penelitian ini adalah penelitian dan pengembangan dilakukan dengan menempuh tiga tahapan, yaitu perencanaan, desain, dan pengembangan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa: Kualitas bahan ajar sains bilingual berbasis web ditinjau dari aspek materi termasuk kategori baik dengan rerata 3,73. Sedangkan tanggapan siswa terhadap media pembelajaran ini termasuk dalam kategori sangat baik dengan rerata 4,41. Penggunaan bahan ajar sains bilingual berbasis web untuk siswa kelas VIII di SMP Negeri 1 Magelang ini dapat meningkatkan hasil belajar siswa. Itu terbukti dengan ketuntasan yang dicapai, dengan KKM 75 dimana kelas yang proses pembelajarannya menggunakan Bahan Ajar Sains berbasis Web terdapat 18 siswa yang tuntas 75 dengan nilai rata-rata pretest 61,46 menjadi 78,33, naik sebesar 16,88. Jika dibandingkan dengan kelas menggunakan media cetak, jumlah siswa yang tuntas sama 75 dengan rata-rata pretest 62,08 menjadi 74,58 naik sebesar 12,50. Perbandingan hasil rerata posttest kedua kelas tersebut sebesar 4,75. Penelitian Ana Tri Yuniarti 2012 bertujuan untuk menghasilkan pocket book IPA terpadu dengan tema “pencemaran udara” yang berkualitas dan mengetahui bagaimana motivasi belajar peserta didik apabila menggunakan pocket book tersebut. Penelitian ini menggunakan Research and Development RD dengan 4-D models. Pada tahap define dilakukan analisis kurikulum, peserta didik, tema, dan tujuan pembelajaran; tahap design dilakukan perancangan draf pocket book; tahap develop dilakukan validasi draf pocket book oleh teman sejawat, dosen ahli, dan guru IPA SMP untuk produk uji terbatas; tahap disseminate dilakukan penyebaran produk. Data dikumpulkan menggunakan angket penilaian kualitas produk, respon siswa, dan motivasi belajar. Teknik analisis data secara kualitatif dan kuantitatif. Hasil penelitian berupa pocket book IPA terpadu yang berkualitas dilihat dari kelayakan isi, bahasa dan gambar, penyajian, dan kegrafisan, dimana semua aspek memiliki kategori baik. Respon siswa untuk semua aspek berkategori baik, dan motivasi belajar untuk semua aspek attention, relevance, confidence, dan satisfaction termasuk dalam kategori tinggi. Penelitian Tri Indra Prasetya pada tahun 2012 dilatarbelakangi permasalahan yang terjadi di masyarakat, terdapat kesenjangan antara kenyataan dan harapan, seperti kenyataan, bahwa mayoritas para guru belum mempunyai buku pedoman cara menyusun instrumen hasil belajar, kesulitan dalam mencari buku yang berisi cara menyusun instrumen hasil belajar. guru kurang memahami cara menyusun instrumen hasil belajar. Penelitian ini merupakan jenis penelitian dan pengembangan Research and Development atau R D yang menghasilkan produk tertentu dan menguji keefektifan produk. Model pengembangan yang digunakan dengan modifikasi dari model 4-D yaitu define, design, development dan Disseminate atau diadaptasikan menjadi Model 4-P yaitu Pendefinisian, Perancangan, Pengembangan dan Penyebaran. Produk yang dihasilkan berupa Modul interaktif yang berisi cara menyusun instrumen hasil belajar, meliputi aspek kognitif, afektif dan psikomotorik. Modul yang dihasilkan terdiri dari atas pendahuluan, modul I berisi instrumen hasil belajar, modul II hasil belajar kognitif, modul III hasil belajar aspek afektif dan modul IV hasil belajar aspek psikomotorik. Dari hasil penelitian tersebut, peneliti menyarankan hendaknya para guru selalu menyiapkan modul sesuai bidang pelajaran yang diampu. METODE PENELITIAN Rancangan Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian pengembangan yang menggunaakan Model 4D Four D Model yang dikemukakan oleh Thiagarajan, dkk 1975 yang terdiri dari 4 tahap yaitu define pendefinisian, design perancangan, develop pengembangan; dan disseminate penyebaran. Namun dalam penelitian ini tahapan yang dilaksanakan adalah define pendefinisian, design perancangan dan develop pengembangan. Berikut tahapannya yang akan ditunjukkan pada gambar: ISBN: 978-602-72071-1-0 Gambar 1. Tahapan Kegiatan yang akan Dilakukan. Pada tahap pedefinisian define kegiatan terfokus pada analisis terhadap situasi yang dihadapi guru, karakteristik siswa, dan konsep-konsep yang akan diajarkan. Karena dalam tahap ini kita menetapkan syarat-syarat pembuatan bahan-bahan e-book yaitu dengan menganalisa tujuan dan batasan dari materi pembelajaran. Tahap perencanaan design bertujuan untuk merancang prototipe e-book pembelajaran untuk pokok bahasan pelihatan dan pendengaran. Tahap pengembangan develop bertujuan untuk menghasilkan e-book pembelajaran yang telah direvisi berdasarkan masukan dari dosenpara ahli yang kemudian divalidasi sehingga layak digunakan untuk di uji coba terbatas. Instrumen Penelitian a. Lembar Validasi E book Instrumen ini digunakan untuk mengumpulkan data penilaian dosen ahli dan guru terhadap e-book yang dikembangkan. Hasil dari penilaian dosen ahli dan guru akan dijadikan referensi untuk merevisi e- book yang dikembangkan. Adapun aspek penilaian e- book sesuai dengan daftar yang tersusun pada lembar validasi e-book oleh dosen ahli b. Angket Respon Peserta Didik Angket ini berisi sejumlah pernyataan tertulis yang mengungkapkan sikap dan pendapat peserta didik tentang e-book pembelajaran IPA Terpadu. Pengisian atau penyebaran angket ini dilakukan setelah selesai kegiatan pembelajaran. Adapun dalam pengisian angket, peserta didik hanya diminta untuk memilih jawaban yang sesuai dengan pendapat atau tanggapan peserta didik mengenai e-book yang dikembangkan dengan mencentang pada kolom yang sesuai. PENUTUP Simpulan Berdasarkan hasil kajian dapat disimpulkan bahwa pengembangan e-book berbasis video pada pokok bahasan gejala gelombang dan besaran fisis gelombang perlu dilakukan agar ada sinkronisasi antara konten ilmu yang dipelajari siswa dengan kejadian nyata yang ada disekitarnya. Selain itu juga untuk menambah alternatif pilihan bahan ajar Fisika SMA. DAFTAR PUSTAKA Dahar R. W. 2009. Teori-teori Belajar dan Pembelajaran . Cetakan keenam belas. Jakarta: Erlangga.. Depdikbud. 2014. Peraturan Mendikbud Nomor 59 tahun 2014 tentang Kurikulum 2013 Sekolah Menengah AtasMadrasah Aliyah . Jakarta: Depdikbud Hernawan A.H. 2007. Pembelajaran kontekstual. Cetakan kelima. Jakarta: Universitas Terbuka. Prasetya, Tri Indra. 2012. Meningkatkan Keterampilan Menyusun Instrumen Hasil Belajar Berbasis Modul Interaktif Bagi Guru-guru IPA SMPN Kota Magelang. Journal of Educational Research and Evaluation 1 2 2012 Rianawaty, Ida. 2012. Pengembangan Bahan Ajar Sains Berbasis Web dengan Portal E- learning Moodle untuk Siswa SMP SBI . Tesis tidak diterbitkan. Yogyakarta : Program Pascasarjana, Universitas Negeri Yogyakarta. Sukmadinata N. S. 2013. Metode Penelitian Pendidikan . Cetakan kesembilan. Bandung: PT Remaja Rosdakarya. Trianto. 2007. Model Pembelajaran Terpadu dalam Teori dan Praktek. Jakarta: Prestasi Pustaka Publiser. SIMULASI CUBIC SPLINE SEBAGAI BAHAN AJAR KOMPUTASI FISIKAMATERI INTERPOLASI Handjoko Permana 1 Karlina Ayu Efrita 2 Dewi Muliyati 3  1,2,3 Mahasiswa Program Studi Pendidikan Fisika, Fakultas MIPA, Universitas Negeri Jakarta  E-mail: h.permanayahoo.com   ABSTRAK Telah dikembangkan simulasi interpolasi sebagai bahan ajar pada mata kuliah Komputasi Fisika untuk Program Studi Pendidikan Fisika di Universitas Negeri Jakarta. Simulasi yang dibuat menggunakan metode interpolasi cubic spline. Pembuatan simulasi ini bertujuan untuk melengkapi kompetensi mahasiswa dalam mata kuliah komputasi fisika materi interpolasi. Proses pengembangan secara keseluruhan terdiri dari lima tahapan, yaitu: analisis, perancangan, pengembangan, implementasi, dan evaluasi. Tahapan analisis terdiri dari analisis kurikulum, analisis garis besar materi, dan analisis tujuan instruksional. Pada tahap perancangan meliputi desain simulasi yang dikembangkan dan menentukan tes acuan untuk mengetahui keberhasilan pemahaman interpolasi dalam simulasi yang telah dibuat. Pada tahap mengembangkan simulasi, terdiri dari studi literatur algoritma cubic spline, menerjemahkan algoritma ke dalam bahasa pemrograman dan memvisualisasikannya. Selanjutnya, implementasi dan evaluasi kepada kelompok terbatas mahasiswa untuk mengetahui gambaran pencapaian tujuan instruksional yang ditetapkan di awal. Hasil pengembangan menunjukkan bahwa simulasi yang dikembangkan dapat menginterpolasikan data dan memvisualisasikan data sesuai dengan acuan yang ditetapkan. Sedangkan dari hasil implementasi, diperoleh bahwa melalui simulasi yang dikembangkan mahasiswa dapat memahami algoritma interpolasi cubic spline dan implementasinya dalam persoalan. Namun bahan ajar simulasi ini perlu dievaluasi dalam hal kelengkapan penjelasan teknik visualisasi. Secara umum, simulasi yang dikembangkan dapat dijadikan sebagai bahan ajar materi Interpolasi. Kata Kunci: simulasi, interpolasi, cubic spline, komputasi fisika ABSTRACT Interpolation simulation has been developed as a teaching material in the course Computational Physics for Physics Education Study Program of Universitas Negeri Jakarta. Simulations are made using cubic spline interpolation method. The simulation is intended to complement the student competence in the subject of computation physics especially interpolation topic. The development process consists of: analysis, design, development, implementation, and evaluation. The analysis consists of curriculum analysis, material analysis, and analysis of instructional objectives. The design includes design simulation and determine the test to measure the success of understanding interpolation in the simulation that have been developed. At the next stage of developing the simulation, consists of a cubic spline algorithm literature study, translating algorithms into programming language and visualize it. Furthermore, implementation and evaluation to a limited group of students to describe the achievement of instructional objectives defined at the beginning. Results show that the development of a simulation can be interpolate data and visualize data according to the reference set. The results of implementation obtained that students can understand the cubic spline interpolation algorithm and its implementation in the problem. But this simulation teaching materials need to be evaluated in terms of completeness explanation visualization techniques. In general, the simulation that was developed can be used as teaching materials Interpolation material. Keywords: simulation, interpolation, cubic spline, computational physics. PENDAHULUAN Pada banyak eksperimen bidang fisika, perolehan data sering dideskripsikan dalam bentuk grafik yang untuk memperoleh hubungan general antarvariabel. Namun, seringkali data yang diperoleh memiliki kekosongan pada rentang tertentu, sehingga sulit untuk menghubungkan dua titik data pada grafik. Di sinilah interpolasi memiliki peranan penting untuk melengkapi bagian kosong dalam rentang data. Interpolasi yang dimasukkan dalam kurikulum komputasi fisika di program studi Pendidikan Fisika pada dasarnya adalah interpolasi dengan polinomial. Interpolasi dengan metode polinomial ini diuji menggunakan beberapa fungsi untuk mengetahui sifat polinomialnya, yaitu fungsi: oscllatory, product peak, corner peak, gaussian, continuous, dan discontinuous Barthelmann, 2000. Namun, pada beberapa kasus, polinomial menghubungkan titik-titik data menjadi grafik yang berosilasi. Pada banyak kasus dalam fisika, data-data terkadang hanya dihubungkan secar linear, salah satunya dengan metode cubic spline. Penelitian ini akan membahas simulasi cubic spline dan bagaimana mengemasnya menjadi bahan ajar yang dapat digunakan dalam perkuliahan komputasi fisika. METODE PENELITIAN Penelitian ini merupakan pengembangan bahan ajar yang didahului dengan studi literatur. Prosesnya terdiri dari lima tahap, yaitu: analisis, perancangan, pengembangan, implementasi, dan evaluasi. Tahapan analisis terdiri dari analisis kurikulum, analisis garis besar materi, dan analisis tujuan instruksional. Pada tahap perancangan meliputi desain simulasi yang dikembangkan dan menentukan tes acuan untuk mengetahui keberhasilan pemahaman interpolasi dalam simulasi yang telah dibuat. Pada tahap mengembangkan simulasi, terdiri dari studi literatur algoritma cubic spline, menerjemahkan algoritma ke dalam bahasa pemrograman dan visualisasinya. Tahap selanjutnya implementasi dan evaluasi kepada kelompok terbatas mahasiswa untuk mengetahui gambaran pencapaian tujuan instruksional yang ditetapkan di awal. Bahasa pemrograman ditulis dalam bahasa C++. Sedangkan visualisasi menggunakan open source gnuplot. Materi interpolasi cubic spline mengikuti materi dalam buku teks Numerical Analysis Burden Faires, 2011. Algoritma yang digunakan untuk simulasi adalah natural cubic spline. HASIL DAN PEMBAHASAN 1 Analisis Kurikulum Salah satu kompetensi dasar mata kuliah Komputasi Fisika Program Studi Pendidikan Fisika UNJ adalah “mahasiswa mampu menerapkan metode interpolasi linier dan polinomial pada persoalan analisis data.” Topik-topik yang dibahas dalam interpolasi adalah: interpolasi linier, interpolasi Lagrange, dan interpolasi polinomial dari data pengukuran. Dari silabus yang ada, mengungkapkan bahwa fitting data pengukuran menggunakan interpolasi polinomial. Namun, tidak semua data dapat diinterpolasikan dengan polinomial. Oleh karena itu, penulis menganalisis bahwa dibutuhkan metode interpolasi lain sebagai materi tambahan untuk melengkapi kompetensi dasar mahasiswa dalam topik interpolasi. 2 Garis Besar Materi Materi yang diajarkan dalam bahasan Interpolasi Cubic Spline sesuai dengan buku teks Numerical Analysis Burden Faires, 2011, seperti ditunjukkan Tabel 1. Tabel 1. Garis Besar Materi No Materi 1 Piecewise-Polynomial Approximation 2 Cubic Splines 3 Natural Cubic Splines 4 Clamped Cubic Splines 3 Tujuan Instruksional Dari hasil analisis kurikulum dan analisis materi, dapat dirumuskan tujuan instruksional sebagai berikut: “mahasiswa mampu menerapkan metode interpolasi cubic spline untuk simulasi persoalan analisis data.” 4 Algoritma dan Hasil Simulasi Jika f terdefinisi pada b x x x a n      ... 1 , maka f memiliki interpolant S natural spline yang unik pada titik-titik n x x x ,..., , 1 ; yaitu titik-titik yang memenuhi syarat batas     a S and     b S . Syarat batas ini mengakibatkan   2    n n x S c dan     , 6 2 x x d c x S      sehingga  c . Dan membentuk persamaan b x  A , dengan A adalah matriks 1 1    n n : , 1 2 2 2 1 1 1 2 2 2 2 1 1 1 1                             n n n n h h h h h h h h h h h h A            dengan b dan x adalah vektor; . dan 3 3 3 3 1 2 1 2 1 1 1 1 2 1                                            n n n n n n n c c c a a h a a h a a h a a h   x b Simulasi yang dibuat adalah simulasi natural cubic spline , dengan algoritma sebagai berikut. Untuk menginterpolasikan S pada fungsi f , didefinisikan bilangan n x x x    ... 1 , yang memenuhi         n x S x S : INPUT       . ,..., , ; ,..., , ; 1 1 1 n n n x f a x f a x f a x x x n    OUTPUT . 1 ,..., 1 , for , , ,   n j d c b a j j j j dengan     1 3 2 untuk            j j j j j j j j j j x x x x x d x x c x x b a x S x S Step 1 For 1 ,..., 1 ,   n i set i i i x x h   1 . Step 2 For 1 ,..., 2 , 1   n i set     1 1 1 3 3        i i i i i i i a a h a a h  . Step 3 Set ; 1  l ;   .  z Step 4 For 1 ,..., 2 , 1   n i   ; 2 1 1 1 1        i i i i i h x x l  ; i i i l h     . 1 1 i i i i i l z h z      Step 5 ; 1  n l ;  n z .  n c Step 6 For ,..., 2 , 1    n n j ; 1    j j j j c z c      ; 3 2 1 1 j j j j j j j c c h h a a b           . 3 1 j j j j h c c d    Step 7 OUTPUT   ; 1 ,..., 1 , for , , ,   n j d c b a j j j j STOP. Algoritma tersebut kemudian dimasukkan ke dalam persoalan interpolasi gambar luar seperti pada Contoh dalam Burden Faires 2011, 158. Simulasi-1 Langkah pertama adalah menempatkan profil bebek ke dalam koordinat untuk mengambil beberapa titik data seperti ditunjukkan Gambar 2. Titik-titik data yang diperoleh kemudian disusun dalam tabel untuk diinput dalam program. Gambar 1. Gambar Profil Bebek yang akan diinterpolasikan sesuai Contoh dalam Burden Faires 2011, 158. Gambar 2. Gambar Profil Bebek yang ditempatkan ke dalam koordinat. Titik-titik data disajikan dalam Tabel 2. Sedangkan listing program menggunakan bahasa pemrograman C++ ditunjukan Tabel 3. Tabel 4 menunjukkan konstanta hasil simulasi. Tabel 2. Titik-titik Data x[] = {0.9,1.3,1.9,2.1,2.6,3.0,3.9,4.4,4.7,5.0,6.0,7.0,8.0,9.2 ,10.5,11.3,11.6,12.0,12.6,13.0,13.3}; y[] = {1.3,1.5,1.85,2.1,2.6,2.7,2.4,2.15,2.05,2.1,2.25,2.3,2. 25,1.95,1.4,0.9,0.7,0.6,0.5,0.4,0.25}; Tabel 3. Listing Program Menggunakan C++ include iostream include iomanip include stdio.h include math.h using namespace std; int main { int n = 20; double x[] = {0.9,1.3,1.9,2.1,2.6,3.0,3.9,4.4,4.7,5.0,6.0,7.0,8.0,9.2, 10.5,11.3,11.6,12.0,12.6,13.0,13.3}; double y[] = {1.3,1.5,1.85,2.1,2.6,2.7,2.4,2.15,2.05,2.1,2.25,2.3,2.2 5,1.95,1.4,0.9,0.7,0.6,0.5,0.4,0.25}; double a[25], h[25], alp[25], c[25], b[25], d[25]; double l[25], miu[25], z[25]; FILE pFile=fopenCubicSpline.txt,w; fprintfpFile, \tj\txj\taj\tbj\tcj\tdj\n; for int i=0; i=n; i++ { a[i]=y[i]; } for int i=0; in; i++ { h[i]=x[i+1]-x[i]; } for int i=1; in; i++ { alp[i]=3.h[i]a[i+1]-a[i]- 3.h[i- 1]a[i]-a[i-1]; } l[0]=1.0; miu[0]=0.0; z[0]=0.0; for int i=1; in; i++ { l[i]=2.x[i+1]-x[i-1]-h[i-1]miu[i-1]; miu[i]=h[i]l[i]; z[i]=alp[i]-h[i-1]z[i-1]l[i]; } l[n]=1.0; c[n]=0.0; z[n]=0.0; for int j=n-1; j-1; j-- { c[j]=z[j]-miu[j]c[j+1]; b[j]=a[j+1]-a[j]h[j]- h[j]c[j+1]+2.c[j]3.; d[j]=c[j+1]-c[j]3.h[j]; } cout \tj\tx\ta\tb\tc\td endl; for int j=0; jn; j++ { cout \t j \t fixed setprecision2 x[j] \t a[j] \t b[j] \t c[j] \t d[j] \t endl; fprintfpFile,2.0i\t2.2f\t2.2f\t2.2f\t2.2f\t2 .2f\n,j,x[j],a[j],b[j],c[j],d[j]; } cout \t n \t setprecision2 x[n] \t a[n] endl endl; fprintfpFile,2.0i\t2.2f\t2.2f\t2.2f\t2.2f\t2 .2f\n,n,x[n],a[n],b[n],c[n],d[n]; int m; cout Masukkan banyaknya titik dalam selang : ; cin m; FILE pFile1=fopenCubicSpline1.txt,w; fprintfpFile1, Hasil interpolasi titik. \n; fprintfpFile1, x \tS\n; double bb, ba, x1, S; for int j=0;jn;j++ { bb=x[j];ba=x[j+1]; for int i=0;im+1;i++ { x1=bb+iba-bbm; S=a[j]+b[j]x1- x[j]+c[j]powx1-x[j],2+d[j]powx1-x[j],3; fprintfpFile1, 2.2f\t3.3f\n,x1,S; } } } Tabel 4. Konstanta Hasil Simulasi j xj aj bj cj dj 0.9 1.3 0.54 -0.25 1 1.3 1.5 0.42 -0.3 0.95 2 1.9 1.85 1.09 1.41 -2.96 3 2.1 2.1 1.29 -0.37 -0.45 4 2.6 2.6 0.59 -1.04 0.45 5 3 2.7 -0.02 -0.5 0.17 6 3.9 2.4 -0.5 -0.03 0.08 7 4.4 2.15 -0.48 0.08 1.31 8 4.7 2.05 -0.07 1.27 -1.58 9 5 2.1 0.26 -0.16 0.04 10 6 2.25 0.08 -0.03 11 7 2.3 0.01 -0.04 -0.02 12 8 2.25 -0.14 -0.11 0.02 13 9.2 1.95 -0.34 -0.05 -0.01 14 10.5 1.4 -0.53 -0.1 -0.02 15 11.3 0.9 -0.73 -0.15 1.21 16 11.6 0.7 -0.49 0.94 -0.84 17 12 0.6 -0.14 -0.06 0.04 18 12.6 0.5 -0.18 -0.45 19 13 0.4 -0.39 -0.54 0.6 20 13.3 0.25 Gambar 3. Atas: Hasil simulasi natural cubic splines . Bawah: Fitting dengan gambar asli. Simulasi-2 Masih dengan persoalan yang sama, yaitu data dari profil gambar anjing. Langkah-langkahnya sama seperti Simulasi-1. Gambar 4. Gambar Profil Anjing yang akan diinterpolasikan sesuai Soal dalam Burden Faires 2011, 164. Gambar 5. Gambar Profil Anjing yang ditempatkan ke dalam koordinat dan hasil running program untuk interpolasi garis terluar gambar. 5 Acuan Tes a Profil Gambar Persoalan profil gambar memiliki langkah-langkah penyelesaian yang sama dengan contoh simulasi yang dibuat, seperti ditunjukkan pada Gambar 6. “Tentukan 20 titik data pada Gambar 6 berikut. Buatlah simulasi menggunakan natural cubic spline, kemudian gambarkan hasil simulasi.” Gambar 6. Gambar Profil Kucing yang dijadikan tes acuan. b Grafik Data Hasil Eksperimen Pada persoalan ini, disediakan 4 titik data. Mahasiswa diminta untuk membuat grafik dari 4 titik data berikut. Tabel 4. Data untuk Grafik x fx 0.1 -0.62049957 0.2 -0.28398669 0.3 0.00660095 0.4 0.24842440 6 Implementasi dan Evaluasi Implementasi dilakukan kepada kelompok terbatas mahasiswa yang mengambil mata kuliah Komputasi Fisika, berjumlah 8 orang. Hasil implementasi, diperoleh bahwa melalui simulasi yang dikembangkan mahasiswa dapat memahami algoritma interpolasi cubic spline dan implementasinya dalam persoalan. Namun bahan ajar simulasi ini perlu dievaluasi dalam hal kelengkapan penjelasan teknik visualisasi. PENUTUP Simpulan Simulasi menggunakan natural cubic spline yang dikembangkan dapat menginterpolasikan profil garis luar dari gambar yang ditentukan. Walaupun implementasi simulasi sebagai bahan ajar masih berupa data kualitatif, namun hasil ini dapat dijadikan acuan untuk penelitian selanjutnya. Saran Rencana penelitian selanjutnya pengembangan bahan ajar simulasi dilengkapi bahasan tentang teknik visualisasi. UCAPAN TERIMAKASIH Penulis mengucapkan terimakasih kepada Lembaga Penelitian UNJ atas dukungannya melalui dana PNPB-BLU Fakultas MIPA UNJ Tahun Anggaran 2015 Nomor: 33 SPK PENELITIAN 6.FMIPA 2015. DAFTAR PUSTAKA Barthelmann, V., Novak, E., Ritter, K. 2000. High dimensional polynomial interpolation on sparse grids. Advances in Computational Mathematics, 124, 273-288. Burden, Richard L., Faires, J.Douglas. 2011. Numerical Analysis 9 th Edition. Canada: BrooksCole, Cengage Learning. ISBN: 978-602-72071-1-0 IMPLEMENTASI MODEL PROBLEM BASED LEARNING PBL UNTUK MENINGKATKAN AKTIVITAS DAN HASIL BELAJAR FISIKA SISWA Muhammad Reyza Arief Taqwa 1 Tutris Taurusi 2 1 Mahasiswa Pendidikan Fisika, Pasca Sarjana Universitas Negeri Malang, 2 Guru Fisika SMA Negeri 5 Kota Jambi E-mail : arief.reyzayahoo.com ABSTRAK Tujuan penelitian ini adalah meningkatkan aktivitas dan hasil belajar fisika siswa dengan menerapkan model pembelajaran Problem Based Learning, karena berdasarkan hasil observasi dan wawancara siswa cenderung pasif dan memiliki hasil belajar rendah. Jenis penelitian ini adalah action research class yang dilaksanakan pada kelas yang mengalami permasalahan yakni Kelas X IPA 8 SMAN 5 Kota Jambi tahun ajaran 20142015. Hasil tindakan pada aktivitas siswa mengalami peningkatan. Pada siklus II sebanyak 25 73,52 siswa yang mengamati masalah yang disajikan dengan baik, dibandingkan siklus I yang hanya 21 61,76 siswa, berarti meningkat 11,76 meskipun masih ada yang presentase aktivitas belajarnya dikategorikan kurang aktif. Hasil belajar siswa pada aspek pengetahuan diperoleh 21 61,75 siswa yang nilainya berada di KKM. Nilai rata-rata siswa meningkat yaitu dari siklus I yang hanya mencapai 2,41C + pada siklus II menjadi 2,78 B - . Penilaian hasil belajar pada aspek sikap terdapat peningkatan yang pada awalnya siklus I hanya 9 26,47 termasuk sikap kategori konsisten, 18 52,94 siswa kategori mulai konsisten dan 7 20,59 kategori kurang konsisten menjadi 12 35,29 siswa yang konsisten, 16 47,06 siswa yang mulai konsisten dan 6 siswa atau 17,05 yang kurang konsisten. Penilaian aspek keterampilan pada siklus II diperoleh hasil yakni 25 73,53 siswa yang telah mencapai nilai keterampilan atau di atas nilai KKM yaitu B. Nilai tersebut mengalami peningkatan karena pada siklus I sebanyak 21 siswa berada dibawah KKM dan sekarang pada siklus II hanya 9 siswa. Dari hasil data yang diperoleh, dapat disimpulkan bahwa penerapan model pembelajaran Problem Based Learning dapat meningkatkan aktivitas dan hasil belajar siswa kelas X IPA 8 SMAN 5 Kota Jambi pada materi suhu dan kalor. Kata kunci: PBL, Aktivitas Belajar, Hasil Belajar Fisika. PENDAHULUAN Melalui observasi dan wawancara terhadap guru bidang studi fisika, kriteria ketuntasan minimum untuk mata pelajaran fisika di SMA Negeri 5 Kota Jambi adalah 76. Dan kelas X IPA 8 adalah kelas yang memiliki nilai rata-rata ulangan harian yang masih tergolong rendah karena belum mencapai kriteria ketuntasan minimum yaitu 68,2. Menurut guru bidang studi, hal tersebut disebabkan karena siswa kurang tertarik dengan fisika dan memandang fisika sebagai pelajaran sulit. Pada saat pembelajaran, siswa cenderung pasif, tidak mau memberikan argumen atau pendapat ketika guru bertanya dan pada saat diberi kesempatan bertanya, hanya sedikit siswa yang mengajukan pertanyaan padahal sebagian besar siswa belum memahami pelajaran. Menurut hasil penelitian Berdasarkan Permendikbud No 65 tentang Standar Proses, model pembelajaran yang diutamakan dalam implementasi kurikulum 2013 adalah model pembelajaran inquiri, model pembelajaran Discovery, model pembelajaran berbasis proyek, dan model pembelajaran berbasis permasalahan. Penggunaan model pembelajaran yang tepat sangat mempengaruhi hasil belajar siswa. Oleh karena itu, peran guru dalam memilih dan menggunakan model yang tepat dan sesuai dengan tujuan pembelajaran sangat diharapkan demi kelancaran proses pembelajaran. Dari permasalahan yang teridentifikasi pada kelas X IPA 8 model Pembelajaran Berbasis Masalah Problem Based Learning tepat untuk diimplementasikan untuk menyelesaikan ataupun meminimalisir permasalahan yang terjadi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa aktivitas siswa pada pembelajaran berbasis masalah termasuk dalam kategori aktif dan memiliki perbedaan hasil belajar yang signifikan terhadap hasil belajar dengan model pembelajaran langsung Dudeliany, 2014. Dengan menggunakan model Problem Based Learning diharapkan siswa lebih berperan aktif dalam belajar dan memudahkan siswa dalam menguasai konsep. Model Problem Based Learning merupakan pembelajaran yang pencapaian materinya dilakukan dengan cara menyajikan suatu permasalahan, mengajukan pertanyaan-pertanyaan, menfasilitasi penyelidikan dan membuka dialog. PBL merupakan salah satu bentuk peralihan dari paradigma pengajaran menuju paradigma ISBN: 978-602-72071-1-0 pembelajaran Barr Tagg, 1995. Sehingga yang menjadi fokus utama adalah pembelajaran siswa, bukan pada pengajaran guru. Tujuan yang dicapai dari hasil penelitian ini adalah untuk mengetahui peningkatan aktivitas dan hasil belajar siswa melalui penerapan model problem based learning pada materi suhu dan kalor di kelas X IPA 8 SMA Negeri 5 Kota Jambi. METODE PENELITIAN Sesuai dengan masalah yang dikemukakan sebelumnya, maka desain penelitian ini adalah Penelitian Tindakan Kelas PTK. PTK adalah penelitian yang merupakan perpaduan antara tindakan action dan penelitian research yang dilaksanakan oleh guru di dalam kelas. Dalam penelitian ini dilakukan selama 2 siklus. Pada setiap siklus memiliki tahapan-tahapan tertentu sesuai dengan tahapan dalam tindakan kelas yaitu: 1 perencanaan planning, 2 pelaksanaan tindakan acting , 3 observasi pengamatan dan evaluasi, 4 analisis dan refleksi reflecting. Penelitian tindakan kelas ini dilaksanakan di kelas X IPA 8 SMAN 5 Kota Jambi semester 2 tahun ajaran 20142015. Subjek dari penelitian ini adalah siswa kelas X IPA 8 SMAN 5 Kota Jambi yang berjumlah 34 siswa. Dalam penelitian ini, diperoleh data dalam bentuk 1 data kualitatif, yaitu data tentang aktivitas siswa dalam proses belajar mengajar; 2 data kuantitatif adalah data tentang hasil belajar siswa berupa nilai yang diperoleh dari 3 aspek penilaian yaitu aspek pengetahuan, aspek sikap dan aspek keterampilan di kelas X IPA 8. Pengambilan data kualitatif dilakukan dengan menggunakan lembar pengamatan aktivitas siswa kegiatan belajar mengajar berlangsung. Data tentang hasil belajar siswa pada aspek kognitif diambil melalui tes ulangan formatif yang diadakan setiap akhir siklus pembelajaran. Sebelum soal tes digunakan dalam penelitian harus dilakukan uji coba untuk memperoleh validitas soal, tingkat kesukaran tiap butir soal, reliabilitas tiap butir soal dan daya pembeda tiap butir soal. Selanjutnya untuk menilai aspek apektif dan psikomotr dengan cara observasi yang dilaksanakan setiap pertemuan dalam satu siklus yang dilakukan oleh observer. Analisis kualitatif diambil dari data hasil observasi tentang situasi belajar mengajar, menurut Arikunto 2013 untuk data hasil observasi aktivitas siswa dihitung dengan menggunakan rumus : 100 x N N A a  Ket.: A = Aktivitas siswa = Jumlah siswa yang aktif N = Jumlah siswa keseluruhan Dimana perhitungan penilaian sebagai berikut : – 20 = Tidak aktif 21 – 40 = Kurang aktif 41 – 60 = Cukup aktif 61 – 80 = Aktif 81 – 100 = Sangat aktif Analisis kuantitatif untuk hasil belajar siswa diperoleh dari hasil pemberian tes pada tahap evaluasi dilakukan dengan perhitungan yang dikemukakan oleh Arikunto 2013, dengan menggunakan persamaan berikut : xWt n W R S           1 Ket. : S = Skor R = Jumlah jawaban yang benar Wt = Bobot W = Jumlah jawaban yang salah n = Jumlah opsi Selanjutnya penilaian sikap dan penilaian keterampilan dilakukan setiap siklus saat proses pembelajaran berlangsung dengan menggunakan lembar format penilaian sikap dan keterampilan yang dilengkapi rubrik penilaian dengan menggunakan rating skala 0-2 untuk penilaian keterampilan dan 0-2 untuk penilaian Permasalahan Perencanaan Pelaksanaan tindakan I Pengamatan Pengumpulan data Refleksi I Permasalahan Baru Perencanaan Tindakan II Pelaksanaan tindakan II Pengamatan Pengumpulan data Refleksi I Jika ada Permasalahan Baru Dilanjutkan ke siklus berikutnya Gambar 1 Skema Siklus Kegiatan Penelitian Tindakan Kelas Sumber: Arikunto, dkk. 2008:74 ISBN: 978-602-72071-1-0 sikap. Nilai akhir untuk penilaian keterampilan dengan menggunakan rumus yang dikemukakan oleh Kurniasih 2013, sebagai berikut: 4 x Skormaks peroleh Skoryangdi Nilai  Ketuntasan belajar ditentukan seperti pada Tabel 1. Untuk Kriteria penilaian sikap siswa dikategorikan menjadi tiga, seperti yang ditunjukkan pada tabel 2. Tabel 1 Rentang Ketuntasan Belajar Predikat Nilai Kompetensi Pengetahuan Keterampilan Rentang A 4 4 3,67-4 A - 3,66 3,66 3,34-3,66 B + 3,33 3,33 3,1-3,33 B 3 3 2,67-3 B - 2,66 2,66 2,34-2,66 C + 2,33 2,33 2,1-2,33 C 2 2 1,67-2 C - 1,66 1,66 1,34-1,66 D + 1,33 1,33 1,1-1,33 D 1 1 0-1 Tabel 2 Kriteria penilaian sikap siswa: Kompetensi Skala Kurang konsisten Mulai konsisten 1 Konsisten 2 HASIL DAN PEMBAHASAN Aktivitas Belajar Sikulus I Pelaksanaan tindakan pada siklus I terdiri dari dua pertemuan yang membahas subpokok suhu dan subpokok pemuaian. Pelaksanaan pembelajaran dengan menggunakan model Problem Based Learning ini lebih ditekankan pada keaktifan siswa dalam mengikuti pelajarannya. Keaktifan siswa diamati melalui lembar observasi aktivitas siswa disetiap pertemuan. Pada pertemuan terakhir siklus, diadakan evaluasi siklus I untuk mengetahui penguasaan siswa pada materi yang telah diajarkan. Evaluasi siklus I ini terdiri dari 10 soal pilihan ganda. Berdasarkan hasil observasi yang merupakan gambaran terhadap aktivitas siswa selama proses belajar mengajar berlangsung. Secara keseluruhan aktivitas siswa pada siklus I dalam pembelajaran belum optimal seperti terlihat pada Tabel 3 berikut ini Tabel 3 Data aktivitas siswa dalam kegiatan pembelajaran siklus I NO Aktivitas yang diamati Jumlah Presentase masing-masing Kriteria 1 2 1 Mengamati masalah yang menjadi objek pembelajaran 2 5,88 11 32,35 21 61,76 2 Menyampaikan berbagai pertanyaan terhadap masalah kajian 11 32,35 14 41,18 9 26,47 3 Mencoba untuk menyelesaikan masalah yang dikaji 14 41,18 13 38,23 7 20,59 4 Mengasosiasikan pemecahan masalah dari berbagai sumber 20 58,82 10 29,41 4 11,76 5 Menganalisis dan mengevaluasi jawaban terhadap masalah yang disajikan 10 29,41 15 44,12 9 26,47 Keterangan: 0-33 = Tidak Aktif 34-66 = Kurang Aktif 67-100 = Aktif Dari Tabel 3 terlihat bahwa proses belajar mengajar belum terlaksana dengan baik. Aktivitas siswa yang teramati belum sesuai dengan yang diharapkan, karena masih ada aktivitas yang persentasenya berada pada kategori cukup, kurang dan tidak aktif untuk ISBN: 978-602-72071-1-0 beberapa aktivitas. Aktivitas tersebut antara lain: 1. Mengamati masalah yang menjadi objek pembelajaran dikategorikan kurang. 2. Menyampaikan berbagai pertanyaan terhadap masalah kajian dikategorikan kurang. 3. Mencoba untuk menyelesaikan masalah yang dikaji dikategorikan kurang. 4. Mengasosiasikan pemecahan masalah dari berbagai sumber dikategorikan kurang. 5. Menganalisis dan mengevaluasi jawaban terhadap masalah yang disajikan dikategorikan kurang. Upaya yang dilakukan untuk meningkatkakn aktivitasdan hasil belajar belum berhasil. Dari hasil pembelajaran siklus I dapat disimpulkan bahwa belum ada aktivitas siswa dalam pembelajaran yang dapat dikategorikan aktif. Hal tersebut mengindikasikan bahwa aktivitas siswa dalam belajar masih rendah. Hasil Belajar Ranah Kognitif Siklus I Hasil belajar ranah kognitif yang diperoleh siswa dari tes formatif dapat dilihat pada Tabel 4 berikut ini. Tabel 4 Hasil Belajar Ranah Kognitif Siklus I No Variabel yang diamati Jumlah Persentase 1 2 3 4 Jumlah siswa peserta tes Nilai rata-rata siswa Jumlah siswa yang telah berhasil dalam belajar Jumlah siswa yang belum berhasil dalam belajar 34 2,41 C+ 13 21 100 - 38,23 61,76 Berdasarkan Tabel 4 di atas, dapat diketahui bahwa hasil belajar yang diperoleh siswa pada aspek pengetahuan dalam pelaksanaan tindakan siklus 1 ini masih rendah.Terlihat pada Tabel 4.3 dari 34 orang siswa yang mengikuti tes hasil belajar, jumlah siswa yang berhasil 13 orang atau 38,23 dari jumlah siswa keseluruhan yang nilainya berada di atas Kriteria Ketuntasan Minimun KKM, yaitu di atas 2,67 atau dengan predikat B-. Nilai rata-rata siswa masih rendah yaitu 2,43 atau rata-rata masih predikat C+, hal ini menunjukkan bahwa pelaksanaan proses pembelajaran pada siklus I ini masih banyak terdapat kekurangan dan perlu ditingkatkan pada siklus selanjutnya, yaitu dengan melaksanakan pelaksanaan tindakan pada siklus II. Hasil Belajar Ranah Apektif Siklus I Hasil belajar yang diperoleh siswa dari penilaian sikap dapat dilihat pada Tabel 5 berikut ini. Tabel 5 Penilaian Sikap Sosial Siklus I No Variabel yang diamati Jumlah Presentase 1 2 3 4 5 Jumlah siswa peserta tes Nilai rata-rata siswa Jumlah siswa yang bersikap kategori konsisten Jumlah siswa yang bersikap kategori mulai konsisten Jumlah siswa yang bersikap kategori kurang konsisten 34 1,1 9 18 7 100 - 26,47 52,94 20,59 Penilaian hasil belajar pada aspek sikap dalam pelaksanaan tindakan siklus 1 menggunakan penilaian sikap sosial. Terlihat pada Tabel 4.4 dalam proses kegiatan belajar mengajar dari 34 siswa, 9 siswa atau 26,47 jumlah siswa yang termasuk sikap kategori konsisten, 18 siswa atau 52,94 siswa termasuk sikap kategori mulai konsisten dan 7 atau 20,59 siswa yang termasuk sikap dalam kategori kurang konsisten tetapi dari hasil nilai rata-rata siswa untuk penilaian sikap sosial dikategorikan mulai konsisten. Hasil Belajar Ranah Psikomotor Siklus I Hasil belajar yang diperoleh siswa dari penilaian keterampilan dapat dilihat pada Tabel 6. Tabel 6 merupakan bentuk penilaian untuk aspek ketrampilan yang dibuat sesuai dengan sintak pada model yang digunakan. Tabel 6 Penilaian Keterampilan Siklus I No Variabel yang diamati Jumlah Presentase ISBN: 978-602-72071-1-0 1 2 3 4 5 6 7 Jumlah siswa peserta tes Nilai rata-rata siswa Jumlah siswa yang memiliki nilai keterampilan berpredikat A Jumlah siswa yang memiliki nilai keterampilan berpredikat B+ Jumlah siswa yang memiliki nilai keterampilan berpredikat B Jumlah siswa yang memiliki nilai keterampilan berpredikat C+ Jumlah siswa yang memiliki nilai keterampilan berpredikat C 34 2,89 3 6 4 10 11 100 - 8,82 17,65 11,77 29,41 32,35 Penilaian aspek keterampilan pada siklus I ini dinilai dari kegiatan belajar. Berdasarkan Tabel 4.5 dari 34 siswa,13 siswa atau 38,23 yang telah mencapai nilai keterampilan atau di atas nilai KKM yaitu B dan 21 siswa atau 61,77 yang memiliki nilai di bawah KKM. Rata-rata nilai keterampilan untuk semua siswa dianggap baik tetapi masih ada beberapa indikator dalam menilai aspek keterampilan ini yang masih belum baik untuk itu perlu ditingkatkan lagi pada pertemuan selanjutnya dengan melaksanakan tindakan pada siklus II Refleksi Siklus I Berdasarkan lembar observasi siswa serta hasil belajar siswa, pelaksanaan tindakan siklus I dapat dikatakan belum berhasil atau belum memenuhi indikator kerja yang diharapkan. Hal ini mengindikasikan bahwa pelaksanaan tindakan perlu ditingkatkan pada siklus II. Ketidak berhasilan ini dapat dilihat dari rendahnya hasil belajar siswa dan kurangnya aktivitas siswa dalam proses belajar mengajar. Selain itu perolehan hasil belajar siswa yang telah berhasil dalam belajar secara klasikal juga masih rendah. Rendahnya hasil belajar dan aktivitas siswa ini disebabkan adanya kendala yang dihadapi oleh guru dan siswa dalam proses belajar mengajar. Adapun kendala yang dihadapi pada pelaksanaan proses belajar mengajar pada siklus I, diantaranya sebagai berikut: 1. Mengamati masalah yang menjadi objek pembelajaran dikategorikan kurang. 2. Menyampaikan berbagai pertanyaan terhadap masalah kajian dikategorikan kurang. 3. Mencoba untuk menyelesaikan masalah yang dikaji dikategorikan kurang. 4. Mengasosiasikan pemecahan masalah dari berbagai sumber dikategorikan kurang. 5. Menganalisis dan mengevaluasi jawaban terhadap masalah yang disajikan dikategorikan kurang. 6. Menjelaskan prosedur dan memotivasi siswa agar terlihat secara aktif dalam pemecahan masalah dikategorikan kurang. Aktivitas Belajar Siklus II Pelaksanaan tindakan yang dilakukan pada siklus II terdiri dari dua kali pertemuan. Pertemuan pertama mengenai subpokok kalor. Pertemuan kedua mengenai subpokok Asaz Balck. Berdasarkan hasil observasi yang merupakan gambaran terhadap aktivitas siswa selama proses belajar mengajar berlangsung. Secara keseluruhan aktivitas siswa pada siklus II dalam pembelajaran belum optimal seperti terlihat pada Tabel 7. Tabel 7 Data aktivitas siswa dalam kegiatan pembelajaran siklus II NO Aktivitas yang diamati Jumlah Presentase masing-masing Kriteria 1 2 1 Mengamati masalah yang menjadi objek pembelajaran 3 8,82 6 17,65 25 73,52 2 Menyampaikan berbagai pertanyaan terhadap masalah kajian 9 26,472 11 32,35 14 41,18 3 Mencoba untuk menyelesaikan masalah yang dikaji 11 32,35 10 29,41 13 38,23 4 Mengasosiasikan pemecahan masalah dari berbagai sumber 13 38,23 14 41,18 7 20,59 5 Menganalisis dan mengevaluasi jawaban terhadap masalah yang disajikan 10 29,41 13 38,23 11 32,35 Keterangan: 0-33 = Tidak Aktif 34-66 = Kurang Aktif ISBN: 978-602-72071-1-0 67-100 = Aktif Dari Tabel 7 terlihat bahwa proses belajar mengajar mulai terlaksana dengan baik. Aktivitas siswa mulai mengalami peningkatan terlihat dari aktivitas 1 pada tabel bahwa sudah ada 25 73,52 siswa yang mengamati masalah yang disajikan dengan baik, bila dibandingkan dengan siklus I yang hanya 21 61,76 siswa, berarti meningkat sebesar 11,76 meskipun masih ada yang presentase aktivitas belajarnya dikategorikan kurang aktif, tapi ini sudah menunjukan bahwa ada peningkatan dari siklus I ke siklus II. Hasil Belajar Ranah Kognitif Siklus II Hasil belajar yang diperoleh siswa dari tes formatif dapat dilihat pada Tabel 8 berikut ini. Tabel 8 Hasil Belajar Siklus II No Variabel yang diamati Jumlah Persentase 1 2 3 4 Jumlah siswa peserta tes Nilai rata-rata siswa Jumlah siswa yang telah berhasil dalam belajar Jumlah siswa yang belum berhasil dalam belajar 34 2,78 B - 21 13 100 - 61,75 38,24 Berdasarkan Tabel 8 di atas, dapat diketahui bahwa hasil belajar yang diperoleh siswa pada aspek pengetahuan dalam pelaksanaan tindakan siklus 2 ini mulai meningkat. Terlihat pada Tabel 8 dari 34 orang siswa yang mengikuti tes hasil belajar, jumlah siswa yang berhasil 21 orang atau 61,75 dari jumlah siswa keseluruhan yang nilainya berada di atas Kriteria Ketuntasan Minimun KKM, yaitu di atas 2,67 atau dengan predikat B-. Nilai rata- rata siswa sudah mulai meningkat yaitu dari siklus I yang hanya mencapai 2,41 atau rata-rata predikat C + pada siklus II meningkat menjadi 2,78 atau rata-rata predikat B - , hal ini menunjukkan bahwa pelaksanaan proses pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran Problem Based Learning pada siklus II ini mengalami keberhasilan dalam meningkatkan hasil belajar siswa. Hasil Belajar Ranah Apektif Siklus II Hasil belajar yang diperoleh siswa dari penilaian sikap dapat dilihat pada Tabel 9 berikut ini. Tabel 9 Penilaian Sikap Sosial Siklus II No Variabel yang diamati Jumlah Presentase 1 2 3 4 5 Jumlah siswa peserta tes Nilai rata-rata siswa Jumlah siswa yang bersikap kategori konsisten Jumlah siswa yang bersikap kategori mulai konsisten Jumlah siswa yang bersikap kategori kurang konsisten 34 1,2 12 16 6 100 - 35,29 47,06 17,05 Penilaian hasil belajar pada aspek sikap dalam pelaksanaan tindakan siklus 2 menggunakan penilaian sikap sosial. Terlihat pada Tabel 4.9 dalam proses kegiatan belajar mengajar terjadi peningkatan yang pada awalnya siklus I dari 34 siswa hanya 12 siswa atau 35,29 yang konsisten, 16 siswa atau 47,06 yang mulai konsisten dan 6 siswa atau 17,05 yang kurang konsisten. Hasil Belajar Ranah Psikomotor Siklus II Hasil belajar yang diperoleh siswa dari penilaian keterampilan dapat dilihat pada Tabel 10 berikut ini. Tabel 10 Penilaian Keterampilan Siklus II No Variabel yang diamati Jumlah Presentase 1 2 3 4 5 6 Jumlah siswa peserta tes Nilai rata-rata siswa Jumlah siswa yang memiliki nilai keterampilan berpredikat A Jumlah siswa yang memiliki nilai keterampilan berpredikat B+ Jumlah siswa yang memiliki nilai keterampilan berpredikat B Jumlah siswa yang memiliki nilai keterampilan berpredikat C+ 34 2,86 5 4 16 9 100 - 14,71 11,76 47,06 26,47 ISBN: 978-602-72071-1-0 Penilaian aspek keterampilan pada siklus II ini dinilai dari kegiatan belajar. Berdasarkan Tabel 4.10 dari 34 siswa, 25 siswa atau 73,53 yang telah mencapai nilai keterampilan atau di atas nilai KKM yaitu B dan 9 siswa atau 26,47 yang memiliki nilai di bawah KKM. Nilai tersebut sudah mengalami peningkatan yang sangat pesat karena sebelumnya pada siklus I sebanyak 21 siswa berada dibawah KKM dan sekarang pada siklus II hanya tinggal 9 siswa saja. Rata-rata nilai keterampilan untuk semua siswa dianggap baik tetapi masih ada beberapa indikator dalam menilai aspek keterampilan ini yang masih belum baik untuk itu perlu ditingkatkan lagi pada pertemuan selanjutnya dengan melaksanakan tindakan pada siklus III. Refleksi Siklus II Berdasarkan lembar observasi siswa serta hasil belajar siswa, pelaksanaan tindakan siklus II dapat dikatakan mulai berhasil tetapi belum memenuhi indikator kerja yang diharapkan. Ketidak berhasilan ini dapat dilihat dari rendahnya hasil belajar siswa dan kurangnya aktivitas siswa dalam proses belajar mengajar. Dari hasil data observasi, terdapat satu point aktivitas siswa kategori aktif yakni dalam hal mengamati masalah yang menjadi objek pembelajaran. Siswa masih tergolong kurang aktif dalam hal menyampaikan berbagai pertanyaan terhadap masalah kajian dan pada bagian mencoba untuk menyelesaikan masalah yang dikaji. Sedangkan pada point mengasosiasikan pemecahan masalah dari berbagai sumber, serta point menganalisis dan mengevaluasi jawaban terhadap masalah yang disajikan masih tergolong tidak aktif. Namun secara keseluruhan aktivitas siswa mengalami peningkatan jika dibandingkan dengan aktivitas pada pembelajaran siklus I. Hal ini sejalan dengan hasil penelitian Fadly 2012 yang didapati hasil bahwa pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran Problem Based Learning PBL dapat meningkatkan aktivitas belajar siswa Namun jika dipandang secara kuantitas jumlah siswa yang berhasil dalam belajar, tampak peningkatan sebesar 11,76 siswa yang berhasil. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Tany 2013 dan Fadly 2012 yang diperoleh bahwa hasil belajar siswa meningkat dengan diterapkannya model pembelajaran PBL. Sejalan dengan hal tersebut, dari penelitian Ari 2014 didapati hasil belajar siswa dengan pembelajaran PBL secara signifikan berbeda dengan kelas pembelajaran Direct Instruction . PENUTUP Simpulan Dari data yang diperoleh selama hasil penelitian dapat ditarik kesimpulan bahwa model pembelajaran Problem Based Learning dapat meningkatkan aktivitas dan hasil belajar siswa. Saran 1. Diharapkan kepada guru fisika supaya dapat menggunakan model Problem Based Learning untuk meningkatkan aktivitas dan hasil belajar siswa, terutama pada pokok bahasan suhu dan kalor. 2. Diharapkan penelitian untuk melihat peningkatan aktivitas dan hasil belajara siswa dengan menggunakan model Problem Based Learning dapat dilakukan pada pokok bahasan yang lain. DAFTAR PUSTAKA Ari, D.H., Sutarto, Astutik, S. 2014. Model Problem Based Learning dengan Isu dalam Pembelajaran Fisika di SMA. Jurnal Pendidikan Fisika Online, 33. P. 266-271. Arikunto, S., Suhardjono Supardi. 2008. Penelitian Tindakan Kelas . Jakarta: PT. Bumi Aksara. Arikunto, S. 2013. Dasar-Dasar Evaluasi. Jakarta: PT Rineka Cipta. Barr, R.B., Tagg, J. 1995. From Teaching to Learning: A New Paradigm for Understanding Education. Change, 276. P. 12-25. Dudeliany L.A, Mahardika K.I, Maryani. 2014. Penerapan Model Pembelajaran Berbasis Masalah PBM Disertai LKS Berbasis Multirepresentasi pada Pembelajaran IPA-Fisika Di SMP. Jurnal Pendidikan Fisika Online, 33. P. 254-259. Fadly, A. 2012. Peningkatan Aktivitas dan Hasil Belajar Siswa Melalui Model Pembelajaran Problem Based Learning PBL. Malang: Universitas Negeri Malang. Kurniasih Berlin. 2013. Implementasi Kurikulum 2013 Konsep dan Penerapan . Surabaya: Kata Pena. Tany, Y.S., Utami, T.H. 2013. Penerapan Problem Based Learning PBL untuk Meningkatkan Hasil Belajar Siswa di Kelas VII-A Katolik Frateran Celaket 21 Malang . Malang: Universitas Negeri Malang ISBN: 978-602-72071-1-0 IDENTIFIKASI MISKONSEPSI SISWA SMA PADA MATERI FLUIDA STATIS Putri Septa Nugrahanggraini 1 Sentot Kusairi 2 Eny Latifah 3  1,2,3 Pendidikan Fisika, Pascasarjana, Universitas Negeri Malang  E-mail: putriseptanugrahanggrainigmail.com    AB STRAK  Miskonsepsi merupakan salah satu penyebab kesulitan siswa dalam belajar fisika. Informasi mengenai miskonsepsi yang dialami siswa perlu didapatkan dan selanjutnya dimanfaatkan dalam proses pembelajaran fisika supaya peserta didik mengalami perubahan konseptual conceptual change. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi miskonsepsi fisika siswa SMA pada materi fluida statis dan kemungkinan faktor penyebabnya. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode survey menggunakan angket pada 114 responden di 3 sekolah yang berbeda dan melakukan wawancara pada beberapa guru dan siswa. Berdasarkan hasil analisis angket, diketahui bahwa siswa mengalami miskonsepsi pada konsep Tekanan Hidrostatis dan Hukum Archimedes. Salah satu bentuk miskonsepsi yang dialami siswa adalah besar gaya apung pada benda tergantung dari volume fluidanya. Kemungkinan penyebab miskonsepsi pada siswa tersebut adalah metode pembelajaran yang digunakan di sekolah masih kurang memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengkonstruk pengetahuannya. Dapat disimpulkan bahwa tingginya miskonsepsi siswa pada materi fluida statis dikarenakan metode pembelajaran yang kurang sesuai. Kata Kunci: miskonsepsi, fluida statis ABSTRACT The misconception is one of the causes of the difficulties students in learning physics. Information about misconceptions experienced by students need to be obtained and subsequently used in physics learning process so that students experience a change of conceptual. This study aims to identify misconceptions physics high school students on a static fluid material and the possible causes. The method used in this research is a survey method using questionnaire on 114 respondents in three different schools and do interviews on some teachers and students. Based on the results of questionnaire analysis, it is known that students have misconceptions on the concept and the Law Hydrostatic Pressure Archimedes. One form misconceptions experienced by students is large buoyant force on an object depends on the volume of the fluid. Possible causes misconceptions on these students are learning methods used in schools still less provide the opportunity for students to construct knowledge. It can be concluded that high student misconceptions in the static fluid material due to the lack of appropriate teaching methods. Keywords: misconception , static fluid ISBN: 978-602-72071-1-0 PENDAHULUAN Mata pelajaran Fisika merupakan salah satu bagian dari IPA yang berkaitan dengan cara mencari tahu tentang alam secara sistematis, berupa penemuan, penguasaan kumpulan pengetahuan yang berupa fakta-fakta, konsep-konsep, atau prinsip-prinsip serta prospek pengembangan lebih lanjut dalam menerapan pengetahuan di dalam kehidupan sehari-hari Depdiknas, 2003: 2. Selain itu, Sears dan Zemansky 1994: 1 menyatakan bahwa IPA Fisika merupakan ilmu yang bersifat empiris, artinya setiap hal yang dipelajari dalam IPA fisika didasarkan pada hasil pengamatan tentang alam dan gejala-gejalanya. Dalam pembelajaran fisika, diharapkan siswa mampu memahami dan menguasai konsep-konsepnya serta dapat menerapkan dalam kehidupan sehari-hari. Menurut Osman dan Sukor 2013: 434, konsep yang dimiliki siswa juga dapat berasal dari pengalaman sehari-hari ketika berinteraksi dengan alam sekitarnya. Akan tetapi, seringkali guru menemukan bahwa siswa memiliki konsepsi yang berbeda dengan konsep para ahli yang telah diyakini kebenarannya. Berg 1991: 10 menyatakan bahwa konsepsi siswa yang berbeda atau bertentangan dengan konsepsi para ahli disebut miskonsepsi. Miskonsepsi merupakan pemikiran siswa yang berbeda dengan pemikiran yang menjadi kesepakatan para ahli. Miskonsepsi dapat berbentuk konsep awal, kesalahan hubungan yang tidak benar antara konsep- konsep, gagasan intuitif atau pandangan yang salah Yuliati, 2008, dan dapat juga berbentuk interpretasi konsep yang salah Novak dan Gowin, 1984. Miskonsepsi menyebabkan siswa cenderung menolak pengetahuan baru yang diperoleh dalam pembelajaran. Penolakan tersebut terjadi jika proses asimilasi dan akomodasi tidak tercapai dengan baik dalam pikiran siswa. Salah satu penyebab miskonsepsi yang dialami oleh siswa adalah metode pembelajaran di sekolah. Metode pembelajaran dan pelaksanaannya di kelas sangat berpengaruh terhadap terjadinya miskonsepsi Yuliati, 2008. Siswa yang menerima pembelajaran dengan metode ceramah saja tanpa pernah melakukan kegiatan berdasarkan konteks akan cenderung mengalami miskonsepsi. Untuk itu perlu mengidentifikasi miskonsepsi siswa pada materi fluida statis. Miskonsepsi yang sering terjadi pada materi fluida statis diantaranya siswa menganggap bahwa tekanan fluida di semua titik sama Loverude, M.E. dkk, 2010; Goszewski, dkk., 2012, peristiwa terapung melayang, dan tenggelam pada suatu benda dipengaruhi oleh massa benda dan suatu benda tenggelam dikarenakan berat benda Utami, R. dkk., 2014, arah gaya apung pada benda dalam fluida selalu ke atas Bierman, dkk., 2003, gaya apung sebanding dengan massa, kedalaman, dan volume zat cair dalam suatu wadah Wagner, D.J. dkk., 2013. Salah satu upaya untuk mengatasi miskonsepsi adalah dengan melibatkan siswa dalam kegiatan mempraktikkan dan menemukan sendiri konsep- konsep fisika yang dipelajari. Hal ini dapat dilakukan dengan melakukan kegiatan pembelajaran secara bermakna, yang akan terwujud jika dilakukan dengan beberapa metode ilmiah disertai dengan penalaran kognitif terhadap data yang diperoleh maupun gejala alam yang teramati siswa Wilhelm, dkk., 2007. Pada kenyataannya, siswa jarang melakukan kegiatan praktikum untuk membangun konsep. Suhdi, dkk. 2012 mengungkapkan bahwa aktivitas belajar yang tampak yaitu aktivitas memperhatikan pelajaran 42,52, aktivitas bertanya 34,48, menjawab pertanyaan 35,63, dan aktivitas melakukan praktikum tidak ada. Pembelajaran yang seharusnya digunakan pada pelajaran fisika adalah pembelajaran yang terdapat kegiatan demonstrasi atau eksperimen dengan tujuan untuk memberikan pengalaman konkret untuk membantu siswa memahami konsep fisika agar pengetahuan lebih bermakna. Selain itu juga, Santyasa, dkk 2006 menyatakan bahwa metode ceramah klasik 16,7, model pemberian informasi langsung dari guru ke siswa 9,3, dan metode ceramah tanya jawab 74. Berdasarkan kedua penelitian tersebut dapat disimpulkan bahwa guru lebih dominan sebagai pengendali dan aktif dalam mentransfer pengetahuan sehingga siswa kurang mengembangkan potensi terhadap pemahaman konsep yang dimilikinya. Sehingga perlu untuk melakukan identifikasi dengan baik supaya guru bisa melakukan tindakan yang tepat untuk menyelesaikan masalah miskonsepsi tersebut. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi miskonsepsi siswa dan mengetahui kemungkinan faktor penyebabnya. Dari penelitian ini diharapkan dapat membantu siswa mengatasi miskonsepsi dan mengkonstruk ulang konsepsinya supaya terhindar dari miskonsepsi yang berkelanjutan. METODE PENELITIAN Jenis penelitian yang digunakan pada penelitian ini adalah deskriptif menggunakan metode survey. Penelitian ini merupakan studi pendahuluan untuk mengidentifikasi miskonsepsi dan mengetahui kemungkinan faktor penyebabnya. Hasil studi pendahuluan selanjutnya digunakan untuk menentukan metode pembelajaran yang tepat untuk mengatasi miskonsepsi dan penyebabnya tersebut. Sampel penelitian ini adalah siswa kelas XI SMA berjumlah 114 siswa yang berasal dari 3 sekolah berbeda yaitu SMAN 1 Puri Mojokerto, SMAN 2 Kota Mojokerto, dan SMAN 3 Kota Mojokerto. Instrumen yang digunakan berupa angket yang terdiri dari sejumlah pertanyaan dengan jawaban yang telah disediakan dan 5 soal uraian terkait konsep fluida statis. Data yang diharapkan berupa hasil angket yang telah diisi oleh siswa dan konsepsi siswa terhadap konsep fluida statis. Butir-butir pada angket digunakan untuk mengidentifikasi kesulitan yang dialami siswa dalam pembelajaran fisika yang mungkin menjadi penyebab miskonsepsi. Pada bagian ISBN: 978-602-72071-1-0 akhir angket disediakan kolom kosong yang harus diisi siswa mengenai saran dan kritik terhadap pembelajaran fisika. Selain itu juga melakukan wawancara terhadap beberapa guru yang berkaitan dengan angket tersebut. HASIL DAN PEMBAHASAN Untuk mengidentifikasi miskonsepsi siswa, peneliti menggunakan soal uraian pada materi fluida statis. Berdasarkan analisis jawaban soal uraian siswa, dengan bunyi soal: Perhatikan gambar di bawah Dua besi yang identik masing-masing dimasukkan pada wadah berbeda yang berisi air. Wadah A memiliki volume air lebih besar daripada wadah B. Bagaimanakah gaya Archimedes yang terjadi pada besi di wadah A dan di wadah B jika kedua besi tenggelam dalam air? Jelaskan pendapatmu wadah A dan wadah B memiliki bentuk dan ukuran yang sama Dari jawaban siswa diperoleh 42,1 siswa mengalami miskonsepsi pada konsep gaya apung pada suatu benda yang tercelup dalam fluida. Saifullah 2015 melalui penelitiannya menemukan 38,3 siswa mengalami miskonsepsi pada konsep gaya apung pada suatu benda yang tercelup dalam fluida. Salah seorang siswa menjawab bahwa: “Gaya Archimedes benda pada wadah B akan lebih besar. Karena volume fluida wadah B lebih sedikit sehingga kedalaman benda B lebih kecil. Gaya Archimedes berbanding terbalik dengan kedalaman ” Jawaban siswa ini telah mendeskripsikan bahwa siswa mengalami miskonsepsi. Konsep yang sebenarnya adalah Gaya Archimedes tidak dipengaruhi banyaknya volume fluida pada wadah yang mengakibatkan kedalaman benda berbeda. Sehingga gaya Archimedes yang terjadi pada besi yang dicelupkan di wadah A maupun di wadah B sama besar. Hal ini dikarenakan besar gaya apung selalu sama dengan berat fluida yang dipindahkan oleh benda Serway Jeweet, 2009: 647. Selain itu, sebesar 36,8 siswa juga mengalami miskonsepsi pada konsep tekanan hidrostatis dengan bunyi soal sebagai berikut. Empat buah titik tercelup dalam sebuah bejana berhubungan berisi air seperti pada gambar di bawah ini. Di titik manakah yang memiliki tekanan hidrostatis sama besar? Jelaskan alasanmu Sebagian besar siswa mengalami miskonsepsi pada konsep tekanan hidrostatis pada satu garis horizontal adalah sama besar Saifullah, 2015. Seorang siswa menyatakan bahwa “titik A, B, dan D yang memiliki tekanan hidrostatis sama besar. Karena titik A, B, dan D memiliki kedalaman yang sama dari permukaan fluida” Jawaban siswa tersebut mengalami miskonsepsi karena siswa kurang mampu menganalisis jawaban. Konsep yang sebenarnya adalah tekanan hidrostatis akan sama besar pada titik-titik yang terletak dalam satu garis mendatar pada bejana berhubungan. Sehingga tekanan hidrostatis di titik C dan D adalah sama besar. Berdasarkan data hasil penelitian dapat dinyatakan bahwa miskonsepsi pada materi fluida statis kemungkinan dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya minat dan motivasi siswa terhadap mata pelajaran fisika, metode pembelajaran yang dilakukan guru, dan kegiatan pembelajaran yang dialami siswa. Miskonsepsi siswa yang teridentifikasi harus segera diatasi jika miskonsepsi tersebut berkaitan dengan kurangnya kemampuan siswa dalam memecahkan masalah fisika, terutama dalam kehidupan nyata. Miskonsepsi siswa yang berkelanjutan menyebabkan miskonsepsi pada konsep selanjutnya karena konsep fisika saling berkaitan. Pembahasan dilakukan berdasarkan hasil angket yang telah diisi oleh siswa dan hasil wawancara terhadap beberapa siswa dan guru. Fisika dengan sifatnya yang kompleks dan rumit menyebabkan siswa beranggapan bahwa fisika merupakan mata pelajaran yang sulit Aritonang, 2008; Wijayanti, dkk., 2010; Suhdi, dkk., 2012. Sebesar 67,5 siswa mengatakan bahwa materi fisika membingungkan dan sulit dipahami. Seorang siswa mengatakan “Saya mengalami kesulitan dalam belajar fisika karena banyak rumus yang dihafalkan tanpa memahami konsep dan ada beberapa materi yang saya anggap abstrak sehingga saya sulit memahami konsep fisika ”. Sebesar 15,8 siswa mengatakan bahwa materi pelajaran fisika mudah dipahami dan menyenangkan. Siswa mengatakan mudah karena metode pembelajaran yang dilakukan guru menyenangkan. Respon siswa terhadap metode pembelajaran yang selama ini sudah dilakukan oleh guru adalah sebagai berikut. Tabel 1. Persentase Respon Siswa Terhadap Metode yang Telah Dilakukan oleh Guru No. Pernyataan ISBN: 978-602-72071-1-0 1 Metode ceramah 59,6 2 Metode demonstrasi 7,8 3 Metode praktikum 19,2 4 Metode diskusi 6,2 5 Metode tanya jawab 7,2 Berdasarkan Tabel 1 telah diketahui bahwa siswa lebih senang apabila belajar dengan metode ceramah. Dalam pembelajaran tersebut guru menyampaikan materi kepada siswa selanjutnya memberikan latihan soal yang terkait sehingga proses pembelajaran tanpa melibatkan siswa pasif. Metode yang dilakukan oleh guru selama proses pembelajaran di kelas akan mempengaruhi cara belajar siswa pada mata pelajaran tersebut. Selanjutnya, akan mempengaruhi juga kebermaknaan suatu materi pelajaran terhadap diri mereka. Berikut adalah pendapat siswa terhadap cara belajar fisika yang mereka sukai. Tabel 2. Persentase Cara Belajar Fisika yang Disukai Siswa No. Pernyataan 1 Latihan soal 68,4 2 Kegiatan Praktikum 7,0 3 Diskusi dengan teman 13,2 4 Menghafal rumus 7,9 5 Memahami konsep 3,5 Berdasarkan Tabel 2 telah diketahui bahwa 68,4 siswa lebih menyukai belajar fisika dengan latihan soal. Hal ini disebabkan karena kebiasaan yang dilakukan guru dalam proses pembelajaran dengan memberikan latihan soal sehingga siswa lebih mudah memahami materi berdasarkan cara tersebut. Dari penjelasan uraian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa guru masih menerapkan metode pembelajaran klasik dan monoton. Penelitian yang dilakukan oleh Khaerunisa, dkk., 2012 menyatakan bahwa pembelajaran masih berpusat pada guru teacher centered sehingga mengakibatkan siswa pasif. Keterlibatkan siswa di dalam proses pembelajaran lebih banyak mendengarkan dan menulis apa yang disampaikan guru. Hal tersebut mengindikasikan bahwa proses pembelajaran masih belum berlangsung secara interaktif karena rendahnya keaktifan siswa. Marnita 2012 menyatakan bahwa belajar suatu konsep sains dapat dilakukan melalui pembelajaran secara aktif dan kreatif dalam menemukan sebuah fakta ilmiah atau konsep, sehingga siswa menguasai konsep yang rumit dan abstrak melalui contoh fakta ilmiah nyata dan sesuai pokok bahasan Berg, 1991. UCAPAN TERIMA KASIH Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada lembaga yang telah memberikan kontribusi pada data penelitian, yaitu SMAN 1 Puri Mojokerto, SMAN 2 Kota Mojokerto, dan SMAN 3 Kota Mojokerto. PENUTUP Simpulan Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan dapat disimpulkan bahwa sebagian besar siswa SMA mengalami miskonsepsi belajar fisika pada materi fluida statis terutama konsep Tekanan Hidrostatis sebesar 36,8 dan Hukum Archimedes sebesar 42,1. Hal ini kemungkinan dikarenakan adanya beberapa faktor yang menyebabkan siswa mengalami kesulitan belajar fisika. Faktor-faktor tersebut antara lain minat dan motivasi siswa terhadap mata pelajaran fisika, metode pembelajaran yang dilakukan guru, dan kegiatan pembelajaran yang dialami siswa. Saran Metode pembelajaran yang dilakukan di sekolah lebih kreatif dan berinovasi sehingga siswa terlibat aktif dalam pembelajaran dan menghindari terjadinya miskonsepsi. DAFTAR PUSTAKA Aritonang, T.K. 2008. Minat dan Motivasi dalam Belajar Siswa. Jurnal Pendidikan Penabur- NoTahun ke-7 Juni 2008, Online, diakses 7 Desember 2015, http:eprints.uny.ac.id Berg, E. V Ed. 1991. Pembuatan Instrumen Tes Diagnostik Fisika SMA Kelas XI. Jurnal Pendidikan Fisika . 11: 111-117. Berg, E. 1991. Miskonsepsi Fisika dan Remediasi. Salatiga: Universitas Kristen Satya Wacana. Bierman, Jeffrey, and Eric Kincanon. 2003. Recosidering Archimedes principle . The Physics Teacher, 41.6, , pp 340-344. Depdiknas. 2003. Standar Kompetensi Mata Pelajaran Fisika . Jakarta: Balitbang Depdiknas. Goszewski, M., Moyer, A., Bazan, Z., Wagner, D. J. 2012. Exploring student difficulties with pressure in a fluid. Physics Eeducation Research Conference, vol. 15131, pp 154- 157. Khaerunisa, F., SARwi, Hindarto, N. 2012. Penerapan Better Teaching and Learing Berbasis Pembelajaran Kooperatif Untuk Meningkatkan Berpikir Logis dan Keaktifan Siswa. Unnes Physics Education Journal, vol. 12, pp 32-37. Loverude, M. E., Heron, P. R. L., Kautz, C. H. 2010. Identifying and addressing student difficulties with hydrostatic pressure, American Journal of Physics , vol. 781, pp 75-85. Marnita. 2012. Model Multimedia Interaktif Berbasis Gaya Belajar Untuk Meningkatkan Penguasaan Konsep Pendahuluan Fisika Zat Padat. Jurnal Pendidikan Fisika Indonesia. 8: 74-82. Novak, J.D. Gowin, D.B. 1984. Learning How To Learn . Cambridge: University Press. Online. Tanggal akses 25 November 2015. ISBN: 978-602-72071-1-0 http:web.stanford.edudeptSUSEprojectsir eportarticlesconcept_mapsThe20Theory 20Underlying20Concept20Maps.pdf Osman, K Sukor, N.S. 2013. Conceptual Understanding In Secondary School Chemistry: A Discussion of The Difficulties Experienced By Students. American Journal of Applied Sciences . 105: 433-441. Saifullah, A.N. 2015. Pengembangan Instrumen Diagnostik Three-Tier untuk Mengidentifikasi Miskonsepsi Materi Fluida Statis pada Siswa Kelas X MIA. Jurnal Ilmu Pendidikan . Online, http:fisika.um.ac.iddownloadcat_view107 -artikel-skripsi-mahasiswa126-semester- genap-20142015.html, diakses tanggal 2 Desember 2015. Santyasa, I.W. 2011. Pembelajaran Inovatif: Model Kolaboratif, Basis Proyek, dan Orientasi NOS. Makalah. Disajikan dalam Seminar di SMAN 2 Semarapura, tanggal 27 Desember 2006 di Semarapura. Sears dan Zemansky. 1994. Fisika Universitas Jilid 1 . Jakarta: Erlangga. Serway, R.A Jeweet, J.W. 2009. Physics for Science and Engineers with Modern Physics Ed. 9, Terjemahan. Jakarta: Salemba Teknik. Suhdi, Suprihati, T, Asutik, S. 2012. Peningkatan Aktivitas dan Ketuntasan Hasil Belajar Menggunakan Model Cooperative Learning Tipe Student Teams Achievement Division STAD dengan Performance Assessment dalam Pembelajaran IPA Fisika SMPN 1 Wonosari, Jurnal Pembelajaran Fisika, vol. 13, pp 278-284. Utami, R., Djudin, D. Arsyid, S. B. 2014. Remediasi Miskonsepsi Pada Fluida Statis Melalui Model Pembelajaran TGT Berbantuan Mind Mapping Di SMA. Jurnal Pendidikan dan Pembelajaran , Online, 312: 1-12, http:jurnal.untan.ac.idindex.phpjpdpbarti cleview8181.pdf, diakses tanggal 3 November 2015. Yuliati, L. 2006. Pengembangan Pembelajaran IPA Online. Tanggal akses 28 November 2015. http:pijpgsd.dikti.go.idfilephp1repository diktiBA_DIPBPJJ+BATCH+1Pengembang an20Pembelajaran20IPA20SDsktdanr ktHalaman20Muka20Latihan20Inisiasi .pdf. Wagner, D.J., Carbone, E., Lindow, A. 2013. Exploring Student Difficulties with Buoyancy, Physics Education Research Conference , Portland, July, pp 357-360. Wijayanti. 2010. Penerapan Konseling Kelompok dengan Strategi Self-Management untuk Mengurangi Kebiasaan Bermain Video Games, Hasil Penelitian, Surabaya: Unesa Unipress. ISBN: 978-602-72071-1-0 PENGEMBANGAN PERANGKAT PERKULIAHAN UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN MAHASISWA MENYUSUN PENILAIAN HASIL BELAJAR FISIKA SMA SESUAI STANDAR PENILAIAN  Raihanati 1  Desnita 2  Wirda Nilawati 3   1,2,3 Program Studi Pendidikan Fisika FMIPA Universitas Negeri Jakarta  Raihanati_57gmail.com    ABSTRAK  Penelitian ini bertujuan untuk mengembangkan perangkat perkuliahan Desain Pembelajaran Fisika, terdiri dari silabus, hand out, lembar kerja mahasiswa, dan lembar penilaian kinerja mahasiswa. Materi kuliah yang dibahas di dalam perangkat tersebut adalah penyusunan penilain hasil belajar fisika SMA mengacu pada Standar Proses Kurikulum 2013. Hasil penelitian ini ditujukan untuk meningkatkan kompetensi Mahasiswa Pendidikan Fisika mengembangkan instrumen penilaian. Menerapkan metode penelitian pengembangan, menurut Borg and Gall. Validasi sejawat terhadap perangkat perkuliahan adalah 88,39, dengan rincian sebagai berikut: Silabus 91,67, Hand Out 91,96, Lembar Kerja Mahasiswa 94,16, dan Lembar Penilaian 88,39. Guna melihat efektivitas perangkat tersebut terhadap kemampuan mahasiswa penilaian hasil beljara fisika, dilakukan ujicoba terhadap 32 orang mahasiswa. Hasil belajar mahasiswa sangat baik, nilai terhadap instrumen penilaian yang dikembangkan oleh mahasiswa berkisar atara 35,70 sampai 100, dengan rerata 80,09. Berdasarkan data yang telah disampaikan dapat disimpulkan bahwa perangkat perkuliahan layak digunakan sebagai bahan ajar. Kata Kunci: pengembangan, perangkat perkuliahan, desain pembelajaran fisika, instrumen penilaian . ABSTRACT This research aim is develop lecturer instruction for Design of Physics Instruction, within silabus, hand out, lecturer worksheet, and assesment sheet. The subject matter is construct assesmen t of learning objectives for Physiscs at Senior High School, based on Standard of Accesment Curricullum 2013. The result of research used to increase Physics Educational Lecturer Competence about construct assesment . Applied research and development by Borg and Gall. Associate validation result for lecture instruction are: 91.67 for silabus, 91.96 for hnd out, 94.6 for lecturer worksheet, and then 88.39 for assessment sheet. Effectiveness of the research product, tried to 32 lecturer and the lecturer competence to construct assessment are very good. The result are: smallest score is 35.37, the largest score is 100, and then the mean score is 80.09. based on the result we conclude, the lecturer instruction for Design of Physics Instruction are available to used as learning resources aspecially for construct assement based on essesmen standard. Keywords: develop, learning instruction, desain of physics learning instruction. ISBN: 978-602-72071-1-0 PENDAHULUAN Penilaian merupakan bagian penting di dalam proses pembelajaran. Walaupun pada dasarnya penilaian berbeda dengan evaluasi, karena penilaian hanya merupakan bagian dari evalusi, yakni pengukuran hasil belajar. sedangkan evaluasi merupakan keseluruhan proses mulai dari mengukur sampai melakukan interpretasi terhadap hasil pengukuran. Seperti diungkapkan oleh Tim Pembinaan dan Pengembangan Pendidikan Universitas negeri Jakarta, 2010: 6-7, penilaian adalah proses mengumpulkan informasi tentang siswa dan kelas untuk maksud-maksud pengambilan keputusan instruksional. Sedangkan evaluasi adalah proses judgment untuk memutuskan manfaat pendekatan tertentu atau hasil pekerjaan mahasiswa. Berdasarkan acuan yang digunakan pemberian nilai hasil belajar mahasiswa dibedakan dalam dua kelompok,; yaitu Penilaian Acuan Norma PAN, dimana pemberian nilai terhadap mhasiswa berdasar posisi relative di kelas atau dengan cara membandingkan skor mahasiswa tersebut dengan skor mahasiswa lain dikelas. Sedangkan yang kedua Penilaian Acuan Patokan PAP menetapkan nilai mahasiswa dengan cara membandingkan skor mahasiswa dengan acuan yang telah ditetapkan sebelum penilaian dilakukan, Tim Pembinaan dan Pengembangan Pendidikan Universitas negeri Jakarta, 2010:18. Lebih penting lagi dari penentuan skor adalah alat ukur yang digunakan untuk menilai keberhasilan mahasiswa. Dibutuhkan instrumen- instrumen terstandar untuk mendapatkan hasil pengukuran yang tepat. Perangkat instrumen terstandar disusun berdasarkan empat pertimbangan, yaitu: 1 mengidentifikasi tujuan, 2 menentukan pengalaman belajar yang bisa direalisasikan, 3 menentukan standar yang bisa dicapai, dan 4 mengembangkan ketrampilan dan mengambil keputusan Sukardi, 2009:13. Lebih lanjut disampaikan oleh Sukardi, instrumen yang tepat memiliki tiga kriteria, yakni: 1 valid, 2 reliable, dan 3 usable. Penyusunan dan penggunaan instrumen yang benar mengacu kepada lima prinsip. Enam prinsip tersebut adalah: Penilaian hasil belajar peserta didik pada jenjang pendidikan dasar dan menengah didasarkan pada prinsip-prinsip sebagai berikut: Penilaian hasil belajar peserta didik pada jenjang pendidikan dasar dan menengah didasarkan pada prinsip-prinsip sebagai berikut: 1 Objektif, berarti penilaian berbasis pada standar dan tidak dipengaruhi faktor subjektivitas penilai, 2 Terpadu, berarti penilaian oleh pendidik dilakukan secara terencana, menyatu dengan kegiatan pembelajaran, dan berkesinambungan, 3 Ekonomis, berarti penilaian yang efisien dan efektif dalam perencanaan, pelaksanaan, dan pelaporannya, 4 Transparan, berarti prosedur penilaian, kriteria penilaian, dan dasar pengambilan keputusan dapat diakses oleh semua pihak, 5 Akuntabel, berarti penilaian dapat dipertanggungjawabkan kepada pihak internal sekolah maupun eksternal untuk aspek teknik, prosedur, dan hasilnya, dan 6 Edukatif, berarti mendidik dan memotivasi peserta didik dan guru Standar Proses, 2013 Bab 2. B. Instrumen yang baik disusun menurut prosedur yang benar. Prosedur penyusunan instrumen penilaian adalah sebagai berikut: 1 mengidentifikasi Tujuan, 2 mengembangkan kisi-kisi, 3 mendaftarkan semua materi pelajaran yang terdapat di dalam silabus, 4 memilih butir instrumen, 5 menggunakan instrumen, 6 melakukan analisis untuk mencek kualitas instrumen, dan 7 melaporkan hasil penilaian Sukardi, 2009: 94. Begitu pentingnya peranan tes dan instrumen dalam pembelajaran, namun pengalaman peneliti sebagai pengampu mata kuliah Desain Pembelajaran Fisika menunjukan bahwa kompetensi mahasiswa pendidikan fisika dalam menyusun instrumen penilaian pembelajaran fisika sesuai dengan tuntutan Standar Proses Kurikulum 2013 masih rendah. Ini terlihat dari hasil penilaian kinerja mereka yang rendah untuk kompetensi menganalisis kurikulum dan potensi lingkungan untuk menyusun instrumen penilaian hasil belajar. Setelah ditelusuri, ditemukan penyebabnya antara lain silabus yang kurang jelas menyebutkan kegiatan belajar dan instrumen penilaian. Penulusuran lebih lanjut memberikan informasi bahwa rendahnya kompetensi mahasiswa menyusun instrumen penilaian di dalam mata kuliah desain pembelajaran fisika disebabkan oleh terbatasnya bahan ajar tentang penilaian hasil belajar fisika, khususnya fisika SMA. Buku teks yang banyak beredar di lapangan bersifat umum, sehingga mahasiswa kesulitan untuk menterjemahkannya ke dalam bahasa instrumen penilaian embelajaran fisika. Kalau untuk penilaian kompetensi pengetahuan mahasiswa tidak kesulitan, karena dapat diambil dari tes terstandar yang sudah ada, seperti Tes UAN. Namun untuk kompetensi ketrampilan dan sikap, mahasiswakesulitan, karena sangat terbatas contoh instrumen yang memenuhi kriteria tersebut, yang cocok digunakan dalam pembelajaran fisika. Oleh sebab itu perlu dikembangkan perangkat perkuliahan yang dapat membantu mahasiswa meningkatkan kompetensi menyusun instrumen penilaian METODE PENELITIAN Penelitian ini dilaksanakan pada Program Studi Pendidikan Fisika FMIPA Universitas Negeri Jakarta, selama bulan Januari sampai Oktober 2015. Menerapkan metode penelitian pengembagan yang diacu dari teori Borg dan Gall 2008, dengan ISBN: 978-602-72071-1-0 tahapan berikut: studi pendahuluan, pengembangan model, validasi, ujicoba, revisi, dan implementasi. Focus penelitian adalah mngembangkan perangkat perkuliahan berupa silabus, hand out, lembar kerja mahasiswa, dan lembar penilaian yang layak digunakan sebagai bahan ajar yang dapat membantu mahasiswa meningkatkan kompetensi menyusun instrumen penilaian yang layak dan efektif di dalam pengunaaannya. Perlu dilakukan uji kelayakan. Untuk itu disusun angket uji kelayakan atau lembar validasi sejawat dan instrumen untuk mengukur kompetensi mahasiswa mengembangkan kegiatan pembelajaran fisika SMA. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Penelitian

