ISBN: 978-602-72071-1-0 Pengembangan perangkat lunak yang dilakukan
dimulai dari mendesain ulang tata letak dan penambahan beberapa fitur dari perangkat lunak yang
dipedomani. Pengembangan dari desain awal ini terlihat pada gambar 10 berikut
Tampilan front panel seperti gambar 10 diatas
merupakan representasi dari analisis kebutuhan dan desain yang sudah dijabarkan sebelumnya. Pada front
panel terdapat tombol pilihan calibrate untuk
mengkalibrasikan spectroVis. Tombol collect data untuk menghimpun data. Terdapat dua pilihan untuk
mode penghimpunan data yakni absorbance dan transmittance.
Tombol end untuk mengakhiri program ini. Tampilan utama merupakan grafik yang
akan memperlihatkan
puncak-puncak panjang
gelombang yang sedang diamati. Selain itu juga terdapat tabel yang memperlihatkan seluruh data
yang ditampilkan pada grafik. Adapun block diagram dari program ini diperlihatkan pada gambar 11
berikut.
Wujud akhir perangkat lunak sistem akuisisi data
eksperimen spektrometer atom yang dikembangkan adalah dalam format .exe. Hal ini dilakukan dengan
tujuan agar perangkat lunak yang dihasilkan dapat digunakan secara luas dan mudah tanpa harus
menginstal program LabVIEW pada laptop atau komputernya.
D. Hasil Tahap Implementasi
Perangkat lunak sistem akuisisi data eksperimen spektroskopi atom yang dikembangkan selanjutnya
diimplementasikan dengan cara menggunakannya pada kegiatan eksperimen spektroskopi atom.
Program dijalankan dan diujicoba melakukan pengambilan data untuk topik eksperimen spektrum
atom hidrogen. Tampilan program yang sedang digunakan untuk mengambil data terlihat pada
gambar 12 berikut
E. Hasil Tahap Evaluasi
Evaluasi kinerja
perangkat lunak
yang dikembangkan dilakukan membandingkan hasil
pengukuran perangkat lunak akusisi data eksperimen spektroskopi atom berbasis LabVIEW yang
dihasilkan dengan perangkat lunak dari Logger Pro. Hasil
pengukuran spektrum
atom hidrogen
menggunakan perangkat
lunak akusisi
data eksperimen berbasis LabVIEW terlihat seperti
Gambar 11. Perangkat lunak yang dikembangkan memberikan hasil pengukuran dan menampilkan
grafik spektrum yang sama dengan Logger Pro. Nilai persentase kesalahan dari produk yang dihasilkan
sangat baik yakni 0. Hasil pengukuran spektrum atom hidrogen menggunakan perangkat lunak dari
Logger Pro terlihat seperti Gambar 12 berikut.
F. Pembahasan Hasil Penelitian
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan dengan mengembangkan perangkat lunak berbasis
LabVIEW didapatkan produk akhir berupa sistem akuisisi data eksperimen spektroskopi atom yang
dapat digunakan sebagai penunjang kegiatan eksperimen spektroskopi atom. Produk yang
dihasilkan memiliki nilai persentase kesalahan yang sangat baik. Hal ini karena tidak ada perbedaan
panjang gelombang yang ditampilkan antara produk yang dikembangkan dengan produk pembanding
Logger Pro. Tingginya tingkat keakuratan produk yang dihasilkan menjadikan produk ini baik untuk
menjadi perangkat dalam melakukan eksperimen yang menggunakan alat spektrometer.
Gambar 10. Desain front panel program akuisisi spektroskopi atom berbasis LabVIEW yang dikembangkan
Gambar 11. Desain block diagram program akuisisi spektroskopi atom berbasis LabVIEW yang dikembangkan
Gambar 12. Pengambilan data spektrum atom hidrogen menggunakan perangkat lunak Logger Pro
ISBN: 978-602-72071-1-0
PENUTUP Simpulan
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan dan hasil
pembahasan mengenai
pengembangan perangkat lunak sistem akuisisi data eksperimen
spektroskopi atom berbasis LabVIEW, didapatkan beberapa kesimpulan bahwa:
1. Telah dihasilkan perangkat lunak sistem akuisisi data menggunakan program LabVIEW 2012
yang dapat digunakan untuk beberapa topik eksperimen
spektroskopi atom
yang menggunakan alat spektrometer.
2. Perangkat lunak akuisisi data eksperimen spektroskopi atom berbasis LabVIEW yang
dikembangkan memiliki tingkat keakuratan yang baik dengan nilai persentase kesalahan
0, ketelitian yang baik dengan nilai sekian .
Selama peneliti melakukan penelitian untuk mengembangkan perangkat lunak sistem akuisisi data
eksperimen spektroskopi atom berbasis LabVIEW terdapat beberapa kesulitan dan menjadi keterbatasan
peneliti untuk melakukan pengambilan data, diantaranya adalah:
1. Perangkat lunak berbasis LabVIEW yang dikembangkan hanya bisa dijalankan jika alat
spektrometer tersambung dengan perangkat keras laptop.
2. Penempatan sumber cahaya harus diatur sedemikian rupa agar fiber optic bisa mendapat
dan meneruskan informasi dengan tepat dan akurat.
Saran
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, maka peneliti mengajukan beberapa saran:
1. Penelitian ini dapat dikembangkan lagi dengan menambahkan beberapa fitur yang menawarkan
lebih banyak kemudahan untuk menggunakan perangkat lunak sistem akuisisi data eksperimen
spektroskopi atom,
2. Hasil penelitian ini juga dapat dikembangkan lagi menjadi perangkat lunak pada eksperimen
berbasis remote
laboratory yang
bisa mengendalikan perangkat keras dari jauh.
3. Untuk mendapat manfaat yang nyata dalam dunia pendidikan, tenaga pendidik dapat
menggunakan blog panduan eksperimen dan perangkat lunak eksperimen spektroskopi hasil
dari pengembangan penelitian ini pada kegiatan belajar dan mengajarnya.
UCAPAN TERIMAKASIH Terimakasih penulis ucapkan kepada Sdr.
Achmad Ginanjar dan Sdr. Rahmat Ari Widodo yang membantu
penulis dalam
penyelesaian pengembangan produk perangkat lunak sistem
akuisisi data eksperimen spektroskopi atom berbasis LabVIEW ini. Ucapan yang sama penulis sampaikan
kepada teknisi Laboratorium Teknologi Pembelajaran Sains LTPS Universitas Ahmad Dahlan yang sudah
memfasilitasi penulis untuk melakukan penelitian.
DAFTAR PUSTAKA Arief, Sadiman. et. al. 2006. Media Pendidikan
Pengertian, Pengembangan,
dan Pemanfaatannya
. Jakarta: Raja Grafindo Persada.
Austerlitz, Howard. et. al. 2003. Data Acquisition Techniques Using PCs Second Edition
. USA: Academic Press.
Batan. 2015.
http:www.batan.go.idpusdiklatelearningPe ngukuranRadiasiPencacah_00.htm. Diakses
pada tanggal 27 Oktober 2015. Bitter, Rick. Mohiuddin, Taqi. Nawrocki, Matt. 2007.
LabVIEW
TM
Advanced Programming
Techniques Second Edition . New York: CRC
Press Taylor and Francis Group. Chapra, Steven C. and Canale, Raymond P. 2010.
Numerical Methods for Engineers Sixth Edition
. New York: McGraw-Hill. Emilio, M. Di Paolo. 2013. Data Acquisition System
from Fundamentals to Applied Design . New
York: Springer Science and Business Media. Essick, John. 2013. Hands-On Introduction to
LabVIEWTM for Scientists and Engineers Second
Edition. New
York: Oxford
University Press. Ginanjar, Achmad. 2014. Pengembangan Simulasi
Eksperimen Pada Materi Radioaktivitas SMA Kelas XII Berbasis LabVIEW
. Yogyakarta: SKRIPSI UAD.
Jadhav, Kishori and Sarwade Nisha. 2014. Development
of 416-Channel
Data Acquisition
System Using
LabVIEW. International Journal of Science and
Research IJSR, Volume 3, Issue 7, July
2014, ISSN online: 2319-7064. Lauterburg, Urs. 2001. LabVIEW
TM
in Physics Education
. Switzerland: Physics Institute University of Bern.
Naik, S.S. Kotwal, Ismat. Chandak, RM. And Gaonkar, VG. 2004. Data Acquisition and
Instrumenr Control System for Neutron Spectrometer.
PRAMANA: Journal
of physics, Indian Academy of Sciences
, Vol 63, No. 2, August 2004, pp 455-458.
Patil, Mahesh S. and Nerkar, Sachin S. 2014. Real Time Data Acquisition for Smart Home using
LabVIEW. PRATIBHA:
International Journal of Science, Spirituality, Business and
Technology IJSSBT , Vol 2, No. 2, May
2014, ISSN print: 2277-7261. Pasco Scientific. 1991. Instruction Manual and
Experiment Guide for the PASCO Scientific Model
SP-9268A STUDENT
SPECTROMETER. Roseville:
Pasco Scientific.
Rahmat Ari Widodo. 2014. Pengembangan Sistem Akuisisi Data Untuk Pencacahan Radiasi
Berbasis LabVIEW. Yogyakarta: SKRIPSI
UAD.
ISBN: 978-602-72071-1-0 Tipler, Paul A. and Llewellyn, Ralph A. 2012.
Modern Physics Sixth Edition. New York:
W.H. Freeman and Company. Tsoulfanidis, Nicholas. and Landsberger, Sheldon.
2015. Measurement Detection of Radiation Fourth Edition.
New York: CRC Press. Vernier Software and Technology. Product Manuals
and Reference
Guides. http:www.vernier.comfilesmanualsvsp-
uv.pdf. Diakses pada tanggal 02 Oktober 2015.
. Product Manuals and Reference Guides. http:www.vernier.comfilesmanualsst-
car.pdf. Diakses pada tanggal 02 Oktober 2015.
.2015. http:www.vernier.comproductssensorsspe
ctrometersvisible-rangesvis-pl. Diakses
pada tanggal 08 Oktober 2015. . 2013. Hands-On Introduction to NI LabVIEW
TM
with Vernier Second Edition . USA: Vernier
Software and Technology.
ISBN: 978-602-72071-1-0
PENGEMBANGAN MODEL PEMBELAJARAN FISIKA TERPADU DALAM EKSTRAKURIKULER TEATER
Betty Zelda Siahaan
1
Dewi Muliyati
2
1,2
Mahasiswa Program Studi Pendidikan Fisika, Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Negeri Jakarta
Email: betty_zeldayahoo.com
ABSTRAK
Inti dari pelaksanaan kurikulum 2013 adalah pendidikan yang saling terintegrasi antara mata pelajaran dengan mata pelajaran lainnya dan antara mata pelajaran dengan keseharian siswa. Materi pembelajaran
Fisika yang terintegrasikan dalam kegiatan ekstrakurikuler tentu akan menambah minat dan motivasi siswa, terlebih jika keberhasilan pengemasan dan penyampaiannya dapat membuat siswa merasa bahwa
aplikasi fisika sangat dekat dalam keseharian.
Penelitian ini menggunakan model pengembangan ADDIE dengan tahap-tahap Analisis, Perancangan, Pengembangan, Implementasi, dan Evaluasi. Model ADDIE
dipilih karena lebih sistematis dan cocok untuk mengembangkan model dan perangkat pembelajaran. Fokus penelitian ini adalah mengembangkan model pembelajaran Fisika yang dipadukan dalam kegiatan
ekstrakurikuler Teater. Hasil dari penelitian ini adalah model pembelajaran Fisika terpadu dalam kegiatan ekstrakurikuler teater dengan produk berupa silabus mata pelajaran terpadu, perencanaan pembelajaran,
media pembelajaran, dan penilaian psikomotorik. Ujicoba dilakukan dengan melaksanakan perencanaan perkuliahan di kelas menggunakan metode proyek. Hasil evaluasi ahli materi dan ahli pembelajaran
menghasilkan nilai rata-rata 91 valid yang menunjukkan bahwa model pembelajaran terpadu dapat diimplementasikan dengan sangat baik dalam pembelajaran di sekolah.
Kata Kunci
: pengembangan model pembelajaran, fisika terpadu, ekstrakurikuler teater
ABSTRACT
The core implementation of the 2013 curriculum is an integrated education among subjects with other subjects and between subjects with the daily of students. Physics learning material to be integrated in
extracurricular activities will certainly add interest and motivation of students, especially if the packaging and delivery can make the students feel that the application of physics are very close in daily life. This
study using ADDIE development model with the stages of Analysis, Design, Development, Implementation, and Evaluation. ADDIE Model been more systematic and suitable for developing models
and learning devices. The focus of this research is to develop a model that combined physics learning in extracurricular activities theatre. Results from this study is the integrated model of physics learning in
extracurricular activities such as theater with products integrated course syllabus, lesson planning, instructional media, and psychomotor assessment. Experiments carried out by conducting lectures in class
planning using project methods. Results of the evaluation of content experts and learning experts resulted in the average value of 91 of valid indicates that the integrated learning model can be implemented very
well in learning at school. Keywords
: development of learning model, integrated physics subject, theatre extracurricular
ISBN: 978-602-72071-1-0
PENDAHULUAN
Inti dari pelaksanaan kurikulum 2013 adalah pendidikan yang saling terintegrasi antara mata
pelajaran dengan mata pelajaran lainnya dan antara mata pelajaran dengan keseharian siswa. Materi
pembelajaran Fisika yang terintegrasikan dalam kegiatan ekstrakurikuler tentu akan menambah minat
dan motivasi siswa, terlebih jika keberhasilan pengemasan dan penyampaiannya dapat membuat
siswa merasa bahwa aplikasi fisika sangat dekat dalam keseharian. Model pembelajaran terpadu dapat
menjadi pilihan untuk membuat pembelajaran menjadi lebih kontekstual.
Setiap model pembelajaran menuntun kita seperti yang kita merancang instruksi untuk membantu siswa
mencapai berbagai
tujuan Trianto,
2010. Pembelajaran terpadu dimulai dari eksplorasi tema
fenomena dari sudut pandang yang berbeda mata pelajaran. Dalam pembelajaran terpadu, siswa
menerapkan pengetahuan dan keterampilan untuk menghadapi tuntutan di dunia nyata, fenomena
tersebut, kesempatan belajar, atau konteks yang mengarah ke produk, tujuan tertentu atau hasil. Setiap
subjek menarik hubungan antara aspek-aspek kehidupan mahasiswa dan belajar. Dalam eksplorasi
topik diangkat tema tertentu. Kegiatan belajar berlangsung
sekitar tema
tersebut kemudian
membahas konsep isu-isu fundamental yang terkait dengan tema. Keterpaduan tema antara pembelajaran
dengan kegiatan ekstrakurikuler dapat membuat siswa tanpa disadari belajar dalam suasana yang
menyenangkan.
Salah satu kegiatan ekstrakurikuler yang diminati di SMA Negeri 2 Pandeglang adalah kegiatan
ekstrakurikuler Teater. Selama 5 lima tahun terakhir, Teater SMA Negeri 2 Pandeglang meraih banyak
prestasi di tingkat provinsi dan nasional, bahkan sempat meraih juara dalam ajang internasional
pementasan drama bahasa Jepang. Kelebihan ini tentu dapat dijadikan sebagai media pembelajaran yang
terintegrasi dengan mata pelajaran yang diajarkan di kelas. Salah satunya pada mata pelajaran fisika. Fisika
membahas fenomena dan kejadian alam yang contohnya dekat dengan keseharian. Pembelajaran
fisika melalui kegiatan ekstrakurikuler ini memberikan wahana baru bagi siswa, khususnya anggota kegiatan
ekstrakurikuler Teater. Penelitian sebelumnya, telah menghasilkan naskah drama fisika sebagai bahan ajar
fisika berbasis joyful learning Muliyati, 2015, dengan hasil bahwa naskah drama fisika dapat layak
digunakan sebagai bahan ajar baik dalam mata pelajaran fisika maupun dalam mata pelajaran sastra.
Pada penelitian ini akan dibahas bagaimana mengembangkan model pembelajaran fisika terpadu
dalam kegiatan ekstrakurikuler teater, artinya pelaksanaan pembelajaran dapat dilakukan di luar jam
pembelajaran formal.
METODE PENELITIAN
Penelitian ini merupakan research development yang menggunakan model pengembangan ADDIE
dengan tahap-tahap
Analisis, Perancangan,
Pengembangan, Implementasi, dan Evaluasi. Model ADDIE dipilih karena lebih sistematis dan cocok
untuk mengembangkan model dan perangkat pembelajaran.
Fokus penelitian
ini adalah
mengembangkan model pembelajaran Fisika yang dipadukan dalam kegiatan ekstrakurikuler Teater.
Subjek penelitian adalah siswa SMA Negeri 2 Pandeglang Kelas X dan XI yang mengikuti kegiatan
ekstrakurikuler teater. Penelitian dilakukan pada Juni- September 2015.
Penilaian model pembelajaran serta perangkat pembelajaran seperti: silabus, rencana pembelajaran,
media, dan instrumen penilaian psikomotorik dinilai dan divalidasi oleh ahli materi dan ahli pembelajaran.
Ahli materi dan ahli pembelajaran adalah teman sejawat dosen fisika, guru fisika, dan guru sastra di
sekolah. HASIL DAN PEMBAHASAN
1 Analisis
Pengembangan model pembelajaran dimulai dari analisis kurikulum. Analisis kurikulum meliputi
identifikasi topik dan materi yang akan dibahas. Pemilihan
materi fisika
mengikuti penelitian
sebelumnya Muliyati, 2015 yaitu mengenai tata surya, sedangkan materi sastra disesuaikan dengan
program kegiatan ekstrakurikuler teater, termasuk seni peran dan pementasannya, secara ringkas ditunjukkan
Tabel 1.
Tabel 1. Materi yang Dipilih dalam Model Pembelajaran Fisika Terpadu dalam Teater
No Materi
1 FISIKA
- Sistem Tata Surya - Planet Anggota Tata Surya
- Satelit
2 TEATER
- Seni peran - Pengelolaan Pertunjukkan
- Pengelolaan Organisasi
2 Perancangan Model Pembelajaran
Pada tahap ini, semua bahan dan media pembelajaran
yang akan
digunakan selama
pelaksanaan dan pengembangan model pembelajaran disiapkan, terutama yang dibutuhkan selama kegiatan.
Kegiatan keseluruhan selama proses pengembangan model pembelajaran di SMA Negeri 2 Pandeglang
berjumlah 10 pertemuan yang dilaksanakan dalam 5 minggu.
3 Model Pembelajaran Fisika Terpadu dalam Kegiatan Ekstrakurikuler Teater
ISBN: 978-602-72071-1-0
Model pembelajaran yang dihasilkan ditunjukkan pada Gambar 1. Dari Gambar 1 terlihat kegiatan yang
dilakukan oleh guru dan iswa untuk setiap tahap pembelajarannya. Guru yang dimaksud di sini adalah
guru sekolah yang membina ekstrakurikuer Teater, dalam penelitian ini adalah guru Bahasa dan Sastra
Indonesia. 4 Hasil Validasi
Hasil validasi oleh ahli materi dan ahli pembelajaran seperti ditunjukkan Tabel 2.
Tabel 2. Hasil Penilaian Perangkat Pembelajaran Fisika Terpadu.
Validator 1 Validator 2
Rata-rata
Ahli Materi
88 90
89
Ahli Pembelajaran
93 95
93
Rata-rata 91
Kategori Sangat Baik
TAHAP-1: PENDAHULUAN
TAHAP-2: PRESENSI MATERI
TAHAP-3: PELATIHAN
TAHAP-4: PERENCANAAN
TAHAP-5: PERTUNJUKKAN
HASIL PROYEK TAHAP-6:
EVALUASI
KEGIATAN GURU 1. Memotivasi siswa.
2. Menjelaskan rencana pembelajaran.
3. Menjelaskan tujuan KEGIATAN SISWA
1. Memperhatikan yang disampaikan guru.
2. Menjawab pertanyaan guru. KEGIATAN GURU
1. Menjelaskan materi-materi dasar sesuai dengan silabus.
KEGIATAN GURU 1. Membagikan naskah drama yang
akan dipakai. 2. Menyeleksi peran yang akan
dimainkan siswa. 3. Menyeleksi kemampuan
organisasi siswa. 4. Menjelaskan proyek yang harus
KEGIATAN GURU Memberikan saran pembentukan
organisasi untuk melaksanakan KEGIATAN GURU
1. Menilai pertunjukkan. 2. Menilai aspek psikomotorik
aktivitas siswa selama pertunjukkan berlangsung.
KEGIATAN SISWA 1. Memperhatikan yang
disampaikan guru. KEGIATAN SISWA
1. Membaca dan mempelajari naskah drama yang dibagikan dan
menghubungkan materi yang telah diberikan sebelumnya.
2. Melakukan pembagian tugas sesuai dengan instruksi.
3. Siswa yang kebagian peran mulai berlatih.
KEGIATAN SISWA 1. Menyusun kepantiaan.
2. Membagi tugas. KEGIATAN SISWA
1. Mengatur semua jalannya pertunjukkan.
2. Menangani permasalahan dan kendala yang terjadi selama
KEGIATAN GURU Mengadakan evaluasi hasil proyek.
KEGIATAN SISWA Bersama guru dan pihak sekolah
ISBN: 978-602-72071-1-0
5 Implementasi dan Evaluasi
Implementasi dilakukan dengan memberikan proyek pementasan kepada siswa kelompok teater.
Hasil implementasi pada pertunjukkan internal sekolah mendapat tanggapan yang luar biasa baik dari
siswa maupun pihak sekolah. Melalui pembelajaran terpadu dalam kegiatan ekstrakurikuler diharapkan
siswa secara tidak sadar belajar dalam suasana yang menyenangkan sesuai dengan hobi dan minatnya.
Untuk selanjutnya kegiatan ini di evaluasi terutama pada bagian pelaksanaan proyek.
PENUTUP Simpulan
Hasil evaluasi ahli materi dan ahli pembelajaran menghasilkan nilai rata-rata 91 valid
yang menunjukkan bahwa model pembelajaran terpadu dapat diimplementasikan dengan sangat baik
dalam pembelajaran di sekolah, sehingga dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran fisika
terpadu dalam kegiatan ekstrakurikuler teater dapat diterapkan di sekolah dalam mendukung pembelajaran
yang lebih kontekstual dan menyenangkan. Pada pelaksanaannya, dapat dilakukan di luar jam pelajaran
formal. Saran
Karena mendapatkan respon yang positif dari pihak sekolah, rencana penelitian selanjutnya adalah
membuat proyek pembelajaran terpadu menjadi cakupan yang lebih luas dari sekarang, agar lebih
banyak konten mata pelajaran lain yang masuk dalam satu rangkaian kegiatan.
UCAPAN TERIMAKASIH Penulis mengucapkan terimakasih kepada Lembaga
Penelitian UNJ atas dukungannya melalui dana PNPB-BLU Fakultas MIPA UNJ Tahun 2015 Nomor:
29SPK PENELITIAN6.FMIPA2015. DAFTAR PUSTAKA
Muliyati, Dewi Siahaan, Betty Zelda. 2015.
Pengembangan Naskah Drama Fisika sebagai Media Pembelajaran Fisika SMA berbasis
Joyful Learning. JPPPF Volume 1 No 2. Trianto. 2010. Model Pembelajaran Terpadu:
Konsep, Strategi, dan Implementasinya dalam KTSP. Jakarta: Bumi Aksara.
ISBN: 978-602-72071-1-0
MODEL E-BOOK BERBASIS VIDEO LOKAL UNTUK PEMBELAJARAN FISIKA SMA
Edy Widodo
Guru SMA N 1 Prajekan yang sedang menyelesaikan kuliah di Prodi Pend. Sains FKIP Universitas Jember
e-mail : edywido2gmail.com
ABSTRAK
E-book merupakan sebuah publikasi yang terdiri dari teks, gambar maupun suara dan dipublikasikan dalam bentuk digital yang dapat dibaca di komputer maupun alat elektronik lainnya.
Tulisan ini merupakan hasil kajian awal pengembangan model e-book berbasis video lokal di SMA. Tujuan kajian ini adalah merancang e-book Fisika pada pokok bahasan gejala gelombang
dan besaran fisis gelombang untuk siswa kelas XI MIPA SMA, serta mengukur keefektifan e-book selama proses pembelajaran. Metode yang digunakan untuk mengembangkan e-book adalah model
4D, yang pada penelitian ini dibatasi hanya meliputi define pendefinisian, design perancangan, dan develop pengembangan. Subyek penelitian adalah 30 siswa kelas XI MIPA 1 SMA Negeri 1
Prajekan tahun pelajaran 20152016. Teknik yang digunakan untuk mengumpulkan data adalah angket dan studi literatur. Dari hasil kajian ini dapat disimpulkan bahwa e-book Fisika berbasis
video lokal yang akan dikembangkan dapat mensinkronisasi antara konten ilmu yang dipelajari siswa dengan kejadian nyata yang ada disekitarnya.
Kata Kunci:
e book, video lokal, pembelajaran fisika .
ABSTRACT
E book is a publication that consists of text, images and sound and published in digital form that can be read on a computer or other electronic device. This paper is the result of an early review of
the development model of e-book video-based local high school. The purpose of this study is to design an e-book on the subject Physical symptoms of waves and wave to the physical quantities of
class XI student of Mathematics and Science High School, as well as measure the effectiveness of e-book during the learning process. The method used to develop an e-book is the 4D model, which
in this study was limited only covers define, design, and develop. Subjects were 30 students of class XI MIPA 1 SMA 1 Prajekan at the school year 20152016. The technique used to collect data were
questionnaires and literature study. From the results of this study can be concluded that the e-book physics-based local video that will be developed can synchronize between science content students
are learning with real events that are nearby. Keywords:
e book, local video, learning physics.
ISBN: 978-602-72071-1-0
PENDAHULUAN
Seperti yang kita ketahui saat ini, sebagian besar keadaan pembelajaran di sekolah-sekolah kita masih
sangat konvensional, seperti penyampaian materi hanya diceramahkan, penyusunan materi yang
sekedarnya atau materi hanya bersumber dari buku- buku teks yang belum tentu sesuai dengan keadaan
sekolahnya, padahal buku-buku teks yang banyak beredar saat ini adalah produk nasional yang tidak
memperhatikan karakteristik tiap satuan pendidikan seperti yang dinginkan kurikulum tingkat satuan
pendidikan KTSP yang lebih memperhatikan tiap- tiap satuan pendidikan.
Dalam PP nomor 19 tahun 2005 Pasal 20, diisyaratkan bahwa guru diharapkan mengembangkan
materi pembelajaran sendiri, yang kemudian dipertegas malalui Peraturan Menteri Pendidikan
Nasional Permendiknas nomor 41 tahun 2007 tentang Standar Proses, yang antara lain mengatur
tentang perencanaan proses pembelajaran yang mensyaratkan bagi pendidik pada satuan pendidikan
untuk
mengembangkan rencana
pelaksanaan pembelajaran RPP. Salah satu elemen dalam RPP
adalah sumber belajar. Dengan demikian, guru diharapkan
untuk mengembangkan
bahan pembelajaran sebagai salah satu sumber belajar.
Apabila bahan ajar yang sesuai dengan tuntutan kurikulum tidak ada ataupun sulit diperoleh, maka
membuat bahan belajar sendiri adalah suatu keputusan yang bijak. Untuk mengembangkan bahan ajar,
referensi dapat diperoleh dari berbagai sumber baik itu berupa pengalaman ataupun pengetahauan sendiri,
ataupun penggalian informasi dari narasumber baik orang ahli ataupun teman sejawat. Demikian pula
referensi dapat kita peroleh dari buku-buku, media masa, internet dan lain-lain. Namun demikian bagi
siswa, seringkali bahan yang terlalu banyak membuat mereka bingung, untuk itu maka guru perlu membuat
bahan ajar untuk menjadi pedoman belajar bagi siswa.
Dengan perkembangan IPTEK, multimedia bukanlah hal yang asing untuk diaplikasikan dalam
dunia pendidikan. Oleh karena itu peneliti tertarik untuk mengembangkan e book yang dilengkapi
dengan unsur multimedia seperti audio, dan video. Dilihat dari peran multimedia yang sangat besar
dalam
membantu menyalurkan
pesan untuk
menambah wawasan siswa, penambahan multimedia dalam e-book diharapkan dapat lebih membantu siswa
untuk dapat lebih memahami materi yang diajarkan. Multimedia berfungsi sebagai alat bantu dan penyalur
pesan untuk menambah wawasan siswa, dan juga membantu siswa dalam memahami suatu materi
pelajaran. Seperti video dapat lebih membantu siswa lebih memvisualisasikan sesuatu yang berhubungan
dengan proses ataupun benda bergerak. Siswa lebih dapat memaksimalkan penggunaan indera dalam
belajar seperti visual, dan audio. Seperti yang kita ketahui belajar dengan menggunakan banyak indera
dapat lebih optimal dibandingkan hanya dengan menggunakan indera visual saja. Siswa dapat
menyerap lebih banyak materi yang diajarkan. Dengan penambahan multimedia seperti video, dan
audio didalam e book juga diharapkan dapat menarik minat siswa untuk belajar dan dapat mempermudah
meningkatkan pemahaman akan suatu materi pelajaran sehingga dapat mempengaruhi peningkatan
hasil belajar siswa.
Berdasarkan pandangan yang telah diungkapkan , maka perlu untuk mengangkat materi gejala
gelombang dan besaran fisis gelombang menjadi bahan e book bermultimedia. Dalam e book
bermultimedia selain teks disediakan pula audio dan video. Diharapkan siswa dapat lebih tertarik dan lebih
memahami materi gelombang. Dengan adanya multimedia seperti audio dan video dalam e book
maka materi yang berhubungan dengan gelombang dapat tervisualisasi dengan baik. Oleh karena itu
dilakukan suatu pengembangan e book bermultimedia yang digunakan sebagai sumber belajar pada konsep
gejala gelombang dan besaran fisis gelombang, dan kemudian
mencoba menerapkannya
dalam pembelajaran kelas untuk dilihat pengaruhnya
terhadap peningkatan hasil belajar siswa. Dengan demikian maka akan dilakukan suatu penelitian
dengan judul: Model e-book berbasis video lokal dalam pembelajaran Fisika di SMA .
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka pokok permasalahan penelitian ini adalah:
Bagaimanakah model e-book berbasis video
lokal yang cocok dalam pembelajaran Fisika di SMA?
Bagaimana aktivitas dalam pembelajaran Fisika
di SMA yang menggunakan model e-book berbasis video lokal?
Bagaimanakah hasil belajar Fisika SMA dengan
menggunakan model e-book berbasis video lokal?
PENGEMBANGAN E BOOK Buku
Buku pelajaran adalah buku yang digunakan dalam proses pembelajaran, memuat bahan ajar yang
tersusun secara sistematis dari suatu mata pelajaran atau bahan kajian yang minimal harus dikuasai peserta
didik pada tingkat dan jenis pendidikan tertentu.
Persyaratan dalam penyusunan buku pelajaran berkaitan dengan:
1 Keamanan nasional Isi, cara penyajian, bahasa, dan ilustrasi dalam
buku pelajaran selaras dan tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang
berlaku. Menghormati kerukunan hidup umat beragama inter
dan antar. 2 Isi buku pelajaran
Dalam menyusun isi buku pelajaran sebaiknya memuat sekurang-kurangnya bahan pelajaran minimal
yang harus dikuasai siswa. Sesuai dengan kurikulum yang berlaku. Relevan dengan tujuan mata pelajaran.
Memiliki nilai kebenaran ditinjau dari struktur keilmuan. Sesuai dengan perkembangan IPTEKS.
ISBN: 978-602-72071-1-0
Kedalaman dan keluasan isi buku sesuai dengan jenjang pendidikan.
3 Cara penyajian •
Urutan uraian sequence teratur •
Penahapan penyajian •
Sederhana ke kompleks •
Mudah ke sukarsulit •
Saling memperkuat bahan kajian terkait •
Menarik minat dan perhatian siswa •
Menantang dan merangsang siswa untuk mempelajari buku
• Pengorganisasian
dan sistematika
penulisan memperhatikan aspek kemampuan siswa CAP.
4 Bahasa yang digunakan •
Menggunakan Bahasa Indonesia yang benar dan baku
• Kalimat
yang digunakan sesuai dengan
tingkat kematangan dan perkembangan siswa •
Istilah, kosa kata, dan simbol-simbol dapat mempermudah pemahaman siswa
• Menggunakan transliterasi yang telah dibakukan.
5 Ilustrasi •
Relevan dengan isi buku pelajaran yang bersangkutan
• Tidak mengganggu kesinambungan antar
kalimat, antar paragraf, dan bagian dari keseluruhan isi buku
• Merupakan bagian terpadu dari keseluruhan isi
buku •
Jelas, baik, dan esensial untuk membantu siswa dalam memahami konsep.
E Book
Buku digital atau e-book merupakan sebuah publikasi yang terdiri dari teks, gambar maupun suara
dan dipublikasikan dalam bentuk digital yang dapat dibaca di komputer maupun alat elektronik lainnya.
Popularitas umumnya bergantung pada ketersediaan berbagai buku elektronik dalam format tersebut dan
mudahnya piranti lunak yang digunakan untuk membaca jenis format tersebut diperoleh.
Terdapat berbagai format buku elektronik yang banyak digunakan yaitu :
a. Teks polos Teks polos adalah format paling sederhana yang
dapat dilihat hampir dalam setiap piranti lunak menggunakan komputer personal. Untuk beberapa
mobile device format dapat dibaca menggunakan piranti lunak yang harus lebih dahulu diinstal.
2. PDF
Format PDF memiliki kelebihan dalam hal format yang siap untuk dicetak. Bentuknya mirip dengan
bentuk buku sebenarnya. Selain itu terdapat pula fitur pencarian, daftar isi, memuat gambar, pranala luar dan
juga multimedia. 3. JPEG
Seperti halnya format gambar lainnya, format JPEG memiliki ukuran yang besar dibandingkan
informasi teks yang dikandungnya, oleh karena itu format ini umumnya populer bukan untuk buku
elektronik yang memilki banyak teks akan tetapi untuk jenis buku komik atau manga yang proporsinya
lebih didominasi oleh gambar. 4. LIT
Format LIT merupakan format dari Microsoft Reader yang memungkinkan teks dalam buku
elektronik disesuaikan dengan lebar layar mobile device yang digunakan untuk membacanya. Format
ini memiliki kelebihan bentuk huruf yang nyaman untuk dibaca.
5. Docx
Format Docx merupakan format dari Microsoft Word yang sangat banyak ditemui sekarang dan
tersebar di internet, format ini sangat banyak digunakan karena banyaknya pengguna MS Word dan
file keluaran yang cukup kecil, selain itu huruf yang lebih variatif membuatnya sangat digemari.
6. HTML
Dalam format HTML ini gambar dan teks dapat diakomodasi. Layout tulisan dan gambar dapat diatur,
akan tetapi hasil dalam layar kadang tidak sesuai apabila dicetak.
7. Format Open Electronic Book Package
Format ini dikenal pula sebagai OPF FlipBook. OPF adalah suatu format buku elektronik yang
berbasis pada XML yang dibuat oleh sistem buku elektronik. Buku elektronik dalam format ini dikenal
saat FlipBooks sebagai piranti lunak.
Penyaji menampilkan buku dalam format 3D yang bisa dibuka-buka flipping. Terdapat suatu proyek
yang sedang berjalan yang berupaya agar format OPF ini dapat dibaca menggunakan penjelajah Internet
standar semisal: Mozilla, Firefox, atau Microsoft Internet Explorer, tanpa perlu adanya perlengkapan
piranti lunak, plugin tambahan. Saat ini untuk melihat buku elektronik dalam format OPF sehingga
diperoleh rasa benar-benar membuka buku flipping experience diperlukan piranti lunak penyaji pada sisi
klien atau pengguna. Keunggulan Buku Digital
Sampai kini format buku berbentuk digital telah diadopsi oleh banyak kalangan untuk menerbitkan dan
menyebarluskan karya-karya dari berbagai disiplin ilmu. Format buku berbentuk digital semakin disukai
karena memiliki banyak keunggulan dibandingkan format buku dalam bentuk konvensional. Berikut ini
beberapa keunggulan buku digital :
• Mudah
dibawa bepergian
dan tidak
membutuhkan ruang penyimpanan yang besar. Pengguna bisa menyimpannya di PC Personal
Computer, laptop, ponsel atau piranti elektronik yang
secara khusus
disediakan untuk
menyimpan dan membaca buku berbentuk digital.
• Format buku ini bisa didapatkan kapan saja
asalkan terkoneksi dengan internet. Pengguna tidak
perlu menyisihkan
waktu untuk
ISBN: 978-602-72071-1-0
menemukan toko buku dan mencari koleksi buku yang butuhkan.
• Biaya produksi yang rendah, ini mengakibatkan
maka harga buku pun menjadi lebih murah. Keadaan ini tentunya akan semakin merangsang
minat untuk membaca.
• Bagi para penulis terutama penulis pemula yang
ingin menerbitkan bukunya secara indie, format digital menawarkan proses pembuatan dan
pendistribusian buku dengan cara yang lebih mudah dan cepat. Promosi pun bisa dilakukan
dengan memanfaatkan blog dan beragam jejaring sosial yang lain.
Kekurangan Buku Digital
Meskipun memiliki banyak kelebihan, buku digital juga memiliki beberapa nilai minus. Berikut ini
beberapa kekurangan buku digital : •
Banyak terjadi pelanggaran hak cipta, karena pendistribusian melalui dunia digital, ataupun
internet itu sangat mudah. Sehingga orang dapat menggandakan buku digital ini hanya dengan
melakukan transfer data dari gadget satu ke gadget lainnya.
• Layanan internet yang belum menjangkau semua
daerah, sehingga
menghambat akses
memperoleh buku berbentuk digital. •
Keluhan dari para pembaca buku berbentuk digital, misalnya gangguan kesehatan mata yang
mungkin muncul akibat terlampau sering membaca buku di komputer.
Media Video
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, video merupakan rekaman gambar hidup atau program
televisi untuk ditayangkan lewat pesawat televisi, atau dengan kata lain video merupakan tayangan gambar
bergerak yang disertai dengan suara. Video sebenarnya berasal dari bahasa Latin, video-vidi-visum
yang artinya melihat mempunyai daya penglihatan; dapat melihat.
Media video merupakan salah satu jenis media audio visual. Media audio visual adalah media yang
mengandalkan indera pendengaran dan indera penglihatan. Media audio visual merupakan salah satu
media yang dapat digunakan dalam pembelajaran menyimak. Media ini dapat menambah minat siswa
dalam belajar karena siswa dapat menyimak sekaligus melihat gambar.
Sebagai bahan ajar non cetak, video kaya akan informasi untuk diinformasikan dalam proses
pembelajaran karena pembelajaran dapat sampai ke peserta didik secara langsung. Selain itu , video
menambah dimensi baru dalam pembelajaran, peserta didik tidak hanya melihat gambar dari bahan ajar
cetak dan suara dari program audio, tetapi di dalam video, peserta didik bisa memperoleh keduanya, yaitu
gambar bergerak beserta suara yang menyertainya.
Pendekatan Kontekstual
Pendekatan kontekstual dalam pembelajaran memberikan fasilitas kegiatan belajar peserta didik
untuk mencari,
mengolah, dan
menemukan pengalaman belajar yang lebih bersifat konkret
terkait dengan kehidupan nyata melalui keterlibatan aktivitas peserta didik dalam mencoba, melakukan
dan mengalami sendiri.
Melalui pendekatan kontekstual, peserta didik diarahkan untuk mengaitkan antara materi yang
diajarkan dengan situasi dunia nyata peserta didik dan mendorong peserta didik untuk membuat hubungan
antara pengetahuan yang dimilikinya dengan kehidupan mereka sebagai anggota kelompok dan
masyarakat, sehingga menumbuhkembangkan sikap belajar peserta didik .
Terdapat lima karakteristik penting dalam proses pembelajaran yang menggunakan model ini, menurut
Hemawan 2007:156, diantaranya : 1 Pembelajaran dengan model CTL merupakan
proses pengaktifan pengetahuan yang sudah ada. Artinya apa yang akan dipelajari tidak terlepas dari
pengetahuan yang sudah dipelajari. 2 Pembelajaran yang kontekstual adalah belajar
dalam rangka memperoleh dan menambah pengetahuan baru.
3 Pemahaman pengetahuan artinya pengetahuan yang diperoleh bukan untuk dihafal tetapi untuk
dipahami dan diyakini. 4 Mempraktikkan pengetahuan dan pengalaman
tersebut, artinya pengetahuan dan pengalaman yang
dieroleh hams
diaplikasikan dalam
kehidupan peserta didik . 5
Melakukan refleksi
terhadap strategi
pengembangan pengetahuan.
Strategi pembelajaran melalui pendekatan kontekstual
Contextual Teaching and Learning merupakan konsep belajar yang bisa membantu guru
menghubungkan antara materi yang diajarkan dengan realitas dunia nyata peserta didik dan
mendorong peserta didik membuat interaksi antara pengetahuan
yang dimilikinya
dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sebagai
anggota keluarga dan masyarakat. Dalam kaitan ini peserta didik dapat menyadari sepenuhnya apa
makna belajar, manfaatnya, bagaimana upaya untuk mencapainya dan dapat memahami bahwa
yang mereka pelajari bermanfaat bagi hidupnya nanti. Sehingga mereka akan memposisikan diri
sebagai diri mereka sendiri yang membutuhkan bekal hidupnya dan berupaya keras untuk
meraihnya.
Kajian Penelitian yang Relevan
Paparan berikut dikaji mengenai penelitian yang relevan sebagai bahan untuk pengembangan e-book.