1. Perangkat Perkuliahan

Hasil penelitian ini berupa revisi silabus. Peneliti merasa perlu melakukan revisi terhadap silabus perkuliahan agar lebih terlihat secra eksplisit tujuan pembelajaran, kegiatan pembelajaran, dan prosedur penilaian. Mengingat Standar Proses menuntut penilaian otentik. Karena penelitian ini juga mengembangkan hand out , lembar kerja mahasiswa, dan lembar penilaian kinerja mahasiswa, maka tentunya secara otomatis menyesuaikan juga bahan ajar dan bentuk instrumen dan teknik penilaian. hand out hasil pengembangan yang digunakan berisi teori singkat tentang kompetensi yang akan dicapai, tujuan perkuliahan, teori singkat tentang kegiatan pembelajaran, contoh penyusunan instrumen penilaian, latihan menyusun instrumen penilaian, mengacu pada Standar Penilaian Kurikulum 2013 dan potensi lingkungan, dan rujukan yang dapat digunakan oleh mahasiswa untuk mendalami penyusunan instrumen penilaian, penggunaan, penentuan skor, umpan balik, dan kesimpulan. Lembar Kerja Mahasiswa, yang disusun bertujuan untuk meberikan panduan kepada mahasiswa bagaimana mengimplementasikan pengetahuan tentang penyusunan instrumen penilaian yang sudah mereka pelajari dari hand out. Lembar kerja mahasiswa ini berisi kompetensi dasar, tujuan, aktivitas belajar mahasiswa, hasil yang diharapkan, penjelasan singkat tentang hasil yang diharapkan, dan uji kompetensi dengan mengerjakan latihan yang terdapat dibagian akhir lembar kerja. Karena latihan di dalam lembar kerja diselesaikan dalam kerja kelompok, sedangkan tugas pengembangan dikerjakan secara personal. Lembar kerja mahasiswa ditutup dengan panduan bagaimana mahasiswa dapat mengukur sendiri pencapaian kompetensi dan tujuan perkulihan dalam menyusun instrumen penilaian. Lembar Penilaian. Lembar penilaian kinerja mahasiswa berfungsi sebagai pelengkap lembar kerja mahasiswa. Lembar ini berisi petunjuk mengunakan lembar penilaian, objek yang dinilai, prosedur penilaian, descriptor penilaian atau cara penentuan skor, petunjuk menghitung skor total, petunjuk memberikan kesimpulan penilaian, dan diakhiri dengan petunjuk memberikan umpan balik. Di dalam penggunaannya keempat produk penelitian ini saling mendukung atau bersinergi. Silabus digunakan sebagai acuan di dalam mengembangkan tiga produk peneitian lainnya. Sebaliknya tiga produk lainnya bekerjasama mendukung pencapaian kompetensi yang telah dirumuskan di dalam silabus. Hand out memberi informasi cognitive, lembar kerja mahasiswa menuntun mahasiswa belajar, dan lembar penilaian kinerja memberikan tuntunan menilai ketercapaian Kompetensi.

2. Validasi Sejawat

Keempat jenis produk peneitian ini sudah divalidasi oleh teman sejawat pada Program Studi Pendidikan Fisika. Hasil penilaian produk oleh teman sejawat disajikan pada tabel 1, Tabel 1. Hasil Validasi Sejawat Produk Penelitian Nilai Siabus 91.67 Hand Out 86,91 Lembar Kerja Mahasiswa 92,85 Lembar Penilaian 87,24 Data pada tabel 1 menunjukan bahwa perangkat pembelajaran yang dikembangkan layak digunakan sebagai bahan ajar dalam mata kuliah Desain Pembelajaran Fisika. Karena semua produk penelitian diapresiasi sangat baik. Karena hasil validasi menyatakan bahwa perangkat perkuliahan ini layak digunakan, maka selanjutnya dilakukan ujicoba penggunaan perangkat hasil pengembangan di dalam erkuliahan. Ujicoba dilaksanakan terhdp 32 orang mahasiswa pendidikan fisika.

3. Ujicoba

Secara garis besar tahapan perkuliahan adalah sebgai berikut: 1 menyampaikan kompetensi yang ingin dicapai, 2 difasilitasi oleh dosen pengampu memilih dan menganalisis Kompetensi Dasar, 3 berdasarkan hasil analisis secara bersama mengiventarisir model metode pendekatan pembelajaran serta media dan sumber belajar, 4 difasilitasi dosen menjabarkan indicator pencapaian kompetensi dan tujuan pembelajaran, 5 mengkakaji hubungan indicator dan tujuan pembelajaran dengan instrumen penelitian, 6 membagikan hand out, lembar kerja mahasiswa, dan lembar penilaian dan menjelaskan cara penggunaannya, 7 difasilitasi dosen menyusun kisi-kisi dan memilih atau membuat butir instrumen, 8 menggunakan lembar penilaian ISBN: 978-602-72071-1-0 untuk menilai draf instrumen penilaian di dalam kerja kelompok dan merevisi draft sesuai hasil diskusi kelompok, 8 salah satu kelompok mempresentasikan hasil kerja kelompok mahasiswa lain dan dosen pengampu memberi masukan, 9 membaca hand out dan lembar kerja mahasiwa tentang penyusunan instrumen penilaian, 8 bekerja di dalam kelompok untuk memahami isi bahan ajar dan mengerjakan latihan yang tedapat di dalam lembar kerja, 9 mempresentasikan hasil kerja kelompok, dan 10 melakukan penilaian silang terhadap instrumen yang telah dikembangkan, 11 menerima umpan balik dan melakukan revisi instrumen penilaian. Hasil pengamatan tim peneliti dan catatan lapangan yang ditulis pada saat perkuliahana berlangsung memperlihatkan bahwa iklim perkuliahan berlangsung kondusif , dimana terjadi interaksi saling bertanya, saling menjelaskan, dan bahkan saling melengkapi antar mahasiswa. Interaksi tersebut berlangsung sepanjang kegiatan perkuliahan, baik pada saat pembelajaran klasikal, kerja kelompok, maupun pada saat presentasi hasil kerja kelompok. Mahasiswa serius belajar dan bekerja sepanjang kegiatan pembelajaran, baik saat pembelajaran klasikal, kelompok, maupun pada saat mengerjakan tugas personal. Hasil ujicoba disajikan pada tabel 2 Keterangan Nilai Tertinggi 100 Terandah 35,70 Rerata 80,09 Nilai rerata kompetensi mahasiswa mengembangkan perangkat pembelajaran berada dalam kategori sangat baik. Pembahasan Informasi tentang perangkat perkuliahan yang telah disampaikan menunjukan bahwa perangkat perkuliahan yang dikembangkan meringankan tugas dosen, sehingga di dalam penggunaannya mahasiswa akan aktiv belajar secara mandiri baik dalam kelompok keil maupun secara personal. Pernyataan ini juga dinilai sama oleh teman sejawat yang memberikan apresisasi sangat baik terhadap produk penelitian ini. Berdasarkan hasil penilaian perangkat perkuliahan oleh teman sejawat di Jurusan Fisika FMIPA Universitas Negeri Jakarta dapat di katakan bahwa silabus, hand out, lembar kerja mahasiswa, dan lembar penilaian untuk mata kuliah Desain Pembelajaran Fisika hasil pengembangan memenuhi syarat dan dinilai layak digunakan sebagai bahan ajar. Bahan ajar dimaksud khusus ditujukan untuk meningkatkan kompetensi mahasiswa pendidikan fisika menyusun instrumen penilaian, mengacu pada standar penilaian Kurikulum 2013 dan potensi lingkungan. Dampak penggunaan perangkat perkuliahan terhadap proses perkuliahan juga sangat baik. walaupun pada dasarnya tidak diukur secara spesifik di dalam penelitian ini. Namun ini adalah dampak sampingan yang positif penggunaan perangkat tersebut terhadap proses perkuliahan. Aktivitas perkuliahan yang telah disampaikan merupalkan pengalaman belajar yang bermakna bagi mahasiswa sebagai calon guru. Karena pengalaman belajar ini bisa jadi model bagi mereka setelah jadi guru antinya. Aktivitas belajar mahasiswa sepanjang proses perkulihan menggunakan perangkat hasil pengembangan ini, menunjukan bahwa Sembilan aktivitas di dalam kegiatan pembelajaran yang disampaikan oleh Gagne muncul dalam perkuliahan ini. Sembilan aktivitas dimaksud adalah: Gagné’s Nine Events of Instruction 1Gain attention of the students, 2 Inform students of the objectives, 3 Stimulate recall of prior learning, 4 Present the content, 5 Provide learning guidance, 6 Elicit performance practice, 7 Provide feedback, 8 Assess performance, and 9 Enhance retention and transfer to the job. Pengalaman belajar seperti yang diungkapkan memberikan pengalaman yang dapat mereka terapkan nanti pada saat mereka menjadi pendidik nantinya. Karena keterlibatan mahasiswa secara penuh dalam kegiatan perkuliahan menghasilkana tidak hanya kompetensi bidang ilmu pengetahuan, tapi juga ketrampilan dan sikap social antar sesame mahasiswa. Dengan demikian kompetensi social mahasiswa sekaligus ikut terasah. Hasil penilaian kompetensi mahasiswa menyusun instrumen penilaian yang juga berada pada kategori sangat baik, menunjukan bahwa perangakat perkuliahan yang digunakan dapat menjalankan fungsi bahan ajar dengan baik. Bisa jadi ini karena sinergisitas antara ketiga komponen perangkat tersebut, membuat mahasiswa mudah memahami pengetahuan, mengerjakan latihan, dan menilai secara mandiri hasil kerja mereka. Hasil penilaian kompetensi menyusun instrumen penilaian dalam pembelajaran fisika SMA yang sangat baik, menunjukan bahwa yang didapat mahasiswa tidak hanya sebatas pengetahuan, namun juga ketrampilan ilmiah berupa ketrampilan menganalisis kurikulum, menganalisis potensi lingkungan, dan mengkaji hubungan antara indicator pencapaian Kompetensi Dasar dengan Instrumen penilaian, menyusun kisi-kisi penilaian, memilih atau menyusun ISBN: 978-602-72071-1-0 butir instrumen sesuai kisi-kisi, dan menilaian kinerja menyusun instrumen penilaian pembelajaran fisika SMA secara mandiri . Tidak dipungkiri bahwa pengaruh pemilihan dan pelaksanaan prosedur serta keragaman pendekatan yang dugunakan oleh dosen pengampu tidak dapat diabaikan. Namun kerja kelompok dan presentasi tidak hanya memupuk kompetensi pedagogic dan social, tapi ternyata juga mempengaruhi kompetensi kepribadian mahasiswa. Walaupun tidak diukur secara spesifik, penggunaan perangkat penilaian di dalam perkuliahan meningkatkan keberanian mahasiswa maju menyampaikan pendapat, bertanya, melengkapi informasi, dan memberikan ralat apabila terjadi kesalahan.. UCAPAN TERIMA KASIH Banyak bantuan yang kami terima baik berupa materil maupun moril. Oleh sebab itu kami ingin menyamapaikan ucapan terima kasih kepada Bapak Prof. Dr. Suyono sebagai Dekan FMIPA UNJ, Bapak DR. Esmar Budi, M. Si. Sebagai Ketua Program Studi Pendidikan Fisika, dan teman sejawat. Terima kasih juga kami sampaikan kepada mahasiswa Pendidikan Fisika angkatan 20132014. PENUTUP Simpulan Berdasarkan hasil dan pembahasan yang telah disampaikan, dapat disimpulkan bahwa 1. Perangkat perkuliahan berupa silabus, hand out, lembar kerja mahasiswa, dan lembar penilaian untuk mata kuliah Desain Pembelajaran Fisika layak digunakan sebagai bahan ajar. 2. Perangkat perkuliahan juga efektif digunakan untuk meningkatkan kualitas proses dan hasil belajar mahasiswa menyusun instrumen penilaian, mengacu pada Standar Proses Kurikulum 2013 dan potensi lingkungan. Saran Sebaiknya dilaakukan penelitian lanjutan untuk mengetahui efektivitas perangkat perkuliahan ini meningkatan kompetensi pedagogic selain kegiatan pembelajaran, kompetensi social, dan kompetenssi kepribadian. DAFTAR PUSTAKA Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 2013, tandar Proses, Jakarta. http:file.upi.eduDirektoriFIPJUR._PEND. _LUAR_BIASA196209061986011- AHMAD MULYADIPRANAPDFKomponen_Pembel ajaran.pdf. Gall, M. D., Gall, J. P., Gall, W. R. 2003. Educational Research. New York: Pearson Education. http:www.niu.edufacdevresourcesguidelea rninggagnes_nine_events_instruction.pdf Gagné‟s Nine Events of Instruction. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2005 Tentang Standar Nasional Pendidikan. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2013 Tentang Standar Nasional Pendidikan. Soedijarto, Landasan dan Arah Pendidikan Nasional Kita. Jakarta: Kompas, 2008 , Pendidikan Nasional Sebagai Wahana Mencerdaskan Kehidupan Bangsa dan Membangun Peradaban NegaraBangsa: Sebuah Usaha Memahami Makna UUD ‟45. Sukardi, Evaluasi Pendidikan, Yogyakarta: Bumi Aksara. Universitas Negeri Jakarta, 2014, Buku Pedoman Akademik Mahasiswa, Jakarta: Penerbit UNJ. Universitas Negeri Jakarta, 2010, Asesmen dan Evaluasi Pembelajaran di Perguruan Tinggi, Jakarta: Penerbit UNJ. ISBN: 978-602-72071-1-0 MATLAB SEBAGAI SARANA MENGEMBANGKAN KEMAMPUAN BERFIKIR TINGKAT TINGGI PADA MATA KULIAH FISIKA KUANTUM Zainur Rasyid Ridlo 1 Saksono Pangaribowo 2 

1, 2

Pascasarjana Pendidikan IPA, FKIP, Universitas Jember  e-mail : zen.ridlogmail.com    ABSTRAK  Fisika Kuantum memiliki karakter materi abstrak dan menggunakan formulasi matematik yang komplek sehingga menyebabkan beberapa mahasiswa mengalami kesulitan dalam mempelajarinya. Diperlukan startegi-strategi yang dapat membuat mahasiswa mampu mempelajarinya secara efektif dan efisien. Pembelajaran dengan metode Simulasi merupakan salah satu dari beberapa alternatif stategi yang dapat digunakan dalam pembelajaran fisika kuantum dengan integrasi penggunaan MATLAB. Pendekatan logiko matematik yang baik dan penguasaan konsep fisika yang mantap sangat diperlukan untuk meningkatkan kemampuan mahasiswa dalam membuktikan persamaan-persamaan matematis yang ada dan penyusunan algoritma pemrograman untuk membuktikan teori-teori. Aktifitas tersebut dapat mengarahkan mahasiswa pada pengembangan kemampuan berfikir tingkat tinggi HOTS. Kata Kunci: Fisika Kuantum, Matlab, HOTS ABSTRACT Quantum physics has the character of abstract material and using a complex mathematical formula that cause some students have difficulty in studying it. Needed strategy‟s that can make students able to learn effectively and efficiently . Learning with simulation method is one of several alternative strategies that can be used in quantum physics learning with the integration of the use of MATLAB . Logiko mathematical approach was good and steady mastery of concepts of physics is needed to improve the ability of students to prove mathematical equations that exist and the preparation of the programming algorithm to prove theories . These activities can lead the student to the development of higher -level thinking skills HOTS . Keywords: Quantum Physics, Matlab, HOTS. ISBN: 978-602-72071-1-0 PENDAHULUAN Pembelajaran adalah proses masuknya pengetahuan transfer of knowledge dari lingkungan ke dalam diri individu dengan menggunakan fungsi otak. Pengetahuan yang masuk dari lingkungan menuju sistem individupebelajar dapat berupa fakta, pendapat, teori, prinsip, dan hukum. Penerimaan dan pemrosesan pengetahuan bergantung pada tahapan perkembangan peserta didik yang dikemukakan oleh Piaget. Pada periode sensorik- motorik 0-2 tahun, pengetahuan yang masuk berupa fakta yang berasal dari gambar, suara, rasa, dan beberapa hal yang menggunakan alat indra. Tahap berikutnya pada usia 2-7 tahun, pada masa pra operasional, peserta didik memiliki kemampuan peniru dari beberapa informasi yang ada pada lingkungannya, informasi yang ditirukan, pada umumnya berupa simbolik-ikonik. Pada usia 7-11 tahap perkembangan peserta didik yang terjadi adalah peroide kongkrit. Pada tahap ini, pemikiran peserta didik tidak hanya didominasi oleh persepsi, namun telah mampu memecahkan masalah secara logis berdasarkan pengetahuan tersusun dengan baik, prinsip, pendapat dan hukum, dapat diterima dan dipahami dengan baik. Beberapa contoh hukum yang dapat dipahami dengan baik contohnya hukum Archimedes, hukum kekekalan energi, dan lain sebagainya. Tahapan berfikir mahasiswa memasuki tahap terakhir yaitu opersional formal, Periode operasi formal merupakan tingkat puncak perkembangan struktur kognitif dan kontruktifistik yang lebih baik. Peserta didik mampu berpikir logis untuk semua jenis masalah hipotesis, masalah verbal, dan ia dapat menggunakan penalaran ilmiah dan dapat menerima pandangan orang lain. Mampu menggabungkan beberapa pengetahuan-pengetahuan yang dapat menghasilkan pengetahuan yang baru, contohnya, mampu menggabungkan pengetahuan antar mekanika dan fluida, menjadianalisis mekanika fluida. Karakter abstrak dari pengetahuan yang baru, terkait hipotesa, formulasi, dan bebrapa postulat, mampu diterima dan dinalar sehingga berkorespondensi terhadap pengetahuan lama yang mendukung. Informasi baru maupun yang telah ada disimpan pada memori jangka pendek dan memori jangka panjang, untuk selanjutnya digabung secara terintegrasi dengan beberapa pengetahuan yang lain, sehingga dapat mendukung proses berfikir yang logis dan sistematis. Hal ini sangat diperlukan pada saat kita mempelajari Sains, karena sains dapat dipelajari dengan menyusun pengetahuan-pengetahuan yang ada pada fungsi otak, secara sistematis sehingga tercipta konsep sains yang utuh dan logis Pada tingkat perguruan tinggi, kegiatan belajar mengajar yang dilaksanakan bernuansa andragogy pembelajaran orang dewasa yang menitikberatkan kemampuan belajar mandiri dan berpusat pada peserta didikmahasiswa student center learning sesuai dengan tahapan berfikir operasional formal. Hakikat pembelajaran sains adalah pembelajaran yang berbasis proses dan produk dengan menggunakan pendekatan ilmiah scientific approach . Pendekatan ilmiah menekankan pada kebenaran berproses dalam melakukan serangkain prosedur ilmiah secara sistematis, untuk menguji atau meninjau ulang beberapa teori, bahkan hukum yang sudah teruji. Kemampuan berproses mutlak diperlukan pada mahasiswa untuk meningkatkan kemampuan mempertahankan pendapat terhadap teori yang sedang diuji, atau membantah teori tersebut, dengan mengajukan teroi yang lebih relevan, seperti pada teori relativitas yang dikemukakan oleh Albert Einstein yang mampu menjelaskan fenomena fisika yang tidak dapat dijelaskan dengan tinjauan klasik. Produk yang dihasilkan, juga harus sesuai dengan fakta, konsep, teori, prinsip, bahkan hukum-hukum yang mendasari materi tersebut. Dalam prosesnya pembelajaran sains juga menekankan pada bagaimana siswamahasiswa dapat menggunakan metode ilmiah untuk berproses sehingga menemukan konsep sains yang utuh, tidak bias, maupun salah konsep. Cabang ilmu sains dasar terbagi menjadi tiga pilar besar yaitu, Fisika, Kimia, dan Biologi, ketiganya menggunakan bantuan formulasi matematis untuk membantu menjelaskan beberapa fakta, konsep, teori dan hukum. Formulasi matematis membantu mengungkap keterkaitan antar variabel, yang dapat digunakan untuk memprediksi kejadian yang terjadi, jika salah satu variabel pada keadaan tersebut diubah secara logis. Ilmu Fisika menggunakan persamaan matematis pada hampir semua konsep yang ada, diantaranya, mekanika, gelombang, optik, termodinamika, fisika modern dan fisika kuantum. Formulasi tidak ditemukan dengan tiba-tiba dan instant , melainkan menggunakan pendekatan berbasis logika dan konsep-konsep pendukung yang sesuai dengan kejadian alam. Sebagai contoh dalam perumusan kesetaraan massa dan energi yang diajukan oleh Einstein E=mc 2 , melalui penelitian dan pengujian yang cukup ketat dapat ditarik kesimpulan bahwa formulasi tersebut dapat digunakan untuk menjelaskan hubungan antara massa dan energi, didukung oleh formulasi energi kinetik yang juga mengan dung variabel massa dan kecepatan. Perbedaan yang ada hanyalah pada kecpatan yang diperbolehkan. Fisika klasik memperbolehkan kecepatan dibawah nilai kecepatan cahaya, dan tidak berlaku untuk kecepatan yang mendekati nilai kecepatan cahaya. Fisika modern memfasilitasi keadaan saat kecepatan di atas kecepatan cahaya. Pada penemuan formulasi inilah matematika dasar dan lanjut sangat berperan dalam penggunaan formulasi matematis, untuk mengkaitkan dan memprediksi kejadian alam berdasarkan variabel- variabel yang telah ditentukan. Formulasi yang digunakan pada umumnya sudah bersifat hukum, meskipun sebagian ada yang masih bersifat teori. Piaget memaparkan bahwa ISBN: 978-602-72071-1-0 terdapat tiga jenis pengetahuan yang berorientasi pada ranah kognitif. Pertama, pengetahuan sosial pengetahuan yang didasarkan pada perjanjian internasional, ketetapan yang berlaku secara mendunia, sama di semua tempat di berbagai belahan bumi. Contohnya konsep besaran pokok, konsep aliran arus listrik, konsep muatan listrik. Kedua, pengetahuan logiko matematik, pengetahuan yang menggunakan relasi antara sebab-akibat dengan mengkaitkan konsep sebuah pengetahuan terhadap persamaan matematis formulasi . Ketiga, pengetahuan fisik adalah pengetahuan yang bertitik berat pada kejadian fisika yang nyata dan dapat diamati dengan alat indra manusia, contohnya besi dipanaskan memuai, pegas yang ditarik memiliki energi potensial. Fisika kuantum adalah salah satu mata kuliah yang ada pada program studi fisika pada bidang kependidikan ataupun non kependidikan, Beberapa mahasiswa mengalami kesulitan dalam memahami beberapa konsep pada Fisika Kuantum disebabkan oleh, rendahnya pemahaman mahasiswa mengenai bentuk matematika yang digunakan, ketidakmampuan mahasiswa untuk menemukan arti fisis yang ada pada persamaan matematis. Hal ini disebabkan karena lemahnya konsep dasar Fisika klasik yang dimiliki oleh mahasiswa tersebut dan kurang terlatihnya keterampilan proses dalam hal pembuktian rumus logiko matematik serta pembacaan grafik. Karakter materi yang abstrak pada fisika kuantum, dan didukung oleh representasi grafik yang kompleks merupakan salah satu factor pendukung kesulitan dalam mempelajari fisika kuantum, cara mengajar secara klasik, keterbatasan sumber bahan ajar yang ada dan tertalu tua, membuat mahasiswa sering jenuh dan bosan dalam kegiatan belajar mengajar. Pada makalah ini akan disajikan salah satu alternative penggunaan media pembelajaran pada mata kuliah fisika kuantum yang terintegrasi dengan Matlab Program Komputer, dapat mengembangkan kemampuan berfikir tingkat tinggi high order thinking skill HOTS. PEMBAHASAN Praktikum pada mata kuliah fisika, khususnya fisika kuantum, pada umumnya relatif sulit dilakukan pada keadaan yang ideal. Hal ini disebabkan dimensi yang pada keadaan kuantum adalah kondisi mikroskopis bahkan nanoskopik, yang mengarah pada keterbatasan fasilitas laboratorium yang dimiliki oleh beberapa perguruan tinggi. Hal ini dapat diatasi dengan menggunakan perangkat lunak sofware sebagai sarapa melakukan simulasi dan visualisasi, tanpa mengurangi essensi dari materi fisika kuantum. Perangkat lunak yang lazim digunakan diantaranya, Visual Basic, C++, Fortran dan Matlab. Diantara beberapa bahasa pemrograman, Matlab merupakan salah satu bahasa yang relatif mudah dipahami, mudah dalam melakukan coding, dan menarik dalam penyajian grafik. Matlab adalah singkatan dari Matrix Laboratory, perangkat lunak software yang dibuat oleh The Mathworks.inc. Matlab banyak digunakan oleh praktisi di bidang sains dan teknik untuk keperluan analisa data, interprestasi data dalam grafik, dan simulasi keadaan yang sulit dilakukan pada skala laboratorium, misalnya simulasi gerakan elektron, tingkatan energi elektron, dan lain sebagainya. Matlab memiliki beberapa kelebihan diantaranya : 1 Kemudahan manipulasi struktur matriks, karena semua analisis yang ada pada Matlab menggunakan operasi matriks yang dinyatakan dalam baris dan kolom. 2 Mudah dipahami, karena menggunakan bahasa pemrograman yang umum dan bersifat dasar. 3 Kemampuan dalam menampilkan grafik 2-D dua dimensi dan 3- D tiga dimensi yang sangat memadai dan mudah dalam penafsiran grafik. 4 Sistem scripting yang memberikan keleluasaan bagi pengguna untuk mengembangkan dan memodifikasi software untuk kebutuhan sendiri, Sistem pembuatan script pada matlab disebut dengan M-File, yang dapat dimodifikasi sesuai keinginan peneliti dalam menggunakan Matlab. 5 Kemudahan antarmuka interface misal dengan bahasa C, word dan mathematica. 6 Dilengkapi dengan toolbox, simulink, stateflow dan lain sebagainya, yang selau berkembang sesuai arah penelitian masing-masing. Menurut Mc Kagan dkk 2008 Fisika kuantum sulit dipelajari, karena berpusat pada intuisi, bentuk matematika yang menantang, dan karakter materi yang abstrak. Oleh karena itu, diperlukan pengusaan konsep fisika pendukung yang baik, diantaranya adalah, mekanika, gelombang, termodinamika, dan Fisika modern, semuanya terintegrasi dengan baik dalam mempelajari fisika kuantum. Kemampuan bernalar logis yang tepat, sangat diperlukan untuk mengasah intuisi kita dalam menelaah kasus-kasus pada fisika kuantum. Kemampuan matematika yang Baik dan kemampuan menafsirkan grafik yang tepat juga diperlukan. Berfikir kritis critical thinking adalah kemampuann berfikir yang karakternya adalah memeriksa, menghubungkan, dan mengevaluasi semua aspek yang terlibat dalam masalah. Termasuk di dalamnya mengumpulkan, mengorganisir, mengingat, dan menganalisa informasi. Berfikir kritis merupakan gabungan dari berbagai kemampuan, diantaranya. Kemampuan membaca dengan pemahaman dan mengidentifikasi materi yang dibutuhkan dan tidak dibutuhkan. Kemampuan menarik kesimpulan yang benar dari data yang diberikan dan mampu menentukan ketidak- konsistenan dan pertentangan dalam sekelompok data merupakan bagian dari keterampilan berfikir kritis. Berfikir kritis juga dapat menumbuhkembangkan kemampuan siswa di bidang analitis dan refleksif. Contoh penggunaan berfikir kritis dalam pembelajaran fisika kuantum adalah saat kita menganalisa mengenai sifat dualisme gelombang- ISBN: 978-602-72071-1-0 partikel yang dimiliki oleh cahaya. Pada keadaan ini kita dituntut untuk memerikasa menghubungkan, menguji dan menarik kesimpulan terkait hal-hal yang mendasari dikemukakannya teori tersebut. Berfikir kreatif merupakan tingkatan yang terakhir yang bersifat orisinilasli dan reflektif. Hasil dari keterampilan berfikir ini adalah sesuatu yang memiliki kompleksitas tinggi. Kegiatan yang dilakukan di antaranya menyatukan ide, menciptakan ide baru, dan menentukan efektifitasnya. Berfikir kreatif banyak digunakan oleh para ilmuan di bidang sains dengan melibatkan kemampuan menarik kesimpulan yang akan menghasilkan sebuah produk sains diantaranya dapat berupa fakta, prinsip, konsep, teori, dan hukum. Keterampilan berfikir tingkat tinggi HOTS pertama kali mengacu pada taksonomi Bloom memiliki tingkatan berfikir yang semakin kompleks, melibatkan dua kemampuan berfikir terakhir. Berfikir kritis dan berfikir kreatif. Benjamin Bloom mengkalsifikasikan organisasi berfikir tingkat tinggi menjadi enam bagian, Gambar 1: HOTS asli dan revisi Teepee-Higher Order Thinking QAGTC Conference Presentation Apr2011 Versi HOTS yang dikemukakan oleh Bloom memiliki 6 tahapan berfikir, diantaranya: 1 Knowledge pengetahuan, tahap ini merupakan tahap awal dalam sebuah pembelajaran dengan mengajak mahasiswa untuk mengingat kembali mengenai pengetahuan yang telah dimilikinya, yang terkait dengan ilmu baru yang akan dipelajari. 2 Comprehension pemahaman, pada tahapan ini diharapkan mahasiswa dapat menjelaskan ide dalam bentuk tertulis atau lisan , menerjemahkan informasi menggunakan gaya bahasa mereka sendiri , membuat contoh terkait materi yang sedang dipelajari, dan menafsirkan apa yang dikatakan. 3 Aplication penerapan, tahap aplikasi, merupakan kemampuan untuk menggunakan abstraksi dalam situasi baru dan konkret dengan menggunakan pengetahuan yang telah dimiliki dan dapat diterapkan pada persoalan yang dialami. 4 Analysis analisa, kemampuan untuk memecah materi menjadi bagian-bagian kecil dan menguraikan karakteristik materi tersebut, sehingga struktur organisasi dapat dipahami. Kemampuan analisis ini sangat dibutuhkan pada saat membuktikan formulasi yang ada pada materi Fisika Kuantum. 5 Syinthesis sintesis, kemampuan untuk menempatkan bagian bersama-sama untuk membentuk keseluruhan baru, kemampuan sintesis diperlukan saat kita akan melakukan visualisasi beberapa keadaan dalam fisika modern yang diinterpretasikan dalam bentuk formulasi matematis, untuk kemudian diterjemahkan ke dalam bahasa pemrograman omputer komputasi. 6 Evaluation evaluasi, merupakan suatu kemampuan dalam membuat suatu penilaian nilai berdasarkan beberapa hal, diantaranya, mendiskusikan mengenai hasil yang telah didapatkan. Versi terbaru HOTS yang telah direvisi mengalami perubahan struktur dengan menukar posisi evaluasi yang berada di atas digantikan oleh synthesis yang diterjemahkan menggunakan istilah lebih operasional yaitu creating membuat. Gambar 2:Versi HOTS yang telah direvisi Teepee-Higher Order Thinking QAGTC Conference Presentation Apr2011 Penggunaan Matlab sebagai pada mata kuliah fisika kuantum, membantu mahasiswa untuk meningkatkan kemampuan berfikir tingkat tinggi dengan mencocokkan produk yang telah dibuat, pada umumnya berbentuk gambar-gambar dan grafik. Pembuatan gambar tersebut menggunakan formulasi matematis yang dibuktikan terlebih dahulu dengan proses analisis, dituangkan dalam bentuk algoritma pemrograman Matlab, dengan mendefinisikan syarat batas, konstanta dan variable-variabel yang digunakan. berikut ini contoh integrasi matlab pada pembelajarn fisika Kuantum. I. Remembering Mengingat 1. Ada berapakah jenis bilangan kuantum? 2. Sebutkan kegunaan masing-masing bilangan kuantum? II. Understanding Memahami 1. Jelaskan peranan bilangan kuantum dalam menentukan tingkatan energi partikel 2. Bilangan kuantum apa sajakah yang digunakan dalam analisa rapat probabilitas tingkatan energi ISBN: 978-602-72071-1-0 dalam kotak potensial dua dimensi?, jelaskan alasannya III. Applying Mengaplikasikan 1. Terapkan konsep dualisme gelombang partikel, momentum partikel, dan energi terkuantisasi untuk menjelaskan peristiwa partikel dalam kotak gunakan penjelasan dalam bentuk verbal dan matematis IV. Analysing Menganalisis 1. Analisislah gambar dibawah ini Gambar 3 : Tingkat energi pada partikel dalam kotak a. Tentukan bilangan kuantum yang digunakan pada gambar rapat probabilitas tingkatan energi diatas? b. Perkirakan besarnya energi total partikel pada keadaan diatas? V. Evaluating Mengevaluasi Perkirakan bentuk grafik yang terjadi saat menggunakan bilangan kuantum n x , n y , dan n z bandingkan hasilnya dengan keadaan saat menggunakan bilangan kuantum n x ,dan n y ,, bandingkan dengan bentuk grafik pada buku referensi. IV. Creating Membuat Susunlah algoritma pemrograman untuk menentukan rapat probabilitas tingkat energi partikel dengan menggunakan bilangan kuantum n x , n y , dan n z ? Tahapan yang paling penting dalam matlab adalah saat pembuatan M-File yang mengacu pada persamaan matematis yang digunakan, jika persamaan yang digunakan tepat, konstanta dan varibel yang di input -kan sesuai dengan persyaratan yang ada pada kasus kuantum tersbut. Dapat dipastikan hasil yang muncul akan sesuai dengan dasar teori yang ada. Berikut ini tahapan pembuatan Algoritma Pemprograman menggunakan Matlab, pada pokok bahasan tingkatan enrgi partikel dalam kotak 2 Dimensi. Gambar 4: Tahapan penggunaan Matlab dalam pembejaran fisika kuantum Konsep Fisika Kuantum Keadaan tingkat energi dari suatu partikel ditentukan oleh bilangan kuantum utamanya. Pada keadaan 1 dimensi bilangan kuantum utama yang digunakan hanya satu yaitu terhadap sumbu-x nx ,sumbu-y ny , atau sumbu-z � bergantung pada asumsi yang diinginkan, Keadaan dua dimensi menggunakan dua bilangan kuantum utama � , begitu juga pada keadaan 3 dimensi menggunakan semua keadaan pada keadaan kuantum sumbu-x � , sumbu-y , dan sumbu-z � . Ada dua jenis keadaan tingkat energi yang berada pada keadaan 2D dan 3D, yaitu Degenerate dan Non-Degenerate. Saat tiga bilangan kuantum � , , dan � yang berbeda memiliki tingkat energi yang sama disebut Degenerate contohnya 1,2,3, 3,2,1 dan 2,1,3, Sedangkan pada keadaan penggunaan bilangan kuantum berbeda dengan tingkat energi yang berbeda disebut Non- Degenerate contohnya 1.1.1 , 2.2.2 , 3.3.3 , 4.4.4 , 5.5.5 . Persamaan Matematis yang digunakan � � Pendefinisian variabel clc; clear all ; disp Program Matlab untuk menggambarkan rapat probabilitas tingkat energi partikel dalam kotak 3 Dimensi pause disp oleh : Zainur Rasyid Ridlo. S.Pd- Konsep Fisika Kuantum Pendefinisian variabel Pembuatan Algoritma Pemrograman M-File Persamaan Matematis yang digunakan Hasil berupa gambar atau grafik ISBN: 978-602-72071-1-0 pause Data Masukan n_x=input Data 1: Masukkan Bilangan Kuantum, n_x; ; n_y=input Data 2: Masukkan Bilangan Kuantum, n_y; ; n=input Data 3: Masukkan Kelipatan Ukuran Kotak, n; ; Kontanta Lo=0.5e-10; Bohr Radius L=nLo; Lebar kotak yg digunakan h=6.6e-34; m=9.1e-31; Pembuatan Algoritma Pemrograman M-File Program Matlab partikel dalam kotak clc; clear all ; disp Program Matlab untuk menggambarkan rapat probabilitas tingkat energi partikel dalam kotak 3 Dimensi pause disp oleh : Zainur Rasyid Ridlo. S.Pd- pause Data Masukan n_x=input Data 1: Masukkan Bilangan Kuantum, n_x; ; n_y=input Data 2: Masukkan Bilangan Kuantum, n_y; ; n=input Data 3: Masukkan Kelipatan Ukuran Kotak, n; ; Kontanta Lo=0.5e-10; Bohr Radius L=nLo; Lebar kotak yg digunakan h=6.6e-34; m=9.1e-31; Nilai energi E=h.2.n_x.2+n_y.22mLo; Koreksi ulang Plotting [x,y]=meshgrid0:0.008Lo:Lo; Psi_x=sqrt2L.sinn_xpixL; Psi_y=sqrt2L.sinn_ypiyL; super_1=Psi_x.Psi_y; super_2=absPsi_x.Psi_y; Gambar 1 gelombang biasa figure 1; surfx,y,super_1, xlabel Bilangan Kuantum-x , ylabel Bilangan Kuantum- y title Fungsi Gelombang Partikel Gambar 2 rapat probabilitas figure 2; surfx,y,super_2, xlabel Bilangan Kuantum-x , ylabel Bilangan Kuantum- y title Rapat Probabilitas Partikel Hasil berupa gambar atau grafik Gambar 5 : Gelombang partikel dalam kotak Gambar 6 : Tingkat energi pada partikel dalam kotak Gambar 7 : hasil analisis dari software flash University St Andrew ISBN: 978-602-72071-1-0 TABLE II. Gambar 8 : Tingkatan energi pada beberapa bilangan kuantum Krane, Modern Physics, 154 PENUTUP Simpulan Penggunaan MATLAB dalam pembelajaran Fisika kuantum menjadi salah satu strategi alternatif untuk mendapatkan proses pembelajaran yang efektif dan efisien serta berorientasi terhadap pengembangan kemampuan berfikir tingkat tinggi. Hal ini didukung oleh 6 tahapan high order thinking HOTS, diantaranya, remembering, understanding, applying, analising, evaluating, dan creating. Integrasi kemampuan membuktikan persamaan matematis yang digunakan, sangat diperlukan. Hal ini dimaksudkan untuk ketepatan dalam pembuatan algoritma pemrograman Matlab dalam bentuk M-File. Penggunaan MATLAB sangat berarti pada tahapan Creating , karena pada tahap inilah kemampuan berfikir tingkat tinggi benar-benar teruji. Dengan mencocokkan hasil yang dibuat dengan dasar teori yang ada. DAFTAR PUSTAKA Beiser, a. 2003. Concepts of Modern Physics. Sixht Edition. New York: McGraw-Hill. Dahar, R. W. 1989. Teori-teori Belajar. Jakarta: Erlangga. Direktorat pembelajaran dan kemahasiswaan, Kurikulum Pendidikan Tinggi Sesuai KKNI , Dirjen Dikti Joyce B., Weil M., dan Calhoun E. 2000. Models of Teaching, Sixth edition . Boston: Allyn and Bacon. Mc Kagan. S. B.,dkk, March. 2008. Developing and Researching PhET simulations for Teaching Quantum Mechanics . Physics.ed-ph, Mc Mahon, David. 2006. Quantum Mechanics Demystified Self teaching Guide : USA:Mc Graw Hill Companies Peraturan Pemerintah No 19 Tahun 2005 tentang Standar National Pendidikan. Permendikbud No. 49 tahun 2014 tentang SN Dikti Sahid. 2006 . Pengantar Komputasi Numerik dengan Matlab. Yogyakarta : Andi Padjajaran Sutarto Indrawati. 2013. Strategi Belajar Mengajar Sains . Jember: UPT Penerbitan. ISBN: 978-602-72071-1-0 PENGEMBANGAN PROTOTIPE BUKU GURU DAN BUKU SISWA IPA MATERI GELOMBANG DAN BUNYI MODEL INKUIRI TERBIMBING UNTUK MELATIHKAN KETERAMPILAN PROSES SAINS SISWA Latifatul Jannah 1 Mohammad Nur 2

1, 2

Program Studi Pendidikan Sains Pascasarjana Universitas Negeri Surabaya E-mail: jannatifaagmail.com ABSTRAK Implementasi Kurikulum 2013 memfasilatasi pengadaan Buku Guru dan Buku Siswa. dalam penerapannya, guru mengalami berbagai kendala dalam menggunakan Buku Siswa maupun Buku Guru. Hal ini dikarenakan guru harus membawa perangkat RPP, Buku Guru dan Buku Siswa secara terpisah. Selain itu, salah satu tuntutan Kurikulum 2013 yang Sehingga peneliti bermaksud mengembangkan Buku Guru dan Buku Siswa yang valid, praktis, dan efektif. Penelitian pengembangan prototipe Buku Guru dan Buku SIswa ini menggunakan model 4-D Four-D Model yang dibatasi pada tiga tahapan, yaitu pendefinisian define, perancangan design, dan pengembangan develop. Hasil pengembangan Buku Guru dan Buku Siswa telah diujicobakan pada siswa kelas VIII SMP 30 Surabaya dengan One-Group Pretet-Posttest Design. Pengumpulan data menggunakan observasi, tes, dan angket. Teknik analisis data menggunakan analisis deskriptif kuantitatif dan kualitatif. Hasil penelitian ini menunjukkan: 1 bahan ajar yang dikembangkan valid untuk melatih keterampilan proses sains siswa SMP; 2 Keterlaksanaan RPP yang mencapai 99 dan aktivitas belajar siswa menunjukkan perangkat yang dikembangkan cukup praktis dalam melatih keterampilan proses sains siswa SMP; dan 3 Respon positif siswa terhadap bahan ajar, dan peningkatan keterampilan proses sains menunjukkan bahan ajar yang dikembangkan efektif untuk melatihkan keterampilan proses sains. Disimpulkan bahwa bahan ajar yang dikembangkan valid, praktis, dan efektif untuk melatihkan keterampilan proses sains siswa SMP kelas VIII. Kata Kunci : Buku Guru, Buku Siswa, keterampilan proses sains, inkuiri terbimbing PENDAHULUAN Implementasi Kurikulum 2013 mencantumkan Buku Siswa dan Buku Guru sebagai salah satu sarana yang telah disiapkan pemerintah sesuai dengan Permendikbud No. 71 Tahun 2013 tentang buku teks. Permendikbud menjelaskan Buku Guru merupakan pedoman bagi guru yang meliputi persiapan, pelaksanaan dan penilaian serta pedoman pengajaran. Sedangkan Buku Siswa adalah sumber belajar siswa yang memuat materi pembelajaran yang dilengkapi kegiatan, latihan soal, rangkuman, peta konsep, dan evaluasi. Penjelasan tersebut sejalan dengan Prastowo 2013 yang menyatakan bahwa Buku Siswa merupakan sumber belajar siswa yang memuat judul, kegiatan siswa, rangkuman materi, evaluasi, dan tugas. Buku Siswa merupakan salah satu media pembelajaran yang mempunyai peran penting dalam keberhasilan kegiatan pembelajaran. Buku Siswa dapat dirancang dan digunakan dengan baik jika memperhatikan sejumlah prinsip dalam pembelajaran. Buku Guru berfungsi menuntun guru dalam melaksanakan pembelajaran. Buku Guru ideal adalah Buku Guru yang memiliki keselarasankegayutan dengan Buku Siswa, Buku Guru mampu mengejawantahkan setiap bagian yang terdapat pada Buku Siswa. Buku Siswa dan Buku Guru IPA SMP Kurikulum 2013 saat ini masih dalam tahap revisi dan penyempurnaan. Oleh karena itu peneliti dengan tim telah melakukan telaah terhadap Buku IPA Guru Kurikulum 2013 kelas VII dan VIII SMP Kurikulum 2013. Dari hasil telaah ditemukan beberapa kelemahan di antaranya: 1 tidak mengajarkan jenis pengetahuan metakognisi, 2 jenis pendekatan saintifik yang dilatihkan hanya terbatas pada 5M, 3 menerapkan pembelajaran yang hanya berpusat pada siswa, 4 menerapkan domain pembelajaran yang sudah disepakati secara luas, yaitu kognitif, afektif, dan psikomotor. Menanggapi permasalahan tersebut, peneliti berupaya mencari solusi perbaikan dengan mengacu pada tuntutan pengembangan Kurikulum 2013. Solusi yang akan ditawarkan berupa pengembangan bahan ajar yang mengacu pada bahan ajar standar internasional serta referensi standar dalam pengembangan intervensi. Mengacu pada buku teks berstandar internasional, Buku Siswa dan Buku Guru yang ideal memiliki ciri-ciri sebagai berikut: ISBN: 978-602-72071-1-0 1. Desain Buku Siswa dan Buku Guru diatur sehingga memiliki halaman yang sama. 2. Ranah pembelajaran yang digunakan mengacu pada ranah yang telah disepakati secara internasional, yaitu afektif, kognitif, dan psikomotor. 3. Jenis pengetahuan terdiri dari faktual, konseptual, prosedural, dan metakognisi. 4. Kegiatan pembelajaran berpusat pada siswa dan berpusat pada guru secara proporsional, disesuaikan dengan materi dan tujuan pembelajaran. 5. Kegiatan pembelajaran dipenuhi dengan kegiatan seperti minilab, diskusi, pengamatan, dan eksperimen yang terintegrasi dengan keterampilan proses sains dasar dan terpadu. 6. Diberikan alternatif kegiatan jika kegiatan utama tidak memungkinkan untuk dilakukan. 7. Identifikasi miskonsepsi untuk meminimalisir adanya kesalahan konsep dan pemahaman siswa. 8. Penjabaran fase-fase pembelajaran yang jelas dan terarah. 9. Memenuhi validitas isi dan validitas konstruk. Nieveen 2007 menyatakan bahwa untuk membuat intervensi yang baik maka intervensi harus divalidasi secara konstruk dan konten. METODE PENELITIAN Jenis penelitian ini adalah penelitan pengembangan karena mengembangkan perangkat pembelajaran. Penelitian pengembangan ditujukan pada pendalaman pengetahuan tentang karakteristik-karakteristik intervensi serta proses pendesainan dan pengembangan Nieveen, 2007. Subjek penelitian adalah prototipe bahan ajar IPA dengan model pembelajaran inkuiri terbimbing untuk melatihkan keterampilan proses sains. Tahap uji coba I dilaksanakan di SMPN 30 Surabaya kelas VIII pada materi semester genap 20142015, sebanyak tiga kali pertemuan ditambah pretest dan posttest. Model pengembangan yang digunakan meng-adaptasi model 4D yang dikemukakan oleh Thiagarajan, et al. 1974. Namun dibatasi hanya melalui tiga tahap, yaitu define, design, dan develop . HASIL DAN PEMBAHASAN Penelitian ini mengembangkan bahan ajar Silabus, RPP, Buku Siswa, Buku Guru, dan Lembar Penilaian. Bahan ajar sebagai satu kesatuan divalidasi enam validator. Hasil validasi terhadap bahan ajar oleh mendapat skor rata-rata 3,96 dan Percentage of agreement 98,7. Berdasarkan Ratumanan dan Laurens 2006 nilai 3.96 berkategori sangat valid serta penilaian ini disepakati oleh enam vaidator 98,7 70. Hasil uji coba kecil menunjukkan tingkat keterlaksanaan pembelajaran berkategori baik, sehingga dapat dikatakan bahan ajar yang dikembangkan berkategori praktis. Nilai tersebut menunjukkan bahwa keterlaksanaan pembelajaran dengan model inkuiri terbimbing berjalan dengan baik dan dengan percentage of agreement tinggi, artinya bahan ajar dapatlayak digunakan dan berkategori reliabel. Hal ini sesuai dengan yang dikemukakan oleh Ratumanan Laurens, 2006, apabila skor penilaian rata-rata dari kedua pengamat bernilai lebih besar dari 3,6, maka bahan ajar tersebut sangat valid serta layak dan praktis untuk digunakan. Sedangkan untuk keefektivan dapat dilihat dari hasil belajar kognitif produk dan kognitif proses. Hasil belajar kognitif produk dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1. Hasil Belajar Kognitif Produk Nama Siswa Skor N- Gain Kategori Ket Pretes Postes 1 10 18 0.47 Sedang Tuntas 2 11 20 0.56 Sedang Tuntas 3 9 27 1.00 Tinggi Tuntas 4 8 16 0.42 Sedang Tuntas 5 10 26 0.94 Tinggi Tuntas 6 10 27 1.00 Tinggi Tuntas 7 13 26 0.93 Tinggi Tuntas 8 10 26 0.94 Tinggi Tuntas 9 12 24 0.80 Tinggi Tuntas 10 10 27 1.00 Tinggi tuntas Rata- rata 10.3 23.7 0.81 Tinggi Hasil belajar kognitif produk menunjukkan keseluruhan siswa tuntas dalam pembelajaran dengan kategori N-Gain sedang-tinggi. Sedangkan hasil belajar kognitif proses dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2. Hasil Belajar KPS Nam a Siswa Skor N- Gai n Kategor i Ket Prete s Poste s 1 11 18 0.54 Sedang Tuntas 2 13 24 1.00 Tinggi Tuntas 3 10 24 1.00 Tinggi Tuntas 4 9 16 0.47 Sedang Tuntas 5 11 23 0.92 Tinggi Tuntas 6 13 20 0.64 Sedang Tuntas 7 10 23 0.93 Tinggi Tuntas 8 10 23 0.93 Tinggi Tuntas 9 11 21 0.77 Tinggi Tuntas 10 11 24 1.00 Tinggi Tuntas Rata- rata 10.9 21.6 0.82 Hasil perhitungan N-Gain pada enam indikator keterampilan proses sains yang diukur dalam penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 3. Hasil N-Gain menunjukkan terjadi peningkatan keterampilan proses ISBN: 978-602-72071-1-0 sains sesudah pembelajaran dengan skor N-Gain tertinggi 0,53. Tabel 3. N-Gain Perindikator KPS No.  Indikator KPS  Sk or Pre test  Sk or Post test  Sk or N- Gain  K et. 1 Merumuskan hipotesis 50 0.5 Tinggi 2 Mengidentifika si variabel 50 0.5 Tinggi 3 Merumuskan definisi operasional variabel 25 0.25 Rendah 4 Mengumpulkan data 25 80 0.53 Tinggi 5 Menganalisis data 50 75 0.5 Tinggi 6 Menyimpulkan data 25 75 0.3 Sedang Respon siswa terhadap pembelajaran dengan menggunakan model inkuiri terbimbing diukur dengan membagikan angket kepada siswa. Berikut hasil rekapitulasi respon siswa pada Tabel 4 Tabel 4. Rekapitulasi Respon Siswa No Komponen Pendapat Responden Sena ng Tidak Senang 1 Bahan kajian yang dipelajari 100 2 LKS 92 8 3 Buku Siswa materi ajar 100 4 Suasana kelas 70 30 5 Model pembelajaran 90 10 6 Cara penyajian materi oleh guru 83 17  Hasil angket respon yang diberikan pada siswa menunjukkan bahwa sebagian besar siswa merespon positif selama mengikuti kegiatan pembelajaran dengan menggunakan Buku Siswa dan LKS yang dikembangkan peneliti. Aktivitas siswa diamati oleh dua orang pengamat selama pembelajaran berlangsung. Pengamatan dilakukan setiap lima menit dan jenis aktivitas yang diamati sebanyak delapan aktivitas. Tabel 5. Rekapitulasi Aktivitas Siswa Akti-vitas Pertemuan ke- Persentase 1 2 3 1 2 3 P1 P2 P1 P2 P1 P2 1 30 15 30 15 34 17 6,2 5 9, 4 7,08 3 2 52 26 34 17 60 30 10, 8 11 12,5 3 24 12 24 12 34 17 5 7, 5 7,08 3 4 14 6 73 76 38 82 41 30, 4 24 17,0 8 5 13 65 86 43 14 4 72 27, 1 27 30 6 30 15 20 10 34 17 6,2 5 6, 3 7,08 3 7 50 25 32 16 56 28 10, 4 10 11,6 7 8 19 9. 5 18 9 28 14 3,9 6 5, 6 5,83 3 Jum-lah 48 1 24 1 32 16 47 2 23 6 10 10

98.3 3

ISBN: 978-602-72071-1-0 Berdasarkan hasil analisis data Keterampilan Proses Sains, N-Gain, dan aktivitas siswa dalam pembelajaran menggunakan model inkuiri terbimbing, didapatkan bahwa siswa yang aktif dalam setiap kegiatan pembelajaran berkorelasi dengan hasil Keterampilan Proses Sains dan skor N-Gain yang signifikan. Hasil yang didapatkan sesuai dengan pernyataan Lincoln, Travers, Ackers, dan Wilkinson 2002, Rappaport 1987 dan lawson et.al., bahwa penekanan partisipasi aktif siswa pada suatu proses pembelajaran dengan memberi kesempatan kepada siswa untuk berinteraksi dengan materi yang dipelajari, sehingga siswa dapat meningkatkan Keterampilan Proses Sains maupun pemahamannya terhadap materi yang disampaikan.  Partisipasi aktif siswa tidak terlepas dari model yang digunakan yaitu model pembelajaran inkuiri terbimbing yang memberikan kesempatan kepada siswa untuk lebih aktif dalam setiap kegiatan pembelajaran. Pernyataan tersebut sesuai dengan pernyataan yang disampaikan oleh Purniati et.al, 2009, yaitu diperlukan suatu upaya untuk menciptakan proses pembelajaran yang melibatkan siswa dan memfasilitasi siswa untuk lebih aktif diperlukan untuk memperoleh pengetahuan. Hal ini juga didukung oleh pernyataan Lawson et.al., dalam Iwan 2014, yang menyatakan bahwa model pembelajaran inkuiri terbimbing merupakan rangkaian tahap-tahap kegiatan yang diorganisir supaya siswa menguasai kompetensi-kompetensi dalam pembelajaran dengan jalan berperan lebih aktif dalam proses pembelajaran.  Berdasarkan ulasan di atas, bahan ajar yang dikembangkan telah tervalidasi secara teoritik atau telah sesuai berdasarkan kebutuhan di mana tempat bahan ajar tersebut dikembangkan. Kevalidan bahan ajar ini mendukung kelayakan bahan ajar untuk diimplementasikan dalam mencapai tujuan. Di mana hasil implementasi bahan ajar yang dikembangkan dapat dengan mudah diterapkan pada kelas VIII materi indera pendengaran dan sistem sonar pada makhluk hidup serta dapat mencapai tujuan yang dikehendaki. Berarti bahan ajar yang dikembangkan telah valid valid konstruk dan valid konten berdasarkan penilaian enam validator ahli, praktis dapat dengan mudah diterapkan dan efektif untuk melatihkan keterampilan proses sains siswa.  PENUTUP Simpulan Produk yang dihasilkan dari penelitian ini adalah bahan ajar yang terdiri dari: Silabus dan Perangkat RPP, Prototipe Buku Guru, Prototipe Buku Siswa, Lembar Kegiatan Siswa berbasis keterampilan proses sains, Instrumen penilaian hasil belajar afektif, kognitif, dan psikomotor. Berdasarkan pembahasan hasil penelitian dan temuan-temuan dapat disimpulkan bahwa bahan ajar yang dikembangkan telah memenuhi aspek validitas, kepraktisan, dan efektifitas dalam melatihkan keterampilan proses sains pada materi getaran, gelombang, dan bunyi. DAFTAR PUSTAKA Adi, sendjaja. 2010. Analisis Buku Ajar Biologi SMA Kelas X di Kota Bandung Berdasarkan Literasi Sains. Jurnal Pendidikan Biologi FPMIPA Universitas Pendidikan Indonesia. Alberta. 2004. Focus on Inquiry. Canada: Alberta Learning. Amalia, L, Koes. H.S, Yudyanto, tt, “Pengembangan Paket Pembelajaran “Mekanika Fluid a Berbasis Inquiry Training untuk Menumbuh Keterampilan Kerja Ilmiah Ambarsari, W, Santosa, S, Marldi, tt. “Penerapan Pembelajaran Inkuiri Terbimbing terhadap Keterampilan Proses Sains Dasar pada Pelajaran Biologi Siswa Kelas VIII SMP Negeri 7 Surakarta.” Anderson, W Krathwol, david R. 2001. A Taxonomy for Learning Teaching and Assesing a revision of Blooms Taxonomy of Educational Objectives . New York: Longman. Arends, R.I. 2009. Learning to Teach. Ninth Edition. New York: Mc. Graw Hill. Bigs, A, Feather, R.M, Rillera, P, Zike, D. 2008. Science Level Blue. Washington: GlencoeMc- Graw Hill. Borich, Gary D. 1994. Observation Skills for Effective Teaching . USA: Macmillan Publishing Company. Cain Evans. 1990. Sciencing: An Involvement Approach to Elementary Science Methods 3rd Edition. Toronto : Merril Publishing Company. Chernocova, T.E. 2014. Features of Metacognition Structure for Pre-School Age Children. Procedia - Social and Behavioral Sciences . Dewi, K, Sadia.I, Ristiati. 2013. “Pengembangan Perangkat Pembelajaran IPA Terpadu dengan Setting lnkuiri Terbimbing untuk Meningkatkan Pemahaman Konsep dan Kinerja llmiah Siswa.” Volume 3. Dick, W, and Carey, L. 1990. The Systematic Design of Instruction . USA: Harper Collins Publishers. Eggen Kauchak. 2012. Educational Psychology. Windows on Classrooms , Student Value Edition 9 th Edition . Pearson Fajri, N. Hajidin, lkhsan. M. tt. “Peningkatan Kemampuan Koneksi dan Komunikasi Matematis Siswa dengan Menggunakan Pendekatan Contextual Teaching and Learning.” Flavel. 1967. Metacognition Theory. New York: D. Van Nostrand. Giancoli, Douglas. C. 2005. Physics Principles with Application . USA: Pearson Prentice Hall. Gronlund, N.E. Linn, R.R. 2010. Measurement and Assesment and Teaching. New Jersey: Meri Englewood cliffs. ISBN: 978-602-72071-1-0 Hermita, M. Thamrin, W.P 2015. Metacognition toward Academic Self-Efficacy among Indonesian Private University Scholarship Students. Procedia - Social and Behavioral Sciences. Iskandar, Jono dan Nur, Mohamad, 2015. Analisis Buku Guru dan Buku Siswa Kurikulum 2013 Menggunakan Standar NRSC. Halaman 757- 766. Iskandar, Jono. 2015. Pengembangan Prototipe Buku Guru dan Buku Siswa Kurikulum 2013 pada Materi Suhu dan Pemuaian untuk Melatihkan Berpikir Kreatif . Jannah, Latifatul dan Nur, Mohamad. 2015. Reviu Kelayakan Buku Ajar IPA SMP Kurikulum 2013 Ditinjau dari AAAS. Halaman 1383 - 1392. Jeane dan Janet. 2005. Criteria of Syllabus and Lesson Plan K2 Teaching and Learning from the UNC School of education . Kemendikbud. 2014. Materi Pelatihan Guru lmplementasi Kurikulum 2013 Mata Pelajaran IPA. Jakarta: Kemendikbud. Kemendikbud. 2014. Pelatihan Guru lmplementasi Kurikulum 2013 Kelas VII . Jakarta: Kemendikbud. Kemendikbud. 2014. Peraturan Pemerintah dalam Permendiknas No. 69 tahun 2013 tentang struktur . Jakarta: Kemendikbud. Kemp, Jerrold E. Howard, dkk. 2011 Designing Effective Instruction 6th edition . USA: John Wiley Sons. Kuhlthau, Carol. C. Maniotes, Leslie. K. Caspari, Ann. K. 2007. Guided Inquiry Learning in the 21st Century. Washington DC: National Academy Press. Lailiyah, Siti Rabiatul. 2015. Pengembangan Prototipe Buku Guru dan Buku Siswa dengan Scientifik Approach untuk Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kritis dan Kreatif Materi Keanekaragaman Hewan dan Tumbuhan. Mahtari, Saiyidah dan Nur, Mohamad, 2015. Analisis dan Solusi Penyempurnaan Buku Guru dan Buku Siswa IPA Kelas VII SMPMTs Kurikulum 2013. Halaman 59 - 65 Mahtari, Saiyidah. 2015. Pengembangan Prototipe Buku Guru dan Buku Siswa Materi Kalor untuk Melatihkan Berpikir Kreatif. Maikristina, N, Dasna, l.W, Sulistina, 0. tt. Pengaruh Penggunaan Model Pembelajaran lnkuiri terhadap Hasil Belajar dan Keterampilan Proses Sains Siswa Kelas XI IPA SMAN 3 Malang pada Materi Hidrolisis Garam. Mclaughlin, Charles William, 2005. Physical Science. Washington: GlencoeMc-Graw Hill. Morrison, Ross, Kalman, Kemp. 2011. Designing Effective Instruction . USA: John Wiley Son, Inc. Nieven, Nieveen. Plomp, Tjeerd 2007. An Introduction to Educational Design Research. Netherland : Netherlands institute for curriculum development. Nur, Mohamad. 1998. Teori Belajar Perilaku. Surabaya: Pusat Sains dan Matematika Sekolah Universitas Negeri Surabaya. Nur, Mohamad. 2000. Buku Panduan Keterampilan Proses don Hakikat Sains . Surabaya: Pusat Sains dan Matematika Sekolah Universitas Negeri Surabaya. Nur, Mohamad, dkk. {2008. Teori-Teori Pembelajaran Kognitif . Surabaya: Pusat Sains dan Matematika Sekolah Universitas Negeri Surabaya. Nur, Mohamad. 2011. Modul Keterampilan- Keterampilan Proses Sains . Surabaya: Pusat Sains dan Matematika Sekolah Universitas Negeri Surabaya. Nur, M. Nasution. Suryanti, J. 2013. Keterampilan Proses Sains dan Berpikir Kritis. Surabaya: Pusat Sains dan Matematika Sekolah Universitas Negeri Surabaya. Parker Haris. 2001. The Propose of a Syllabus College Teaching vol.50 no.2 University of Mexico. Prasetyo. 2012. Pengembangan Lembar Kegiatan Siswa Dengan Pendekatan PMR Pada Materi Lingkungan SMP Kepohbaru Bojonegoro. Jurusan Matematika. FMIPA. Prastowo, Andi. 2013. Panduan Kreatif Membuat Bahan Ajar lnovatif . Jogjakarta: DIVA Press. Ratumanan, G.T, Laurens 2006. Evaluasi Hasif Beajar Pada Tingkat Satuan Pendidikan . Surabaya: Unesa Press Saimah, llmi. 2014. Meningkatkan Keterampilan Proses Sains melalui Penerapan Metode lnkuiri pada Kelompok B TK Aisyah Kota Mojokerto. halaman: 1- 11. Schraw, G., Olafson, dkk. 2012. Metacognition Knowladge and Field-based science learning in an outdoor environmental Education Program. In Zahar, A. and Dori, Y. J. 2012. Metacognition in Science Education : Trends in Current Research. Springer. Sheeba, M. N. 2012. Relationship of Achievement in Science and Certain Context Variables with Comprehensive Science Process Measures at the Secondary School Level . Slavin, Robert E. 2011. Educational Psychology: Theory and Practice. USA: Pearson. Suparno, Paul. 2001 Teori Perkemangan Kognitif Jean Peaget . Yogyakarta: Kanisius. Suprayogi, 2013. Penerapan Pembelajaran Inkuiri untuk Menumbuhkan Keterampilan Berpikir Matematika Kelas XI SMK Negeri I Bontang. Jurnal Matematika. HMI Thiagarajan, S., Sempmel, D.S. Sammel, M.I. 1974. Instruction Development forTraining Teachers of Exeptionaf Children . Indiana: Indiana University Bloominton. Tryanasari, Mursidik, dan Riyanto. 2012. Pengembangan perangkat terpadu berbasis ISBN: 978-602-72071-1-0 kearifan local sekolah dasar di Madiun. ejurnal.ikippgrimadiun.as.ad Trianto. 2007. Model-model Pembelajaran lnovatif berorientosi Konstruktivistik . Jakarta: Pustaka. Ummah, Restu Yulia H. 2015. Tesis. Pengembangan Buku Guru dan Buku Siswa SD Materi Bunyi. Utami, W.D, Dasna, l.W, Sulistina, 0 tt. Pengaruh Model Pembelajaran lnkuiri Terbimbing terhadap Hasil Belajar dan Keterampilan Proses Sains Siswa pada Materi Kelarutan dan Hasil Kali Kelarutan. Waldijah, Omegawati, dkk.. 2013. Detik-detik Ujian Nasional IPA. Kalten: Intan Pariwara. Westwood. 2008. What Teachers Need to Know about Teaching Methods . Acer Press. Yuniastuti, E. 2013. Peningkatan Keterampilan Proses, Motivasi, dan Hasil Belajar Biologi dengan Strategi Pembelajaran lnkuiri Terbimbing pada Slswa Kelas VII SMP Kartika V-1 Balikpapan. Vol. 14. No. 1. Halaman: 78-85. Zitzewitz, Paul W, et.al. 2005. Physics Principles and Problems . Washington: GlencoeMc-Graw Hill. Zohar, Anat. Dori, Yehudit Judy. 2012. Metacognition in Science Education . New York: Springer Science+Business Media. Zubaidah, Siti, dkk. 2014. Buku Guru Ilmu Pengetahuan Alam Keas VIII, Jakarta: Kemendikbud. ISBN: 978-602-72071-1-0 PENGARUH PEMBELAJARAN BERDASARKAN MASALAH MENGGUNAKAN PENILAIAN KINERJA DI SMA NEGERI 1 LAMONGAN PADA POKOK BAHASAN ALAT OPTIK Eniswatin 1 Ellen Rose Monalisa 2 Mas’adah 3 1,2,3 Pendidikan Sains, Pasca Sarjana, Unesa, Email: watinenisgmail.com. ABSTRAK Berdasarkan hasil hasil dari observasi awal di SMAN I Lamongan bahwa proses belajar-mengajar di sekolah tersebut cenderung dimulai dengan penyajian informasi yang berkaitan dengan konsep oleh guru, pemberian contoh soal, dilanjutkan dengan memberikan tes. Siswa hanya duduk diam mendengarkan penjelasan guru. Oleh sebab itu, peneliti mencoba menerapkan suatu model Pembelajaran Berdasarkan Masalah dengan menggunakan penilaian kinerja. Tujuan penelitian ini adalah untuk mendiskripsikan pengaruh pembelajaran berdasarkan masalah dengan menerapkan penilaian kinerja di SMA Negeri 1 Lamongan pada pokok bahasan alat optik, Mendiskripsikan keterlaksanaan pembelajaran, mendiskripsikan hasil kinerja siswa, dan mengetahui respon siswa. Rancangan penelitian ini adalah Randomized control group pre-tes, pos-tes design. Populasi penelitian adalah seluruh siswa kelas X MIA SMA Negeri Lamongan yang berjumlah delapan kelas. Sampel penelitian terdiri dari tiga kelas eksperimen X MIA-3, X MIA-4, X MIA -8 dan satu kelas kontrol X MIA - 5. Hasil analisis uji normalitas dan homogenitas pada ranah kognitif didapatkan semua kelas berdistribusi normal dan homogen. Berdasarkan hasil analisis uji-t dua pihak menunjukkan bahwa rata-rata hasil belajar kelas eksperimen lebih baik daripada kelas kontrol karena t hitung t tabel . Hasil penelitian menunjukkan bahwa model Pembelajaran Berdasarkan Masalah dengan penilaian kinerja berpengaruh positif terhadap prestasi belajar siswa di SMA Negeri 1 Lamongan pada pokok bahasan alat optik, kinerja siswa memiliki kriteria baik, dan siswa mempunyai respon yang positif terhadap model Pembelajaran Berdasarkan Masalah dengan menggunakan penilaian kinerja. Kata kunci: Model Pembelajaran Berdasarkan Masalah, Penilaian kinerja, Prestasi Belajar, Alat Optik. ABSTRACT Based on the results of the results of preliminary observations at SMAN I Lamongan that the teaching-learning process in schools is likely to begin with the presentation of information relating to the concept by the teacher, give examples of questions, followed by a test. Students just sit quietly listening to the teachers explanation. Therefore, researchers are trying to apply the model of Problem Based Learning using performance assessment. The aim of this study was to clarify the effect of learning based on problems with applying the performance evaluation in SMA Negeri 1 Lamongan on the subject of optical instruments. describe the feasibility study, described the results of student performance, and to evaluate the response of the students. This study design is randomized control group pre-test, post-test design. The study population was all class X SMA Lamongan for eight classes. The research sample consisted of three classes of experiments X MIA-3, X MIA-4, X MIA-8 and the control class X MIA-5. Based on analysis of normality and homogeneity tests on cognitive obtained all normal and homogeneous distribution classes. Based on the results of t-test analysis the two parties shows that the average yield grade teaching experiment better than the results showed that problem- based learning model with a positive effect on the performance assessment of student achievement in SMA Negeri 1 Lamongan on the subject of optical instruments, the performance of the students have a good criteria, and students have responded positively to problem-based learning models using performance assessment. Keywords: Problem Based Learning model, performance assessment, performance, Optical. ISBN: 978-602-72071-1-0 PENDAHULUAN Memasuki era globalisasi dan pasar bebas kita dihadapkan pada perubahan-perubahan yang tidak menentu. Hal tersebut mengakibatkan hubungan yang tidak linier antara pendidikan dan lapangan kerja, karena pada kenyataannya yang terjadi di lapangan tidak sama persis dengan pembelajaran yang dilakukan di sekolah, sehingga terjadi kesenjangan antara keduanya. Berbagai analisis menunjukkan bahwa pendidikan nasional dewasa ini sedang dihadapkan pada berbagai krisis yang perlu mendapatkan penanganan, di antaranya berkaitan dengan masalah relevansi, atau kesesuaian antara pendidikan dengan kebutuhan masyarakat dan pembangunan. Hasil dari observasi awal di SMAN 1 Lamongan menunjukkan bahwa proses belajar-mengajar di sekolah tersebut cenderung dimulai dengan penyajian informasi oleh guru, pemberian contoh soal, dilanjutkan dengan memberikan tes. Siswa hanya duduk diam mendengarkan penjelasan guru. Selain itu pembelajaran di sekolah tersebut berorientasi pada buku pedoman saja. Proses pembelajaran ini hanya berlangsung satu arah, tanpa terjadi komunikasi interaksi antara guru dan siswa. Suatu pembelajaran yang dilakuakan dengan jalan menghafal bukan saja memudahkan timbulnya verbalisme, tetapi juga kurang menarik, kurang menyenangkan dan segera membosankan. Pelajaran akan lebih menarik apabila dihubungkan dengan pengalaman-pengalaman di mana anak dapat melihat, meraba, mengucap, berbuat, mencoba, berpikir, dan sebagainya. Pelajaran tidak hanya bersifat intelektual melainkan juga bersifat emosional, kegembiraan belajar dapat mempertinggi hasil belajar Nasution,2010:94. TABLE III. Selain itu, Implementasi Kurikulum 2013 yang mulai diberlakukan diberbagai daerah bertujuan melibatkan para siswa dalam pencarian makna agar siswa memahami arti pelajaran yang mereka pelajari. Untuk meraih tujuan tersebut, tentu diperlukan guru yang terlatih di lapangan yang dapat mengarahkan siswanya untuk belajar lebih menyenangkan dan dapat dikaitkan dengan kehidupan nyata menggunakan suatu model pembelajaran yang tepat. Salah satu model pembelajaran yang lebih banyak membuat siswa berperan aktif, terbuka, demokrasi serta menjadikan kegiatan belajar mengajar mengasyikkan dan bermakna adalah Pembelajaran Berdasarkan Masalah PBM atau Problem-Based-Instruction PBI. PBI merupkan model pembelajaran yang memiliki lingkungan belajar yang menekankan pada peranan sentral siswa bukan guru Ibrahim dan Nur,2008:14. TABLE IV. Pembelajaran berdasarkan masalah merupakan strategi pembelajaran untuk mengajukan situasi-situasi dunia nyata, kontekstual, bermakna, dan penyediaan sumber belajar bagi siswa. Pada saat siswa melakukan pemecahan masalah, siswa tidak sekedar mengumpulkan pengetahuan dan aturan-aturan. Kemampuan memecahkan masalah merupakan pengembangan dari strategi-srategi kognitif fleksibel untuk menghasilkan solusi yang bermakna. Masalah- masalah yang dimunculkan merupakan fokus dan rangsangan unyuk belajar serta merupakan wahana untuk pengembangan keterampilan-keterampilan pemecahan masalah Nur, 2008:14. TABLE V. Ciri yang khusus pada pembelajaran berdasarkan masalah adalah siswa dituntut menghasilkan suatu karya nyata dan peragaan yang menjelaskan atau mewakili bentuk penyelesaian masalah yang mereka temukan. Dalam Pembuatan karya nyata tersebut siswa tidak hanya kemampuan kognitif saja yang dinilai, namun kemampuan afektif dan kemampuan psikomotor siswa juga harus dilakuakn penilaian. Untuk dapat mengevaluasi keseluruhan tiga aspek tersebut maka diterapkan penilaian kinerja Nur, 2008:2. TABLE VI. Penilaian kinerja merupakan penilaian yang menuntut siswa melakukan tugas dalam perbuatan. Pembelajaran yang sifatnya melatihkan kinerja siswa adalah jika siswa ikut terlibat dalam pemecahan masalah atau mendemonstrasikan suatu respon baik secara lisan maupun tertulis Nur, 2008: 26. TABLE VII. Berdasarkan wacana yang telah dipaparkan di atas, maka dilakukan penelian yang berjudul “Pengaruh Pembelajaran Berdasarkan Masalah dengan Menggunakan Penilaian Kinerja di SMA Negeri 1 Lamongan pada Pokok Bahasan Alat Optik” dengan tujuan untuk mengetahui pengaruh model pembelajaran yang diterapkan, mendeskripsikan keterlaksanaan pembelajaran, hasil belajar siswa, dan respon siswa terhadap pembelajaran yang dilakukan di kelas. TABLE VIII. PEMBAHASAN Penelitian ini melibatkan model pembelajaran dan cara penilaian dengan menggunakan penilaian kinerja. Sebelum masuk pada pengambilan data, perlu diulas sedikit mengenai Pembelajaran Berdasarkan Masalah dan penilaian kinerja. Pembelajaran Berdasarkan Masalah PBM merupakan model pembelajaran yang menumbuhkan dan mengembangkan berpikir tingkat tinggi dalam situasi- situasi berorientasi masalah. Model Pembelajaran Berdasarkan Masalah berusaha menyajikan kepada siswa suatu masalah yang autentik dan bermakna yang dapat memberikan kemudahan kepada siswa untuk melakukan penyelidikan dan inkuiri. Keuntungan pembelajaran berdasarkan masalah antara lain : menekankan pada makna, bukan fakta; meningkatkan pengarahan diri; pemahaman lebih tinggi dan pengembangan keterampilan lebih baik, keterampilan-keterampilan interpersonal kerja tim; adanya sikap memotivasi diri sendiri; hubungan tutor-siswa yang lebih menyenangkan; tingkat pembelajaran lebih baik. Sintaks Pembelajaran Berdasarkan Masalah dapat dijelaskan sebagai berikut: Fase 1:Mengorganisasikan siswa kepada masalah Guru menginformasikan tujuannpembelajaran, mendiskripsikan kebutuhan logistik penting, dan memotivasi siswa agar terlibat dalam kegiatan pemecahan masalah Fase 2: Mengorganisasikan siswa untuk belajar. Guru membantu siswa menentukan dan mengatur tugas- tugas belajar yang berhubungan dengan masalah itu. Fase 3:Membantu penyelidikan mandiri dan kelompok ISBN: 978-602-72071-1-0 Guru mendorong siswa mengumpulkan informasi yang sesuai, melaksanakan eksperimen, mencari penjelasan, dan solusi. Fase 4:Mengembangkan dan menyajikan hasil karya serta memamerkannya. Guru membantu siswa dalam merencanakan dan menyiapkan hasil karya yang sesuai seperti laporan, rekaman, vidio, dan model, serta membantu mereka berbagi karya. Fase 5:Menganalisis dan mengevaluasi proses pemecahan masalah. Guru membantu siswa melakukan refleksi atas penyelidikan dan proses-proses yang mereka gunakan. Sumber: Nur, 2008:62 Dari penjelasan di atas maka model pembelajaran berdasarkan masalah adalah suatu model yang dirancang membantu siswa untuk berfikir kreatif dan mandir dalam pemecahan masalah yang berorientasi autentik atau nyata, dimana di akhir pembelajaran siswa dituntut mengahasilkan suatu karya nyatayang mewakili dari solusi pemecahan masalah pembelajaran. Sedangkan pengertian untuk Penilaian kinerja adalah memberikan kesempatan pada siswa untuk mendemonsterasikan keterampilan-keterampilan proses sains mereka, berfikir secara logis, menerapkan pengetahuan awal ke suatu situasi baru, dan mengidentifikasi pemecahan-pemecahan baru suatu masalah. Untuk mengamati unjuk kerja peserta didik dapat menggunakan instrumen berikut: : 1 Daftar cek dengan menggunakan: ya – tidak, 2 Skala rentang dengan menggunakan skala: sangat kompeten – kompeten – agak kompeten – tidak kompeten. Komponen Penilaian kinerja menurut Nur 2002 dalam meliputi empat hal,yaitu: 1 tugas-tugas yang menghendaki siswa menggunakan pengetahuan dan proses yang telah mereka pelajari, 2 daftar cek yang mengidentifikasi elemen-elemen tindakan atau hasil yang diperiksa, 3 seperangkat deskripsi dari suatu proses suatu kontinum nilai kualitas yang digunakan sebagai dasar untuk menilai keseluruhan kerja, 4 contoh-contoh dengan mutu yang sangat baik sebagai model bagi pekerjaan yang harus dilakukan Keuntungan menggunakan penilaian kerja yang dirangkum dari pendapat Airasian 1994 dan Jack Ott 1994 dalam Kurniawan H, 2006 adalah sebagai berikut: 1 Penilaian kinerja menunjukkan bagaimana siswa menggunakan pengetuhuan untuk melakukan kegiatan dan menghasilkan sesuatu dalam situasi kehidupan sehari-hari. 2 Prosedur atau instrumen penilaian kinerja sekali dibuat dapat digunakan berkali- kali, di beberapa kelas, bahkan untuk tahun-tahun berikutnya. 3Instrumen penilaian kinerja dapat berfungsi untuk tujuan diagnostik. 4 Dengan instrumen yang sama, guru dapat membuat grafik perkembangan kinerja siswa sewaktu-waktu 5 Penilaian kinerja memungkinkan siswa berkompetensi dengan mereka sendiri dan memperoleh tentang apa yang mereka ketahui dan apa yang mereka lakukan. Dari uraian di atas dapat diartikan penilaian kinerja adalah penialian yang yang dilakukan pada semua kegiatan siswa selama proses pembelajaran sehingga siswa menjadi lebih kompeten dan membantu guru memperoleh informasi tentang perkembangan kinerja siswa. Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian eksperimen dengan menggunakan desain Randomized control group pre-test, pos-test design menggunakan satu kelas kontrol dan tiga kelas eksperimen. Subjek penelitian ini adalah siswa kelas X SMAN 1 Lamongan. Berdasarkan uji homogenitas dan normalitas didapatkan sampel penelitian yakni kelas X MIA 5 sebagai kelas kontrol dan kelas X MIA 3, X MIA 4 dan X MIA 8 sebagai kelas eksperimen. Metode pengumpulan data yang dilakukan peneliti adalah dengan metode observasi, metode tes, dan metode angket. Instrumen untuk mengumpulkan data penelitian meliputi lembar pengamatan keterlaksanaan model PBI, lembar penilaian kinerja, lembar tes soal pre- test dan post-test, dan lembar angket respon siswa. Data hasil pre-test dan post-test dianalisis dengan menggunakan uji-t dua pihak dan uji-t satu pihak. Uji-t dua puhak digunakan untuk mengetahui ada tidaknya perbedaan antara kelas kontrol dengan kelas eksperimen, sedangkan uji-t satu pihak digunakan untuk mengetahui apakah penerapan pembelajaran berdasarkan masalah dengan menggunakan penilaian kinerja berpegaruh positif ataukah tidak. Data hasil observasi yang dilakukan observer dianalisis dengan menghitung rata-rata kriteria skor keterlaksanaan pembelajaran, kemudian data angket respon siswa dianalisis menggunakan persentase respon siswa. Analisis pertama yang dilakukan adalah uji homogenitas dan normalitas. Hasil uji homogenitas dan normalitas pada populasi kelas X MIA di SMAN 1 Lamongan menyatakan bahwa terpilih 3 kelas sebagai kelas eksperimen, yaitu kelas X MIA 3, X MIA 4, dan X MIA 8 yang telah terdistribusi normal dan homogen. Berdasarkan hasil bahwa sampel telah terdistribusi secara homogen dan normal, maka dapat dilakukan analisis uji-t dua pihak dan uji-t satu pihak dari hasil pre- test dan post-test siswa. Tabel 1. Hasil Perhitungan Uji-t Dua Pihak Berdasarkan nilai uji-t dua pihak dan kriteria penarikan hipotesis, dari Tabel 1 dapat diketahui untuk ranah kognitif, rata – rata hasil belajar siswa dari semua kelas eksperimen yaitu kelas X MIA 3, X MIA 4 dan X MIA 8 berbeda dengan rata-rata hasil belajar kelas kontrol karena t hitung tidak berada pada -t 1- ½ α t hitung t 1- ½ α . Kelas PBM 1 PBM 2 PBM 3 Rata- rata Eksperimen 1 X MIA 3 2,86 2,84 2,94 2,88 Eksperimen 2 X MIA 4 2,87 2,81 2,87 2,85 Eksperimen 3 X MIA 8 2,87 2,86 2,84 2,87 ISBN: 978-602-72071-1-0 Hal ini menunjukkan hasil belajar siswa yang menggunakan model Pembelajaran Berdasarkan Masalah PBM dengan menggunakan penilaian kinerja berbeda dengan hasil belajar siswa yang menggunakan model pengajaran yang biasa digunakan di SMA Negeri 1 Lamongan. Tabel 2. Hasil Perhitungan Uji-t Satu Pihak Berdasarkan nilai uji-t satu pihak dan kriteria penarikan hipotesis, dari Tabel 2 di atas dapat diketahui untuk ranah kognitif, rata – rata hasil belajar siswa dari semua kelas eksperimen yaitu kelas X MIA 3, X MIA 4 dan X MIA 8 lebih baik daripada rata-rata hasil belajar kelas kontrol karena t hitung t tabel . Hal ini menunjukkan bahwa model Pembelajaran Berdasarkan Masalah PBI dengan metode menggunakan penilaian kinerja berpengaruh positif terhadap hasil belajar fisika pada pokok bahasan alat optik di kelas X SMA Negeri 1 Lamongan Selain dari nilai posttest, didapatkan pula nilai kinerja siswa yang terdiri dari nilai psikomotor dan nilai afektif siswa. Nilai kinerja siswa diperoleh dari hasil pengamatan yang dilakukan selama kegiatan pembelajaran dan praktikum berlangsung. Penilaian kinerja yang didapatkan oleh peneliti merupakan sebagai motivator siswa untuk aktif dalam pembelajaran dan sebagai pendamping data bagi nilai posttest. Dari hasil post test diketahui bahwa ketiga kelas eksperimen yang diterapkannya model Pembelajaran Berdasarkan Masalah dengan menggunakan penilaian kinerja memiliki nilai rata-rata yang lebih tinggi dibandingkan dengan nilai rata-rata post test kelas kontrol. Lebih jelasnya berikut hasil pengamatan aspek keterampilan: Tabel 3. Rata-rata Aspek Keterampilan TABLE IX. Berdasarkan tabel di atas dapat diketahui bahwa rata-rata aspek keterampilan tiap kelas eksperimen hampir sama yakni sekitar 2,8. Nilai rata-rata aspek keterampilan tersebut menunjukkan bahwa kelas eksperimen sangat tingi responnya terhadap kegiatan pembelajaran khususnya pada saat proses pembuatan karya nyata. TABLE X. Sedangkan hasil pengamatan aspek sikap sebagai berikut: Tabel 4. Rata-rata Aspek Sikap Berdasarkan data pada tabel di atas dapat diketahui bahwa rata-rata aspek sikap dari tiga kali kegiatan pembelajaran, kelas eksperimen 1 X MIA 3 paling rendah yaitu sebesar 2,70 dibandingkan dengan kelas eksperimen yang lainnya X MIA 4 dan X MIA 8 yang memiliki rata-rata sama sebesar 2,76. Berdasarkan rekapitulasi persentase respon siswa menggunakan angket yang telah diisi oleh siswa kelas eksperimen 1 X MIA 3, eksperimen 2 X MIA 4, dan eksperimen 3 X MIA 8 yang berjumlah 86 dapat diketahui pernyataan yang mendapat persentase setuju tertinggi adalah Penggunaan penilaian kinerja siswa pada model pembelajaran berdasarkan masalah membuat saya lebih aktif dalam proses pembelajaran sebesar 94, sedangkan pernyataan yang mendapat persentase setuju terendah adalah Model pembelajaran berdasarkan masalah membuat saya lebih mudah menyelesaikan soal- soal dan tugas-tugas yang diberikan oleh guru, dengan persentase 69. Artinya, siswa menunjukkan respon yang positif terhadap pembelajaran yang dilaksanakan. Hasil pengamatan dalam pengelolaan pembelajaran menggunakan model Pembelajaran Berbasis Masalah dengan menggunakan penilaian kinerja menunjukkan tahap kegiatan pembelajaran, pengelolaan kelas, dan suasana kelas memiliki nilai rata-rata yang baik.Berdasarkan analisis data dan pembahasan di atas, dapat diketahui bahwa penggunaan model Pembelajaran Berdasarkan Masalah PBM dengan dengan menggunakan penilaian kinerja memiliki pengaruh yang positif terhadap prestasi belajar siswa pada materi alat optik di kelas X SMA Negeri 1 Lamongan. Hasil secara keseluruhan sejalan dengan yang tertulis dalam teori dimana menurut Nur 2008:5 model pembelajaran berdasarkan masalah adalah suatu model yang dirancang membantu siswa untuk berfikir kreatif dan mandiri dalam pemecahan masalah yang berorientasi autentik atau nyata, dimana di akhir pembelajaran siswa dituntut mengahasilkan suatu karya nyatayang mewakili dari solusi pemecahan masalah pembelajaran. PENUTUP Simpulan Berdasarkan hasil analisis data penelitian, dapat disimpulkan bahwa Model Pembelajaran Berdasarkan Masalah dengan menggunakan penilaian kinerja berpengaruh positif terhadap prestasi belajar siswa Kelas t hitung t tabel atau t 1- 12α K. Eks 1: X MIA 3 dengan K. Kontrol : X MIA 5 8,79 1,67 K. Eks 2: X MIA 4 dengan K. Kontrol : X MIA 5 8,62 1,67 K. Eks 3: X MIA 8 dengan K. Kontrol : X MIA 5 9,52 1,67 Kelas t hitung t tabel atau t 1- 12α K. Eks 1: X MIA 3 dengan K. Kontrol : X MIA 5 8,79 2,000 K. Eks 2: X MIA 4 dengan K. Kontrol : X MIA 5 8,62 2,000 K. Eks 3: X MIA 8 dengan K. Kontrol : X MIA 5 9,52 2,000 Kelas PBM 1 PBM 2 PBM 3 Rata- rata Eksperimen 1 X MIA 3 2,60 2,70 2,80 2,70 Eksperimen 2 X MIA 4 2,70 2,80 2,80 2,76 Eksperimen 3 X MIA 8 2,80 2,80 2,70 2,76 ISBN: 978-602-72071-1-0 belajar siswa di SMA Negeri 1 Lamongan pada pokok bahasan alat optik. Selain itu, hasil pengamatan dalam pengelolaan pembelajaran menggunakan model Pembelajaran Berdasarkan Masalah dengan menggunakan penilaian kinerja menunjukkan tahap kegiatan pembelajaran, pengelolaan kelas, dan suasana kelas memiliki nilai rata-rata yang baik. Sedangkan hasil dari pengamatan psikomotor dan pengamatan afektif bahwa kinerja siswa kelas X SMA Negeri 1 Lamongan memiliki kriteria baik. Untuk hasil angket didapatkan hasil rekapitulasi bahwa siswa mempunyai respon yang positif terhadap penerapan model Pembelajaran Berdasarkan Masalah dengan menggunakan penilaian kinerja pada pokok bahasan alat optik. Saran Dengan memperhatikan hasil penelitian yang telah dilakukan dan agar kegiatan pembelajaran fisika semakin efektif bagi siswa, adapun saran yang dapat diberikan yakni Pembelajaran berdasarkan masalah dengan menggunakan penilaian kinerja dapat digunakan sebagai salah satu alternatif pembelajaran pada kurikulum 2013. Pembelajaran ini mengaitkan materi ajar dengan kehidupan nyata dan mengajarkan siswa untuk memecahkan masalah secara mandiri sehingga dapat mengasah kreatifitas siswa. Berikutnya adalah bagi penelitian selanjutnya diharapkan dalam proses belajar mengajar dengan menerapkan model Pembelajaran Berdasarkan Masalah PBM guru harus jelas dan pandai untuk menyajikan permasalahan yang autentik sehingga siswa akan termotifasi dalam proses pemecahan masalah pembelajaran. DAFTAR PUSTAKA Giancoli, D. 2001. Fisika Edisi ke Lima Jilid 2. Jakarta:Erlangga. Hermin, B. 1998. Pengembangan Strategi Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw Pada Pengajaran Fisika Di SMU . Tesis tidak dipublikasikan.Pendidikan Matematika Konsentrasi Sains Program Pascasarjana : IKIP Surabaya. Hibbard, K. 1994. Performance Assesment in the Classroom. New York : Mc Graw Hill. Ibrahim, M. 2008. Assesmen Berkelanjutan. Surabaya:Unesa Univesity Press. Ibrahim dan Nur. 2008. Pengajaran Berdasarkan Masalah . Surabaya: Universitas Negeri Surabaya. Nasution. 2010. Didaktik Asas-Asas Mengajar. Jakarta: Bumi Aksara. Nur. 2008. Asesmen Autentik. Surabaya:Universitas Negeri Surabaya. Nur. 2008. Model Pembelajaran Masalah. Surabaya:Universitas Negeri Surabaya. Sudjana, 2006. Metode Statistik. Bandung: PT Tarsito. Suharsimi,A. 2010. Prosedur Penelitian. Jakarta: PT Rineka Cipta. Suharsimi,A. 2010. Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan edisi Revisi. Jakarta : Bumi Aksara. ISBN: 978-602-72071-1-0 ANALISIS MISKONSEPSI SISWA SMP PADA SUB POKOK BAHASAN MASSA DAN BERAT BENDA Nurul Hidayah Al Mubarokah 1 Yuliana Ni Putu Purniawati 2 Tri Lestari 3 