Penelitian Ida Rianawaty 2010 bertujuan mengembangkan bahan ajar sains bilingual berbasis
web bagi siswa kelas VIII SMP yang berupa portal e-learning dengan menggunakan LMS Moodle, dan
ISBN: 978-602-72071-1-0
mengetahui efektifitas bahan ajar sains berbasis web yang dikembangkan terhadap pencapaian kompetensi
mata pelajaran sains siswa kelas VIII SMP Negeri 1 Magelang. Jenis penelitian ini adalah penelitian dan
pengembangan dilakukan dengan menempuh tiga tahapan,
yaitu perencanaan,
desain, dan
pengembangan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa: Kualitas
bahan ajar sains bilingual berbasis web ditinjau dari aspek materi termasuk kategori baik dengan rerata
3,73. Sedangkan tanggapan siswa terhadap media pembelajaran ini termasuk dalam kategori sangat baik
dengan rerata 4,41. Penggunaan bahan ajar sains bilingual berbasis web untuk siswa kelas VIII di SMP
Negeri 1 Magelang ini dapat meningkatkan hasil belajar siswa. Itu terbukti dengan ketuntasan yang
dicapai, dengan KKM 75 dimana kelas yang proses pembelajarannya menggunakan Bahan Ajar Sains
berbasis Web terdapat 18 siswa yang tuntas 75 dengan nilai rata-rata pretest 61,46 menjadi 78,33,
naik sebesar 16,88. Jika dibandingkan dengan kelas menggunakan media cetak, jumlah siswa yang tuntas
sama 75 dengan rata-rata pretest 62,08 menjadi 74,58 naik sebesar 12,50. Perbandingan hasil rerata
posttest kedua kelas tersebut sebesar 4,75.
Penelitian Ana Tri Yuniarti 2012 bertujuan untuk menghasilkan pocket book IPA terpadu dengan tema
“pencemaran udara” yang berkualitas dan mengetahui bagaimana motivasi belajar peserta didik apabila
menggunakan pocket book tersebut. Penelitian ini menggunakan Research and Development RD
dengan 4-D models. Pada tahap define dilakukan analisis kurikulum, peserta didik, tema, dan tujuan
pembelajaran; tahap design dilakukan perancangan draf pocket book; tahap develop dilakukan validasi
draf pocket book oleh teman sejawat, dosen ahli, dan guru IPA SMP untuk produk uji terbatas; tahap
disseminate dilakukan penyebaran produk. Data dikumpulkan menggunakan angket penilaian kualitas
produk, respon siswa, dan motivasi belajar. Teknik analisis data secara kualitatif dan kuantitatif. Hasil
penelitian berupa pocket book IPA terpadu yang berkualitas dilihat dari kelayakan isi, bahasa dan
gambar, penyajian, dan kegrafisan, dimana semua aspek memiliki kategori baik. Respon siswa untuk
semua aspek berkategori baik, dan motivasi belajar untuk semua aspek attention, relevance, confidence,
dan satisfaction termasuk dalam kategori tinggi.
Penelitian Tri Indra Prasetya pada tahun 2012 dilatarbelakangi permasalahan yang terjadi di
masyarakat, terdapat kesenjangan antara kenyataan dan harapan, seperti kenyataan, bahwa mayoritas para
guru belum mempunyai buku pedoman cara menyusun instrumen hasil belajar, kesulitan dalam
mencari buku yang berisi cara menyusun instrumen hasil belajar. guru kurang memahami cara menyusun
instrumen hasil belajar. Penelitian ini merupakan jenis penelitian dan pengembangan Research and
Development atau R D yang menghasilkan produk tertentu dan menguji keefektifan produk. Model
pengembangan yang digunakan dengan modifikasi dari model 4-D yaitu define, design, development dan
Disseminate atau diadaptasikan menjadi Model 4-P yaitu Pendefinisian, Perancangan, Pengembangan dan
Penyebaran. Produk yang dihasilkan berupa Modul interaktif yang berisi cara menyusun instrumen hasil
belajar, meliputi aspek kognitif, afektif dan psikomotorik. Modul yang dihasilkan terdiri dari atas
pendahuluan, modul I berisi instrumen hasil belajar, modul II hasil belajar kognitif, modul III hasil belajar
aspek afektif dan modul IV hasil belajar aspek psikomotorik. Dari hasil penelitian tersebut, peneliti
menyarankan hendaknya para guru selalu menyiapkan modul sesuai bidang pelajaran yang diampu.
METODE PENELITIAN Rancangan Penelitian
Penelitian ini
merupakan penelitian
pengembangan yang menggunaakan Model 4D Four D Model yang dikemukakan oleh Thiagarajan, dkk
1975 yang terdiri dari 4 tahap yaitu define pendefinisian, design perancangan, develop
pengembangan; dan disseminate penyebaran. Namun dalam penelitian ini tahapan yang
dilaksanakan adalah define pendefinisian, design perancangan dan develop pengembangan. Berikut
tahapannya yang akan ditunjukkan pada gambar:
ISBN: 978-602-72071-1-0
Gambar 1. Tahapan Kegiatan yang akan Dilakukan. Pada tahap pedefinisian define kegiatan terfokus
pada analisis terhadap situasi yang dihadapi guru, karakteristik siswa, dan konsep-konsep yang akan
diajarkan. Karena dalam tahap ini kita menetapkan syarat-syarat pembuatan bahan-bahan e-book yaitu
dengan menganalisa tujuan dan batasan dari materi pembelajaran.
Tahap perencanaan design bertujuan untuk merancang prototipe e-book pembelajaran untuk
pokok bahasan pelihatan dan pendengaran. Tahap pengembangan develop bertujuan untuk
menghasilkan e-book pembelajaran yang telah direvisi berdasarkan masukan dari dosenpara ahli yang
kemudian divalidasi sehingga layak digunakan untuk di uji coba terbatas.
Instrumen Penelitian a. Lembar Validasi E book
Instrumen ini digunakan untuk mengumpulkan data penilaian dosen ahli dan guru terhadap e-book
yang dikembangkan. Hasil dari penilaian dosen ahli dan guru akan dijadikan referensi untuk merevisi e-
book yang dikembangkan. Adapun aspek penilaian e- book sesuai dengan daftar yang tersusun pada lembar
validasi e-book oleh dosen ahli b. Angket Respon Peserta Didik
Angket ini berisi sejumlah pernyataan tertulis yang mengungkapkan sikap dan pendapat peserta didik
tentang e-book pembelajaran IPA Terpadu. Pengisian atau penyebaran angket ini dilakukan setelah selesai
kegiatan pembelajaran. Adapun dalam pengisian angket, peserta didik hanya diminta untuk memilih
jawaban yang sesuai dengan pendapat atau tanggapan peserta didik mengenai e-book yang dikembangkan
dengan mencentang pada kolom yang sesuai. PENUTUP
Simpulan
Berdasarkan hasil kajian dapat disimpulkan bahwa pengembangan e-book berbasis video pada
pokok bahasan gejala gelombang dan besaran fisis gelombang perlu dilakukan agar ada sinkronisasi
antara konten ilmu yang dipelajari siswa dengan kejadian nyata yang ada disekitarnya. Selain itu juga
untuk menambah alternatif pilihan bahan ajar Fisika SMA.
DAFTAR PUSTAKA Dahar R. W. 2009. Teori-teori Belajar dan
Pembelajaran . Cetakan keenam belas.
Jakarta: Erlangga.. Depdikbud. 2014. Peraturan Mendikbud Nomor 59
tahun 2014 tentang Kurikulum 2013 Sekolah Menengah AtasMadrasah Aliyah
. Jakarta: Depdikbud
Hernawan A.H. 2007. Pembelajaran kontekstual. Cetakan kelima. Jakarta: Universitas
Terbuka. Prasetya,
Tri Indra.
2012. Meningkatkan
Keterampilan Menyusun Instrumen Hasil Belajar Berbasis Modul Interaktif Bagi
Guru-guru IPA SMPN Kota Magelang. Journal of Educational Research and
Evaluation 1 2 2012
Rianawaty, Ida. 2012. Pengembangan Bahan Ajar Sains Berbasis Web dengan Portal E-
learning Moodle untuk Siswa SMP SBI .
Tesis tidak diterbitkan. Yogyakarta : Program Pascasarjana, Universitas Negeri
Yogyakarta. Sukmadinata N. S. 2013. Metode Penelitian
Pendidikan . Cetakan kesembilan. Bandung:
PT Remaja Rosdakarya. Trianto. 2007. Model Pembelajaran Terpadu dalam
Teori dan Praktek. Jakarta: Prestasi Pustaka
Publiser.
SIMULASI CUBIC SPLINE SEBAGAI BAHAN AJAR KOMPUTASI FISIKAMATERI INTERPOLASI
Handjoko Permana
1
Karlina Ayu Efrita
2
Dewi Muliyati
3
1,2,3
Mahasiswa Program Studi Pendidikan Fisika, Fakultas MIPA, Universitas Negeri Jakarta
E-mail: h.permanayahoo.com
ABSTRAK
Telah dikembangkan simulasi interpolasi sebagai bahan ajar pada mata kuliah Komputasi Fisika untuk Program Studi Pendidikan Fisika di Universitas Negeri Jakarta. Simulasi yang dibuat menggunakan
metode interpolasi cubic spline. Pembuatan simulasi ini bertujuan untuk melengkapi kompetensi mahasiswa dalam mata kuliah komputasi fisika materi interpolasi. Proses pengembangan secara
keseluruhan terdiri dari lima tahapan, yaitu: analisis, perancangan, pengembangan, implementasi, dan evaluasi. Tahapan analisis terdiri dari analisis kurikulum, analisis garis besar materi, dan analisis tujuan
instruksional. Pada tahap perancangan meliputi desain simulasi yang dikembangkan dan menentukan tes acuan untuk mengetahui keberhasilan pemahaman interpolasi dalam simulasi yang telah dibuat. Pada tahap
mengembangkan simulasi, terdiri dari studi literatur algoritma cubic spline, menerjemahkan algoritma ke dalam bahasa pemrograman dan memvisualisasikannya. Selanjutnya, implementasi dan evaluasi kepada
kelompok terbatas mahasiswa untuk mengetahui gambaran pencapaian tujuan instruksional yang ditetapkan di awal. Hasil pengembangan menunjukkan bahwa simulasi yang dikembangkan dapat
menginterpolasikan data dan memvisualisasikan data sesuai dengan acuan yang ditetapkan. Sedangkan dari hasil implementasi, diperoleh bahwa melalui simulasi yang dikembangkan mahasiswa dapat memahami
algoritma interpolasi cubic spline dan implementasinya dalam persoalan. Namun bahan ajar simulasi ini perlu dievaluasi dalam hal kelengkapan penjelasan teknik visualisasi. Secara umum, simulasi yang
dikembangkan dapat dijadikan sebagai bahan ajar materi Interpolasi. Kata Kunci:
simulasi, interpolasi, cubic spline, komputasi fisika
ABSTRACT
Interpolation simulation has been developed as a teaching material in the course Computational Physics for Physics Education Study Program of Universitas Negeri Jakarta. Simulations are made using cubic
spline interpolation method. The simulation is intended to complement the student competence in the subject of computation physics especially interpolation topic. The development process consists of:
analysis, design, development, implementation, and evaluation. The analysis consists of curriculum analysis, material analysis, and analysis of instructional objectives. The design includes design simulation
and determine the test to measure the success of understanding interpolation in the simulation that have been developed. At the next stage of developing the simulation, consists of a cubic spline algorithm
literature study, translating algorithms into programming language and visualize it. Furthermore, implementation and evaluation to a limited group of students to describe the achievement of instructional
objectives defined at the beginning. Results show that the development of a simulation can be interpolate data and visualize data according to the reference set. The results of implementation obtained that students
can understand the cubic spline interpolation algorithm and its implementation in the problem. But this simulation teaching materials need to be evaluated in terms of completeness explanation visualization
techniques. In general, the simulation that was developed can be used as teaching materials Interpolation material.
Keywords:
simulation, interpolation, cubic spline, computational physics.
PENDAHULUAN
Pada banyak eksperimen bidang fisika, perolehan data sering dideskripsikan dalam bentuk grafik yang
untuk memperoleh hubungan general antarvariabel. Namun, seringkali data yang diperoleh memiliki
kekosongan pada rentang tertentu, sehingga sulit untuk menghubungkan dua titik data pada grafik. Di
sinilah interpolasi memiliki peranan penting untuk melengkapi bagian kosong dalam rentang data.
Interpolasi yang dimasukkan dalam kurikulum komputasi fisika di program studi Pendidikan Fisika
pada dasarnya adalah interpolasi dengan polinomial. Interpolasi dengan metode polinomial ini diuji
menggunakan beberapa fungsi untuk mengetahui sifat polinomialnya, yaitu fungsi: oscllatory, product peak,
corner peak, gaussian, continuous, dan discontinuous Barthelmann, 2000. Namun, pada beberapa kasus,
polinomial menghubungkan titik-titik data menjadi grafik yang berosilasi. Pada banyak kasus dalam
fisika, data-data terkadang hanya dihubungkan secar linear, salah satunya dengan metode cubic spline.
Penelitian ini akan membahas simulasi cubic spline
dan bagaimana mengemasnya menjadi bahan ajar yang dapat digunakan dalam perkuliahan
komputasi fisika.
METODE PENELITIAN
Penelitian ini merupakan pengembangan bahan ajar yang didahului dengan studi literatur. Prosesnya
terdiri dari lima tahap, yaitu: analisis, perancangan, pengembangan, implementasi, dan evaluasi. Tahapan
analisis terdiri dari analisis kurikulum, analisis garis besar materi, dan analisis tujuan instruksional. Pada
tahap perancangan meliputi desain simulasi yang dikembangkan dan menentukan tes acuan untuk
mengetahui keberhasilan pemahaman interpolasi dalam simulasi yang telah dibuat. Pada tahap
mengembangkan simulasi, terdiri dari studi literatur algoritma cubic spline, menerjemahkan algoritma ke
dalam bahasa pemrograman dan visualisasinya. Tahap selanjutnya implementasi dan evaluasi kepada
kelompok terbatas mahasiswa untuk mengetahui gambaran pencapaian tujuan instruksional yang
ditetapkan di awal.
Bahasa pemrograman ditulis dalam bahasa C++. Sedangkan visualisasi menggunakan open source
gnuplot. Materi interpolasi cubic spline mengikuti materi dalam buku teks Numerical Analysis Burden
Faires, 2011. Algoritma yang digunakan untuk simulasi adalah natural cubic spline.
HASIL
DAN PEMBAHASAN
1 Analisis Kurikulum
Salah satu kompetensi dasar mata kuliah Komputasi Fisika Program Studi Pendidikan Fisika
UNJ adalah “mahasiswa mampu menerapkan metode interpolasi linier dan polinomial pada persoalan
analisis data.” Topik-topik yang dibahas dalam interpolasi adalah: interpolasi linier, interpolasi
Lagrange, dan interpolasi polinomial dari data pengukuran. Dari silabus yang ada, mengungkapkan
bahwa fitting data pengukuran menggunakan interpolasi polinomial. Namun, tidak semua data dapat
diinterpolasikan dengan polinomial. Oleh karena itu, penulis menganalisis bahwa dibutuhkan metode
interpolasi lain sebagai materi tambahan untuk melengkapi kompetensi dasar mahasiswa dalam topik
interpolasi. 2 Garis Besar Materi
Materi yang diajarkan dalam bahasan Interpolasi Cubic Spline
sesuai dengan buku teks Numerical Analysis
Burden Faires, 2011, seperti ditunjukkan Tabel 1.
Tabel 1. Garis Besar Materi
No Materi
1 Piecewise-Polynomial Approximation
2 Cubic Splines
3 Natural Cubic Splines
4 Clamped Cubic Splines
3 Tujuan Instruksional
Dari hasil analisis kurikulum dan analisis materi, dapat dirumuskan tujuan instruksional sebagai
berikut: “mahasiswa mampu menerapkan metode interpolasi cubic spline untuk simulasi persoalan
analisis data.”
4 Algoritma dan Hasil Simulasi Jika
f
terdefinisi pada
b x
x x
a
n
...
1
, maka
f
memiliki interpolant
S
natural spline yang unik pada titik-titik
n
x x
x ,...,
,
1
; yaitu titik-titik yang memenuhi syarat batas
a
S
and
b
S
. Syarat batas ini mengakibatkan
2
n n
x S
c
dan
, 6
2 x
x d
c x
S
sehingga
c
. Dan membentuk persamaan
b x
A
, dengan
A
adalah matriks
1 1
n
n
:
, 1
2 2
2 1
1 1
2 2
2 2
1 1
1 1
n n
n n
h h
h h
h h
h h
h h
h h
A
dengan b dan x adalah vektor;
. dan
3 3
3 3
1 2
1 2
1 1
1 1
2 1
n
n n
n n
n n
c c
c a
a h
a a
h a
a h
a a
h
x b
Simulasi yang dibuat adalah simulasi natural cubic spline
, dengan algoritma sebagai berikut. Untuk menginterpolasikan
S
pada fungsi
f
, didefinisikan bilangan
n
x x
x
...
1
, yang memenuhi
n
x S
x S
: INPUT
. ,...,
, ;
,..., ,
;
1 1
1
n n
n
x f
a x
f a
x f
a x
x x
n
OUTPUT
. 1
,..., 1
, for
, ,
,
n
j d
c b
a
j j
j j
dengan
1 3
2
untuk
j j
j j
j j
j j
j j
x x
x x
x d
x x
c x
x b
a x
S x
S
Step 1 For
1 ,...,
1 ,
n i
set
i i
i
x x
h
1
. Step 2 For
1 ,...,
2 ,
1
n
i
set
1 1
1
3 3
i i
i i
i i
i
a a
h a
a h
. Step 3 Set
; 1
l
;
.
z
Step 4 For
1 ,...,
2 ,
1
n
i
; 2
1 1
1 1
i i
i i
i
h x
x l
;
i i
i
l h
.
1 1
i i
i i
i
l z
h z
Step 5
; 1
n
l ;
n
z .
n
c
Step 6 For
,..., 2
, 1
n
n j
;
1
j j
j j
c z
c
; 3
2
1 1
j j
j j
j j
j
c c
h h
a a
b
. 3
1 j
j j
j
h c
c d
Step 7 OUTPUT
; 1
,..., 1
, for
, ,
,
n
j d
c b
a
j j
j j
STOP. Algoritma tersebut kemudian dimasukkan ke
dalam persoalan interpolasi gambar luar seperti pada Contoh dalam Burden Faires 2011, 158.
Simulasi-1
Langkah pertama adalah menempatkan profil bebek ke dalam koordinat untuk mengambil beberapa
titik data seperti ditunjukkan Gambar 2. Titik-titik data yang diperoleh kemudian disusun dalam tabel
untuk diinput dalam program.
Gambar 1. Gambar Profil Bebek yang akan diinterpolasikan sesuai Contoh dalam Burden
Faires 2011, 158.
Gambar 2. Gambar Profil Bebek yang ditempatkan ke dalam koordinat.
Titik-titik data disajikan dalam Tabel 2. Sedangkan listing program menggunakan bahasa
pemrograman C++ ditunjukan Tabel 3. Tabel 4 menunjukkan konstanta hasil simulasi.
Tabel 2. Titik-titik Data x[] =
{0.9,1.3,1.9,2.1,2.6,3.0,3.9,4.4,4.7,5.0,6.0,7.0,8.0,9.2 ,10.5,11.3,11.6,12.0,12.6,13.0,13.3};
y[] = {1.3,1.5,1.85,2.1,2.6,2.7,2.4,2.15,2.05,2.1,2.25,2.3,2.
25,1.95,1.4,0.9,0.7,0.6,0.5,0.4,0.25};
Tabel 3. Listing Program Menggunakan C++ include iostream
include iomanip include stdio.h
include math.h using namespace std;
int main {
int n = 20; double
x[] =
{0.9,1.3,1.9,2.1,2.6,3.0,3.9,4.4,4.7,5.0,6.0,7.0,8.0,9.2, 10.5,11.3,11.6,12.0,12.6,13.0,13.3};
double y[]
= {1.3,1.5,1.85,2.1,2.6,2.7,2.4,2.15,2.05,2.1,2.25,2.3,2.2
5,1.95,1.4,0.9,0.7,0.6,0.5,0.4,0.25}; double a[25], h[25], alp[25], c[25], b[25], d[25];
double l[25], miu[25], z[25]; FILE pFile=fopenCubicSpline.txt,w;
fprintfpFile, \tj\txj\taj\tbj\tcj\tdj\n; for int i=0; i=n; i++
{ a[i]=y[i];
} for int i=0; in; i++
{ h[i]=x[i+1]-x[i];
} for int i=1; in; i++
{ alp[i]=3.h[i]a[i+1]-a[i]-
3.h[i- 1]a[i]-a[i-1];
} l[0]=1.0; miu[0]=0.0; z[0]=0.0;
for int i=1; in; i++ {
l[i]=2.x[i+1]-x[i-1]-h[i-1]miu[i-1]; miu[i]=h[i]l[i];
z[i]=alp[i]-h[i-1]z[i-1]l[i]; }
l[n]=1.0; c[n]=0.0; z[n]=0.0; for int j=n-1; j-1; j--
{ c[j]=z[j]-miu[j]c[j+1];
b[j]=a[j+1]-a[j]h[j]-
h[j]c[j+1]+2.c[j]3.; d[j]=c[j+1]-c[j]3.h[j];
} cout \tj\tx\ta\tb\tc\td endl;
for int j=0; jn; j++ {
cout \t j \t fixed setprecision2 x[j] \t a[j] \t b[j]
\t c[j] \t d[j] \t endl; fprintfpFile,2.0i\t2.2f\t2.2f\t2.2f\t2.2f\t2
.2f\n,j,x[j],a[j],b[j],c[j],d[j]; }
cout \t n \t setprecision2 x[n] \t a[n] endl endl;
fprintfpFile,2.0i\t2.2f\t2.2f\t2.2f\t2.2f\t2 .2f\n,n,x[n],a[n],b[n],c[n],d[n];
int m; cout Masukkan banyaknya titik dalam
selang : ; cin m;
FILE pFile1=fopenCubicSpline1.txt,w; fprintfpFile1, Hasil interpolasi titik. \n;
fprintfpFile1, x \tS\n; double bb, ba, x1, S;
for int j=0;jn;j++
{ bb=x[j];ba=x[j+1];
for int i=0;im+1;i++ {
x1=bb+iba-bbm; S=a[j]+b[j]x1-
x[j]+c[j]powx1-x[j],2+d[j]powx1-x[j],3; fprintfpFile1,
2.2f\t3.3f\n,x1,S; }
} }
Tabel 4. Konstanta Hasil Simulasi j
xj aj
bj cj
dj 0.9
1.3 0.54
-0.25 1
1.3 1.5
0.42 -0.3
0.95 2
1.9 1.85
1.09 1.41
-2.96 3
2.1 2.1
1.29 -0.37
-0.45 4
2.6 2.6
0.59 -1.04
0.45 5
3 2.7
-0.02 -0.5
0.17 6
3.9 2.4
-0.5 -0.03
0.08 7
4.4 2.15
-0.48 0.08
1.31 8
4.7 2.05
-0.07 1.27
-1.58 9
5 2.1
0.26 -0.16
0.04 10
6 2.25
0.08 -0.03
11 7
2.3 0.01
-0.04 -0.02
12 8
2.25 -0.14
-0.11 0.02
13 9.2
1.95 -0.34
-0.05 -0.01
14 10.5
1.4 -0.53
-0.1 -0.02
15 11.3
0.9 -0.73
-0.15 1.21
16 11.6
0.7 -0.49
0.94 -0.84
17 12
0.6 -0.14
-0.06 0.04
18 12.6
0.5 -0.18
-0.45 19
13 0.4
-0.39 -0.54
0.6 20
13.3 0.25
Gambar 3. Atas: Hasil simulasi natural cubic splines
. Bawah: Fitting dengan gambar asli.
Simulasi-2
Masih dengan persoalan yang sama, yaitu data dari profil gambar anjing. Langkah-langkahnya sama
seperti Simulasi-1.
Gambar 4. Gambar Profil Anjing yang akan diinterpolasikan sesuai Soal dalam Burden Faires
2011, 164.
Gambar 5. Gambar Profil Anjing yang ditempatkan ke dalam koordinat dan hasil running program untuk
interpolasi garis terluar gambar.
5 Acuan Tes a Profil Gambar
Persoalan profil gambar memiliki langkah-langkah penyelesaian yang sama dengan contoh simulasi yang
dibuat, seperti ditunjukkan pada Gambar 6. “Tentukan 20 titik data pada Gambar 6 berikut.
Buatlah simulasi menggunakan natural cubic spline, kemudian gambarkan hasil simulasi.”
Gambar 6. Gambar Profil Kucing yang dijadikan tes acuan.
b Grafik Data Hasil Eksperimen Pada persoalan ini, disediakan 4 titik data.
Mahasiswa diminta untuk membuat grafik dari 4 titik data berikut.
Tabel 4. Data untuk Grafik x
fx 0.1
-0.62049957 0.2
-0.28398669 0.3
0.00660095 0.4
0.24842440
6 Implementasi dan Evaluasi
Implementasi dilakukan kepada kelompok terbatas mahasiswa yang mengambil mata kuliah Komputasi
Fisika, berjumlah 8 orang. Hasil implementasi, diperoleh bahwa melalui simulasi yang dikembangkan
mahasiswa dapat memahami algoritma interpolasi cubic spline
dan implementasinya dalam persoalan. Namun bahan ajar simulasi ini perlu dievaluasi dalam
hal kelengkapan penjelasan teknik visualisasi. PENUTUP
Simpulan
Simulasi menggunakan natural cubic spline yang dikembangkan dapat menginterpolasikan profil garis
luar dari gambar yang ditentukan. Walaupun implementasi simulasi sebagai bahan ajar masih
berupa data kualitatif, namun hasil ini dapat dijadikan acuan untuk penelitian selanjutnya.
Saran
Rencana penelitian selanjutnya pengembangan bahan ajar simulasi dilengkapi bahasan tentang teknik
visualisasi. UCAPAN TERIMAKASIH
Penulis mengucapkan terimakasih kepada Lembaga Penelitian UNJ atas dukungannya melalui dana
PNPB-BLU Fakultas MIPA UNJ Tahun Anggaran 2015 Nomor: 33 SPK PENELITIAN 6.FMIPA
2015. DAFTAR PUSTAKA
Barthelmann, V., Novak, E., Ritter, K. 2000.
High dimensional polynomial interpolation on
sparse grids. Advances in Computational Mathematics, 124, 273-288.
Burden, Richard L., Faires, J.Douglas. 2011. Numerical Analysis 9
th
Edition. Canada: BrooksCole, Cengage Learning.
ISBN: 978-602-72071-1-0
IMPLEMENTASI MODEL PROBLEM BASED LEARNING PBL UNTUK MENINGKATKAN AKTIVITAS DAN HASIL
BELAJAR FISIKA SISWA
Muhammad Reyza Arief Taqwa
1
Tutris Taurusi
2
1
Mahasiswa Pendidikan Fisika, Pasca Sarjana Universitas Negeri Malang,
2
Guru Fisika SMA Negeri 5 Kota Jambi E-mail : arief.reyzayahoo.com
ABSTRAK
Tujuan penelitian ini adalah meningkatkan aktivitas dan hasil belajar fisika siswa dengan menerapkan model pembelajaran Problem Based Learning, karena berdasarkan hasil observasi dan wawancara siswa cenderung
pasif dan memiliki hasil belajar rendah. Jenis penelitian ini adalah action research class yang dilaksanakan pada kelas yang mengalami permasalahan yakni Kelas X IPA 8 SMAN 5 Kota Jambi tahun ajaran
20142015. Hasil tindakan pada aktivitas siswa mengalami peningkatan. Pada siklus II sebanyak 25 73,52 siswa yang mengamati masalah yang disajikan dengan baik, dibandingkan siklus I yang hanya 21
61,76 siswa, berarti meningkat 11,76 meskipun masih ada yang presentase aktivitas belajarnya dikategorikan kurang aktif. Hasil belajar siswa pada aspek pengetahuan diperoleh 21 61,75 siswa yang
nilainya berada di KKM. Nilai rata-rata siswa meningkat yaitu dari siklus I yang hanya mencapai 2,41C
+
pada siklus II menjadi 2,78 B
-
. Penilaian hasil belajar pada aspek sikap terdapat peningkatan yang pada awalnya siklus I hanya 9 26,47 termasuk sikap kategori konsisten, 18 52,94 siswa kategori mulai
konsisten dan 7 20,59 kategori kurang konsisten menjadi 12 35,29 siswa yang konsisten, 16 47,06 siswa yang mulai konsisten dan 6 siswa atau 17,05 yang kurang konsisten. Penilaian aspek
keterampilan pada siklus II diperoleh hasil yakni 25 73,53 siswa yang telah mencapai nilai keterampilan atau di atas nilai KKM yaitu B. Nilai tersebut mengalami peningkatan karena pada siklus I sebanyak 21
siswa berada dibawah KKM dan sekarang pada siklus II hanya 9 siswa. Dari hasil data yang diperoleh, dapat disimpulkan bahwa penerapan model pembelajaran Problem Based Learning dapat meningkatkan aktivitas
dan hasil belajar siswa kelas X IPA 8 SMAN 5 Kota Jambi pada materi suhu dan kalor. Kata kunci:
PBL, Aktivitas Belajar, Hasil Belajar Fisika. PENDAHULUAN
Melalui observasi dan wawancara terhadap guru bidang studi fisika, kriteria ketuntasan minimum untuk
mata pelajaran fisika di SMA Negeri 5 Kota Jambi adalah 76. Dan kelas X IPA 8 adalah kelas yang memiliki nilai
rata-rata ulangan harian yang masih tergolong rendah karena belum mencapai kriteria ketuntasan minimum
yaitu 68,2. Menurut guru bidang studi, hal tersebut disebabkan karena siswa kurang tertarik dengan fisika dan
memandang fisika sebagai pelajaran sulit. Pada saat pembelajaran, siswa cenderung pasif, tidak mau
memberikan argumen atau pendapat ketika guru bertanya dan pada saat diberi kesempatan bertanya, hanya sedikit
siswa yang mengajukan pertanyaan padahal sebagian besar siswa belum memahami pelajaran. Menurut hasil
penelitian
Berdasarkan Permendikbud No 65 tentang Standar Proses, model pembelajaran yang diutamakan dalam
implementasi kurikulum 2013 adalah model pembelajaran inquiri,
model pembelajaran
Discovery, model
pembelajaran berbasis proyek, dan model pembelajaran berbasis permasalahan. Penggunaan model pembelajaran
yang tepat sangat mempengaruhi hasil belajar siswa. Oleh karena itu, peran guru dalam memilih dan menggunakan
model yang tepat dan sesuai dengan tujuan pembelajaran sangat diharapkan demi kelancaran proses pembelajaran.
Dari permasalahan yang teridentifikasi pada kelas X IPA 8 model Pembelajaran Berbasis Masalah Problem
Based Learning tepat untuk diimplementasikan untuk
menyelesaikan ataupun meminimalisir permasalahan yang terjadi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa
aktivitas siswa pada pembelajaran berbasis masalah termasuk dalam kategori aktif dan memiliki perbedaan
hasil belajar yang signifikan terhadap hasil belajar dengan model pembelajaran langsung Dudeliany, 2014. Dengan
menggunakan model Problem Based Learning diharapkan siswa lebih berperan aktif dalam belajar dan memudahkan
siswa dalam menguasai konsep.
Model Problem Based Learning merupakan pembelajaran yang pencapaian materinya dilakukan
dengan cara menyajikan suatu permasalahan, mengajukan pertanyaan-pertanyaan, menfasilitasi penyelidikan dan
membuka dialog. PBL merupakan salah satu bentuk peralihan dari paradigma pengajaran menuju paradigma
ISBN: 978-602-72071-1-0
pembelajaran Barr Tagg, 1995. Sehingga yang menjadi fokus utama adalah pembelajaran siswa, bukan
pada pengajaran guru. Tujuan yang dicapai dari hasil penelitian ini adalah
untuk mengetahui peningkatan aktivitas dan hasil belajar siswa melalui penerapan model problem based learning
pada materi suhu dan kalor di kelas X IPA 8 SMA Negeri 5 Kota Jambi.
METODE PENELITIAN
Sesuai dengan masalah yang dikemukakan sebelumnya, maka desain penelitian ini adalah Penelitian
Tindakan Kelas PTK. PTK adalah penelitian yang merupakan perpaduan antara tindakan action dan
penelitian research yang dilaksanakan oleh guru di dalam kelas.
Dalam penelitian ini dilakukan selama 2 siklus. Pada setiap siklus memiliki tahapan-tahapan tertentu
sesuai dengan tahapan dalam tindakan kelas yaitu: 1 perencanaan planning, 2 pelaksanaan tindakan
acting , 3 observasi pengamatan dan evaluasi, 4
analisis dan refleksi reflecting. Penelitian tindakan kelas ini dilaksanakan di kelas
X IPA 8 SMAN 5 Kota Jambi semester 2 tahun ajaran 20142015. Subjek dari penelitian ini adalah siswa kelas
X IPA 8 SMAN 5 Kota Jambi yang berjumlah 34 siswa. Dalam penelitian ini, diperoleh data dalam bentuk
1 data kualitatif, yaitu data tentang aktivitas siswa dalam proses belajar mengajar; 2 data kuantitatif adalah data
tentang hasil belajar siswa berupa nilai yang diperoleh dari 3 aspek penilaian yaitu aspek pengetahuan, aspek
sikap dan aspek keterampilan di kelas X IPA 8.
Pengambilan data kualitatif dilakukan dengan menggunakan lembar pengamatan aktivitas siswa
kegiatan belajar mengajar berlangsung. Data tentang hasil belajar siswa pada aspek kognitif diambil melalui tes
ulangan formatif yang diadakan setiap akhir siklus pembelajaran. Sebelum soal tes digunakan dalam
penelitian harus dilakukan uji coba
untuk memperoleh
validitas soal,
tingkat kesukaran tiap butir soal, reliabilitas tiap butir soal dan
daya pembeda tiap butir soal. Selanjutnya untuk menilai aspek apektif dan psikomotr dengan cara observasi yang
dilaksanakan setiap pertemuan dalam satu siklus yang dilakukan oleh observer.
Analisis kualitatif diambil dari data hasil observasi tentang situasi belajar mengajar, menurut Arikunto 2013
untuk data hasil observasi aktivitas siswa dihitung dengan menggunakan rumus :
100 x
N N
A
a
Ket.: A = Aktivitas siswa = Jumlah siswa yang aktif
N = Jumlah siswa keseluruhan Dimana perhitungan penilaian sebagai berikut :
– 20 = Tidak aktif 21
– 40 = Kurang aktif 41
– 60 = Cukup aktif 61
– 80 = Aktif 81
– 100 = Sangat aktif Analisis kuantitatif untuk hasil belajar siswa
diperoleh dari hasil pemberian tes pada tahap evaluasi dilakukan dengan perhitungan yang dikemukakan oleh
Arikunto 2013, dengan menggunakan persamaan berikut :
xWt n
W R
S
1
Ket. : S = Skor
R = Jumlah jawaban yang benar Wt = Bobot
W = Jumlah jawaban yang salah n = Jumlah opsi
Selanjutnya penilaian sikap dan penilaian keterampilan dilakukan setiap siklus saat proses
pembelajaran berlangsung dengan menggunakan lembar format penilaian sikap dan keterampilan yang dilengkapi
rubrik penilaian dengan menggunakan rating skala 0-2 untuk penilaian keterampilan dan 0-2 untuk penilaian
Permasalahan Perencanaan
Pelaksanaan tindakan I Pengamatan
Pengumpulan data Refleksi I
Permasalahan Baru
Perencanaan Tindakan II
Pelaksanaan tindakan II Pengamatan
Pengumpulan data Refleksi I
Jika ada Permasalahan Baru
Dilanjutkan ke siklus berikutnya
Gambar 1 Skema Siklus Kegiatan Penelitian Tindakan Kelas Sumber: Arikunto, dkk. 2008:74
ISBN: 978-602-72071-1-0
sikap. Nilai akhir untuk penilaian keterampilan dengan menggunakan rumus yang dikemukakan oleh Kurniasih
2013, sebagai berikut:
4 x
Skormaks peroleh
Skoryangdi Nilai
Ketuntasan belajar ditentukan seperti pada Tabel 1. Untuk Kriteria penilaian sikap siswa dikategorikan menjadi tiga,
seperti yang ditunjukkan pada tabel 2.
Tabel 1 Rentang Ketuntasan Belajar
Predikat Nilai Kompetensi
Pengetahuan Keterampilan
Rentang
A 4
4 3,67-4
A
-
3,66 3,66
3,34-3,66 B
+
3,33 3,33
3,1-3,33 B
3 3
2,67-3 B
-
2,66 2,66
2,34-2,66 C
+
2,33 2,33
2,1-2,33 C
2 2
1,67-2 C
-
1,66 1,66
1,34-1,66 D
+
1,33 1,33
1,1-1,33 D
1 1
0-1 Tabel 2 Kriteria penilaian sikap siswa:
Kompetensi Skala
Kurang konsisten Mulai konsisten
1 Konsisten
2
HASIL DAN PEMBAHASAN Aktivitas Belajar Sikulus I
Pelaksanaan tindakan pada siklus I terdiri dari dua pertemuan yang membahas subpokok
suhu dan subpokok pemuaian. Pelaksanaan pembelajaran
dengan menggunakan
model Problem Based Learning
ini lebih ditekankan pada
keaktifan siswa
dalam mengikuti
pelajarannya. Keaktifan siswa diamati melalui lembar
observasi aktivitas
siswa disetiap
pertemuan. Pada pertemuan terakhir siklus, diadakan evaluasi siklus I untuk mengetahui
penguasaan siswa pada materi yang telah diajarkan. Evaluasi siklus I ini terdiri dari 10 soal
pilihan ganda.
Berdasarkan hasil
observasi yang
merupakan gambaran terhadap aktivitas siswa selama proses belajar mengajar berlangsung.
Secara keseluruhan aktivitas siswa pada siklus I dalam pembelajaran belum optimal seperti terlihat
pada Tabel 3 berikut ini
Tabel 3 Data aktivitas siswa dalam kegiatan pembelajaran siklus I NO
Aktivitas yang diamati Jumlah Presentase masing-masing Kriteria
1 2
1 Mengamati masalah yang menjadi objek
pembelajaran 2 5,88
11 32,35 21 61,76
2 Menyampaikan berbagai pertanyaan terhadap
masalah kajian 11 32,35
14 41,18 9 26,47
3 Mencoba untuk menyelesaikan masalah yang
dikaji 14 41,18
13 38,23 7 20,59
4 Mengasosiasikan pemecahan masalah dari
berbagai sumber 20 58,82
10 29,41 4 11,76
5 Menganalisis dan mengevaluasi jawaban
terhadap masalah yang disajikan 10 29,41
15 44,12 9 26,47
Keterangan: 0-33
= Tidak Aktif 34-66
= Kurang Aktif 67-100
= Aktif Dari Tabel 3 terlihat bahwa proses
belajar mengajar belum terlaksana dengan baik. Aktivitas siswa yang teramati belum sesuai
dengan yang diharapkan, karena masih ada aktivitas yang persentasenya berada pada
kategori cukup, kurang dan tidak aktif untuk
ISBN: 978-602-72071-1-0
beberapa aktivitas. Aktivitas tersebut antara lain:
1. Mengamati masalah yang menjadi objek
pembelajaran dikategorikan kurang. 2.
Menyampaikan berbagai
pertanyaan terhadap masalah kajian dikategorikan
kurang. 3.
Mencoba untuk menyelesaikan masalah yang dikaji dikategorikan kurang.
4. Mengasosiasikan pemecahan masalah dari
berbagai sumber dikategorikan kurang. 5.
Menganalisis dan mengevaluasi jawaban terhadap
masalah yang
disajikan dikategorikan kurang.
Upaya yang
dilakukan untuk
meningkatkakn aktivitasdan hasil belajar belum berhasil. Dari hasil pembelajaran siklus I dapat
disimpulkan bahwa belum ada aktivitas siswa dalam pembelajaran yang dapat dikategorikan
aktif. Hal tersebut mengindikasikan bahwa aktivitas siswa dalam belajar masih rendah.
Hasil Belajar Ranah Kognitif Siklus I
Hasil belajar ranah kognitif yang diperoleh siswa dari tes formatif dapat dilihat pada Tabel 4 berikut ini.
Tabel 4 Hasil Belajar Ranah Kognitif Siklus I
No Variabel yang diamati
Jumlah Persentase
1 2
3
4 Jumlah siswa peserta tes
Nilai rata-rata siswa Jumlah siswa yang telah berhasil dalam
belajar Jumlah siswa yang belum berhasil dalam
belajar 34
2,41 C+ 13
21 100
- 38,23
61,76 Berdasarkan Tabel 4 di atas, dapat diketahui
bahwa hasil belajar yang diperoleh siswa pada aspek pengetahuan dalam pelaksanaan tindakan
siklus 1 ini masih rendah.Terlihat pada Tabel 4.3 dari 34 orang siswa yang mengikuti tes hasil
belajar, jumlah siswa yang berhasil 13 orang atau 38,23 dari jumlah siswa keseluruhan
yang nilainya berada di atas Kriteria Ketuntasan Minimun KKM, yaitu di atas 2,67 atau dengan
predikat B-. Nilai rata-rata siswa masih rendah yaitu 2,43 atau rata-rata masih predikat C+, hal
ini menunjukkan bahwa pelaksanaan proses pembelajaran pada siklus I ini masih banyak
terdapat kekurangan dan perlu ditingkatkan pada
siklus selanjutnya,
yaitu dengan
melaksanakan pelaksanaan tindakan pada siklus II.
Hasil Belajar Ranah Apektif Siklus I
Hasil belajar yang diperoleh siswa dari penilaian sikap dapat dilihat pada Tabel 5
berikut ini.