1, 2, 3

S2 Pendidikan Sains Pascasarjana Universitas Negeri Surabaya  Email: hidayahn00gmail.com    ABSTRAK  Dalam penelitian ini dilakukan kepada siswa kelas IX SMP Al Fatah Driyorejo yang mengalami miskonsepsi pada sub materi massa dan berat benda, dengan potensi miskonsepsi perbedaan massa dan berat, pengertian massa dan berat, alat ukur berat, dan pengaruh percepatan gravitasi bumi terhadap suatu benda. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi miskonsepsi siswa pada sub materi massa dan berat benda . Selain itu bertujuan untuk mendiskripsikan cara meminimalisir miskonsepsi yang terjadi pada siswa SMP sub materi massa dan berat benda. Analisis pada penelitian ini mengunakan CRI. Sampel yang digunakan adalah kelas IX dengan jumlah 20 siswa. Jumlah soal yang digunakan dalam penelitian ini adalah 10 soal. Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, siswa mengalami miskonsepsi 20 tentang pengertian massa dan berat, 10 tentang alat ukur berat, dan 30 tentang pengaruh percepatan gravitasi bumi terhadap suatu benda. Cara meminimalisir miskonsepsi yaitu penerapan pembelajaran dengan strategi konflik kognitif dan melakukan kegiatan praktikum. Kata Kunci: CRI, Miskonsepsi, Massa dan Berat . ABSTRACT In this research, the students of class IX SMP Al Fatah Driyorejo who have misconceptions on the sub matter mass and weight of the object, with the potential misconceptions difference in mass and weight, the sense of mass and weight, the weight measuring devices, and the influence of the Earths gravitational acceleration of an object. This study aims to identify misconceptions students in sub matter mass and weight of the object. In addition it aims to describe how to minimize misconceptions that occur in the sub junior high school students the material mass and weight of the object. Analysis of this research is using the CRI. The sample was used a class IX with a number of 20 students. Number of questions used in this study was10 questions. Based on research that has been done, 20 of students experiencing misconceptions about the understanding of mass and weight, 10 of the weight measuring devices, and 30 of the influence of Earths gravitational acceleration of an object. To minimize of misconception is using the application of learning strategies cognitive conflict and doing lab activities. Keywords: CRI, Misconceptions, Mass and Weight ISBN: 978-602-72071-1-0 PENDAHULUAN Salah satu pelajaran yang terdapat konsep dan perhitungan matematis yaitu mata pelajaran fisika. Fisika merupakan salah satu cabang IPA yang mendasari perkembangan teknologi maju dan konsep hidup harmonis dengan alam yang perlu mendapatkan perhatian tersendiri. Belajar fisika bukan hanya belajar berhadapan dengan teori, rumus atau dengan menghafal saja melainkan harus berbuat sesuatu, mengalami dan memecahkan persoalan dengan segala aspek yang berkaitan dengannya Depdiknas, 2006. Menurut Suparno 2013 proses pembelajaran fisika yang benar haruslah mengembangkan perubahan konsep. Baik perubahan dalam bentuk perluasan konsep, maupun mengubah konsep yang salah menjadi benar, sehingga dapat menerapkan konsep tersebut untuk memecahkan masalah. Oleh karena itu pemahaman konsep merupakan suatu hal yang paling menentukan terhadap ketercapaian tujuan pembelajaran fisika. Sering ditemukan bahwa siswa yang mengikuti kegiatan pembelajaran belum menunjukkan hasil belajar yang optimal. Saat diberi tes terkadang siswa mendapatkan nilai yang kurang memuaskan. Dugaan yang dapat dikemukaan adalah siswa tersebut belum memahami konsep dengan baik atau mempunyai konsepsi yang tidak sesuai dengan konsep sebenarnya. Menurut Van Den Berg 1991 siswa tidak memasuki pelajaran dengan kepala kosong yang dapat diisi dengan pengetahuan. Tetapi sebaliknya kepala siswa sudah penuh dengan pengalaman dan pengetahuan yang berhubungan dengan pelajaran yang diajarkan. Apa yang diajarkan oleh guru hendaknya dipahami sepenuhnya oleh siswa. Siswa sendiri yang mengkontruksikan pengetahuan dan konsep-konsep yang telah disepakati oleh para ahli, tidak menutup kemungkinan siswa akan memiliki pemahaman yang salah dalam mengkontruksi. Keadaan seperti ini biasanya disebut dengan miskonsepsi. Ibrahim 2012 menyatakan bahwa miskonsepsi timbul karena kesalahan pemahaman seseorang terhadap suatu konsep. Konsep awal biasanya didapatkan sewaktu berada di sekolah dasar, sekolah menengah, dari pengalaman dan pengamatan di masyarakat atau dalam kehidupan sehari- hari. Yang paling diutamakan dalam pengajaran sehari- hari adalah konsep. Misal, konsep tentang massa dan berat yang campur aduk. Karena dalam kehidupan sehari- hari saat membeli beras dalam kg, maka dikatakan bahwa berat beras adalah 10 kg. Padahal, sebenarnya yang benar adalah massa berat itu 10 kg, atau berat beras itu 10 Newton. Wandersee, Mintzes, dan Novak 1994, menjelaskan bahwa konsep alternatif terjadi dalam semua bidang fisika. Dari 700 studi mengenai konsep alternatif bidang fisika, ada 300 yang meneliti tentang miskonsepsi dalam mekanika; 159 tentang listrik; 70 tentang panas, optik dan sifat-sifat materi; 35 tentang bumi dan antariksa; serta 10 studi mengenai fisika modern. Salah Satu alternatif yang dapat digunakan untuk menganalisis miskonsepsi siswa adalah teknik Certainty of Response Index CRI yang dikembangkan oleh Hasan. CRI adalah salah satu cara untuk membedakan antara siswa yang mengalami miskonsepsi dengan yang kekurangan pengetahuan. Pada CRI siswa memberikan tingkat kepastian dalam memanfaatkan pengetahuan konsep, hukum atau prinsip dalam menjawab suatu soal. Dari paparan penjelasan tersebut maka perlu diteliti tentang sejauh mana miskonsepsi yang terjadi pada siswa SMP sub materi massa dan berat benda. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi miskonsepsi siswa pada sub materi massa dan berat benda. Selain itu bertujuan untuk mendiskripsikan cara meminimalisir miskonsepsi yang terjadi pada siswa SMP sub materi massa dan berat benda. Berdasarkan penjabaran di atas, maka dilakukan penelitian dengan judul “Analisis Miskonsepsi Siswa SMP Sub Pokok Bahasan Massa dan Berat Benda” PEMBAHASAN Pengidentifikasikan miskonsepsi secara individu dimaksudkan untuk mengetahui persentase siswa yang mengalami miskonsepsi pada sejumlah konsep yang diberikan. Perhitungan persentase tersebut diperoleh dari : = Jumlah siswa yang miskonsepsiJumlah total siswa x 100 CRI merupakan teknik untuk mengukur miskonsepsi seseorang dengan cara mengukur tingakat keyakinan atau kepastian seseorang dalam menjawab setiap pertanyaan yang diberikan. Metode CRI dikembangkan oleh Saleem Hasan. CRI biasanya berdasarkan pada suatu skala yang tetap. Dalam hal ini skala yang digunakan adalah skala 0- 5 sebagai berikut : Tabel 1. Keterangan Skala CRI 0-5 Sumber: Hasan, 1999 Skala Tingkat Keyakinan Keterangan Totally guessed answer Jawaban 100  menebak 1 Almost guess Jawaban mengandung tebakan 75-99  2 Not sure Jawaban mengandung tebakan 50-74  3 Sure Jawaban mengandung tebakan 25-49  4 Almost certain Jawaban mengandung tebakan 1-24  5 Certain Jawaban tidak ada unsur menebak sama sekali ISBN: 978-602-72071-1-0 Nilai CRI yang diperoleh kemudian digolongkan untuk membedakan antara tahu konsep, tidak tahu konsep atau miskonsepsi. Siswa yang menjawab benar maupun salah dengan menyatakan tingkat keyakinan 0-2 digolongkan sebagai siswa yang tidak tahu konsep, siswa yang menjawab benar dengan tingkat keyakinan jawaban 3-5 digolongkan tahu konsep, sedang siswa yang menjawab salah dengan tingkat keyakinan 3-5 digolongkan miskonsepsi. Hasil yang diperoleh dari tes pelacakan dianalisis secara individu Tabel 2 berikut menunjukkan empat kemungkinan untuk jawaban dari tiap siswa secara kelompok. Tabel 2. Ketentuan Kombinasi CRI Rendah dan Tinggi Sumber: Hasan, 1999 Analisis Potensi terjadinya Miskonsepsi. Banyak siswa mempunyai pemahaman bahwa massa dan berat merupakan hal yang sama. Konsep ini didapat dari pengalaman dan pengamatan di masyarakat dalam kehidupan sehari-hari. Karena dalam kehidupan sehari- hari saat membeli beras dalam kg, maka dikatakan bahwa berat beras adalah 10 kg. Padahal, sebenarnya yang benar adalah massa beras itu 10 kg, atau berat beras itu 10 Newton. Berdasarkan hal tersebut maka perlu diketahui sejauh mana miskonsepsi yang terjadi pada siswa. Untuk mengetahuinya maka dilakukan pemberian tes dengan 10 soal yang berpotensi terjadinya miskonsepsi. No Indikato r Soal No Soal Analisis 1 Membed akan massa dan berat 1 Jika siswa me pengetahuan awal penjelasan diatas, siswa akan berang bahwa massa dan adalah sama. 2 Menjelas kan pengertia n massa dan berat 2 Jika siswa mengetahui memahami peng massa dengan baik benar maka dapat miskonsepsi. Kemungkinan siswa memilih jawaban C 3 Jika siswa mengetahui memahami peng berat dengan baik benar maka dapat miskonsepsi. Kemungkinan siswa memilih jawaban B atau 4 Soal ini merupakan satu aplikasi konsep berat. Pada soal kemungkinan langsung memilih ja berat. Jika siswa m jawaban berat maka miskonsepsi pada tersebut. 3 Menentu kan alat ukur berat 5 Jika siswa berang massa dan berat sama maka mentukan alat uk juga sama. Kemun siswa akan m jawaban neraca ohau neraca dua lengan. 4 Mengana lisis pengaruh percepata n gravitasi 6 Siswa mungkin menjawab dari soal sampai 9. Berdasar konsepnya dimana keberadaan suatu maka benda ter 7 8 Kriteria jawaban CRI rendah 2,5 CRI tinggi 2,5 Jawaban benar Jawaban benar tapi CRI rendah berarti tidak tahu konsep lucky guess Jawaban benar dan CRI tinggi berarti menguasai konsep dengan baik salah ISBN: 978-602-72071-1-0 No Indikator Soal No Soal Persentase Miskonsepsi 1 Membedakan massa dan berat 1 40 2 Menjelaskan pengertian massa dan berat 2 45 3 80 4 80 Tabel 3. Analisis Analisis Soal Berpotensi TerjadinyMiskonsepsi Soal terdiagnosis miskonsepsi. Setelah 10 soal diuji coba pada 20 siswa SMP Al Fatah, maka terdapat soal yang terdiagnosis sebagai miskonsepsi. Adapun soal yang terdiagnosis miskonsepsi sebagai berikut : Tabel 4. Soal Terdiagnosis Miskonsepsi Berdasarkan pada Tabel 4 tersebut, hampir semua soal terdiagnosis miskonsepsi. Soal yang terdiagnosis miskonsepsi yaitu soal no 3, 4, 5, 6, 8, dan 9. Persentase 3 Menentukan alat ukur berat 5 Jika siswa beranggapan massa dan berat adalah sama maka dalam mentukan alat ukurnya juga sama. Kemungkinan siswa akan memilih jawaban neraca ohaus atau neraca dua lengan. 4 Menganalisis pengaruh percepatan gravitasi bumi terhadap suatu benda 6 Siswa mungkin salah menjawab dari soal no 6 sampai 9. Berdasarkan konsepnya dimana pun keberadaan suatu benda, maka benda tersebut memiliki massa yang sama. Sedangkan berat bergantung dari tempatnya, semakin jauh dari pusat bumi maka beratnya semakin kecil. 7 8 9 10 Besarnya percepatan gravitasi bumi di kutub lebih besar daripada dikhatulistiwa sehingga berat benda di kutub lebih besar daripada dikhatulistiwa. Jika siswa tidak memahami hubungan percepatan gravitasi bumi dengan suatu benda, maka kemungkinan siswa akan memilih jawaban benda 4 atau benda 1. ISBN: 978-602-72071-1-0 miskonsepsi tertinggi terdapat di soal no 3 dan 4 yaitu sebesar 80. Pada soal no 3 timbul miskonsepsi pada siswa dikarenakan siswa belum paham betul tentang pengertian antara massa dengan berat. Terkadang siswa terbalik dalam mengartikannya. Sedangkan soal no 4, miskonsepsi terjadi karena hal ini sering terjadi di kehidupan sehari-hari seperti halnya penjelasan pada pendahuluan. Dari gambar soal no 4 tersebut yang terukur bukan berat bayi namun massa bayi. Hasil Uji Coba Adapun hasil uji coba 10 soal miskonsepsi pada 20 siswa SMP yang telah dilakukan sebagai berikut : Tabel 5. Persentase siswa Lucky Guess, tahu konsep TK, tidak tahu konsep TTK, dan miskonsepsi MIS pada tes diagnosis miskonsepsi Gambar 1. Grafik 1 Visualisasi Tabel 5 Berdasarkan dari Tabel 5 dan Grafik 1 dapat diketahui bahwa: 1. Berdasarkan analisis CRI secara individu, miskonsepsi yang dialami siswa bervariasi. 2. Persentase miskonsepsi ditunjukkan oleh jawaban salah siswa dengan tingkat keyakinan yang tinggi di mana lebih dari 2,5 angka batas tinggi dan rendah tingkat keyakinan, yaitu tingkat keyakinan yang dipilih antara 3-5.

3. Pada soal no 3 dengan indikator menjelaskan

pengertian massa dan berat memiliki persentase miskonsepsi sebesar 80, menunjukkan bahwa miskonsepsi siswa terjadi pada 16 siswa dari 20 siswa. Siswa beranggapan bahwa berat merupakan banyaknya zat yang terkandung dalam suatu benda. Alasan siswa adalah massa sama dengan berat. 4. Pada soal no 4 dengan indikator menjelaskan pengertian massa dan berat memiliki persentase miskonsepsi sebesar 80, menunjukkan bahwa miskonsepsi siswa terjadi pada 16 siswa dari 20 siswa. Siswa beranggapan bahwa angka yang ditunjukkan pada gambar merupakan berat bayi tersebut padahal yang ditunjukkan adalah massa bayi tersebut. Terjadinya miskonsepsi siswa karena konsep awal yang tertanam pada siswa yaitu berat akibat dari pengalaman kehidupan sehari-hari. 5. Pada soal no 5 dengan indikator menentukan alat ukur berat memiliki persentase miskonsepsi sebesar 55, menunjukkan bahwa miskonsepsi siswa terjadi pada 11 siswa dari 20 siswa. Ini disebabkan kebanyakan konsep awal siswa yang beranggapan bahwa massa sama dengan berat sehingga untuk menentukan alat ukurnya terkadang siswa beranggapan sama yaitu massa dan berat sama-sma diukur dengan neraca yang sama, misal neraca ohaus atau neraca dua lengan. 6. Pada soal no 6, 8 dan 9 dengan indikator menganalisis pengaruh percepatan gravitasi bumi terhadap suatu benda memiliki persentase miskonsepsi yang sama sebesar 50, menunjukkan bahwa miskonsepsi siswa terjadi pada 10 siswa dari 20 siswa. Hal ini dikarenakan pembahaman konsep siswa yang terbalik. Siswa beranggapan bahwa semakin jauh benda dari permukaan bumi, beratnya tidak berkurang atau tetap. Ini salah satu akibat dari siswa yang kurang mampu membedakan antara massa dengan berat. Usulan Upaya Meminimalisir terjadinya miskonsepsi Adapun cara yang mungkin dapat mengatasi miskonsepsi adalah sebagai berikut : 1. Menerapkan pembelajaran dengan strategi konflik kognitif. Alasan miskonsepsi cocok dengan strategi konflik kognitif yaitu memperhatikan prakonsepsi siswa, menanamkan konsep dengan benar dan menghapus miskonsepsi secara efektif. Hal ini didasari dari hasil penelitain Mosik 2010 menyatakan bahwa penggunaan strategi konflik kognitif dalam pembelajaran suhu dan kalor secara signifikan dapat meningkatkan pemahaman konsep No Indikator Soal No Soal Persentase Lucky Guess TTK TK MIS 1 Membed akan massa dan berat 1 5 55 40 2 Menjelas kan pengerti an massa dan berat 2 10 45 45 3 20 80 4 5 15 80 3 Menentu kan alat ukur berat 5 5 40 55 Mengan alisis pengaru h percepat an gravitasi bumi terhadap suatu benda 6 5 10 35 50 7 5 5 45 45 8 10 10 30 50 9 30

20 50

10 25 10 45 20 ISBN: 978-602-72071-1-0 fisika, kemampuan berpikir kritis, dan menurunkan miskonsepsi. 2. Melakukan kegiatan praktikum. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan Arida Pratiwi 2013 bahwa miskonsepsi mampu direduksi melalui pembelajaran dengan praktikum sederhana. PENUTUP Simpulan Berdasarkan hasil uji coba dan pembahasan dapat disimpulkan sebagai beriku: 1. Soal yang terdiagnosis terjadi miskonsepsi adalah soal no 3, 4, 5, 6, 8, dan 9. Persentase pada soal tersebut sebesar 20 tentang pengertian massa dan berat, 10 tentang alat ukur berat, dan 30 tentang pengaruh percepatan gravitasi bumi terhadap suatu benda. Hal ini terjadi karena adanya kesalahan pada konsepsi awal siswa yang kemungkinan disebakan oleh guru yang mengajar, buku bahan ajar, kemampuan siswa atau minat belajar siswa rendah. 2. Cara meminimalisir miskonsepsi yaitu menerapan pembelajaran dengan strategi konflik kognitif dan melakukan kegiatan praktikum. DAFTAR PUSTAKA Depdiknas.2006. Kurikulum . Jakarta : Depdiknas. Hasan, Bagayokon dan Kelley. 1999. Misconception and the Certainty of Response Index CRI. Haris, Venny. 2013. Identifikasi Miskonsepsi Materi Mekanika Mneggunakan Certainy of Response Index CRI. Jurnal Ta’dib. Volume 16 No 1. Haryono, Henny Ekawati. 2014. Reduksi Miskonsepsi Materi Kalor Melalui Model Pembelajaran Kooperatif TGT Dengan Strategi Konflik Kognitif. Tesis tidak dipublikasikan. Universitas Negeri Surabaya. Kartono, Agus. 2007. Seribu Pena Fisika. Bandung: Erlangga. Mosik, M. P. 2010. “Usaha Mengurangi Terjadinya Miskonsepsi Fisika Melalui Pembelajaran dengan Pendekatan Konflik Kognitif”. Jurnal Pendidikan Indonesia . Juli 2010. Pp. 98-103. Pratiwi, Arida. 2013. “Pembelajaran dengan Praktikum Sederhana untuk Mereduksi Miskonsepsi Siswa pada Materi Fluida Statis di Kelas XI SMA Negeri 2 Tuban ”. Jurnal Inovasi Pendidikan Fisika Vol. 02 No. 03. Pp. 117-120. Suparno, Paul. 2013. Miskonsepsi Perubahan Konsep dalam Pendidikan Fisika . Jakarta: PT Grasindo. Tayubi, Yuyu R. 2005. Identifikasi Miskonsepsi Pada Konsep-Konsep Menggunakan Certainy of Response Index CRI. Jurnal Universitas Pendidikan Indonesia. 3XXIV2005. Tim Penyusun. 2013. IPA Terpadu Bahan Ajar Untuk SMPMTs. Surabaya: PT Je Pe Press Media Utama Jawa Pos Group Van Den Berg, Euwe. 1991. Miskonsepsi Fisika dan Remediasi. Salatiga: Universitas kristen Satya Wacana UKSW Wandersee, Mintzes, Novak. 1994. “Research on Alternative Conception in Science”. Handbook of Research on Science Teaching and Learning , eds. Dorothy L. Gabel, hal. 177-210. New York: Macmillan Publishing Company ISBN: 978-602-72071-1-0 REPLIKASI PRAKTIMUM MODEL PEER DALAM MATA KULIAH FISIKA DASAR UNTUK MELATIHKAN SCIENTIFIC SKILLS DI FMIPA UNESA Rudy Kustijono Jurusan Fisika FMIPA Universitas Negeri Surabaya Email: rudyunesagmail.com ABSTRAK Telah dilakukan penelitian replikasi praktikum model PEER dalam mata kuliah fisika dasar untuk melatihkan scientific skills mahasiswa di FMIPA Unesa. PEER adalah akronim dari Planning, Experiment, Evaluate, dan Reporting . Tujuan penelitian adalah mereplikasi praktikum model PEER pada prodi pendidikan fisika, pendidikan kimia, dan pendidikan biologi untuk mengetahui kepraktisan dan efektivitasnya dalam lingkup yang lebih luas. Kepraktisan ditinjau dari keterlaksanaan dan kendala, sedangkan efektivitas ditinjau dari pengembangan scientific skills dan pemahaman konsep praktikum fisika dasar mahasiswa yang menggunakan praktikum model PEER dibandingkan yang menggunakan praktikum konvensional. Jenis penelitian adalah eksperimen dengan desain the randomized posttest-only control group dengan replikasi. Nilai kinerja mahasiswa dari masing-masing kelompok eksperimen dan kelompok kontrol digunakan sebagai nilai postes. Hasil penelitian menyimpulkan: 1 Semua dosen pembimbing praktikum fisika dasar menyatakan bahwa praktikum model PEER dapat dilaksanakan dengan baik tanpa ditemukan kendala yang berarti, 2 Rata-rata Scientific skills mahasiswa praktikum model PEER memberikan hasil yang lebih baik dibandingkan praktikum konvensional, 3 Rata-rata pemahaman konsep praktikum fisika dasar mahasiswa yang praktikum model PEER- memberikan hasil yang lebih baik dibandingkan kelompok yang praktikum konvensional, 4 Semua mahasiswa menyatakan bahwa praktikum model PEER efektif dapat melatihkan scientific skills mahasiswa. Kata Kunci: Planning, Experiment, Evaluate, Reporting, Scientific Skills. ABSTRACT A practicum replication research has been conducted by using PEER model in Basic Physics subject to train scientific skills of students in the Faculty of Natural Sciences, Unesa. PEER is an acronym for Planning, Experiment, Evaluate, and Reporting. The research objective is to replicate the PEER model in Physics Education, Chemistry Education, and Biology Education Departments to determine the practicality and effectiveness in a broader scope. Practicality here is in terms of feasibility and constraints, while the effectiveness is in terms of the development of scientific skills and understanding of the concepts of Basic Physics in the practicum by using PEER model compared with the conventional one. The type of research is experimental research by using randomized posttest-only control group with replication. The Student performance scores of each experimental group and the control group are used as post-test scores. The study concluded: 1 All lecturers of Basic Physics subject states that PEER model can be performed well without significant constraint, 2 The average Scientific skills of students by using PEER model gives better results than conventional model, 3 The students‟ average of basic concept understanding in Basic Physics by using PEER model gives better result than conventional group, 4 All students claim that PEER model can effectively train scientific skills of students. Keywords: Planning, Experiment, Evaluate, Reporting, Scientific Skills. PENDAHULUAN Fisika merupakan salah satu cabang sains yang mempelajari sifat fenomena benda-benda di alam. Fisika dapat memberikan pelajaran yang baik kepada manusia agar hidup selaras berdasarkan hukum alam. Pembelajaran fisika seharusnya dapat digunakan sebagai wahana menumbuhkan kemampuan berpikir yang berguna untuk memecahkan masalah di dalam kehidupan sehari-hari. Pembelajaran fisika idealnya dilaksanakan secara inkuiri ilmiah untuk menumbuhkan kemampuan berpikir, bekerja dan bersikap ilmiah serta berkomunikasi. Dalam kaitannya dengan bidang sains termasuk fisika, seorang ilmuwan tidak terlepas dari keterampilan ilmiah scientific skills, yaitu kemampuan ISBN: 978-602-72071-1-0 yang berhubungan dengan produk ilmiah, proses ilmiah, dan sikap ilmiah. Istilah keterampilan ilmiah digunakan untuk menyatakan prosedur, proses, dan metode paling penting yang digunakan para ilmuwan ketika mereka mengkonstruksi sains dan ketika menye-lesaikan persoalan-persoalan eksperimental Etkina, 2006. Istilah keterampilan ilmiah digunakan sebagai penyempurna istilah keterampilan proses sains, untuk menegaskan bahwa keterampilan ini bukan merupakan keterampilan yang otomatis semata, tetapi lebih merupakan proses yang diperlukan untuk mengkonstruksi sains dan menyelesaikan persoalan-persoalan eksperimental. Praktikum adalah bagian dari pengajaran yang bertujuan agar siswa mendapat kesempatan untuk menguji dan melaksanakan dalam keadaan nyata apa yang diperoleh dalam teori kamus besar. com. Kegiatan praktikum mempunyai tiga fungsi yaitu latihan, umpan balik, dan memperbaiki motivasi. Dalam praktikum fisika dasar mahasiswa memerlukan keterampilan mengolah ingformasi dan keterampilan psikomotorik hard skills yang memadai dan dilakukan melalui proses yang menuntut sikap ilmiah seperti jujur, bekerja sama, dan terbuka. Sikap ilmiah yang dikembangkan tersebut adalah atribut-atribut dari keterampilan lunak soft skills sehingga penerapannya dapat diperluas lebih umum. Dalam praktikum fisika dasar, mahasiswa dilatih agar mampu melakukan prosedur ilmiah menganalisis problema, mengum- pulkan informasi, menyusun hipotesis, merenca-nakan eksperimen, menarik kesimpulan, dan mempresentasikan hasil eksperimen dan dilatih pula untuk bersikap ilmiah jujur, bekerja sama, dan terbuka. Penelitian terhadap potensi kecerdasan yang dimiliki mahasiswa dalam praktikum fisika dasar di FMIPA Unesa menunjukkan bahwa terdapat indikator perilaku kurang dari mahasiswa Kustijono, 2011. Di samping itu, keterampilan proses sains dasar dan terpadu mahasiswa menunjukkan kategori kurang pada semua keterampilan dasar dan terpadu khususnya pada keterampilan dalam merumuskan hipotesis dan menafsirkan data Kustijono, 2012. Persepsi mahasiswa dan guru terhadap keterampilan ilmiah di SMA juga menunjukkan bahwa pengembangan keterampilan ilmiah siswa dalam pembelajaran fisika di SMA selama ini secara umum masih belum maksimal Kustijono, 2013. Kegiatan praktikum dalam mata kuliah fisika dasar pada dasarnya mempunyai prosedur dan persyaratan yang sama dengan penyelidikan eksperimen. Dalam kegiatan tersebut keterampilan berpikir ilmiah, berproses ilmiah, dan bersikap ilmiah dilatihkan secara serentak. Suatu penyelidikan eksperimen setidaknya menuntut mahasiswa mampu merencanakan penyelidikan, mampu melaksanakan eksperimen, mampu mengevaluasi dengan berpikir kritis dan bernalar ilmiah, dan mampu melaporkan kegiatan penyelidikan secara tertulis dan lisan. Perencanaan planing diperlukan agar mahasiswa tidak melakukan coba dan salah trial and error. Eksperimen eksperiment diperlukan untuk melatih mahasiswa melaksanakan eksperimen sesuai yang direncanakan, sistematis, dan mengembangkan keterampilan proses sains. Evaluasi evaluate diperlukan untuk melatih mahasiswa agar dapat mengembangkan keterampilan berpikir kritis, dan bernalar ilmiah ketika mentransfer hasil dari eksperimen untuk situasi yang baru. Pelaporan reporting diperlukan untuk melatih mahasiswa agar dapat melaporkan kegiatan penyelidikan yang dilakukan selama praktikum secara tertulis dan lisan yang terpadu dengan baik, ilmiah, dan bertanggung jawab. Model dalam pembelajaran adalah set strategi yang mengacu pada pendekatan tertentu yang mencakup tujuan, teori yang mendukung, sintaks, lingkungan dan sistem pengelolaan dalam pembelajaran. Praktikum model PEER yang dikembangkan oleh penulis adalah praktikum yang didasarkan pada beberapa pemikiran. Dasar pemikiran pertama adalah bahwa praktikum merupakan kegiatan penyelidikan. Hasil penelitian Abd- El-Khalick dkk 2004 menemukan bahwa di banyak Negara guru sains mengembangkan pengajaran dengan metode ilmiah, berpikir kritis, sikap ilmiah, pendekatan pemecahan masalah, metode penemuan discovery, dan metode penyelidikan inquri. Menurut Bell 2008, kegiatan hands-on dan latihan di laboratorium benar- benar penting agar siswa dapat melakukan penyelidikan seperti yang para ilmuwan melakukannya. Banyak penelitian yang menunjukkan bahwa pembelajaran berbasis inquiri dapat membantu siswa menjadi lebih kreatif, lebih positif, dan lebih mandiri. Satu diantaranya adalah Alberta Learning 2004 yang menunjukkan bahwa pembelajaran berbasis inquiri dapat meningkatkan prestasi siswa. Brickman dkk 2009 menemukan bahwa ada peningkatan yang lebih besar pada pemahaman sains dan keterampilan penyelidikan siswa ketika menggunakan panduan laboratorium berbasis inquiri. Mereka juga menemukan bahwa siswa-siswa yang terlibat dalam pembelajaran berbasis inquiri memperoleh kepercayaan diri ketika mengembangkan kemampuan ilmiah. Hasil Penelitian Akinoglu 2008 tentang penilaian proses penerapan tugas berbasis inquri dalam pendidikan sains menunjukkan bahwa metode yang paling banyak digunakan dalam sains dan teknologi adalah eksperimen. Lane 2007 menyatakan bahwa guru tidak boleh melebih-lebihkan pengalaman siswa, oleh karena itu guru harus merencanakan pembelajaran dengan baik, karena tingkat pengalaman mereka akan menentukan jumlah struktur dan pemodelan yang dikembangkan. Berdasarkan beberapa hasil penelitian terkait inquiri tersebut, peneliti berpandangan bahwa kegiatan praktikum fisika dasar haruslah berbasis penyelidikan inquiri. Oleh karena itu, model yang dikembangkan peneliti banyak terinspirasi dari model inquiri tersebut. Dasar pemikiran ke dua adalah bahwa praktikum fisika dasar merupakan kegiatan yang melatihkan keterampilan proses sains. Untuk mempersiapkan sumber daya manusia abad 21, pembelajaran harus mengacu pada “the four pillars of education” dari UNESCO learning to know, learning to do, learning to be, learning to life together , yang menurut De Vito 1989 model pembe- lajaran yang diperlukan adalah yang memungkinkan ISBN: 978-602-72071-1-0 terbuda-yakannya kecakapan berpikir ilmiah, terkembang- kannya “sense of inqury” dan kemampuan berpikir kreatif siswa. Joice Weil 1996 menekankan bahwa model pembelajaran yang diperlukan adalah yang mampu menghasilkan kemampuan untuk belajar, bukan saja diperoleh sejumlah penge-tahuan, keterampilan, dan sikap saja, tetapi yang lebih penting adalah bagaimana pengetahuan, keterampilan, dan sikap itu diperoleh siswa. Beyer 1991 menawarkan model pembelajaran berbasis keterampilan proses sains yaitu model pembelajaran yang mengintegrasikan keterampilan proses sains ke dalam sistem penyajian materi secara terpadu. Carin dan Sund 1989 menekankan perlunya model pembelajaran yang dapat membantu siswa belajar untuk belajar “learn to learn”, membantu siswa memperoleh pengetahuan dengan cara menemu-kannya sendiri. Houston 1988 menjelaskan bahwa pembelajaran berbasis keterampilan proses sains menekankan pada kemampuan siswa dalam menemukan sendiri “discover” pengetahuan yang didasarkan atas pengalaman belajar, hukum-hukum, prinsip-prinsip dan generalisasi, sehingga lebih memberikan kesempatan bagi berkembangnya keterampilan berpikir tingkat tinggi. Valentino 2000 menjelaskan bahwa pengalaman ilmiah yang perlu diberikan dan dikembangkan kepada siswa adalah keterampilan proses sains, keterampilan berpikir kritis, dan keterampilan penalaran ilmiah. Berdasarkan beberapa penjelasan terkait keterampilan proses sains tersebut, peneliti berpandangan bahwa pada praktikum fisika dasar harus melatihkan keterampilan proses sains dan keterampilan berpikir kritis. Dasar pemikiran ke tiga adalah praktikum merupakan kegiatan penyelidikan yang dapat mengembangkan keterampilan ilmiah scientific skills secara maksimal. Pembelajaran fisika seharusnya dapat digunakan sebagai wahana menumbuhkan kemampuan berpikir yang berguna untuk memecahkan masalah di dalam kehidupan sehari-hari. Pembelajaran fisika idealnya dilaksa-nakan secara inkuiri ilmiah untuk menumbuhkan kemampuan berpikir, bekerja dan bersikap ilmiah serta berkomunikasi. Dalam kaitannya dengan bidang sains termasuk fisika, keteram-pilan ilmiah menjadi sesuatu yang mutlak harus dimiliki oleh seorang ilmuwan scientist. Keterampilan ilmiah adalah kemampuan yang berhubungan dengan produk ilmiah, proses ilmiah, dan sikap ilmiah, yang terbingkai oleh hakikat sains. Collette dan Chiappetta 1994 menyatakan bahwa “sains pada hakikat-nya merupakan sebuah kumpulan pengetahuan “a body of knowledge”, cara atau jalan berpikir “a way of thinking ”, dan cara untuk penyelidikan “a way of investigating ”. Dasar pemikiran ke empat adalah bahwa praktikum merupakan kegiatan penyelidikan yang bertujuan dan dite-tapkan terutama berdasarkan fungsinya yaitu latihan, umpan balik, dan memperbaiki motivasi mahasiswa. Sebagai fungsi latihan, menurut Utomo dan Rujkes 1991 praktikum dapat dimanfaatkan untuk melatihkan tiga ranah kemampuan kognitif, afektif, dan psikomotor secara serentak. Keterampilan ilmiah dalam praktikum fisika dasar adalah kemampuan melakukan prosedur ilmiah dan kepemilikan sikap ilmiah dalam praktikum fisika dasar memerlukan keterampilan pengetahuan dan keterampilan psikomotorik hard skills yang memadai dan dilakukan melalui proses yang menuntut sikap ilmiah dari mahasiswa seperti jujur, bekerja sama, dan terbuka. Atribut-atribut yang dikembangkan dalam sikap ilmiah tersebut sama dengan atribut-atribut dari keterampilan lunak soft skills sehingga penerapannya dapat diperluas lebih umum. Dalam praktikum fisika dasar, seharusnya mahasiswa dilatih agar mampu melakukan prosedur ilmiah menganalisis problema, mengumpulkan informasi, menyusun hipotesis, merencanakan percobaan, menarik kesim-pulan, dan mempresentasikan hasil perco- baan dan dilatih pula untuk bersikap ilmiah jujur, bekerja sama, dan terbuka. Peneliti berpandangan bahwa keterampilan ilmiah scientific skills dapat diperoleh maksimal jika hard skills dan soft skills dalam praktikum fisika dasar dapat dilatihkan secara terpadu. Hard skills dan soft skills dalam praktikum sebenarnya juga saling berkait. Satu contoh, seorang mahasiswa yang sedang melakukan percobaan listrik dapat merangkai alat-alat percobaan dengan benar hard skills jika mahasiswa tersebut melakukannya secara cermat dan teliti soft skills . Contoh lain, data percobaan yang dituliskan mahasiswa dengan jujur soft skills sekalipun hasil tersebut tidak sesuai dengan teori akan mendorong mahasiswa mengembangkan kemampuan menganalisis hasil yang diperolehnya tersebut mengarah pada pemecahan masalah hard skills. Dasar pemikiran ke lima adalah bahwa model-model pembelajaran sains khususnya fisika kurang memberikan kesempatan kepada siswa untuk dapat mengembangkan soft skills. Tirta 2009 menjelaskan bahwa saat ini pendidik hanya mengurusi aspek hard skills , masalah afektif soft skills terabaikan, dan pendekatan pembelajaran jarang mendorong tumbuhnya soft skills . Model pembelajaran yang ada misalnya inquiry Alberta Learning, 2004; Brickman, 2009; Donham, 2001; Akinoglu, 2008; dll, keterampilan proses Bell,2008; Beyer, 1991; Carin Sund, 1989; Valentino, 2000; dll belum melibatkan secara khusus aspek sikap sebagai sasaran pembe-lajaran. Beberapa Sainstist telah ada yang berusaha mengamati dampak pembe-lajaran terhadap aspek sikap misalnya Chain Evan 1990 yang mengamati aspek pengembangan diri siswa, namun itu dilakukan sebagai dampak samping saja dari kegiatan pembelajaran dan bukan bagian yang integral dari pembelajaran. Istilah PEER adalah akronim dari Planning, E xperiment , Evaluate, dan Reporting, yang bermakna sejawat, karena pada model praktikum tersebut memberi kesempatan kepada mahasiswa untuk saling berbagi memberikan apresiasi, saran, dan masukan tentang hasil praktikum yang telah dilakukannya. Di samping itu juga menggambarkan urutan fase dalam menerapkan praktikum model tersebut. Kemampuan-kemampuan yang dilatihkan dalam praktikum model PEER dapat disajikan seperti Tabel 1 sebagai berikut: ISBN: 978-602-72071-1-0 Tabel 1. Kemampuan Dalam Praktikum Model PEER Fase Atribut Planing H Retrieving, classifying, making question identifying and controling variables, and making hypotheses S Curiosity and persistence Experiment H Meausuring and infering S Honesty , carefully, collaboration, and dicipline Evaluate H Analyzing and synthesizing S Decision making and responsibility Reporting H Expressing Ideas S Comunication and open-mindedness Urutan fase sintaks dalam praktikum model PEER dan pembelajaran yang dikembangkan adalah seperti Tabel 2 sebagai berikut: Tabel 2. Sintaks dalam Praktikum Model PEER Fase Kegiatan Pembelajaran Fase 1 Planing Fase pertama dimulai dengan pengajartutor memberikan masalah kepada mahasiswa tentang satu topik, selanjutnya dibentuk kelompok-kelompok mahasiswa dan masing-masing kelompok diberi kesempatan untuk menggali informasi, mengklasifikasi, membuat pertanyaan tentang objek yang akan diselidiki, mengidentifikasi dan mengontrol variabel, dan merumuskan hipotesis. Di samping itu, dalam fase tersebut mahasiswa dilatih untuk mengembangkan rasa ingin tahu dan uletgigih dalam mencari jawaban. Fase 2 Experiment Fase ke dua pengajartutor memfasilitasi masing-masing kelompok untuk melakukan penyelidikan dengan: melakukan pengukuran dan menguraikan inferensi peristiwa berdasarkan pengamatan dan data. Di samping itu, dalam fase tersebut mahasiswa dilatih untuk jujur, cermat, kerjasama, dan disiplin. Fase 3 Evaluate Fase ke tiga pengajartutor memfasilitasi semua mahasiswa untuk berpikir kritis dan bernalar ilmiah dengan melakukan analisis dan sintesis. Dalam fase tersebut mahasiswa juga dilatih untuk mengambil keputusan dan tanggung jawab. Fase 4 Fase ke empat pengajartutor memberikan Reporting kesempatan pada mahasiswa untuk mengekspresikan gagasan melalui karya tulis dan mempresentasikannya. Dalam fase tersebut mahasiswa juga dilatih komunikatif dan terbuka. Praktikum model PEER tersebut telah diujicoba secara terbatas pada mahasiswa Fsika 2014 FMIPA Unesa dengan hasil sebagai berikut Kustijono, 2015: 1. 100 dosen pembimbing praktikum fisika dasar menyatakan bahwa praktikum model PEER dapat dilaksanakan dengan baik tanpa ditemukan kendala yang berarti. 2. Rata-rata Scientific skills mahasiswa dari tiap-tiap topik antara praktikum model PEER dengan praktikum konvensional menunjukkan perbedaan yang sangat berarti, dan praktikum model PEER memberikan hasil yang lebih baik dibandingkan praktikum konvensional. 3. 99 mahasiswa menyatakan bahwa praktikum PEER- Model efektif dapat melatihkan hard skills, soft skills, dan scientific skills mahasiswa. Berdasarkan hasil penelitian tersebut, penulis melakukan replikasi yang bertujuan mengetahui kepraktisan dan efektivitas praktikum model PEER untuk kalangan yang lebih luas. Kepraktisan ditinjau dari keterlaksanaan dan kendala, sedangkan efektivitas ditinjau dari pengembangan scientific skills, dan pemahaman konsep praktikum mahasiswa dibandingkan menggunakan praktikum konvensional. METODE PENELITIAN Jenis penelitian adalah eksperimen dengan desain the randomized posttest-only control group dengan replikasi. Penelitian ini melibatkan dua kelompok, yang terhadap keduanya dilakukan random. Satu kelompok menggunakan praktikum model PEER, sedangkan kelompok lainnya menggunakan praktikum konvensional. Penelitian tersebut dilakukan replikasi untuk tiga topik praktikum yang berbeda peneraan termometer, tetapan pegas, dan massa jenis zat cair. Selanjutnya, nilai kinerja mahasiswa dari masing-masing kelompok digunakan sebagai nilai postes. Dalam penelitian ini menggunakan 3 pasangan kelompok dari 3 prodi yang berbeda di FMIPA Unesa. Desain penelitian adalah seperti Tabel 3 sebagai berikut: Tabel 3. Desain Penelitian Prodi Topik Kelompok Random Perlakuan Postes Pendidikan Fisika 1 Eksperimen R X 1 O 1 Kontrol R O 1 2 Eksperimen R X 2 O 2 Kontrol R O 2 3 Eksperimen R X 3 O 3 Kontrol R O 3 Pendidikan Kimia 1 Eksperimen R X 1 O 1 Kontrol R O 1 2 Eksperimen R X 2 O 2 Kontrol R O 2 ISBN: 978-602-72071-1-0 3 Eksperimen R X 3 O 3 Kontrol R O 3 Pendidikan Biologi 1 Eksperimen R X 1 O 1 Kontrol R O 1 2 Eksperimen R X 2 O 2 Kontrol R O 2 3 Eksperimen R X 3 O 3 Kontrol R O 3 Keterangan: R = random dari individu kelompok X = menyatakan adanya perlakuan O = pengukuran variable terikat Teknik sampling yang digunakan adalah cluster sampling yaitu teknik pengambilan sampel rumpun yang merupakan kelompok individu-individu yang tersedia dalam populasi Suryabrata, 1998. Dalam penelitian ini, setiap jurusanprodi masing-masing diambil dua kelas pendidikan, selanjutnya dua kelas dari setiap prodi tersebut dibagi dalam dua bagian, yang satu ditetapkan sebagai kelas eksperimen, dan yang lain ditetapkan sebagai kelas kontrol. Subyek dan sampel penelitian adalah dosen pembimbing praktikum fisika dasar berjumlah 3 orang dan mahasiswa di FMIPA Unesa yaitu dari kelas Pendidikan Fisika PFA dan PFB, kelas Pendidikan Kimia PKA dan PKB, dan kelas Pendidikan Biologi PBA dan PBB masing-masing berjumlah 30 orang. Teknik pengambilan data menggunakan angket, wawancara, dan observasi. Instrumen yang digunakan adalah angket dosen, angket mahasiswa, instrumen uji pemahaman dasar keterampilan proses sains, lembar penilaian kinerja mahasiswa, dan instrumen uji pemahaman konsep praktikum fisika dasar. Setelah pelakasanaan praktikum selesai untuk semua topik, baik kelompok eksperimen model PEER maupun kelompok kontrol model konvensional kemudian diuji dengan instrumen uji pemahaman konsep praktikum fisika dasar untuk mengetahui apakah ada perbedaan yang berarti antara kedua kelompok tersebut. Uji pemahaman ini adalah untuk mengetahui seberapa pemahaman konsep praktikum mahasiswa setelah melakukan kegiatan praktikum. Homogenitas sampel diukur dari pemahaman dasar keterampilan proses sains dari mahasiswa. Normalitas data menggunakan uji  2 , sedangkan homogenitas data menggunakan uji Fisher F. Data angket dosen dan angket mahasiswa diolah dengan menghitung persentase tiap butir pertanyaan yang diajukan. Nilai kinerja mahasiswa ketika praktikum model PEER dibandingkan dengan nilai kinerja mahasiswa ketika praktikum konvensional menggunakan uji-t. Demikian pula perbandingan pemahaman konsep praktikum fisika dasar dari kelompok eksperimen dan kelompok control juga menggunakan uji-t HASIL DAN PEMBAHASAN Keterlaksanaan dan Kendala Keterlaksanaan dan kendala ditinjau dari bagaimana praktikum model PEER dapat dilak-sanakan oleh dosen pembimbing dan seberapa besar kendala yang dihadapi. Data diperoleh dari angket dan wawancara yang diberikan kepada 3 orang dosen pembimbing. Indikator kinerja mahasiswa yang digunakan adalah seperti Tabel 4 sebagai berikut: Tabel 4. Indikator Keterlaksanaan No. Indikator 1 menggali dan mengeksplorasi informasi 2 mengelompokkan objek atau peristiwa menurut sifatnya 3 membuat pertanyaan tentang objek yang akan diselidiki 4 mengidentifikasi dan memilih variabel manipulasikonstan 5 mengusulkan penjelasan hubungan antar variabel 6 mengembangkan keingintahuan terhadap sesuatu terkait gejala 7 mengembangkan sikap tidak mudah putus asa dan kemauan keras 8 melakukan pengukuran menggunakan alat ukur yang sesuai 9 menguraikan peristiwa berdasarkan pengamatan dan data 10 mengembangkan sikap jujur dalam melaporkan hasil yang diperoleh 11 mengembangkan sikap tepat dan teliti 12 mengembangkan sikap kerjasama 13 mengembangkan sikap disiplin waktu dan taat dengan aturan yang berlaku 14 mengidentifikasi unsur-unsur atau hubungan antar unsur-unsur 15 menggunakan penalaran deduktif untuk menarik serentak unsur kunci 16 mengembangkan pendekatan sistematis dalam mengambil keputusan 17 mengembangkan sikap tanggung jawab 18 menyampaikan gagasan untuk konteks dunia nyata 19 menyampaikan gagasan dan pendapat secara sistematis, jelas, dan lugas 20 mengembangkan sikap tidak memaksakan gagasan dan dapat menghargai gagasan orang lain Seluruh 100 dosen pembimbing praktikum menyatakan bahwa praktikum model PEER dapat dilaksanakan berdasar indikator kinerja mahasiswa yang telah ditetapkan tersebut tanpa kendala yang berarti. ISBN: 978-602-72071-1-0 Homogenitas Kemampuan Mahasiswa Untuk mengetahui homogenitas sampel yang digunakan, mahasiswa dari 2 kelas dari pendidikan fisika PFA dan PFB, 2 kelas dari pendidikan kimia PKA dan PKB, dan 2 kelas dari pendidikan biologi PBA dan PBB diberi uji pemahaman dasar keterampilan proses sains. Sebelum diuji homogenitasnya, nilai yang diperoleh dari masing-masing kelas diukur normalitasnya menggunakan uji  2 . Hasil uji yang diperoleh dengan 5 sebagai berikut: Tabel 5. Hasil Uji Normalitas Data Prodi Kelas  2 hitung  2 tabel Distribusi Pendidikan Fisika PFA 7,15 42,557 Normal PFB 14,95 42,557 Normal Pendidikan Kimia PKA 2,00 42,557 Normal PKB 12,50 42,557 Normal Pendidikan Biologi PBA 7,85 42,557 Normal PBB 13,25 42,557 Normal Berdasarkan Tabel 5 di atas, diketahui bahwa semua kelas yang digunakan sebagai sampel dalam penelitian ini berdistribusi normal. Selanjutnya homogenitas dari pasangan data dari masing-masing prodi diuji homegenitasnya menggunakan uji F. Hasil uji homogenitas data menggunakan uji F dengan adalah seperti Tabel 6 sebagai berikut: Tabel 6. Hasil Uji Homogenitas Data Prodi Kela s  2 F hitun g F tabe l Homogenita s Pendidika n Fisika PFA 61, 1 1,10 2,41 homogen PFB 67, 5 Pendidika n Kimia PKA 32, 6 2,13 2,41 homogen PKB 69, 4 Pendidika n Biologi PBA 58, 8 1,52 2,41 homogen PBB 38, 7 Berdasarkan Tabel 6 di atas, diketahui bahwa semua pasangan kelas dari masing-masing prodi yang digunakan sebagai sampel dalam penelitian ini adalah homogen. Berdasarkan hasil uji normalitas dan homogenitas sampel yang digunakan tersebut, berarti sampel sudah dapat digunakan untuk menguji scientific skills dari kelompok eksperimen dan kelompok kontrol. Penetapan kelompok eksperimen dan kelompok kontrol didasarkan pada hasil undian walaupun dapat menetapkan yang mana saja karena hasil pengujian data adalah homogen dengan hasil seperti Tabel 7 sebagai berikut: Tabel 7. Penetapan Kelompok Eksperimen dan Kontrol Prodi Kelas Kelompok Pendidikan Fisika PFA Eksperimen PFB Kontrol Pendidikan Kimia PKA Eksperimen PKB Kontrol Pendidikan Biologi PBB Eksperimen PBA Kontrol Scientific Skills Nilai scientific skills diperoleh dari mengamati kinerja siswa ketika melaksanakan praktikum menggunakan instrumen penilaian seperti gambar 1 pada lampiran: Nilai rerata scientific skills dari praktikum model PEER dibandingkan dengan nilai rerata scientific skills dari praktikum konvensional untuk mengetahui apakah ada perbedaan hasil antara keduanya. Disamping itu juga untuk mengetahui apakah nilai scientific skills dari praktikum model PEER lebih baik dibandingkan dengan praktikum konvensional. Pengujian menggunakan uji-t dua sisi dengan -tiap topik dari masing-masing prodi menghasilkan data seperti tabel 8 sebagai berikut: Tabel 8. Pengujian Scientific Skills Prodi Topik Nilai Rerata X Variansi  2 Uji t PEER- Model Konven- sional PEER- Model Konven- sional t t Pendidikan Fisika 1 93,20 73,13 1,68 24,88 21,195 2,045 2 91,87 74,60 10,46 30,66 13,394 2,045 3 93,27 74,43 3,10 26,60 21,207 2,045 Pendidikan Kimia 1 88,23 71,30 4,53 15,18 19,997 2,045 2 89,80 75,87 6,10 12,12 15,921 2,045 3 89,67 76,53 8,99 2,74 21,342 2,045 Pendidikan Biologi 1 84,83 72,57 12,01 6,05 16,183 2,045 2 85,07 73,93 15,44 19,65 9,305 2,045 3 85,50 75,73 8,88 9,93 12,521 2,045 Berdasarkan tabel 8, dapat diketahui bahwa nilai scientific skills dari praktikum model PEER berbeda secara berarti significan dibandingkan praktikum konvensional karena dari penerapan praktikum pada semua topik dari semua prodi menghasilkan nilai t perhitungan yang lebih besar dari nilai t o kritis. Di samping itu, dapat diketahui pula bahwa semua nilai rerata scientific skills praktikum model PEER lebih besar dengan nilai variansi yang lebih kecil dibandingkan nilai rerata dan variansi praktikum konvensional. Hasil ini menunjukkan bahwa praktikum model PEER melatihkan scientific skills mahasiswa lebih baik dibandingkan praktikum kon-vensional. Pemahaman Konsep Praktikum Fisika Dasar ISBN: 978-602-72071-1-0 Nilai uji pemahaman konsep dari kedua kelompok eksperimen dan kelompok kontrol selanjutnya diban- dingkan menggunakan uji t. Pengujian menggunakan uji- t dua sisi dengan - masing prodi menghasilkan data seperti Tabel 9 sebagai berikut: Tabel 9. Uji pemahaman Konsep Praktikum Prodi Nilai Rerata X Variansi  2 Uji t PEE R- Mod el Konve n- sional PEE R- Mod el Konve n- sional t t Pendidi kan Fisika 74,0 65,8 36,5 2 53,13 5,4 10 2,0 45 Pendidi kan Kimia 68,6 63,2 38,3 2 52,10 3,4 95 2,0 45 Pendidi kan Biologi 65,6 61,9 13,4 9 25,54 3,0 00 2,0 45 Berdasarkan tabel 9, dapat diketahui bahwa nilai pemahaman konsep praktikum fisika dasar dari kelompok eksperimen berbeda secara berarti significan dibandingkan kelompok kontrol karena dari semua prodi menghasilkan nilai t perhitungan yang lebih besar dari nilai t o kritis. Di samping itu, dapat diketahui pula bahwa semua nilai rerata pemahaman konsep praktikum fisika dasar kelompok eksperimen lebih besar dengan nilai variansi yang lebih kecil dibandingkan nilai rerata dan variansi kelompok kontrol. Hasil ini menunjukkan bahwa pemahaman konsep praktikum fisika dasar mahasiswa kelompok eksperimen lebih baik dibandingkan mahasiswa kelompok kontrol. Respon Terhadap Praktikum Model PEER Efektivitas praktikum model PEER dapat diketahui berdasarkan pandangan dosen pembimbing dan pandangan mahasiswa terhadap seberapa besar praktikum model PEER dapat melatihkan hard skills, soft skills, dan scientific skills . Kuisioner yang telah diberikan kepada dosen pembimbing dan mahasiswa untuk menyatakan persetujuan atau ketidaksetujuannya terhadap praktikum model PEER dengan indikator seperti diuraikan pada tabel 10 sebagai berikut: Tabel 10. Indikator Efektivitas No. Indikator 1 memberikan kesempatan kepada mahasiswa menggali dan mengeksplorasi informasi untuk menghubungkan konsep-konsep terkait yang memfokus pada penyelidikan 2 memberikan kesempatan kepada mahasiswa mengelompokkan objek atau peristiwa menurut sifatnya 3 memberikan kesempatan kepada mahasiswa membuat pertanyaan tentang objek yang akan diselidiki 4 memberikan kesempatan kepada mahasiswa mengidentifikasi variabel-variabel dalam suatu situasi, memilih variabel yang akan dimanipulasi dan variabel yang tetap konstan 5 memberikan kesempatan kepada mahasiswa mengusulkan penjelasan hubungan antara satu variabel dengan variabel lainnya berdasarkan pengamatan atau data 6 memberikan kesempatan kepada mahasiswa mengembangkan keingintahuan terhadap sesuatu yang terkait dengan gejala atau peristiwa 7 memberikan kesempatan kepada mahasiswa mengembangkan sikap tidak mudah putus asa dan disertai kemauan keras dan berusaha untuk mencapai tujuan 8 memberikan kesempatan kepada mahasiswa melakukan pengukuran menggunakan alat ukur yang sesuai untuk menggambarkan secara kuantitatif menggunakan satuan pengukuran baku 9 memberikan kesempatan kepada mahasiswa menguraikan peristiwa berdasarkan pengamatan dan data, termasuk hubungan sebab dan akibat antara peristiwa satu dengan peristiwa lainnya 10 memberikan kesempatan kepada mahasiswa mengembangkan sikap melaporkan hasil yang diperoleh sesuai dengan kondisi sebenarnya 11 memberikan kesempatan kepada mahasiswa mengembangkan sikap melaksanakan segala sesuatu dengan tepat dan teliti 12 memberikan kesempatan kepada mahasiswa mengembangkan sikap berperan aktif dalam keterampilan dan keberhasilan kelompok 13 memberikan kesempatan kepada mahasiswa mengembangkan sikap mengelola waktu sesuai alokasi yang disediakan, dan taat dengan aturan yang berlaku 14 memberikan kesempatan kepada mahasiswa mempelajari sesuatu untuk mengidentifikasi unsur-unsur atau hubungan antar unsur-unsur 15 memberikan kesempatan kepada mahasiswa menggunakan penalaran deduktif untuk menarik serentak unsur-unsur kunci 16 memberikan kesempatan kepada mahasiswa mengembangkan pendekatan sistematis terhadap hakikat alternatif mengambil tindakan yang menurut perhitungan merupakan tindakan yang paling tepat. 17 memberikan kesempatan kepada mahasiswa menyadari konsekuensi yang harus ditanggung sebagai akibat perbuatan yang telah dilakukan 18 memberikan kesempatan kepada mahasiswa menyampaikan gagasan terkait hasil penyelidikan yang diperoleh untuk konteks dunia nyata 19 memberikan kesempatan kepada mahasiswa menyampaikan gagasan dan pendapat secara sistematis, jelas, dan lugas, yang dapat membangun interaksi dua arah dengan pendengar 20 memberikan kesempatan kepada mahasiswa mengembangkan sikap tidak memaksakan gagasanpendapat sendiri dan dapat menghargai gagasanpendapat orang lain Hasil yang diperoleh menunjukkan semua dosen pembimbing dan seluruh mahasiswa menyatakan ISBN: 978-602-72071-1-0 persetujuannya bahwa praktikum model PEER efektif dapat melatihkan hard skills, soft skills, dan scientific skills mahasiswa. Hasil tersebut bersesuaian dengan nilai kinerja yang diperoleh mahasiswa. Berdasarkan uraian di atas, sehingga dapat diketahui bahwa praktikum model PEER efektif melatihkan scientific skills mahasiswa. PENUTUP Simpulan Berdasarkan data dan pembahasan yang telah diuraian di atas, dapat disimpulkan bahwa: 1. Semua dosen pembimbing praktikum fisika dasar menyatakan bahwa praktikum model PEER dapat dilaksanakan dengan baik tanpa ditemukan kendala yang berarti. 2. Rata-rata Scientific skills mahasiswa dari 3 topik praktikum berbeda dan 3 prodi berbeda antara praktikum model PEER dengan praktikum konvensional menunjukkan perbedaan yang sangat berarti, dan praktikum model PEER memberikan hasil yang lebih baik dibandingkan praktikum konvensional. 3. Rata-rata pemahaman konsep praktikum fisika dasar mahasiswa dari 3 prodi berbeda antara kelompok eksperimen praktikum model PEER dengan kelompok kontrol praktikum konvensional menunjukkan perbedaan yang sangat berarti, dan kelompok yang praktikum model PEER- memberikan hasil yang lebih baik dibandingkan kelompok yang praktikum praktikum konvensional. 4. Semua mahasiswa menyatakan bahwa praktikum model PEER efektif dapat melatihkan hard skills, soft skills , dan scientific skills mahasiswa. Saran Disarankan kepada peneliti lain yang berminat pada kegiatan praktikum fisika dasar, penilaian terkait dengan aspek keterampilan dan sikap perlu mendapatkan perhatian lebih mendalam. Penilaian aspek keterampilan dan sikap pada kegiatan praktikum menjadi kurang fokus ketika jumlah mahasiswa yang dinilai terlalu banyak. Oleh karena itu perlu diteliti berapa jumlah maksimal mahasiswa yang boleh dinilai, agar hasil penilaian maksimal. DAFTAR PUSTAKA Abd-El-Khalick F., Boujaoude S., dkk. 2004. Inquiry in Science Education: International Perspectives . Wiley Periodicals, Inc. Akinoglu O. 2008. Assessment of The Inquiry-Based Project Implementation Processs in Science Education Upon Student’s Point of Views. International Journal of Instruction. January 2008 Vol.1, No.1. ISSN: 1694-609X. Alberta, Learning. 2004. Learning and Teaching Resources Branch. Focus on inquiry: a tea- cher’s guide to implementing inquiry-based learning . Alberta, Canada. Bell R.L. 2008. Teaching the nature of Science through Process Skills-Activities for Grades 3-8 , Boston: Pearson, Education, Inc. Beyer, Barry K. 1991. Teaching Thinking Skill: A Handbook for Elementary School Teachers. New York, USA: Allyn Bacon. Brickman P., Gormally C., Armstrong N., Hallar B., 2009, Effects of Inquiry-based Learning on Students’ Science Literacy Skills and Confidence . International Journal for the Scholarship of Teaching and Learning Vol. 3, No. 2 July 2009 ISSN 1931-4744 Georgia Southern University. Carin, Arthur A and Robert B. Sund. 1989. Teaching Science Through Discovery. Columbus, Ohio: Merril Publishing Company. Chain, Sandra E and Jack M. Evan. 1990. Sciencing: An Involvement Approach to Elementary Science Methods. Columbus, Ohio: Merril Publishing Company. Collete, Chiappetta. 1994. Science Instruction in The Middle and Secondery Scholls , New York : Macmillan Publishing Co. De Vito, Alfred. 1989. Creative Wellsprings for Science Teaching . West Lafayette, Indiana: Creative Venture. Donham, J. 2001. The importance of a model. In J. Donham, K. Bishop, C. C. Kuhlthau, D. Oberg Eds., Inquiry-based learning: Lessons from Library Power. Worthington, OH: Linworth. Etkina, E., Heuvelen, A. V., White-Brahmia, S., Brookes, D. T., Gentile, M., Murthy, S., Rosengrant, D., and Warren, A., 2006, Scientific abilities and their assessment , Fhysical Review Special Topics-Physics Education Research 2, 020103 2006. Houston, W. Robert., et all. 1988. Touch the Future Teach . St. Paul, MN: West Publishing Company. Joice, Bruce and Marsha Weil. 1996. Model of Teaching . Boston: Allyn and Bacon. Kustijono R. 2011. Potensi Kecerdasan Komprehensif Mahasiswa Pendidikan Fisika Dan Pendidikan Sains Unesa Dalam Praktikum Fisika Dasar , Prosiding Seminar Nasional FMIPA Unesa 2011, ISBN: 978-979-028-480-7. Kustijono R.2012. Keterampilan Proses Sains dalam Praktikum Fisika Dasar di Jurusan Fisika FMIPA Unesa , Prosiding Seminar Nasional Sains Program Pascasarjana Unesa 2012, ISBN: 978-979-028-534-7. Kustijono R. 2013. Keterampilan Ilmiah Siswa Dalam Pembelajaran Fisika Di SMA , Prosiding Seminar Nasional Fisika Unesa 2013, ISBN: 978-979-028-528-6. Kustijono R. 2015. Penerapan Praktikum PEER-Model Dalam Mata Kuliah Fisika Dasar Untuk Melatihkan Scientific Skills Mahasiswa Prodi Fisika Unesa, Prosiding Seminar Nasional Fisika dan Pembelajarannya UM 2015, ISBN: 978-602-71273-1-9. ISBN: 978-602-72071-1-0 Lane, Jill L. 2007. Inquiry Based Learning. Schreyer Institute for Teaching Excellence. Penn State University Park; Suryabrata, 1998, Metodologi Penelitian, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta. Utomo, Rujkes1991. Peningkatan dan pengembangan Pendidikan , Jakarta : Gramedia. Valentino, Catherine. 2000. Developing Science Skills, Houghton Mifflin Company ISBN: 978-602-72071-1-0 PEMBELAJARAN FISIKA MELALUI FACEBOOK UNTUK MELATIHKAN KETERAMPILAN BERPIKIR KRITIS DI JURUSAN MULTIMEDIA SMKN 12 SURABAYA Elok Wiwin Herowati Mas’udah  SMK Negeri 12 Surabaya  E-mail: buelokgmail.com ABSTRAK Telah dilakukan penelitian pengembangan pembelajaran fisika melalui facebook yang dapat melatihkan keterampilan berpikir kritis di Jurusan Multimedia SMK Negeri 12 Surabaya. Penelitian tersebut dilakukan untuk mencari satu alternatif pembelajaran fisika efektif yang menggunakan teknologi informasi dan komunikasi TIK. Di samping itu adalah menjadi pendorong agar tren penggunaan facebook khususnya oleh kalangan pelajar dapat diberdayakan untuk penggunaan yang lebih bermanfaat. Jenis penelitian yang dilakukan adalah Penelitian dan Pengembangan atau Research and Development RD, dengan langkah penelitian studi pendahuluan, pengembangan produk dan ujicoba produk. Pokok bahasan penelitian adalah materi yang berhubungan dengan fisika dan aplikasinya, sedangkan ujicoba terbatas diterapkan pada siswa siswa SMK Negeri 12 Surabaya Jurusan Multimedia pada semester gasal tahun akademik 2015-2016. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pembelajaran melalui facebook dapat digunakan untuk melatihkan keterampilan berpikir kritis siswa analyzing ≥ 80, synthesizing ≥ 70, evaluating ≥ 75, applying ≥ 90, generating ideas ≥ 85, expressing ideas ≥ 80, dan Solving Problems ≥ 62. Kata Kunci: facebook, keterampilan, berpikir, kritis. ABSTRACT A developmental research has been conducted on the Physics learning process through Facebook that can train critical thinking skills at the Department of Multimedia, SMK Negeri 12 Surabaya. The study was conducted to find an alternative Physics learning which is effective by using information and communication technology ICT. In addition, it can be the supporting reasons of the use of Facebook, especially by the students, which is more useful. The type of research is the Research and Development, with the following steps: preliminary study research, product development and product testing. The subject matter of research is related to Physics and its applications, while the limited test is applied to students of Multimedia Department of SMK Negeri 12 Surabaya in odd semester of academic year 2015-2016. The results show that learning through Facebook can be used to train critical thinking skills of stud ents analyzing ≥ 80, synthesizing ≥ 70, evaluating ≥ 75, applying ≥ 90, generating ideas ≥ 85, expressing ideas ≥ 80, and Solving Problems ≥ 62. Keywords: Facebook, Critical Thinking Skills, Multimedia. PENDAHULUAN Para peramal masa depan futurist mengatakan abad 21 sebagai abad pengetahuan, karena pengetahuan akan menjadi landasan utama segala aspek kehidupan Trilling dan Hood, 1999. Pada tahun 2007, The National Academies menyelenggarakan lokakarya hasil penelitian yang terkait dengan keterampilan masa depan. Hasil lokakarya tersebut menyimpulkan bahwa setidaknya diperlukan lima keterampilan yang secara luas diperlukan di berbagai pekerjaan, yaitu: adaptability, complex communicationssocial skills , non-routine problem solving , self-managementself-development, dan systems thinking Ruiz dan Primo, 2009. Untuk mengantisipasi abad 21, model pembelajaran yang diperlukan adalah yang memungkinkan terbudayakannya kecakapan berpikir ilmiah, terkembangkannya “sense of inquiry” dan kemampuan berpikir kreatif siswa De Vito, 1989. Dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2005 Tentang Standar Nasional Pendidikan pasal 26 ayat 3 disebutkan bahwa tujuan Sekolah Menengah Kejuruan SMK adalah meningkatkan kecerdasan, pengetahuan, akhlak mulia, keterampilan untuk hidup mandiri dan mengikuti pendidikan lebih lanjut sesuai dengan kejuruannya. ISBN: 978-602-72071-1-0 Pembelajaran fisika di SMK adalah pelajaran pendukung adaptif. Pembelajaran tersebut disinyalir kurang mendapat perhatian siswa karena siswa lebih memperhatikan mata pelajaran produktif. Menurut Permendiknas Nomor 23 Tahun 2006 butir 7 disebutkan bahwa salah satu standar kompetensi lulusan di SMK yaitu menunjukkan kemampuan berpikir logis, kritis, kreatif, dan inovatif dalam pengambilan keputusan. Untuk memenuhi standar kompetensi lulusan tersebut guru dapat menerapkan berbagai metode dan pendekatan pembelajaran. Satu upaya untuk mensinergikan pembelajaran fisika dengan bidang produktif jurusan multimedia adalah memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi TIK. Saat ini kita tidak akan asing dengan situs jejaring sosial yang bernama facebook. Situs jejaring sosial yang dibuat Mark Zuckerberg ini telah mewabah jutaan manusia di seluruh dunia. Banyak sekali manfaat dan kelebihan yang dimiliki facebook jika dibandingkan dengan situs jejaring sosial lain disamping kelema- hannya. Salah satu kelebihan yang dimiliki facebook adalah dapat digunakan untuk membangun komunitas. Dengan komunitas tersebut, kita dapat sharing dan mencari solusi pemecahan tentang berbagai persoalan dengan sesama anggota komunitas. Sayangnya, jika kita amati penggunaan facebook oleh pelajar di tanah air kompasiana.com, fasilitas facebook kerap digunakan untuk sesuatu yang tidak bermanfaat atau hanya sekedar untuk bersenang-senang just for fun belaka. Suatu keputusan yang sangat tidak tepat jika kita menyalahkan facebook, karena pada dasarnya teknologi itu bersifat netral. Oleh karena itu, kita perlu mengajak para pelajar memanfaatkan facebook ini dengan cara yang lebih positif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pembelajaran melalui facebook dapat digunakan untuk melatihkan keterampilan proses sains dasar Kustijono, 2012. Proses belajar mengajar hakikatnya adalah proses komunikasi, guru berperan sebagai pengantar pesan dan siswa sebagai penerima pesan. Pesan yang dikirimkan oleh guru berupa materi yang dituangkan ke dalam simbol-simbol komunikasi baik verbal kata-kata dan tulisan maupun nonverbal. Proses ini dinamakan encoding . Penafsiran simbol-simbol komunikasi tersebut oleh siswa dinamakan decoding. Media adalah segala sesuatu yang dapat digunakan untuk menyalurkan pesan dari pengirim pesan ke penerima sehingga dapat merangsang fikiran, perasaan, perhatian, minat, dan perhatian siswa sedemikian rupa sehingga proses belajar mengajar terjadi Sadiman, 2007. Media pembelajaran adalah bahan, alat atau teknik yang digunakan dalam kegiatan belajar mengajar dengan maksud agar proses interaksi komunikasi edukasi antara guru dan siswa dapat berlangsung secara tepat guna dan berdaya guna. Dengan media pembelajaran yang tepat, siswa diharapkan mampu menangkap seluruh materi yang disampaikan secara jelas dan siswa dapat benar-benar memahami materi yang disampaikan. Ketepatan dalam pemilihan media pembelajaran juga akan menambah keefektifan proses pembelajaran, karena pemilihan media pembelajaran yang menarik dapat menimbulkan rasa ingin tahu yang tinggi siswa dan hal ini akan mempermudah terjadinya proses pembelajaran itu sendiri. Media pembelajaran yang menarik juga dapat menjadikan siswa lebih aktif dalam proses pembelajaran. Media pembelajaran juga dapat digunakan untuk menjalin komunikasi antara guru dan siswa. Fisika adalah ilmu yang mempelajari gejala alam yang tidak hidup atau materi dalam lingkup ruang dan waktu. Para fisikawan atau ahli fisika mempelajari perilaku dan sifat materi dalam bidang yang sangat beragam, mulai dari partikel submikroskopis yang membentuk segala materi fisika partikel hingga perilaku materi alam semesta sebagai satu kesatuan kosmos id.wikipedia.org. Semua siswa SMK jurusan multimedia setidaknya harus menguasai dasar-dasar fisika. Feynman 2010 berpendapat bahwa fisika dasar adalah gagasan dasar yang timbul dari penerapan metode ilmiah yang menelaah gagasan yang paling mendasar tentang sifat-sifat fisika. Fisika dasar membahas konsep- konsep dan prinsip-prinsip dasar fisika yang diperlukan untuk belajar fisika lebih lanjut atau ilmu pengetahuan lainnya. Pembelajaran fisika mempelajari permasalahan yang berkaitan dengan fenomena alam dan berbagai permasalahan dalam kehidupan sehari-hari. Fenomena alam dapat ditinjau dari objek, persoalan, tema dan tempat kejadiannya. Pembelajaran fisika di SMK bertujuan agar siswa dapat memahami konsep-konsep dasar fisika, menerapkan konsep-konsep dasar fisika dalam pekerjaan di dunia kerja dan kehidupan sehari-hari, serta memiliki wawasan intelektual dan bersikap ilmiah. Dalam pembelajaran fisika tersebut siswa juga dilatih dengan proses berfikir ilmiah yaitu suatu proses berfikir yang logis, analitis, dan sistematis. Berpikir thinking merupakan suatu kegiatan mental yang dialami seseorang bila mereka dihadapkan pada suatu masalah atau situasi yang harus dipecahkan. Berpikir merupakan proses yang dinamis yang dapat dilukiskan menurut proses atau jalannya. Proses berpikir itu pada pokoknya terdiri dari 3 langkah, yaitu pembentukan pengertian, pembentukan pendapat, dan penarikan kesimpulan. Pandangan ini menunjukkan bahwa jika seseorang dihadapkan pada suatu situasi, maka dalam berpikir, orang tersebut akan menyusun hubungan antara bagian-bagian informasi yang direkam sebagai pengertian-pengertian. Kemudian orang tersebut membentuk pendapat-pendapat yang sesuai dengan pengetahuannya. Setelah itu, ia akan membuat kesimpulan yang digunakan untuk membahas atau mencari solusi dari situasi tersebut. \ Belajar pada dasarnya adalah melatih proses berpikir, oleh karenanya keterampilan berpikir harus dilatihkan kepada siswa dalam proses pembelajaran. Keterampilan berpikir tersebut meliputi Glencoe, 1999: keterampilan proses dasar dan keterampilan proses terpadu. Dalam memilih pendekatan pembelajaran yang tepat perlu meninjau strategi belajar yang dipilih. Nurtjahjawilasa 2004 mengemukakan bahwa multimedia mempunyai peranan semakin penting dalam pembelajaran. Banyak orang percaya bahwa multimedia akan dapat membawa kita kepada situasi belajar dimana ”learning with effort” ISBN: 978-602-72071-1-0 akan dapat digantikan dengan ”learning with fun”. Jadi proses pembelajaran yang menyenangkan, kreatif, tidak membosankan menjadi pilihan para fasilitator. Menurut Hartono 2004, multimedia pembelajaran adalah segala sesuatu yang digunakan untuk menyalurkan pesan pengetahuan, keterampilan, dan sikap, serta dapat merangsang pikiran, perasaan, perhatian dan kemauan sehingga secara sengaja proses belajar terjadi, bertujuan, dan terkendali. Dengan menggunakan facebook dalam pembelajaran fisika, siswa SMK jurusan multimedia diharapkan dapat termotivasi belajar fisika dan dapat mengembangkan keterampilan berpikir secara maksimal. Keterampilan yang juga dikembangkan dalam melakukan penyelidikan fisika adalah keterampilan berpikir kritis critical thinking skills. Berpikir kritis adalah cara berpikir tentang subjek apapun, isi, atau masalah di mana pemikir meningkatkan kualitas berpikirnya dengan terampil dalam menganalisis, menilai, dan merekonstruksi. Berpikir kritis itu mengarahkan diri self-directed, disiplin diri self- diciplined , terpantau self-monitored, dan korektif self- corrective . Berpikir kritis merupakan proses intelektualitas yang disiplin tentang keaktifan dan keterampilan konseptualisasi, penerapan, analisis, sintesis, danatau mengevaluasi informasi yang diperoleh dari, atau dihasilkan oleh, pengamatan, pengalaman, refleksi, penalaran, atau komunikasi, sebagai panduan untuk mempercayai dan melakukan. Berpikir kritis didasarkan pada nilai-nilai intelektual universal yang melampaui bagian materi subjek: kejelasan, ketepatan, presisi, konsistensi, relevansi, bukti, alasan-alasan, kedalaman materi, keluasan, dan keadilan. Berpikir kritis memerlukan komunikasi yang efektif dan kemampuan pemecahan masalah, serta komitmen untuk mengatasi egocentrism dan sociocentrism . Berpikir kritis melibatkan berpikir dan bernalar logis yang mencakup keterampilan seperti membandingkan, mengklasifikasi, mengurutkan, sebab –akibat, mempolakan, membuat jaringan webbing, analogi, penalaran deduktif dan induktif, meramal, merencanakan, membuat hipotesis, dan mengkritik. Kemampuan berpikir siswa untuk membandingkan dua atau lebih informasi, misalkan informasi yang diterima dari luar dengan informasi yang dimiliki. Bila terdapat perbedaan atau persamaan, maka ia akan mengajukan pertanyaan atau komentar dengan tujuan untuk mendapatkan penjelasan. Keterampilan- keterampilan yang dikembangkan dalam berpikir kritis adalah seperti tabel 1 berikut Valentino, 2000: Tabel 1. Keterampilan-keterampilan berpikir kritis No Deskripsi 1 Menganalisis Analyzing: Mempelajari sesuatu untuk mengidentifikasi unsur-unsur atau hubungan antar unsur-unsur 2 Mensintesis Synthesizing: Menggunakan penalaran deduktif untuk menarik serentak unsur-unsur kunci 3 Menilai Evaluating: Meninjau dan menanggapi secara kritis bahan, prosedur, atau gagasan, dan menilai mereka dengan tujuan, standar, atau kriteria lainnya 4 Menerapkan Applying: Menggunakan gagasan-gagasan, proses, atau keterampilan dalam situasi baru No Deskripsi 5 Membangkitkan Gagasan Generating Ideas: Mengekspresikan pikiran yang mengungkapkan orisinalitas, spekulasi, imajinasi, sebuah perspektif pribadi, fleksibilitas dalam berpikir, penemuan atau kreativitas. 6 Mengekspresikan Gagasan Expressing Ideas Menyajikan gagasan awal dan logis sambil menggunakan bahasa yang sesuai bagi audien 7 Memecahkan masalah Solving Problems: Menggunakan keterampilan berpikir kritis untuk menemukan pemecahan masalah Seperti kita ketahui bersama bahwa perkembangan TIK Teknologi Informasi dan Komunikasi yang sangat pesat membawa perubahan besar pada segala bidang termasuk bidang pendidikan. Hartono 2004 mengemukakan bahwa pemanfaatan TIK untuk meningkatkan mutu pendidikan dapat dilakukan dengan berbagai cara, salah satunya adalah dalam pembelajaran. Proses pembelajaran dengan memanfaatkan TIK diyakini akan mempermudah pemahaman materi pelajaran. Perkembangan TIK yang sangat pesat membawa konsekuensi tentang pentingnya penyediaan sumber daya manusia SDM yang mampu memanfaatkan teknologi tersebut. Pendidikan masa depan dituntut harus mampu melibatkan teknologi secara terpadu dalam pembelajaran. Untuk memenuhi kebutuhan tersebut, mata pelajaran fisika di jurusan multimedia SMK harus dapat melatih siswa agar mampu memahami dasar-dasar fisika melalui apresiasi hasil karya berbasis multimedia, dan mampu menerapkan multimedia dalam pembelajaran fisika. Bagaimanapun siswa SMK, yang akan banyak berhubungan dengan dunia industri, yang bersangkutan harus menguasai materi dasar-dasar fisika agar tidak terjadi kesalahan konsep ketika memadukannya dengan bidang multimedia yang menjadi lingkup kerjanya sehari- hari. Untuk itu, dalam mata pelajaran fisika siswa perlu dilatih pula keterampilan berpikir kritis tentang fisika dan aplikasinya dalam kehidupan sehari-hari, agar siswa lebih termotivasi belajar fisika dengan lebih maksimal.\ Facebook adalah jejaring sosial yang perkem- bangannya sangat pesat di kalangan remaja dewasa ini. Facebook menduduki rangking pertama sebagai jejaring sosial yang terlaris diantara jejaring-jejaring sosial lainnya. Pengguna facebook di Indonesia mulai dari kalangan anak hingga dewasa. Tetapi sebagian besar pengguna facebook adalah kalangan remaja. Begitu banyak kalangan remaja yang sudah menggunakan jejaring sosial yang satu ini. Kemudahan yang didapatkan di facebook adalah daya tarik tersendiri bagi para remaja. Hampir sebagian besar bahkan mungkin semua remaja di Indonesia memiliki akun facebook. Penggunaan facebook sebagai media pembelajaran, terdapat kelebihan dan kekurangan. Di era globalisasi, penggunaan facebook sebagai media pembelajaran menjadi sangat efektif, karena siswa akan tertarik dengan penggunaan teknologi-teknologi yang sedang berkembang saat ini. Karena facebook saat ini menjadi jejaring sosial yang sangat digandrungi para remaja, siswa akan sangat tertarik dengan materi yang disampaikan lewat facebook. Di samping itu, karena para siswa sudah memiliki akun facebook dan sangat aktif dalam menggunakannya, maka akan memperlancar ISBN: 978-602-72071-1-0 proses pembelajaran yang menggunakan facebook tersebut. Namun dibalik kelebihan yang dimiliki, facebook juga memiliki kelemahan, salah satunya adalah penggunaannya tidak dapat dikontrol. Siswa yang terlalu asyik menggunakan facebook dapat mengabaikan tugas yang seharusnya diselesaikan dan malah asyik menggunakan facebook untuk hal-hal yang tidak penting seperti mengupdate status, mengomentari status orang lain, chatting dengan orang lain di luar konteks materi, dll. Di samping itu, kekurangan facebook adalah dapat membuat kita malas dengan tugas-tugas yang seharusnya dikerjakan, karena facebook memiliki aplikasi-aplikasi yang sangat menarik. Facebook juga dapat menyebabkan kurangnya sosialisasi dengan masyarakat. Hal ini yang membuat orang-orang di era globalisasi sekarang ini lebih bersifat individual. Pemikiran mereka juga terkadang terlalu kritis tanpa melihat bagaimana keadaan sosial orang lain. Dan dengan demikian akan menimbulkan kesenjangan sosial di masyarakat. Facebook sebagai salah satu sarana yang ada di internet mempunyai berbagai macam aplikasi yang dapat kita jadikan sebagai media pembelajaran. Selama ini facebook lebih banyak dipakai untuk sekedar bersenang- senang, bersilaturrahim dengan teman, atau sekedar ajang narsis-narsisan . Sampai saat ini, banyak pihak yang memandang facebook secara negatif. Mereka berpikir bahwa keberadaan facebook dapat menurunkan kinerja pegawai. Ada juga yang mengatakan facebook itu berbahaya karena dapat digunakan sebagai sarana pelecehan dan pencemaran nama baik dengan maraknya group - group “say-no-to”. Diluar sisi negatif itu, facebook tetap memiliki banyak manfaat, jauh lebih banyak ketimbang mudharat-nya. Efek negatif itu muncul hanya karena oknum-oknum tertentu yang tidak menggunakan teknologi sebagaimana mestinya. Fitur- fitur dalam facebook yang dapat dipergunakan untuk pembelajaran paling tidak ada 9 yaitu smkneg2parepare.blogspot.com: Share, Quiz, Note, Apps, Up Date Status, Forum, Up Load Photo, Pesan, Chatting. Masing-masing fitur dalam facebook tersebut dapat dijelaskan sbb: 1. Facebook Share: Fitur ini dapat digunakan sebagai sarana untuk membantu pembelajaran. Siapapun dapat men-share apapun tulisan singkat, link, gambar, video dsb ke semua teman-temannya. Dengan fitur tersebut guru dapat mencari situs-situs atau gambar-gambar yang berhubungan dengan pembelajaran, kemudian di share di facebook untuk seterusnya dapat diakses oleh siswa, sehingga siswa mempunyai panduan dalam mencari materi di internet, dengan share ini guru dapat menugasi siswa untuk memberikan analisis, kritik atau komentar terhadap fenomena yang berada di dalam sharetautan tersebut. 2. Facebook Quiz: Fitur ini menyediakan quiz-quiz yang beredar di facebook. Rata-rata hanya quiz yang dibuat untuk sekedar iseng. Fitur ini sebenarnya dapat dipakai untuk melakukan quiz online. Guru dapat membuat quiz kemudian memerintahkan siswa untuk mengerjakan quiz tersebut. Guru juga dapat mengganti tugas yang berupa pertanyaan dengan membuat quiz ini, di dalam quiz ini guru juga dapat menetapkan skor yang diperoleh siswa berdasarkan jawaban yang mereka berikan. 3. Facebook Note: Fitur ini dapat digunakan sebagai sarana guru untuk memancing siswa agar saling berdiskusi mengenai topik tertentu. Guru membuat note di-wall kemudian men-tag ke seluruh siswa untuk memancing diskusi. 4. Facebook Apps: Dengan fitur ini hampir segalanya dapat dilakukan. Salah satunya adalah dengan membuat sebuah game edutainment pada platform facebook Apps ini. Salah satu contoh Facebook Apps game edutainment yang cukup terkenal dan banyak dimainkan adalah Geo Challenge. Sebuah aplikasi game untuk menguji pengetahuan geografis dari pemain-pemainnya. 5. Up Date Status: Melalui fitur ini, Guru dapat mengingatkan siswa tentang materi yang akan dipelajari dalam pertemuan selanjutnya, memberi stimulus, atau memberi jalan sebagai ajang diskusi melalui “komentari”, sehingga siswa dipancing untuk berdiskusi. 6. Forum: Fitur ini dapat dijadikan sarana diskusi antara siswa dengan guru maupun antara siswa dengan siswa. 7. Up Load Photo: Dengan fitur ini guru maupun siswa dapat meng-up load fotogambar yang berhubungan dengan materi, kemudian foto tersebut dapat di share dan dijadikan tema diskusi dengan sarana “komentari” 8. Pesan: Melalui layanan pesan, guru dapat memberikan tugas atau rekomendasi sumber yang dapat siswa akses di internet. 9. Chating: Dengan ada layanan ini, guru dan siswa dapat memanfaatkannya untuk sarana tanya jawab ataupun diskusi siswa dalam mengerjakan suatu tugas dari guru walaupun siswa tersebut berada di tempat yang berbeda. Berpikir kritis melibatkan berpikir dan bernalar logis yang mencakup keterampilan seperti membandingkan, mengklasifikasi, mengurutkan, sebab –akibat, mempolakan, membuat jaringan webbing, analogi, penalaran deduktif dan induktif, meramal, merencanakan, membuat hipotesis, dan mengkritik. Pembelajaran diawali dengan membuat akun di facebook dan profil guru misalkan diberi nama “Bu Guru Elok”, kemudian membuat grup komunitas misalkan diberi nama “Fisika dan Multimedia”. Selanjutnya memerintahkan masing-masing siswa agar memiliki akun dan profil di facebook dan menjadi anggota komunitas di grup tersebut. Untuk melacak pemilik profil siswa diminta melaporkan akun dan profilnya masing-masing melalui pesan di dinding guru. Untuk melatih keterampilan berpikir kritis siswa yang meliputi: menganalisis, mensintesis, menilai, menerapkan, membangkitkan gagasan, mengekspresikan gagasan, dan memecahkan masalah, semua siswa diminta mengunggah setidaknya satu gambar dan satu video yang berhubungan dengan fenomena atau aplikasi fisika melalui grup komunitas. Selanjutnya masing-masing ISBN: 978-602-72071-1-0 gambar dan video yang diunggah harus diberi penjelasan oleh siswa yang mengunggah tersebut. Keterampilan berpikir kritis siswa juga dilatihkan dengan cara memberikan kesempatan kepada masing- masing siswa untuk memberikan komentar, mengkritisi, memperluas dan memperkaya penjelasan gambar dan video yang diunggah oleh teman lain sesama anggota komunitas dalam grup. Keterampilan berpikir kritis siswa tercermin dari penjelasan dan komentar masing-masing siswa tersebut. Memperhatikan karakteristik pembelajaran yang melatihkan keterampilan berpikir kritis dan karakteristik facebook seperti diuraikan di atas, penulis memandang, facebook dapat digunakan untuk mendukung proses pembelajaran di sekolah yang hasilnya diyakini cukup efektif. Oleh karena itu diperlukan penelitian untuk mengembangkan pembelajaran melalui facebook yang dapat melatihkan keterampilan berpikir kritis siswa. Pertanyaan penelitian yang dapat dikemukakan adalah: 1. Bagaimanakah pembelajaran melalui facebook yang dapat melatihkan keterampilan berpikir kritis pada siswa jurusan multimedia dalam mata pelajaran fisika? 2. Bagaimanakah dampak pembelajaran melalui facebook terhadap keterampilan berpikir kritis siswa? Tujuan penelitian adalah: 1. Mengembangkan pembelajaran melalui facebook yang dapat melatihkan keterampilan berpikir kritis pada siswa jurusan multimedia dalam mata pelajaran fisika. 2. Mendeskripsikan dampak pembelajaran melalui facebook terhadap keterampilan berpikir kritis siswa. Hasil pengembangan tersebut diharapkan dapat menjadi satu alternatif pembelajaran efektif yang menggunakan teknologi informasi dan komunikasi TIK. Di samping itu juga dapat digunakan sebagai pendorong agar tren penggunaan facebook khususnya oleh kalangan pelajar dapat diberdayakan untuk penggunaan yang lebih bermanfaat. Bagi proses pembelajaran dalam mata pelajaran fisika sendiri, diharapkan dapat menjadi PAIKEM yaitu pembelajaran yang aktif, inovatif, kreatif , efektif, dan menyenangkan. METODE PENELITIAN Penelitian yang dilakukan termasuk dalam jenis Penelitian dan Pengembangan atau lebih dikenal dengan Research and Development RD yaitu suatu proses atau langkah untuk mengembangkan suatu produk baru atau menyempurnakan produk yang telah ada, yang dapat dipertanggungjawabkan. Produk tersebut tidak selalu berbentuk benda atau perangkat keras hardware, seperti buku, modul, alat bantu pembelajaran di kelas atau laboratorium, tetapi bisa juga perangkat lunak software, seperti program komputer pengolah data, ataupun model- model pendidikan, pembelajaran, pelatihan, bimbingan, evaluasi, manajemen Sukmadinata, 2012. Langkah penelitian yang dilakukan secara garis besar adalah: 1. Studi pendahuluan yang meliputi studi literatur, studi lapangan, dan penyusunan draf awal produk. 2. Pengembangan produk yang terdiri dari melakukan ujicoba terbatas dan melakukan ujicoba luas, 3. Ujicoba produk melalui eksperimen dan sosialisasi produk. Karena keterbatasan penulis, penelitian yang dilakukan hanya sampai pada langkah 2 dengan ujicoba terbatas. Langkah-langkah penelitian tersebut dapat divisualisasikan seperti gambar 1. Gambar 1. Langkah-langkah dalam RD Pemilihan pokok bahasan dalam penelitian adalah tema fisika dan aplikasinya sesuai dengan jadwal pembelajaran, sedangkan ujicoba terbatas diterapkan pada siswa Jurusan multimedia yang berjumlah 50 orang yang sedang mengikuti mata pelajaran fisika. Pemilihan kelas didasarkan pada kemudahan akses yang dimiliki penulis mengajar di kelas tersebut. Langkah-langkah penelitian yang akan dilakukan terinci sbb: 1. Studi pendahuluan yang meliputi: pengkajian tentang media pembelajaran, pengkajian tentang karakteristik siswa SMK jurusan multimedia, pengkajian tentang hasil penelitian terdahulu yang relevan, pengkajian karakteristik facebook, dan pengkajian karakteristik fisika SMK, serta membuat rencana pembelajarannya. 2. Selanjutnya masih bagian studi pendahuluan mengembangkan pembelajaran melalui facebook untuk melatihkan keterampilan berpikir kritis siswa yang didukung dengan gambar dan video yang relevan dengan materi pembelajaran fisika. Langkah pengembangan pembelajaran melalui facebook yang melatihkan keterampilan berpikir kritis adalah sbb: a. Membuat akun di facebook dan membuat profil guru kemudian membuat grup komunitas. Selanjutnya memerintahkan masing-masing siswa agar memiliki akun dan profil di facebook dan menjadi anggota komunitas di grup tersebut. Untuk melacak pemilik profil karena biasanya menggunakan nama samaran, siswa diminta melaporkan akun dan profilnya masing-masing melalui pesan di dinding guru. b. Untuk melatih keterampilan berpikir kritis siswa yang meliputi: menganalisis, mensintesis, menilai, menerapkan, membangkitkan gagasan, mengekspresikan gagasan, dan memecahkan masalah, semua siswa diminta mengunggah setidaknya satu gambar, dan satu video yang berhubungan dengan fenomena atau aplikasi fisika melalui grup komunitas. Selanjutnya masing- masing gambar dan video yang diunggah harus diberi penjelasan berkaitan dengan substansi fenomena atau aplikasi fisika oleh siswa yang mengunggah tersebut. c. Keterampilan berpikir kritis siswa juga dilatihkan dengan cara memberikan kesempatan kepada masing-masing siswa untuk memberikan ISBN: 978-602-72071-1-0 komentar, mengkritisi, memperluas dan memperkaya penjelasan gambar dan video yang diunggah oleh teman lain sesama anggota komunitas dalam grup. 3. Pengembangan yang meliputi: mempersiapkan lembar telaah untuk tim guru, angket respon siswa terhadap dampak pelaksanaan pembelajaran melalui facebook yang melatihkan keterampilan berpikir kritis, dan melakukan ujicoba terbatas. Keterampilan berpikir kritis siswa yang tercermin dari penjelasan dan komentar masing-masing siswa tersebut selanjutnya ditelaah oleh tim guru untuk dinilai apakah keterampilan berpikir siswa dalam kategori baik atau kurang. Di samping itu, juga dibagikan angket kepada siswa untuk mengetahui dampak pelaksanaan pembelajaran melalui facebook terhadap keterampilan berpikir kritis. Tempat penelitian adalah Sekolah Menengah Kejuruan Negeri 12 Surabaya Jalan Siwalankerto Permai No.1 Wonocolo Surabaya dengan waktu penelitian selama semester gasal pada tahun pelajaran 2015-2016. Populasi penelitian adalah siswa SMK Negeri 12 Jurusan Multimedia dengan sampelsumber data adalah siswa kelas XI Multimedia berjumlah 50 orang Teknik penjaringan dan pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini meliputi: teknik angket questionnaire, wawancara interview, dan Observasi observation. Instrumen digunakan untuk memvalidasi perangkat pembelajaran yang meliputi validitas isi content validity dan validitas konstruk construct validity . Validitas isi menunjuk pada seberapa jauh tingkat kesesuaian antara isi subtopik dan variabel yang hendak diukur, sedangkan validitas konstruk menunjuk pada sifat konstruk atau karakteristik psikologi yang akan diukur oleh instrumen Fraenkel, 2003. Validitas konstruk menunjuk pada seberapa baik hasil pengukuran dengan butir-butir pernyataan atau tes dapat menjelaskan atau mengungkap perilaku setiap individu subjek penelitian atas indikator-indikator yang telah ditentukan, dan indikator-indikator dijabarkan dari kompetensi subtopik konten materi Djaali, 2008. Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah statistik deskriptif. Data yang bersifat kuantitatif diolah dengan statistik yang sesuai, sedangkan data yang bersifat kualitatif diolah secara deskriptif. Penilaian terhadap tiap-tiap butir pengamatan keterampilan berpikir siswa menggunakan kriteria skala Likert. Akumulasi dari penilaian butir dihitung prosentasenya, yang mengambarkan tingkat kelayakan pembelajaran. Data keterlaksanaan pembelajaran dijaring dengan menggunakan angket respons siswa yang disusun berdasarkan skala Guttman. HASIL DAN PEMBAHASAN Pengembangan Pembelajaran Melalui Facebook Langkah awal pembelajaran adalah membuat akun di facebook dan profil guru yang diberi nama “Bu Guru Elok”, kemudian membuat grup komunitas yang diberi nama “Fisika dan Multimedia”. Selanjutnya memerintahkan masing-masing siswa agar memiliki akun dan profil di facebook dan menjadi anggota komunitas di grup tersebut. Untuk melacak pemilik profil siswa diminta melaporkan akun dan profilnya masing-masing melalui pesan di dinding guru. Akun dan profil guru “Bu Guru Elok” tersebut mempunyai tampilan seperti gambar 2, sedangkan grup “Fisika dan Multimedia” tersebut mempunyai tampilan sepert gambar 3. Gambar 2. Tampilan akun dan profil “Bu Guru Elok” Gambar 3. Tampilan grup “Fisika dan Multimedia” Melatihkan Keterampilan Berpikir Kritis Siswa Untuk melatih keterampilan berpikir kritis siswa yang meliputi: menganalisis, mensintesis, menilai, menerapkan, membangkitkan gagasan, mengekspresikan gagasan, dan memecahkan masalah, guru mengunggah beberapa video pembelajaran fisika. Selanjutnya semua siswa diminta memberikan komentar terkait video pembelajaran yang telah diunggah pada grup “Fisika dan Multimedia” tersebut. Contoh video pembelajaran yang diunggah guru beserta penjelasannya adalah seperti gambar 4, sedangkan contoh komentar-komentar dari siswa adalah seperti gambar 5. Gambar 4. Contoh video pembelajaran fisika yang diunggah beserta penjelasannya ISBN: 978-602-72071-1-0 Gambar 5. Contoh komentar siswa terhadap video pembelajaran fisika yang diunggah Untuk melatih keterampilan berpikir kritis, siswa juga diminta mengunggah gambar dan video terkait gejala atau aplikasi fisika dalam kehidupan sehari-hari. Selanjutnya semua siswa diminta memberikan komentar terkait gambar dan video yang telah diunggah oleh siswa lain tersebut. Contoh gambar gejala fisika yang diunggah siswa beserta penjelasannya adalah seperti gambar 6, sedangkan contoh video yang diunggah siswa beserta penjelasannya adalah seperti gambar 7. Gambar 6. Contoh gambar gejala fisika yang diunggah siswa beserta penjelasannya Gambar 7. Contoh video gejala fisika yang diunggah siswa beserta penjelasannya Keterampilan Berpikir Kritis Siswa Keterampilan berpikir kritis siswa yang tercermin dari penjelasan dan komentar masing-masing siswa tersebut selanjutnya ditelaah oleh tim guru untuk dinilai apakah keterampilan berpikir kritis siswa dalam kategori baik atau kurang. Di samping itu siswa diberi angket untuk menilai dampak pembelajaran melalui facebook terhadap keterampilan berpikir kritis. Untuk memandu agar siswa tidak mengalami kesulitas dalam menilai, dan tidak melalukan kesalahan akibat salah interpretasi tentang keterampilan berpikir kritis yang dimaksud, pada angket tersebut diberikan deskripsi tentang keterampilan berpikir kritis mengacu pada tabel 1. Hasil penilaian dari guru maupun siswa selanjutnya direkapitulasi dan dihitung persentasinya berdasarkan kriteria penilaian baik dan kurang. Hasil penilaian guru dan penilaian siswa tentang dampak pembelajaran melalui facebook terhadap keterampilan berpikir kritis tersebut adalah seperti tabel 2. Tabel 2. Dampak pembelajaran melalui facebook terhadap keterampilan berpikir kritis No. Keterampilan Penilaian Guru Penilaian Siswa Baik Kurang Baik Kurang 1 Menganalisis Analyzing 80 20 88 12 2 Mensitesis Synthesizing 70 30 74 26 3 Menilai Evaluating 75 15 86 14 4 Menerapkan Applying 90 10 98 2 5 Membangkitkan Gagasan Generating Ideas 85 15 90 10 6 Mengekspresikan Gagasan Expressing Ideas 80 20 86 14 7 Memecahkan masalah Solving Problems 70 30 74 26 Berdasarkan data diatas tampak bahwa penilaian guru maupun siswa sendiri mengarah pada penilaian yang baik analyzing ≥ 80, synthesizing ≥ 70, evaluating ≥ 75, applying ≥ 90, generating ideas ≥ 85, expressing ideas ≥ 80, dan Solving Problems ≥ 62. Hal tersebut menunjukkan bahwa pembelajaran melalui facebook dapat digunakan untuk melatihkan keterampilan berpikir kritis siswa. Rasionalisasi hasil tersebut dapat dijelaskan sbb: 1. Menganalisis Analyzing: Ketika siswa memberi penjelasan tentang video pembelajaran fisika yang diunggah guru, maka siswa yang bersangkutan harus mempelajari sesuatu untuk mengidentifikasi unsur- unsur atau hubungan antar unsur-unsur dari fenomena fisika yang terjadi. 2. Mensitesis Synthesizing: Ketika siswa memberi penjelasan tentang video pembelajaran fisika yang diunggah guru, maka siswa yang bersangkutan harus menggunakan penalaran deduktif untuk menarik serentak unsur-unsur kunci dari fenomena fisika yang terjadi. 3. Menilai Evaluating: Ketika siswa mengomentari penjelasan video pembelajaran fisika yang diunggah guru, maka siswa yang bersangkutan harus meninjau dan menanggapi secara kritis gagasan yang disajikan, dan menilainya berdasarkan tujuan, standar, atau kriteria tertentu. 4. Menerapkan Applying: Ketika siswa akan mengunggah gambar dan video serta memberikan penjelasan tentangnya, maka siswa yang bersangkutan harus menggunakan gagasan-gagasan, proses, atau keterampilan terkait fenomena fisika dan aplikasinya dalam situasi yang baru. ISBN: 978-602-72071-1-0 5. Membangkitkan Gagasan Generating Ideas: Ketika siswa memberi penjelasan tentang gambar dan video yang diunggah sendiri, dan ketika mengomentari penjelasan gambar dan video yang diunggah siswa lain, maka siswa yang bersangkutan harus mengerahkan segala kemampuan untuk mengekspresikan pikiran yang mengungkapkan orisinalitas, spekulasi, imajinasi, sebuah perspektif pribadi, fleksibilitas dalam berpikir, penemuan atau kreativitas terkait fenomena fisika dan aplikasinya. 6. Mengekspresikan Gagasan Expressing Ideas: Ketika siswa akan mengunggah gambar dan video serta memberikan penjelasan tentangnya, maka siswa yang bersangkutan harus menyajikan gagasan awal dan logis sambil menggunakan bahasa yang mudah dipahami oleh audien. 7. Memecahkan masalah Solving Problems: Ketika siswa akan mengomentari penjelasan gambar dan video yang diunggah siswa lain, sementara komentar- komentar dari siswa lain juga sudah tersajikan, maka siswa yang bersangkutan harus menggunakan keterampilan berpikir kritis untuk menemukan pemecahan masalah akibat terjadinya silang pendapat antar siswa yang memberikan komentar pada satu fenomenaaplikasi fisika yang sama. Berdasarkan hasil penelitian tersebut di atas, maka pembelajaran melalui facebook dapat menjadi satu alternatif pembelajaran efektif yang menggunakan teknologi informasi dan komunikasi TIK, karena berdampak signifikan terhadap keterampilan berpikir kritis siswa. Di samping itu, pembelajarn melalui facebook juga dapat digunakan sebagai pendorong agar tren penggunaan facebook khususnya oleh kalangan pelajar dapat diberdayakan untuk penggunaan yang lebih bermanfaat. UCAPAN TERIMA KASIH Ucapan terima kasih disampaikan kepada Direktorat Pendidikan Menengah Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan yang telah mendanai penelitian ini melalui Hibah Karya Ilmiah dan Inovasi Pembelajaran KIIP Guru SMK. PENUTUP Simpulan Pembelajaran melalui facebook yang dapat melatihkan keterampilan berpikir kritis siswa dapat dibuat dengan membuat grup. Untuk melatih keterampilan proses sains siswa diminta mengunggah setidaknya satu gambar dan satu video yang berhubungan dengan fenomena atau aplikasi fisika beserta penjelasannya melalui grup. Keterampilan berpikir kritis siswa juga dilatihkan dengan cara memberikan kesempatan kepada masing-masing siswa untuk memberikan komentar, mengkritisi, memperluas dan memperkaya penjelasan gambar dan video yang diunggah oleh teman lain sesama anggota grup. Berdasarkan penilaian guru maupun siswa sendiri menunjukkan bahwa pembelajaran melalui facebook berdampak positif terhadap keterampilan berpikir karena hasil penilaian menunjukkan hasil yang baik analyzing ≥ 80, synthesizing ≥ 70, evaluating ≥ 75, applying ≥ 90, generating ideas ≥ 85, expressing ideas ≥ 80, dan Solving Problems ≥ 62. Hal tersebut menunjukkan bahwa pembelajaran melalui facebook dapat digunakan untuk melatihkan keterampilan berpikir kritis siswa. Berdasarkan hasil penelitian tersebut, maka pembelajaran melalui facebook dapat menjadi satu alternatif pembelajaran efektif yang menggunakan teknologi informasi dan komunikasi TIK, karena berdampak signifikan terhadap keterampilan berpikir kritis siswa. Di samping itu, pembelajarn melalui facebook juga dapat digunakan sebagai pendorong agar tren penggunaan facebook khususnya oleh kalangan pelajar dapat diberdayakan untuk penggunaan yang lebih bermanfaat. Saran Disarankan kepada peneliti lain yang berminat pada penggunaan facebook dalam pembelajaran fisika, dapat menindak lanjuti penelitian ini. Tindak lanjut yang dapat dilaksanakan antara lain adalah mengupayakan agar dapat menampilkan animasi fisika yang dapat dijalankan dalam facebook. Jika dapat menampilkan animasi dalam facebook, maka pembelajaran fisika akan dapat dilaksanakan secara interaktif termasuk penggunaan laboratorium fisika virtual. DAFTAR PUSTAKA De Vito, Alfred. 1989. Creative Wellsprings for Science Teaching . West Lafayette, Indiana: Creative Venture. Djaali, H.,Pudji Muljono. 2008. Pengukuran dalam Bidang Pendidikan. Jakarta: Gramedia Widiasarana Indonesia. Feynman R. 2010. Basic Physics, The Feynman Lectures on Physics Volume 1 Chapter 02. Fraenkel J.R., Wallen N.E. 2003. How To Desaign And Evaluate Research in Education . Fith Edition, McGraw-Hill Higher Education: New York. Glencoe. 1999. Science. New York: McGraw-Hill Hartono, B 2004 Pemanfaatan TIK dalam Pembelajaran . Tersedia pada http:www. bebeasli.com http: id.wikipedia.org http:kompasiana.com http: smkneg2parepare.blogspot.com. Diakses pada tanggal 10 Desember 2012. Kustijono, R. 2012. Pembelajaran melalui Facebook Yang Melatihkan Keterampilan Proses Sains Dasar Dalam Mata Kuliah Media Pembelajaran, Seminar Nasional Pendidikan Sains Ke IV, Universitas negeri Surabaya, 15 Desember 2012. Nurtjahjawilasa. 2004. Efektifitas Multimedia dalam Menunjang Pembelajaran Peserta Diklat , Seminar Nasional Teknologi Pembelajaran, Depdiknas, Jakarta: 1-2 Desember 2004. PP Nomor 19 Tahun 2005. Permendikbud No 23 Tahun 2006. Ruiz M.A., Primo. 2009. Towards a Framework for Assessing 21st Century Science Skills , Commissioned paper for The National Academies, University of Colorado Denver,February, 2009. ISBN: 978-602-72071-1-0 Sadiman, Arif. 2007. Media Pendidikan, pengertian, Pengembangan, dan Pemanfaatannya . PT Raja Grafindo Persada. Jakarta. Sukmadinata. 2012. Metode Penelitian Pendidikan, Remaja Rosdakarya, Bandung. Trilling, B. dan Hood, P. 1999. Learning, Technology, and Education Reform in the Knowledge Age or Were Wired, Webbed, and Windowed, Now What? Educational Technology may-June 1999. Valentino, Catherine. 2000. Developing Science Skills, Houghton Mifflin Company. ISBN: 978-602-72071-1-0 PENGEMBANGAN PERANGKAT PEMBELAJARAN BERBASIS SELF REGULATED LEARNING UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN LITERASI SISWA Choirun Nisa 1 Mohammad Ali Sofyan 2 