Tabel 5 Penilaian Sikap Sosial Siklus I
No Variabel yang diamati
Jumlah Presentase
1 2
3
4 5
Jumlah siswa peserta tes Nilai rata-rata siswa
Jumlah siswa yang bersikap kategori konsisten Jumlah siswa yang bersikap kategori mulai
konsisten Jumlah siswa yang bersikap kategori kurang
konsisten 34
1,1 9
18 7
100 -
26,47 52,94
20,59 Penilaian hasil belajar pada aspek sikap
dalam pelaksanaan tindakan siklus 1 menggunakan penilaian sikap sosial. Terlihat
pada Tabel 4.4 dalam proses kegiatan belajar mengajar dari 34 siswa, 9 siswa atau 26,47
jumlah siswa yang termasuk sikap kategori konsisten, 18 siswa atau 52,94 siswa termasuk
sikap kategori mulai konsisten dan 7 atau 20,59 siswa yang termasuk sikap dalam
kategori kurang konsisten tetapi dari hasil nilai rata-rata siswa untuk penilaian sikap sosial
dikategorikan mulai konsisten. Hasil Belajar Ranah Psikomotor Siklus I
Hasil belajar yang diperoleh siswa dari penilaian keterampilan dapat dilihat pada Tabel
6. Tabel 6 merupakan bentuk penilaian untuk aspek ketrampilan yang dibuat sesuai dengan
sintak pada model yang digunakan.
Tabel 6 Penilaian Keterampilan Siklus I
No Variabel yang diamati
Jumlah Presentase
ISBN: 978-602-72071-1-0
1 2
3
4 5
6 7
Jumlah siswa peserta tes Nilai rata-rata siswa
Jumlah siswa yang memiliki nilai keterampilan berpredikat A
Jumlah siswa yang memiliki nilai keterampilan berpredikat B+
Jumlah siswa yang memiliki nilai keterampilan berpredikat B
Jumlah siswa yang memiliki nilai keterampilan berpredikat C+
Jumlah siswa yang memiliki nilai keterampilan berpredikat C
34 2,89
3 6
4 10
11 100
- 8,82
17,65 11,77
29,41 32,35
Penilaian aspek keterampilan pada siklus I ini dinilai dari kegiatan belajar. Berdasarkan Tabel
4.5 dari 34 siswa,13 siswa atau 38,23 yang telah mencapai nilai keterampilan atau di atas nilai
KKM yaitu B dan 21 siswa atau 61,77 yang memiliki nilai di bawah KKM. Rata-rata nilai
keterampilan untuk semua siswa dianggap baik tetapi masih ada beberapa indikator dalam menilai
aspek keterampilan ini yang masih belum baik untuk itu perlu ditingkatkan lagi pada pertemuan
selanjutnya dengan melaksanakan tindakan pada siklus II
Refleksi Siklus I
Berdasarkan lembar observasi siswa serta hasil belajar siswa, pelaksanaan tindakan siklus I
dapat dikatakan belum berhasil atau belum memenuhi indikator kerja yang diharapkan. Hal ini
mengindikasikan bahwa pelaksanaan tindakan perlu ditingkatkan pada siklus II. Ketidak
berhasilan ini dapat dilihat dari rendahnya hasil belajar siswa dan kurangnya aktivitas siswa dalam
proses belajar mengajar. Selain itu perolehan hasil belajar siswa yang telah berhasil dalam belajar
secara klasikal juga masih rendah.
Rendahnya hasil belajar dan aktivitas siswa ini disebabkan adanya kendala yang dihadapi oleh
guru dan siswa dalam proses belajar mengajar. Adapun kendala yang dihadapi pada pelaksanaan
proses belajar mengajar pada siklus I, diantaranya sebagai berikut:
1. Mengamati masalah yang menjadi objek
pembelajaran dikategorikan kurang. 2.
Menyampaikan berbagai pertanyaan terhadap masalah kajian dikategorikan kurang.
3. Mencoba untuk menyelesaikan masalah yang
dikaji dikategorikan kurang. 4.
Mengasosiasikan pemecahan masalah dari berbagai sumber dikategorikan kurang.
5. Menganalisis dan mengevaluasi jawaban
terhadap masalah
yang disajikan
dikategorikan kurang. 6.
Menjelaskan prosedur dan memotivasi siswa agar terlihat secara aktif dalam pemecahan
masalah dikategorikan kurang.
Aktivitas Belajar Siklus II
Pelaksanaan tindakan yang dilakukan pada siklus II terdiri dari dua kali pertemuan. Pertemuan
pertama mengenai subpokok kalor. Pertemuan kedua mengenai subpokok Asaz Balck.
Berdasarkan hasil
observasi yang
merupakan gambaran terhadap aktivitas siswa selama proses belajar mengajar berlangsung.
Secara keseluruhan aktivitas siswa pada siklus II dalam pembelajaran belum optimal seperti terlihat
pada Tabel 7.
Tabel 7 Data aktivitas siswa dalam kegiatan pembelajaran siklus II
NO Aktivitas yang diamati
Jumlah Presentase masing-masing Kriteria 1
2 1
Mengamati masalah yang menjadi objek pembelajaran
3 8,82 6 17,65
25 73,52 2
Menyampaikan berbagai pertanyaan terhadap masalah kajian
9 26,472 11 32,35
14 41,18 3
Mencoba untuk menyelesaikan masalah yang dikaji
11 32,35 10 29,41
13 38,23 4
Mengasosiasikan pemecahan masalah dari berbagai sumber
13 38,23 14 41,18
7 20,59 5
Menganalisis dan mengevaluasi jawaban terhadap masalah yang disajikan
10 29,41 13 38,23
11 32,35 Keterangan:
0-33 = Tidak Aktif
34-66 = Kurang Aktif
ISBN: 978-602-72071-1-0
67-100 = Aktif
Dari Tabel 7 terlihat bahwa proses belajar mengajar mulai terlaksana dengan baik. Aktivitas
siswa mulai mengalami peningkatan terlihat dari aktivitas 1 pada tabel bahwa sudah ada 25
73,52 siswa yang mengamati masalah yang disajikan dengan baik, bila dibandingkan dengan
siklus I yang hanya 21 61,76 siswa, berarti meningkat sebesar 11,76 meskipun masih ada
yang presentase aktivitas belajarnya dikategorikan kurang aktif, tapi ini sudah menunjukan bahwa
ada peningkatan dari siklus I ke siklus II.
Hasil Belajar Ranah Kognitif Siklus II
Hasil belajar yang diperoleh siswa dari tes formatif dapat dilihat pada Tabel 8 berikut ini.
Tabel 8 Hasil Belajar Siklus II
No Variabel yang diamati
Jumlah Persentase
1 2
3 4
Jumlah siswa peserta tes Nilai rata-rata siswa
Jumlah siswa yang telah berhasil dalam belajar Jumlah siswa yang belum berhasil dalam belajar
34 2,78 B
-
21 13
100 -
61,75 38,24
Berdasarkan Tabel 8 di atas, dapat diketahui bahwa hasil belajar yang diperoleh
siswa pada
aspek pengetahuan
dalam pelaksanaan tindakan siklus 2 ini mulai
meningkat. Terlihat pada Tabel 8 dari 34 orang siswa yang mengikuti tes hasil belajar, jumlah
siswa yang berhasil 21 orang atau 61,75 dari jumlah siswa keseluruhan yang nilainya berada di
atas Kriteria Ketuntasan Minimun KKM, yaitu di atas 2,67 atau dengan predikat B-. Nilai rata-
rata siswa sudah mulai meningkat yaitu dari siklus I yang hanya mencapai 2,41 atau rata-rata
predikat C
+
pada siklus II meningkat menjadi 2,78 atau rata-rata predikat B
-
, hal ini menunjukkan
bahwa pelaksanaan
proses pembelajaran dengan menggunakan model
pembelajaran Problem Based Learning pada siklus II ini mengalami keberhasilan dalam
meningkatkan hasil belajar siswa.
Hasil Belajar Ranah Apektif Siklus II
Hasil belajar yang diperoleh siswa dari penilaian sikap dapat dilihat pada Tabel 9 berikut
ini. Tabel 9 Penilaian Sikap Sosial Siklus II
No Variabel yang diamati
Jumlah Presentase
1 2
3 4
5 Jumlah siswa peserta tes
Nilai rata-rata siswa Jumlah siswa yang bersikap kategori konsisten
Jumlah siswa yang bersikap kategori mulai konsisten
Jumlah siswa yang bersikap kategori kurang konsisten
34 1,2
12 16
6 100
- 35,29
47,06 17,05
Penilaian hasil belajar pada aspek sikap dalam pelaksanaan tindakan siklus 2
menggunakan penilaian sikap sosial. Terlihat pada Tabel 4.9 dalam proses kegiatan belajar
mengajar terjadi peningkatan yang pada awalnya siklus I dari 34 siswa hanya 12 siswa
atau 35,29 yang konsisten, 16 siswa atau 47,06 yang mulai konsisten dan 6 siswa atau
17,05 yang kurang konsisten. Hasil Belajar Ranah Psikomotor Siklus II
Hasil belajar yang diperoleh siswa dari penilaian keterampilan dapat dilihat pada Tabel
10 berikut ini.
Tabel 10 Penilaian Keterampilan Siklus II
No Variabel yang diamati
Jumlah Presentase
1 2
3
4 5
6 Jumlah siswa peserta tes
Nilai rata-rata siswa Jumlah siswa yang memiliki nilai
keterampilan berpredikat A Jumlah siswa yang memiliki nilai
keterampilan berpredikat B+ Jumlah siswa yang memiliki nilai
keterampilan berpredikat B Jumlah siswa yang memiliki nilai
keterampilan berpredikat C+ 34
2,86 5
4 16
9 100
- 14,71
11,76 47,06
26,47
ISBN: 978-602-72071-1-0
Penilaian aspek keterampilan pada siklus II ini dinilai dari kegiatan belajar. Berdasarkan Tabel
4.10 dari 34 siswa, 25 siswa atau 73,53 yang telah mencapai nilai keterampilan atau di atas nilai
KKM yaitu B dan 9 siswa atau 26,47 yang memiliki nilai di bawah KKM. Nilai tersebut
sudah mengalami peningkatan yang sangat pesat karena sebelumnya pada siklus I sebanyak 21
siswa berada dibawah KKM dan sekarang pada siklus II hanya tinggal 9 siswa saja. Rata-rata nilai
keterampilan untuk semua siswa dianggap baik tetapi masih ada beberapa indikator dalam menilai
aspek keterampilan ini yang masih belum baik untuk itu perlu ditingkatkan lagi pada pertemuan
selanjutnya dengan melaksanakan tindakan pada siklus III.
Refleksi Siklus II
Berdasarkan lembar observasi siswa serta hasil belajar siswa, pelaksanaan tindakan siklus II
dapat dikatakan mulai berhasil tetapi belum memenuhi indikator kerja yang diharapkan.
Ketidak berhasilan ini dapat dilihat dari rendahnya hasil belajar siswa dan kurangnya aktivitas siswa
dalam proses belajar mengajar.
Dari hasil data observasi, terdapat satu point aktivitas siswa kategori aktif yakni dalam
hal mengamati masalah yang menjadi objek pembelajaran. Siswa masih tergolong kurang aktif
dalam hal menyampaikan berbagai pertanyaan terhadap masalah kajian dan pada bagian
mencoba untuk menyelesaikan masalah yang dikaji. Sedangkan pada point mengasosiasikan
pemecahan masalah dari berbagai sumber, serta point menganalisis dan mengevaluasi jawaban
terhadap masalah yang disajikan masih tergolong tidak aktif. Namun secara keseluruhan aktivitas
siswa mengalami peningkatan jika dibandingkan dengan aktivitas pada pembelajaran siklus I. Hal
ini sejalan dengan hasil penelitian Fadly 2012 yang didapati hasil bahwa pembelajaran dengan
menggunakan model pembelajaran Problem Based Learning
PBL dapat meningkatkan aktivitas belajar siswa
Namun jika dipandang secara kuantitas jumlah siswa yang berhasil dalam belajar, tampak
peningkatan sebesar 11,76 siswa yang berhasil. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Tany 2013
dan Fadly 2012 yang diperoleh bahwa hasil belajar siswa meningkat dengan diterapkannya
model pembelajaran PBL. Sejalan dengan hal tersebut, dari penelitian Ari 2014 didapati hasil
belajar siswa dengan pembelajaran PBL secara signifikan berbeda dengan kelas pembelajaran
Direct Instruction
.
PENUTUP Simpulan
Dari data yang diperoleh selama hasil penelitian dapat ditarik kesimpulan bahwa model
pembelajaran Problem Based Learning dapat meningkatkan aktivitas dan hasil belajar siswa.
Saran 1.
Diharapkan kepada guru fisika supaya dapat menggunakan
model Problem
Based Learning
untuk meningkatkan aktivitas dan hasil belajar siswa, terutama pada pokok
bahasan suhu dan kalor. 2.
Diharapkan penelitian
untuk melihat
peningkatan aktivitas dan hasil belajara siswa dengan menggunakan model Problem
Based Learning dapat dilakukan pada pokok
bahasan yang lain.
DAFTAR PUSTAKA Ari, D.H., Sutarto, Astutik, S. 2014. Model
Problem Based Learning dengan Isu dalam Pembelajaran Fisika di SMA.
Jurnal Pendidikan Fisika Online, 33. P. 266-271.
Arikunto, S., Suhardjono Supardi. 2008. Penelitian Tindakan Kelas
. Jakarta: PT. Bumi Aksara.
Arikunto, S. 2013. Dasar-Dasar Evaluasi. Jakarta: PT Rineka Cipta.
Barr, R.B., Tagg, J. 1995. From Teaching to Learning:
A New
Paradigm for
Understanding Education. Change, 276. P. 12-25.
Dudeliany L.A, Mahardika K.I, Maryani. 2014. Penerapan Model Pembelajaran Berbasis
Masalah PBM Disertai LKS Berbasis Multirepresentasi pada Pembelajaran
IPA-Fisika Di SMP. Jurnal Pendidikan Fisika
Online, 33. P. 254-259. Fadly, A. 2012. Peningkatan Aktivitas dan Hasil
Belajar Siswa
Melalui Model
Pembelajaran Problem Based Learning PBL. Malang: Universitas Negeri
Malang. Kurniasih
Berlin. 2013.
Implementasi Kurikulum 2013 Konsep dan Penerapan
. Surabaya: Kata Pena.
Tany, Y.S., Utami, T.H. 2013. Penerapan Problem Based Learning PBL untuk
Meningkatkan Hasil Belajar Siswa di Kelas VII-A Katolik Frateran Celaket 21
Malang . Malang: Universitas Negeri
Malang
ISBN: 978-602-72071-1-0
IDENTIFIKASI MISKONSEPSI SISWA SMA PADA MATERI FLUIDA STATIS
Putri Septa Nugrahanggraini
1
Sentot Kusairi
2
Eny Latifah
3
1,2,3
Pendidikan Fisika, Pascasarjana, Universitas Negeri Malang
E-mail: putriseptanugrahanggrainigmail.com
AB STRAK
Miskonsepsi merupakan salah satu penyebab kesulitan siswa dalam belajar fisika. Informasi mengenai
miskonsepsi yang dialami siswa perlu didapatkan dan selanjutnya dimanfaatkan dalam proses pembelajaran fisika supaya peserta didik mengalami perubahan konseptual conceptual change. Penelitian ini bertujuan untuk
mengidentifikasi miskonsepsi fisika siswa SMA pada materi fluida statis dan kemungkinan faktor penyebabnya. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode survey menggunakan angket pada 114 responden di
3 sekolah yang berbeda dan melakukan wawancara pada beberapa guru dan siswa. Berdasarkan hasil analisis angket, diketahui bahwa siswa mengalami miskonsepsi pada konsep Tekanan Hidrostatis dan Hukum
Archimedes. Salah satu bentuk miskonsepsi yang dialami siswa adalah besar gaya apung pada benda tergantung dari volume fluidanya. Kemungkinan penyebab miskonsepsi pada siswa tersebut adalah metode pembelajaran
yang digunakan di sekolah masih kurang memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengkonstruk pengetahuannya. Dapat disimpulkan bahwa tingginya miskonsepsi siswa pada materi fluida statis dikarenakan
metode pembelajaran yang kurang sesuai. Kata Kunci:
miskonsepsi, fluida statis
ABSTRACT
The misconception is one of the causes of the difficulties students in learning physics. Information about misconceptions experienced by students need to be obtained and subsequently used in physics learning process
so that students experience a change of conceptual. This study aims to identify misconceptions physics high school students on a static fluid material and the possible causes. The method used in this research is a survey
method using questionnaire on 114 respondents in three different schools and do interviews on some teachers and students. Based on the results of questionnaire analysis, it is known that students have misconceptions on
the concept and the Law Hydrostatic Pressure Archimedes. One form misconceptions experienced by students is large buoyant force on an object depends on the volume of the fluid. Possible causes misconceptions on these
students are learning methods used in schools still less provide the opportunity for students to construct knowledge. It can be concluded that high student misconceptions in the static fluid material due to the lack of
appropriate teaching methods. Keywords:
misconception , static fluid
ISBN: 978-602-72071-1-0
PENDAHULUAN
Mata pelajaran Fisika merupakan salah satu bagian dari IPA yang berkaitan dengan cara mencari
tahu tentang alam secara sistematis, berupa penemuan, penguasaan kumpulan pengetahuan yang berupa
fakta-fakta, konsep-konsep, atau prinsip-prinsip serta prospek pengembangan lebih lanjut dalam menerapan
pengetahuan di dalam kehidupan sehari-hari Depdiknas, 2003: 2. Selain itu, Sears dan Zemansky
1994: 1 menyatakan bahwa IPA Fisika merupakan ilmu yang bersifat empiris, artinya setiap hal yang
dipelajari dalam IPA fisika didasarkan pada hasil pengamatan tentang alam dan gejala-gejalanya.
Dalam pembelajaran fisika, diharapkan siswa mampu memahami dan menguasai konsep-konsepnya serta
dapat menerapkan dalam kehidupan sehari-hari. Menurut Osman dan Sukor 2013: 434, konsep yang
dimiliki siswa juga dapat berasal dari pengalaman sehari-hari
ketika berinteraksi
dengan alam
sekitarnya. Akan tetapi, seringkali guru menemukan bahwa siswa memiliki konsepsi yang berbeda dengan
konsep para ahli yang telah diyakini kebenarannya. Berg 1991: 10 menyatakan bahwa konsepsi siswa
yang berbeda atau bertentangan dengan konsepsi para ahli disebut miskonsepsi.
Miskonsepsi merupakan pemikiran siswa yang berbeda dengan pemikiran yang menjadi kesepakatan
para ahli. Miskonsepsi dapat berbentuk konsep awal, kesalahan hubungan yang tidak benar antara konsep-
konsep, gagasan intuitif atau pandangan yang salah Yuliati, 2008, dan dapat juga berbentuk interpretasi
konsep yang salah Novak dan Gowin, 1984. Miskonsepsi menyebabkan siswa cenderung menolak
pengetahuan baru yang diperoleh dalam pembelajaran. Penolakan tersebut terjadi jika proses asimilasi dan
akomodasi tidak tercapai dengan baik dalam pikiran siswa.
Salah satu penyebab miskonsepsi yang dialami oleh siswa adalah metode pembelajaran di sekolah.
Metode pembelajaran dan pelaksanaannya di kelas sangat berpengaruh terhadap terjadinya miskonsepsi
Yuliati, 2008. Siswa yang menerima pembelajaran dengan metode ceramah saja tanpa pernah melakukan
kegiatan berdasarkan konteks akan cenderung mengalami
miskonsepsi. Untuk
itu perlu
mengidentifikasi miskonsepsi siswa pada materi fluida statis.
Miskonsepsi yang sering terjadi pada materi fluida statis diantaranya siswa menganggap bahwa
tekanan fluida di semua titik sama Loverude, M.E. dkk, 2010; Goszewski, dkk., 2012, peristiwa
terapung melayang, dan tenggelam pada suatu benda dipengaruhi oleh massa benda dan suatu benda
tenggelam dikarenakan berat benda Utami, R. dkk., 2014, arah gaya apung pada benda dalam fluida
selalu ke atas Bierman, dkk., 2003, gaya apung sebanding dengan massa, kedalaman, dan volume zat
cair dalam suatu wadah Wagner, D.J. dkk., 2013.
Salah satu upaya untuk mengatasi miskonsepsi adalah dengan melibatkan siswa dalam kegiatan
mempraktikkan dan menemukan sendiri konsep- konsep fisika yang dipelajari. Hal ini dapat dilakukan
dengan melakukan kegiatan pembelajaran secara bermakna, yang akan terwujud jika dilakukan dengan
beberapa metode ilmiah disertai dengan penalaran kognitif terhadap data yang diperoleh maupun gejala
alam yang teramati siswa Wilhelm, dkk., 2007.
Pada kenyataannya, siswa jarang melakukan kegiatan praktikum untuk membangun konsep. Suhdi,
dkk. 2012 mengungkapkan bahwa aktivitas belajar yang tampak yaitu aktivitas memperhatikan pelajaran
42,52, aktivitas bertanya 34,48, menjawab pertanyaan 35,63, dan aktivitas melakukan
praktikum tidak ada. Pembelajaran yang seharusnya digunakan pada pelajaran fisika adalah pembelajaran
yang terdapat kegiatan demonstrasi atau eksperimen dengan tujuan untuk memberikan pengalaman konkret
untuk membantu siswa memahami konsep fisika agar pengetahuan lebih bermakna. Selain itu juga,
Santyasa, dkk 2006 menyatakan bahwa metode ceramah klasik 16,7, model pemberian informasi
langsung dari guru ke siswa 9,3, dan metode ceramah tanya jawab 74. Berdasarkan kedua
penelitian tersebut dapat disimpulkan bahwa guru lebih dominan sebagai pengendali dan aktif dalam
mentransfer pengetahuan sehingga siswa kurang mengembangkan potensi terhadap pemahaman konsep
yang dimilikinya. Sehingga perlu untuk melakukan identifikasi dengan baik supaya guru bisa melakukan
tindakan yang tepat untuk menyelesaikan masalah miskonsepsi tersebut.
Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi miskonsepsi siswa dan mengetahui kemungkinan
faktor penyebabnya. Dari penelitian ini diharapkan dapat membantu siswa mengatasi miskonsepsi dan
mengkonstruk ulang konsepsinya supaya terhindar dari miskonsepsi yang berkelanjutan.
METODE PENELITIAN
Jenis penelitian yang digunakan pada penelitian ini adalah deskriptif menggunakan metode survey.
Penelitian ini merupakan studi pendahuluan untuk mengidentifikasi
miskonsepsi dan
mengetahui kemungkinan faktor penyebabnya. Hasil studi
pendahuluan selanjutnya
digunakan untuk
menentukan metode pembelajaran yang tepat untuk mengatasi miskonsepsi dan penyebabnya tersebut.
Sampel penelitian ini adalah siswa kelas XI SMA berjumlah 114 siswa yang berasal dari 3 sekolah
berbeda yaitu SMAN 1 Puri Mojokerto, SMAN 2 Kota Mojokerto, dan SMAN 3 Kota Mojokerto.
Instrumen yang digunakan berupa angket yang terdiri dari sejumlah pertanyaan dengan jawaban yang
telah disediakan dan 5 soal uraian terkait konsep fluida statis. Data yang diharapkan berupa hasil
angket yang telah diisi oleh siswa dan konsepsi siswa terhadap konsep fluida statis. Butir-butir pada angket
digunakan untuk mengidentifikasi kesulitan yang dialami siswa dalam pembelajaran fisika yang
mungkin menjadi penyebab miskonsepsi. Pada bagian
ISBN: 978-602-72071-1-0
akhir angket disediakan kolom kosong yang harus diisi siswa mengenai saran dan kritik terhadap
pembelajaran fisika. Selain itu juga melakukan wawancara terhadap beberapa guru yang berkaitan
dengan angket tersebut. HASIL DAN PEMBAHASAN
Untuk mengidentifikasi miskonsepsi siswa, peneliti menggunakan soal uraian pada materi fluida
statis. Berdasarkan analisis jawaban soal uraian siswa, dengan bunyi soal:
Perhatikan gambar di bawah
Dua besi yang identik masing-masing dimasukkan pada wadah berbeda yang
berisi air. Wadah A memiliki volume air lebih
besar daripada
wadah B.
Bagaimanakah gaya Archimedes yang terjadi pada besi di wadah A dan di wadah
B jika kedua besi tenggelam dalam air? Jelaskan pendapatmu wadah A dan wadah
B memiliki bentuk dan ukuran yang sama
Dari jawaban siswa diperoleh 42,1 siswa mengalami miskonsepsi pada konsep gaya apung pada suatu
benda yang tercelup dalam fluida. Saifullah 2015 melalui penelitiannya menemukan 38,3 siswa
mengalami miskonsepsi pada konsep gaya apung pada suatu benda yang tercelup dalam fluida. Salah seorang
siswa menjawab bahwa:
“Gaya Archimedes benda pada wadah B akan lebih besar. Karena volume fluida
wadah B lebih sedikit sehingga kedalaman benda B lebih kecil. Gaya Archimedes
berbanding terbalik dengan kedalaman
” Jawaban siswa ini telah mendeskripsikan bahwa siswa
mengalami miskonsepsi. Konsep yang sebenarnya adalah
Gaya Archimedes
tidak dipengaruhi
banyaknya volume fluida pada wadah yang mengakibatkan kedalaman benda berbeda. Sehingga
gaya Archimedes yang terjadi pada besi yang dicelupkan di wadah A maupun di wadah B sama
besar. Hal ini dikarenakan besar gaya apung selalu sama dengan berat fluida yang dipindahkan oleh
benda Serway Jeweet, 2009: 647. Selain itu, sebesar 36,8 siswa juga mengalami
miskonsepsi pada konsep tekanan hidrostatis dengan bunyi soal sebagai berikut.
Empat buah titik tercelup dalam sebuah bejana berhubungan berisi air seperti pada
gambar di bawah ini. Di titik manakah yang memiliki tekanan
hidrostatis sama besar? Jelaskan alasanmu Sebagian besar siswa mengalami miskonsepsi pada
konsep tekanan hidrostatis pada satu garis horizontal adalah sama besar Saifullah, 2015. Seorang siswa
menyatakan bahwa
“titik A, B, dan D yang memiliki tekanan hidrostatis sama besar. Karena titik A, B,
dan D memiliki kedalaman yang sama dari permukaan fluida”
Jawaban siswa tersebut mengalami miskonsepsi karena siswa kurang mampu menganalisis jawaban.
Konsep yang sebenarnya adalah tekanan hidrostatis akan sama besar pada titik-titik yang terletak dalam
satu garis mendatar pada bejana berhubungan. Sehingga tekanan hidrostatis di titik C dan D adalah
sama besar.
Berdasarkan data
hasil penelitian
dapat dinyatakan bahwa miskonsepsi pada materi fluida
statis kemungkinan dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya minat dan motivasi siswa terhadap mata
pelajaran fisika, metode pembelajaran yang dilakukan guru, dan kegiatan pembelajaran yang dialami siswa.
Miskonsepsi siswa yang teridentifikasi harus segera diatasi jika miskonsepsi tersebut berkaitan dengan
kurangnya kemampuan siswa dalam memecahkan masalah fisika, terutama dalam kehidupan nyata.
Miskonsepsi siswa yang berkelanjutan menyebabkan miskonsepsi pada konsep selanjutnya karena konsep
fisika saling berkaitan.
Pembahasan dilakukan berdasarkan hasil angket yang telah diisi oleh siswa dan hasil wawancara
terhadap beberapa siswa dan guru. Fisika dengan sifatnya yang kompleks dan rumit
menyebabkan siswa beranggapan bahwa fisika merupakan mata pelajaran yang sulit Aritonang,
2008; Wijayanti, dkk., 2010; Suhdi, dkk., 2012. Sebesar 67,5 siswa mengatakan bahwa materi fisika
membingungkan dan sulit dipahami. Seorang siswa
mengatakan “Saya mengalami kesulitan dalam belajar fisika karena banyak rumus yang dihafalkan
tanpa memahami konsep dan ada beberapa materi yang saya anggap abstrak sehingga saya sulit
memahami konsep fisika
”. Sebesar 15,8 siswa mengatakan bahwa materi pelajaran fisika mudah
dipahami dan menyenangkan. Siswa mengatakan mudah karena metode pembelajaran yang dilakukan
guru menyenangkan. Respon siswa terhadap metode pembelajaran yang selama ini sudah dilakukan oleh
guru adalah sebagai berikut.
Tabel 1. Persentase Respon Siswa Terhadap Metode yang Telah Dilakukan oleh Guru
No. Pernyataan
ISBN: 978-602-72071-1-0
1 Metode ceramah
59,6 2
Metode demonstrasi 7,8
3 Metode praktikum
19,2 4
Metode diskusi 6,2
5 Metode tanya jawab
7,2 Berdasarkan Tabel 1 telah diketahui bahwa siswa
lebih senang apabila belajar dengan metode ceramah. Dalam pembelajaran tersebut guru menyampaikan
materi kepada siswa selanjutnya memberikan latihan soal yang terkait sehingga proses pembelajaran tanpa
melibatkan siswa pasif.
Metode yang dilakukan oleh guru selama proses pembelajaran di kelas akan mempengaruhi cara
belajar siswa pada mata pelajaran tersebut. Selanjutnya, akan mempengaruhi juga kebermaknaan
suatu materi pelajaran terhadap diri mereka. Berikut adalah pendapat siswa terhadap cara belajar fisika
yang mereka sukai.
Tabel 2. Persentase Cara Belajar Fisika yang Disukai Siswa
No. Pernyataan
1 Latihan soal
68,4 2
Kegiatan Praktikum 7,0
3 Diskusi dengan teman
13,2 4
Menghafal rumus 7,9
5 Memahami konsep
3,5 Berdasarkan Tabel 2 telah diketahui bahwa
68,4 siswa lebih menyukai belajar fisika dengan latihan soal. Hal ini disebabkan karena kebiasaan yang
dilakukan guru dalam proses pembelajaran dengan memberikan latihan soal sehingga siswa lebih mudah
memahami materi berdasarkan cara tersebut.
Dari penjelasan uraian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa guru masih menerapkan metode
pembelajaran klasik dan monoton. Penelitian yang dilakukan oleh Khaerunisa, dkk., 2012 menyatakan
bahwa pembelajaran masih berpusat pada guru teacher centered sehingga mengakibatkan siswa
pasif. Keterlibatkan siswa di dalam proses pembelajaran lebih banyak mendengarkan dan
menulis apa yang disampaikan guru. Hal tersebut mengindikasikan bahwa proses pembelajaran masih
belum berlangsung secara interaktif karena rendahnya keaktifan siswa. Marnita 2012 menyatakan bahwa
belajar suatu konsep sains dapat dilakukan melalui pembelajaran secara aktif dan kreatif dalam
menemukan sebuah fakta ilmiah atau konsep, sehingga siswa menguasai konsep yang rumit dan
abstrak melalui contoh fakta ilmiah nyata dan sesuai pokok bahasan Berg, 1991.
UCAPAN TERIMA KASIH
Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada lembaga yang telah memberikan kontribusi pada data
penelitian, yaitu SMAN 1 Puri Mojokerto, SMAN 2 Kota Mojokerto, dan SMAN 3 Kota Mojokerto.
PENUTUP Simpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan dapat disimpulkan bahwa sebagian besar siswa SMA
mengalami miskonsepsi belajar fisika pada materi fluida statis terutama konsep Tekanan Hidrostatis
sebesar 36,8 dan Hukum Archimedes sebesar 42,1. Hal ini kemungkinan dikarenakan adanya
beberapa faktor yang menyebabkan siswa mengalami kesulitan belajar fisika. Faktor-faktor tersebut antara
lain minat dan motivasi siswa terhadap mata pelajaran fisika, metode pembelajaran yang dilakukan guru, dan
kegiatan pembelajaran yang dialami siswa. Saran
Metode pembelajaran yang dilakukan di sekolah lebih kreatif dan berinovasi sehingga siswa terlibat
aktif dalam pembelajaran dan menghindari terjadinya miskonsepsi.
DAFTAR PUSTAKA Aritonang, T.K. 2008. Minat dan Motivasi dalam
Belajar Siswa. Jurnal Pendidikan Penabur- NoTahun ke-7 Juni 2008,
Online, diakses 7 Desember 2015, http:eprints.uny.ac.id
Berg, E. V Ed. 1991. Pembuatan Instrumen Tes Diagnostik Fisika SMA Kelas XI. Jurnal
Pendidikan Fisika . 11: 111-117.
Berg, E. 1991. Miskonsepsi Fisika dan Remediasi. Salatiga: Universitas Kristen Satya Wacana.
Bierman, Jeffrey, and Eric Kincanon. 2003. Recosidering Archimedes principle
. The Physics Teacher, 41.6, , pp 340-344.
Depdiknas. 2003. Standar Kompetensi Mata Pelajaran
Fisika .
Jakarta: Balitbang
Depdiknas. Goszewski, M., Moyer, A., Bazan, Z., Wagner, D.
J. 2012. Exploring student difficulties with pressure in a fluid. Physics Eeducation
Research Conference, vol. 15131, pp 154-
157. Khaerunisa, F., SARwi, Hindarto, N. 2012.
Penerapan Better Teaching and Learing Berbasis Pembelajaran Kooperatif Untuk
Meningkatkan Berpikir Logis dan Keaktifan Siswa. Unnes Physics Education Journal,
vol. 12, pp 32-37.
Loverude, M. E., Heron, P. R. L., Kautz, C. H. 2010. Identifying and addressing student
difficulties with
hydrostatic pressure,
American Journal of Physics , vol. 781, pp
75-85. Marnita. 2012. Model Multimedia Interaktif
Berbasis Gaya Belajar Untuk Meningkatkan Penguasaan Konsep Pendahuluan Fisika Zat
Padat. Jurnal Pendidikan Fisika Indonesia. 8: 74-82.
Novak, J.D. Gowin, D.B. 1984. Learning How To Learn
. Cambridge: University Press. Online. Tanggal akses 25 November 2015.
ISBN: 978-602-72071-1-0
http:web.stanford.edudeptSUSEprojectsir eportarticlesconcept_mapsThe20Theory
20Underlying20Concept20Maps.pdf Osman, K Sukor, N.S. 2013. Conceptual
Understanding In
Secondary School
Chemistry: A Discussion of The Difficulties Experienced By Students. American Journal
of Applied Sciences . 105: 433-441.
Saifullah, A.N. 2015. Pengembangan Instrumen Diagnostik
Three-Tier untuk
Mengidentifikasi Miskonsepsi Materi Fluida Statis pada Siswa Kelas X MIA. Jurnal Ilmu
Pendidikan .
Online, http:fisika.um.ac.iddownloadcat_view107
-artikel-skripsi-mahasiswa126-semester- genap-20142015.html, diakses tanggal 2
Desember 2015.
Santyasa, I.W. 2011. Pembelajaran Inovatif: Model Kolaboratif, Basis Proyek, dan Orientasi
NOS. Makalah. Disajikan dalam Seminar di SMAN 2 Semarapura, tanggal 27 Desember
2006 di Semarapura.
Sears dan Zemansky. 1994. Fisika Universitas Jilid 1
. Jakarta: Erlangga. Serway, R.A Jeweet, J.W. 2009. Physics for
Science and Engineers with Modern Physics Ed. 9, Terjemahan. Jakarta: Salemba
Teknik. Suhdi, Suprihati, T, Asutik, S. 2012. Peningkatan
Aktivitas dan Ketuntasan Hasil Belajar Menggunakan Model Cooperative Learning
Tipe Student Teams Achievement Division STAD dengan Performance Assessment
dalam Pembelajaran IPA Fisika SMPN 1 Wonosari, Jurnal Pembelajaran Fisika, vol.
13, pp 278-284.
Utami, R., Djudin, D. Arsyid, S. B. 2014. Remediasi Miskonsepsi Pada Fluida Statis
Melalui Model
Pembelajaran TGT
Berbantuan Mind Mapping Di SMA. Jurnal Pendidikan dan Pembelajaran
, Online, 312:
1-12, http:jurnal.untan.ac.idindex.phpjpdpbarti
cleview8181.pdf, diakses
tanggal 3
November 2015. Yuliati, L. 2006. Pengembangan Pembelajaran IPA
Online. Tanggal akses 28 November 2015. http:pijpgsd.dikti.go.idfilephp1repository
diktiBA_DIPBPJJ+BATCH+1Pengembang an20Pembelajaran20IPA20SDsktdanr
ktHalaman20Muka20Latihan20Inisiasi .pdf.
Wagner, D.J., Carbone, E., Lindow, A. 2013. Exploring
Student Difficulties
with Buoyancy, Physics Education Research
Conference , Portland, July, pp 357-360.
Wijayanti. 2010. Penerapan Konseling Kelompok dengan Strategi Self-Management untuk
Mengurangi Kebiasaan Bermain Video Games, Hasil Penelitian, Surabaya: Unesa
Unipress.
ISBN: 978-602-72071-1-0
PENGEMBANGAN PERANGKAT PERKULIAHAN UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN MAHASISWA
MENYUSUN PENILAIAN HASIL BELAJAR FISIKA SMA SESUAI STANDAR PENILAIAN
Raihanati
1
Desnita
2
Wirda Nilawati
3
1,2,3
Program Studi Pendidikan Fisika FMIPA Universitas Negeri Jakarta Raihanati_57gmail.com
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengembangkan perangkat perkuliahan Desain Pembelajaran Fisika, terdiri dari silabus, hand out, lembar kerja mahasiswa, dan lembar penilaian kinerja mahasiswa. Materi kuliah
yang dibahas di dalam perangkat tersebut adalah penyusunan penilain hasil belajar fisika SMA mengacu pada Standar Proses Kurikulum 2013. Hasil penelitian ini ditujukan untuk meningkatkan kompetensi
Mahasiswa Pendidikan Fisika mengembangkan instrumen penilaian. Menerapkan metode penelitian pengembangan, menurut Borg and Gall. Validasi sejawat terhadap perangkat perkuliahan adalah 88,39,
dengan rincian sebagai berikut: Silabus 91,67, Hand Out 91,96, Lembar Kerja Mahasiswa 94,16, dan Lembar Penilaian 88,39. Guna melihat efektivitas perangkat tersebut terhadap kemampuan mahasiswa
penilaian hasil beljara fisika, dilakukan ujicoba terhadap 32 orang mahasiswa. Hasil belajar mahasiswa sangat baik, nilai terhadap instrumen penilaian yang dikembangkan oleh mahasiswa berkisar atara 35,70
sampai 100, dengan rerata 80,09. Berdasarkan data yang telah disampaikan dapat disimpulkan bahwa perangkat perkuliahan layak digunakan sebagai bahan ajar.
Kata Kunci:
pengembangan, perangkat perkuliahan, desain pembelajaran fisika, instrumen penilaian .
ABSTRACT
This research aim is develop lecturer instruction for Design of Physics Instruction, within silabus, hand out, lecturer worksheet, and assesment sheet. The subject matter is construct assesmen t of learning
objectives for Physiscs at Senior High School, based on Standard of Accesment Curricullum 2013. The result of research used to increase Physics Educational Lecturer Competence about construct assesment .
Applied research and development by Borg and Gall. Associate validation result for lecture instruction are: 91.67 for silabus, 91.96 for hnd out, 94.6 for lecturer worksheet, and then 88.39 for assessment sheet.
Effectiveness of the research product, tried to 32 lecturer and the lecturer competence to construct assessment are very good. The result are: smallest score is 35.37, the largest score is 100, and then the
mean score is 80.09. based on the result we conclude, the lecturer instruction for Design of Physics Instruction are available to used as learning resources aspecially for construct assement based on
essesmen standard. Keywords:
develop, learning instruction, desain of physics learning instruction.
ISBN: 978-602-72071-1-0
PENDAHULUAN
Penilaian merupakan bagian penting di dalam proses pembelajaran. Walaupun pada dasarnya
penilaian berbeda dengan evaluasi, karena penilaian hanya merupakan bagian dari evalusi, yakni
pengukuran hasil belajar. sedangkan evaluasi merupakan keseluruhan proses mulai dari mengukur
sampai melakukan interpretasi terhadap hasil pengukuran. Seperti diungkapkan oleh Tim
Pembinaan
dan Pengembangan
Pendidikan Universitas negeri Jakarta, 2010: 6-7, penilaian
adalah proses mengumpulkan informasi tentang siswa dan kelas untuk maksud-maksud pengambilan
keputusan instruksional. Sedangkan evaluasi adalah proses judgment untuk memutuskan manfaat
pendekatan tertentu atau hasil pekerjaan mahasiswa.
Berdasarkan acuan
yang digunakan
pemberian nilai hasil belajar mahasiswa dibedakan dalam dua kelompok,; yaitu Penilaian Acuan Norma
PAN, dimana pemberian nilai terhadap mhasiswa berdasar posisi relative di kelas atau dengan cara
membandingkan skor mahasiswa tersebut dengan skor mahasiswa lain dikelas. Sedangkan yang kedua
Penilaian Acuan Patokan PAP menetapkan nilai mahasiswa dengan cara membandingkan skor
mahasiswa dengan acuan yang telah ditetapkan sebelum penilaian dilakukan, Tim Pembinaan dan
Pengembangan
Pendidikan Universitas
negeri Jakarta, 2010:18.
Lebih penting lagi dari penentuan skor adalah alat ukur yang digunakan untuk menilai
keberhasilan mahasiswa. Dibutuhkan instrumen- instrumen terstandar untuk mendapatkan hasil
pengukuran yang tepat. Perangkat instrumen terstandar disusun berdasarkan empat pertimbangan,
yaitu: 1 mengidentifikasi tujuan, 2 menentukan pengalaman belajar yang bisa direalisasikan, 3
menentukan standar yang bisa dicapai, dan 4 mengembangkan
ketrampilan dan
mengambil keputusan Sukardi, 2009:13. Lebih lanjut
disampaikan oleh Sukardi, instrumen yang tepat memiliki tiga kriteria, yakni: 1 valid, 2 reliable,
dan 3 usable.