1,2

Pendidikan Sains, Pascasarjana, Universitas Negeri Surabaya  E-mail: nisa.itugmail.com   ABSTRAK Artikel ini menjelaskan tentang strategi self regulated learning yang digunakan untuk meningkatkan kemampuan literasi sains pada siswa. Berdasarkan hasil studi PISA pada tahun 2012 masih tetap dalam posisi ke-64 dari 65 dibawah negara Qatar dan di atas negara Peru dengan perolehan nilai yang semakin menurun yaitu sebesar 382. Hasil tersebut mengidentifikasikan bahwa kemampuan literasi sains siswa Indonesia jauh dari rata-rata standar PISA yaitu sebesar 500. Kemampuan literasi sains siswa dalam PISA dibagi menjadi 6 level. Sebanyak 41,3 berada pada level 1 dan 20,3 berada dibawah level dan sisanya berada di level 2. Untuk level 5 dan 6 siswa tidak ada siswa Indonesia yang masuk dalam level tersebut. Untuk itu dilakukan suatu terobosan baru untuk meningkatkan kemampuan dari literasi sains yaitu dengan perubahan Kurikulum 2006 menjadi Kurikulum 2013. Kurikulum 2013 memiliki harapan yang mengarah dalam mewujudkan literasi sains dan prose pembelajarn yang diharapakn dalam Kurikulum 2013 yaitu pembelajaran yang efektif dan efisien. Menurut Gagne 1985, unsur yang mempengaruhi proses pembelajaran agar menjadi efektif dan efisien adalah strategi dalam menentukan tujuan belajar dan kapan strategi tersebut dilakukan untuk memonitor keefektifan strategi pembelajaran. Strategi regulasi diri self regulated learning merupakan startegi yang sangat penting dalam proses pembelajaran self regulated learning merupakan proses proaktif yang digunakan siswa untuk memperoleh keterampilan akademis, seperti menetapkan tujuan, strategi memilah dan menggerakkan dan efektifitas seseorang bukan sebagai proses reaktif yang terjadi pada siswa karena kekuatan impersonal atau kekuatan yang bukan berasal dari diri sendiri. Maka diharpakan dengan dilaksanakannnya strategi self regulated learning dapat meningkatkan kemampuan literasi siswa . Kata Kunci: self regulated learning, literasi sains. ABSTRACT This article describes the self-regulated learning strategies used to improve scientific literacy in students. Based on the results of the PISA study in 2012 remained in the position 64th from 65 under the state of Qatar and the above countries Peru with the acquisition of diminishing value that is equal to 382. These results indicated that the ability of Indonesian students scientific literacy is far from average PISA standards amounting 500. The ability of the students in the PISA science literacy is divided into 6 levels. A total of 41.3 at the level 1 and 20.3 below the level and the rest are in level 2. For level 5 and 6 students no Indonesian students who fall into that level. For it made a new breakthrough to improve the ability of scientific literacy is to change into Curriculum 2006 Curriculum 2013 Curriculum 2013 have expectations that lead in realizing scientific literacy and prose pembelajarn that diharapakn in Curriculum 2013 is effective and efficient learning. According to Gagne 1985, elements that affect the learning process in order to be effective and efficient strategy in determining the learning objectives and when the strategy is carried out to monitor the effectiveness of learning strategies. The strategy of self- regulation self-regulated learning is a strategy that is very important in the learning process self- regulated learning is a proactive process that is used by students to acquire academic skills, such as setting goals, strategies sorting and moving and effectiveness of a person rather than as a reactive process that occurs in students because impersonal force or power that does not come from ourselves. Then was expected to dilaksanakannnya self-regulated learning strategies can improve the literacy skills of students. Keywords: self regulated learning, lyteracy science ISBN: 978-602-72071-1-0 PENDAHULUAN Pendidikan hakikatnya adalah sebuah proses pendewasaan seseorang dan proses pengembangan potensi yang dimiliki melalui suatu pembelajaran serta dapat mengaplikasikannya dalam kehidupan sehari-hari. Hal tersebut senada dengan tujuan pendidikan yang disebutkan dalam Undang-Undang No.20 Tahun 2003 pada Bab 2 pasal 3 dan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomer 23 tahun 2006 . Permendikbud Nomor 103 tahun 2014 menyatakan bahwa pembelajaran yang dilakukan memberikan kesempatan kepada siswa untuk melakukan kegiatan pengamatan dalam suatu pembelajaran sedangkan guru hanya bertugas untuk memfasilitasi kegiatan pembelajaran dan siswa juga harus memiliki suatu keterampilan. Keterampilan yang dimaksud antara lain keterampilan : melakukan pengamatan dengan peralatan yang sesuai, melaksanakan percobaan sesuai prosedur, mencatat hasil pengamatan dan pengukuran dalam tabel dan grafik yang sesuai, membuat kesimpulan dan mengkomunikasikannya secara lisan dan tertulis sesuai dengan bukti yang diperoleh. Keterampilan – keterampilan inilah yang dimaksud dengan literasi sains menurut Programe for Internasional Student Assesment PISA. OECD Organisation for Economic Cooperation and Development, 2012 menyatakan bahwa penekanan literasi sains bukan hanya pada penguasaan pengetahuan dan pemahaman mengenai konsep dan proses sains, tetapi lebih diarahkan bagaimana seseorang menggunakan pengetahuan dan pemahamannya untuk mengidentifikasi permasalahan, menjelaskan fenomena, merumuskan kesimpulan berbasis fakta, membangun pengetahuan baru, menyadari bagaimana pengetahuan dan teknologi dapat meningkatkan kualitas kehidupan, serta menumbuhkan kemauan dan gagasan sehingga menjadi masyarakat yang reflektif. PISA Programe for Internasional Student Assesment adalah baromoter yang dapat digunakan untuk mengetahui kemampuan literasi siswa. Aspek yang diteliti dalam studi PISA adalah kemampuan membaca, matematika, dan sains. PISA menetapkan 4 aspek untuk literasi sains dalam pengukurannya, yakni context, knowledge, competencies, dan attitudes. Berdasarkan hasil studi PISA pada tahun 2012 masih tetap dalam posisi ke-64 dari 65 dibawah negara Qatar dan di atas negara Peru dengan perolehan nilai yang semakin menurun yaitu sebesar 382. Hasil tersebut mengidentifikasikan bahwa kemampuan literasi sains siswa Indonesia jauh dari rata-rata standar PISA yaitu sebesar 500. Kemampuan literasi sains siswa dalam PISA dibagi menjadi 6 level. Sebanyak 41,3 berada pada level 1 dan 20,3 berada dibawah level dan sisanya berada di level 2. Untuk level 5 dan 6 siswa tidak ada siswa Indonesia yang masuk dalam level tersebut. Penilaian PISA berorientasi pada masa depan dan menguji kemampuan siswa untuk menggunakan keterampilan dan pengetahuan mereka dalam menghadapi tantangan hidup maka dapat diprediksikan jika tidak mengejar kemampuan yang tertinggal maka bisa diprediksi bangsa Indonesia akan tertinggal dengan bangsa lain. Salah satu upaya reformasi dalam peningkatan mutu yang dilakukan oleh pemerintah yaitu perubahan Kurikulum 2006 menjadi Kurikulum 2013. Secara umum, Kurikulum 2013 memiliki harapan yang mengarah dalam mewujudkan literasi sains diantaranya adalah agar siswa memiliki kemampuan berkomunikasi, kemampuan dalam berfikir kreatif dan kritis, kemampuan dalam mempertimbangkan masalah dalam sisi moral, kemampuan dalam masyarakat global dan memiliki minat luas dalam kehidupan dan kesiapan untuk bekerja, kecerdasan sesuai dengan bakat dan minat serta peduli terhadap lingkungannnya. Untuk itu perlu diajarkan atau dilatihkan kemampuan literasi siswa dengan baik. Menurut Gagne 1985, unsur yang mempengaruhi proses pembelajaran agar menjadi efektif dan efisien adalah strategi dalam menentukan tujuan belajar dan kapan strategi tersebut dilakukan untuk memonitor keefektifan strategi pembelajaran. Strategi regulasi diri self regulated learning merupakan startegi yang sangat penting dalam proses pembelajaran. Menurut Zimerrman 2002, self regulated learning merupakan proses proaktif yang digunakan siswa untuk memperoleh keterampilan akademis, seperti menetapkan tujuan, strategi memilah dan menggerakkan dan efektifitas seseorang bukan sebagai proses reaktif yang terjadi pada siswa karena kekuatan impersonal atau kekuatan yang bukan berasal dari diri sendiri Materi Fluida Statis merupakan materi Fisika SMA kelas X semester 2 yang tercantum dalam Kompetensi Dasar 3.5, yaitu mendeskripsikan hukum- hukum pada fluida statik dan penerapannnya dalam kehidupan sehari-hari. Materi ini berisi tentang konsep, prinsip, dan teori yang membicarakan tentang hukum- hukum yang berlaku dalam fluida statik yang terdiri dari tekanan, Hukum Utama Hidrostatis, Hukum Pascal, Hukum Archimedes, adhesi dan kohesi, viskositas serta penerapanya dalam kehidupan sehari-hari. Materi fluida statis ini merupakan materi yang sangat berhubungan sekali dengan kehidupan sehari-hari siswa sehingga diharapkan siswa lebih memahami konsep yang diajarkan dan dapat meningkatkan kemampuan literasi sains yang dimiliki. Faktanya kemampuan literasi siswa pada penelitian yang telah dilakukan oleh Sumiarni 2015 menyatakan bahwa untuk seluruh siswa tidak tuntas untuk semua indikator yang telah ditentukan oleh peneliti pada saat pretest. Dari penelitian juga dapat diketahui bahwa kemampuan siswa dalam mengidentifikasi penyebab terjadinya suatu peristiwa dalam kehidupan sehari-hari sangat rendah atau hampir tidak bisa. Setelah dilakukan perlakuan dalam suatu penelitian hampir semua kemampuan literasi sains yang dimiliki siswa tuntas tetapi ada bebarapa indikator yang masih belum tuntas yaitu kemampuan dalam menjelaskan, memprediksi, meramalkan, mengidentifikasi. Untuk itu perlu adanya suatu strategi pembelajaran guna meningkatkan kemampuan literasi yang masih belum tuntas Berdasarkan uraian di atas, dengan melihat pentingnya kemandirian siswa dalam mengatur diri sendiri dalam proses belajar yang nantinya berdampak pada kemampuan literasi siswa, perlu dikembangkan perangkat pembelajaran fisika berbasis self regulated learning pada materi fluida statis untuk meningkatkan kemampuan literasi siswa. PEMBAHASAN 1. Strategi Self Regulated Learning Berdasarkan kajian literatur dari penelitian menyatakan bahwa self regulated learning adalah keseluruhan belajar mengatur diri atau pengelolaan dalam belajar. Menurut Zimmerman 1989 menyatakan bahwa “SRL is a proces where individuals create self-oriented feedback loops to monitor their effectiveness in completing a task and adapt accordingly to experience success. SRL is viewed within the context of social interactions, as the process is ideally supported when students are interacting with peeers, teachers and coaches ” Dari pernyataan di atas dapat diketahui bahwa SRL adalah suatu proses dimana individu membuat orientasi diri berupa umpan balik untuk memamntau efektivitas mereka dalam menyelesaikan tugas dan beradaptasi untuk menggapai kesuksesan. SRL dilihat dari konteks interarksi sosial, sebagai proses idealnya ketika siswa berinteraksi dengan teman sebaya, guru dan pelatih. Zimmerman dalam Nur,2008 menyatakan bahwa Self Regulated Learning berpengaruh terhadap motivasi belajar siswa, keterampilan mengatur waktu belajar dan keterampilan dalam mengatur strategi dalam belajar serta kompetensi mentaati peraturan. Zimmerman 1998 menyatakan beberapa dimensi dari Self Regulated Learning dalam bidang akademik yang tercantum dalam Tabel 1. Pertanya an Ilmiah Dimensi Psikologi Tugas Kondisi Pelengkap pengaturan diri Proses pengatur an diri Mengapa Tujuan Memilih untuk berpartisi pasi Motivasi diri Penetapa n tujuan dan kepercay aan diri Bagaima na Cara Memilih cara Direncana kn atau dirutinkan Strategi, dan intruksi diri Kapan Waktu Memilih waktu Waktu dan efisien Manajem en waktu Apa Prilaku Memilih waktu yang diharapk an Sadr diri atas kinerja diri Monitori ng diri, evaluasi diri, dan konsekue nsi diri Dimana Lingkun gan fisik Memilih tempat Peka terhadap lingkungan Penatan lingkung an Pertanya an Ilmiah Dimensi Psikologi Tugas Kondisi Pelengkap pengaturan diri Proses pengatur an diri dan pandai Dengan siapa Sosial Memilih partner , model atau guru Peka terhadap sosial dan panadai bersosialis asi Selektif mencari bantuan Sumber : Zimmerman, 1998 dalam Lutfauziah 2014 Manfaat lain dari penerapan Self Regulated Learning adalah pelajar yang meimiliki pengaturan diri atau lebih menjadi pelajar yang mandiri termotivasi dari pembelajaran itu sendiri, tidak hanya menilai pentingna belajr dari hasil penilaian atau persetujuan orang lain sehingga mereka mampu bertahan pada tugas jangka panjang hingga tugas tersebut terselesaikan. Strategi Self Regulated Learning memiliki beberapa tahapan yang menentukan tujuan dan merencanakan strategi dan mengamati pelaksanaannya, memantau hasil penenrapan strategi, mengevaluasi dan mengamti kinerja diri. Zimmerman, 1998. Tahapan tersebut antara lain : 1. Menetapkan tujuan pembelajaran 2. Melaksanakan kegiatan 3. Memonitoring kegiatan 4. Evaluasi diri Adapun strategi Self Regulated Learning dapat diterapkan yaitu 1. Memperkenalkan strategi Self Regulated Learning di awal pembelajaran 2. Membantu siswa belajar menetapkan tujuan yang sesuai 3. Memberikan suatu cara kepada siswa untuk mencatat dan mengevaluasi kemajuan mereka 4. Mencermati catatan siswa dari waktu ke waktu dan mendorong siswa mengembangkan format penguatan diri. 2. Literasi sains Literasi sains berasal dari gabungan 2 kata latin literatus artinya ditandai dengan huruf, melek huruf, atau berpendidikan dan scientia yang artinya memiliki pengetahuan. PISA mendefinisikan literasi sains sebagai pengetahuan sains dan kemampuan menggunakan pengetahuan sains untuk mengidentifikasi permasalahn, mendapatkan pengetahuan baru, menjeaskan fenomena sains, dan menarik kesimpulan berdasarkan fakta dan isu- siu sains OECD, 2013b Seseorang yang memiliki literasi sains memiliki pandangan tentang dunia ilmiah, terlibat dalam inkuiri sains dan menghargai kegiatan ilmiah. Pandangan ilmiah meliputi mempresepsi dunia sebagai pengetahuan yang luas dan melihat pengetahuan ilmiah bersifat tahan lama tapi bisa berubah, dan tahu kapan penyelidikan ilmiah dilakukan AAAS, 1990. Literasi sains sangat penting dikuasai oleh peserta didik dalam kaitannya dengan cara peserta didik dapat memahami lingkungan hidup, kesejahteraan, ekonomi dan masalah-masalah lain yang dihadapi di masyarakat modern yang bergantung ada teknologi dan kemajuan ilmu pengetahuan Toharuddin dkk, 2011 Menurut PISA kerangka literasi sains terdiri dari empat aspek yang saling berkaitan yaitu : konteks, kompetensi, pengetahuan, dan siap yang digambarkan pada diagram 1 di bawah ini. Berdasarkan diagram di atas dapat dijelaskan bahwa untuk mengatasi permasalahan dalam kehidupan sehari-hari memerlukan kompetensi ilmiah yang sangat tergantung atau dipengaruhi oleh pengetahuan ilmiah seseorang dan sikap ilmiah seseorang. Sedangkan untuk Trowbridge dan Bybee 1996 kerangka untuk literasi sains tabel 2 terdiri dari 3 tujuan utama yaitu pengetahuan, kekmampuan, intelektual, dan keterampilan memanipulasi aplikasi dari pemahaman sains. Tabel 2. Kerangkan Literasi Sains Tujuan Penerimaan terhadap pengetahuan Perkembangan dari kemampuan intelektual dan keterampilan memanipulasi Perluasan pemaham ide dan niali Domain Dalam era materi pelajaran Fisika Sains kehidupan Sains kebumian Konsep pemersatu Hakikat sains Teknologi Dalam proses Inkuiri sains Perancangan teknologi Dalam area Masalah pribadi Tantangan sosial Sudut pandang sejarah Sudut pandang budaya Menurut Bauer, et all., dalam Gormally, 2012 kemampuan literasi sains melipiuti pemahaman konseptual, pandangan terhadap sains dan masyarakat. Gormally et al., mengklasifikasikan dua keterampilan utama untuk menilai literasi sains yaitu : 1 keterampilan yang berhubungan dengan identifikasi dan analisis dalam penggunaan inkuiri yang mendorong kepada pengetahuan siswa, 2keterampiulan yang berhungan dengan dengan pengorganisasian, analisis dan menginterpretasi data kuantitatif dan informasi sainstifik. Penelitian tidak hanya mengakses pengetahuan siswa akan tetapi juga meilai kemampuan siswa dalam mengatasi masalah dunia nyata. Menilai literasi siswa tidak hanya terkait dengan masalah-masalah di dalam kelas, tetapi literasi sains lebih menekankan pada aplikasi pengetahuan sains dalam konteks kehidupan nyata. PISA menilai literasi sains melalui kompetensi ilmiah yang meliputi kemampuan untuk mengidentifikasi isu ilmiah, mendeskripsikan atau memprediksi fenomena ilmiah dan penggunaan bukti ilmiah OECD. 2013b Ketiga kompetensi ini dipilih karena memerlukan kemampuan kognitif siswa seperti berfikir induktif dan deduktif, berfikir kritis dalam membuat keputusan, transformasi informasi dan berfikir dalam menggunakan sains. PISA mendeskripsikan enam tingkatan level kemampuan literasi sains yang berkaitan dengan kompetensi ilmiah yang siswanya perlu mencapai setiap levelnya. Berdasarkan kerangka literasi sains maka untuk meningkatkan atau melatihakan kemampuan literasi sains dapat digunakan strategi self regulated learning yang diletakan pada tahapan pelaksanaan kegiatan ataupun diletakkan pada evaluasi diri. PENUTUP Simpulan Kerangka literasi sains maka untuk meningkatkan atau melatihakan kemampuan literasi sains dapat digunakan strategi self regulated learning yang diletakan pada tahapan pelaksanaan kegiatan ataupun diletakkan pada evaluasi diri sehingga kemapuan literasi siswa akan semakin meningkat. DAFTAR PUSTAKA Gagne, R, M. 1985. The Conditions of Learning and the Theory of Instruction . New York : Reinehart and Winston. Graber, W., Nentwing, P., Becker, H.J, Sumfleth, E., Pitton,A., Wolweber, K, Jorde, D. 2001. Scientific literacy : From theory to practice. In H. Behrendt, et al Eds. Research in Science Education-Past, Present, and Future pp 61- 70. Nederland: Kluwer Academic Publisher. Harosah, Sinta, R. 2013. Penerapan Strategi Literasi Pada Pembelajaran Bertema Pelangi Untuk Meningkatkan Literasi Fisika Siswa SMP . Jakarta : UPI. Hobson, Art. 2003. Physics Literacy, Energy and The Environment . USA : Publishing Ltd. Jannah, Wardatul, Zuhra, Putri. 2015. Hubungan Self Regulated Learning Dengan Prestasi Belajar siswa Kelas XI SMK Informatika Bandung . Bandung : Prosiding Penelitian SPeSIA. OECD. 2000. Literacy Skills for the World of Tomorrow - Further results from PISA 2000 : OECD Publishing. OECD. 2003. First Result From PISA : Executive Sumary : OECD Publishing. OECD. 2006. Asesseing Scientific, Reading, and Mathematical Literacy : A Framework for PISA 2006. s.1 : OECD Publishing. OECD. 2009. PISA 2009 Results : Learning Trends Changes in Student Performance Since 2000 Volume V : OECD Publishing OECD. 2012. PISA 2012 Results in Focus: What 15- Year-Olds Know And What They Can Do With What They Know : OECD Publishing. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomer 23 tahun 2006. Standar Proses untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah . Jakarta : Menteri Pendidikan Nasional. Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomer 103 tahun 2014. Pembelajaran Pada Pendidikan Dasar dan Pendidikan Menengah . Jakarta : Menteri Pendidikan Nasional. Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 54 tahun 2013. Standar Kompetensi Lulusan . Jakarta : Menteri Pendidikan Nasional . Ruliyani, Dwi, Bekti. 2014. Hubungan Antara Self- Efficacy dan Self Regulated Leraning Dengan Prestasi Akademik Matematika Siswa SMAN 2 Bangkalan . Volume 03 Nomor 2. Sumiarni, Sri. 2015. Pengembangan Perangkat Pembelajaran Berbasis Inkuiri Terbimbing Untuk Melatihkan Literasi Sains Siswa . Thesis Pendidikan Sains Unesa. Zimmerman, B.J. 2002. Becaming a Self-Regulate Learner : An Overview, Spring : Journal Citatation Reports : Theory into Practice . Voume 41. No. 2, 64-70 ISBN: 978-602-72071-1-0 MODEL PEMBELAJARAN LANGSUNG BERBASIS PhET SIMULATION TERHADAP HASIL BELAJAR SISWA MATERI LISTRIK DINAMIS Agus Haryadi 1. S-2 Pendidikan Sains, PASCASARJANA, UNESA 2. E-mail : agush4ry4digmail.com ABSTRAK Penelitian berjudul Penerapan Model Pembelajaran Langsung Menggunakan Media PhET Simulation terhadap Hasil Belajar Siswa Mata Pelajaran Fisika Materi Listrik Dinamis Kelas XII IA SMAN 1 Driyorejo Gresik. Adapun alasan penerapan model pembelajaran langsung ini dimaksudkan untuk meningkatkan pemahaman siswa pada saat kegiatan belajar mengajar fisika dengan cara mengikutsertakan mereka dalam proses penggalian ilmu ini, sedangkan dalam suatu proses belajar mengajar diperlukan suatu ketuntasan belajar. Penelitian ini dilakukan dengan dua kali putaran. Putaran pertama dilaksanakan dengan menggunakan penerapan model pembelajaran langsung. Setelah itu dilakukan observasi dan refleksi, kami melakukan revisi kemudian dilaksanakan putaran kedua dengan tetap menerapkan model pembelajaran langsung yang telah direvisi yaitu dengan menggunakan media PhET Simulation. Adapun hasil dari penelitian ini yaitu dengan menggunakan penerapan model pembelajara langsung dapat peningkatan hasil belajar siswa terlihat dari siklus I, dan siklus II. Pada Siklus pertama ketuntasan hasil belajar siswa sebesar 58.25. Namun pada siklus kedua meningkat menjadi 87,5. Angka ini melebihi presentasi ketuntasan klasikal yaitu 75, sehingga dapat disimpulkan bahwa ketuntasan hasil belajar siswa telah tercapai pada siklus kedua. Penerapan model pembelajaran langsung menggunakan media PhET Simulation dapat meningkatkan keaktifan, kreatifitas,serta cara berfikir siswa kelas XII IPA SMA Negeri 1 Driyorejo Gresik. Kata Kunci: Pembelajaran Langsung, PhET Simulation. ABSTRACT Research entitled “Penerapan Model Pembelajaran Langsung Menggunakan Media PhET Simulation terhadap Hasil Belajar Siswa Mata Pelajaran Fisika Materi Listrik Dinamis Kelas XII IPA SMAN 1 Driyorejo Gresik ”. Use directional instructions aim for increase students understanding in physics learning with student envolved, besides complete learning is required. This research use two cycles, first cycle by using directional instruction, observation and reflection, and revision. Second cycle keep directional instructions revised with PhET Simulation. This research shows that students complete learning increase in all cycles. First students complete learning cycle shows 58.25 then become 87,5 in second cycle, shows more than required up to 75, so that students complete learning achieved in second cycle. Using directional instructions with PhET simulation increase activity, creativity, and students thinking method of 12 nd Science Class State Senior High School 1 Driyorejo Gresik. Keywords: Directional Instructions, PhET Simulation. ISBN: 978-602-72071-1-0 PENDAHULUAN Pada dasarnya pendidikan merupakan suatu proses pengembangan potensi individu. Melalui pendidikan, potensi yang dimiliki oleh individu akan diubah menjadi kompetensi. Kompetensi mencerminkan kemampuan dan kecakapan individu dalam melakukan suatu tugas atau pekerjaan. Tugas pendidik atau guru dalam hal ini adalah memfasilitasi anak didik sebagai individu untuk dapat mengembangkan potensi yang dimiliki menjadi kompetensi sesuai dengan cita-citanya melalui proses pembelajaran Dalam upaya mencerdaskan kehidupan bangsa, pendidikan formal di sekolah mencakup segala aspek kehidupan. Salah satu aspek yang dipelajari adalah Ilmu Pengetahuan Alam IPA. Tujuan utama pembelajaran Ilmu Pengetahuan Alam IPA adalah agar siswa memahami langsung IPA secara sederhana dan mampu menggunakan metode ilmiah, bersikap ilmiah untuk memecahkan masalah-masalah yang dihadapi dengan lebih menyadari kebesaran dan kekuasaan pencipta alam Depdikbud, 1997: 2. Pembelajaran IPA memiliki fungsi yang fundamental dalam mengembangkan kemampuan berpikir kritis, kreatif dan inovatif. Agar tujuan tersebut dapat tercapai, maka IPA perlu diajarkan dengan cara yang tepat dan dapat melibatkan siswa secara aktif yaitu melalui proses dan sikap ilmiah. Fisika merupakan salah satu cabang IPA yang mendasari perkembangan teknologi maju dan Langsung kehidupan yang begitu harmonis di alam. Pengelolaan sumber daya alam dan lingkungan serta pengurangan dampak bencana alam tidak akan berjalan secara optimal tanpa pemahaman yang baik tentang fisika. Pembelajaran fisika dapat dilaksanakan secara inkuiri ilmiah untuk menumbuhkan kemampuan berpikir, bekerja dan bersikap ilmiah serta berkomunikasi sebagai salah satu aspek penting kecakapan hidup. Melihat pentingnya Ilmu Pengetahuan Alam, khususnya fisika dalam kehidupan manusia, maka proses pembelajaran yang dilakukan di sekolah harus bisa diterima dengan baik oleh peserta didik. Maka dari itu pemilihan dan penggunaan model strategi maupun metode belajar harus tepat dan sesuai dengan materi yang akan diajarkan. Penggunaan model pembelajaran harus disesuaikan dengan tujuan yang akan dicapai setelah proses belajar mengajar. Proses belajar mengajar yang sementara ini dilakukan di lembaga-lembaga pendidikan masih banyak yang menggunakan pembelajaran biasa dalam penyampaian materi, dimana guru menerangkan materi dan siswa mendengarkan penjelasan dari guru. Proses belajar mengajar yang biasa seperti itu akan membuat peserta didik lebih cepat bosan ketika mengikuti pelajaran di dalam kelas terutama fisika. Dan keadaan yang tidak menyenangkan pada saat pembelajaran akan menurunkan konsentrasi siswa pada pelajaran yang sedang dipelajari sehingga pemahaman yang diserap oleh siswa tidak bisa maksimal. Tugas utama bagi pendidik adalah mengelola proses belajar mengajar sehingga terjadi interaksi aktif antara guru dengan siswa dan siswa dengan siswa. Interaksi tersebut akan mengoptimalkan pencapaian tujuan yang dirumuskan. Dalam hal ini perlu digunakan suatu model pembelajaran yang dapat meningkatkan kreativitas siswa agar proses interaksi dapat berlangsung. Pendidik sebagai fasilitator pembelajaran mendesain pembelajaran yang dapat meningkatkan pemahaman siswa. Oleh karena itu, diperlukan suatu model pembelajaran yang inovatif, model Pembelajaran Langsung. Model ini merupakan model pembelajaran yang dapat membantu siswa mempelajari keterampilan dasar dan memperoleh informasi yang dapat diajarkan tahap demi tahap. Penggunaan Model Pembelajaran Langsung khususnya dalam mata pelajaran Fisika diharapkan siswa dapat lebih berkonsentrasi dan belajar aktif dalam proses pembelajaran, menambah minat siswa di dalam belajar, meningkatkan kreatifitas siswa, memahami Langsung fisika serta mampu berpikir kritis dan menggunakan atau menerapkan beberapa Langsung fisika dalam kaitannya dengan kehidupan sehari-hari. Berdasarkan uraian tersebut maka penulis tertarik melakukan penelitian tentang ” Penerapan Model Pembelajaran Langsung Menggunakan Media PhET Simulation Terhadap Kompetensi Siswa Kelas XII IPA Pada Mata Pelajaran Fisika Materi Listrik Dinamis SMAN 1 Driyorejo Gresik?” METODE PENELITIAN Penelitian ini merupakan penelitian tindakan kelas PTK. Penelitian tindakan kelas merupakan pengkajian terhadap permasalahan praktis yang bersifat situasional dan kontekstual, yang ditujukan untuk menentukan tindakan yang tepat dalam rangka pemecahan masalah yang dihadapi atau memperbaiki sesuatu. Penelitian yang dilakukan adalah jenis penelitian tindakan kelas Classroom Action Research karena penelitian ini bertujuan menganalisis atau memecahkan suatu masalah nyata dalam bidang pendidikan. Menurut Tim Pelatih proyek PGSM 1999, bahwa penelitian tindakan kelas dilaksanakan berupa proses pengkajian berdaur yang terdiri dari 4 tahap yaitu perencanaan, kegiatan dan pengamatan, refleksi dan revisi. a. Rancangan Sebelum penelitian dilaksanakan, terlebih dahulu peneliti merencanakan dan menentukan hal-hal yang perlu dalam penelitian antara lain menentukan pokok bahasan, membuat program rencana pembelajaran, ISBN: 978-602-72071-1-0 menyiapkan lembar observasi aktivitas guru dan siswa, dan perangkat lain sebagai pelengkap. b. Kegiatan dan pengamatan Pada proses kegiatan pembelajaran di dalam kelas Penerapan Model Pembelajaran Langsung Menggunakan Media PhET Simulation terhadap Hasil Belajar Siswa Mata Pelajaran Fisika Materi Pengukuran Kelas X SMAN 1 Driyorejo Gresik peneliti dibantu oleh beberpa observer untuk mengamati jalannya proses belajar yang sedang berlangsung menggunakan lembar pengamatan atau observasi aktivitas guru dan siswa. c. Refleksi Setelah melakukan pengamatan, peneliti bersama observer mendiskusikan hasil observasi tersebut untuk mengetahui kelebihan dan kekurangan-kekurangan selama proses pembelajaran berlangsung. d. Revisi Berdasarkan hasil refleksi, peneliti membuat revisi rancangan yang berupa tindakan-tindakan perbaikan untuk memperbaiki kekurangan-kekurangan yang diperoleh dari refleksi selama kegiatan pembelajaran dan digunakan pada putaran siklus selanjutnya. Penelitian ini dilaksanakan sebanyak 2 siklusputaran. Adapun alur penelitian tindakan kelas Classroom Action Research adalah sebagai berikut : HASIL DAN PEMBAHASAN Dalam penelitian ini digunakan dua data. Data pertama adalah data nilai siswa pada materi pokok listrik dinamis dengan menerapkan Model pembelajaran langsung yang digunakan untuk lebih mengaktifkan siswa dalam proses pembelajaran fisika dilakukan pada siklus pertama. Data kedua adalah nilai siswa pada materi pokok listrik dinamis yang dilakukan pada siklus kedua dengan menerapkan Model pembelajaran langsung sebagai hasil revisi yaitu menggunakan media PhET Simulation . Penyajian data dalam penelitian ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh penggunaan Model pembelajaran langsung menggunakan media PhET Simulation pada materi pokok listrik Dinamis. Penerapan model ini dilakukan untuk mencapai ketuntasan belajar yang maksimal. A. Siklus Pertama 1. Perencanaan Sebelum melaksanakan kegiatan belajar mengajar KBM, maka yang dilakukan guru adalah sebagai berikut: a. Menyusun rencana pelaksanaan pembelajaran RPPdan silabus pada pokok bahasan listrik dinamis b. Membuat butir soal untuk ulangan harian pertama versi bahasa Indonesia sekaligus dengan rubrik penilaian. c. merencanakan penilaian produk juga afektif guna mencerminkan pendidikan berkarakter d. Merencanakan pembelajaran dengan terlebih dahulu membuat kontrak belajar berdasarkan kesepakatan bersama, guna menciptakan kedisiplinan. e. Merencanakan untuk selalu mengingatkan skor mereka sebagai hasil dari penilaian afektif untuk memotifasi mereka f. membangun pengetahuan mereka dengan memberikan pertanyaan yang bersifatmembangun “inquiri” dan memberikan pertanyaan yang bersifat “mengecek” pemahaman. g. menyediakan atau membuat media yang tidak abstrak untuk membantu pemahaman mereka dengan memberikan contoh objek asli atau animasi gambar video yang mirip. Setelah perencanaan ini tertata dengan baik maka yang dilakukan selanjutnya adalah melakukan tinadakan-tindakan sesuai dengan perencanaan di atas. 2. Pelaksanaan Tindakan guru selanjutnya adalah melaksanakan prosedur yang sudah direncanakan yaitu sebagai berikut. a. Membuat kontrak belajar. b. Menyiapkan media pembelajaran c. Menjelaskan indikator pembelajaran d. Memulai materi dengan memberikan motivasi e. Meminta siswa untuk merumuskan masalah dari motivasi. f. Meminta siswa untuk menggarisbawahi hal – hal penting, membuat peta Langsung g. Memberikan contoh soal yang bersifat sederhana ISBN: 978-602-72071-1-0 h. Memberikan kesempatan pada mereka untuk bertanya. i. Memberikan kesempatan kepada siswa lain untuk menanggapi pertanyaan dari siswa yang mengajukan pertanyaan, Jika tidak ada yang bisa menjawab maka guru boleh menjawabnya dengan cara scaffolding . j. memberikan soal-soal sebagai tugas. k. memberikan penghargaan perupa skor plus dan hukuman berupa skor min untuk setiap karakter yang dimiliki oleh masing-masing murid. l. mengumumkan skor perolehan sementara mereka, agar mereka termotifasi sekaligus berhati-hati. 3. Pengamatan Pada siklus I pengamatan dilaksanakan dengan beberapa aspek yang diamati yaitu sebagai berikut: a. Pengamatan terhadap siswa yang menjadi fokus pengamatan terhadap murid adalah sikap mereka terutama dalam mematuhi kontrak yang dibuat bersama, sebagai hasilnya adalah perolehan skor yang selalu diingatkan pada tiap pertemuan. hasilnya hampir semua siswa mendapatkan skor plus ini menandakan tingginya kedisiplinan mereka dalam mematuhi kontrak belajar, sehingg bisa dikatakan untuk penilaian afektif tidak perlu dikhawatirkan. Untuk penilaian produk atau kognitif bisa dilihat dari pengerjaan soal-soal. Untuk soal yang sudah pernah dicontohkan dan sederhana, hampir semua siswa bisa mengerjakan, untuk soal yang tidak pernah dicontohkan dan sederhana, 30 dari mereka tidak bisa, karna kesulitan dalam menggunakan rumus dan operasi hitung. untuk soal komplek sektar 25 dari mereka bisa mengerjaknnya. b. Sarana dan prasarana Sarana belajar siswa pada siklus I ini masih kurang. Hal ini disebabkan oleh minimnya sumber pengetahuan “buku” mereka hanya memiliki satu buku pedoman yang disediakan sekolah, hanya beberapa murid saja yang memiliki buku lebih dari satu. Sehingga tidak ada persiapan khusus sebelum pembelajaran dan membuat mereka sibuk dengan catatan mereka masing-masing yang akan menghabiskan waktu sangat banyak. Media yang disiapkan guru sudah bisa dikatakan bagus, karena siswa tertarik untuk memperhatikan dan belajar lebih dalam, ketertarikan siswa ini membantu mereka untuk menjalankan kontrak belajar. 4. Refleksi Berdasarkan hasil pengamatan yang dilakukan pada siklus pertama maka dapat disimpulkan siswa mencapai ketuntasan 58.25 untuk penilaian kognitif, nilai ini didapat dari nilai ulangan harian I, berikut hasil dari ulangan harian I mereka: Siswa yang dihitung tuntas sebanyak 18 orang sedangkan total siswa kelas XII IPA adalah 32 siswa. Berikut ini adalah hasil test mata pelajaran fisika siswa-siswi SMA Negeri 1 Driyorejo Gresik kelas XII IPA materi pokok listrik dinamis. Tabel 3. Nilai Hasil Tes Siswa Pada Siklus 1 NO NAMA UH-1 Ketuntasan Belajar Ya Tidak 1 Adam Risky Mohammad 70  2 Aditya Aji Purbo Pratomo 63  3 Amalia Ayu Saraswati 90  4 Amera Gita Trisnawan 92  5 Ananda Anggun Retnaningtyas 77  6 Andri Seno 75  7 Annestiana Handini 83  8 Bachtiar Wahyu Prabowo 76  9 Cicilia Kusumalinda 70  10 Debby Raka Oktanius Suwignya 78  11 Dewi Safitri Saraswati 81  12 Dhany Aristawati 84  13 Eko Achmad Wibowo 90  14 Erfandi Zen Variamen 77  15 Fenty Aprie Ayu Purboningtyas 60  16 Haryo Yudhistira H Nugroho 61  17 Herfian Handrioka 77  18 Kukuh Ardiawan 67  19 Mahargian Hammam Muafa 75  20 Merien Nadhiya Haryono 68  21 Mohamad Rafi Islami 70  ISBN: 978-602-72071-1-0 NO NAMA UH-1 Ketuntasan Belajar Ya Tidak 22 Mokhammad Irsyat Darmawan 78  23 Nevi Valensia Dwi Safitri 75  24 Ni Komang Chika Oktaviani 76  25 Pramidya Dwi Retnoingtyas 65  26 Rahman Amin Ulung 68  27 Ramdhan Qadarisyal Hamzah 77  28 Saint Willy 77  29 Sharfina Luthfiyanti 82  30 Siti Maisaro 75  31 Utari Ika Cahyani 70  32 Viola Islamia Arief Effendi 71  Keterangan: - Jumlah siswa yang tuntas : 18 - Jumlah siswa yang belum tuntas : 14 Dari hasil tes diatas, dianalisis dengan menggunakan rumus prosentase sebagai berikut: P = siswa jumlah tuntas siswa jumlah x 100 Sehingga diperoleh prosestase ketuntasan kelas sebesar 58.25 . B. Siklus Kedua 1. Rencana terevisi a. Menggunakan PhET Simulation fisika tentang pengukuran. b. Menyediakan soal- soal komplek dalam bentuk hard copy sehingga waktu akan lebih efisien. c. Menyediakan kunci jawaban dalam bentuk hard copy untuk dipelajari dirumah d. Memberikan penguatan dan penghargaan siswa yang menunjukan karakter positif. e. memberikan catatan khusus pada tugas dalam setiap soal mengenai benar atau salah. f. Memberikan bimbingan pada siswa yang belum paham di luar jam pelajaran. Setelah perencanaan ini tertata dengan baik maka yang dilakukan selanjutnya adalah melakukan tinadakan-tindakan sesuai dengan perencanaan di atas. 2. Pelaksanaan Setelah perencanaan tersusun dengan baik, maka tindakan selanjutnya adalah melaksanakan prosedur sebagai berikut: a. Melakukan presensi terhadap kehadiran siswa, apakah ada yang sakit, ijin atau alpa. b. menginfokan tentang skor sementara siswa. c. memberikan soal-soal yang bersifat kompleks dalam bentuk hard copy, dan siswa bisa langsung mengerjakan di lembaran itu. d. memberikan kesempatan pada siswa untuk mengerjakan di papan tulis dan siswa lain mengecek jawaban masing-masing. e. guru bersama siswa menganalisis bersama-sama soal yang dikerjakan di papan tulis. f. memberikan kunci jawaban yang berisi penyelesaian soal jika ada soal yang belum terselesaikan untuk siswa pelajari di rumah dalam bentuk hard copy. 3. Pengamatan Aspek yang diamati pada siklus III ini di antaranya sebagai berikut. a. Pengamatan terhadap siswa Keadaan siswa pada Siklus kedua ini jauh lebih baik lagi. Proses KBM berjalan lebih efektif karna waktu yang sebelumnya digunakan untuk mencatat difungsikan untuk mengerjakan soal dan membahasnya. Antusias dan keseriusan siswa dalam mengerjakan soal lebih meningkat ketika skor yang ditawarkan guru sangat tinggi sehingga timbul persaingan sehat antara mereka untuk menjadi yang paling cepat dan tepat dalam mengerjakan soal-soal tersebut. b. Sarana dan prasarana Sarana dan prasarana pada siklus kedua ini sudah terpenuhi, Masing-masing siswa sudah siap dengan sumber buku yang menunjang proses KBM serta ditambah soal-soal yang diberikan oleh guru yang sudah dalam bentuk hard copy, dan file mengenai materi yang dapat siswa copy. 4. Refleksi Pada siklus II ini ternyata sudah tidak perlu perbaikan-perbaikan lagi, sebab dengan adanya model pembelajaran langsung ini hasil belajar siswa menjadi meningkat dan kreativitas pola pikir anak menjadi lebih baik lagi karena mereka diajak untuk membangun dan membentuk pengetahuan mereka sendiri. Dari pelaksanaan siklus kedua yaitu dengan menggunakan Model pembelajaran langsung menggunakan media PeTH Simulation. Siswa yang dihitung tuntas sebanyak 23 orang sedangkan total siswa kelas XII IPA adalah 28 siswa. Berikut ini adalah hasil test mata pelajaran fisika siswa-siswi SMAN 1 Driyorejo Gresik kelas XII IPA materi pokok Pengukuran. Tabel 3. Nilai Hasil Tes Siswa Pada Siklus 2 ISBN: 978-602-72071-1-0 NO NAMA UH- 2 ketuntasan belajar ya tidak 1 Adam Risky Mohammad 75  2 Aditya Aji Purbo Pratomo 76  3 Amalia Ayu Saraswati 90  4 Amera Gita Trisnawan 92  5 Ananda Anggun Retnaningtyas 77  6 Andri Seno 75  7 Annestiana Handini 83  8 Bachtiar Wahyu Prabowo 76  9 Cicilia Kusumalinda 68  10 Debby Raka Oktanius Suwignya 78  11 Dewi Safitri Saraswati 81  12 Dhany Aristawati 84  13 Eko Achmad Wibowo 90  14 Erfandi Zen Variamen 77  15 Fenty Aprie Ayu Purboningtyas 68  16 Haryo Yudhistira H Nugroho 70  17 Herfian Handrioka 80  18 Kukuh Ardiawan 77  19 Mahargian Hammam Muafa 75  20 Merien Nadhiya Haryono 80  21 Mohamad Rafi Islami 77  22 Mokhammad Irsyat Darmawan 78  23 Nevi Valensia Dwi Safitri 75  24 Ni Komang Chika Oktaviani 76  25 Pramidya Dwi Retnoingtyas 70  26 Rahman Amin Ulung 78  27 Ramdhan Qadarisyal Hamzah 80  28 Saint Willy 78  NO NAMA UH- 2 ketuntasan belajar ya tidak 29 Sharfina Luthfiyanti 85  30 Siti Maisaro 79  31 Utari Ika Cahyani 75  32 Viola Islamia Arief Effendi 76  Keterangan: - Jumlah siswa yang tuntas : 28 - Jumlah siswa yang belum tuntas : 4 Dari hasil tes diatas, dianalisis dengan menggunakan rumus prosentase sebagai berikut: P = siswa jumlah tuntas siswa jumlah x 100 Sehingga diperoleh prosestase ketuntasan kelas sebesar 87,5. Dari perhitungan yang dilakukan dengan menggunakan rumus diatas, diperoleh prosentase hasil tes setelah penerapan Model pembelajaran langsung pada siklus pertama secara klasikal sebesar 58.25. Dari prosentase yang rendah ini maka dapat dikatakan bahwa kelas XII IPA belum mencapai ketuntasan belajar secara klasikal pada materi pelajaran Listrik Dinamis. Sehingga untuk mencapai ketuntasan secara klasikal peneliti melanjutkan penelitian tindakan kelas pada siklus selanjutnya yaitu siklus kedua. Namun setelah dilanjutkan pada siklus kedua dengan diterapkan Model pembelajaran langsung yang telah direvisi dan mengikuti saran-saran dari pengamat dan tambahan latihan soal-soal yang menunjang model pembelajaran TPS, ternyata materi tersebut jauh lebih mudah dipahami oleh siswa. Ini menandakan bahwa penerapan Model pembelajaran langsung pada siklus kedua dapat berjalan dengan baik. Dari hasil tes setelah siklus kedua, terlihat peningkatan ketuntasan siswa secara klasikal yaitu menjadi sebesar 87.5. Hal ini menunjukkan bahwa setelah perbaikan pada siklus kedua sangat berpengaruh terhadap pemahaman siswa pada materi pokok Listrik Dinamis yang telah diajarkan. Nilai prosentase tersebut menunjukkan bahwa nilai ketuntasn belajar setelah perbaikan pada siklus kedua meningkat atau secara klasikal dapat dikatakan tuntas karena telah mencapai lebih dari 75. PENUTUP Berdasarkan hasil penelitian penerapan Model pembelajaran langsung pada siswa kelas XII IPA SMA Negeri 1 Driyorejo Gresik pada materi pokok Listrik Dinamis , maka dapat disimpulkan bahwa penerapan Model pembelajaran langsung dapat meningkatkan hasil ISBN: 978-602-72071-1-0 belajar Fisika siswa kelas XII IPA SMA Negeri 1 Driyorejo Gresik. Hal ini dapat ditunjukkan pada peningkatan hasil belajar siswa dari siklus I, dan siklus II. Pada Siklus pertama ketuntasan hasil belajar siswa sebesar 58.25. Namun pada siklus kedua meningkat menjadi 87.5. Angka ini melebihi presentasi ketuntasan klasikal yaitu 75, sehingga dapat disimpulkan bahwa ketuntasan hasil belajar siswa telah tercapai pada siklus kedua. Penerapan Model pembelajaran langsung juga dapat meningkatkan keaktifan, kreatifitas,serta cara berfikir siswa kelas XII IPA SMA Negeri 1 Driyorejo Gresik. DAFTAR PUSTAKA Arya, P. Atam. 1997. Introduction to Classical Mechanics. United State:Addison-Wesley Professional . Fowles, Grant R. 1986. Analytical Mechanics. New York:Saunder College publishing. Greiner, Walter. 2004. Classical Mechanics Point Particles and Relativity . New York:Springer- verlag New York. Halliday, David dkk. 2010. Fundamentals of physics. United States of America: john Wiley and sons Inc. Morin, David. 2008. Introduction to Classical Mechanics: With Problems and Solutions. Cambridge:Cambridge University press. Nur, Mohamad. 2001. Teori Belajar . Surabaya:Universitas Negeri Surabaya University Press. Prabowo. 1998. Metodologi penelitian. Surabaya : UNESA University Press. Pribadi, Benny A. 2010. Model Desain Sistem Pembelajaran . Jakarta: Dian Rakyat. Pusat Kurikulum Dan Perbukuan Badan Penelitian Dan Pengembangan Kementerian Pendidikan Dan Kebudayaan.-----------.Instrumen Penilaian Buku Pengayaan Pengetahuan.Jakarata.-------- ---- Riduwan. 2007. Skala Pengukuran Variabel-Variabel Penelitian . Bandung: Alfabeta. Soedojo, Peter. 2000. Azas-azas Mekanika Analitik. yogyakarta:Gadjah Mada University Press. Sudibyo,Elok, dkk. 2008. Mari Belajar IPA. Jakarta: Pusat Perbukuan, Departemen Pendidikan Nasional. Sudjana, Nana. 2005. Metode Statistika. Bandung : Tarsito. Sugiyono. 2011. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif Dan RD . Bandung:Alfabeta. Suharsimi Arikunto. 2001. Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan . Jakarta : Bumi Aksara. Sutedjo, Bambang.----------. Pengembangan Bahan Ajar dan Media .--------- Tarigan, Djago dan H.G Tarigan. 1986. Telaah Buku Teks SMTA . Jakarta:Karunia. Tim Penyusun Kamus Pusat Bahasa. 2008. Kamus Besar Bahasa Indonesia . Jakarta: Pusat Bahasa. ISBN: 978-602-72071-1-0 PENALARAN ILMIAH DALAM PEMBELAJARAN FISIKA Nia Erlina Pendidikan sains, S3 Program Pascasarjana, Universitas Negeri Surabaya E-mail: nia.erlina1gmail.com ABSTRAK Literasi sains saat ini dianggap sebagai tujuan utama untuk meningkatkan sumber daya manusia di abad ke-21, kemampuan penalaran ilmiah ditentukan sebagai faktor penting untuk mendorong kinerja siswa dalam pembelajaran fisika. Kajian ini ditulis sebagai hasil interpretasi literatur tentang penalaran ilmiah dalam pembelajaran fisika. Keterampilan penalaran ilmiah dapat dilatihkan dan ditransfer dan merupakan faktor penting yang dapat memungkinkan bagi siswa untuk mampu menangani tugas-tugas dunia nyata dalam karir masa depan. Pembelajaran inkuiri pada siswa SMA sesuai untuk mendukung keterampilan penalaran ilmiah siswa. Lawson Classroom Test of Scientific Reasoning LCTSR merupakan instrumen penilaian untuk mempelajari hubungan antara kemampuan penalaran ilmiah siswa dan pembelajaran fisika SMA. Domain kemampuan penalaran ilmiah termasuk: 1 Conservation of Mass and Volume CMV; 2 Proportional Thinking PPT, 3 Control of Variables CV, 4 Probabilistic Thinking PBT, 5 Correlational Thinking CT, dan 6 Hypothetical-deductive Reasoning HDR . Keterampilan penalaran ilmiah melibatkan kemampuan berpikir analisis induktif dan deduktif dengan menggunakan konsep dan prinsip fisika. Penalaran ilmiah merupakan cara untuk berfikir kritis. Multi representasi bermanfaat sebagai penalaran kualitatif dan penalaran kuantitatif. Penalaran ilmiah melibatkan kegiatan menghasilkan, menguji dan merevisi hipotesis serta membantu pengambilan keputusan dalam penyelesaian masalah. Kata Kunci: keterampilan penalaran ilmiah, multi representasi, pembelajaran fisika . ABSTRACT Scientific literacy is currently regarded as the main objective to increase human resources in the 21st century, scientific reasoning skill is determined as an important factor to boost the performance of students in physics learning. This study was written as a result of interpretation of literature on scientific reasoning in physics learning. Scientific reasoning skills can be trained and transferred and is an important factor that can make it possible for students to be able to handle real-world tasks in future careers. Inquiry learning at high school students appropriate to support scientific reasoning skills of students. Lawson Classroom Test of Scientific Reasoning LCTSR is an assessment instrument to study the relationship between scientific reasoning abilities of students and teaching high school physics. Domain scientific reasoning skills including: 1 Conservation of Mass and Volume CMV; 2 Proportional Thinking PPT, 3 Control of Variables CV, 4 Probabilistic Thinking PBT, 5 correlational Thinking CT, and 6 Hypothetical-deductive reasoning HDR. Scientific reasoning skills involves the ability to think of inductive and deductive analysis using the concepts and principles of physics. Scientific reasoning is how to think critically. Multirepresentation useful as a qualitative reasoning and quantitative reasoning. Scientific reasoning involves activities generate, test and revise the hypothesis and help make decisions in problem solving. Keywords: scientific reasoning skill, multirepresentation, physics learning. ISBN: 978-602-72071-1-0 PENDAHULUAN Kehidupan tidak terlepas dengan perkembangan dunia. Perubahan aspek globalisasi, sosial, keilmuan, sumber daya manusia, dan alat hidup merupakan pemicu transformasi dalam pendidikan dan tingkat keterampilan seseorang. Akibatnya, semakin banyak pendidik, pemimpin bisnis dan politisi menyerukan keterampilan abad ke-21 yang diajarkan sebagai bagian dari pendidikan semua orang untuk keberhasilan ekonomi suatu negara. Pendidik dituntut memiliki pemahaman tentang paradigma pembelajaran abad ke-21 menjadi hal yang penting dan diterapkan sebagai kerangka pedagogis dalam proses pembelajaran. Sekolah harus mengimplementasikan kompetensi tidak hanya fokus pada penguasaan mata pelajaran utama, tetapi juga tentang konten akademik di tingkat yang lebih tinggi. Siswa perlu mengembangkan kompetensi penting hasil belajar abad 21 melalui berbagai jenis penalaran induktif, deduktif, dll sesuai dengan situasi. Fisika memiliki banyak kegunaan. Arsitek, mekanik, pembangun, tukang kayu, tukang listrik, tukang pipa, dan insinyur menggunakan fisika setiap hari dalam pekerjaan atau profesi mereka. Fisika sering didefinisikan sebagai kajian tentang materi, energi, dan transformasinya. Fisikawan menggunakan metode ilmiah untuk mengamati, mengukur, dan memprediksi peristiwa fisik dan sifatnya Ewen, et al. 2012. Sainsfisika adalah istilah yang menggambarkan dua hal utama yaitu dasar pengetahuan dan proses pengetahuan Zimmerman, 2007. Hakikat fisika meliputi rasa ingin tahu tentang benda dan fenomena alam yang menimbulkan masalah baru yang dapat diselesaikan melalui metode ilmiah yang meliputi penyusunan hipotesis, perancangan eksperimen atau percobaan, evaluasi, pengukuran, dan penarikan kesimpulan. Produk fisika berupa fakta, prinsip, teori, dan hukum yang aplikasi melalui perencanaan metode ilmiah dan konsep sains dalam kehidupan sehari-hari. Unsur-unsur tersebut diharapkan dapat muncul dalam proses pembelajaran fisika, sehingga siswa dapat mengalami proses pembelajaran secara utuh, memahami fenomena alam melalui metode ilmiah, dan meniru cara ilmuwan bekerja dalam menemukan fakta baru Wati dkk. 2012. Menurut Vernon dan Donal dalam Arsyad 2011 mengemukakan bahwa belajar adalah perubahan perilaku. Slameto 2010 menyatakan bahwa belajar adalah suatu proses usaha yang dilakukan untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru sebagai hasil pengalaman dalam interaksi dengan lingkungan. Pembelajaran dapat diartikan sebagai perubahan dalam kemampuan, sikap, atau perilaku siswa sebagai akibat dari pengalaman atau pelatihan Bukhori, 2012. Mengajar yang mengacu pada proses perubahan tingkah laku menuntut metode pembelajaran yang tepat. Metode saintifik sangat relevan dengan tiga teori belajar, yaitu teori belajar penemuan oleh Bruner, teori perkembangan struktur kognitif oleh Piaget dan zone of proximal development oleh vygotsky Hosnan, 2014. Menurut Shermer 2002 penalaran ilmiah adalah seperangkat metode yang dirancang untuk menggambarkan dan menginterpretasikan pengamatan atau menyimpulkan fenomena, masa lalu atau sekarang, dan bertujuan menguji bidang pengetahuan sebagai penolakan atau konfirmasi. Penalaran adalah proses menarik kesimpulan dari prinsip-prinsip dan bukti untuk membuat kesimpulan baru Lee She, 2010. Zimmerman 2005 mengemukakan bahwa penalaran ilmiah meliputi kemampuan berpikir yang terlibat dalam penyelidikan, eksperimen, evaluasi bukti, inferensi, dan argumentasi. Penalaran ilmiah terdiri dari keseluruhan pola penalaran biasanya meliputi sub-pola hipotetiko- deduktif dan beberapa bagian pola, yang dapat dicirikan sebagai skema operasional formal seperti proporsi kombinasi dan korelasi Lawson, 2004; Piajet, 1985. Selain itu, Weld, Stier, dan Birren 2011 melaporkan bahwa penalaran ilmiah sebagai kemampuan untuk menentukan pertanyaan sains, merencanakan cara untuk menjawab pertanyaan, menganalisis data, dan menginterpretasikan hasil. Penalaran ilmiah memberikan kontribusi dalam keterampilan kognitif siswa. Namun, penelitian pengembangan penalaran ilmiah, terutama dalam hal ilmu alam jarang dilakukan di Indonesia. Informasi yang terkait dengan penalaran ilmiah menunjukkan bahwa upaya pelaksaannya melalui penerapan strategi pembelajaran tertentu. Penelitian yang berkaitan dengan pemetaan dan karakterisasi penalaran dalam aspek kognitif dan struktur semantik terbatas secara kualitatif. Oleh karena itu, perlu untuk melakukan kajian komprehensif, untuk menganalisis secara kognitif dan menjelaskan struktur semantik yang didasari oleh proses penalaran . Zimmerman 2007 menemukan bahwa anak- anak lebih mampu dalam pemikiran ilmiah sejak awal pemikirannya, dan bahwa orang dewasa yang kurang. Dia juga menyatakan bahwa pemikiran ilmiah membutuhkan satu set kompleks keterampilan kognitif yang dikembangkan melalui banyak latihan dan kesabaran. Hal ini penting bagi pendidik untuk memahami bagaimana kemampuan penalaran ilmiah berkembang. Cara di mana para ilmuwan mengembangkan kemampuan berpikir mereka, mempertahankan kesimpulan mereka, dan terlibat dengan penjelasan alternatif Hogan Maglienti, 2001; Nersessian, 1995 sering tidak muncul di dalam pembelajaran sains. Boudreaux, Shaffer, Heron, dan McDermott 2008 mempelajari pemahaman siswa terkait dengan variabel kontrol, dan menunjukkan beberapa tantangan pendidikan yang serius. Banyak guru sains menganggap bahwa cara mengajar mereka akan memunculkan penalaran ilmiah dengan sendirinya tanpa adanya partisipasi pribadi siswa dalam proses ilmiah Hogan Maglienti, 2001. Dalam proses kegiatan di laboratorium, guru berpikir bahwa proses pembelajaran siswa terhadap fakta-fakta ilmiah dan konsep atau mengarahkan siswa untuk mengingat peralatan laboratorium akan mengembangkan penalaran ilmiah mereka. Kemudian guru-guru yang sama terkejut ketika siswa mengalami kesulitan dalam menulis laporan hasil kegiatan di laboratorium atau menerapkan pengetahuan yang diperoleh untuk situasi eksperimental baru. Dengan demikian akan terlihat bahwa peningkatan ISBN: 978-602-72071-1-0 keterampilan penalaran ilmiah harus menjadi tujuan spesifik dan eksplisit pengajaran ilmu pengetahuan. Keterampilan penalaran sangat penting bagi orang yang membutuhkan untuk dapat beradaptasi dengan lingkungan sekitarnya yang dipenuhi dengan banyak masalah kompleks. Bahkan, penalaran ilmiah merupakan keterampilan penting yang mendorong keberadaan masyarakat literasi sains. Hal ini dijelaskan oleh Galyam Le Grange 2005; Dunbar Fugelsang 2004 bahwa kemampuan adaptasi terhadap perubahan yang cepat sangat bergantung pada kemampuan untuk berpikir dan membuat keputusan berdasarkan penalaran, menganalisis, dan sintesis informasi. Masalah yang kompleks dengan dasar permasalahan yang berbeda dan banyak konsekuensi menuntut siswa untuk berlatih keterampilan penalaran ilmiah, seperti pemahaman, berpikir, meneliti, dan mengkritik Rebich Gautier, 2005. Pentingnya kesadaran penalaran sebagai tujuan utama belajar ilmu alam telah meningkat. Penelitian yang ada telah menyarankan bahwa keterampilan penalaran ilmiah dapat dilatih dan ditransfer. Pelatihan penalaran ilmiah juga dapat memiliki dampak jangka panjang pada prestasi akademik siswa. Kajian ini ditulis sebagai hasil interpretasi literatur tentang penalaran ilmiah. Penulis berusaha untuk menjelaskan pengertian, karakteristis, proses pembelajaran, dan implikasinya yang mungkin bisa dilakukan agar penalaran ilmiah dapat diketahui sehingga berpotensi terhadap pengembangan penalaran ilmiah sesuai dengan paradigma pembelajaran abad ke-21 sebagai kerangka pedagogis dalam proses pembelajaran sains. Dalam menawarkan argumentasi berikut, sebelumnya penulis memberi apresiasi atas pemikiran para peneliti yang dapat memberikan kontribusi dan acuan untuk memperkuat hasil deskripsi, interpretasi, analisis dan evaluasi yang telah dilakukan yang berkaitan dengan penalaran ilmiah, khususnya dalam pendidikan fisika. PEMBAHASAN Pengertian Penalaran Ilmiah Penalaran adalah proses menarik kesimpulan dari prinsip-prinsip dan bukti untuk membuat kesimpulan baru atau mengevaluasi kesimpulan yang diajukan Lee She, 2010. Dari perspektif literasi sains Giere, 2006, penalaran ilmiah merupakan keterampilan kognitif yang diperlukan untuk memahami dan mengevaluasi informasi ilmiah, yang sering melibatkan pemahaman dan mengevaluasi teoritis, hipotesis statistik, dan kausal. Dari sudut pandang penelitian Zimmerman, 2005, penalaran ilmiah, didefinisikan secara luas, termasuk keterampilan berfikir dan bernalar yang melibatkan penyelidikan, eksperimen, evaluasi bukti, inferensi, dan argumentasi. Aktifitas tersebut mendukung pembentukan dan modifikasi konsep dan teori tentang pengetahuan alam dan sosial. Selain itu, Weld, Stier, dan Birren 2011 melaporkan bahwa penalaran ilmiah sebagai kemampuan untuk menentukan pertanyaan sains, merencanakan cara untuk menjawab pertanyaan, menganalisis data, dan menginterpretasikan hasil. Mengacu pada penalaran sebagai proses mental yang menghasilkan dan mengevaluasi argumen logis, keterampilan penalaran meliputi klarifikasi, dasar, inferensi dan evaluasi Ennis, 1987. Klarifikasi membutuhkan mengidentifikasi dan merumuskan pertanyaan, menganalisis unsur, dan mendefinisikan istilah. Dasar mengacu pada kesimpulan tentang masalah yang didukung oleh informasi dari pengamatan pribadi, pernyataan oleh orang lain, dan kesimpulan sebelumnya. Perbedaan dengan Keterampilan inferensi adalah keterlibatan penalaran ilmiah sebagai hasil induktif atau deduktif. Proses penalaran induktif dari fakta-fakta khusus untuk mencapai kesimpulan umum, dan itu adalah proses penalaran utama yang digunakan oleh para ilmuwan untuk sampai pada generalisasi atau hukum ilmiah. Penalaran deduktif adalah proses penalaran dari satu atau lebih pernyataan umum tentang apa yang diketahui kemudian mencapai kesimpulan logis tertentu Lee She, 2010. Dari perspektif yang lebih operasional, penalaran ilmiah merupakan seperangkat keterampilan penalaran dasar yang diperlukan bagi siswa untuk melakukan penyelidikan ilmiah, yang meliputi mengeksplorasi masalah, merumuskan dan menguji hipotesis, memanipulasi dan mengisolasi variabel, dan mengamati dan mengevaluasi konsekuensi. Uji Lawson Ilmiah Penalaran LTSR menyediakan titik awal yang solid untuk menilai keterampilan penalaran ilmiah Lawson, 1978, 2000. Tes ini dirancang untuk memeriksa satu set kecil dimensi termasuk: 1 konservasi materi dan volume; 2 penalaran proporsional; 3 kontrol variabel; 4 penalaran probabilitas; 5 penalaran korelasi; dan 6 penalaran hipotetis-deduktif. Keterampilan ini merupakan komponen penting yang mendukung kemampuan penalaran ilmiah yang didefinisikan secara luas. Pentingnya Penalaran Ilmiah Hasil penelitian menunjukkan bahwa tujuan pembelajaran secara umum dalam pendidikan Sains, Teknologi, Teknik, dan Matematika STEM tidak hanya mencakup pengembangan pengetahuan konten materi tetapi juga pengembangan kemampuan ilmiah umum yang dapat memungkinkan bagi siswa untuk mampu menangani tugas-tugas dunia nyata dalam karir masa depan. Salah satu kemampuan tersebut adalah penalaran ilmiah yang berkaitan erat dengan berbagai kemampuan kognitif umum seperti berpikir kritis dan penalaran. Penelitian yang ada telah menyarankan bahwa keterampilan penalaran ilmiah dapat dilatih dan ditransfer. Pelatihan penalaran ilmiah juga dapat memiliki dampak jangka panjang pada prestasi akademik siswa. Oleh karena itu, penting untuk menyelidiki bagaimana menerapkan program pendidikan STEM yang dapat membantu siswa mengembangkan kedua STEM pengetahuan konten dan penalaran ilmiah. Untuk tujuan tersebut, hasil analisis perkembangan kemampuan penalaran ilmiah untuk siswa AS dan Cina diukur menggunakan tes Lawson. Parameter keseluruhan kemampuan penalaran ilmiah dan keterampilan individu telah di ketahui secara kuantitatif. Hasil penelitian ISBN: 978-602-72071-1-0 menunjukkan bahwa skor total siswa Cina dan AS pada tes Lawson adalah sama, tetapi berbeda dalam lima dari enam dimensi keterampilan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sistem budaya dan pendidikan kedua negara tersebut berkontribusi pada perbedaan skor yang didapatkan. Literasi sains saat ini dianggap sebagai tujuan utama untuk meningkatkan sumber daya manusia di abad ke-21, kemampuan penalaran ilmiah ditentukan sebagai faktor penting untuk mendorong kinerja siswa dalam pembelajaran sains. Banyak peneliti ilmu pendidikan telah melaporkan bahwa gender berpengaruh terhadap pemahaman siswa dan sikap mereka terhadap ilmu pengetahuan. Namun, tidak ada banyak penyelidikan di bidang interaksi antara gender dan kemampuan penalaran ilmiah. Dalam rangka untuk mendapatkan pemahaman yang lebih tentang masalah tersebut, pengaruh gender pada kemampuan penalaran ilmiah siswa. Hasil penelitian ini mengungkapkan bahwa tidak ada interaksi antara gender dan kemampuan untuk berpikir secara ilmiah, yaitu efek kemampuan penalaran ilmiah tidak tergantung pada jenis kelamin. Sebuah penalaran ilmiah memiliki implikasi instruksional yang signifikan untuk meningkatkan kemampuan penalaran ilmiah siswa Zeineddin Abd-El-Khalick, 2010. Berdasarkan uraian tersebut dapat diketahui bahwa keterampilan penalaran ilmiah dapat dilatihkan dan ditransfer. Keterampilan penalaran ilmiah merupakan literasi sains yang saat ini dianggap sebagai tujuan utama untuk meningkatkan sumber daya manusia di abad ke-21. Dapat disimpulkan bahwa keterampilan penalaran ilmiah dapat dilatihkan dan ditransfer dan merupakan faktor penting yang dapat memungkinkan bagi siswa untuk mampu menangani tugas-tugas dunia nyata dalam karir masa depan. Proses Pembelajaran Penalaran Ilmiah Kerangka kerja untuk penelitian pengembangan penalaran ilmiah anak-anak, Zimmerman menyatakan bahwa pemikiran ilmiah melibatkan pemikiran dan keterampilan penalaran yang mendukung pembentukan dan modifikasi konsep dan teori tentang pengetahuan alam dan sosial Zimmerman, 2005 dan mengklaim bahwa penalaran ilmiah mencakup keterampilan yang terlibat dalam penyelidikan, eksperimen, bukti evaluasi, dan kesimpulan yang dilakukan untuk mencapai perubahan konseptual atau pemahaman ilmiah Zimmerman, 2007. pengaruh dua metode yang berbeda pada siswa SMA yaitu belajar fisika dengan membaca by reading dan melakukan by doing pada peningkatan tingkat pemikiran ilmiah menggunakan tes Lawson. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kelompok pertama belajar fisika dengan membaca mencapai N-gain 0,16, sedangkan kelompok lainnya mencapai N-gain 0.31. Hal tersebut memberikan kesadaran perlunya implementasi berbagai model atau metode pembelajaran fisika yang tepat untuk meningkatkan tingkat kognitif siswa. Menurut model perkembangan kognitif Piaget, individu akan melalui fase dan waktu tertentu terhadap pengembangan kemampuan penalaran ilmiah. Siswa melalui tahapan perkembangan yang berbeda hingga mencapai tingkat penalaran ilmiah tertinggi yaitu penalaran operasional formal. Antara usia 6 dan 11 tahun, siswa mencapai tingkat operasional konkret. Pada tahap itu, siswa dapat mengklasifikasikan benda dan memahami konservasi jumlah, berat dan nilai-nilai yang berkelanjutan, tetapi mereka masih belum mampu berpikir dalam hal hipotesis. Siswa pada usia antara 11 dan 15 dapat mengisolasi dan mengontrol variabel dan mengamati hubungan timbal balik antara variabel melalui penalaran proporsional. Sehingga, siswa mampu melakukan penalaran hipotetis dalam tahap terakhir pengembangan penalaran yaitu penalaran operasional formal. Berdasarkan uraian tersebut dapat diketahui bahwa penalaran ilmiah mencakup keterampilan yang terlibat dalam penyelidikan untuk mendukung eksperimen, bukti evaluasi, dan kesimpulan. Siswa ditingkat Sekolah menengah atas SMA telah mencapai usia antara 11 dan 15 yang telah mampu melakukan penalaran hipotetis dalam tahap terakhir pengembangan penalaran yaitu penalaran operasional formal. Pembelajaran inkuiri pada siswa SMA sesuai untuk mendukung keterampilan penalaran ilmiah siswa. Evaluasi Penalaran Ilmiah Selain penggunaan bukti yang optimal oleh siswa dalam berbagai cara yang produktif dan berguna bagi guru dan peneliti, penilaian penalaran ilmiah juga penting untuk dilakukan. Lawson Classroom Test of Scientific Reasoning LCTSR Lawson, 1978, 2000 merupakan instrumen penilaian yang banyak digunakan untuk menyelidiki kemampuan penalaran ilmiah siswa Lee and She, 2010. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tes ini adalah dioptimalkan untuk menilai siswa SMA. The Lawson pertama kali dikembangkan pada tahun 1978 dan direvisi pada tahun 2000 yang terdiri dari 12 dua pertanyaan bertingkat sehingga total seluruh pertanyaan terdiri dari 24 item. Setiap pertanyaan memiliki pertanyaan lapis kedua yang dirancang untuk mengukur secara mendalam proses pemahaman ilmiah siswa. 12 item tes tersebut masing-masing berisi dua tingkatan yaitu tingkat pertama mengharuskan siswa untuk memilih jawaban, dan tingkat kedua menuntut siswa untuk menggunakan pemikiran atas jawaban tersebut. Siswa yang mendapat skor 0-2 diklasifikasikan pada tingkat yang lebih rendah secara umum berhubungan dengan tingkat pre-concrete operational Piaget. Skor 3-4 diklasifikasikan pada tingkat yang lebih rendah secara umum berhubungan dengan tingkat post-concrete operational Piaget. Skor 5-8 diklasifikasikan sebagai Seseorang yang berada tingkat transisi dan mereka yang mencapai skor 9-12 diklasifikasikan sebagai tingkat yang lebih tinggi yang sesuai umumnya untuk tahap operasional formal Piaget Lawson 1978. Tes Lawson memiliki desain yang unik dengan menggunakan struktur dua tingkat, yang dapat menghasilkan kekayaan informasi tentang kemampuan siswa dalam mengkoordinasikan kesimpulan dan penjelasan. Pola penalaran ilmiah sebagai domain kemampuan penalaran ilmiah termasuk: 1 Conservation of Mass and Volume CMV; 2 Proportional Thinking ISBN: 978-602-72071-1-0 PPT , 3 Control of Variables CV, 4 Probabilistic Thinking PBT , 5 Correlational Thinking CT, dan 6 Hypothetical-deductive Reasoning HDR . Berpikir proporsional dapat dikonseptualisasikan dengan cara menemukan satu variabel luas sebagai masalah perbandingan dengan variabel intensif. Pengendalian variabel meliputi mengendalikan variabel dependen dan independen yang berpengaruh dalam uji hipotesis. Berpikir probabilistik sebagai situasi di mana menghasilkan hasil tertentu ketika diulang dalam keadaan yang sama dalam konteks yang lebih besar. Berpikir korelasional untuk menentukan kekuatan hubungan timbal balik antara variabel. Penalaran hipotetis-deduktif sebagai karakteristik dari proses penalaran yang menghasilkan pengembangan dan pengorganisasian solusi yang mungkin untuk menangani masalah dalam setiap langkah dan domain dari kehidupan. Dalam fisika, banyak peneliti pendidikan yang menggunakan uji Lawson untuk mempelajari hubungan antara kemampuan penalaran ilmiah siswa dan pembelajaran fisika. Coletta dan Phillips 2005 melaporkan korelasi yang signifikan r ≈ 0,5 antara pre- post normalized gain pada konsep gaya dan kemampuan penalaran siswa diukur dengan tes Lawson. Instrumen ini telah diukur validitas dan reliabilitasnya. Misalnya, Lawson, Bank, dan Logvin 2007 menunjukkan nilai α cronbach posttest adalah 0,79. She dan Lee 2010 menunjukkan α cronbach adalah 0,71 untuk pretest, 0,61 untuk post-test, dan 0,76 untuk retensi-test. Reliabilitas tes ditemukan 0,71 dengan menghitung konsistensi internal menggunakan alpha Cronbach yang dianggap sesuai digunakan dalam penelitian. Salah satu bentuk tes LCTSR yaitu pengendalian variabel dapat dilihat pada contoh berikut. Berikut ini merupakan hasil penelitian tentang kemampuan penalaran ilmiah menggunakan Lawson Classroom Test of Scientific Reasoning LCTSR Gambar 1. Persentase Kelas 3-12 pada Enam Tingkat Tes Lawson. Tingkat 1 dan 2 menunjukkan tingkat keterampilan yang relatif rendah, persentase tingkat ini menurun seiring semakin bertambahnya usia. Level 3 menunjukkan bahwa persentase relatif tetap stabil hingga terjadi kenaikan yang tajam pada kelas 7 ke kelas 8, setelah itu terjadi penurunan terus-menerus. Secara umum terjadi peningkatan nilai persentase seiring bertambahnya usia, namun terjadi penurunan dari kelas 11 ke kelas 12. Tingkat 5 menunjukkan bahwa persentase meningkat seiring peningkatan kelas. Persentase tingkat 6 meningkat seiring besarnya kelas. Hal ini menunjukkan bahwa siswa memerlukan keterampilan penalaran yang kuat untuk menjawab semua empat item dengan benar. Berdasarkan uraian tersebut dapat diketahui bahwa Lawson Classroom Test of Scientific Reasoning LCTSR merupakan instrumen penilaian yang banyak digunakan untuk menyelidiki kemampuan penalaran ilmiah siswa. Tes ini adalah dioptimalkan untuk menilai siswa SMA. uji Lawson digunakan untuk mempelajari hubungan antara kemampuan penalaran ilmiah siswa dan pembelajaran fisika. Domain kemampuan penalaran ilmiah termasuk: 1 Conservation of Mass and Volume CMV; 2 Proportional Thinking PPT , 3 Control of Variables CV , 4 Probabilistic Thinking PBT, 5 Correlational Thinking CT , dan 6 Hypothetical-deductive Reasoning HDR . Instrumen ini telah terukur validitas dan reliabilitasnya. Dapat disimpulkan bahwa Lawson Classroom Test of Scientific Reasoning LCTSR merupakan instrumen penilaian untuk mempelajari hubungan antara kemampuan penalaran ilmiah siswa dan pembelajaran fisika SMA. Penalaran Ilmiah dalam Pembelajaran Fisika Fisika merupakan ilmu pengetahuan dasar yang berhubungan dengan perilaku dan struktur benda. Tujuan utama semua sains termasuk fisika adalah usaha untuk mencari keteraturan dalam pengamatan manusia pada alam sekitar Giancoli, 2005. Fisika bertujuan untuk mengembangkan kemampuan berpikir analisis induktif dan deduktif dengan menggunakan konsep dan prinsip fisika untuk menjelaskan peristiwa yang terkait dengan konsep dan prinsip tersebut dan menyelesaikan masalah baik secara kualitatif dan kuantitatif Erlina et al. 2015. Fisikawan menggunakan metode ilmiah untuk mengamati, mengukur, dan memprediksi peristiwa fisik dan sifatnya Ewen, et al. 2012. Mata pelajaran fisika berhubungan erat dengan berbagai gejala alam dalam kehidupan sehari-hari dan ditujukan untuk mengembangkan keterampilan bernalar, berpikir analitik, ISBN: 978-602-72071-1-0 induktif, dan deduktif menggunakan konsep dan prinsip fisika. Keterampilan penalaran meliputi klarifikasi, dasar, inferensi dan evaluasi Ennis, 1987. Penalaran ilmiah melibatkan proses induktif untuk mencapai kesimpulan umum atau deduktif untuk mencapai kesimpulan logis tertentu atau keduanya. Berdasarkan uraian tersebut dapat diketahui bahwa fisika merupakan ilmu pengetahuan dasar yang berhubungan dengan perilaku dan struktur benda. Fisika bertujuan untuk mengembangkan kemampuan berpikir analisis induktif dan deduktif dengan menggunakan konsep dan prinsip fisika. Mata pelajaran fisika berhubungan erat dengan berbagai gejala alam dalam kehidupan sehari-hari dan ditujukan untuk mengembangkan keterampilan bernalar, berpikir analitik, induktif, dan deduktif menggunakan konsep dan prinsip fisika. Dapat disimpulkan bahwa keterampilan penalaran ilmiah melibatkan kemampuan berpikir analisis induktif dan deduktif dengan menggunakan konsep dan prinsip fisika. Seorang siswa yang memiliki kemampuan dalam penalaran ilmiah diantaranya mampu menyimpulkan informasi yang valid dari data kuantitatif yang disajikan dalam bentuk grafik. Keterampilan yang diukur dalam representasi data yaitu membaca grafik, interpretasi plot pencar, dan interpretasi informasi yang disajikan dalam tabel, diagram, dan angka. Penalaran ilmiah melibatkan penyajikan beberapa hipotesis atau pandangan yang saling tidak konsisten karena interpretasi data yang berbeda. Hal ini mungkin disebabkan penyajian diagram, grafik, tabel, diagram, atau gambar yang dapat mengukur keterampilan umum siswa dalam memahami, menganalisis, dan membandingkan sudut pandang atau hipotesis alternatif. Kompetensi siswa dibentuk ketika siswa terlibat aktif dalam aktivitas mental, fisik, dan sosialnya. Proses pembelajaran pelajaran fisika mengisyaratkan pembelajaran harus bersifat student centered berbasis kegiatan ilmiah. Pembelajaran inkuiri terbimbing memberi kesempatan para siswa membangun pengetahuan secara multi representasi dan membantu siswa mengembangkan pemahaman konsep Pandey, et al., 2011. Siswa memerlukan penghayatan dari sikap, pengetahuan, dan keterampilan yang mereka dapat dari pembelajaran kemudian menyesuaikan terhadap pengalaman-pengalaman mereka melalui multi representasi. Peserta didik akan belajar lebih efektif dan efisien ketika mereka aktif untuk mengolah informasi dengan multi representasi David, et al., 2013. Beberapa alasan pentingnya menggunakan multi representasi dalam pembelajaran diantaranya, yaitu representasi bermanfaat bagi penalaran kualitatif, representasi matematik digunakan untuk penalaran kuantitatif dan multi representasi bermanfaat dalam kegiatan penyelidikan inkuiri. Acevedo, et al., 2010 menyatakan bentuk dari kemampuan multi repesentasi fisika adalah kemampuan untuk menyelesaikan masalah- masalah fisika dengan proses representasi yang bermacam cara yaitu matematis, verbal tulisan atau oral, dan visual simbolnotasi, gambar, dan grafik. Berdasarkan uraian tersebut dapat diketahui bahwa penalaran ilmiah melibatkan penyajikan beberapa hipotesis atau pandangan yang saling tidak konsisten karena interpretasi data yang berbeda. Siswa akan belajar lebih efektif dan efisien ketika mereka aktif untuk mengolah informasi dengan multi representasi. Representasi bermanfaat sebagai penalaran kualitatif dan penalaran kuantitatif. Dapat disimpulkan bahwa multi representasi bermanfaat sebagai penalaran kualitatif dan penalaran kuantitatif. Penalaran ilmiah meliputi penalaran dan keterampilan yang terlibat dalam menghasilkan, menguji dan merevisi hipotesis atau teori, dan dalam masalah yang mengembangkan keterampilan secara penuh, merefleksi pemahaman pengetahuan dan perubahan pengetahuan yang dihasilkan dari kegiatan penyelidikan. Para ilmuwan tidak satu-satunya orang yang menggunakan keterampilan penalaran ilmiah dalam bidang pekerjaan. Dalam domain kerja, seorang majikan mencari orang yang dapat mempelajari tugas baru dengan memanfaatkan kemampuan memecahkan masalah. Keterampilan penalaran tertentu dapat membantu pengambilan keputusan dan pemecahan masalah dalam kehidupan sehari-hari. Keterampilan rasio dapat digunakan dalam menentukan jarak tempuh atau menemukan merek termurah di toko. Penalaran induktif digunakan untuk membuat kesimpulan dari pengamatan dan informasi yang terbatas. Penalaran kausal dan probabilitas digunakan dalam memprediksi cuaca dan menilai tingkat asuransi. Hipotetis keterampilan penalaran deduktif digunakan dalam menyelesaikan masalah dalam kehidupan sehari-hari yang telah menjadi bagian kemampuan yang bersifat otomatis. Berdasarkan uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa penalaran ilmiah melibatkan kegiatan menghasilkan, menguji dan merevisi hipotesis serta membantu pengambilan keputusan dalam penyelesaian masalah. Awal mulanya, penalaran ilmiah disebut sebagai penalaran formal oleh Piaget atau berpikir kritis oleh Hawkins. Penalaran ilmiah berkaitan erat dengan berbagai kemampuan kognitif umum seperti berpikir kritis dan penalaran. Keterampilan penalaran ilmiah adalah alat yang memungkinkan seseorang untuk memperoleh pengetahuan baru dan berpikir kritis. Penalaran ilmiah dan keterampilan berpikir kritis merupakan landasan penting dari skeptisisme dan penalaran berbasis bukti yang merupakan dasar untuk ilmu pengetahuan. Menurut Komite Nasional Dewan Penelitian tentang Pendidikan Sarjana Sains Franz and Green, 2013, berfikir kritis disebut dengan istilah penalaran ilmiah yang menggabungkan aspek analisis dengan keterampilan khusus yang terkait dengan desain eksperimental. Berdasarkan uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa penalaran ilmiah merupakan cara untuk berfikir kritis. PENUTUP Simpulan Berdasarkan hasil kajian dari berbagai literatur diatas dapat disimpulkan bahwa: ISBN: 978-602-72071-1-0 1. Keterampilan penalaran ilmiah dapat dilatihkan dan ditransfer dan merupakan faktor penting yang dapat memungkinkan bagi siswa untuk mampu menangani tugas-tugas dunia nyata dalam karir masa depan. 2. Pembelajaran inkuiri pada siswa SMA sesuai untuk mendukung keterampilan penalaran ilmiah siswa. 3. Lawson Classroom Test of Scientific Reasoning LCTSR merupakan instrumen penilaian untuk mempelajari hubungan antara kemampuan penalaran ilmiah siswa dan pembelajaran fisika SMA. 4. Domain kemampuan penalaran ilmiah termasuk: 1 Conservation of Mass and Volume CMV; 2 Proportional Thinking PPT , 3 Control of Variables CV , 4 Probabilistic Thinking PBT, 5 Correlational Thinking CT , dan 6 Hypothetical- deductive Reasoning HDR . 5. Keterampilan penalaran ilmiah melibatkan kemampuan berpikir analisis induktif dan deduktif dengan menggunakan konsep dan prinsip fisika. 6. Multi representasi bermanfaat sebagai penalaran kualitatif dan penalaran kuantitatif. 7. Penalaran ilmiah melibatkan kegiatan menghasilkan, menguji dan merevisi hipotesis serta membantu pengambilan keputusan dalam penyelesaian masalah. 8. Penalaran ilmiah merupakan cara untuk berfikir kritis. Saran Penalaran ilmiah menjadi hal yang penting dan diterapkan sebagai kerangka pedagogis dalam proses pembelajaran. Perlunya pengembangan model pembelajaran fisika yang mengintegrasikan multirepresentasi dan penalaran ilmiah dalam menyelesaiakan masalah. DAFTAR PUSTAKA Acevedo, N. A. Van Dooren, W. Clarebout, G. Elen, J. and Verschaffel, L. 2010. “Representational flexibility in linear-function problems: a choiceno- choice study”. In L. Verschaffel, E. De Corte, T. de Jong and J. Elen Eds. Use or representations in reasoning and problem solving: Analysis and improvement , 74-79. Milton Park, UK: Routledge. Arsyad, A. 2011. Media Pembelajaran. Jakarta: Rajawali Pers. Boudreaux, A., Shaffer, P., Heron, P., McDermott, L. 2008. Student understanding of control of variables: Deciding whether or not a variable influences the behavior of a system. American Journal of Physics , 762, 163 - 170. Bukhori, F. 2012. Pembelajaran Berbasis Inkuiri untuk Optimalisasi Pemahaman Konsep Fisika pada Siswa Di SMA Negeri 4 Magelang, Jawa Tengah. Jurnal Berkala Fisika Indonesia 4 1 dan 211-21. David, M. J. Christophe, D. J. Norma, A. J. 2013. “The effect of representations on difficulty perception and learning of the physical concept of pressure”. Themes in science and technology education . Vol.6 No.2, pp. 91-108. Erlina, Nia. 2013. Pengembangan Perangkat Pembelajaran Fisika Menggunakan Model Learning Cycle 7E untuk Meningkatkan Keterampilan Penyelesaian Masalah. Tesis: Magister Pendidikan, Universitas Negeri Surabaya. Erlina. N, Jatmiko. B, and Wicaksono. I. 2015. Problem Solving Skills in Learning Physics. Proceeding International Conference 2015: 427-445. ISSN: 2443-2768 Mei 2015. Pascasarjana Universitas Negeri Surabaya UNESA, Indonesia. Ewen, D., Schurter, N Gundersen, P.E 2012. Applied Physics 10 th ed. Upper Saddle River, NJ: Prentice Hall. Franz and Green. 2013. The impact of an interdisciplinary learning community course on pseudoscientific reasoning in first-year science students. Journal of the Scholarship of Teaching and Learning , Vol. 13, No. 5, December 2013, pp. 90 – 105. Giancoli D.C. 2005. Physics: Principles with Aplication, Sixth Edition. New Jersey: Printice Hall. Giere, J., Bickle and R. F. Mauldin. 2006. Understanding Scientific Reasoning , 5th edition, Belmont, CA: ThomsonWadsworth Hogan, K.., Maglienti, M. 2001. Comparing the epistemological underpinnings of students‟ and scientists‟ reasoning about conclusions. Journal of Research in Science Teaching , 38 6, 663 - 687. Hosnan. 2014. Pendekatan Saintifik dan Kontekstual Dalam Pembelajaran Abad 21 . Jakarta: Ghalia Indonesia. Lawson, A. E. 1978. The development and validation of a classroom test of formal reasoning. Journal of Research in Science Teaching, 151, 11-24. Lawson, A. E. 2000. The generality of hypothetico- deductive reasoning: making scientific thinking explicit. The American Biology Teacher, 627, 482-495. Lawson, A. E. 2004. The Nature and Development of Scientific Reasoning: A Synthetic View. International Journal of Science and Mathematics Education , 23, 307-338. doi:10.1007s10763-004-3224-2. Lee, C.-Q., She, H.- C. 2010. Facilitating Students‟ Conceptual Change and Scientific Reasoning Involving the Unit of Combustion. Research Science Education , 40, 479-504. Nersessian, N. J. 1995. Should physicists preach what they practice? Constructive modeling in doing and learning physics. Science Education, 4 3, 203 - 226. Pandey1, G. K. Nanda, and Ranjan, V. 2011. “Effectiveness of inquiry training model over conventional teaching method on academic achievement of science students in India”. ISBN: 978-602-72071-1-0 Journal of innovative research in education. Vol.1 No.1, pp. 7-20. Piajet, J. 1985. The Equilibration of Cognitive Structures: The Central Problem of Intellectual Development . Chicago and London: University of Chicago Press. Rebich, S., Gautier, C. 2005. Concept mapping to reveal prior knowledge and conceptual change in a mock summit course on global climate change. Journal of Science Education, 53, 355- 365. Shermer, M. 2002. Why people believe weird things: Pseudo-science, superstition, and bogus notions of our time . New York, NY: Henry Holt and Company, LLC. Slameto. 2010. Belajar dan Faktor-faktor yang Mempengaruhi . Jakarta: Rineka Cipta. Wati, S. C., Sulastri, dan Riastini, N. 2012. Pengaruh Model Pembelajaran Tps Berbantuan Media Permainan Tradisional Bali Terhadap Pemahaman Konsep IPA Siswa Kelas IV SD Gugus IV Sawan. E-Journal Program Pascasarjana Universitas Pendidikan Ganesha Program Studi PGSD 3 4 1-9. Weld, J., Stier, M., Birren, J. M. 2011. The Development of a Novel Measure of Scientific Reasoning Growth Among College Freshmen: The Constructive Inquiry Science Reasoning Skills Test. Research and teaching, 404, 101- 107. World Economic Forum. 2015. New Vision for Education Unlocking the Potential of Technology http:www3.weforum.orgdocsWEFUSA_New VisionforEducation_Report2015.pdf Zimmerman, C. 2005. The development of scientific reasoning: what psychologists contribute to an understanding of elementary science learning . Paper commissioned by the Academies of Science National Research Council‟s Board of Science Education, Consensus Study on Learning Science, Kindergarten through Eighth Grade. http:www7.nationalacademies.orgboseCorinn e_Zimmerman_Final_Paper.pdf Zimmerman, C. 2007. The development of scientiWc thinking skills in elementary and middle school. Developmental Review , 27, 172-223. Zeineddin, A., Abd-El-Khalick, F. 2010. Scientific Reasoning and Epistemological Commitments: Coordination of Theory and Evidence Among College Science Students. Journal of research in science teaching , 479, 1064-1093. doi:10.1002tea.20368 ISBN: 978-602-72071-1-0 EKSPLORASI KREATIVITAS ILMIAH SISWA SMA STUDI KASUS DI SMAN KABUPATEN BANYUWANGI Iwan Wicaksono 1 Madlazim 2 Wasis 3 1 Program Studi S3 Pendidikan Sains, Program Pascasarjana Universitas Negeri Surabaya 2, 3 Dosen Pascasarjana Prodi Pendidikan Sains Univesrtitas Negeri Surabaya E-mail: iwan.wicaksono20gmail.com ABSTRAK Tujuan penelitian ini bertujuan untuk mengeksplorasi kreativitas ilmiah siswa SMA menggunakan pendekatan kualitatif. Eksplorasi kreativitas ilmiah siswa yang dilakukan meliputi proses pembelajaran, penerapan kreativitas ilmiah, hambatan faktor yang menghalangi kreativitas ilmiah, dan harapan kreativitas ilmiah siswa. Lokasi penelitian di 3 SMA Negeri di Kabupaten Banyuwangi, Jawa Timur, Indonesia yaitu SMA Negeri 1 Pesanggaran, SMA Negeri 2 Genteng, dan SMA Negeri 1 Gambiran yang dilaksanakan pada bulan November 2015. Teknik pengambilan sampel yang digunakan yaitu purposive sampling terdiri atas 1 guru di masing-masing sekolah dan 3 siswa di masing-masing sekolah. Teknik pengumpulan data meliputi: 1 wawancara; 2 obeservasi; 3 dokumen; dan 4 bahan audio visual. Analisis data kualitatif terdiri dari pengumpulan data, reduksi data, penyajian data, dan penarikan kesimpulan dengan menggunakan NVivo. Hasil eksplorasi menunjukkan jarang dilatihkan dalam proses pembelajaran terbatasnya fasilitas laboratorium, kurangnya kesempatan untuk mengungkapkan dan menerapkan ide yang dimiliki melalui kegiatan percobaan, pemanfaatan ICT masih terbatas pada penyampain materi pelajaran, kurang menekankan metode ilmiah yang mendorong kreativitas ilmiah, contoh penerapan kreativitas ilmiah, ranah evaluasi terbatas pada level menerapkan, dan kreativitas ilmiah siswa mayoritas berkategori rendah. Kesimpulan analisis kebutuhan di lapangan ini, untuk kasus yang sama dapat dijadikan sebagai landasan penelitian selanjutnya, memberikan potensi untuk mengembangkan model yang spesifik untuk meningkatkan kerativitas ilmiah siswa. Kata Kunci: kreativitas ilmiah, pendekatan kualitatif, NVivo. ABSTRACT The purpose of this study aims to explore the scientific creativity of high school students using qualitative approach. Exploration of scientific creativity of students was conducted on the learning process, the application of scientific creativity, obstacle factors that hinder scientific creativity, and expectations of the scientific creativity of students. Research sites in three high schools in Banyuwangi, East Java, Indonesia, Pesanggaran SMAN 1, SMAN 2 Tile, and SMA 1 Gambiran held in November 2015. The sampling technique used is purposive sampling consisting of one teacher in each school and 3 students in each school. Data collection techniques include: 1 interviews; 2 observation; 3 documents; and 4 audio- visual material. Qualitative data analysis consists of data collection, data reduction, data presentation, and conclusion by using NVivo. Exploration results show rarely trained in the learning process limited laboratory facilities, the lack of opportunities to express and implement those that are owned through experiment, the use of ICT is still limited to penyampain subject matter, less stressed scientific method that encourages scientific creativity, examples of the application of scientific creativity, the realm of evaluation limited to the level of implementing, and scientific creativity of students the majority of low category. Conclusion The analysis of the needs in this field, for the same case can be used as the basis of further research, giving it the potential to develop specific models to improve scientific kerativitas students. Keywords: scientific creativity, qualitative approach, NVivo. ISBN: 978-602-72071-1-0 PENDAHULUAN Keterampilan abad ke-21 secara langsung mempengaruhi pengajaran dan pembelajaran. Duncan dalam Larson Miller, 2011 menunjukkan keterampilan abad ke-21 ditandai dengan meningkatnya tuntutan keterampilan kreativitas, ketekunan, dan penyelesaian masalah yang dilakukan melalui kegiatan kelompok. Kerangka yang menggambarkan keterampilan, pengetahuan, dan keahlian siswa yang dibutuhkan untuk keberhasilan memasuki dunia kerja saat ini meliputi: 1 subyek inti dan tema abad ke-21; 2 keterampilan belajar dan inovasi; 3 keterampilan informasi, media, dan teknologi; dan 4 keterampilan hidup dan karir The Partnership for 21st Century Skills, 2009. Proses pembelajaran harus dibangun visi mendidik dengan meningkatkan keterampilan komunikasi dan kolaborasi, mengintegrasikan teknologi dan keterampilan penyelesaian masalah, serta menghasilkan pemikiran inovatif dan kreatif Anderson Krathwohl, 2001. Ditinjau dari aspek kehidupan mana pun, kebutuhan akan kreativitas sangatlah terasa. Torrance dalam Mayesky, 2009 menyatakan kreativitas adalah kemampuan untuk menghasilkan hal baru, suatu hal baru dengan kekhususan. Rhodes dalam Munandar, 2012 menyebut empat jenis definisi tentang kreativitas ini sebagai Four Ps of Creativity: Person, Process, Press, dan Product. Ditinjau dari aspek pribadi person, kreativitas muncul dari interaksi pribadi yang unik dengan lingkungannya. Torrance dalam Munandar, 2012 meninjau sebagai proses process, kreativitas adalah proses merasakan dan mengamati adanya masalah, membuat dugaan tentang kekurangan masalah, menilai dan menguji dugaan atau hipotesis, kemudian mengubah dan mengujinya lagi, dan akhirnya menyampaikan hasil- hasilnya. Ditinjau dari aspek pendorong press kreativitas dalam perwujudannya memerlukan dorongan internal maupun dorongan eksternal dari lingkungan. Definisi mengenai produk product kreativitas menekankan bahwa apa yang dihasilkan dari proses kreativitas merupakan sesuatu yang baru, orisinal, dan bermakna. Pada umunya, definisi kreativitas berfokus pada salah satu dari atau kombinasinya dari empat P yang saling berkaitan yaitu pribadi kreatif yang melibatkan diri dalam proses kreatif dengan dukungan dan dorongan dari lingkungan untuk menghasilkan produk kreatif. Kreativitas diasumsikan sebagai suatu yang dimiliki atau tidak dimiliki, dan tidak banyak yang dapat dilakukan melalui pendidikan untuk mempengaruhinya Munandar, 2012. Asumsi tersebut bertolak belakang dengan hasil penelitian yang mengungkapkan kreativitas tidak semata-mata dari sifat genetik saat lahir tetapi sifat yang dapat dikembangkan tetapi kecerdasan pada umumnya merupakan anugerah genetik Dyer, et al., 2011. Keterampilan berpikir kreatif merupakan hasil belajar, hanya sepertiga secara inovatif dan kreatif bersumber dari genetik dan sisanya dari proses belajar. Amabile dan Garner dalam Adams, 2005 menekankan bahwa berfikir kreatif merupakan aspek kunci proses kreatif. Berpikir merupakan proses menghasilkan representasi mental yang baru melalui transformasi informasi yang melibatkan interaksi secara kompleks antara atribut-atribut mental seperti penilaian, abtraksi, penalaran, imajinasi, dan pemecahan masalah Solso, et al., 2008. Berpikir kreatif merupakan unsur esensial kreativitas seseorang, setiap tindakan kreatif selalu melibatkan kemampuan berpikir kreatif. Hakikat sains meliputi empat unsur utama meliputi: 1 rasa ingin tahu tentang benda, fenomena alam, makhluk hidup, dan hubungan sebab akibat yang menimbulkan masalah baru yang dapat dipecahkan melalui prosedur yang benar dan bersifat open ended; 2 prosedur pemecahan masalah melalui metode ilmiah meliputi: penyusunan hipotesis, perancangan eksperimen atau percobaan, evaluasi, pengukuran, dan penarikan kesimpulan; 3 produk berupa fakta, prinsip, teori, dan hukum; dan 4 aplikasi berupa perencanaan metode ilmiah dan konsep sains dalam kehidupan sehari-hari. Dalam proses pembelajaran sains, keempat unsur itu diharapkan dapat muncul, sehingga siswa dapat mengalami proses pembelajaran secara utuh, memahami fenomena alam melalui pemecahan masalah, metode ilmiah, dan meniru cara ilmuwan bekerja dalam menemukan fakta baru Wati, dkk., 2012. Belajar sains mempunyai kesamaan dengan proses kreatif, berbagai langkah proses ilmiah, sesuai dengan konteks ilmiah modern, masyarakat yang membutuhkan ilmiah, dan orang yang terampil mempunyai visi kreatif Mukhopadhyay, 2013. Kreativitas ilmiah digunakan untuk mencapai langkah-langkah baru dan kebaruan dalam mewujudkan tujuan sains, salah satunya melatih siswa yang tertarik pada aktivitas sains sehingga meningkatkan prestasi akademik siswa. Mata pelajaran fisika berpotensi dalam domain untuk mendorong pemikiran kreatif dan penting untuk dikembangkan dan keseluruhan ciri kreativitas ilmiah juga merupakan ciri dasar kreativitas dalam fisika. Kreativitas dalam sains fisika merupakan proses intelektual multidimensi dan kompleks yang berhubungan dengan mengetahui, memahami dan menerapkan konsep, hukum, prinsip, teori, rumus, simbol yang digunakan dalam fisika. Proses tersebut membantu siswa dalam mengenali kemungkinan penyebab dari masalah, merumuskan masalah, mengidentifikasi variabel, mengonstruksi persamaan, mencari kemungkinan solusi menggunakan pemikiran analitis, imajinasi antisipatif, dan verifikasi percobaan. Kreativitas ilmiah sebagai suatu sifat intelektual atau kemampuan menghasilkan atau berpotensi menghasilkan suatu produk tertentu yang orisinal dan memiliki nilai sosial atau personal, dirancang dengan suatu tujuan tertentu di dalam pikiran, menggunakan informasi yang diberikan Hu Adey, 2002. Keterampilan proses sains siswa juga akan menunjukkan berapa banyak siswa memiliki komponen kreativitas ilmiah Pekmez, et al., 2009. Penyelesaian masalah dalam sains menghendaki siswa mengeksplorasi pengetahuannya sendiri dan membayangkan berbagai cara untuk memperoleh suatu solusi. Komponen kreativitas dari penyelidikan dapat diukur dengan keterampilan siswa dalam mengajukan ISBN: 978-602-72071-1-0 pertanyaan yang sesuai dan penentuan variabel, perencanaan eksperimen, dan mencoba metode yang berbeda. Torrance dalam Hu Adey, 2002 komponen kreativitas mempunyai dimensi kelancaran, kelenturan, dan orisinalitas yang melingkupi indikator keterampilan berfikir kreatif ilmiah. Dimensi kreativitas meliputi: 1 kelancaran fluency adalah kemampuan untuk menghasilkan banyak ide verbal atau nonverbal dalam merespons masalah yang tidak memiliki satu jawaban benar; 2 fleksibilitas flexibility adalah kemampuan untuk mengambil pendekatan berbeda untuk suatu masalah, memikirkan ide dalam kategori yang berbeda, atau melihat masalah dari perspektif yang berbeda; dan 3 keaslian originality berarti keunikan, ketidaksamaan dalam pemikiran dan tindakan, fleksibilitas atau cara berpikir yang unik Hu Adey, 2002; Pekmez, et al., 2009. Tes Scientific Creativity and Scientific Proses Skill SCSPC sebagai alat ukur kreativitas ilmiah dengan melakukan assesmen terhadap keterampilan proses sains siswa meliputi: 1 penggunaan-penggunaan yang tidak biasa unusual uses; 2 kemampuan siswa untuk memperbaiki suatu produk teknis product ability to improve a technical ; 3 imajinasi ilmiah siswa scientific imagination ; 4 kemampuan eksperimen kreatif creative experimental ability; dan 5 kemampuan merancang produk sains kreatif creative science product design ability Pekmez, et al., 2009. Peningkatan keterampilan berpikir kreatif ilimah tersebut dapat menjawab perubahan zaman karena masalah harus ditangani secara kreatif dan pengetahuan tidak menjamin dapat menyelesaikan masalah di masa depan . Penelitian kreativitas ilmiah yang telah dilakukan menunjukkan bahwa tidak cukup dengan kemampuan sains tetapi banyak faktor yang mempengarui perkembangan kreativitas ilmiah dan perlakuan khusus yang dapat diterapkan Hu Adey, 2002. Pendekatan kualitatif yang digunakan untuk mengidentifikasi atau mempersempit fokus dari variabel-variabel potensial kreativitas ilmiah siswa Creswell, et al., 2003. Tujuan eksplorasi untuk menginvestigasi fenomena penelitian yang belum dipahami secara utuh dan membangun hipotesis-hipotesis untuk tujuan penelitian selanjutnya. Eksplorasi kreativitas ilmiah siswa dibutuhkan karena proses identifikasi analisis kebutuhan lebih lanjut selain menggunakan informasi yang sudah ada dalam literatur atau bersandar pada hasil penelitian yang lain Creswell, 2013. Hasil eksplorasi kreativitas ilmiah siswa digunakan untuk mengungkap kebutuhan di lapangan sebelum melakukan penelitian selanjutnya. METODE PENELITIAN Pada dasarnya bagian ini menjelaskan bagaimana penelitian itu dilakukan. Materi pokok bagian ini adalah: 1 rancangan penelitian; 2 populasi dan sampel sasaran penelitian; 3 teknik pengumpulan data dan pengembangan instrumen; 4 dan teknik analisis data. Metode penelitian yang digunakan merupakan pendekatan kualitatif melalui serangkaian representasi yang digunakan mencakup berbagai catatan lapangan, wawancara, percakapan, foto, rekaman, dan catatan pribadi. Sejumlah definisi tentang penelitian kualitatif telah banyak dikemukakan oleh para ahli. Metode penelitian kualitatif sebagai prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat diamati Creswell, 2013. a. Jenis Penelitian Jenis penelitian yang digunakan adalah studi kasus eksploratoris. Studi kasus merupakan peneliti menyelidik secara cermat suatu program, peristiwa, aktivitas, proses, atau sekelompok individu Creswell, 2013. Studi kasus eksploratoris dilakukan sebagai studi pendahuluan untuk melakukan penelitian pengembangan berikutnya Borg Gall, 2003. b. Prosedur Pengumpulan data Lokasi penelitian di 3 SMA Negeri di Kabupaten Banyuwangi, Jawa Timur, Indonesia yaitu SMA Negeri 1 Pesanggaran, SMA Negeri 2 Genteng, dan SMA Negeri 1 Gambiran. Penelitian dilaksanakan pada bulan November 2015. Teknik pengambilan sampel yang digunakan yaitu purposive sampling. Sampel yang digunakan terdiri atas: 1 1 guru di masing-masing sekolah G1, G12, dan G3 dan 2 3 siswa di masing- masing sekolah S11, S12, S13, S21, S22, S23, S31, S32, dan S33. Peran peneliti dalam penelitian sebagai instrumen atau alat pengumpul data adalah merancang penelitian, pelaksana dalam pengumpulan data, analisis data yang dikumpulkan, dan melaporkan hasil penelitian. Teknik pengumpulan data meliputi: 1 wawancara; 2 obeservasi; 3 dokumen; dan 4 bahan audio visual. Wawancara semi terstruktur berdasarkan topik-topik pertanyaan yang sudah dirancang tetapi pada waktu bersamaan pada bagian-bagian tertentu dirancang dengan pertanyaan terbuka. Observasi dilakukan untuk memperhatikan fenomena melalui kelima panca indra berdasarkan fokus penelitian. Observasi melalui proses pembelajaran yang biasanya dilakukan oleh masing- masing sekolah. Dokumen yang berupa tulisan meliputi Rencana Pelaksanaan Pembelajaran RPP, Lembar Kegiatan Siswa LKS, Buku Ajar Siswa BAS dan hasil tes kreativitas ilmiah. Bahan audio visual berupa rekaman wawancara, foto, dan video proses pembelajaran. c. Analisis dan Interpretasi Data Peneliti melakukan analisis dari fakta lapangan yang ditemukan yang disintesakan ke dalam fokus, kategori, dan sub kategori yang telah ditetapkan dalam penelitian sesuai model Miles dan Huberman mengunakan NVivo. Analisis data kualitatif terdiri dari tiga kegiatan yang terjadi secara bersamaan meliputi reduksi data, penyajian data, dan penarikan kesimpulan yang ditunjukkan pada Gambar 1 Miles Huberman, 1994. Proses yang digunakan untuk analisis data kualitatif melakukan pengkodean secara manual maupun komputer. ISBN: 978-602-72071-1-0 Gambar 1. Analisis data model Miles dan Huberman Pengumpulan data merupakan fokus penelitian tentang kreativitas ilmiah siswa. Data yang muncul dalam penelitian kualitatif berwujud kata-kata melalui wawancara, observasi, dokumen, dan baha audio visual. Semua data yang terkumpul, dicatat dalam bentuk teks data NVivo. Data yang diperoleh dari lapangan cukup banyak yang perlu dicatat secara rinci dan teliti. Reduksi data merupakan proses pemilihan, pemusatan perhatian pada penyederhanaan, pengabstrakan, dan transformasi data kasar yang muncul dari catatan di lapangan. Setelah data direduksi, langkah selanjutnya penyajian data merupakan sekumpulan informasi tersusun yang memberikan kemungkinan adanya penarikan kesimpulan dan pengambilan tindakan. Melalui penyajian data tersebut, data terorganisasi, tersusun dalam pola hubungan sehingga mudah dipahami. Langkah selanjunya penarikan kesimpulan dan verifikasi, kesimpulan awal yang dikemukakan masih bersifat sementara, dan akan berubah bila ditemukan bukti yang kuat mendukung pada tahap pengumpulan berikutnya. d. Uji Keabsahan Data Kriteria keabsahan data dilakukan dengan menguji empat kriteria meliputi: 1 kredibilitas; 2 keteralihan; 3 ketergantungan; dan 4 kepastian Creswell, 2013. Cara yang dilakukan untuk melihat kredibilitas data dengan triangulasi, pengecekan anggota, perpanjangan waktu pengamatan, meningkatkan ketekunan, dan bahan referensi. Keteralihan merupakan sejauh mana penelitian dapat diterapkan dalam situasi lain. Ketergantungan merupakan keterampilan peneliti dalam mengumpulkan informasi dan ketepatan rancangan. Kepastian sebagai menguji hasil penelitian merupakan fungsi dari proses penelitian, hal ini dilakukan bersamaan dengan ketergantungan. HASIL DAN PEMBAHASAN Topik eksplorasi kreativitas ilmiah siswa yang dilakukan merupakan penerapan butir kreativitas ilmiah yang dilaksanakan dalam pembelajaran yang ditunjukkan pada Gambar 2. Gambar 2. Topik eksplorasi kreativitas ilmiah Butir kreativitas ilmiah yang berhubungan dengan keterampilan proses sains meliputi: 1 unusual uses; 2 improve a technical product ; 3 scientific imagination; 4 creative experimental ability ; dan 5 creative science product design ability Hu Adey; Pekmez, et al., 2009. Penerapan butir kreativitas ilmiah dapat ditinjau dari hasil triangulasi wawancara guru maupun siswa, observasi pembelajaran, dokumen pendukung, dan tes kreativitas. Hasil kode dapat ditunjukkan pada Tabel 1 berikut. Tabel 1 . Eksplorasi butir kreativitas ilmiah siswa Teknik Hasil Kode Frekue nsi Wawancara Guru Jarang dilatihkan Laboratorium terbatas Teoritis Tugas proyek 3 3 3 1 Wawancara Siswa  Unusual uses Jarang percobaan Tidak mencari fungsi lain Diberitahu guru Teoritis  Improve a technical product Tidak dilakukan Remidi Mengerjakan ulang Membuat soal  Scientific imagination Tidak diungkapkan Tidak diberi kesempatan Imajinasi rumus Contoh dari guru  Creative experimental Jarang dilakukan Terbatas alat dan bahan Terbatas waktu Tidak berkelompok  Creative science product design Belum Pernah  Kreativitas ilmiah dengan ICT Setuju Menarik Membantu 9 8 6 4 8 8 6 3 8 6 4 3 9 6 6 5 9 9 7 5 ISBN: 978-602-72071-1-0 Teknik Hasil Kode Frekue nsi Observasi Pembelajara n  Unusual uses Tidak diberikan kesempatan  Improve a technical product Tidak ada aktivitas  Scientific imagination Tidak berikan kesempatan  Creative experimental Tidak berikan kesempatan Tidak ada percobaan Siswa pasif  Creative science product design Tidak berikan kesempatan Tugas mengerjakan soal  Kreativitas ilmiah dengan ICT Menyampaikan materi 3 3 3 3 3 2 3 2 3 Dokumen  RPP Sintaks model tidak sesuai Langkah pembelajaran tidak jelas Alokasi waktu Aktivitas guru dominan  LKS Tidak metode ilmiah Diberikan langkah percobaan Tidak mendorong ide kreativitas ilmiah  BAS Tidak ada contoh percobaan Tidak ada contoh penerapan ilmiah Soal evaluasi C1 Soal evaluasi C2 Soal evaluasi C3 Soal evaluasi C4 3 3 3 2 3 3 2 3 3 3 3 3 1 Tes Kreativitas Ilmiah  Unusual uses Rendah Sedang  Improve a technical product Rendah Sedang  Scientific imagination Rendah Sedang  Creative experimental Rendah  Creative science product design Rendah 6 3 7 2 5 4 9 9 Contoh respons hasil wawancara guru dan siswa sebagai berikut: G2: jarang pernah dilakukan karena laboratorium kurang lengkap misalnya alat dan bahan yang disediakan sehingga cenderung saya berikan teori kepada siswa. S31: jarang sekali melakukan percobaan soalnya cuman teori saja, pemanfaatan laboratorium yang kurang, selain itu belum diberikan kesempatan mengungkapkan imajinasi. Hasil respons guru terhadap butir kreativitas ilmiah siswa menunjukkan jarang dilatihkan dalam proses pembelajaran, selain itu terbatasnya fasilitas laboratorium. Hal ini bertentang dengan tujuan sains untuk mencari keteraturan dalam pengamatan manusia pada alam sekitar Giancoli, 1998. Hasil respons siswa terhadap butir kreativitas ilmiah siswa menunjukkan kurangnya kesempatan untuk mengungkapkan dan menerapkan ide yang dimiliki melalui kegiatan percobaan. Hal ini tidak mendorong kreativitas ilmiah siswa, kreativitas ilmiah berkaitan dengan percobaan sains kreatif, menemukan masalah ilmiah kreatif dan penyelesaian, dan aktivitas sains kreatif Hu Adey, 2002. Berdasarkan metode ilmiah misalnya observasi, hipotesis, eksperimentasi, dan verifikasi mempunyai persamaan dengan proses kreatif. Kegiatan percobaan yang dilakukan mendorong siswa menerapkan metode ilmiah sehingga mengembangkan kreativitas ilmiah. Pembelajaran untuk melatihkan kreativitas ilmiah, guru harus menggunakan pendekatan imajinasi. Pendekatan ini efektif ketika siswa berusaha menyelesakan masalah sains, penyelesaian masalah membutukan daftar eksplorasi, imajinasi solusi, dan membuat teknik solusi yang baru. Potensi pemanfaatan ICT untuk mendukung kreativitas ilmiah siswa sangat besar, memberikan kesempatan menghasilkan karya kreatif tanpa kehilangan waktu. Hasil observasi pembelajaran menunjukkan siswa tidak dilatih kreativitas ilmiah melalui kegiatan percobaan. Guru seharusnya mendorong siswa aktif untuk melakukan percobaan melalui cara-cara baru yang sesuai. Pemanfaatn ICT masih terbatas pada penyampain materi pelajaran. Strategi pengajaran yang efektif mempengaruhi kreativitas merupakan kegiatan yang berpusat pada siswa, berhubungan dengan kehidupan nyata, manajemen keterampilan di kelas, pertanyaan terbuka, dorongan berpikir kreatif dan penggunaan teknologi dan multimedia. Hasil analisis dokumen untuk kreativitas ilmiah menunjukkan tidak menekankan metode ilmiah yang mendorong kreativitas ilmiah, contoh penerapan kreativitas ilmiah, dan ranah evaluasi terbatas pada level menerapkan. Pengetahuan ilmiah berguna untuk menjadikan kreatif dan terbuka dengan ide-ide baru, dan mengevaluasi secara mendalam Abd- El-Khalick, et al., 2004. Hasil butir tes kreativitas ilmiah siswa yang diberikan menunjukkan mayoritas berkategori rendah. Hasil model visual eksplorasi kreativitas ilmiah siswa dapat ditunjukkan pada Gambar 3. Gambar 3. Model visual eksplorasi kreativitas ilmiah siswa PENUTUP Simpulan Penyelesaian masalah dalam sains yang diberikan kepada siswa, membutuhkan eksplorasi, mengimajinasi ISBN: 978-602-72071-1-0 solusi, dan menciptakan kombinasi baru dari pengetahuan atau solusi melalui teknik baru. Kreativitas ilmiah merupakan komponen yang penting dalam pembelajaran sains, dibutuhkan pengembangan cara yang spesifik dan pengujian lebih lanjut untuk meningkatkan kreativitas ilmiah siswa Hu Adey, 2002; Pekmez, et al., 2009. Namun, potensi kreativitas ilmiah siswa belum banyak diteliti dalam pembelajaran Liang, 2002, penelitian yang telah dilakukan masih ada beberapa keterbatasan penelitian tentang kreativitas ilmiah. Pembelajaran sains yang terintegrasi dengan ICT untuk mendorong ide-ide yang dimiliki siswa menjadi kerangka dalam mengajar sains. Eksplorasi butir kreativitas ilmiah siswa menunjukkan jarang dilatihkan dalam proses pembelajaran, selain itu terbatasnya fasilitas laboratorium. Kurangnya kesempatan untuk mengungkapkan dan menerapkan ide yang dimiliki melalui kegiatan percobaan. Pemanfaatan ICT masih terbatas pada penyampain materi pelajaran. Kurang menekankan metode ilmiah yang mendorong kreativitas ilmiah, contoh penerapan kreativitas ilmiah, dan ranah evaluasi terbatas pada level menerapkan. Hasil butir tes kreativitas ilmiah siswa yang diberikan menunjukkan mayoritas berkategori rendah. Saran Eksplorasi kreativitas ilmiah siswa merupakan faktor yang penting dalam pembelajaran sains. Hasil kesimpulan analisis kebutuhan di lapangan ini, untuk kasus yang sama dapat dijadikan sebagai landasan penelitian selanjutnya. Berdasarkan kesimpulan hasil yang dipahami secara utuh, memberikan potensi untuk mengembangkan model yang spesifik untuk meningkatkan kerativitas ilmiah siswa. DAFTAR PUSTAKA Abd-El-Khalick, F., Boujaoude, S., Duschl, R., Lederman, N. G., Mamlok-Naaman, R., Hofstein, A., Tuan, H.-L. 2004. Inquiry In Science Education: International Perspectives. Science Education, 88 3, 397 –419. Anderson, L. W., Krathwohl, D. 2001. A Taxonomy for Learning, Teaching, and Assessing. New York: Longman. Adams, K. 2005. The Source of Innovation and Creativity: What Are The Source of Crativity and Innovation In Individual . National Center on Education and The Economy NCEE Research Summary and Final Report , 13-24. Borg, W. R., Gall, J. P., Gall, M. D. 2003. Educational Research: An Introduction. New York: Pearson Education, Inc. Creswell, J. W., Clark, V. L., Gutmann, M. L., Hanson, W. E. 2003. Modern Mixed methods Research Design. In A. Tashakkori, C. Teddie, Handbook of Mixed methods in Social Behavioral Research pp. 188-216. California: SAGE. Creswell, J. W. 2013. Qualitative Inquiry Research Design: Choosing Among Five Approach Third Edition ed.. California: SAGE. Dyer, J., Gregersen, H., Christensen, C. M. 2011. The Innovators DNA. Boston, Massachusetts: Harvard Business Review Press. Giancoli. 1998. Physics: Principles with Aplication, Fifth Edition. New Jersey: Printice Hall. Hu, W. S., Adey, P. 2002. A scientific Creativity Test for Secondary School Student. International Journal of Science Education, 24 4, 389-403. Larson, L. C., Miller, T. N. 2011. 21st Century Skill: Prepare Student for The Future. Kappa Delta Record , 121-123. Mayesky, M. 2009. Creative Activities for Young Children. Australia: Delmar Cangage Learning. Miles, M. B., Huberman, A. M. 1994. Qualitative Data Analysis: An Expanded Sourcebook Second Edition. Thousand Oaks, California: Sage Publications. Munandar, U. 2012. Pengembangan Kreativitas Anak Berbakat. Jakarta: Rineka Cipta. Mukhopadhyay, R. 2013. Measurement of Creativity in Physics - A Brief Review on Related Tools. Journal Of Humanities And Social Science, 6 5, 45-50. Pekmez, E. S., Aktamis, H., Taskin, B. C. 2009. Exploring Scientific Creativity Of 7TH Grade Students. Journal of Qafqaz University, 26, 204- 214. Solso, R. L., Maclin, O. H., Maclin, M. K. 2008. Cognitive Psychology. United State: Pearson Education. The Partnership for 21st Century Skills. 2009. A Framework for 21st Century Learning. Tucson: AZ:P2 Avaliable at: www.21stcenturyskills.org. Wati, C. S., Sulastri, Riastini, N. 2012. Pengaruh Model Pembelajaran TPS Berbantuan Media Permainan Tradisional Bali Terhadap Pemahaman Konsep IPA Siswa Kelas IV SD Gugus IV Sawan. E-Journal Program Pascasarjana Universitas Pendidikan Ganesha Program Studi PGSD, 3 4, 1-9. ISBN: 978-602-72071-1-0 PENERAPAN MEDIA PEMBELAJARAN ROLE PLAYING GAME RPG MAKER XP TERHADAP HASIL BELAJAR SISWA Nurhayati Ningsih SMA Negeri 2 Probolinggo Email : nurhayatiningsihgmail.com ABSTRAK Tujuan Penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh penerapan media pembelajaran Role Playing Game RPG Maker XP terhadap hasil belajar siswa kelas XI-IPA SMAN 2 Probolinggo materi Termodinamika. Jenis penelitian ini adalah penelitian tindakan kelas yang terdiri dari 2 siklus. Siklus 1 terdiri dari perencanaan, tindakan, observasi dan refleksi dan revisi. Hasil dari refleksi dianalisis dan selanjutnya diadakan revisi sebagai tindak lanjut untuk diadakan penyempurnaan pada siklus 2. Berdasarkan hasil penelitian, penerapan media pembelajaran Role Playing Game RPG Maker XP berpengaruh terhadap hasil belajar siswa. Hal ini ditunjukkan dengan adanya kenaikan secara signifikan pada hasil belajar siswa yaitu nilai rata-rata tes tulis mengalami kenaikan sebesar 15,29, sedangkan ketuntasan secara klasikal mengalami kenaikan sebesar 21,87. Sedangkan respon siswa terhadap media pembelajaran Role Playing Game RPG Maker XP sangat setuju dan respon siswa diambil dengan menggunakan angket. Kata Kunci : Media Pembelajaran RPG Maker XP, Hasil Belajar ISBN: 978-602-72071-1-0 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sistem pendidikan di Indonesia ternyata telah mengalami banyak perubahan. Perubahan-perubahan itu terjadi karena telah dilakukan berbagai usaha pembaharuan dalam pendidikan. Masyarakat perguruan tinggi atau masyarakan pendidikan selalu berusaha dalam penemuan baru di bidang ilmu pendidikan dan teknologi pendidikan yang akan membawa pengaruh sangat besar dalam bidang pendidikan. Akibat pengaruh-pengaruh itu maka pendidikan semakin mengalami kemajuan. Guru mengemban tugas yang berat untuk tercapainya tujuan pendidikan nasional yaitu berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri serta menjadi warga negara yang demokratis dan bertanggung jawab. Sisdiknas 2009 Berhasilnya tujuan pembelajaran ditentukan oleh banyak faktor diantaranya adalah faktor guru dalam melaksanakan proses belajar mengajar, karena guru secara langsung dapat mempengaruhi, membina dan meningkatkan kecerdasan serta keterampilan siswa. Untuk mengatasi permasalahan di atas dan guna mencapai tujuan pendidikan secara maksimal, peran guru sangat penting dan diharapkan guru memiliki model dan media pembelajaran yang baik dan sesuai dengan konsep-konsep mata pelajaran yang akan disampaikan. Agar tetap memelihara posisinya yang penting dan tidak menjadi penghambat secara teknis, guru-guru dituntut kreatif menemukan dan menciptakan macam- macam media. Media disediakan oleh guru agar siswa melakukan aktivitas interaktif yang menyenangkan dan menantang potensi siswa serta membebaskan tumbuhnya prakarsa dan kreativitas siswa menjadi manusia yang memiliki kekuatan spiritual, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia dan ketrampilan. Dengan demikian, perubahan peran penting guru adalah dari guru yang dominan menjadi guru yang membebaskan. Utomo Dananjaya 2010 Sesuai dengan Peraturan Pemerintah RI No. 192005, pasal 19 yaitu proses pembelajaran pada satuan pendidikan diselenggarakan secara interaktif , menyenangkan, menantang, memotivasi peserta didik untuk berpartisipasi aktif serta memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa, kreativitas dan kemandirian sesuai dengan bakat, minat dan perkembangan fisik psikologi peserta didik. Berdasarkan survey di SMA Negeri 2 Probolinggo, dalam pelaksanaan pembelajaran sudah menerapkan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan akan tetapi pelaksanaannya belum maksimal. Untuk prestasi belajar yang diperoleh oleh peserta didik berdasarkan ulangan harian masih banyak siswa yang mendapat nilai dibawah 75 sehingga banyak siswa yang harus mengikuti remidi. Sedangkan berdasarkan respon dari siswa banyak yang mengatakan kurang berminat karena mereka merasa bahwa pelajaran fisika itu sulit, terlalu banyak rumus dan sangat menjenuhkan. Dengan adanya permasalahan tersebut, maka peneliti akan mencoba untuk menerapkan media pembelajaran Role Playing Game RPG Maker XP dikelas XI IPA – 1 sebagai penunjang pelaksanaan KTSP, sehingga pelaksanaan KTSP dapat berjalan dengan baik dan maksimal. Juga untuk membantu guru dalam menyajikan materi pelajaran fisika yang menyenangkan, selain itu juga untuk mengurangi tingkat remidi pada siswa. Melalui pembelajaran dengan media Game RPG Maker ini diharapkan hasil pembelajaran dapat lebih bermakna bagi siswa, sehingga pelajaran fisika menjadi suatu pelajaran yang sangat menyenangkan. Sehingga penulis memandang perlu untuk melakukan penelitian dengan judul : “Penerapan Media Pembelajaran Role Playing Game RPG Maker XP Terhadap Hasil Belajar Siswa”.