Penyusunan dan penggunaan instrumen yang benar mengacu kepada lima prinsip. Enam
prinsip tersebut adalah: Penilaian hasil belajar peserta didik pada jenjang pendidikan dasar dan menengah
didasarkan pada prinsip-prinsip sebagai berikut: Penilaian hasil belajar peserta didik pada jenjang
pendidikan dasar dan menengah didasarkan pada prinsip-prinsip sebagai berikut: 1 Objektif, berarti
penilaian berbasis pada standar dan tidak dipengaruhi faktor subjektivitas penilai, 2 Terpadu, berarti
penilaian oleh pendidik dilakukan secara terencana, menyatu dengan kegiatan pembelajaran, dan
berkesinambungan, 3 Ekonomis, berarti penilaian yang efisien dan efektif dalam perencanaan,
pelaksanaan, dan pelaporannya, 4 Transparan, berarti prosedur penilaian, kriteria penilaian, dan
dasar pengambilan keputusan dapat diakses oleh semua pihak, 5 Akuntabel, berarti
penilaian dapat dipertanggungjawabkan kepada pihak internal sekolah maupun eksternal untuk aspek
teknik, prosedur, dan hasilnya, dan 6 Edukatif, berarti mendidik dan memotivasi peserta didik dan
guru Standar Proses, 2013 Bab 2. B.
Instrumen yang baik disusun menurut prosedur yang benar. Prosedur penyusunan instrumen
penilaian adalah sebagai berikut: 1 mengidentifikasi Tujuan, 2 mengembangkan kisi-kisi, 3
mendaftarkan semua materi pelajaran yang terdapat di dalam silabus, 4 memilih butir
instrumen, 5
menggunakan instrumen, 6
melakukan analisis untuk mencek kualitas instrumen, dan 7 melaporkan hasil penilaian Sukardi, 2009:
94. Begitu pentingnya peranan tes dan
instrumen dalam pembelajaran, namun pengalaman peneliti sebagai pengampu mata kuliah Desain
Pembelajaran Fisika menunjukan bahwa kompetensi mahasiswa pendidikan fisika dalam menyusun
instrumen penilaian pembelajaran fisika sesuai dengan tuntutan Standar Proses Kurikulum 2013
masih rendah. Ini terlihat dari hasil penilaian kinerja mereka yang rendah untuk kompetensi menganalisis
kurikulum dan potensi lingkungan untuk menyusun instrumen penilaian hasil belajar.
Setelah ditelusuri, ditemukan penyebabnya antara lain silabus yang kurang jelas menyebutkan
kegiatan belajar
dan instrumen
penilaian. Penulusuran lebih lanjut memberikan informasi
bahwa rendahnya kompetensi mahasiswa menyusun instrumen penilaian di dalam mata kuliah desain
pembelajaran fisika disebabkan oleh terbatasnya bahan ajar tentang penilaian hasil belajar fisika,
khususnya fisika SMA. Buku teks yang banyak beredar di lapangan bersifat umum, sehingga
mahasiswa kesulitan untuk menterjemahkannya ke dalam bahasa instrumen penilaian embelajaran
fisika.
Kalau untuk
penilaian kompetensi
pengetahuan mahasiswa tidak kesulitan, karena dapat diambil dari tes terstandar yang sudah ada, seperti
Tes UAN. Namun untuk kompetensi ketrampilan dan sikap, mahasiswakesulitan, karena sangat terbatas
contoh instrumen yang memenuhi kriteria tersebut, yang cocok digunakan dalam pembelajaran fisika.
Oleh sebab itu perlu dikembangkan perangkat perkuliahan yang dapat membantu mahasiswa
meningkatkan kompetensi menyusun instrumen penilaian
METODE PENELITIAN
Penelitian ini dilaksanakan pada Program Studi Pendidikan Fisika FMIPA Universitas Negeri
Jakarta, selama bulan Januari sampai Oktober 2015. Menerapkan metode penelitian pengembagan yang
diacu dari teori Borg dan Gall 2008, dengan
ISBN: 978-602-72071-1-0
tahapan berikut: studi pendahuluan, pengembangan model, validasi, ujicoba, revisi, dan implementasi.
Focus penelitian adalah mngembangkan perangkat perkuliahan berupa silabus, hand out,
lembar kerja mahasiswa, dan lembar penilaian yang layak digunakan sebagai bahan ajar yang dapat
membantu mahasiswa meningkatkan kompetensi menyusun instrumen penilaian yang layak dan efektif
di dalam pengunaaannya.
Perlu dilakukan uji kelayakan. Untuk itu disusun angket uji kelayakan atau lembar validasi
sejawat dan instrumen untuk mengukur kompetensi mahasiswa mengembangkan kegiatan pembelajaran
fisika SMA. HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil Penelitian
1. Perangkat Perkuliahan
Hasil penelitian ini berupa revisi silabus. Peneliti merasa perlu melakukan revisi terhadap
silabus perkuliahan agar lebih terlihat secra eksplisit tujuan pembelajaran, kegiatan pembelajaran, dan
prosedur penilaian. Mengingat Standar Proses menuntut penilaian otentik.
Karena penelitian ini juga mengembangkan hand out
, lembar kerja mahasiswa, dan lembar penilaian kinerja mahasiswa, maka tentunya secara
otomatis menyesuaikan juga bahan ajar dan bentuk instrumen dan teknik penilaian.
hand out
hasil pengembangan yang digunakan berisi teori singkat tentang kompetensi
yang akan dicapai, tujuan perkuliahan, teori singkat tentang kegiatan pembelajaran, contoh penyusunan
instrumen penilaian, latihan menyusun instrumen penilaian,
mengacu pada
Standar Penilaian
Kurikulum 2013 dan potensi lingkungan, dan rujukan yang dapat digunakan oleh mahasiswa untuk
mendalami penyusunan
instrumen penilaian,
penggunaan, penentuan skor, umpan balik, dan kesimpulan.
Lembar Kerja Mahasiswa, yang disusun bertujuan untuk meberikan panduan kepada
mahasiswa bagaimana
mengimplementasikan pengetahuan tentang penyusunan instrumen penilaian
yang sudah mereka pelajari dari hand out. Lembar kerja mahasiswa ini berisi kompetensi dasar, tujuan,
aktivitas belajar mahasiswa, hasil yang diharapkan, penjelasan singkat tentang hasil yang diharapkan, dan
uji kompetensi dengan mengerjakan latihan yang terdapat dibagian akhir lembar kerja. Karena latihan
di dalam lembar kerja diselesaikan dalam kerja kelompok,
sedangkan tugas
pengembangan dikerjakan secara personal. Lembar kerja mahasiswa
ditutup dengan panduan bagaimana mahasiswa dapat mengukur sendiri pencapaian kompetensi dan tujuan
perkulihan dalam menyusun instrumen penilaian.
Lembar Penilaian. Lembar penilaian kinerja mahasiswa berfungsi sebagai pelengkap lembar kerja
mahasiswa. Lembar ini berisi petunjuk mengunakan lembar penilaian, objek yang dinilai, prosedur
penilaian, descriptor penilaian atau cara penentuan skor, petunjuk menghitung skor total, petunjuk
memberikan kesimpulan penilaian, dan diakhiri dengan petunjuk memberikan umpan balik.
Di dalam penggunaannya keempat produk penelitian ini saling mendukung atau bersinergi.
Silabus digunakan sebagai acuan di dalam mengembangkan tiga produk peneitian lainnya.
Sebaliknya tiga produk lainnya bekerjasama mendukung pencapaian kompetensi yang telah
dirumuskan di dalam silabus. Hand out memberi informasi cognitive, lembar kerja mahasiswa
menuntun mahasiswa belajar, dan lembar penilaian kinerja memberikan tuntunan menilai ketercapaian
Kompetensi.
2. Validasi Sejawat
Keempat jenis produk peneitian ini sudah divalidasi oleh teman sejawat pada Program Studi
Pendidikan Fisika. Hasil penilaian produk oleh teman sejawat disajikan pada tabel 1,
Tabel 1. Hasil Validasi Sejawat
Produk Penelitian Nilai
Siabus 91.67
Hand Out 86,91
Lembar Kerja Mahasiswa 92,85
Lembar Penilaian 87,24
Data pada tabel 1 menunjukan bahwa perangkat pembelajaran yang dikembangkan layak
digunakan sebagai bahan ajar dalam mata kuliah Desain Pembelajaran Fisika. Karena semua produk
penelitian diapresiasi sangat baik.
Karena hasil validasi menyatakan bahwa perangkat perkuliahan ini layak digunakan, maka
selanjutnya dilakukan ujicoba penggunaan perangkat hasil pengembangan di dalam erkuliahan. Ujicoba
dilaksanakan terhdp 32 orang mahasiswa pendidikan fisika.
3. Ujicoba
Secara garis besar tahapan perkuliahan adalah sebgai berikut: 1 menyampaikan kompetensi
yang ingin dicapai, 2 difasilitasi oleh dosen pengampu memilih dan menganalisis Kompetensi
Dasar, 3 berdasarkan hasil analisis secara bersama mengiventarisir
model metode
pendekatan pembelajaran serta media dan sumber belajar, 4
difasilitasi dosen menjabarkan indicator pencapaian kompetensi dan tujuan pembelajaran, 5 mengkakaji
hubungan indicator dan tujuan pembelajaran dengan instrumen penelitian, 6 membagikan hand
out, lembar kerja mahasiswa, dan lembar penilaian dan menjelaskan cara penggunaannya, 7 difasilitasi
dosen menyusun kisi-kisi dan memilih atau membuat butir instrumen, 8 menggunakan lembar penilaian
ISBN: 978-602-72071-1-0
untuk menilai draf instrumen penilaian di dalam kerja kelompok dan merevisi draft sesuai hasil diskusi
kelompok, 8
salah satu
kelompok mempresentasikan hasil kerja kelompok mahasiswa
lain dan dosen pengampu memberi masukan, 9 membaca hand out dan lembar kerja mahasiwa
tentang penyusunan instrumen penilaian, 8 bekerja di dalam kelompok untuk memahami isi bahan ajar
dan mengerjakan latihan yang tedapat di dalam lembar kerja, 9 mempresentasikan hasil kerja
kelompok, dan 10 melakukan penilaian silang terhadap instrumen yang telah dikembangkan, 11
menerima umpan balik dan melakukan revisi instrumen penilaian.
Hasil pengamatan tim peneliti dan catatan lapangan yang ditulis pada saat perkuliahana
berlangsung memperlihatkan
bahwa iklim
perkuliahan berlangsung kondusif , dimana terjadi interaksi saling bertanya, saling menjelaskan, dan
bahkan saling melengkapi antar mahasiswa. Interaksi tersebut berlangsung sepanjang kegiatan perkuliahan,
baik pada saat pembelajaran klasikal, kerja kelompok, maupun pada saat presentasi hasil kerja
kelompok. Mahasiswa serius belajar dan bekerja sepanjang
kegiatan pembelajaran,
baik saat
pembelajaran klasikal, kelompok, maupun pada saat mengerjakan tugas personal.
Hasil ujicoba disajikan pada tabel 2
Keterangan Nilai
Tertinggi 100
Terandah 35,70
Rerata 80,09
Nilai rerata kompetensi mahasiswa mengembangkan perangkat pembelajaran berada dalam kategori sangat
baik. Pembahasan
Informasi tentang perangkat perkuliahan yang telah disampaikan menunjukan bahwa perangkat
perkuliahan yang dikembangkan meringankan tugas dosen, sehingga di dalam penggunaannya mahasiswa
akan aktiv belajar secara mandiri baik dalam kelompok keil maupun secara personal. Pernyataan
ini juga dinilai sama oleh teman sejawat yang memberikan apresisasi sangat baik terhadap produk
penelitian ini.
Berdasarkan hasil
penilaian perangkat
perkuliahan oleh teman sejawat di Jurusan Fisika FMIPA Universitas Negeri Jakarta dapat di katakan
bahwa silabus, hand out, lembar kerja mahasiswa, dan lembar penilaian untuk mata kuliah Desain
Pembelajaran Fisika hasil pengembangan memenuhi syarat dan dinilai layak digunakan sebagai bahan ajar.
Bahan ajar dimaksud khusus ditujukan untuk meningkatkan kompetensi mahasiswa pendidikan
fisika menyusun instrumen penilaian, mengacu pada standar penilaian Kurikulum 2013 dan potensi
lingkungan.
Dampak penggunaan perangkat perkuliahan terhadap proses perkuliahan juga sangat baik.
walaupun pada dasarnya tidak diukur secara spesifik di dalam penelitian ini. Namun ini adalah dampak
sampingan yang positif penggunaan perangkat tersebut terhadap proses perkuliahan. Aktivitas
perkuliahan yang telah disampaikan merupalkan pengalaman belajar yang bermakna bagi mahasiswa
sebagai calon guru. Karena pengalaman belajar ini bisa jadi model bagi mereka setelah jadi guru antinya.
Aktivitas belajar mahasiswa sepanjang proses perkulihan
menggunakan perangkat
hasil pengembangan ini, menunjukan bahwa Sembilan
aktivitas di dalam kegiatan pembelajaran yang disampaikan oleh Gagne muncul dalam perkuliahan
ini. Sembilan aktivitas dimaksud adalah:
Gagné’s Nine Events of Instruction
1Gain attention of the students, 2 Inform students of the objectives, 3
Stimulate recall of prior learning, 4 Present the content, 5 Provide learning guidance,
6 Elicit performance practice, 7 Provide feedback, 8 Assess performance, and
9 Enhance retention and transfer to the job.
Pengalaman belajar seperti yang diungkapkan memberikan pengalaman yang dapat mereka terapkan
nanti pada saat mereka menjadi pendidik nantinya. Karena keterlibatan mahasiswa secara penuh dalam
kegiatan perkuliahan menghasilkana tidak hanya kompetensi bidang ilmu pengetahuan, tapi juga
ketrampilan dan sikap social antar sesame mahasiswa. Dengan demikian kompetensi social mahasiswa
sekaligus ikut terasah.
Hasil penilaian
kompetensi mahasiswa
menyusun instrumen penilaian yang juga berada pada kategori sangat baik, menunjukan bahwa perangakat
perkuliahan yang digunakan dapat menjalankan fungsi bahan ajar dengan baik. Bisa jadi ini karena
sinergisitas antara ketiga komponen perangkat tersebut, membuat mahasiswa mudah memahami
pengetahuan, mengerjakan latihan, dan menilai secara mandiri hasil kerja mereka.
Hasil penilaian kompetensi menyusun instrumen penilaian dalam pembelajaran fisika SMA yang sangat
baik, menunjukan bahwa yang didapat mahasiswa tidak hanya sebatas pengetahuan, namun juga
ketrampilan ilmiah berupa ketrampilan menganalisis kurikulum, menganalisis potensi lingkungan, dan
mengkaji hubungan antara indicator pencapaian Kompetensi Dasar dengan Instrumen penilaian,
menyusun kisi-kisi penilaian, memilih atau menyusun
ISBN: 978-602-72071-1-0
butir instrumen sesuai kisi-kisi, dan menilaian kinerja menyusun instrumen penilaian pembelajaran fisika
SMA secara mandiri . Tidak dipungkiri bahwa pengaruh pemilihan dan
pelaksanaan prosedur serta keragaman pendekatan yang dugunakan oleh dosen pengampu tidak dapat
diabaikan. Namun kerja kelompok dan presentasi tidak hanya memupuk kompetensi pedagogic dan
social, tapi ternyata juga mempengaruhi kompetensi kepribadian mahasiswa. Walaupun tidak diukur secara
spesifik, penggunaan perangkat penilaian di dalam perkuliahan meningkatkan keberanian mahasiswa
maju menyampaikan pendapat, bertanya, melengkapi informasi, dan memberikan ralat apabila terjadi
kesalahan.. UCAPAN TERIMA KASIH
Banyak bantuan yang kami terima baik berupa materil maupun moril. Oleh sebab itu kami
ingin menyamapaikan ucapan terima kasih kepada Bapak Prof. Dr. Suyono sebagai Dekan
FMIPA UNJ, Bapak DR. Esmar Budi, M. Si. Sebagai Ketua Program Studi Pendidikan Fisika, dan teman
sejawat. Terima kasih juga kami sampaikan kepada mahasiswa Pendidikan Fisika angkatan 20132014.
PENUTUP
Simpulan Berdasarkan hasil dan pembahasan yang telah
disampaikan, dapat disimpulkan bahwa 1. Perangkat perkuliahan berupa silabus, hand out,
lembar kerja mahasiswa, dan lembar penilaian untuk mata kuliah Desain Pembelajaran Fisika
layak digunakan sebagai bahan ajar. 2. Perangkat perkuliahan juga efektif digunakan
untuk meningkatkan kualitas proses dan hasil belajar
mahasiswa menyusun
instrumen penilaian, mengacu pada Standar Proses
Kurikulum 2013 dan potensi lingkungan.
Saran Sebaiknya dilaakukan penelitian lanjutan untuk
mengetahui efektivitas perangkat perkuliahan ini meningkatan kompetensi pedagogic selain kegiatan
pembelajaran, kompetensi social, dan kompetenssi kepribadian.
DAFTAR PUSTAKA Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 2013,
tandar Proses,
Jakarta. http:file.upi.eduDirektoriFIPJUR._PEND.
_LUAR_BIASA196209061986011- AHMAD
MULYADIPRANAPDFKomponen_Pembel ajaran.pdf.
Gall, M. D., Gall, J. P., Gall, W. R. 2003. Educational Research.
New York: Pearson Education.
http:www.niu.edufacdevresourcesguidelea rninggagnes_nine_events_instruction.pdf
Gagné‟s Nine Events of Instruction. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 19
Tahun 2005 Tentang Standar Nasional Pendidikan.
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2013 Tentang Standar Nasional
Pendidikan. Soedijarto, Landasan dan Arah Pendidikan Nasional
Kita. Jakarta: Kompas, 2008 , Pendidikan Nasional Sebagai Wahana Mencerdaskan
Kehidupan Bangsa
dan Membangun
Peradaban NegaraBangsa: Sebuah Usaha Memahami Makna UUD ‟45.
Sukardi, Evaluasi Pendidikan, Yogyakarta: Bumi Aksara. Universitas Negeri Jakarta, 2014,
Buku Pedoman Akademik Mahasiswa, Jakarta:
Penerbit UNJ. Universitas Negeri Jakarta, 2010, Asesmen dan
Evaluasi Pembelajaran
di Perguruan
Tinggi, Jakarta: Penerbit UNJ.
ISBN: 978-602-72071-1-0
MATLAB SEBAGAI SARANA MENGEMBANGKAN KEMAMPUAN BERFIKIR TINGKAT TINGGI PADA MATA
KULIAH FISIKA KUANTUM
Zainur Rasyid Ridlo
1
Saksono Pangaribowo
2
1, 2
Pascasarjana Pendidikan IPA, FKIP, Universitas Jember
e-mail : zen.ridlogmail.com
ABSTRAK
Fisika Kuantum memiliki karakter materi abstrak dan menggunakan formulasi matematik yang komplek sehingga menyebabkan beberapa mahasiswa mengalami kesulitan dalam mempelajarinya. Diperlukan
startegi-strategi yang dapat membuat mahasiswa mampu mempelajarinya secara efektif dan efisien. Pembelajaran dengan metode Simulasi merupakan salah satu dari beberapa alternatif stategi yang dapat
digunakan dalam pembelajaran fisika kuantum dengan integrasi penggunaan MATLAB. Pendekatan logiko matematik yang baik dan penguasaan konsep fisika yang mantap sangat diperlukan untuk meningkatkan
kemampuan mahasiswa dalam membuktikan persamaan-persamaan matematis yang ada dan penyusunan algoritma pemrograman untuk membuktikan teori-teori. Aktifitas tersebut dapat mengarahkan mahasiswa
pada pengembangan kemampuan berfikir tingkat tinggi HOTS. Kata Kunci:
Fisika Kuantum, Matlab, HOTS
ABSTRACT
Quantum physics has the character of abstract material and using a complex mathematical formula that cause some students have difficulty in studying it. Needed strategy‟s that can make students able to learn
effectively and efficiently . Learning with simulation method is one of several alternative strategies that can be used in quantum physics learning with the integration of the use of MATLAB . Logiko mathematical
approach was good and steady mastery of concepts of physics is needed to improve the ability of students to prove mathematical equations that exist and the preparation of the programming algorithm to prove theories
. These activities can lead the student to the development of higher -level thinking skills HOTS . Keywords:
Quantum Physics, Matlab, HOTS.
ISBN: 978-602-72071-1-0
PENDAHULUAN
Pembelajaran adalah proses masuknya pengetahuan transfer of knowledge dari lingkungan
ke dalam diri individu dengan menggunakan fungsi otak. Pengetahuan yang masuk dari lingkungan
menuju sistem individupebelajar dapat berupa fakta, pendapat, teori, prinsip, dan hukum.
Penerimaan dan pemrosesan pengetahuan bergantung pada tahapan perkembangan peserta didik yang
dikemukakan oleh Piaget. Pada periode sensorik- motorik 0-2 tahun, pengetahuan yang masuk berupa
fakta yang berasal dari gambar, suara, rasa, dan beberapa hal yang menggunakan alat indra.
Tahap berikutnya pada usia 2-7 tahun, pada masa pra operasional, peserta didik memiliki
kemampuan peniru dari beberapa informasi yang ada pada lingkungannya, informasi yang ditirukan, pada
umumnya berupa simbolik-ikonik. Pada usia 7-11 tahap perkembangan peserta didik yang terjadi adalah
peroide kongkrit. Pada tahap ini, pemikiran peserta didik tidak hanya didominasi oleh persepsi, namun
telah mampu memecahkan masalah secara logis berdasarkan pengetahuan tersusun dengan baik,
prinsip, pendapat dan hukum, dapat diterima dan dipahami dengan baik.
Beberapa contoh hukum yang dapat dipahami dengan baik contohnya hukum Archimedes,
hukum kekekalan energi, dan lain sebagainya. Tahapan berfikir mahasiswa memasuki tahap terakhir
yaitu opersional formal, Periode operasi formal merupakan tingkat puncak perkembangan struktur
kognitif dan kontruktifistik yang lebih baik. Peserta didik mampu berpikir logis untuk semua jenis
masalah hipotesis, masalah verbal, dan ia dapat menggunakan penalaran ilmiah dan dapat menerima
pandangan orang lain. Mampu menggabungkan beberapa pengetahuan-pengetahuan yang dapat
menghasilkan pengetahuan yang baru, contohnya, mampu menggabungkan pengetahuan antar mekanika
dan fluida, menjadianalisis mekanika fluida. Karakter abstrak dari pengetahuan yang baru, terkait hipotesa,
formulasi, dan bebrapa postulat, mampu diterima dan dinalar
sehingga berkorespondensi
terhadap pengetahuan lama yang mendukung.
Informasi baru maupun yang telah ada disimpan pada memori jangka pendek dan memori
jangka panjang, untuk selanjutnya digabung secara terintegrasi dengan beberapa pengetahuan yang lain,
sehingga dapat mendukung proses berfikir yang logis dan sistematis. Hal ini sangat diperlukan pada saat
kita mempelajari Sains, karena sains dapat dipelajari dengan menyusun pengetahuan-pengetahuan yang
ada pada fungsi otak, secara sistematis sehingga tercipta konsep sains yang utuh dan logis Pada
tingkat perguruan tinggi, kegiatan belajar mengajar yang
dilaksanakan bernuansa
andragogy pembelajaran orang dewasa yang menitikberatkan
kemampuan belajar mandiri dan berpusat pada peserta didikmahasiswa student center learning
sesuai dengan tahapan berfikir operasional formal. Hakikat
pembelajaran sains
adalah pembelajaran yang berbasis proses dan produk
dengan menggunakan pendekatan ilmiah scientific approach
. Pendekatan ilmiah menekankan pada kebenaran berproses dalam melakukan serangkain
prosedur ilmiah secara sistematis, untuk menguji atau meninjau ulang beberapa teori, bahkan hukum yang
sudah teruji.
Kemampuan berproses
mutlak diperlukan pada mahasiswa untuk meningkatkan
kemampuan mempertahankan pendapat terhadap teori yang sedang diuji, atau membantah teori
tersebut, dengan mengajukan teroi yang lebih relevan, seperti pada teori relativitas yang
dikemukakan oleh Albert Einstein yang mampu menjelaskan fenomena fisika yang tidak dapat
dijelaskan dengan tinjauan klasik. Produk yang dihasilkan, juga harus sesuai dengan fakta, konsep,
teori, prinsip, bahkan hukum-hukum yang mendasari materi tersebut. Dalam prosesnya pembelajaran sains
juga menekankan pada bagaimana siswamahasiswa dapat menggunakan metode ilmiah untuk berproses
sehingga menemukan konsep sains yang utuh, tidak bias, maupun salah konsep. Cabang ilmu sains dasar
terbagi menjadi tiga pilar besar yaitu, Fisika, Kimia, dan Biologi, ketiganya menggunakan bantuan
formulasi matematis untuk membantu menjelaskan beberapa fakta, konsep, teori dan hukum. Formulasi
matematis membantu mengungkap keterkaitan antar variabel, yang dapat digunakan untuk memprediksi
kejadian yang terjadi, jika salah satu variabel pada keadaan tersebut diubah secara logis.
Ilmu Fisika menggunakan persamaan matematis pada hampir semua konsep yang ada,
diantaranya, mekanika,
gelombang, optik,
termodinamika, fisika modern dan fisika kuantum. Formulasi tidak ditemukan dengan tiba-tiba dan
instant , melainkan menggunakan pendekatan berbasis
logika dan konsep-konsep pendukung yang sesuai dengan kejadian alam. Sebagai contoh dalam
perumusan kesetaraan massa dan energi yang diajukan oleh Einstein E=mc
2
, melalui penelitian dan pengujian yang cukup ketat dapat ditarik kesimpulan
bahwa formulasi tersebut dapat digunakan untuk menjelaskan hubungan antara massa dan energi,
didukung oleh formulasi energi kinetik yang juga mengan dung variabel massa dan kecepatan.
Perbedaan yang ada hanyalah pada kecpatan yang diperbolehkan. Fisika
klasik memperbolehkan
kecepatan dibawah nilai kecepatan cahaya, dan tidak berlaku untuk kecepatan yang mendekati nilai
kecepatan cahaya. Fisika modern memfasilitasi keadaan saat kecepatan di atas kecepatan cahaya.
Pada penemuan formulasi inilah matematika dasar dan lanjut sangat berperan dalam penggunaan
formulasi matematis, untuk mengkaitkan dan memprediksi kejadian alam berdasarkan variabel-
variabel yang telah ditentukan.
Formulasi yang digunakan pada umumnya sudah bersifat hukum, meskipun sebagian ada yang
masih bersifat teori. Piaget memaparkan bahwa
ISBN: 978-602-72071-1-0
terdapat tiga jenis pengetahuan yang berorientasi pada ranah kognitif. Pertama, pengetahuan sosial
pengetahuan yang didasarkan pada perjanjian internasional, ketetapan yang berlaku secara
mendunia, sama di semua tempat di berbagai belahan bumi. Contohnya konsep besaran pokok, konsep
aliran arus listrik, konsep muatan listrik. Kedua, pengetahuan logiko matematik, pengetahuan yang
menggunakan relasi antara sebab-akibat dengan mengkaitkan konsep sebuah pengetahuan terhadap
persamaan
matematis formulasi
. Ketiga,
pengetahuan fisik adalah pengetahuan yang bertitik berat pada kejadian fisika yang nyata dan dapat
diamati dengan alat indra manusia, contohnya besi dipanaskan memuai, pegas yang ditarik memiliki
energi potensial.
Fisika kuantum adalah salah satu mata kuliah yang ada pada program studi fisika pada
bidang kependidikan ataupun non kependidikan, Beberapa mahasiswa mengalami kesulitan dalam
memahami beberapa konsep pada Fisika Kuantum disebabkan oleh, rendahnya pemahaman mahasiswa
mengenai bentuk matematika yang digunakan, ketidakmampuan mahasiswa untuk menemukan arti
fisis yang ada pada persamaan matematis. Hal ini disebabkan karena lemahnya konsep dasar Fisika
klasik yang dimiliki oleh mahasiswa tersebut dan kurang terlatihnya keterampilan proses dalam hal
pembuktian rumus
logiko matematik
serta pembacaan grafik.
Karakter materi yang abstrak pada fisika kuantum, dan didukung oleh representasi grafik yang
kompleks merupakan salah satu factor pendukung kesulitan dalam mempelajari fisika kuantum, cara
mengajar secara klasik, keterbatasan sumber bahan ajar yang ada dan tertalu tua, membuat mahasiswa
sering jenuh dan bosan dalam kegiatan belajar mengajar. Pada makalah ini akan disajikan salah satu
alternative penggunaan media pembelajaran pada mata kuliah fisika kuantum yang terintegrasi dengan
Matlab Program Komputer, dapat mengembangkan kemampuan berfikir tingkat tinggi high order
thinking skill
HOTS. PEMBAHASAN
Praktikum pada mata kuliah fisika, khususnya fisika kuantum, pada umumnya relatif
sulit dilakukan pada keadaan yang ideal. Hal ini disebabkan dimensi yang pada keadaan kuantum
adalah kondisi mikroskopis bahkan nanoskopik, yang mengarah pada keterbatasan fasilitas laboratorium
yang dimiliki oleh beberapa perguruan tinggi. Hal ini dapat diatasi dengan menggunakan perangkat lunak
sofware
sebagai sarapa melakukan simulasi dan visualisasi, tanpa mengurangi essensi dari materi
fisika kuantum. Perangkat lunak yang lazim digunakan diantaranya, Visual Basic, C++, Fortran
dan Matlab. Diantara beberapa bahasa pemrograman, Matlab merupakan salah satu bahasa yang relatif
mudah dipahami, mudah dalam melakukan coding, dan menarik dalam penyajian grafik. Matlab adalah
singkatan dari Matrix Laboratory, perangkat lunak software
yang dibuat oleh The Mathworks.inc. Matlab banyak digunakan oleh praktisi di bidang
sains dan teknik untuk keperluan analisa data, interprestasi data dalam grafik, dan simulasi keadaan
yang sulit dilakukan pada skala laboratorium, misalnya simulasi gerakan elektron, tingkatan energi
elektron, dan lain sebagainya. Matlab memiliki beberapa kelebihan diantaranya : 1 Kemudahan
manipulasi struktur matriks, karena semua analisis yang ada pada Matlab menggunakan operasi matriks
yang dinyatakan dalam baris dan kolom. 2 Mudah dipahami, karena menggunakan bahasa pemrograman
yang umum dan bersifat dasar. 3 Kemampuan dalam menampilkan grafik 2-D dua dimensi dan 3-
D tiga dimensi yang sangat memadai dan mudah dalam penafsiran grafik. 4 Sistem scripting yang
memberikan keleluasaan bagi pengguna untuk mengembangkan dan memodifikasi software untuk
kebutuhan sendiri, Sistem pembuatan script pada matlab disebut dengan M-File, yang dapat
dimodifikasi sesuai keinginan peneliti dalam menggunakan Matlab. 5 Kemudahan antarmuka
interface
misal dengan bahasa C, word dan mathematica. 6 Dilengkapi dengan toolbox,
simulink, stateflow dan lain sebagainya, yang selau berkembang sesuai arah penelitian masing-masing.
Menurut Mc Kagan dkk 2008 Fisika kuantum sulit dipelajari, karena berpusat pada intuisi,
bentuk matematika yang menantang, dan karakter materi yang abstrak. Oleh karena itu, diperlukan
pengusaan konsep fisika pendukung yang baik, diantaranya
adalah, mekanika,
gelombang, termodinamika, dan Fisika modern, semuanya
terintegrasi dengan baik dalam mempelajari fisika kuantum. Kemampuan bernalar logis yang tepat,
sangat diperlukan untuk mengasah intuisi kita dalam menelaah
kasus-kasus pada
fisika kuantum.
Kemampuan matematika yang Baik dan kemampuan menafsirkan grafik yang tepat juga diperlukan.
Berfikir kritis critical thinking adalah kemampuann berfikir yang karakternya adalah
memeriksa, menghubungkan, dan mengevaluasi semua aspek yang terlibat dalam masalah. Termasuk
di dalamnya
mengumpulkan, mengorganisir,
mengingat, dan menganalisa informasi. Berfikir kritis
merupakan gabungan
dari berbagai
kemampuan, diantaranya. Kemampuan membaca dengan pemahaman dan mengidentifikasi materi
yang dibutuhkan dan tidak dibutuhkan. Kemampuan menarik kesimpulan yang benar dari data yang
diberikan
dan mampu
menentukan ketidak-
konsistenan dan pertentangan dalam sekelompok data merupakan bagian dari keterampilan berfikir kritis.
Berfikir kritis juga dapat menumbuhkembangkan kemampuan siswa di bidang analitis dan refleksif.
Contoh
penggunaan berfikir
kritis dalam
pembelajaran fisika kuantum adalah saat kita menganalisa mengenai sifat dualisme gelombang-
ISBN: 978-602-72071-1-0
partikel yang dimiliki oleh cahaya. Pada keadaan ini kita dituntut untuk memerikasa menghubungkan,
menguji dan menarik kesimpulan terkait hal-hal yang mendasari dikemukakannya teori tersebut.
Berfikir kreatif merupakan tingkatan yang terakhir yang bersifat orisinilasli dan reflektif. Hasil
dari keterampilan berfikir ini adalah sesuatu yang memiliki kompleksitas tinggi. Kegiatan yang
dilakukan di antaranya menyatukan ide, menciptakan ide baru, dan menentukan efektifitasnya. Berfikir
kreatif banyak digunakan oleh para ilmuan di bidang sains dengan melibatkan kemampuan menarik
kesimpulan yang akan menghasilkan sebuah produk sains diantaranya dapat berupa fakta, prinsip, konsep,
teori, dan hukum.
Keterampilan berfikir tingkat tinggi HOTS pertama kali mengacu pada taksonomi Bloom
memiliki tingkatan berfikir yang semakin kompleks, melibatkan dua kemampuan berfikir terakhir. Berfikir
kritis dan
berfikir kreatif. Benjamin
Bloom mengkalsifikasikan organisasi berfikir tingkat tinggi
menjadi enam bagian,
Gambar 1: HOTS asli dan revisi Teepee-Higher Order Thinking QAGTC Conference
Presentation Apr2011 Versi HOTS yang dikemukakan oleh Bloom
memiliki 6 tahapan berfikir, diantaranya: 1 Knowledge
pengetahuan, tahap ini merupakan tahap awal dalam sebuah pembelajaran dengan mengajak
mahasiswa untuk mengingat kembali mengenai pengetahuan yang telah dimilikinya, yang terkait
dengan ilmu baru yang akan dipelajari. 2 Comprehension
pemahaman, pada tahapan ini diharapkan mahasiswa dapat menjelaskan ide dalam
bentuk tertulis atau lisan , menerjemahkan informasi menggunakan gaya bahasa mereka sendiri , membuat
contoh terkait materi yang sedang dipelajari, dan menafsirkan apa yang dikatakan. 3 Aplication
penerapan, tahap aplikasi, merupakan kemampuan untuk menggunakan abstraksi dalam situasi baru dan
konkret dengan menggunakan pengetahuan yang telah dimiliki dan dapat diterapkan pada persoalan yang
dialami. 4 Analysis analisa, kemampuan untuk memecah materi menjadi bagian-bagian kecil dan
menguraikan karakteristik materi tersebut, sehingga struktur organisasi dapat dipahami. Kemampuan
analisis ini sangat dibutuhkan pada saat membuktikan formulasi yang ada pada materi Fisika Kuantum. 5
Syinthesis sintesis, kemampuan untuk menempatkan
bagian bersama-sama untuk membentuk keseluruhan baru, kemampuan sintesis diperlukan saat kita akan
melakukan visualisasi beberapa keadaan dalam fisika modern yang diinterpretasikan dalam bentuk
formulasi matematis, untuk kemudian diterjemahkan ke
dalam bahasa
pemrograman omputer
komputasi. 6 Evaluation evaluasi, merupakan suatu kemampuan dalam membuat suatu penilaian
nilai berdasarkan beberapa hal,
diantaranya, mendiskusikan mengenai hasil yang telah didapatkan.
Versi terbaru HOTS yang telah direvisi mengalami perubahan struktur dengan menukar posisi
evaluasi yang berada di atas digantikan oleh synthesis yang diterjemahkan menggunakan istilah lebih
operasional yaitu creating membuat.
Gambar 2:Versi HOTS yang telah direvisi Teepee-Higher Order Thinking QAGTC Conference
Presentation Apr2011 Penggunaan Matlab sebagai pada mata
kuliah fisika kuantum, membantu mahasiswa untuk meningkatkan kemampuan berfikir tingkat tinggi
dengan mencocokkan produk yang telah dibuat, pada umumnya berbentuk gambar-gambar dan grafik.
Pembuatan gambar tersebut menggunakan formulasi matematis yang dibuktikan terlebih dahulu dengan
proses analisis, dituangkan dalam bentuk algoritma pemrograman Matlab, dengan mendefinisikan syarat
batas,
konstanta dan
variable-variabel yang
digunakan. berikut ini contoh integrasi matlab pada pembelajarn fisika Kuantum.
I. Remembering Mengingat 1. Ada berapakah jenis bilangan kuantum?
2. Sebutkan kegunaan masing-masing bilangan kuantum?
II. Understanding Memahami 1. Jelaskan peranan bilangan kuantum dalam
menentukan tingkatan energi partikel 2. Bilangan kuantum apa sajakah yang digunakan
dalam analisa rapat probabilitas tingkatan energi
ISBN: 978-602-72071-1-0
dalam kotak potensial dua dimensi?, jelaskan alasannya
III. Applying Mengaplikasikan 1. Terapkan konsep dualisme gelombang partikel,
momentum partikel, dan energi terkuantisasi untuk menjelaskan peristiwa partikel dalam kotak gunakan
penjelasan dalam bentuk verbal dan matematis IV. Analysing Menganalisis
1. Analisislah gambar dibawah ini
Gambar 3 : Tingkat energi pada partikel dalam kotak a. Tentukan bilangan kuantum yang digunakan pada
gambar rapat probabilitas tingkatan energi diatas? b. Perkirakan besarnya energi total partikel pada
keadaan diatas? V. Evaluating Mengevaluasi
Perkirakan bentuk grafik yang terjadi saat menggunakan bilangan kuantum n
x
, n
y
, dan n
z
bandingkan hasilnya
dengan keadaan
saat menggunakan bilangan kuantum n
x
,dan n
y
,, bandingkan dengan bentuk grafik pada buku
referensi. IV. Creating Membuat
Susunlah algoritma pemrograman untuk menentukan rapat probabilitas tingkat energi partikel dengan
menggunakan bilangan kuantum n
x
, n
y
, dan n
z
? Tahapan yang paling penting dalam matlab
adalah saat pembuatan M-File yang mengacu pada persamaan matematis yang digunakan, jika persamaan
yang digunakan tepat, konstanta dan varibel yang di input
-kan sesuai dengan persyaratan yang ada pada kasus kuantum tersbut. Dapat dipastikan hasil yang
muncul akan sesuai dengan dasar teori yang ada. Berikut
ini tahapan
pembuatan Algoritma
Pemprograman menggunakan Matlab, pada pokok bahasan tingkatan enrgi partikel dalam kotak 2
Dimensi. Gambar 4: Tahapan penggunaan Matlab
dalam pembejaran fisika kuantum Konsep Fisika Kuantum
Keadaan tingkat energi dari suatu partikel ditentukan oleh bilangan kuantum utamanya. Pada keadaan 1 dimensi
bilangan kuantum utama yang digunakan hanya satu yaitu terhadap sumbu-x nx ,sumbu-y ny , atau sumbu-z
� bergantung pada asumsi yang diinginkan, Keadaan dua
dimensi menggunakan dua bilangan kuantum utama �
, begitu juga pada keadaan 3 dimensi menggunakan semua keadaan pada keadaan kuantum sumbu-x
� , sumbu-y
, dan sumbu-z � . Ada dua jenis keadaan tingkat energi yang berada pada keadaan 2D dan 3D, yaitu
Degenerate dan Non-Degenerate. Saat tiga bilangan
kuantum � , , dan � yang berbeda memiliki tingkat
energi yang sama disebut Degenerate contohnya 1,2,3, 3,2,1 dan 2,1,3, Sedangkan pada keadaan penggunaan
bilangan kuantum berbeda dengan tingkat energi yang berbeda disebut Non- Degenerate contohnya 1.1.1 , 2.2.2 ,
3.3.3 , 4.4.4 , 5.5.5 . Persamaan Matematis yang digunakan
� �
Pendefinisian variabel clc; clear
all ;
disp Program Matlab untuk
menggambarkan rapat probabilitas tingkat energi partikel dalam kotak 3
Dimensi pause
disp oleh : Zainur Rasyid Ridlo. S.Pd-
Konsep Fisika Kuantum
Pendefinisian variabel
Pembuatan Algoritma Pemrograman M-File
Persamaan Matematis yang digunakan
Hasil berupa gambar atau grafik
ISBN: 978-602-72071-1-0
pause Data Masukan
n_x=input Data 1: Masukkan Bilangan
Kuantum, n_x; ;
n_y=input Data 2: Masukkan Bilangan
Kuantum, n_y; ;
n=input Data 3: Masukkan Kelipatan
Ukuran Kotak, n; ;
Kontanta Lo=0.5e-10;
Bohr Radius L=nLo;
Lebar kotak yg digunakan h=6.6e-34;
m=9.1e-31; Pembuatan Algoritma Pemrograman M-File
Program Matlab partikel dalam kotak clc; clear
all ;
disp Program Matlab untuk
menggambarkan rapat probabilitas tingkat energi partikel dalam kotak 3
Dimensi pause
disp oleh : Zainur Rasyid Ridlo. S.Pd-
pause Data Masukan
n_x=input Data 1: Masukkan Bilangan
Kuantum, n_x; ;
n_y=input Data 2: Masukkan Bilangan
Kuantum, n_y; ;
n=input Data 3: Masukkan Kelipatan
Ukuran Kotak, n; ;
Kontanta Lo=0.5e-10;
Bohr Radius L=nLo;
Lebar kotak yg digunakan h=6.6e-34;
m=9.1e-31; Nilai energi
E=h.2.n_x.2+n_y.22mLo; Koreksi ulang
Plotting [x,y]=meshgrid0:0.008Lo:Lo;
Psi_x=sqrt2L.sinn_xpixL; Psi_y=sqrt2L.sinn_ypiyL;
super_1=Psi_x.Psi_y; super_2=absPsi_x.Psi_y;
Gambar 1 gelombang biasa figure 1;
surfx,y,super_1, xlabel Bilangan
Kuantum-x , ylabel
Bilangan Kuantum- y
title Fungsi Gelombang Partikel
Gambar 2 rapat probabilitas figure 2;
surfx,y,super_2, xlabel Bilangan
Kuantum-x , ylabel
Bilangan Kuantum- y
title Rapat Probabilitas Partikel
Hasil berupa gambar atau grafik Gambar 5 : Gelombang partikel dalam kotak
Gambar 6 : Tingkat energi pada partikel dalam kotak
Gambar 7 : hasil analisis dari software flash University St Andrew
ISBN: 978-602-72071-1-0
TABLE II.
Gambar 8 : Tingkatan energi pada beberapa bilangan
kuantum Krane, Modern Physics, 154
PENUTUP Simpulan
Penggunaan MATLAB dalam pembelajaran Fisika kuantum menjadi salah satu strategi alternatif
untuk mendapatkan proses pembelajaran yang efektif dan efisien serta berorientasi terhadap pengembangan
kemampuan berfikir tingkat tinggi. Hal ini didukung oleh 6 tahapan high order thinking HOTS,
diantaranya, remembering, understanding, applying, analising,
evaluating, dan
creating. Integrasi
kemampuan membuktikan persamaan matematis yang digunakan, sangat diperlukan. Hal ini dimaksudkan
untuk ketepatan dalam pembuatan algoritma pemrograman
Matlab dalam bentuk
M-File. Penggunaan MATLAB sangat berarti pada tahapan
Creating ,
karena pada tahap inilah kemampuan berfikir tingkat tinggi benar-benar teruji. Dengan
mencocokkan hasil yang dibuat dengan dasar teori yang ada.
DAFTAR PUSTAKA Beiser, a. 2003. Concepts of Modern Physics. Sixht
Edition. New York: McGraw-Hill. Dahar, R. W. 1989. Teori-teori Belajar.
Jakarta: Erlangga. Direktorat
pembelajaran dan
kemahasiswaan, Kurikulum Pendidikan Tinggi Sesuai KKNI
, Dirjen Dikti
Joyce B., Weil M., dan Calhoun E. 2000. Models of Teaching, Sixth edition
. Boston: Allyn and Bacon.
Mc Kagan. S. B.,dkk, March. 2008. Developing and Researching PhET simulations for Teaching
Quantum Mechanics
. Physics.ed-ph,
Mc Mahon, David. 2006. Quantum Mechanics Demystified Self teaching Guide
: USA:Mc Graw Hill Companies
Peraturan Pemerintah No 19 Tahun 2005 tentang Standar National Pendidikan. Permendikbud
No. 49 tahun 2014 tentang SN Dikti Sahid. 2006 . Pengantar Komputasi Numerik
dengan Matlab. Yogyakarta : Andi Padjajaran
Sutarto Indrawati. 2013. Strategi Belajar Mengajar Sains
. Jember: UPT Penerbitan.
ISBN: 978-602-72071-1-0
PENGEMBANGAN PROTOTIPE BUKU GURU DAN BUKU SISWA IPA MATERI GELOMBANG DAN BUNYI MODEL
INKUIRI TERBIMBING UNTUK MELATIHKAN KETERAMPILAN PROSES SAINS SISWA
Latifatul Jannah
1
Mohammad Nur
2
1, 2
Program Studi Pendidikan Sains Pascasarjana Universitas Negeri Surabaya E-mail: jannatifaagmail.com
ABSTRAK
Implementasi Kurikulum 2013 memfasilatasi pengadaan Buku Guru dan Buku Siswa. dalam penerapannya, guru mengalami berbagai kendala dalam menggunakan Buku Siswa maupun Buku Guru. Hal ini dikarenakan
guru harus membawa perangkat RPP, Buku Guru dan Buku Siswa secara terpisah. Selain itu, salah satu tuntutan Kurikulum 2013 yang Sehingga peneliti bermaksud mengembangkan Buku Guru dan Buku Siswa
yang valid, praktis, dan efektif. Penelitian pengembangan prototipe Buku Guru dan Buku SIswa ini menggunakan model 4-D Four-D Model yang dibatasi pada tiga tahapan, yaitu pendefinisian define,
perancangan design, dan pengembangan develop. Hasil pengembangan Buku Guru dan Buku Siswa telah diujicobakan pada siswa kelas VIII SMP 30 Surabaya dengan One-Group Pretet-Posttest Design.
Pengumpulan data menggunakan observasi, tes, dan angket. Teknik analisis data menggunakan analisis deskriptif kuantitatif dan kualitatif. Hasil penelitian ini menunjukkan: 1 bahan ajar yang dikembangkan valid
untuk melatih keterampilan proses sains siswa SMP; 2 Keterlaksanaan RPP yang mencapai 99 dan aktivitas belajar siswa menunjukkan perangkat yang dikembangkan cukup praktis dalam melatih
keterampilan proses sains siswa SMP; dan 3 Respon positif siswa terhadap bahan ajar, dan peningkatan keterampilan proses sains menunjukkan bahan ajar yang dikembangkan efektif untuk melatihkan
keterampilan proses sains. Disimpulkan bahwa bahan ajar yang dikembangkan valid, praktis, dan efektif untuk melatihkan keterampilan proses sains siswa SMP kelas VIII.
Kata Kunci
: Buku Guru, Buku Siswa, keterampilan proses sains, inkuiri terbimbing
PENDAHULUAN
Implementasi Kurikulum 2013 mencantumkan Buku Siswa dan Buku Guru sebagai salah satu sarana
yang telah disiapkan pemerintah sesuai dengan Permendikbud No. 71 Tahun 2013 tentang buku teks.
Permendikbud menjelaskan Buku Guru merupakan pedoman bagi guru yang meliputi persiapan, pelaksanaan
dan penilaian serta pedoman pengajaran. Sedangkan Buku Siswa adalah sumber belajar siswa yang memuat
materi pembelajaran yang dilengkapi kegiatan, latihan soal, rangkuman, peta konsep, dan evaluasi. Penjelasan
tersebut sejalan dengan Prastowo 2013 yang menyatakan bahwa Buku Siswa merupakan sumber
belajar siswa yang memuat judul, kegiatan siswa, rangkuman materi, evaluasi, dan tugas.
Buku Siswa merupakan salah satu media pembelajaran yang mempunyai peran penting dalam
keberhasilan kegiatan pembelajaran. Buku Siswa dapat dirancang
dan digunakan
dengan baik
jika memperhatikan sejumlah prinsip dalam pembelajaran.
Buku Guru
berfungsi menuntun
guru dalam
melaksanakan pembelajaran. Buku Guru ideal adalah Buku Guru yang memiliki keselarasankegayutan dengan
Buku Siswa, Buku Guru mampu mengejawantahkan setiap bagian yang terdapat pada Buku Siswa.
Buku Siswa dan Buku Guru IPA SMP Kurikulum 2013 saat ini masih dalam tahap revisi dan
penyempurnaan. Oleh karena itu peneliti dengan tim telah melakukan telaah terhadap Buku IPA Guru
Kurikulum 2013 kelas VII dan VIII SMP Kurikulum 2013. Dari hasil telaah ditemukan beberapa kelemahan di
antaranya: 1 tidak mengajarkan jenis pengetahuan metakognisi, 2 jenis pendekatan saintifik yang dilatihkan
hanya terbatas pada 5M, 3 menerapkan pembelajaran yang hanya berpusat pada siswa, 4 menerapkan domain
pembelajaran yang sudah disepakati secara luas, yaitu kognitif, afektif, dan psikomotor.
Menanggapi permasalahan
tersebut, peneliti
berupaya mencari solusi perbaikan dengan mengacu pada tuntutan pengembangan Kurikulum 2013. Solusi yang
akan ditawarkan berupa pengembangan bahan ajar yang mengacu pada bahan ajar standar internasional serta
referensi standar dalam pengembangan intervensi. Mengacu pada buku teks berstandar internasional, Buku
Siswa dan Buku Guru yang ideal memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
ISBN: 978-602-72071-1-0 1. Desain Buku Siswa dan Buku Guru diatur sehingga
memiliki halaman yang sama. 2. Ranah pembelajaran yang digunakan mengacu pada
ranah yang telah disepakati secara internasional, yaitu afektif, kognitif, dan psikomotor.
3. Jenis pengetahuan terdiri dari faktual, konseptual, prosedural, dan metakognisi.
4. Kegiatan pembelajaran berpusat pada siswa dan berpusat pada guru secara proporsional, disesuaikan
dengan materi dan tujuan pembelajaran. 5. Kegiatan pembelajaran dipenuhi dengan kegiatan
seperti minilab, diskusi, pengamatan, dan eksperimen yang terintegrasi dengan keterampilan
proses sains dasar dan terpadu. 6. Diberikan alternatif kegiatan jika kegiatan utama
tidak memungkinkan untuk dilakukan. 7. Identifikasi miskonsepsi untuk meminimalisir adanya
kesalahan konsep dan pemahaman siswa. 8. Penjabaran fase-fase pembelajaran yang jelas dan
terarah. 9. Memenuhi validitas isi dan validitas konstruk.
Nieveen 2007 menyatakan bahwa untuk membuat intervensi yang baik maka intervensi harus divalidasi
secara konstruk dan konten.
METODE PENELITIAN
Jenis penelitian ini adalah penelitan pengembangan karena
mengembangkan perangkat
pembelajaran. Penelitian pengembangan ditujukan pada pendalaman
pengetahuan tentang karakteristik-karakteristik intervensi serta proses pendesainan dan pengembangan Nieveen,
2007.
Subjek penelitian adalah prototipe bahan ajar IPA dengan model pembelajaran inkuiri terbimbing untuk
melatihkan keterampilan proses sains. Tahap uji coba I dilaksanakan di SMPN 30 Surabaya kelas VIII pada
materi semester genap 20142015, sebanyak tiga kali pertemuan ditambah pretest dan posttest. Model
pengembangan yang digunakan meng-adaptasi model 4D yang dikemukakan oleh Thiagarajan, et al. 1974.
Namun dibatasi hanya melalui tiga tahap, yaitu define, design, dan develop
. HASIL DAN PEMBAHASAN
Penelitian ini mengembangkan bahan ajar Silabus, RPP, Buku Siswa, Buku Guru, dan Lembar Penilaian.
Bahan ajar sebagai satu kesatuan divalidasi enam validator. Hasil validasi terhadap bahan ajar oleh
mendapat skor rata-rata 3,96 dan Percentage of agreement
98,7. Berdasarkan Ratumanan dan Laurens 2006 nilai 3.96 berkategori sangat valid serta penilaian
ini disepakati oleh enam vaidator 98,7 70. Hasil uji coba kecil menunjukkan tingkat
keterlaksanaan pembelajaran berkategori baik, sehingga dapat dikatakan bahan ajar yang dikembangkan
berkategori praktis. Nilai tersebut menunjukkan bahwa keterlaksanaan pembelajaran dengan model inkuiri
terbimbing berjalan dengan baik dan dengan percentage of agreement
tinggi, artinya bahan ajar dapatlayak digunakan dan berkategori reliabel. Hal ini sesuai dengan
yang dikemukakan oleh Ratumanan Laurens, 2006, apabila skor penilaian rata-rata dari kedua pengamat
bernilai lebih besar dari 3,6, maka bahan ajar tersebut sangat valid serta layak dan praktis untuk digunakan.
Sedangkan untuk keefektivan dapat dilihat dari hasil belajar kognitif produk dan kognitif proses. Hasil belajar
kognitif produk dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Hasil Belajar Kognitif Produk Nama
Siswa Skor
N- Gain
Kategori Ket
Pretes Postes 1
10 18
0.47 Sedang
Tuntas
2
11 20
0.56 Sedang
Tuntas
3
9 27
1.00 Tinggi
Tuntas
4
8 16
0.42 Sedang
Tuntas
5
10 26
0.94 Tinggi
Tuntas
6
10 27
1.00 Tinggi
Tuntas
7
13 26
0.93 Tinggi
Tuntas
8
10 26
0.94 Tinggi
Tuntas
9
12 24
0.80 Tinggi
Tuntas
10
10 27
1.00 Tinggi
tuntas
Rata- rata
10.3 23.7
0.81 Tinggi
Hasil belajar kognitif produk menunjukkan keseluruhan siswa tuntas dalam pembelajaran dengan
kategori N-Gain sedang-tinggi. Sedangkan hasil belajar kognitif proses dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2. Hasil Belajar KPS
Nam a
Siswa Skor
N- Gai
n Kategor
i Ket
Prete s
Poste s
1 11
18 0.54
Sedang Tuntas
2 13
24 1.00
Tinggi Tuntas
3 10
24 1.00
Tinggi Tuntas
4 9
16 0.47
Sedang Tuntas
5 11
23 0.92
Tinggi Tuntas
6 13
20 0.64
Sedang Tuntas
7 10
23 0.93
Tinggi Tuntas
8 10
23 0.93
Tinggi Tuntas
9 11
21 0.77
Tinggi Tuntas
10 11
24 1.00
Tinggi Tuntas
Rata- rata
10.9 21.6
0.82 Hasil perhitungan N-Gain pada enam indikator
keterampilan proses sains yang diukur dalam penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 3. Hasil N-Gain
menunjukkan terjadi peningkatan keterampilan proses
ISBN: 978-602-72071-1-0 sains sesudah pembelajaran dengan skor N-Gain tertinggi
0,53.
Tabel 3. N-Gain Perindikator KPS No.
Indikator KPS
Sk or Pre
test
Sk or Post
test
Sk or N-
Gain
K
et.
1 Merumuskan hipotesis
50 0.5
Tinggi 2 Mengidentifika
si variabel 50
0.5 Tinggi
3 Merumuskan definisi
operasional variabel
25 0.25 Rendah
4 Mengumpulkan data
25 80
0.53 Tinggi 5 Menganalisis
data 50
75 0.5
Tinggi 6 Menyimpulkan
data 25
75 0.3
Sedang Respon siswa terhadap pembelajaran dengan
menggunakan model inkuiri terbimbing diukur dengan membagikan angket kepada siswa. Berikut hasil
rekapitulasi respon siswa pada Tabel 4
Tabel 4. Rekapitulasi Respon Siswa No
Komponen Pendapat Responden
Sena ng
Tidak Senang
1 Bahan kajian yang
dipelajari 100
2 LKS
92 8
3 Buku Siswa
materi ajar 100
4 Suasana kelas
70 30
5 Model
pembelajaran 90
10 6
Cara penyajian materi oleh guru
83 17
Hasil angket respon yang diberikan pada siswa
menunjukkan bahwa sebagian besar siswa merespon positif selama mengikuti kegiatan pembelajaran dengan
menggunakan Buku Siswa dan LKS yang dikembangkan peneliti.
Aktivitas siswa diamati oleh dua orang pengamat selama pembelajaran berlangsung. Pengamatan dilakukan
setiap lima menit dan jenis aktivitas yang diamati sebanyak
delapan aktivitas.
Tabel 5. Rekapitulasi Aktivitas Siswa
Akti-vitas Pertemuan ke-
Persentase 1
2 3
1 2
3 P1 P2 P1
P2 P1 P2
1 30 15 30
15 34 17 6,2
5 9,
4 7,08
3 2
52 26 34
17 60 30
10, 8
11 12,5 3
24 12 24
12 34 17
5 7,
5 7,08
3 4
14 6
73 76 38 82
41 30,
4 24
17,0 8
5 13
65 86 43
14 4
72 27,
1 27
30 6
30 15 20
10 34 17
6,2 5
6, 3
7,08 3
7 50
25 32 16 56
28 10,
4 10
11,6 7
8 19
9. 5 18
9 28 14
3,9 6
5, 6
5,83 3
Jum-lah
48 1
24 1
32 16
47 2
23 6
10 10
98.3 3
ISBN: 978-602-72071-1-0 Berdasarkan hasil analisis data Keterampilan Proses
Sains, N-Gain, dan aktivitas siswa dalam pembelajaran menggunakan model inkuiri terbimbing, didapatkan
bahwa siswa yang aktif dalam setiap kegiatan pembelajaran berkorelasi dengan hasil Keterampilan
Proses Sains dan skor N-Gain yang signifikan. Hasil yang didapatkan sesuai dengan pernyataan Lincoln,
Travers, Ackers, dan Wilkinson 2002, Rappaport 1987 dan lawson et.al., bahwa penekanan partisipasi
aktif siswa pada suatu proses pembelajaran dengan memberi kesempatan kepada siswa untuk berinteraksi
dengan materi yang dipelajari, sehingga siswa dapat meningkatkan Keterampilan Proses Sains maupun
pemahamannya terhadap materi yang disampaikan.
Partisipasi aktif siswa tidak terlepas dari model yang digunakan yaitu model pembelajaran inkuiri
terbimbing yang memberikan kesempatan kepada siswa untuk lebih aktif dalam setiap kegiatan pembelajaran.
Pernyataan tersebut sesuai dengan pernyataan yang disampaikan oleh Purniati et.al, 2009, yaitu diperlukan
suatu upaya untuk menciptakan proses pembelajaran yang melibatkan siswa dan memfasilitasi siswa untuk
lebih aktif diperlukan untuk memperoleh pengetahuan. Hal ini juga didukung oleh pernyataan Lawson et.al.,
dalam Iwan 2014, yang menyatakan bahwa model pembelajaran inkuiri terbimbing merupakan rangkaian
tahap-tahap kegiatan yang diorganisir supaya siswa menguasai kompetensi-kompetensi dalam pembelajaran
dengan jalan berperan lebih aktif dalam proses pembelajaran.
Berdasarkan ulasan di atas, bahan ajar yang dikembangkan telah tervalidasi secara teoritik atau telah
sesuai berdasarkan kebutuhan di mana tempat bahan ajar tersebut dikembangkan. Kevalidan bahan ajar ini
mendukung kelayakan
bahan ajar
untuk diimplementasikan dalam mencapai tujuan. Di mana
hasil implementasi bahan ajar yang dikembangkan dapat dengan mudah diterapkan pada kelas VIII materi indera
pendengaran dan sistem sonar pada makhluk hidup serta dapat mencapai tujuan yang dikehendaki. Berarti bahan
ajar yang dikembangkan telah valid valid konstruk dan valid konten berdasarkan penilaian enam validator ahli,
praktis dapat dengan mudah diterapkan dan efektif untuk melatihkan keterampilan proses sains siswa.
PENUTUP Simpulan
Produk yang dihasilkan dari penelitian ini adalah bahan ajar yang terdiri dari: Silabus dan Perangkat RPP,
Prototipe Buku Guru, Prototipe Buku Siswa, Lembar Kegiatan Siswa berbasis keterampilan proses sains,
Instrumen penilaian hasil belajar afektif, kognitif, dan psikomotor.
Berdasarkan pembahasan hasil penelitian dan temuan-temuan dapat disimpulkan bahwa bahan ajar
yang dikembangkan telah memenuhi aspek validitas, kepraktisan,
dan efektifitas
dalam melatihkan
keterampilan proses sains pada materi getaran, gelombang, dan bunyi.
DAFTAR PUSTAKA Adi, sendjaja. 2010. Analisis Buku Ajar Biologi
SMA Kelas X di Kota Bandung Berdasarkan Literasi Sains. Jurnal Pendidikan Biologi
FPMIPA Universitas Pendidikan Indonesia. Alberta. 2004. Focus on Inquiry. Canada: Alberta
Learning. Amalia, L, Koes. H.S, Yudyanto, tt, “Pengembangan
Paket Pembelajaran “Mekanika Fluid a Berbasis Inquiry
Training untuk
Menumbuh Keterampilan Kerja Ilmiah
Ambarsari, W, Santosa, S, Marldi, tt. “Penerapan Pembelajaran Inkuiri Terbimbing terhadap
Keterampilan Proses Sains Dasar pada Pelajaran Biologi Siswa Kelas VIII SMP Negeri 7
Surakarta.” Anderson, W Krathwol, david R. 2001. A Taxonomy
for Learning Teaching and Assesing a revision of Blooms Taxonomy of Educational Objectives
. New York: Longman.
Arends, R.I. 2009. Learning to Teach. Ninth Edition. New York: Mc. Graw Hill.
Bigs, A, Feather, R.M, Rillera, P, Zike, D. 2008. Science Level Blue. Washington: GlencoeMc-
Graw Hill. Borich, Gary D. 1994. Observation Skills for Effective
Teaching .
USA: Macmillan
Publishing Company.
Cain Evans. 1990. Sciencing: An Involvement Approach to Elementary Science Methods 3rd
Edition. Toronto : Merril Publishing Company.
Chernocova, T.E. 2014. Features of Metacognition Structure
for Pre-School
Age Children.
Procedia - Social and Behavioral Sciences .
Dewi, K, Sadia.I, Ristiati. 2013. “Pengembangan Perangkat Pembelajaran IPA Terpadu dengan
Setting lnkuiri Terbimbing untuk Meningkatkan Pemahaman Konsep dan Kinerja llmiah Siswa.”
Volume 3. Dick, W, and Carey, L. 1990. The Systematic Design of
Instruction . USA: Harper Collins Publishers.
Eggen Kauchak. 2012. Educational Psychology. Windows on Classrooms
, Student Value Edition 9 th Edition
. Pearson Fajri, N. Hajidin, lkhsan. M. tt. “Peningkatan
Kemampuan Koneksi
dan Komunikasi
Matematis Siswa
dengan Menggunakan
Pendekatan Contextual Teaching and Learning.” Flavel. 1967. Metacognition Theory. New York: D.
Van Nostrand. Giancoli, Douglas. C. 2005. Physics Principles with
Application . USA: Pearson Prentice Hall.
Gronlund, N.E. Linn, R.R. 2010. Measurement and Assesment and Teaching.
New Jersey: Meri Englewood cliffs.
ISBN: 978-602-72071-1-0 Hermita, M. Thamrin, W.P 2015. Metacognition
toward Academic
Self-Efficacy among
Indonesian Private University Scholarship Students. Procedia - Social and Behavioral
Sciences. Iskandar, Jono dan Nur, Mohamad, 2015. Analisis
Buku Guru dan Buku Siswa Kurikulum 2013 Menggunakan Standar NRSC. Halaman 757-
766. Iskandar, Jono. 2015. Pengembangan Prototipe Buku
Guru dan Buku Siswa Kurikulum 2013 pada Materi Suhu dan Pemuaian untuk Melatihkan
Berpikir Kreatif .
Jannah, Latifatul dan Nur, Mohamad. 2015. Reviu Kelayakan Buku Ajar IPA SMP Kurikulum
2013 Ditinjau dari AAAS. Halaman 1383 - 1392.
Jeane dan Janet. 2005. Criteria of Syllabus and Lesson Plan K2 Teaching and Learning from the UNC
School of education .
Kemendikbud. 2014.
Materi Pelatihan
Guru lmplementasi Kurikulum 2013 Mata Pelajaran
IPA. Jakarta: Kemendikbud.
Kemendikbud. 2014. Pelatihan Guru lmplementasi Kurikulum
2013 Kelas
VII .
Jakarta: Kemendikbud.
Kemendikbud. 2014. Peraturan Pemerintah dalam Permendiknas No. 69 tahun 2013 tentang
struktur . Jakarta: Kemendikbud.
Kemp, Jerrold E. Howard, dkk. 2011 Designing Effective Instruction 6th edition
. USA: John Wiley Sons.
Kuhlthau, Carol. C. Maniotes, Leslie. K. Caspari, Ann. K. 2007. Guided Inquiry Learning in the 21st
Century. Washington DC: National Academy
Press. Lailiyah, Siti Rabiatul. 2015. Pengembangan Prototipe
Buku Guru dan Buku Siswa dengan Scientifik Approach untuk Meningkatkan Kemampuan
Berpikir Kritis
dan Kreatif
Materi Keanekaragaman Hewan dan Tumbuhan.
Mahtari, Saiyidah dan Nur, Mohamad, 2015. Analisis dan Solusi Penyempurnaan Buku Guru dan
Buku Siswa IPA Kelas VII SMPMTs Kurikulum 2013. Halaman 59 - 65
Mahtari, Saiyidah. 2015. Pengembangan Prototipe Buku Guru dan Buku Siswa Materi Kalor untuk
Melatihkan Berpikir Kreatif. Maikristina, N, Dasna, l.W, Sulistina, 0. tt. Pengaruh
Penggunaan Model
Pembelajaran lnkuiri
terhadap Hasil Belajar dan Keterampilan Proses Sains Siswa Kelas XI IPA SMAN 3 Malang
pada Materi Hidrolisis Garam. Mclaughlin, Charles William, 2005. Physical Science.
Washington: GlencoeMc-Graw Hill. Morrison, Ross, Kalman, Kemp. 2011. Designing
Effective Instruction . USA: John Wiley Son,
Inc. Nieven, Nieveen. Plomp, Tjeerd 2007. An Introduction
to Educational Design Research. Netherland :
Netherlands institute
for curriculum
development. Nur, Mohamad. 1998. Teori Belajar Perilaku.
Surabaya: Pusat Sains dan Matematika Sekolah Universitas Negeri Surabaya.
Nur, Mohamad. 2000. Buku Panduan Keterampilan Proses don Hakikat Sains
. Surabaya: Pusat Sains dan Matematika Sekolah Universitas
Negeri Surabaya. Nur, Mohamad, dkk. {2008. Teori-Teori Pembelajaran
Kognitif . Surabaya: Pusat Sains dan Matematika
Sekolah Universitas Negeri Surabaya. Nur,
Mohamad. 2011.
Modul Keterampilan-
Keterampilan Proses Sains . Surabaya: Pusat
Sains dan Matematika Sekolah Universitas Negeri Surabaya.
Nur, M. Nasution. Suryanti, J. 2013. Keterampilan Proses Sains dan Berpikir Kritis.
Surabaya: Pusat
Sains dan
Matematika Sekolah
Universitas Negeri Surabaya. Parker Haris. 2001. The Propose of a Syllabus
College Teaching vol.50 no.2 University of Mexico.
Prasetyo. 2012. Pengembangan Lembar Kegiatan Siswa Dengan Pendekatan PMR Pada Materi
Lingkungan SMP Kepohbaru Bojonegoro. Jurusan Matematika. FMIPA.
Prastowo, Andi. 2013. Panduan Kreatif Membuat Bahan Ajar lnovatif
. Jogjakarta: DIVA Press. Ratumanan, G.T, Laurens 2006. Evaluasi Hasif Beajar
Pada Tingkat Satuan Pendidikan . Surabaya:
Unesa Press Saimah, llmi. 2014. Meningkatkan Keterampilan
Proses Sains melalui Penerapan Metode lnkuiri pada Kelompok B TK Aisyah Kota Mojokerto.
halaman: 1- 11. Schraw, G., Olafson, dkk. 2012. Metacognition
Knowladge and Field-based science learning in an outdoor environmental Education Program.
In Zahar, A. and Dori, Y. J. 2012. Metacognition in Science Education
: Trends in Current Research. Springer.
Sheeba, M. N. 2012. Relationship of Achievement in Science and Certain Context Variables with
Comprehensive Science Process Measures at the Secondary School Level
. Slavin, Robert E. 2011. Educational Psychology:
Theory and Practice. USA: Pearson.
Suparno, Paul. 2001 Teori Perkemangan Kognitif Jean Peaget
. Yogyakarta: Kanisius. Suprayogi, 2013. Penerapan Pembelajaran Inkuiri untuk
Menumbuhkan Keterampilan
Berpikir Matematika Kelas XI SMK Negeri I Bontang.
Jurnal Matematika. HMI Thiagarajan, S., Sempmel, D.S. Sammel, M.I. 1974.
Instruction Development forTraining Teachers of Exeptionaf Children
. Indiana: Indiana University Bloominton.
Tryanasari, Mursidik,
dan Riyanto.
2012. Pengembangan perangkat terpadu berbasis
ISBN: 978-602-72071-1-0 kearifan local sekolah dasar di Madiun.
ejurnal.ikippgrimadiun.as.ad Trianto. 2007. Model-model Pembelajaran lnovatif
berorientosi Konstruktivistik . Jakarta: Pustaka.
Ummah, Restu Yulia H. 2015. Tesis. Pengembangan Buku Guru dan Buku Siswa SD Materi Bunyi.
Utami, W.D, Dasna, l.W, Sulistina, 0 tt. Pengaruh Model
Pembelajaran lnkuiri
Terbimbing terhadap Hasil Belajar dan Keterampilan Proses
Sains Siswa pada Materi Kelarutan dan Hasil Kali Kelarutan.
Waldijah, Omegawati, dkk.. 2013. Detik-detik Ujian Nasional IPA. Kalten: Intan Pariwara.
Westwood. 2008. What Teachers Need to Know about Teaching Methods
. Acer Press. Yuniastuti, E. 2013. Peningkatan Keterampilan Proses,
Motivasi, dan Hasil Belajar Biologi dengan Strategi Pembelajaran lnkuiri Terbimbing pada
Slswa Kelas VII SMP Kartika V-1 Balikpapan. Vol. 14. No. 1. Halaman: 78-85.
Zitzewitz, Paul W, et.al. 2005. Physics Principles and Problems
. Washington: GlencoeMc-Graw Hill. Zohar, Anat. Dori, Yehudit Judy. 2012. Metacognition
in Science Education . New York: Springer
Science+Business Media. Zubaidah, Siti, dkk. 2014. Buku Guru Ilmu
Pengetahuan Alam Keas VIII, Jakarta: Kemendikbud.
ISBN: 978-602-72071-1-0
PENGARUH PEMBELAJARAN BERDASARKAN MASALAH MENGGUNAKAN PENILAIAN KINERJA DI SMA NEGERI 1
LAMONGAN PADA POKOK BAHASAN ALAT OPTIK
Eniswatin
1
Ellen Rose Monalisa
2
Mas’adah
3
1,2,3
Pendidikan Sains, Pasca Sarjana, Unesa, Email: watinenisgmail.com.
ABSTRAK
Berdasarkan hasil hasil dari observasi awal di SMAN I Lamongan bahwa proses belajar-mengajar di sekolah tersebut cenderung dimulai dengan penyajian informasi yang berkaitan dengan konsep oleh guru, pemberian
contoh soal, dilanjutkan dengan memberikan tes. Siswa hanya duduk diam mendengarkan penjelasan guru. Oleh sebab itu, peneliti mencoba menerapkan suatu model Pembelajaran Berdasarkan Masalah dengan
menggunakan penilaian kinerja. Tujuan penelitian ini adalah untuk mendiskripsikan pengaruh pembelajaran berdasarkan masalah dengan menerapkan penilaian kinerja di SMA Negeri 1 Lamongan pada pokok bahasan
alat optik, Mendiskripsikan keterlaksanaan pembelajaran, mendiskripsikan hasil kinerja siswa, dan mengetahui respon siswa. Rancangan penelitian ini adalah Randomized control group pre-tes, pos-tes design. Populasi
penelitian adalah seluruh siswa kelas X MIA SMA Negeri Lamongan yang berjumlah delapan kelas. Sampel penelitian terdiri dari tiga kelas eksperimen X MIA-3, X MIA-4, X MIA -8 dan satu kelas kontrol X MIA -
5. Hasil analisis uji normalitas dan homogenitas pada ranah kognitif didapatkan semua kelas berdistribusi normal dan homogen. Berdasarkan hasil analisis uji-t dua pihak menunjukkan bahwa rata-rata hasil belajar
kelas eksperimen lebih baik daripada kelas kontrol karena t
hitung
t
tabel
. Hasil penelitian menunjukkan bahwa model Pembelajaran Berdasarkan Masalah dengan penilaian kinerja berpengaruh positif terhadap prestasi
belajar siswa di SMA Negeri 1 Lamongan pada pokok bahasan alat optik, kinerja siswa memiliki kriteria baik, dan siswa mempunyai respon yang positif terhadap model Pembelajaran Berdasarkan Masalah dengan
menggunakan penilaian kinerja. Kata kunci:
Model Pembelajaran Berdasarkan Masalah, Penilaian kinerja, Prestasi Belajar, Alat Optik.
ABSTRACT
Based on the results of the results of preliminary observations at SMAN I Lamongan that the teaching-learning process in schools is likely to begin with the presentation of information relating to the concept by the teacher,
give examples of questions, followed by a test. Students just sit quietly listening to the teachers explanation. Therefore, researchers are trying to apply the model of Problem Based Learning using performance
assessment. The aim of this study was to clarify the effect of learning based on problems with applying the performance evaluation in SMA Negeri 1 Lamongan on the subject of optical instruments. describe the
feasibility study, described the results of student performance, and to evaluate the response of the students. This study design is randomized control group pre-test, post-test design. The study population was all class X
SMA Lamongan for eight classes. The research sample consisted of three classes of experiments X MIA-3, X MIA-4, X MIA-8 and the control class X MIA-5. Based on analysis of normality and homogeneity tests on
cognitive obtained all normal and homogeneous distribution classes. Based on the results of t-test analysis the two parties shows that the average yield grade teaching experiment better than the results showed that problem-
based learning model with a positive effect on the performance assessment of student achievement in SMA Negeri 1 Lamongan on the subject of optical instruments, the performance of the students have a good criteria,
and students have responded positively to problem-based learning models using performance assessment. Keywords:
Problem Based Learning model, performance assessment, performance, Optical.
ISBN: 978-602-72071-1-0
PENDAHULUAN
Memasuki era globalisasi dan pasar bebas kita dihadapkan pada perubahan-perubahan yang tidak
menentu. Hal tersebut mengakibatkan hubungan yang tidak linier antara pendidikan dan lapangan kerja, karena
pada kenyataannya yang terjadi di lapangan tidak sama persis dengan pembelajaran yang dilakukan di sekolah,
sehingga terjadi kesenjangan antara keduanya. Berbagai analisis menunjukkan bahwa pendidikan nasional dewasa
ini sedang dihadapkan pada berbagai krisis yang perlu mendapatkan penanganan, di antaranya berkaitan dengan
masalah relevansi, atau kesesuaian antara pendidikan dengan kebutuhan masyarakat dan pembangunan.
Hasil dari observasi awal di SMAN 1 Lamongan menunjukkan bahwa proses belajar-mengajar di sekolah
tersebut cenderung dimulai dengan penyajian informasi oleh guru, pemberian contoh soal, dilanjutkan dengan
memberikan tes. Siswa hanya duduk diam mendengarkan penjelasan guru. Selain itu pembelajaran di sekolah
tersebut berorientasi pada buku pedoman saja. Proses pembelajaran ini hanya berlangsung satu arah, tanpa
terjadi komunikasi interaksi antara guru dan siswa. Suatu pembelajaran yang dilakuakan dengan jalan menghafal
bukan saja memudahkan timbulnya verbalisme, tetapi juga kurang menarik, kurang menyenangkan dan segera
membosankan. Pelajaran akan lebih menarik apabila dihubungkan dengan pengalaman-pengalaman di mana
anak dapat melihat, meraba, mengucap, berbuat, mencoba, berpikir, dan sebagainya. Pelajaran tidak hanya
bersifat intelektual melainkan juga bersifat emosional, kegembiraan belajar dapat mempertinggi hasil belajar
Nasution,2010:94.
TABLE III.
Selain itu, Implementasi Kurikulum 2013 yang mulai diberlakukan diberbagai daerah
bertujuan melibatkan para siswa dalam pencarian makna agar siswa memahami arti pelajaran yang mereka
pelajari. Untuk meraih tujuan tersebut, tentu diperlukan guru yang terlatih di lapangan yang dapat mengarahkan
siswanya untuk belajar lebih menyenangkan dan dapat dikaitkan dengan kehidupan nyata menggunakan suatu
model pembelajaran yang tepat. Salah satu model pembelajaran yang lebih banyak membuat siswa
berperan aktif, terbuka, demokrasi serta menjadikan kegiatan belajar mengajar mengasyikkan dan bermakna
adalah Pembelajaran Berdasarkan Masalah PBM atau Problem-Based-Instruction
PBI. PBI merupkan model pembelajaran
yang
memiliki lingkungan belajar yang menekankan pada peranan sentral siswa bukan guru
Ibrahim dan Nur,2008:14.
TABLE IV.
Pembelajaran berdasarkan masalah merupakan strategi pembelajaran untuk mengajukan
situasi-situasi dunia nyata, kontekstual, bermakna, dan penyediaan sumber belajar bagi siswa. Pada saat siswa
melakukan pemecahan masalah, siswa tidak sekedar mengumpulkan
pengetahuan dan
aturan-aturan. Kemampuan
memecahkan masalah
merupakan pengembangan dari strategi-srategi kognitif fleksibel
untuk menghasilkan solusi yang bermakna. Masalah- masalah yang dimunculkan merupakan fokus dan
rangsangan unyuk belajar serta merupakan wahana untuk pengembangan keterampilan-keterampilan pemecahan
masalah Nur, 2008:14.
TABLE V.
Ciri yang khusus pada pembelajaran berdasarkan masalah adalah siswa dituntut menghasilkan
suatu karya nyata dan peragaan yang menjelaskan atau mewakili bentuk penyelesaian masalah yang mereka
temukan. Dalam Pembuatan karya nyata tersebut siswa tidak hanya kemampuan kognitif saja yang dinilai,
namun kemampuan afektif dan kemampuan psikomotor siswa juga harus dilakuakn penilaian. Untuk dapat
mengevaluasi keseluruhan tiga aspek tersebut maka diterapkan penilaian kinerja Nur, 2008:2.
TABLE VI.
Penilaian kinerja merupakan penilaian yang menuntut siswa melakukan tugas dalam perbuatan.
Pembelajaran yang sifatnya melatihkan kinerja siswa adalah jika siswa ikut terlibat dalam pemecahan masalah
atau mendemonstrasikan suatu respon baik secara lisan maupun tertulis Nur, 2008: 26.
TABLE VII.
Berdasarkan wacana
yang telah
dipaparkan di atas, maka dilakukan penelian yang berjudul “Pengaruh Pembelajaran Berdasarkan Masalah
dengan Menggunakan Penilaian Kinerja di SMA Negeri 1 Lamongan pada Pokok Bahasan Alat Optik” dengan
tujuan untuk mengetahui pengaruh model pembelajaran yang
diterapkan, mendeskripsikan
keterlaksanaan pembelajaran, hasil belajar siswa, dan respon siswa
terhadap pembelajaran yang dilakukan di kelas.
TABLE VIII.
PEMBAHASAN
Penelitian ini melibatkan model pembelajaran dan cara penilaian dengan menggunakan penilaian kinerja.
Sebelum masuk pada pengambilan data, perlu diulas sedikit mengenai Pembelajaran Berdasarkan Masalah dan
penilaian kinerja.
Pembelajaran Berdasarkan Masalah PBM merupakan model pembelajaran yang menumbuhkan dan
mengembangkan berpikir tingkat tinggi dalam situasi- situasi berorientasi masalah. Model Pembelajaran
Berdasarkan Masalah berusaha menyajikan kepada siswa suatu masalah yang autentik dan bermakna yang dapat
memberikan kemudahan kepada siswa untuk melakukan penyelidikan dan inkuiri. Keuntungan pembelajaran
berdasarkan masalah antara lain : menekankan pada makna, bukan fakta; meningkatkan pengarahan diri;
pemahaman lebih tinggi dan pengembangan keterampilan lebih baik, keterampilan-keterampilan interpersonal kerja
tim; adanya sikap memotivasi diri sendiri; hubungan tutor-siswa
yang lebih
menyenangkan; tingkat
pembelajaran lebih baik. Sintaks Pembelajaran Berdasarkan Masalah dapat
dijelaskan sebagai berikut: Fase 1:Mengorganisasikan siswa kepada masalah
Guru menginformasikan
tujuannpembelajaran, mendiskripsikan kebutuhan logistik penting, dan
memotivasi siswa agar terlibat dalam kegiatan pemecahan masalah
Fase 2: Mengorganisasikan siswa untuk belajar.
Guru membantu siswa menentukan dan mengatur tugas- tugas belajar yang berhubungan dengan masalah itu.
Fase 3:Membantu penyelidikan mandiri dan kelompok
ISBN: 978-602-72071-1-0
Guru mendorong siswa mengumpulkan informasi yang sesuai, melaksanakan eksperimen, mencari penjelasan,
dan solusi. Fase 4:Mengembangkan dan menyajikan hasil karya
serta memamerkannya.
Guru membantu siswa dalam merencanakan dan menyiapkan hasil karya yang sesuai seperti laporan,
rekaman, vidio, dan model, serta membantu mereka berbagi karya.
Fase 5:Menganalisis dan mengevaluasi proses pemecahan masalah.
Guru membantu siswa melakukan refleksi atas penyelidikan dan proses-proses yang mereka gunakan.
Sumber: Nur, 2008:62 Dari penjelasan di atas maka model
pembelajaran berdasarkan masalah adalah suatu model yang dirancang membantu siswa untuk berfikir kreatif
dan mandir dalam pemecahan masalah yang berorientasi autentik atau nyata, dimana di akhir pembelajaran siswa
dituntut mengahasilkan suatu karya nyatayang mewakili dari solusi pemecahan masalah pembelajaran.
Sedangkan pengertian untuk Penilaian kinerja adalah memberikan kesempatan pada siswa untuk
mendemonsterasikan keterampilan-keterampilan proses sains mereka, berfikir secara logis, menerapkan
pengetahuan awal ke suatu situasi baru, dan mengidentifikasi pemecahan-pemecahan baru suatu
masalah.
Untuk mengamati unjuk kerja peserta didik dapat menggunakan instrumen berikut: : 1 Daftar cek dengan
menggunakan: ya – tidak, 2 Skala rentang dengan
menggunakan skala: sangat kompeten – kompeten – agak
kompeten – tidak kompeten.