II. B. RUMUSAN MASALAH

Berdasarkan latar belakang penelitian di atas, maka dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut : 1. Bagaimanakah pengaruh media pembelajaran RPG Maker XP terhadap hasil belajar siswa kelas XI IPA- 1 di SMA Negeri 2 Probolinggo? 2. Bagaimanakah respon siswa terhadap media pembelajaran RPG Maker XP di kelas XI IPA-1 di SMA Negeri 2 Probolinggo ?

III. C. TUJUAN PENELITIAN

Penelitian ini dilakukan dengan tujuan : 1. Mengetahui hasil belajar siswa setelah dilakukan kegiatan pembelajaran pada konsep Termodinamika dalam pembelajaran fisika dengan menggunakan media pembelajaran RPG Maker XP di kelas XI IPA-1 SMA Negeri 2 Probolinggo. 2. Mengetahui respon siswa terhadap proses pembelajaran dengan menggunakan media RPG Maker XP di Kelas XI IPA-1 SMA Negeri 2 Probolinggo

IV. D. MANFAAT PENELITIAN

1. Bagi peneliti yaitu sebagai bahan masukan dalam kegiatan pembelajaran dengan menerapkan media pembelajaran RPG Maker XP . 2. Bagi siswa yaitu untuk membantu meningkatkan hasil belajar siswa melalui penyajian materi yang menarik dan menyenangkan sehingga siswa punya keinginan yang tinggi untuk menuntaskan materi pelajaran, keberanian bertanya, keberanian mengemukakan pendapat, bekerja sama dalam kelompok dan menghargai pendapat orang lain. 3. Bagi sekolah yaitu memberikan masukan untuk meningkatkan kualitas pembelajaran.

E. KAJIAN TEORI Pembelajaran Fisika

ISBN: 978-602-72071-1-0 Mata pelajaran fisika di SMA dikembangkan dengan mengacu pada pengembangan fisika yang ditujukan untuk mendidik siswa agar mampu mengembangkan observasi dan eksperimentasi serta berfikir taat azas. Hal ini di dasari oleh tujuan fisika, yakni mengamati, memahami dan memanfaatkan gejala- gejala alam yang melibatkan zat materi dan energi Pedoman Khusus Pengembangan Silabus dan Penilaian mata Pelajaran Fisika, 2004: 2. Menurut Lukmanul Hakim : 2004 mata pelajaran fisika di SMA merupakan salah satu pelajaran wajib secara umum yang memiliki tujuan sebagai berikut 1. Menyadari keindahan dan keteraturan alam untuk meningkatkan keyakinan terhadap Allah SWT. 2. Memupuk sikap ilmiah yang mencakup : jujur dan obyektif terhadap data terbuka dalam menerima pendapat berdasarkan bukti-bukti tertentu, ulet dan tidak cepat putus asa, kritis terhadap pernyataan ilmiah, yaitu tidak mudah percaya tanpa ada dukungan hasil observasi empiris, dapat bekerja sama dengan orang lain. 3. Memberi pengalaman untuk dapat mengajukan dan menguji hipotesis melalui percobaan : merancang dan merakit instrumen percobaan, mengumpulkan, mengolah dan menafsirkan data, menyusun laporan serta mengkomunikasikan hasil percobaan secara lisan dan tertulis. 4. Mengembangkan kemampuan berpikir analitis induktif dan dedukatif dengan menggunakan konsep dan prinsip fisika untuk menjelaskan berbagai peristiwa alam dan menyelesaikan masalah, baik secara kualitatif maupun kuantitatif. 5. Menguasai pengetahuan, konsep dan prinsip fisika serta mempunyai ketrampilan mengembangkan pengetahuan, ketrampilan dan sikap percaya diri sehingga dapat diterapkan dalam kehidupan sehari- hari dan sebagai bekal untuk melanjutkan pendidikan pada jenjang yang lebih tinggi. 6. Membentuk sikap positif terhadap fisika dengan menikmati dan menyadari keindahan dan keteraturan perilaku alam serta menjelaskan berbagai peristiwa alam dan keluasan penerapan fisika dalam teknologi. Pembelajaran fisika sebagai proses sistem yang tidak terlepas dari komponen-komponen lain yang saling berinteraksi di dalamnya. Salah satu komponen dalam proses tersebut adalah media pembelajaran.

A. Media Pembelajaran Berbasis Game RPG Maker

Ketepatan seorang guru dalam memilih metode pembelajaran akan berpengaruh terhadap keberhasilan belajar siswa, karena metode pembelajaran akan berpengaruh terhadap kegiatan pembelajaran di kelas. Hal ini sesuai dengan pendapat Djahiri 1992:28 yang menyatakan bahwa, pemilihan metode pembelajaran yang sesuai dengan tujuan kurikulum dan potensi siswa merupakan kemampuan dan ketrampilan dasar yang harus dimiliki seorang guru. Dengan adanya media Game edukasi dengan RPG Maker yang disertai dengan kecanggihan teknologi saat ini, sudah seharusnya guru tertantang untuk menggunakan media tersebut guna meningkatkan kualitas pembelajaran yang ia laksanakan, sehingga diharapkan mampu mengatasi kesulitan siswa dalam memahami konsep-konsep fisika yang pada akhirnya dapat meningkatkan hasil pembelajaran fisika di SMA. Perkembangan teknologi informasi telah mengubah cara belajar, bekerja dan implementasinya bisa kita lihat antara lain dengan munculnya istilah-istilah baru seperti e-book, cyber campus dan pembelajaran berbasis game. Peningkatan kualitas pendidikan baik dari segi kualitas dan kuantitas telah menjadi perhatian dan sepatutnya mendapatkan perlakuan khusus sebagai alternatif dalam pengembangan pendidikan dan meningkatkan kualitas pedagogik. Berbagai macam media dan metode pembelajaran yang telah diimplementasikan dalam rangka meningkatkan pola pembelajaran sebelumnya, game pembelajaran adalah salah satu metode pembelajaran yang tengah dikembangkan. Sifat dari game yang mengharuskan pemain untuk mandiri dan aktif, mengerti konsekuensi dalam mengambil keputusan, mengimplementasikan strategi terbaik, serta meningkatkan motivasi dan mendukung pengembangan kemampuan pemainnya Clark,2006. Dalam pembelajaran fisika, adanya media game RPG Maker dapat membantu guru dan siswa dalam menampilkan gambar, konsep dan berbagai macam soal fisika baik pilihan ganda maupun esay, sehingga siswa lebih bersemangat, termotivasi dan menyenangkan dalam belajar dan anggapan selama ini bahwa fisika hanyalah pelajaran yang menjemukan adalah salah. B. Hasil Belajar Belajar merupakan sifat ilmiah yang dimiliki manusia sepanjang hidupnya, maka dapat dikatakan bahwa belajar berlangsung seumur hidup. Menurut Nana Sudjana 1992:5 “ belajar adalah perubahan yang relatif permanen dalam suatu kecenderungan tingkah laku sebagai hasil dari praktek atau latihan”. Perubahan yang didasari dan timbul akibat praktek, pengalaman, latihan bukan secara kebetulan. Menurut Arief S. Sadiman 2006:2 “belajar adalah proses perubahan tingkah laku yang relatif permanen pada diri seseorang sebagai akibat interaksi individu dengan lingkungannya dan bukan karena kematangan”. Untuk mengetahui hasil belajar yang dicapai siswa diadakanlah suatu penilaian. Penilaian dapat diadakan setiap saat selama kegiatan pembelajaran berlangsung, dapat juga diadakan setelah siswa menyelesaikan suatu program pembelajaran dalam waktu tertentu. Diantaranya berbagai hasil belajar menurut Nana Sudjana 1992: 23, hasil belajar dalam aspek kognitif yang paling banyak dinilai oleh para guru di sekolah karena berkaitan dengan kemampuan siswa dalam menguasai isi bahan pelajaran. Pendapat serupa dikemukakan oleh Hari Setiadi Bahrul Hayat 1999 : 228 yang menyatakan bahwa aspek yang paling umum dinilai dalam kegiatan belajar mengajar di kelas adalah kognitif. Berdasarkan uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa hasil belajar adalah kemampuan yang dimiliki oleh siswa setelah menerima pengalaman belajar, baik ISBN: 978-602-72071-1-0 Rencana Tindaka n Pelaksana an Tindakan Observa si Refleksi Observa si Pelaksana an Tindakan Rencana tindakan Refleksi Siklus I Siklus II yang berupa pengetahuan, sikap dan ketrampilan. Hasil belajar bukan hanya suatu penguasaan hasil latihan saja, melainkan mengubah perilaku. Bukti yang nyata jika seseorang telah belajar adalah terjadinya perubahan tingkah laku pada orang tersebut, misalnya dari tidak tahu menjadi tahu, dari tidak mengerti menjadi mengerti.

F. METODE PENELITIAN A. Rancangan Penelitian

Penelitian Tindakan Kelas PTK ini, terdiri dari empat tahap yaitu perencanaan tindakan, pelaksanaan tindakan, observasi dan refleksi dengan menggunakan pendekatan kualitatif Husnul Chotimah, 2008: 2. Karena peneliti dapat memperbaiki media pembelajaran secara langsung, peneliti dapat meneliti sendiri media pembelajaran yang digunakan di kelas, peneliti dapat melihat merasakan dan menghayati apakah praktik- praktik pembelajaran yang dilakukan selama ini memiliki keefektifan yang tinggi. Desain yang digunakan dalam penelitian ini adalah model Kemmis dan Mc Taggart yang dapat digambarkan seperti di bawah ini Gambar 1 Model PTK oleh Kemmis dan Mc Taggart

B. Subyek penelitian

Siswa yang diberi tindakan adalah siswa kelas XI IPA-1sebanyak 32 siswa dan satu orang guru sebagai peneliti serta satu orang teman sejawat sebagai pengamat. Dan siswa dalam kelas tersebut belum pernah mendapatkan pembelajaran dengan menggunakan media Game RPG Maker.

C. Tehnik Pengumpulan Data

1 Observasi Metode observasi sebagai metode ilmiah dapat diartikan sebagai pengamatan dan pencatatan secara sistematis terhadap fenomena-fenomena yang diselidiki Sutrisno Hadi, 1989 : 136. Sedangkan pendapat lain mengatakan bahwa observasi adalah cara pengambilan data dengan menggunakan mata tanpa ada pertolongan standart lainnya untuk keperluan tersebut Moh. Nasir, 1988 : 212 Oleh karena itu, observasi disini dilakukan untuk mengamati aktivitas siswa selama proses pembelajaran, sebagai upaya

D. Analisis Data

a Analisa data hasil tes Data nilai tes untuk mengetahui tingkat ketuntasan hasil belajar secara individual maupun klasikal. Seorang siswa dikatakan mencapai ketuntasan belajarnya, jika prosentase daya serap atau nilai yang diperoleh mencapai 75 , dengan perhitungan: Prosentase � � � ℎ � � Sedangkan secara klasikal, suatu kelas telah tuntas belajarnya bila di kelas tersebut telah terdapat 85 siswa yang telah mencapai prosentase daya serap dengan perhitungan : � b Analisis Angket siswa Angket merupakan sejumlah peryataan tertulis yang digunakan untuk memperoleh data tentang respon siswa terhadap pembelajaran fisika dengan menggunakan media Game RPG Maker selama proses pembelajaran. Untuk menganalisis angket data yang diperoleh diubah ke prosentase yang menggunakan rumus sebagai berikut: Prosentase � � � ℎ � � Jika siswa yang menjawab positif lebih dari 60 maka dianggap seluruh siswa setuju atau mempunyai tanggapan positif terhadap pernyataan tersebut.

G. Hasil Penelitian Pelaksanaan Pembelajaran

a Siklus I Pelaksanaan tindakan Pada tahap pelaksanaan tindakan , media pembelajaran berbasis Game RPG Maker ini memuat tentang konsep-konsep Hukum I Termodinamika beserta soal-soalnya yang digunakan sebagai proses tanya jawab dengan siswa. Disamping itu agar siswa lebih aktif dalam proses pembelajaran maka digunakan metode diskusi secara berkelompok untuk menjawab konsep-konsep dan soal-soal yang ditampilkan dalam game untuk mengukur tingkat pemahaman konsep siswa dalam proses pembelajaran tersebut. Pada siklus I ini terdapat empat Map dimana Map 1 memuat satu pertanyaan umum, map 2 terdapat dua soal, map 3 terdapat dua soal dan map 4 terdapat dua soal. Adapun rincian pelaksanaannya adalah sebagai berikut : i Pertemuan I 1 x 45 menit Kegiatan awal, setelah siswa memberi salam, peneliti melakukan kegiatan rutin di awal pertemuan meliputi : mempresentasi siswa , memberi semangat dengan suasana yang nyaman dan kondusif serta memberikan informasi tentang langkah-langkah pembelajaran yang akan diterapkan pada pertemuan berikutnya dan peneliti juga menginformasikan bahwa untuk lebih semangat dalam pembelajaran maka tiap