Komponen Penilaian kinerja menurut Nur 2002 dalam meliputi empat hal,yaitu: 1 tugas-tugas yang
menghendaki siswa menggunakan pengetahuan dan proses yang telah mereka pelajari, 2 daftar cek yang
mengidentifikasi elemen-elemen tindakan atau hasil yang diperiksa, 3 seperangkat deskripsi dari suatu proses
suatu kontinum nilai kualitas yang digunakan sebagai dasar untuk menilai keseluruhan kerja, 4 contoh-contoh
dengan mutu yang sangat baik sebagai model bagi pekerjaan yang harus dilakukan
Keuntungan menggunakan penilaian kerja yang dirangkum dari pendapat Airasian 1994 dan Jack Ott
1994 dalam Kurniawan H, 2006 adalah sebagai berikut: 1 Penilaian kinerja menunjukkan bagaimana
siswa menggunakan pengetuhuan untuk melakukan kegiatan dan menghasilkan sesuatu dalam situasi
kehidupan sehari-hari. 2 Prosedur atau instrumen penilaian kinerja sekali dibuat dapat digunakan berkali-
kali, di beberapa kelas, bahkan untuk tahun-tahun berikutnya. 3Instrumen penilaian kinerja dapat
berfungsi untuk tujuan diagnostik. 4 Dengan instrumen yang sama, guru dapat membuat grafik perkembangan
kinerja siswa sewaktu-waktu 5 Penilaian kinerja memungkinkan siswa berkompetensi dengan mereka
sendiri dan memperoleh tentang apa yang mereka ketahui dan apa yang mereka lakukan.
Dari uraian di atas dapat diartikan penilaian kinerja adalah penialian yang yang dilakukan pada semua
kegiatan siswa selama proses pembelajaran sehingga siswa menjadi lebih kompeten dan membantu guru
memperoleh informasi tentang perkembangan kinerja siswa.
Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian eksperimen dengan menggunakan desain Randomized
control group pre-test, pos-test design menggunakan satu
kelas kontrol dan tiga kelas eksperimen. Subjek penelitian ini adalah siswa kelas X SMAN 1 Lamongan.
Berdasarkan uji homogenitas dan normalitas didapatkan sampel penelitian yakni kelas X MIA 5 sebagai kelas
kontrol dan kelas X MIA 3, X MIA 4 dan X MIA 8 sebagai kelas eksperimen.
Metode pengumpulan data yang dilakukan peneliti adalah dengan metode observasi, metode tes, dan
metode angket. Instrumen untuk mengumpulkan data penelitian meliputi lembar pengamatan keterlaksanaan
model PBI, lembar penilaian kinerja, lembar tes soal pre- test
dan post-test, dan lembar angket respon siswa. Data hasil
pre-test dan
post-test dianalisis
dengan menggunakan uji-t dua pihak dan uji-t satu pihak. Uji-t
dua puhak digunakan untuk mengetahui ada tidaknya perbedaan antara kelas kontrol dengan kelas eksperimen,
sedangkan uji-t satu pihak digunakan untuk mengetahui apakah penerapan pembelajaran berdasarkan masalah
dengan menggunakan penilaian kinerja berpegaruh positif ataukah tidak.
Data hasil observasi yang dilakukan observer dianalisis dengan menghitung rata-rata kriteria skor
keterlaksanaan pembelajaran, kemudian data angket respon siswa dianalisis menggunakan persentase respon
siswa. Analisis pertama yang dilakukan adalah uji homogenitas dan normalitas. Hasil uji homogenitas dan
normalitas pada populasi kelas X MIA di SMAN 1 Lamongan menyatakan bahwa terpilih 3 kelas sebagai
kelas eksperimen, yaitu kelas X MIA 3, X MIA 4, dan X MIA 8 yang telah terdistribusi normal dan homogen.
Berdasarkan hasil bahwa sampel telah terdistribusi secara homogen dan normal, maka dapat dilakukan
analisis uji-t dua pihak dan uji-t satu pihak dari hasil pre- test
dan post-test siswa.
Tabel 1. Hasil Perhitungan Uji-t Dua Pihak
Berdasarkan nilai uji-t dua pihak dan kriteria penarikan hipotesis, dari Tabel 1 dapat diketahui untuk
ranah kognitif, rata – rata hasil belajar siswa dari semua
kelas eksperimen yaitu kelas X MIA 3, X MIA 4 dan X MIA 8 berbeda dengan rata-rata hasil belajar kelas
kontrol karena t
hitung
tidak berada pada -t
1- ½ α
t
hitung
t
1- ½ α
.
Kelas PBM 1
PBM 2 PBM 3
Rata- rata
Eksperimen 1 X MIA 3
2,86 2,84
2,94 2,88
Eksperimen 2 X MIA 4
2,87 2,81
2,87 2,85
Eksperimen 3 X MIA 8
2,87 2,86
2,84 2,87
ISBN: 978-602-72071-1-0
Hal ini menunjukkan hasil belajar siswa yang menggunakan model Pembelajaran Berdasarkan Masalah
PBM dengan menggunakan penilaian kinerja berbeda dengan hasil belajar siswa yang menggunakan model
pengajaran yang biasa digunakan di SMA Negeri 1 Lamongan.
Tabel 2. Hasil Perhitungan Uji-t Satu Pihak
Berdasarkan nilai uji-t satu pihak dan kriteria penarikan hipotesis, dari Tabel 2 di atas dapat diketahui
untuk ranah kognitif, rata – rata hasil belajar siswa dari
semua kelas eksperimen yaitu kelas X MIA 3, X MIA 4 dan X MIA 8 lebih baik daripada rata-rata hasil belajar
kelas kontrol karena t
hitung
t
tabel
. Hal ini menunjukkan bahwa model Pembelajaran
Berdasarkan Masalah PBI dengan metode menggunakan penilaian kinerja berpengaruh positif terhadap hasil
belajar fisika pada pokok bahasan alat optik di kelas X SMA Negeri 1 Lamongan
Selain dari nilai posttest, didapatkan pula nilai kinerja siswa yang terdiri dari nilai psikomotor dan nilai
afektif siswa. Nilai kinerja siswa diperoleh dari hasil pengamatan
yang dilakukan
selama kegiatan
pembelajaran dan praktikum berlangsung. Penilaian kinerja yang didapatkan oleh peneliti merupakan sebagai
motivator siswa untuk aktif dalam pembelajaran dan sebagai pendamping data bagi nilai posttest. Dari hasil
post test
diketahui bahwa ketiga kelas eksperimen yang diterapkannya model Pembelajaran Berdasarkan Masalah
dengan menggunakan penilaian kinerja memiliki nilai rata-rata yang lebih tinggi dibandingkan dengan nilai
rata-rata post test kelas kontrol.
Lebih jelasnya berikut hasil pengamatan aspek keterampilan:
Tabel 3. Rata-rata Aspek Keterampilan
TABLE IX.
Berdasarkan tabel di atas dapat diketahui bahwa rata-rata aspek keterampilan tiap kelas
eksperimen hampir sama yakni sekitar 2,8. Nilai rata-rata aspek keterampilan tersebut menunjukkan bahwa kelas
eksperimen sangat tingi responnya terhadap kegiatan pembelajaran khususnya pada saat proses pembuatan
karya nyata.
TABLE X.
Sedangkan hasil pengamatan aspek sikap sebagai berikut:
Tabel 4. Rata-rata Aspek Sikap
Berdasarkan data pada tabel di atas dapat diketahui bahwa rata-rata aspek sikap dari tiga kali
kegiatan pembelajaran, kelas eksperimen 1 X MIA 3 paling rendah yaitu sebesar 2,70 dibandingkan dengan
kelas eksperimen yang lainnya X MIA 4 dan X MIA 8 yang memiliki rata-rata sama sebesar 2,76.
Berdasarkan rekapitulasi persentase respon siswa menggunakan angket yang telah diisi oleh siswa kelas
eksperimen 1 X MIA 3, eksperimen 2 X MIA 4, dan eksperimen 3 X MIA 8 yang berjumlah 86 dapat
diketahui pernyataan yang mendapat persentase setuju tertinggi adalah Penggunaan penilaian kinerja siswa pada
model pembelajaran berdasarkan masalah membuat saya lebih aktif dalam proses pembelajaran sebesar 94,
sedangkan pernyataan yang mendapat persentase setuju terendah adalah Model pembelajaran berdasarkan
masalah membuat saya lebih mudah menyelesaikan soal- soal dan tugas-tugas yang diberikan oleh guru, dengan
persentase 69. Artinya, siswa menunjukkan respon yang positif terhadap pembelajaran yang dilaksanakan.
Hasil pengamatan
dalam pengelolaan
pembelajaran menggunakan
model Pembelajaran
Berbasis Masalah dengan menggunakan penilaian kinerja menunjukkan tahap kegiatan pembelajaran, pengelolaan
kelas, dan suasana kelas memiliki nilai rata-rata yang baik.Berdasarkan analisis data dan pembahasan di atas,
dapat diketahui bahwa penggunaan model Pembelajaran Berdasarkan
Masalah PBM
dengan dengan
menggunakan penilaian kinerja memiliki pengaruh yang positif terhadap prestasi belajar siswa pada materi alat
optik di kelas X SMA Negeri 1 Lamongan. Hasil secara keseluruhan sejalan dengan yang
tertulis dalam teori dimana menurut Nur 2008:5 model pembelajaran berdasarkan masalah adalah suatu model
yang dirancang membantu siswa untuk berfikir kreatif dan mandiri dalam pemecahan masalah yang berorientasi
autentik atau nyata, dimana di akhir pembelajaran siswa dituntut mengahasilkan suatu karya nyatayang mewakili
dari solusi pemecahan masalah pembelajaran. PENUTUP
Simpulan
Berdasarkan hasil analisis data penelitian, dapat disimpulkan bahwa Model Pembelajaran Berdasarkan
Masalah dengan menggunakan penilaian kinerja berpengaruh positif terhadap prestasi belajar siswa
Kelas t
hitung
t
tabel
atau t
1- 12α
K. Eks 1: X MIA 3 dengan K. Kontrol : X MIA 5
8,79 1,67
K. Eks 2: X MIA 4 dengan K. Kontrol : X MIA 5
8,62 1,67
K. Eks 3: X MIA 8 dengan K. Kontrol : X MIA 5
9,52 1,67
Kelas t
hitung
t
tabel
atau t
1- 12α
K. Eks 1: X MIA 3 dengan K. Kontrol : X MIA 5
8,79 2,000
K. Eks 2: X MIA 4 dengan K. Kontrol : X MIA 5
8,62 2,000
K. Eks 3: X MIA 8 dengan K. Kontrol : X MIA 5
9,52 2,000
Kelas PBM 1
PBM 2 PBM 3
Rata- rata
Eksperimen 1 X MIA 3
2,60 2,70
2,80 2,70
Eksperimen 2 X MIA 4
2,70 2,80
2,80 2,76
Eksperimen 3 X MIA 8
2,80 2,80
2,70 2,76
ISBN: 978-602-72071-1-0
belajar siswa di SMA Negeri 1 Lamongan pada pokok bahasan alat optik. Selain itu, hasil pengamatan dalam
pengelolaan pembelajaran
menggunakan model
Pembelajaran Berdasarkan
Masalah dengan
menggunakan penilaian kinerja menunjukkan tahap kegiatan pembelajaran, pengelolaan kelas, dan suasana
kelas memiliki nilai rata-rata yang baik. Sedangkan hasil dari pengamatan psikomotor dan pengamatan afektif
bahwa kinerja siswa kelas X SMA Negeri 1 Lamongan memiliki kriteria baik. Untuk hasil angket didapatkan
hasil rekapitulasi bahwa siswa mempunyai respon yang positif terhadap penerapan model Pembelajaran
Berdasarkan Masalah dengan menggunakan penilaian kinerja pada pokok bahasan alat optik.
Saran
Dengan memperhatikan hasil penelitian yang telah dilakukan dan agar kegiatan pembelajaran fisika semakin
efektif bagi siswa, adapun saran yang dapat diberikan yakni Pembelajaran berdasarkan masalah dengan
menggunakan penilaian kinerja dapat digunakan sebagai salah satu alternatif pembelajaran pada kurikulum 2013.
Pembelajaran ini mengaitkan materi ajar dengan kehidupan nyata dan mengajarkan siswa untuk
memecahkan masalah secara mandiri sehingga dapat mengasah kreatifitas siswa. Berikutnya adalah bagi
penelitian selanjutnya diharapkan dalam proses belajar mengajar dengan menerapkan model Pembelajaran
Berdasarkan Masalah PBM guru harus jelas dan pandai untuk menyajikan permasalahan yang autentik sehingga
siswa akan termotifasi dalam proses pemecahan masalah pembelajaran.
DAFTAR PUSTAKA Giancoli, D. 2001. Fisika Edisi ke Lima Jilid 2.
Jakarta:Erlangga. Hermin,
B. 1998.
Pengembangan Strategi
Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw Pada Pengajaran Fisika Di SMU
. Tesis tidak dipublikasikan.Pendidikan
Matematika Konsentrasi Sains Program Pascasarjana : IKIP
Surabaya. Hibbard, K. 1994. Performance Assesment in the
Classroom. New York : Mc Graw Hill.
Ibrahim, M.
2008. Assesmen
Berkelanjutan. Surabaya:Unesa Univesity Press.
Ibrahim dan Nur. 2008. Pengajaran Berdasarkan Masalah
. Surabaya: Universitas Negeri Surabaya. Nasution. 2010. Didaktik Asas-Asas Mengajar. Jakarta:
Bumi Aksara. Nur. 2008. Asesmen Autentik. Surabaya:Universitas
Negeri Surabaya. Nur.
2008. Model
Pembelajaran Masalah.
Surabaya:Universitas Negeri Surabaya. Sudjana, 2006. Metode Statistik. Bandung: PT Tarsito.
Suharsimi,A. 2010. Prosedur Penelitian. Jakarta: PT Rineka Cipta.
Suharsimi,A. 2010. Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan edisi Revisi. Jakarta : Bumi Aksara.
ISBN: 978-602-72071-1-0
ANALISIS MISKONSEPSI SISWA SMP PADA SUB POKOK BAHASAN MASSA DAN BERAT BENDA
Nurul Hidayah Al Mubarokah
1
Yuliana Ni Putu Purniawati
2
Tri Lestari
3
1, 2, 3
S2 Pendidikan Sains Pascasarjana Universitas Negeri Surabaya Email: hidayahn00gmail.com
ABSTRAK
Dalam penelitian ini dilakukan kepada siswa kelas IX SMP Al Fatah Driyorejo yang mengalami miskonsepsi pada sub materi massa dan berat benda, dengan potensi miskonsepsi perbedaan massa dan
berat, pengertian massa dan berat, alat ukur berat, dan pengaruh percepatan gravitasi bumi terhadap suatu benda. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi miskonsepsi siswa pada sub materi massa
dan berat benda . Selain itu bertujuan untuk mendiskripsikan cara meminimalisir miskonsepsi yang terjadi pada siswa SMP sub materi massa dan berat benda. Analisis pada penelitian ini mengunakan
CRI. Sampel yang digunakan adalah kelas IX dengan jumlah 20 siswa. Jumlah soal yang digunakan dalam penelitian ini adalah 10 soal. Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, siswa mengalami
miskonsepsi 20 tentang pengertian massa dan berat, 10 tentang alat ukur berat, dan 30 tentang pengaruh percepatan gravitasi bumi terhadap suatu benda. Cara meminimalisir miskonsepsi yaitu
penerapan pembelajaran dengan strategi konflik kognitif dan melakukan kegiatan praktikum. Kata Kunci:
CRI, Miskonsepsi, Massa dan Berat .
ABSTRACT
In this research, the students of class IX SMP Al Fatah Driyorejo who have misconceptions on the sub matter mass and weight of the object, with the potential misconceptions difference in mass and weight,
the sense of mass and weight, the weight measuring devices, and the influence of the Earths gravitational acceleration of an object. This study aims to identify misconceptions students in sub
matter mass and weight of the object. In addition it aims to describe how to minimize misconceptions that occur in the sub junior high school students the material mass and weight of the object. Analysis of
this research is using the CRI. The sample was used a class IX with a number of 20 students. Number of questions used in this study was10 questions. Based on research that has been done, 20 of students
experiencing misconceptions about the understanding of mass and weight, 10 of the weight measuring devices, and 30 of the influence of Earths gravitational acceleration of an object. To
minimize of misconception is using the application of learning strategies cognitive conflict and doing lab activities.
Keywords:
CRI, Misconceptions, Mass and Weight
ISBN: 978-602-72071-1-0
PENDAHULUAN
Salah satu pelajaran yang terdapat konsep dan perhitungan matematis yaitu mata pelajaran fisika. Fisika
merupakan salah satu cabang IPA yang mendasari perkembangan teknologi maju dan konsep hidup
harmonis dengan alam yang perlu mendapatkan perhatian tersendiri. Belajar fisika bukan hanya belajar berhadapan
dengan teori, rumus atau dengan menghafal saja melainkan harus berbuat sesuatu, mengalami dan
memecahkan persoalan dengan segala aspek yang berkaitan dengannya Depdiknas, 2006.
Menurut Suparno 2013 proses pembelajaran fisika yang benar haruslah mengembangkan perubahan konsep.
Baik perubahan dalam bentuk perluasan konsep, maupun mengubah konsep yang salah menjadi benar, sehingga
dapat menerapkan konsep tersebut untuk memecahkan masalah. Oleh karena itu pemahaman konsep merupakan
suatu hal yang paling menentukan terhadap ketercapaian tujuan pembelajaran fisika.
Sering ditemukan bahwa siswa yang mengikuti kegiatan pembelajaran belum menunjukkan hasil belajar
yang optimal. Saat diberi tes terkadang siswa mendapatkan nilai yang kurang memuaskan. Dugaan
yang dapat dikemukaan adalah siswa tersebut belum memahami konsep dengan baik atau mempunyai konsepsi
yang tidak sesuai dengan konsep sebenarnya. Menurut Van Den Berg 1991 siswa tidak memasuki pelajaran
dengan kepala kosong yang dapat diisi dengan pengetahuan. Tetapi sebaliknya kepala siswa sudah penuh
dengan pengalaman dan pengetahuan yang berhubungan dengan pelajaran yang diajarkan.
Apa yang diajarkan oleh guru hendaknya dipahami sepenuhnya
oleh siswa.
Siswa sendiri
yang mengkontruksikan pengetahuan dan konsep-konsep yang
telah disepakati oleh para ahli, tidak menutup kemungkinan siswa akan memiliki pemahaman yang
salah dalam mengkontruksi. Keadaan seperti ini biasanya disebut dengan miskonsepsi. Ibrahim 2012 menyatakan
bahwa miskonsepsi timbul karena kesalahan pemahaman seseorang terhadap suatu konsep.
Konsep awal biasanya didapatkan sewaktu berada di sekolah dasar, sekolah menengah, dari pengalaman dan
pengamatan di masyarakat atau dalam kehidupan sehari- hari. Yang paling diutamakan dalam pengajaran sehari-
hari adalah konsep. Misal, konsep tentang massa dan berat yang campur aduk. Karena dalam kehidupan sehari-
hari saat membeli beras dalam kg, maka dikatakan bahwa berat beras adalah 10 kg. Padahal, sebenarnya yang benar
adalah massa berat itu 10 kg, atau berat beras itu 10 Newton.
Wandersee, Mintzes, dan Novak 1994, menjelaskan bahwa konsep alternatif terjadi dalam semua bidang
fisika. Dari 700 studi mengenai konsep alternatif bidang fisika, ada 300 yang meneliti tentang miskonsepsi dalam
mekanika; 159 tentang listrik; 70 tentang panas, optik dan sifat-sifat materi; 35 tentang bumi dan antariksa; serta 10
studi mengenai fisika modern.
Salah Satu alternatif yang dapat digunakan untuk menganalisis miskonsepsi siswa adalah teknik Certainty
of Response Index CRI yang dikembangkan oleh Hasan.
CRI adalah salah satu cara untuk membedakan antara siswa yang mengalami miskonsepsi dengan yang
kekurangan pengetahuan. Pada CRI siswa memberikan tingkat kepastian dalam memanfaatkan pengetahuan
konsep, hukum atau prinsip dalam menjawab suatu soal. Dari paparan penjelasan tersebut maka perlu diteliti
tentang sejauh mana miskonsepsi yang terjadi pada siswa SMP sub materi massa dan berat benda.
Tujuan dari
penelitian ini
adalah untuk
mengidentifikasi miskonsepsi siswa pada sub materi massa dan berat benda. Selain itu bertujuan untuk
mendiskripsikan cara meminimalisir miskonsepsi yang terjadi pada siswa SMP sub materi massa dan berat benda.
Berdasarkan penjabaran di atas, maka dilakukan
penelitian dengan judul “Analisis Miskonsepsi Siswa SMP Sub Pokok Bahasan Massa dan Berat Benda”
PEMBAHASAN
Pengidentifikasikan miskonsepsi secara individu dimaksudkan untuk mengetahui persentase siswa yang
mengalami miskonsepsi pada sejumlah konsep yang diberikan. Perhitungan persentase tersebut diperoleh dari :
= Jumlah siswa yang miskonsepsiJumlah total siswa x 100
CRI merupakan teknik untuk mengukur miskonsepsi seseorang dengan cara mengukur tingakat keyakinan atau
kepastian seseorang dalam menjawab setiap pertanyaan yang diberikan. Metode CRI dikembangkan oleh Saleem
Hasan. CRI biasanya berdasarkan pada suatu skala yang tetap. Dalam hal ini skala yang digunakan adalah skala 0-
5 sebagai berikut :
Tabel 1. Keterangan Skala CRI 0-5
Sumber: Hasan, 1999
Skala Tingkat Keyakinan
Keterangan
Totally guessed
answer Jawaban 100
menebak 1
Almost guess Jawaban mengandung
tebakan 75-99
2 Not sure
Jawaban mengandung
tebakan 50-74
3 Sure
Jawaban mengandung
tebakan 25-49
4 Almost certain
Jawaban mengandung
tebakan 1-24
5 Certain
Jawaban tidak ada unsur menebak sama sekali
ISBN: 978-602-72071-1-0
Nilai CRI yang diperoleh kemudian digolongkan untuk membedakan antara tahu konsep, tidak tahu
konsep atau miskonsepsi. Siswa yang menjawab benar maupun salah dengan menyatakan tingkat keyakinan 0-2
digolongkan sebagai siswa yang tidak tahu konsep, siswa yang menjawab benar dengan tingkat keyakinan jawaban
3-5 digolongkan tahu konsep, sedang siswa yang menjawab salah dengan tingkat keyakinan 3-5
digolongkan miskonsepsi. Hasil yang diperoleh dari tes pelacakan dianalisis secara individu Tabel 2 berikut
menunjukkan empat kemungkinan untuk jawaban dari tiap siswa secara kelompok.
Tabel 2. Ketentuan Kombinasi CRI Rendah dan Tinggi
Sumber: Hasan, 1999
Analisis Potensi terjadinya Miskonsepsi.
Banyak siswa mempunyai pemahaman bahwa massa dan berat merupakan hal yang sama. Konsep ini didapat
dari pengalaman dan pengamatan di masyarakat dalam kehidupan sehari-hari. Karena dalam kehidupan sehari-
hari saat membeli beras dalam kg, maka dikatakan bahwa berat beras adalah 10 kg. Padahal, sebenarnya yang benar
adalah massa beras itu 10 kg, atau berat beras itu 10 Newton. Berdasarkan hal tersebut maka perlu diketahui
sejauh mana miskonsepsi yang terjadi pada siswa. Untuk mengetahuinya maka dilakukan pemberian tes dengan 10
soal yang berpotensi terjadinya miskonsepsi.
No Indikato
r Soal
No Soal Analisis
1 Membed
akan massa
dan berat 1
Jika siswa
me pengetahuan awal
penjelasan diatas, siswa akan berang
bahwa massa dan adalah sama.
2 Menjelas
kan pengertia
n massa dan berat
2 Jika
siswa mengetahui
memahami peng
massa dengan baik benar maka dapat
miskonsepsi. Kemungkinan siswa
memilih jawaban C
3 Jika
siswa mengetahui
memahami peng
berat dengan baik benar maka dapat
miskonsepsi. Kemungkinan siswa
memilih jawaban B atau
4 Soal ini merupakan
satu aplikasi konsep berat. Pada soal
kemungkinan langsung memilih ja
berat. Jika siswa m jawaban berat maka
miskonsepsi pada tersebut.
3 Menentu
kan alat ukur
berat
5 Jika siswa berang
massa dan berat sama
maka mentukan alat uk
juga sama. Kemun siswa
akan m
jawaban neraca ohau neraca dua lengan.
4 Mengana
lisis pengaruh
percepata n
gravitasi 6
Siswa mungkin
menjawab dari soal sampai 9. Berdasar
konsepnya dimana keberadaan suatu
maka
benda ter
7 8
Kriteria jawaban
CRI rendah 2,5
CRI tinggi 2,5
Jawaban benar
Jawaban benar tapi
CRI rendah berarti
tidak tahu konsep
lucky guess
Jawaban benar dan CRI tinggi
berarti
menguasai konsep dengan
baik
salah
ISBN: 978-602-72071-1-0
No Indikator Soal No
Soal Persentase
Miskonsepsi
1 Membedakan
massa dan
berat 1
40
2 Menjelaskan
pengertian massa
dan berat
2 45
3 80
4 80
Tabel 3. Analisis Analisis Soal Berpotensi TerjadinyMiskonsepsi
Soal terdiagnosis miskonsepsi.
Setelah 10 soal diuji coba pada 20 siswa SMP Al Fatah, maka terdapat soal yang terdiagnosis sebagai
miskonsepsi. Adapun soal yang terdiagnosis miskonsepsi sebagai berikut :
Tabel 4. Soal Terdiagnosis Miskonsepsi
Berdasarkan pada Tabel 4 tersebut, hampir semua soal terdiagnosis miskonsepsi. Soal yang terdiagnosis
miskonsepsi yaitu soal no 3, 4, 5, 6, 8, dan 9. Persentase 3
Menentukan alat
ukur berat
5 Jika
siswa beranggapan
massa dan berat adalah sama maka dalam mentukan alat
ukurnya juga
sama. Kemungkinan siswa akan
memilih jawaban
neraca ohaus atau neraca dua lengan.
4 Menganalisis
pengaruh percepatan
gravitasi bumi
terhadap suatu benda
6 Siswa
mungkin salah
menjawab dari soal no 6 sampai
9. Berdasarkan
konsepnya dimana
pun keberadaan
suatu benda,
maka benda
tersebut memiliki massa yang sama.
Sedangkan berat bergantung dari tempatnya, semakin jauh
dari pusat
bumi maka
beratnya semakin kecil. 7
8
9
10 Besarnya percepatan gravitasi
bumi di kutub lebih besar daripada
dikhatulistiwa sehingga berat benda di kutub
lebih besar
daripada dikhatulistiwa. Jika siswa
tidak memahami hubungan percepatan gravitasi bumi
dengan suatu benda, maka kemungkinan siswa akan
memilih jawaban benda 4 atau benda 1.
ISBN: 978-602-72071-1-0
miskonsepsi tertinggi terdapat di soal no 3 dan 4 yaitu sebesar 80. Pada soal no 3 timbul miskonsepsi pada
siswa dikarenakan siswa belum paham betul tentang pengertian antara massa dengan berat. Terkadang siswa
terbalik dalam mengartikannya. Sedangkan soal no 4, miskonsepsi terjadi karena hal ini sering terjadi di
kehidupan sehari-hari seperti halnya penjelasan pada pendahuluan. Dari gambar soal no 4 tersebut yang
terukur bukan berat bayi namun massa bayi. Hasil Uji Coba
Adapun hasil uji coba 10 soal miskonsepsi pada 20 siswa SMP yang telah dilakukan sebagai berikut :
Tabel 5. Persentase siswa Lucky Guess, tahu konsep TK, tidak tahu konsep TTK, dan miskonsepsi
MIS pada tes diagnosis miskonsepsi
Gambar 1. Grafik 1 Visualisasi Tabel 5 Berdasarkan dari Tabel 5 dan Grafik 1 dapat diketahui
bahwa: 1. Berdasarkan
analisis CRI
secara individu,
miskonsepsi yang dialami siswa bervariasi. 2. Persentase miskonsepsi ditunjukkan oleh jawaban
salah siswa dengan tingkat keyakinan yang tinggi di mana lebih dari 2,5 angka batas tinggi dan rendah
tingkat keyakinan, yaitu tingkat keyakinan yang dipilih antara 3-5.
3. Pada soal no 3 dengan indikator menjelaskan
pengertian massa dan berat memiliki persentase miskonsepsi sebesar 80, menunjukkan bahwa
miskonsepsi siswa terjadi pada 16 siswa dari 20 siswa. Siswa beranggapan bahwa berat merupakan
banyaknya zat yang terkandung dalam suatu benda. Alasan siswa adalah massa sama dengan berat.
4. Pada soal no 4 dengan indikator menjelaskan pengertian massa dan berat memiliki persentase
miskonsepsi sebesar 80, menunjukkan bahwa miskonsepsi siswa terjadi pada 16 siswa dari 20
siswa. Siswa beranggapan bahwa angka yang ditunjukkan pada gambar merupakan berat bayi
tersebut padahal yang ditunjukkan adalah massa bayi tersebut. Terjadinya miskonsepsi siswa karena konsep
awal yang tertanam pada siswa yaitu berat akibat dari pengalaman kehidupan sehari-hari.
5. Pada soal no 5 dengan indikator menentukan alat ukur berat memiliki persentase miskonsepsi sebesar 55,
menunjukkan bahwa miskonsepsi siswa terjadi pada 11 siswa dari 20 siswa. Ini disebabkan kebanyakan
konsep awal siswa yang beranggapan bahwa massa sama dengan berat sehingga untuk menentukan alat
ukurnya terkadang siswa beranggapan sama yaitu massa dan berat sama-sma diukur dengan neraca yang
sama, misal neraca ohaus atau neraca dua lengan.
6. Pada soal no 6, 8 dan 9 dengan indikator menganalisis pengaruh percepatan gravitasi bumi terhadap suatu
benda memiliki persentase miskonsepsi yang sama sebesar 50, menunjukkan bahwa miskonsepsi siswa
terjadi pada 10 siswa dari 20 siswa. Hal ini dikarenakan pembahaman konsep siswa yang
terbalik. Siswa beranggapan bahwa semakin jauh benda dari permukaan bumi, beratnya tidak berkurang
atau tetap. Ini salah satu akibat dari siswa yang kurang mampu membedakan antara massa dengan
berat.
Usulan Upaya Meminimalisir terjadinya miskonsepsi Adapun cara yang mungkin dapat mengatasi miskonsepsi
adalah sebagai berikut : 1. Menerapkan pembelajaran dengan strategi konflik
kognitif. Alasan miskonsepsi cocok dengan strategi konflik kognitif yaitu memperhatikan prakonsepsi
siswa, menanamkan konsep dengan benar dan menghapus miskonsepsi secara efektif. Hal ini
didasari dari hasil penelitain Mosik 2010 menyatakan bahwa penggunaan strategi konflik
kognitif dalam pembelajaran suhu dan kalor secara signifikan dapat meningkatkan pemahaman konsep
No Indikator
Soal No
Soal
Persentase Lucky
Guess
TTK TK
MIS
1 Membed
akan massa
dan berat
1 5
55 40
2 Menjelas
kan pengerti
an massa dan
berat 2
10 45
45 3
20 80
4 5
15 80
3 Menentu
kan alat ukur
berat 5
5 40
55
Mengan alisis
pengaru h
percepat an
gravitasi bumi
terhadap suatu
benda 6
5 10
35 50
7 5
5 45
45 8
10 10
30 50
9 30
20 50
10 25
10 45
20
ISBN: 978-602-72071-1-0
fisika, kemampuan berpikir kritis, dan menurunkan miskonsepsi.
2. Melakukan kegiatan praktikum. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan Arida Pratiwi 2013
bahwa miskonsepsi mampu direduksi melalui pembelajaran dengan praktikum sederhana.
PENUTUP Simpulan
Berdasarkan hasil uji coba dan pembahasan dapat disimpulkan sebagai beriku:
1. Soal yang terdiagnosis terjadi miskonsepsi adalah
soal no 3, 4, 5, 6, 8, dan 9. Persentase pada soal tersebut sebesar 20 tentang pengertian massa dan
berat, 10 tentang alat ukur berat, dan 30 tentang pengaruh percepatan gravitasi bumi terhadap suatu
benda. Hal ini terjadi karena adanya kesalahan pada konsepsi awal siswa yang kemungkinan disebakan
oleh guru yang mengajar, buku bahan ajar, kemampuan siswa atau minat belajar siswa rendah.
2. Cara meminimalisir miskonsepsi yaitu menerapan pembelajaran dengan strategi konflik kognitif dan
melakukan kegiatan praktikum.
DAFTAR PUSTAKA Depdiknas.2006. Kurikulum . Jakarta : Depdiknas.
Hasan, Bagayokon dan Kelley. 1999. Misconception
and the Certainty of Response Index CRI. Haris, Venny. 2013. Identifikasi Miskonsepsi Materi
Mekanika Mneggunakan Certainy of Response Index CRI.
Jurnal Ta’dib. Volume 16 No 1. Haryono, Henny Ekawati. 2014. Reduksi Miskonsepsi
Materi Kalor Melalui Model Pembelajaran Kooperatif TGT Dengan Strategi Konflik
Kognitif. Tesis tidak dipublikasikan. Universitas Negeri Surabaya.
Kartono, Agus. 2007. Seribu Pena Fisika. Bandung: Erlangga.
Mosik, M. P. 2010. “Usaha Mengurangi Terjadinya Miskonsepsi Fisika Melalui Pembelajaran dengan
Pendekatan Konflik
Kognitif”. Jurnal
Pendidikan Indonesia . Juli 2010. Pp. 98-103.
Pratiwi, Arida. 2013. “Pembelajaran dengan Praktikum
Sederhana untuk Mereduksi Miskonsepsi Siswa pada Materi Fluida Statis di Kelas XI SMA
Negeri 2 Tuban ”. Jurnal Inovasi Pendidikan
Fisika Vol. 02 No. 03. Pp. 117-120.
Suparno, Paul. 2013. Miskonsepsi Perubahan Konsep dalam Pendidikan Fisika
. Jakarta: PT Grasindo.
Tayubi, Yuyu R. 2005. Identifikasi Miskonsepsi Pada Konsep-Konsep Menggunakan Certainy of
Response Index CRI. Jurnal Universitas Pendidikan Indonesia.
3XXIV2005. Tim Penyusun. 2013. IPA Terpadu Bahan Ajar Untuk
SMPMTs. Surabaya: PT Je Pe Press Media
Utama Jawa Pos Group Van Den Berg, Euwe. 1991. Miskonsepsi Fisika dan
Remediasi. Salatiga: Universitas kristen Satya
Wacana UKSW Wandersee, Mintzes, Novak. 1994. “Research on
Alternative Conception in Science”. Handbook of Research on Science Teaching and Learning
, eds. Dorothy L. Gabel, hal. 177-210. New York:
Macmillan Publishing Company
ISBN: 978-602-72071-1-0
REPLIKASI PRAKTIMUM MODEL PEER DALAM MATA KULIAH FISIKA DASAR UNTUK MELATIHKAN
SCIENTIFIC SKILLS DI FMIPA UNESA
Rudy Kustijono
Jurusan Fisika FMIPA Universitas Negeri Surabaya Email: rudyunesagmail.com
ABSTRAK
Telah dilakukan penelitian replikasi praktikum model PEER dalam mata kuliah fisika dasar untuk melatihkan scientific skills
mahasiswa di FMIPA Unesa. PEER adalah akronim dari Planning, Experiment, Evaluate, dan Reporting
. Tujuan penelitian adalah mereplikasi praktikum model PEER pada prodi pendidikan fisika, pendidikan kimia, dan pendidikan biologi untuk mengetahui kepraktisan dan efektivitasnya dalam lingkup
yang lebih luas. Kepraktisan ditinjau dari keterlaksanaan dan kendala, sedangkan efektivitas ditinjau dari pengembangan scientific skills dan pemahaman konsep praktikum fisika dasar mahasiswa yang menggunakan
praktikum model PEER dibandingkan yang menggunakan praktikum konvensional. Jenis penelitian adalah eksperimen dengan desain the randomized posttest-only control group dengan replikasi. Nilai kinerja
mahasiswa dari masing-masing kelompok eksperimen dan kelompok kontrol digunakan sebagai nilai postes. Hasil penelitian menyimpulkan: 1 Semua dosen pembimbing praktikum fisika dasar menyatakan bahwa
praktikum model PEER dapat dilaksanakan dengan baik tanpa ditemukan kendala yang berarti, 2 Rata-rata Scientific skills mahasiswa praktikum model PEER memberikan hasil yang lebih baik dibandingkan
praktikum konvensional, 3 Rata-rata pemahaman konsep praktikum fisika dasar mahasiswa yang praktikum model PEER- memberikan hasil yang lebih baik dibandingkan kelompok yang praktikum konvensional, 4
Semua mahasiswa menyatakan bahwa praktikum model PEER efektif dapat melatihkan scientific skills mahasiswa.
Kata Kunci:
Planning, Experiment, Evaluate, Reporting, Scientific Skills.
ABSTRACT
A practicum replication research has been conducted by using PEER model in Basic Physics subject to train scientific skills of students in the Faculty of Natural Sciences, Unesa. PEER is an acronym for Planning,
Experiment, Evaluate, and Reporting. The research objective is to replicate the PEER model in Physics Education, Chemistry Education, and Biology Education Departments to determine the practicality and
effectiveness in a broader scope. Practicality here is in terms of feasibility and constraints, while the effectiveness is in terms of the development of scientific skills and understanding of the concepts of Basic
Physics in the practicum by using PEER model compared with the conventional one. The type of research is experimental research by using randomized posttest-only control group with replication. The Student
performance scores of each experimental group and the control group are used as post-test scores. The study concluded: 1 All lecturers of Basic Physics subject states that PEER model can be performed well without
significant constraint, 2 The average Scientific skills of students by using PEER model gives better results than conventional model, 3
The students‟ average of basic concept understanding in Basic Physics by using PEER model gives better result than conventional group, 4 All students claim that PEER model can
effectively train scientific skills of students. Keywords:
Planning, Experiment, Evaluate, Reporting, Scientific Skills.
PENDAHULUAN
Fisika merupakan salah satu cabang sains yang mempelajari sifat fenomena benda-benda di alam. Fisika
dapat memberikan pelajaran yang baik kepada manusia agar
hidup selaras
berdasarkan hukum
alam. Pembelajaran fisika seharusnya dapat digunakan sebagai
wahana menumbuhkan kemampuan berpikir yang berguna untuk memecahkan masalah di dalam kehidupan
sehari-hari. Pembelajaran fisika idealnya dilaksanakan secara inkuiri ilmiah untuk menumbuhkan kemampuan
berpikir, bekerja
dan bersikap
ilmiah serta
berkomunikasi. Dalam kaitannya dengan bidang sains termasuk fisika, seorang ilmuwan tidak terlepas dari
keterampilan ilmiah scientific skills, yaitu kemampuan
ISBN: 978-602-72071-1-0
yang berhubungan dengan produk ilmiah, proses ilmiah, dan sikap ilmiah. Istilah keterampilan ilmiah digunakan
untuk menyatakan prosedur, proses, dan metode paling penting yang digunakan para ilmuwan ketika mereka
mengkonstruksi sains dan ketika menye-lesaikan persoalan-persoalan eksperimental Etkina, 2006. Istilah
keterampilan ilmiah digunakan sebagai penyempurna istilah keterampilan proses sains, untuk menegaskan
bahwa keterampilan ini bukan merupakan keterampilan yang otomatis semata, tetapi lebih merupakan proses
yang diperlukan untuk mengkonstruksi sains dan menyelesaikan persoalan-persoalan eksperimental.
Praktikum adalah bagian dari pengajaran yang bertujuan agar siswa mendapat kesempatan untuk
menguji dan melaksanakan dalam keadaan nyata apa yang diperoleh dalam teori kamus besar. com. Kegiatan
praktikum mempunyai tiga fungsi yaitu latihan, umpan balik, dan memperbaiki motivasi.
Dalam praktikum fisika dasar mahasiswa memerlukan keterampilan mengolah ingformasi dan keterampilan
psikomotorik hard skills yang memadai dan dilakukan melalui proses yang menuntut sikap ilmiah seperti jujur,
bekerja sama, dan terbuka. Sikap ilmiah yang dikembangkan tersebut adalah atribut-atribut dari
keterampilan lunak soft skills sehingga penerapannya dapat diperluas lebih umum. Dalam praktikum fisika
dasar, mahasiswa dilatih agar mampu melakukan prosedur ilmiah menganalisis problema, mengum-
pulkan informasi, menyusun hipotesis, merenca-nakan eksperimen, menarik kesimpulan, dan mempresentasikan
hasil eksperimen dan dilatih pula untuk bersikap ilmiah jujur, bekerja sama, dan terbuka.
Penelitian terhadap potensi kecerdasan yang dimiliki mahasiswa dalam praktikum fisika dasar di FMIPA
Unesa menunjukkan bahwa terdapat indikator perilaku kurang dari mahasiswa Kustijono, 2011. Di samping
itu, keterampilan proses sains dasar dan terpadu mahasiswa menunjukkan kategori kurang pada semua
keterampilan dasar dan terpadu khususnya pada keterampilan
dalam merumuskan
hipotesis dan
menafsirkan data Kustijono, 2012. Persepsi mahasiswa dan guru terhadap keterampilan ilmiah di SMA juga
menunjukkan bahwa pengembangan keterampilan ilmiah siswa dalam pembelajaran fisika di SMA selama ini
secara umum masih belum maksimal Kustijono, 2013.
Kegiatan praktikum dalam mata kuliah fisika dasar pada dasarnya mempunyai prosedur dan persyaratan yang
sama dengan penyelidikan eksperimen. Dalam kegiatan tersebut keterampilan berpikir ilmiah, berproses ilmiah,
dan bersikap ilmiah dilatihkan secara serentak. Suatu penyelidikan
eksperimen setidaknya
menuntut mahasiswa mampu merencanakan penyelidikan, mampu
melaksanakan eksperimen, mampu mengevaluasi dengan berpikir kritis dan bernalar ilmiah, dan mampu
melaporkan kegiatan penyelidikan secara tertulis dan lisan. Perencanaan planing diperlukan agar mahasiswa
tidak melakukan coba dan salah trial and error. Eksperimen eksperiment diperlukan untuk melatih
mahasiswa melaksanakan eksperimen sesuai yang direncanakan,
sistematis, dan
mengembangkan keterampilan proses sains. Evaluasi evaluate diperlukan
untuk melatih mahasiswa agar dapat mengembangkan keterampilan berpikir kritis, dan bernalar ilmiah ketika
mentransfer hasil dari eksperimen untuk situasi yang baru. Pelaporan reporting diperlukan untuk melatih
mahasiswa agar dapat melaporkan kegiatan penyelidikan yang dilakukan selama praktikum secara tertulis dan lisan
yang terpadu dengan baik, ilmiah, dan bertanggung jawab.
Model dalam pembelajaran adalah set strategi yang mengacu pada pendekatan tertentu yang mencakup
tujuan, teori yang mendukung, sintaks, lingkungan dan sistem pengelolaan dalam pembelajaran. Praktikum
model PEER yang dikembangkan oleh penulis adalah praktikum yang didasarkan pada beberapa pemikiran.
Dasar pemikiran pertama adalah bahwa praktikum merupakan kegiatan penyelidikan. Hasil penelitian Abd-
El-Khalick dkk 2004 menemukan bahwa di banyak Negara guru sains mengembangkan pengajaran dengan
metode ilmiah, berpikir kritis, sikap ilmiah, pendekatan pemecahan masalah, metode penemuan discovery, dan
metode penyelidikan inquri. Menurut Bell 2008, kegiatan hands-on dan latihan di laboratorium benar-
benar penting agar siswa dapat melakukan penyelidikan seperti yang para ilmuwan melakukannya. Banyak
penelitian yang menunjukkan bahwa pembelajaran berbasis inquiri dapat membantu siswa menjadi lebih
kreatif, lebih positif, dan lebih mandiri. Satu diantaranya adalah Alberta Learning 2004 yang menunjukkan
bahwa pembelajaran berbasis inquiri dapat meningkatkan prestasi siswa. Brickman dkk 2009 menemukan bahwa
ada peningkatan yang lebih besar pada pemahaman sains dan
keterampilan penyelidikan
siswa ketika
menggunakan panduan laboratorium berbasis inquiri. Mereka juga menemukan bahwa siswa-siswa yang
terlibat dalam pembelajaran berbasis inquiri memperoleh kepercayaan diri ketika mengembangkan kemampuan
ilmiah. Hasil Penelitian Akinoglu 2008 tentang penilaian proses penerapan tugas berbasis inquri dalam
pendidikan sains menunjukkan bahwa metode yang paling banyak digunakan dalam sains dan teknologi
adalah eksperimen. Lane 2007 menyatakan bahwa guru tidak boleh melebih-lebihkan pengalaman siswa, oleh
karena itu guru harus merencanakan pembelajaran dengan baik, karena tingkat pengalaman mereka akan
menentukan jumlah struktur dan pemodelan yang dikembangkan. Berdasarkan beberapa hasil penelitian
terkait inquiri tersebut, peneliti berpandangan bahwa kegiatan praktikum fisika dasar haruslah berbasis
penyelidikan inquiri. Oleh karena itu, model yang dikembangkan peneliti banyak terinspirasi dari model
inquiri tersebut.
Dasar pemikiran ke dua adalah bahwa praktikum fisika dasar merupakan kegiatan yang melatihkan
keterampilan proses sains. Untuk mempersiapkan sumber daya manusia abad 21, pembelajaran harus mengacu pada
“the four pillars of education” dari UNESCO learning to know, learning to do, learning to be, learning to life
together , yang menurut De Vito 1989 model pembe-
lajaran yang diperlukan adalah yang memungkinkan
ISBN: 978-602-72071-1-0
terbuda-yakannya kecakapan
berpikir ilmiah,
terkembang- kannya “sense of inqury” dan kemampuan
berpikir kreatif siswa. Joice Weil 1996 menekankan bahwa model pembelajaran yang diperlukan adalah yang
mampu menghasilkan kemampuan untuk belajar, bukan saja diperoleh sejumlah penge-tahuan, keterampilan, dan
sikap saja, tetapi yang lebih penting adalah bagaimana pengetahuan, keterampilan, dan sikap itu diperoleh siswa.
Beyer 1991 menawarkan model pembelajaran berbasis keterampilan proses sains yaitu model pembelajaran yang
mengintegrasikan keterampilan proses sains ke dalam sistem penyajian materi secara terpadu. Carin dan Sund
1989 menekankan perlunya model pembelajaran yang dapat membantu siswa belajar untuk belajar
“learn to learn”, membantu siswa memperoleh pengetahuan
dengan cara menemu-kannya sendiri. Houston 1988 menjelaskan bahwa pembelajaran berbasis keterampilan
proses sains menekankan pada kemampuan siswa dalam menemukan sendiri
“discover” pengetahuan yang didasarkan atas pengalaman belajar, hukum-hukum,
prinsip-prinsip dan
generalisasi, sehingga
lebih memberikan
kesempatan bagi
berkembangnya keterampilan berpikir tingkat tinggi. Valentino 2000
menjelaskan bahwa pengalaman ilmiah yang perlu diberikan dan dikembangkan kepada siswa adalah
keterampilan proses sains, keterampilan berpikir kritis, dan keterampilan penalaran ilmiah. Berdasarkan
beberapa penjelasan terkait keterampilan proses sains tersebut, peneliti berpandangan bahwa pada praktikum
fisika dasar harus melatihkan keterampilan proses sains dan keterampilan berpikir kritis.
Dasar pemikiran ke tiga adalah praktikum merupakan kegiatan penyelidikan yang dapat mengembangkan
keterampilan ilmiah scientific skills secara maksimal. Pembelajaran fisika seharusnya dapat digunakan sebagai
wahana menumbuhkan kemampuan berpikir yang berguna untuk memecahkan masalah di dalam kehidupan
sehari-hari. Pembelajaran fisika idealnya dilaksa-nakan secara inkuiri ilmiah untuk menumbuhkan kemampuan
berpikir,
bekerja dan
bersikap ilmiah
serta berkomunikasi. Dalam kaitannya dengan bidang sains
termasuk fisika, keteram-pilan ilmiah menjadi sesuatu yang mutlak harus dimiliki oleh seorang ilmuwan
scientist. Keterampilan ilmiah adalah kemampuan yang berhubungan dengan produk ilmiah, proses ilmiah, dan
sikap ilmiah, yang terbingkai oleh hakikat sains. Collette
dan Chiappetta 1994 menyatakan bahwa “sains pada hakikat-nya merupakan sebuah kumpulan pengetahuan
“a body of knowledge”, cara atau jalan berpikir “a way of thinking
”, dan cara untuk penyelidikan “a way of investigating
”. Dasar pemikiran ke empat adalah bahwa praktikum
merupakan kegiatan penyelidikan yang bertujuan dan dite-tapkan terutama berdasarkan fungsinya yaitu latihan,
umpan balik, dan memperbaiki motivasi mahasiswa. Sebagai fungsi latihan, menurut Utomo dan Rujkes
1991 praktikum dapat dimanfaatkan untuk melatihkan tiga ranah kemampuan kognitif, afektif, dan psikomotor
secara serentak. Keterampilan ilmiah dalam praktikum fisika dasar adalah kemampuan melakukan prosedur
ilmiah dan kepemilikan sikap ilmiah dalam praktikum fisika dasar memerlukan keterampilan pengetahuan dan
keterampilan psikomotorik hard skills yang memadai dan dilakukan melalui proses yang menuntut sikap ilmiah
dari mahasiswa seperti jujur, bekerja sama, dan terbuka. Atribut-atribut yang dikembangkan dalam sikap ilmiah
tersebut sama dengan atribut-atribut dari keterampilan lunak soft skills sehingga penerapannya dapat diperluas
lebih umum. Dalam praktikum fisika dasar, seharusnya mahasiswa dilatih agar mampu melakukan prosedur
ilmiah
menganalisis problema,
mengumpulkan informasi, menyusun hipotesis, merencanakan percobaan,
menarik kesim-pulan, dan mempresentasikan hasil perco- baan dan dilatih pula untuk bersikap ilmiah jujur,
bekerja sama, dan terbuka. Peneliti berpandangan bahwa keterampilan ilmiah scientific skills dapat diperoleh
maksimal jika hard skills dan soft skills dalam praktikum fisika dasar dapat dilatihkan secara terpadu. Hard skills
dan soft skills dalam praktikum sebenarnya juga saling berkait. Satu contoh, seorang mahasiswa yang sedang
melakukan percobaan listrik dapat merangkai alat-alat percobaan dengan benar hard skills jika mahasiswa
tersebut melakukannya secara cermat dan teliti soft skills
. Contoh lain, data percobaan yang dituliskan mahasiswa dengan jujur soft skills sekalipun hasil
tersebut tidak sesuai dengan teori akan mendorong mahasiswa mengembangkan kemampuan menganalisis
hasil yang diperolehnya tersebut mengarah pada pemecahan masalah hard skills.
Dasar pemikiran ke lima adalah bahwa model-model pembelajaran
sains khususnya
fisika kurang
memberikan kesempatan kepada siswa untuk dapat mengembangkan soft skills. Tirta 2009 menjelaskan
bahwa saat ini pendidik hanya mengurusi aspek hard skills
, masalah afektif soft skills terabaikan, dan pendekatan pembelajaran jarang mendorong tumbuhnya
soft skills . Model pembelajaran yang ada misalnya
inquiry Alberta Learning, 2004; Brickman, 2009; Donham, 2001; Akinoglu, 2008; dll, keterampilan
proses Bell,2008; Beyer, 1991; Carin Sund, 1989; Valentino, 2000; dll belum melibatkan secara khusus
aspek sikap sebagai sasaran pembe-lajaran. Beberapa Sainstist telah ada yang berusaha mengamati dampak
pembe-lajaran terhadap aspek sikap misalnya Chain Evan 1990 yang mengamati aspek pengembangan diri
siswa, namun itu dilakukan sebagai dampak samping saja dari kegiatan pembelajaran dan bukan bagian yang
integral dari pembelajaran.
Istilah PEER adalah akronim dari Planning, E
xperiment
, Evaluate, dan Reporting, yang bermakna
sejawat, karena pada model praktikum tersebut memberi kesempatan kepada mahasiswa untuk saling berbagi
memberikan apresiasi, saran, dan masukan tentang hasil praktikum yang telah dilakukannya. Di samping itu juga
menggambarkan urutan fase dalam menerapkan praktikum model tersebut.
Kemampuan-kemampuan yang dilatihkan dalam praktikum model PEER dapat disajikan seperti Tabel 1
sebagai berikut:
ISBN: 978-602-72071-1-0
Tabel 1. Kemampuan Dalam Praktikum Model PEER
Fase Atribut
Planing H
Retrieving, classifying, making question identifying and controling variables, and
making hypotheses
S
Curiosity and persistence
Experiment H
Meausuring and infering
S
Honesty , carefully, collaboration, and dicipline
Evaluate H
Analyzing and synthesizing
S
Decision making and responsibility
Reporting H
Expressing Ideas
S
Comunication and open-mindedness
Urutan fase sintaks dalam praktikum model PEER dan pembelajaran yang dikembangkan adalah seperti
Tabel 2 sebagai berikut: Tabel 2. Sintaks dalam Praktikum Model PEER
Fase Kegiatan Pembelajaran
Fase 1 Planing
Fase pertama dimulai dengan pengajartutor memberikan masalah kepada
mahasiswa tentang satu topik, selanjutnya dibentuk kelompok-kelompok mahasiswa
dan masing-masing kelompok diberi kesempatan untuk menggali informasi,
mengklasifikasi, membuat pertanyaan tentang objek yang akan diselidiki,
mengidentifikasi dan mengontrol variabel, dan merumuskan hipotesis. Di samping itu,
dalam fase tersebut mahasiswa dilatih untuk mengembangkan rasa ingin tahu dan
uletgigih dalam mencari jawaban.
Fase 2 Experiment
Fase ke dua pengajartutor memfasilitasi masing-masing kelompok untuk
melakukan penyelidikan dengan: melakukan pengukuran dan menguraikan
inferensi peristiwa berdasarkan pengamatan dan data. Di samping itu,
dalam fase tersebut mahasiswa dilatih untuk jujur, cermat, kerjasama, dan
disiplin.
Fase 3 Evaluate
Fase ke tiga pengajartutor memfasilitasi semua mahasiswa untuk berpikir kritis dan
bernalar ilmiah dengan melakukan analisis dan sintesis. Dalam fase tersebut
mahasiswa juga dilatih untuk
mengambil keputusan dan
tanggung jawab.
Fase 4
Fase ke empat pengajartutor memberikan Reporting
kesempatan pada mahasiswa untuk mengekspresikan gagasan melalui karya
tulis dan mempresentasikannya. Dalam fase tersebut mahasiswa juga dilatih
komunikatif dan terbuka.
Praktikum model PEER tersebut telah diujicoba secara terbatas pada mahasiswa Fsika 2014 FMIPA
Unesa dengan hasil sebagai berikut Kustijono, 2015: 1. 100 dosen pembimbing praktikum fisika dasar
menyatakan bahwa praktikum model PEER dapat dilaksanakan dengan baik tanpa ditemukan kendala
yang berarti. 2. Rata-rata Scientific skills mahasiswa dari tiap-tiap
topik antara praktikum model PEER dengan praktikum konvensional menunjukkan perbedaan
yang sangat berarti, dan praktikum model PEER memberikan hasil yang lebih baik dibandingkan
praktikum konvensional.
3. 99 mahasiswa menyatakan bahwa praktikum PEER- Model
efektif dapat melatihkan hard skills, soft skills, dan scientific skills mahasiswa.
Berdasarkan hasil penelitian tersebut, penulis melakukan replikasi yang bertujuan mengetahui
kepraktisan dan efektivitas praktikum model PEER untuk kalangan yang lebih luas. Kepraktisan ditinjau dari
keterlaksanaan dan kendala, sedangkan efektivitas ditinjau dari pengembangan scientific skills, dan
pemahaman konsep praktikum mahasiswa dibandingkan menggunakan praktikum konvensional.
METODE PENELITIAN
Jenis penelitian adalah eksperimen dengan desain the randomized posttest-only control group
dengan replikasi. Penelitian ini melibatkan dua kelompok, yang terhadap
keduanya dilakukan
random. Satu
kelompok menggunakan praktikum model PEER, sedangkan
kelompok lainnya
menggunakan praktikum
konvensional. Penelitian tersebut dilakukan replikasi untuk tiga topik praktikum yang berbeda peneraan
termometer, tetapan pegas, dan massa jenis zat cair. Selanjutnya, nilai kinerja mahasiswa dari masing-masing
kelompok digunakan sebagai nilai postes. Dalam penelitian ini menggunakan 3 pasangan kelompok dari 3
prodi yang berbeda di FMIPA Unesa. Desain penelitian adalah seperti Tabel 3 sebagai berikut:
Tabel 3. Desain Penelitian Prodi
Topik Kelompok
Random Perlakuan Postes
Pendidikan Fisika
1 Eksperimen
R X
1
O
1
Kontrol R
O
1
2 Eksperimen
R X
2
O
2
Kontrol R
O
2
3 Eksperimen
R X
3
O
3
Kontrol R
O
3
Pendidikan Kimia
1 Eksperimen
R X
1
O
1
Kontrol R
O
1
2 Eksperimen
R X
2
O
2
Kontrol R
O
2
ISBN: 978-602-72071-1-0
3 Eksperimen
R X
3
O
3
Kontrol R
O
3
Pendidikan Biologi
1 Eksperimen
R X
1
O
1
Kontrol R
O
1
2 Eksperimen
R X
2
O
2
Kontrol R
O
2
3 Eksperimen
R X
3
O
3
Kontrol R
O
3
Keterangan: R = random dari individu kelompok
X = menyatakan adanya perlakuan O = pengukuran variable terikat
Teknik sampling yang digunakan adalah cluster sampling
yaitu teknik pengambilan sampel rumpun yang merupakan kelompok individu-individu yang tersedia
dalam populasi Suryabrata, 1998. Dalam penelitian ini, setiap jurusanprodi masing-masing diambil dua kelas
pendidikan, selanjutnya dua kelas dari setiap prodi tersebut dibagi dalam dua bagian, yang satu ditetapkan
sebagai kelas eksperimen, dan yang lain ditetapkan sebagai kelas kontrol. Subyek dan sampel penelitian
adalah dosen pembimbing praktikum fisika dasar berjumlah 3 orang dan mahasiswa di FMIPA Unesa yaitu
dari kelas Pendidikan Fisika PFA dan PFB, kelas Pendidikan Kimia PKA dan PKB, dan kelas Pendidikan
Biologi PBA dan PBB masing-masing berjumlah 30 orang.
Teknik pengambilan data menggunakan angket, wawancara, dan observasi. Instrumen yang digunakan
adalah angket dosen, angket mahasiswa, instrumen uji pemahaman dasar keterampilan proses sains, lembar
penilaian kinerja mahasiswa, dan instrumen uji pemahaman konsep praktikum fisika dasar.
Setelah pelakasanaan praktikum selesai untuk semua topik, baik kelompok eksperimen model PEER maupun
kelompok kontrol model konvensional kemudian diuji dengan instrumen uji pemahaman konsep praktikum
fisika dasar untuk mengetahui apakah ada perbedaan yang berarti antara kedua kelompok tersebut. Uji
pemahaman ini adalah untuk mengetahui seberapa pemahaman konsep praktikum mahasiswa setelah
melakukan kegiatan praktikum.
Homogenitas sampel diukur dari pemahaman dasar keterampilan proses sains dari mahasiswa. Normalitas
data menggunakan uji
2
, sedangkan homogenitas data menggunakan uji Fisher F. Data angket dosen dan
angket mahasiswa diolah dengan menghitung persentase tiap butir pertanyaan yang diajukan. Nilai kinerja
mahasiswa ketika praktikum model PEER dibandingkan dengan nilai kinerja mahasiswa ketika praktikum
konvensional menggunakan uji-t. Demikian pula perbandingan pemahaman konsep praktikum fisika dasar
dari kelompok eksperimen dan kelompok control juga menggunakan uji-t
HASIL DAN PEMBAHASAN Keterlaksanaan dan Kendala
Keterlaksanaan dan kendala ditinjau dari bagaimana praktikum model PEER dapat dilak-sanakan oleh dosen
pembimbing dan seberapa besar kendala yang dihadapi. Data diperoleh dari angket dan wawancara yang
diberikan kepada 3 orang dosen pembimbing. Indikator kinerja mahasiswa yang digunakan adalah seperti Tabel 4
sebagai berikut:
Tabel 4. Indikator Keterlaksanaan
No. Indikator
1 menggali dan mengeksplorasi informasi
2 mengelompokkan objek atau peristiwa
menurut sifatnya 3
membuat pertanyaan tentang objek yang akan diselidiki
4 mengidentifikasi dan memilih variabel
manipulasikonstan 5
mengusulkan penjelasan hubungan antar variabel
6 mengembangkan keingintahuan terhadap
sesuatu terkait gejala 7
mengembangkan sikap tidak mudah putus asa dan kemauan keras
8 melakukan pengukuran menggunakan alat
ukur yang sesuai 9
menguraikan peristiwa berdasarkan pengamatan dan data
10 mengembangkan sikap jujur dalam
melaporkan hasil yang diperoleh 11
mengembangkan sikap tepat dan teliti 12
mengembangkan sikap kerjasama 13
mengembangkan sikap disiplin waktu dan taat dengan aturan yang berlaku
14 mengidentifikasi unsur-unsur atau
hubungan antar unsur-unsur 15
menggunakan penalaran deduktif untuk menarik serentak unsur kunci
16 mengembangkan
pendekatan sistematis dalam mengambil keputusan
17 mengembangkan sikap tanggung jawab
18 menyampaikan gagasan untuk konteks
dunia nyata 19
menyampaikan gagasan dan pendapat secara sistematis, jelas, dan lugas
20 mengembangkan sikap tidak memaksakan
gagasan dan dapat menghargai gagasan orang lain
Seluruh 100 dosen pembimbing praktikum menyatakan bahwa praktikum model PEER dapat
dilaksanakan berdasar indikator kinerja mahasiswa yang telah ditetapkan tersebut tanpa kendala yang berarti.
ISBN: 978-602-72071-1-0
Homogenitas Kemampuan Mahasiswa
Untuk mengetahui homogenitas sampel yang digunakan, mahasiswa dari 2 kelas dari pendidikan fisika
PFA dan PFB, 2 kelas dari pendidikan kimia PKA dan PKB, dan 2 kelas dari pendidikan biologi PBA dan
PBB diberi uji pemahaman dasar keterampilan proses sains. Sebelum diuji homogenitasnya, nilai yang
diperoleh dari masing-masing kelas diukur normalitasnya menggunakan uji
2
. Hasil uji yang diperoleh dengan 5 sebagai berikut:
Tabel 5. Hasil Uji Normalitas Data Prodi
Kelas
2 hitung
2 tabel
Distribusi
Pendidikan Fisika
PFA 7,15
42,557 Normal
PFB 14,95
42,557 Normal
Pendidikan Kimia
PKA 2,00
42,557 Normal
PKB 12,50
42,557 Normal
Pendidikan Biologi
PBA 7,85
42,557 Normal
PBB 13,25
42,557 Normal
Berdasarkan Tabel 5 di atas, diketahui bahwa semua kelas yang digunakan sebagai sampel dalam penelitian
ini berdistribusi normal. Selanjutnya homogenitas dari pasangan data dari masing-masing prodi diuji
homegenitasnya menggunakan uji F. Hasil uji homogenitas data menggunakan uji F dengan
adalah seperti Tabel 6 sebagai berikut:
Tabel 6. Hasil Uji Homogenitas Data Prodi
Kela s
2
F
hitun g
F
tabe l
Homogenita s
Pendidika n Fisika
PFA 61,
1 1,10
2,41 homogen
PFB 67,
5 Pendidika
n Kimia PKA
32, 6
2,13 2,41
homogen PKB
69, 4
Pendidika n Biologi
PBA 58,
8 1,52
2,41 homogen
PBB 38,
7 Berdasarkan Tabel 6 di atas, diketahui bahwa semua
pasangan kelas dari masing-masing prodi yang digunakan sebagai sampel dalam penelitian ini adalah homogen.
Berdasarkan hasil uji normalitas dan homogenitas sampel yang digunakan tersebut, berarti sampel sudah dapat
digunakan untuk menguji scientific skills dari kelompok eksperimen dan kelompok kontrol. Penetapan kelompok
eksperimen dan kelompok kontrol didasarkan pada hasil undian walaupun dapat menetapkan yang mana saja
karena hasil pengujian data adalah homogen dengan hasil seperti Tabel 7 sebagai berikut:
Tabel 7. Penetapan Kelompok Eksperimen dan Kontrol
Prodi Kelas
Kelompok
Pendidikan Fisika
PFA Eksperimen
PFB Kontrol
Pendidikan Kimia
PKA Eksperimen
PKB Kontrol
Pendidikan Biologi
PBB Eksperimen
PBA Kontrol
Scientific Skills
Nilai scientific skills diperoleh dari mengamati kinerja siswa ketika melaksanakan praktikum menggunakan
instrumen penilaian seperti gambar 1 pada lampiran: Nilai rerata scientific skills dari praktikum model
PEER dibandingkan dengan nilai rerata scientific skills
dari praktikum konvensional untuk mengetahui apakah ada perbedaan hasil antara keduanya. Disamping itu juga
untuk mengetahui apakah nilai scientific skills dari praktikum model PEER lebih baik dibandingkan dengan
praktikum konvensional. Pengujian menggunakan uji-t dua sisi dengan
-tiap topik dari masing-masing prodi menghasilkan data
seperti tabel
8 sebagai
berikut: Tabel 8. Pengujian Scientific Skills
Prodi Topik
Nilai Rerata X Variansi
2
Uji t PEER-
Model Konven-
sional PEER-
Model Konven-
sional
t t
Pendidikan Fisika
1 93,20
73,13 1,68
24,88 21,195 2,045
2 91,87
74,60 10,46
30,66 13,394 2,045
3 93,27
74,43 3,10
26,60 21,207 2,045
Pendidikan Kimia
1 88,23
71,30 4,53
15,18 19,997 2,045
2 89,80
75,87 6,10
12,12 15,921 2,045
3 89,67
76,53 8,99
2,74 21,342 2,045
Pendidikan Biologi
1 84,83
72,57 12,01
6,05 16,183 2,045
2 85,07
73,93 15,44
19,65 9,305
2,045 3
85,50 75,73
8,88 9,93
12,521 2,045 Berdasarkan tabel 8, dapat diketahui bahwa nilai
scientific skills dari praktikum model PEER berbeda
secara berarti significan dibandingkan praktikum konvensional karena dari penerapan praktikum pada
semua topik dari semua prodi menghasilkan nilai t perhitungan yang lebih besar dari nilai t
o
kritis. Di samping itu, dapat diketahui pula bahwa semua nilai
rerata scientific skills praktikum model PEER lebih besar dengan nilai variansi yang lebih kecil dibandingkan nilai
rerata dan variansi praktikum konvensional. Hasil ini menunjukkan bahwa praktikum model PEER melatihkan
scientific skills
mahasiswa lebih baik dibandingkan praktikum kon-vensional.
Pemahaman Konsep Praktikum Fisika Dasar
ISBN: 978-602-72071-1-0
Nilai uji pemahaman konsep dari kedua kelompok eksperimen dan kelompok kontrol selanjutnya diban-
dingkan menggunakan uji t. Pengujian menggunakan uji- t dua sisi dengan
- masing prodi menghasilkan data seperti Tabel 9 sebagai
berikut: Tabel 9. Uji pemahaman Konsep Praktikum
Prodi Nilai Rerata
X Variansi
2
Uji t PEE
R- Mod
el Konve
n- sional
PEE R-
Mod el
Konve n-
sional
t t
Pendidi kan
Fisika 74,0
65,8 36,5
2 53,13
5,4 10
2,0 45
Pendidi kan
Kimia 68,6
63,2 38,3
2 52,10
3,4 95
2,0 45
Pendidi kan
Biologi 65,6
61,9 13,4
9 25,54
3,0 00
2,0 45
Berdasarkan tabel 9, dapat diketahui bahwa nilai pemahaman konsep praktikum fisika dasar dari kelompok
eksperimen berbeda
secara berarti
significan dibandingkan kelompok kontrol karena dari semua prodi
menghasilkan nilai t perhitungan yang lebih besar dari nilai t
o
kritis. Di samping itu, dapat diketahui pula bahwa semua nilai rerata pemahaman konsep praktikum
fisika dasar kelompok eksperimen lebih besar dengan nilai variansi yang lebih kecil dibandingkan nilai rerata
dan variansi kelompok kontrol. Hasil ini menunjukkan bahwa pemahaman konsep praktikum fisika dasar
mahasiswa
kelompok eksperimen
lebih baik
dibandingkan mahasiswa kelompok kontrol. Respon Terhadap Praktikum Model PEER
Efektivitas praktikum model PEER dapat diketahui berdasarkan pandangan dosen pembimbing dan
pandangan mahasiswa terhadap seberapa besar praktikum model PEER dapat melatihkan hard skills, soft skills, dan
scientific skills . Kuisioner yang telah diberikan kepada
dosen pembimbing dan mahasiswa untuk menyatakan persetujuan atau ketidaksetujuannya terhadap praktikum
model PEER dengan indikator seperti diuraikan pada tabel 10 sebagai berikut:
Tabel 10. Indikator Efektivitas
No. Indikator
1 memberikan kesempatan kepada mahasiswa
menggali dan mengeksplorasi informasi untuk menghubungkan konsep-konsep terkait yang
memfokus pada penyelidikan
2 memberikan kesempatan kepada mahasiswa
mengelompokkan objek atau peristiwa menurut sifatnya
3 memberikan kesempatan kepada mahasiswa
membuat pertanyaan tentang objek yang akan diselidiki
4 memberikan kesempatan kepada mahasiswa
mengidentifikasi variabel-variabel dalam suatu situasi, memilih variabel yang akan dimanipulasi
dan variabel yang tetap konstan 5
memberikan kesempatan kepada mahasiswa mengusulkan penjelasan hubungan antara satu
variabel dengan variabel lainnya berdasarkan pengamatan atau data
6 memberikan kesempatan kepada mahasiswa
mengembangkan keingintahuan terhadap sesuatu yang terkait dengan gejala atau peristiwa
7 memberikan kesempatan kepada mahasiswa
mengembangkan sikap tidak mudah putus asa dan disertai kemauan keras dan berusaha untuk
mencapai tujuan
8 memberikan kesempatan kepada mahasiswa
melakukan pengukuran menggunakan alat ukur yang sesuai untuk menggambarkan secara
kuantitatif menggunakan satuan pengukuran baku
9 memberikan kesempatan kepada mahasiswa
menguraikan peristiwa berdasarkan pengamatan dan data, termasuk hubungan sebab dan akibat
antara peristiwa satu dengan peristiwa lainnya
10 memberikan kesempatan kepada mahasiswa
mengembangkan sikap melaporkan hasil yang diperoleh sesuai dengan kondisi sebenarnya
11 memberikan kesempatan kepada mahasiswa
mengembangkan sikap melaksanakan segala sesuatu dengan tepat dan teliti
12 memberikan kesempatan kepada mahasiswa
mengembangkan sikap berperan aktif dalam keterampilan dan keberhasilan kelompok
13 memberikan kesempatan kepada mahasiswa
mengembangkan sikap mengelola waktu sesuai alokasi yang disediakan, dan taat dengan aturan
yang berlaku
14 memberikan kesempatan kepada mahasiswa
mempelajari sesuatu untuk mengidentifikasi unsur-unsur atau hubungan antar unsur-unsur
15 memberikan kesempatan kepada mahasiswa
menggunakan penalaran deduktif untuk menarik serentak unsur-unsur kunci
16 memberikan kesempatan kepada mahasiswa
mengembangkan pendekatan sistematis terhadap
hakikat alternatif mengambil tindakan yang menurut perhitungan merupakan tindakan yang
paling tepat. 17
memberikan kesempatan kepada mahasiswa menyadari konsekuensi yang harus ditanggung
sebagai akibat perbuatan yang telah dilakukan 18
memberikan kesempatan kepada mahasiswa menyampaikan gagasan terkait hasil penyelidikan
yang diperoleh untuk konteks dunia nyata 19
memberikan kesempatan kepada mahasiswa menyampaikan gagasan dan pendapat secara
sistematis, jelas, dan lugas, yang dapat membangun interaksi dua arah dengan pendengar
20 memberikan kesempatan kepada mahasiswa
mengembangkan sikap tidak memaksakan gagasanpendapat sendiri dan dapat menghargai
gagasanpendapat orang lain
Hasil yang diperoleh menunjukkan semua dosen pembimbing dan seluruh mahasiswa menyatakan
ISBN: 978-602-72071-1-0
persetujuannya bahwa praktikum model PEER efektif dapat melatihkan hard skills, soft skills, dan scientific
skills mahasiswa. Hasil tersebut bersesuaian dengan nilai
kinerja yang diperoleh mahasiswa. Berdasarkan uraian di atas, sehingga dapat diketahui bahwa praktikum model
PEER efektif melatihkan scientific skills mahasiswa.
PENUTUP Simpulan
Berdasarkan data dan pembahasan yang telah diuraian di atas, dapat disimpulkan bahwa:
1. Semua dosen pembimbing praktikum fisika dasar menyatakan bahwa praktikum model PEER dapat
dilaksanakan dengan baik tanpa ditemukan kendala yang berarti.
2. Rata-rata Scientific skills mahasiswa dari 3 topik praktikum berbeda dan 3 prodi berbeda antara
praktikum model
PEER dengan
praktikum konvensional menunjukkan perbedaan yang sangat
berarti, dan praktikum model PEER memberikan hasil yang lebih baik dibandingkan praktikum
konvensional.
3. Rata-rata pemahaman konsep praktikum fisika dasar mahasiswa dari 3 prodi berbeda antara kelompok
eksperimen praktikum model PEER dengan kelompok
kontrol praktikum
konvensional menunjukkan perbedaan yang sangat berarti, dan
kelompok yang praktikum model PEER- memberikan hasil yang lebih baik dibandingkan kelompok yang
praktikum praktikum konvensional.
4. Semua mahasiswa menyatakan bahwa praktikum model PEER efektif dapat melatihkan hard skills, soft
skills , dan scientific skills mahasiswa.
Saran
Disarankan kepada peneliti lain yang berminat pada kegiatan praktikum fisika dasar, penilaian terkait dengan
aspek keterampilan dan sikap perlu mendapatkan perhatian lebih mendalam. Penilaian aspek keterampilan
dan sikap pada kegiatan praktikum menjadi kurang fokus ketika jumlah mahasiswa yang dinilai terlalu banyak.
Oleh karena itu perlu diteliti berapa jumlah maksimal mahasiswa yang boleh dinilai, agar hasil penilaian
maksimal.
DAFTAR PUSTAKA Abd-El-Khalick F., Boujaoude S., dkk. 2004. Inquiry in
Science Education: International Perspectives .
Wiley Periodicals, Inc. Akinoglu O. 2008. Assessment of The Inquiry-Based
Project Implementation Processs in Science Education Upon Student’s Point of Views.
International Journal of Instruction. January 2008 Vol.1, No.1. ISSN: 1694-609X.
Alberta, Learning. 2004. Learning and Teaching Resources Branch. Focus on inquiry: a tea-
cher’s guide to implementing inquiry-based learning
. Alberta, Canada. Bell R.L. 2008. Teaching the nature of Science through
Process Skills-Activities for Grades 3-8 ,
Boston: Pearson, Education, Inc. Beyer, Barry K. 1991. Teaching Thinking Skill: A
Handbook for Elementary School Teachers. New York, USA: Allyn Bacon.
Brickman P., Gormally C., Armstrong N., Hallar B., 2009, Effects of Inquiry-based Learning on
Students’ Science Literacy Skills and Confidence
. International Journal for the Scholarship of Teaching and Learning Vol. 3,
No. 2 July 2009 ISSN 1931-4744 Georgia Southern University.
Carin, Arthur A and Robert B. Sund. 1989. Teaching Science Through Discovery.
Columbus, Ohio: Merril Publishing Company.
Chain, Sandra E and Jack M. Evan. 1990. Sciencing: An Involvement Approach to Elementary
Science Methods. Columbus, Ohio: Merril
Publishing Company. Collete, Chiappetta. 1994. Science Instruction in The
Middle and Secondery Scholls , New York :
Macmillan Publishing Co. De Vito, Alfred. 1989. Creative Wellsprings for Science
Teaching . West Lafayette, Indiana: Creative
Venture. Donham, J. 2001. The importance of a model. In J.
Donham, K. Bishop, C. C. Kuhlthau, D. Oberg Eds., Inquiry-based learning: Lessons
from Library Power. Worthington, OH:
Linworth. Etkina, E., Heuvelen, A. V., White-Brahmia, S.,
Brookes, D. T., Gentile, M., Murthy, S., Rosengrant, D., and Warren, A., 2006,
Scientific abilities and their assessment ,
Fhysical Review Special Topics-Physics Education Research 2, 020103 2006.
Houston, W. Robert., et all. 1988. Touch the Future Teach
. St. Paul, MN: West Publishing Company.
Joice, Bruce and Marsha Weil. 1996. Model of Teaching
. Boston: Allyn and Bacon. Kustijono R. 2011. Potensi Kecerdasan Komprehensif
Mahasiswa Pendidikan Fisika Dan Pendidikan Sains Unesa Dalam Praktikum Fisika Dasar
, Prosiding Seminar Nasional FMIPA Unesa
2011, ISBN: 978-979-028-480-7. Kustijono R.2012. Keterampilan Proses Sains dalam
Praktikum Fisika Dasar di Jurusan Fisika FMIPA Unesa
, Prosiding Seminar Nasional Sains Program Pascasarjana Unesa 2012,
ISBN: 978-979-028-534-7. Kustijono R. 2013. Keterampilan Ilmiah Siswa Dalam
Pembelajaran Fisika Di SMA , Prosiding
Seminar Nasional Fisika Unesa 2013, ISBN: 978-979-028-528-6.
Kustijono R. 2015. Penerapan Praktikum PEER-Model Dalam Mata Kuliah Fisika Dasar Untuk
Melatihkan Scientific Skills Mahasiswa Prodi Fisika Unesa,
Prosiding Seminar Nasional Fisika dan Pembelajarannya UM 2015, ISBN:
978-602-71273-1-9.
ISBN: 978-602-72071-1-0
Lane, Jill L. 2007. Inquiry Based Learning. Schreyer Institute for Teaching Excellence. Penn State
University Park; Suryabrata, 1998, Metodologi Penelitian, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta.
Utomo, Rujkes1991. Peningkatan dan pengembangan Pendidikan
, Jakarta : Gramedia. Valentino, Catherine. 2000. Developing Science Skills,
Houghton Mifflin Company
ISBN: 978-602-72071-1-0
PEMBELAJARAN FISIKA MELALUI FACEBOOK UNTUK MELATIHKAN KETERAMPILAN BERPIKIR KRITIS DI
JURUSAN MULTIMEDIA SMKN 12 SURABAYA
Elok Wiwin Herowati Mas’udah
SMK Negeri 12 Surabaya E-mail: buelokgmail.com
ABSTRAK
Telah dilakukan penelitian pengembangan pembelajaran fisika melalui facebook yang dapat melatihkan keterampilan berpikir kritis di Jurusan Multimedia SMK Negeri 12 Surabaya. Penelitian tersebut dilakukan
untuk mencari satu alternatif pembelajaran fisika efektif yang menggunakan teknologi informasi dan komunikasi TIK. Di samping itu adalah menjadi pendorong agar tren penggunaan facebook khususnya
oleh kalangan pelajar dapat diberdayakan untuk penggunaan yang lebih bermanfaat. Jenis penelitian yang dilakukan adalah Penelitian dan Pengembangan atau Research and Development RD, dengan langkah
penelitian studi pendahuluan, pengembangan produk dan ujicoba produk. Pokok bahasan penelitian adalah materi yang berhubungan dengan fisika dan aplikasinya, sedangkan ujicoba terbatas diterapkan pada siswa
siswa SMK Negeri 12 Surabaya Jurusan Multimedia pada semester gasal tahun akademik 2015-2016. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pembelajaran melalui facebook dapat digunakan untuk melatihkan
keterampilan berpikir kritis siswa analyzing
≥ 80, synthesizing ≥ 70, evaluating ≥ 75, applying ≥ 90, generating ideas
≥ 85, expressing ideas ≥ 80, dan Solving Problems ≥ 62.
Kata Kunci: facebook, keterampilan, berpikir, kritis.
ABSTRACT
A developmental research has been conducted on the Physics learning process through Facebook that can train critical thinking skills at the Department of Multimedia, SMK Negeri 12 Surabaya. The study was
conducted to find an alternative Physics learning which is effective by using information and communication technology ICT. In addition, it can be the supporting reasons of the use of Facebook, especially by the
students, which is more useful. The type of research is the Research and Development, with the following steps: preliminary study research, product development and product testing. The subject matter of research
is related to Physics and its applications, while the limited test is applied to students of Multimedia Department of SMK Negeri 12 Surabaya in odd semester of academic year 2015-2016. The results show that
learning through Facebook can be used to train critical thinking skills of stud
ents analyzing ≥ 80, synthesizing ≥ 70, evaluating ≥ 75, applying ≥ 90, generating ideas ≥ 85, expressing ideas ≥ 80,
and Solving Problems ≥ 62. Keywords:
Facebook, Critical Thinking Skills, Multimedia.
PENDAHULUAN
Para peramal masa depan futurist mengatakan abad 21 sebagai abad pengetahuan, karena pengetahuan akan
menjadi landasan utama segala aspek kehidupan Trilling dan Hood, 1999. Pada tahun 2007, The National
Academies menyelenggarakan lokakarya hasil penelitian yang terkait dengan keterampilan masa depan. Hasil
lokakarya tersebut menyimpulkan bahwa setidaknya diperlukan lima keterampilan yang secara luas diperlukan
di berbagai pekerjaan, yaitu: adaptability, complex communicationssocial
skills , non-routine problem
solving , self-managementself-development, dan systems
thinking Ruiz dan Primo, 2009. Untuk mengantisipasi
abad 21, model pembelajaran yang diperlukan adalah yang
memungkinkan terbudayakannya
kecakapan berpikir ilmiah, terkembangkannya “sense of inquiry”
dan kemampuan berpikir kreatif siswa De Vito, 1989. Dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia
Nomor 19 Tahun 2005 Tentang Standar Nasional Pendidikan pasal 26 ayat 3 disebutkan bahwa tujuan
Sekolah Menengah
Kejuruan SMK
adalah meningkatkan kecerdasan, pengetahuan, akhlak mulia,
keterampilan untuk hidup mandiri dan mengikuti pendidikan lebih lanjut sesuai dengan kejuruannya.
ISBN: 978-602-72071-1-0
Pembelajaran fisika di SMK adalah pelajaran pendukung adaptif. Pembelajaran tersebut disinyalir kurang
mendapat perhatian siswa
karena siswa
lebih memperhatikan mata pelajaran produktif. Menurut
Permendiknas Nomor 23 Tahun 2006 butir 7 disebutkan bahwa salah satu standar kompetensi lulusan di SMK
yaitu menunjukkan kemampuan berpikir logis, kritis, kreatif, dan inovatif dalam pengambilan keputusan.
Untuk memenuhi standar kompetensi lulusan tersebut guru dapat menerapkan berbagai metode dan pendekatan
pembelajaran.
Satu upaya
untuk mensinergikan
pembelajaran fisika dengan bidang produktif jurusan multimedia adalah memanfaatkan teknologi informasi
dan komunikasi TIK. Saat ini kita tidak akan asing dengan situs jejaring
sosial yang bernama facebook. Situs jejaring sosial yang dibuat Mark Zuckerberg ini telah mewabah jutaan
manusia di seluruh dunia. Banyak sekali manfaat dan kelebihan yang dimiliki facebook jika dibandingkan
dengan situs jejaring sosial lain disamping kelema- hannya. Salah satu kelebihan yang dimiliki facebook
adalah dapat digunakan untuk membangun komunitas. Dengan komunitas tersebut, kita dapat sharing dan
mencari solusi pemecahan tentang berbagai persoalan dengan sesama anggota komunitas. Sayangnya, jika kita
amati penggunaan facebook oleh pelajar di tanah air kompasiana.com, fasilitas facebook kerap digunakan
untuk sesuatu yang tidak bermanfaat atau hanya sekedar untuk bersenang-senang just for fun belaka. Suatu
keputusan yang sangat tidak tepat jika kita menyalahkan facebook, karena pada dasarnya teknologi itu bersifat
netral. Oleh karena itu, kita perlu mengajak para pelajar memanfaatkan facebook ini dengan cara yang lebih
positif.
Hasil penelitian
menunjukkan bahwa
pembelajaran melalui facebook dapat digunakan untuk melatihkan keterampilan proses sains dasar Kustijono,
2012. Proses belajar mengajar hakikatnya adalah proses
komunikasi, guru berperan sebagai pengantar pesan dan siswa sebagai penerima pesan. Pesan yang dikirimkan
oleh guru berupa materi yang dituangkan ke dalam simbol-simbol komunikasi baik verbal kata-kata dan
tulisan maupun nonverbal. Proses ini dinamakan encoding
. Penafsiran simbol-simbol komunikasi tersebut oleh siswa dinamakan decoding. Media adalah segala
sesuatu yang dapat digunakan untuk menyalurkan pesan dari pengirim pesan ke penerima sehingga dapat
merangsang fikiran, perasaan, perhatian, minat, dan perhatian siswa sedemikian rupa sehingga proses belajar
mengajar terjadi Sadiman, 2007. Media pembelajaran adalah bahan, alat atau teknik yang digunakan dalam
kegiatan belajar mengajar dengan maksud agar proses interaksi komunikasi edukasi antara guru dan siswa dapat
berlangsung secara tepat guna dan berdaya guna. Dengan media pembelajaran yang tepat, siswa diharapkan mampu
menangkap seluruh materi yang disampaikan secara jelas dan siswa dapat benar-benar memahami materi yang
disampaikan. Ketepatan dalam pemilihan media pembelajaran juga akan menambah keefektifan proses
pembelajaran, karena pemilihan media pembelajaran yang menarik dapat menimbulkan rasa ingin tahu yang
tinggi siswa dan hal ini akan mempermudah terjadinya proses pembelajaran itu sendiri. Media pembelajaran
yang menarik juga dapat menjadikan siswa lebih aktif dalam proses pembelajaran. Media pembelajaran juga
dapat digunakan untuk menjalin komunikasi antara guru dan siswa.
Fisika adalah ilmu yang mempelajari gejala alam yang tidak hidup atau materi dalam lingkup ruang dan
waktu. Para fisikawan atau ahli fisika mempelajari perilaku dan sifat materi dalam bidang yang sangat
beragam, mulai dari partikel submikroskopis yang membentuk segala materi fisika partikel hingga
perilaku materi alam semesta sebagai satu kesatuan kosmos id.wikipedia.org. Semua siswa SMK jurusan
multimedia setidaknya harus menguasai dasar-dasar fisika. Feynman 2010 berpendapat bahwa fisika dasar
adalah gagasan dasar yang timbul dari penerapan metode ilmiah yang menelaah gagasan yang paling mendasar
tentang sifat-sifat fisika. Fisika dasar membahas konsep- konsep dan prinsip-prinsip dasar fisika yang diperlukan
untuk belajar fisika lebih lanjut atau ilmu pengetahuan lainnya. Pembelajaran fisika mempelajari permasalahan
yang berkaitan dengan fenomena alam dan berbagai permasalahan dalam kehidupan sehari-hari. Fenomena
alam dapat ditinjau dari objek, persoalan, tema dan tempat kejadiannya.
Pembelajaran fisika di SMK bertujuan agar siswa dapat
memahami konsep-konsep
dasar fisika,
menerapkan konsep-konsep dasar fisika dalam pekerjaan di dunia kerja dan kehidupan sehari-hari, serta memiliki
wawasan intelektual dan bersikap ilmiah. Dalam pembelajaran fisika tersebut siswa juga dilatih dengan
proses berfikir ilmiah yaitu suatu proses berfikir yang logis, analitis, dan sistematis.
Berpikir thinking merupakan suatu kegiatan mental yang dialami seseorang bila mereka dihadapkan pada
suatu masalah atau situasi yang harus dipecahkan. Berpikir merupakan proses yang dinamis yang dapat
dilukiskan menurut proses atau jalannya. Proses berpikir itu pada pokoknya terdiri dari 3 langkah, yaitu
pembentukan pengertian, pembentukan pendapat, dan penarikan kesimpulan. Pandangan ini menunjukkan
bahwa jika seseorang dihadapkan pada suatu situasi, maka dalam berpikir, orang tersebut akan menyusun
hubungan antara bagian-bagian informasi yang direkam sebagai pengertian-pengertian. Kemudian orang tersebut
membentuk pendapat-pendapat yang sesuai dengan pengetahuannya. Setelah itu, ia akan membuat
kesimpulan yang digunakan untuk membahas atau mencari solusi dari situasi tersebut. \
Belajar pada dasarnya adalah melatih proses berpikir, oleh karenanya keterampilan berpikir harus dilatihkan
kepada siswa dalam proses pembelajaran. Keterampilan berpikir tersebut meliputi Glencoe, 1999: keterampilan
proses dasar dan keterampilan proses terpadu. Dalam memilih pendekatan pembelajaran yang tepat perlu
meninjau strategi belajar yang dipilih. Nurtjahjawilasa 2004 mengemukakan bahwa multimedia mempunyai
peranan semakin penting dalam pembelajaran. Banyak orang percaya bahwa multimedia akan dapat membawa
kita kepada situasi belajar dimana ”learning with effort”
ISBN: 978-602-72071-1-0
akan dapat digantikan dengan ”learning with fun”. Jadi proses pembelajaran yang menyenangkan, kreatif, tidak
membosankan menjadi pilihan para fasilitator. Menurut Hartono 2004, multimedia pembelajaran adalah segala
sesuatu yang digunakan untuk menyalurkan pesan pengetahuan, keterampilan, dan sikap, serta dapat
merangsang pikiran, perasaan, perhatian dan kemauan sehingga secara sengaja proses belajar terjadi, bertujuan,
dan terkendali. Dengan menggunakan facebook dalam pembelajaran fisika, siswa SMK jurusan multimedia
diharapkan dapat termotivasi belajar fisika dan dapat mengembangkan keterampilan berpikir secara maksimal.
Keterampilan yang juga dikembangkan dalam melakukan penyelidikan fisika adalah keterampilan
berpikir kritis critical thinking skills. Berpikir kritis adalah cara berpikir tentang subjek apapun, isi, atau
masalah di mana pemikir meningkatkan kualitas berpikirnya dengan terampil dalam menganalisis,
menilai, dan merekonstruksi. Berpikir kritis itu mengarahkan diri self-directed, disiplin diri self-
diciplined
, terpantau self-monitored, dan korektif self- corrective
. Berpikir
kritis merupakan
proses intelektualitas yang disiplin tentang keaktifan dan
keterampilan konseptualisasi,
penerapan, analisis,
sintesis, danatau mengevaluasi informasi yang diperoleh dari, atau dihasilkan oleh, pengamatan, pengalaman,
refleksi, penalaran, atau komunikasi, sebagai panduan untuk mempercayai dan melakukan. Berpikir kritis
didasarkan pada nilai-nilai intelektual universal yang melampaui bagian materi subjek: kejelasan, ketepatan,
presisi, konsistensi, relevansi, bukti, alasan-alasan, kedalaman materi, keluasan, dan keadilan. Berpikir kritis
memerlukan komunikasi yang efektif dan kemampuan pemecahan masalah, serta komitmen untuk mengatasi
egocentrism
dan sociocentrism
. Berpikir
kritis melibatkan berpikir dan bernalar logis yang mencakup
keterampilan seperti membandingkan, mengklasifikasi, mengurutkan, sebab
–akibat, mempolakan, membuat jaringan webbing, analogi, penalaran deduktif dan
induktif, meramal, merencanakan, membuat hipotesis, dan mengkritik. Kemampuan berpikir siswa untuk
membandingkan dua atau lebih informasi, misalkan informasi yang diterima dari luar dengan informasi yang
dimiliki. Bila terdapat perbedaan atau persamaan, maka ia akan mengajukan pertanyaan atau komentar dengan
tujuan untuk mendapatkan penjelasan. Keterampilan- keterampilan yang dikembangkan dalam berpikir kritis
adalah seperti tabel 1 berikut Valentino, 2000:
Tabel 1. Keterampilan-keterampilan berpikir kritis
No Deskripsi
1 Menganalisis Analyzing:
Mempelajari sesuatu untuk mengidentifikasi unsur-unsur atau hubungan antar unsur-unsur
2 Mensintesis Synthesizing:
Menggunakan penalaran deduktif untuk menarik serentak unsur-unsur kunci
3 Menilai Evaluating:
Meninjau dan menanggapi secara kritis bahan, prosedur, atau gagasan, dan menilai mereka dengan tujuan, standar, atau
kriteria lainnya 4
Menerapkan Applying: Menggunakan gagasan-gagasan, proses, atau keterampilan
dalam situasi baru
No Deskripsi
5 Membangkitkan Gagasan Generating Ideas:
Mengekspresikan pikiran yang mengungkapkan orisinalitas, spekulasi, imajinasi, sebuah perspektif pribadi, fleksibilitas
dalam berpikir, penemuan atau kreativitas. 6
Mengekspresikan Gagasan Expressing Ideas Menyajikan gagasan awal dan logis sambil menggunakan
bahasa yang sesuai bagi audien 7
Memecahkan masalah Solving Problems: Menggunakan keterampilan berpikir kritis untuk menemukan
pemecahan masalah
Seperti kita ketahui bersama bahwa perkembangan TIK Teknologi Informasi dan Komunikasi yang sangat
pesat membawa perubahan besar pada segala bidang termasuk
bidang pendidikan.
Hartono 2004
mengemukakan bahwa pemanfaatan TIK untuk meningkatkan mutu pendidikan dapat dilakukan dengan
berbagai cara, salah satunya adalah dalam pembelajaran. Proses pembelajaran dengan memanfaatkan TIK diyakini
akan mempermudah pemahaman materi pelajaran. Perkembangan TIK yang sangat pesat membawa
konsekuensi tentang pentingnya penyediaan sumber daya manusia SDM yang mampu memanfaatkan teknologi
tersebut. Pendidikan masa depan dituntut harus mampu melibatkan teknologi secara terpadu dalam pembelajaran.
Untuk memenuhi kebutuhan tersebut, mata pelajaran fisika di jurusan multimedia SMK harus dapat melatih
siswa agar mampu memahami dasar-dasar fisika melalui apresiasi hasil karya berbasis multimedia, dan mampu
menerapkan multimedia dalam pembelajaran fisika. Bagaimanapun siswa SMK, yang akan banyak
berhubungan dengan dunia industri, yang bersangkutan harus menguasai materi dasar-dasar fisika agar tidak
terjadi kesalahan konsep ketika memadukannya dengan bidang multimedia yang menjadi lingkup kerjanya sehari-
hari. Untuk itu, dalam mata pelajaran fisika siswa perlu dilatih pula keterampilan berpikir kritis tentang fisika dan
aplikasinya dalam kehidupan sehari-hari, agar siswa lebih termotivasi belajar fisika dengan lebih maksimal.\
Facebook adalah jejaring sosial yang perkem- bangannya sangat pesat di kalangan remaja dewasa ini.
Facebook menduduki rangking pertama sebagai jejaring sosial yang terlaris diantara jejaring-jejaring sosial
lainnya. Pengguna facebook di Indonesia mulai dari kalangan anak hingga dewasa. Tetapi sebagian besar
pengguna facebook adalah kalangan remaja. Begitu banyak kalangan remaja yang sudah menggunakan
jejaring sosial yang satu ini. Kemudahan yang didapatkan di facebook adalah daya tarik tersendiri bagi para remaja.
Hampir sebagian besar bahkan mungkin semua remaja di Indonesia memiliki akun facebook.
Penggunaan facebook sebagai media pembelajaran, terdapat kelebihan dan kekurangan. Di era globalisasi,
penggunaan facebook sebagai media pembelajaran menjadi sangat efektif, karena siswa akan tertarik dengan
penggunaan teknologi-teknologi
yang sedang
berkembang saat ini. Karena facebook saat ini menjadi jejaring sosial yang sangat digandrungi para remaja,
siswa akan sangat tertarik dengan materi yang disampaikan lewat facebook. Di samping itu, karena para
siswa sudah memiliki akun facebook dan sangat aktif dalam menggunakannya, maka akan memperlancar
ISBN: 978-602-72071-1-0
proses pembelajaran yang menggunakan facebook tersebut.
Namun dibalik kelebihan yang dimiliki, facebook juga memiliki kelemahan, salah satunya adalah
penggunaannya tidak dapat dikontrol. Siswa yang terlalu asyik menggunakan facebook dapat mengabaikan tugas
yang seharusnya diselesaikan dan malah asyik menggunakan facebook untuk hal-hal yang tidak penting
seperti mengupdate status, mengomentari status orang lain, chatting dengan orang lain di luar konteks materi,
dll. Di samping itu, kekurangan facebook adalah dapat membuat kita malas dengan tugas-tugas yang seharusnya
dikerjakan, karena facebook memiliki aplikasi-aplikasi yang sangat menarik. Facebook juga dapat menyebabkan
kurangnya sosialisasi dengan masyarakat. Hal ini yang membuat orang-orang di era globalisasi sekarang ini
lebih bersifat individual. Pemikiran mereka juga terkadang terlalu kritis tanpa melihat bagaimana keadaan
sosial orang lain. Dan dengan demikian akan menimbulkan kesenjangan sosial di masyarakat.
Facebook sebagai salah satu sarana yang ada di internet mempunyai berbagai macam aplikasi yang dapat
kita jadikan sebagai media pembelajaran. Selama ini facebook lebih banyak dipakai untuk sekedar bersenang-
senang, bersilaturrahim dengan teman, atau sekedar ajang narsis-narsisan
. Sampai saat ini, banyak pihak yang memandang facebook secara negatif. Mereka berpikir
bahwa keberadaan facebook dapat menurunkan kinerja pegawai. Ada juga yang mengatakan facebook itu
berbahaya karena dapat digunakan sebagai sarana pelecehan dan pencemaran nama baik dengan maraknya
group
- group “say-no-to”. Diluar sisi negatif itu,
facebook tetap memiliki banyak manfaat, jauh lebih banyak ketimbang mudharat-nya. Efek negatif itu
muncul hanya karena oknum-oknum tertentu yang tidak menggunakan teknologi sebagaimana mestinya. Fitur-
fitur dalam facebook yang dapat dipergunakan untuk pembelajaran
paling tidak
ada 9
yaitu smkneg2parepare.blogspot.com: Share, Quiz, Note,
Apps, Up Date Status, Forum, Up Load Photo, Pesan, Chatting.
Masing-masing fitur dalam facebook tersebut dapat dijelaskan sbb:
1. Facebook Share: Fitur ini dapat digunakan sebagai sarana untuk membantu pembelajaran. Siapapun
dapat men-share apapun tulisan singkat, link, gambar, video dsb ke semua teman-temannya.
Dengan fitur tersebut guru dapat mencari situs-situs atau gambar-gambar yang berhubungan dengan
pembelajaran, kemudian di share di facebook untuk seterusnya dapat diakses oleh siswa, sehingga siswa
mempunyai panduan dalam mencari materi di internet, dengan share ini guru dapat menugasi siswa
untuk memberikan analisis, kritik atau komentar terhadap fenomena yang berada di dalam sharetautan
tersebut.
2. Facebook Quiz: Fitur ini menyediakan quiz-quiz yang beredar di facebook. Rata-rata hanya quiz yang dibuat
untuk sekedar iseng. Fitur ini sebenarnya dapat dipakai untuk melakukan quiz online. Guru dapat
membuat quiz kemudian memerintahkan siswa untuk mengerjakan quiz tersebut. Guru juga dapat
mengganti tugas yang berupa pertanyaan dengan membuat quiz ini, di dalam quiz ini guru juga dapat
menetapkan skor yang diperoleh siswa berdasarkan jawaban yang mereka berikan.
3. Facebook Note: Fitur ini dapat digunakan sebagai sarana guru untuk memancing siswa agar saling
berdiskusi mengenai topik tertentu. Guru membuat note
di-wall kemudian men-tag ke seluruh siswa untuk memancing diskusi.
4. Facebook Apps: Dengan fitur ini hampir segalanya dapat dilakukan. Salah satunya adalah dengan
membuat sebuah game edutainment pada platform facebook Apps ini. Salah satu contoh Facebook Apps
game edutainment yang cukup terkenal dan banyak dimainkan adalah Geo Challenge. Sebuah aplikasi
game untuk menguji pengetahuan geografis dari pemain-pemainnya.
5. Up Date Status: Melalui fitur ini, Guru dapat mengingatkan siswa tentang materi yang akan
dipelajari dalam pertemuan selanjutnya, memberi stimulus, atau memberi jalan sebagai ajang diskusi
melalui “komentari”, sehingga siswa dipancing untuk berdiskusi.
6. Forum: Fitur ini dapat dijadikan sarana diskusi antara siswa dengan guru maupun antara siswa dengan
siswa. 7. Up Load Photo: Dengan fitur ini guru maupun siswa
dapat meng-up load fotogambar yang berhubungan dengan materi, kemudian foto tersebut dapat di share
dan dijadikan tema diskusi dengan sarana “komentari”
8. Pesan: Melalui layanan pesan, guru dapat memberikan tugas atau rekomendasi sumber yang
dapat siswa akses di internet. 9. Chating: Dengan ada layanan ini, guru dan siswa
dapat memanfaatkannya untuk sarana tanya jawab ataupun diskusi siswa dalam mengerjakan suatu tugas
dari guru walaupun siswa tersebut berada di tempat yang berbeda.
Berpikir kritis melibatkan berpikir dan bernalar logis yang mencakup keterampilan seperti membandingkan,
mengklasifikasi, mengurutkan,
sebab –akibat,
mempolakan, membuat jaringan webbing, analogi, penalaran deduktif dan induktif, meramal, merencanakan,
membuat hipotesis, dan mengkritik. Pembelajaran diawali dengan membuat akun di
facebook dan profil guru misalkan diberi nama “Bu Guru Elok”, kemudian membuat grup komunitas misalkan
diberi nama “Fisika dan Multimedia”. Selanjutnya memerintahkan masing-masing siswa agar memiliki akun
dan profil di facebook dan menjadi anggota komunitas di grup tersebut. Untuk melacak pemilik profil siswa
diminta melaporkan akun dan profilnya masing-masing melalui pesan di dinding guru.
Untuk melatih keterampilan berpikir kritis siswa yang meliputi:
menganalisis, mensintesis,
menilai, menerapkan, membangkitkan gagasan, mengekspresikan
gagasan, dan memecahkan masalah, semua siswa diminta mengunggah setidaknya satu gambar dan satu video yang
berhubungan dengan fenomena atau aplikasi fisika melalui grup komunitas. Selanjutnya masing-masing
ISBN: 978-602-72071-1-0
gambar dan video yang diunggah harus diberi penjelasan oleh siswa yang mengunggah tersebut.
Keterampilan berpikir kritis siswa juga dilatihkan dengan cara memberikan kesempatan kepada masing-
masing siswa untuk memberikan komentar, mengkritisi, memperluas dan memperkaya penjelasan gambar dan
video yang diunggah oleh teman lain sesama anggota komunitas dalam grup. Keterampilan berpikir kritis siswa
tercermin dari penjelasan dan komentar masing-masing siswa tersebut.
Memperhatikan karakteristik pembelajaran yang melatihkan keterampilan berpikir kritis dan karakteristik
facebook seperti diuraikan di atas, penulis memandang, facebook dapat digunakan untuk mendukung proses
pembelajaran di sekolah yang hasilnya diyakini cukup efektif. Oleh karena itu diperlukan penelitian untuk
mengembangkan pembelajaran melalui facebook yang dapat melatihkan keterampilan berpikir kritis siswa.
Pertanyaan penelitian yang dapat dikemukakan adalah: 1. Bagaimanakah pembelajaran melalui facebook yang
dapat melatihkan keterampilan berpikir kritis pada siswa jurusan multimedia dalam mata pelajaran
fisika? 2. Bagaimanakah
dampak pembelajaran
melalui facebook terhadap keterampilan berpikir kritis siswa?
Tujuan penelitian adalah: 1. Mengembangkan pembelajaran melalui facebook
yang dapat melatihkan keterampilan berpikir kritis pada siswa jurusan multimedia dalam mata pelajaran
fisika. 2. Mendeskripsikan dampak pembelajaran melalui
facebook terhadap keterampilan berpikir kritis siswa. Hasil pengembangan tersebut diharapkan dapat
menjadi satu alternatif pembelajaran efektif yang menggunakan teknologi informasi dan komunikasi TIK.
Di samping itu juga dapat digunakan sebagai pendorong agar tren penggunaan facebook khususnya oleh kalangan
pelajar dapat diberdayakan untuk penggunaan yang lebih bermanfaat. Bagi proses pembelajaran dalam mata
pelajaran fisika sendiri, diharapkan dapat menjadi PAIKEM
yaitu pembelajaran yang aktif, inovatif, kreatif , efektif, dan menyenangkan.
METODE PENELITIAN Penelitian yang dilakukan termasuk dalam jenis
Penelitian dan Pengembangan atau lebih dikenal dengan Research and Development
RD yaitu suatu proses atau langkah untuk mengembangkan suatu produk baru
atau menyempurnakan produk yang telah ada, yang dapat dipertanggungjawabkan. Produk tersebut tidak selalu
berbentuk benda atau perangkat keras hardware, seperti buku, modul, alat bantu pembelajaran di kelas atau
laboratorium, tetapi bisa juga perangkat lunak software, seperti program komputer pengolah data, ataupun model-
model pendidikan, pembelajaran, pelatihan, bimbingan, evaluasi, manajemen Sukmadinata, 2012. Langkah
penelitian yang dilakukan secara garis besar adalah: 1. Studi pendahuluan yang meliputi studi literatur, studi
lapangan, dan penyusunan draf awal produk. 2. Pengembangan produk yang terdiri dari melakukan
ujicoba terbatas dan melakukan ujicoba luas, 3. Ujicoba produk melalui eksperimen dan sosialisasi
produk. Karena keterbatasan penulis, penelitian yang
dilakukan hanya sampai pada langkah 2 dengan ujicoba terbatas. Langkah-langkah penelitian tersebut dapat
divisualisasikan seperti gambar 1.
Gambar 1.
Langkah-langkah dalam RD Pemilihan pokok bahasan dalam penelitian adalah
tema fisika dan aplikasinya sesuai dengan jadwal pembelajaran, sedangkan ujicoba terbatas diterapkan
pada siswa Jurusan multimedia yang berjumlah 50 orang yang sedang mengikuti mata pelajaran fisika. Pemilihan
kelas didasarkan pada kemudahan akses yang dimiliki penulis mengajar di kelas tersebut. Langkah-langkah
penelitian yang akan dilakukan terinci sbb: 1. Studi pendahuluan yang meliputi: pengkajian tentang
media pembelajaran, pengkajian tentang karakteristik siswa SMK jurusan multimedia, pengkajian tentang
hasil penelitian terdahulu yang relevan, pengkajian karakteristik facebook, dan pengkajian karakteristik
fisika SMK, serta membuat rencana pembelajarannya.
2. Selanjutnya masih bagian studi pendahuluan mengembangkan pembelajaran melalui facebook
untuk melatihkan keterampilan berpikir kritis siswa yang didukung dengan gambar dan video yang
relevan dengan materi pembelajaran fisika. Langkah pengembangan pembelajaran melalui facebook yang
melatihkan keterampilan berpikir kritis adalah sbb: a. Membuat akun di facebook dan membuat profil
guru kemudian membuat grup komunitas. Selanjutnya memerintahkan masing-masing siswa
agar memiliki akun dan profil di facebook dan menjadi anggota komunitas di grup tersebut.
Untuk melacak pemilik profil karena biasanya menggunakan nama samaran, siswa diminta
melaporkan akun dan profilnya masing-masing melalui pesan di dinding guru.
b. Untuk melatih keterampilan berpikir kritis siswa yang meliputi: menganalisis, mensintesis, menilai,
menerapkan, membangkitkan
gagasan, mengekspresikan gagasan, dan memecahkan
masalah, semua siswa diminta mengunggah setidaknya satu gambar, dan satu video yang
berhubungan dengan fenomena atau aplikasi fisika melalui grup komunitas. Selanjutnya masing-
masing gambar dan video yang diunggah harus diberi penjelasan berkaitan dengan substansi
fenomena atau aplikasi fisika oleh siswa yang mengunggah tersebut.
c. Keterampilan berpikir kritis siswa juga dilatihkan dengan cara memberikan kesempatan kepada
masing-masing siswa
untuk memberikan
ISBN: 978-602-72071-1-0
komentar, mengkritisi,
memperluas dan
memperkaya penjelasan gambar dan video yang diunggah oleh teman lain sesama anggota
komunitas dalam grup. 3. Pengembangan yang meliputi: mempersiapkan lembar
telaah untuk tim guru, angket respon siswa terhadap dampak pelaksanaan pembelajaran melalui facebook
yang melatihkan keterampilan berpikir kritis, dan melakukan ujicoba terbatas. Keterampilan berpikir
kritis siswa yang tercermin dari penjelasan dan komentar masing-masing siswa tersebut selanjutnya
ditelaah oleh tim guru untuk dinilai apakah keterampilan berpikir siswa dalam kategori baik atau
kurang. Di samping itu, juga dibagikan angket kepada siswa untuk mengetahui dampak pelaksanaan
pembelajaran melalui facebook terhadap keterampilan berpikir kritis.
Tempat penelitian adalah Sekolah Menengah Kejuruan Negeri 12 Surabaya Jalan Siwalankerto Permai
No.1 Wonocolo Surabaya dengan waktu penelitian selama semester gasal pada tahun pelajaran 2015-2016.
Populasi penelitian adalah siswa SMK Negeri 12 Jurusan Multimedia dengan sampelsumber data adalah
siswa kelas XI Multimedia berjumlah 50 orang Teknik penjaringan dan pengumpulan data yang
digunakan dalam penelitian ini meliputi: teknik angket questionnaire, wawancara interview, dan Observasi
observation. Instrumen digunakan untuk memvalidasi perangkat pembelajaran yang meliputi validitas isi
content validity dan validitas konstruk construct validity
. Validitas isi menunjuk pada seberapa jauh tingkat kesesuaian antara isi subtopik dan variabel yang
hendak diukur, sedangkan validitas konstruk menunjuk pada sifat konstruk atau karakteristik psikologi yang akan
diukur oleh instrumen Fraenkel, 2003. Validitas konstruk menunjuk pada seberapa baik hasil pengukuran
dengan butir-butir pernyataan atau tes dapat menjelaskan atau mengungkap perilaku setiap individu subjek
penelitian atas indikator-indikator yang telah ditentukan, dan indikator-indikator dijabarkan dari kompetensi
subtopik konten materi Djaali, 2008.
Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah statistik deskriptif. Data yang bersifat kuantitatif
diolah dengan statistik yang sesuai, sedangkan data yang bersifat kualitatif diolah secara deskriptif. Penilaian
terhadap tiap-tiap butir pengamatan keterampilan berpikir siswa menggunakan kriteria skala Likert. Akumulasi dari
penilaian
butir dihitung
prosentasenya, yang
mengambarkan tingkat kelayakan pembelajaran. Data keterlaksanaan
pembelajaran dijaring
dengan menggunakan angket respons siswa yang disusun
berdasarkan skala Guttman.
HASIL DAN PEMBAHASAN Pengembangan Pembelajaran Melalui Facebook
Langkah awal pembelajaran adalah membuat akun di facebook dan profil guru yang diberi nama “Bu Guru
Elok”, kemudian membuat grup komunitas yang diberi nama
“Fisika dan
Multimedia”. Selanjutnya
memerintahkan masing-masing siswa agar memiliki akun dan profil di facebook dan menjadi anggota komunitas di
grup tersebut. Untuk melacak pemilik profil siswa diminta melaporkan akun dan profilnya masing-masing
melalui pesan di dinding guru. Akun dan profil guru “Bu Guru Elok” tersebut mempunyai tampilan seperti gambar
2, sedangkan grup “Fisika dan Multimedia” tersebut mempunyai tampilan sepert gambar 3.
Gambar 2.
Tampilan akun dan profil “Bu Guru Elok”
Gambar 3. Tampilan grup “Fisika dan Multimedia”
Melatihkan Keterampilan Berpikir Kritis Siswa
Untuk melatih keterampilan berpikir kritis siswa yang meliputi:
menganalisis, mensintesis,
menilai, menerapkan, membangkitkan gagasan, mengekspresikan
gagasan, dan memecahkan masalah, guru mengunggah beberapa video pembelajaran fisika. Selanjutnya semua
siswa diminta memberikan komentar terkait video pembelajaran yang
telah diunggah pada grup “Fisika dan Multimedia” tersebut. Contoh video pembelajaran yang
diunggah guru beserta penjelasannya adalah seperti gambar 4, sedangkan contoh komentar-komentar dari
siswa adalah seperti gambar 5.
Gambar 4. Contoh video pembelajaran fisika yang diunggah beserta penjelasannya
ISBN: 978-602-72071-1-0
Gambar 5. Contoh komentar siswa terhadap video pembelajaran fisika yang diunggah
Untuk melatih keterampilan berpikir kritis, siswa juga diminta mengunggah gambar dan video terkait gejala
atau aplikasi fisika dalam kehidupan sehari-hari. Selanjutnya semua siswa diminta memberikan komentar
terkait gambar dan video yang telah diunggah oleh siswa lain tersebut. Contoh gambar gejala fisika yang diunggah
siswa beserta penjelasannya adalah seperti gambar 6, sedangkan contoh video yang diunggah siswa beserta
penjelasannya adalah seperti gambar 7.
Gambar 6. Contoh gambar gejala fisika yang diunggah siswa beserta penjelasannya
Gambar 7. Contoh video gejala fisika yang diunggah siswa beserta penjelasannya
Keterampilan Berpikir Kritis Siswa
Keterampilan berpikir kritis siswa yang tercermin dari penjelasan dan komentar masing-masing siswa tersebut
selanjutnya ditelaah oleh tim guru untuk dinilai apakah keterampilan berpikir kritis siswa dalam kategori baik
atau kurang. Di samping itu siswa diberi angket untuk menilai dampak pembelajaran melalui facebook terhadap
keterampilan berpikir kritis. Untuk memandu agar siswa tidak mengalami kesulitas dalam menilai, dan tidak
melalukan kesalahan akibat salah interpretasi tentang keterampilan berpikir kritis yang dimaksud, pada angket
tersebut diberikan deskripsi tentang keterampilan berpikir kritis mengacu pada tabel 1.
Hasil penilaian dari guru maupun siswa selanjutnya direkapitulasi dan dihitung persentasinya berdasarkan
kriteria penilaian baik dan kurang. Hasil penilaian guru dan penilaian siswa tentang dampak pembelajaran
melalui facebook terhadap keterampilan berpikir kritis tersebut adalah seperti tabel 2.
Tabel 2. Dampak pembelajaran melalui facebook
terhadap keterampilan berpikir kritis
No. Keterampilan
Penilaian Guru Penilaian Siswa
Baik Kurang
Baik Kurang
1 Menganalisis
Analyzing 80
20 88
12 2
Mensitesis Synthesizing
70 30
74 26
3 Menilai
Evaluating 75
15 86
14 4
Menerapkan Applying
90 10
98 2
5 Membangkitkan
Gagasan Generating
Ideas 85
15 90
10 6
Mengekspresikan Gagasan
Expressing Ideas
80 20
86 14
7 Memecahkan
masalah Solving
Problems 70
30 74
26
Berdasarkan data diatas tampak bahwa penilaian guru maupun siswa sendiri mengarah pada penilaian yang baik
analyzing ≥ 80, synthesizing ≥ 70, evaluating ≥
75, applying ≥ 90, generating ideas ≥ 85,
expressing ideas ≥ 80, dan Solving Problems ≥ 62.
Hal tersebut menunjukkan bahwa pembelajaran melalui facebook dapat digunakan untuk melatihkan keterampilan
berpikir kritis siswa. Rasionalisasi hasil tersebut dapat dijelaskan sbb:
1. Menganalisis Analyzing: Ketika siswa memberi
penjelasan tentang video pembelajaran fisika yang diunggah guru, maka siswa yang bersangkutan harus
mempelajari sesuatu untuk mengidentifikasi unsur- unsur atau hubungan antar unsur-unsur dari fenomena
fisika yang terjadi.
2. Mensitesis Synthesizing: Ketika siswa memberi penjelasan tentang video pembelajaran fisika yang
diunggah guru, maka siswa yang bersangkutan harus menggunakan penalaran deduktif untuk menarik
serentak unsur-unsur kunci dari fenomena fisika yang terjadi.
3. Menilai Evaluating: Ketika siswa mengomentari
penjelasan video pembelajaran fisika yang diunggah guru, maka siswa yang bersangkutan harus meninjau
dan menanggapi secara kritis gagasan yang disajikan, dan menilainya berdasarkan tujuan, standar, atau
kriteria tertentu.
4. Menerapkan Applying:
Ketika siswa
akan mengunggah gambar dan video serta memberikan
penjelasan tentangnya, maka siswa yang bersangkutan harus menggunakan gagasan-gagasan, proses, atau
keterampilan terkait fenomena fisika dan aplikasinya dalam situasi yang baru.
ISBN: 978-602-72071-1-0
5. Membangkitkan Gagasan Generating Ideas: Ketika siswa memberi penjelasan tentang gambar dan video
yang diunggah sendiri, dan ketika mengomentari penjelasan gambar dan video yang diunggah siswa
lain, maka siswa yang bersangkutan harus mengerahkan
segala kemampuan
untuk mengekspresikan pikiran yang mengungkapkan
orisinalitas, spekulasi, imajinasi, sebuah perspektif pribadi, fleksibilitas dalam berpikir, penemuan atau
kreativitas terkait fenomena fisika dan aplikasinya.
6. Mengekspresikan Gagasan Expressing Ideas: Ketika siswa akan mengunggah gambar dan video serta
memberikan penjelasan tentangnya, maka siswa yang bersangkutan harus menyajikan gagasan awal dan
logis sambil menggunakan bahasa yang mudah dipahami oleh audien.
7. Memecahkan masalah Solving Problems: Ketika siswa akan mengomentari penjelasan gambar dan
video yang diunggah siswa lain, sementara komentar- komentar dari siswa lain juga sudah tersajikan, maka
siswa yang bersangkutan harus menggunakan keterampilan berpikir kritis untuk menemukan
pemecahan masalah akibat terjadinya silang pendapat antar siswa yang memberikan komentar pada satu
fenomenaaplikasi fisika yang sama.
Berdasarkan hasil penelitian tersebut di atas, maka pembelajaran melalui facebook dapat menjadi satu
alternatif pembelajaran efektif yang menggunakan teknologi informasi dan komunikasi TIK, karena
berdampak signifikan terhadap keterampilan berpikir kritis siswa. Di samping itu, pembelajarn melalui
facebook juga dapat digunakan sebagai pendorong agar tren penggunaan facebook khususnya oleh kalangan
pelajar dapat diberdayakan untuk penggunaan yang lebih bermanfaat.
UCAPAN TERIMA KASIH
Ucapan terima kasih disampaikan kepada Direktorat Pendidikan Menengah Kementerian Pendidikan dan
Kebudayaan yang telah mendanai penelitian ini melalui Hibah Karya Ilmiah dan Inovasi Pembelajaran KIIP
Guru SMK. PENUTUP
Simpulan
Pembelajaran melalui
facebook yang
dapat melatihkan keterampilan berpikir kritis siswa dapat
dibuat dengan
membuat grup.
Untuk melatih
keterampilan proses sains siswa diminta mengunggah setidaknya satu gambar dan satu video yang berhubungan
dengan fenomena
atau aplikasi
fisika beserta
penjelasannya melalui grup. Keterampilan berpikir kritis siswa juga dilatihkan dengan cara memberikan
kesempatan kepada masing-masing siswa untuk memberikan komentar, mengkritisi, memperluas dan
memperkaya penjelasan gambar dan video yang diunggah oleh teman lain sesama anggota grup.
Berdasarkan penilaian guru maupun siswa sendiri menunjukkan bahwa pembelajaran melalui facebook
berdampak positif terhadap keterampilan berpikir karena hasil penilaian menunjukkan hasil yang baik analyzing
≥ 80, synthesizing
≥ 70, evaluating ≥ 75, applying ≥ 90, generating ideas
≥ 85, expressing ideas ≥ 80, dan Solving Problems
≥ 62. Hal tersebut menunjukkan bahwa pembelajaran melalui facebook dapat digunakan
untuk melatihkan keterampilan berpikir kritis siswa. Berdasarkan
hasil penelitian
tersebut, maka
pembelajaran melalui facebook dapat menjadi satu alternatif pembelajaran efektif yang menggunakan
teknologi informasi dan komunikasi TIK, karena berdampak signifikan terhadap keterampilan berpikir
kritis siswa. Di samping itu, pembelajarn melalui facebook juga dapat digunakan sebagai pendorong agar
tren penggunaan facebook khususnya oleh kalangan pelajar dapat diberdayakan untuk penggunaan yang lebih
bermanfaat. Saran
Disarankan kepada peneliti lain yang berminat pada penggunaan facebook dalam pembelajaran fisika, dapat
menindak lanjuti penelitian ini. Tindak lanjut yang dapat dilaksanakan antara lain adalah mengupayakan agar
dapat menampilkan animasi fisika yang dapat dijalankan dalam facebook. Jika dapat menampilkan animasi dalam
facebook, maka pembelajaran fisika akan dapat dilaksanakan secara interaktif termasuk penggunaan
laboratorium fisika virtual.
DAFTAR PUSTAKA De Vito, Alfred. 1989. Creative Wellsprings for Science
Teaching . West Lafayette, Indiana: Creative
Venture. Djaali, H.,Pudji Muljono. 2008. Pengukuran dalam
Bidang Pendidikan.
Jakarta: Gramedia
Widiasarana Indonesia. Feynman R. 2010. Basic Physics, The Feynman
Lectures on Physics Volume 1 Chapter 02. Fraenkel J.R., Wallen N.E. 2003. How To Desaign And
Evaluate Research in Education . Fith Edition,
McGraw-Hill Higher Education: New York. Glencoe. 1999. Science. New York: McGraw-Hill
Hartono, B
2004 Pemanfaatan
TIK dalam
Pembelajaran .
Tersedia pada
http:www. bebeasli.com
http: id.wikipedia.org
http:kompasiana.com http:
smkneg2parepare.blogspot.com. Diakses pada tanggal 10 Desember 2012.
Kustijono, R. 2012. Pembelajaran melalui Facebook Yang Melatihkan Keterampilan Proses Sains Dasar
Dalam Mata Kuliah Media Pembelajaran, Seminar Nasional Pendidikan Sains Ke IV, Universitas negeri
Surabaya, 15 Desember 2012.
Nurtjahjawilasa. 2004. Efektifitas Multimedia dalam Menunjang Pembelajaran Peserta Diklat
, Seminar Nasional Teknologi Pembelajaran, Depdiknas,
Jakarta: 1-2 Desember 2004. PP Nomor 19 Tahun 2005.
Permendikbud No 23 Tahun 2006. Ruiz M.A., Primo. 2009. Towards a Framework for
Assessing 21st
Century Science
Skills ,
Commissioned paper for The National Academies, University of Colorado Denver,February, 2009.
ISBN: 978-602-72071-1-0
Sadiman, Arif. 2007. Media Pendidikan, pengertian, Pengembangan, dan Pemanfaatannya
. PT Raja Grafindo Persada. Jakarta.
Sukmadinata. 2012. Metode Penelitian Pendidikan, Remaja Rosdakarya, Bandung.
Trilling, B. dan Hood, P. 1999. Learning, Technology, and Education Reform in the Knowledge Age or
Were Wired, Webbed, and Windowed, Now What?
Educational Technology may-June 1999. Valentino, Catherine. 2000. Developing Science Skills,
Houghton Mifflin Company.
ISBN: 978-602-72071-1-0
PENGEMBANGAN PERANGKAT PEMBELAJARAN BERBASIS SELF REGULATED LEARNING UNTUK
MENINGKATKAN KEMAMPUAN LITERASI SISWA
Choirun Nisa
1
Mohammad Ali Sofyan
2
1,2
Pendidikan Sains, Pascasarjana, Universitas Negeri Surabaya E-mail: nisa.itugmail.com
ABSTRAK
Artikel ini menjelaskan tentang strategi self regulated learning yang digunakan untuk meningkatkan kemampuan literasi sains pada siswa. Berdasarkan hasil studi PISA pada tahun 2012 masih tetap dalam
posisi ke-64 dari 65 dibawah negara Qatar dan di atas negara Peru dengan perolehan nilai yang semakin menurun yaitu sebesar 382. Hasil tersebut mengidentifikasikan bahwa kemampuan literasi sains siswa
Indonesia jauh dari rata-rata standar PISA yaitu sebesar 500. Kemampuan literasi sains siswa dalam PISA dibagi menjadi 6 level. Sebanyak 41,3 berada pada level 1 dan 20,3 berada dibawah level dan sisanya
berada di level 2. Untuk level 5 dan 6 siswa tidak ada siswa Indonesia yang masuk dalam level tersebut. Untuk itu dilakukan suatu terobosan baru untuk meningkatkan kemampuan dari literasi sains yaitu dengan
perubahan Kurikulum 2006 menjadi Kurikulum 2013. Kurikulum 2013 memiliki harapan yang mengarah dalam mewujudkan literasi sains dan prose pembelajarn yang diharapakn dalam Kurikulum 2013 yaitu
pembelajaran yang efektif dan efisien. Menurut Gagne 1985, unsur yang mempengaruhi proses pembelajaran agar menjadi efektif dan efisien adalah strategi dalam menentukan tujuan belajar dan kapan
strategi tersebut dilakukan untuk memonitor keefektifan strategi pembelajaran. Strategi regulasi diri self regulated
learning merupakan startegi yang sangat penting dalam proses pembelajaran self regulated learning
merupakan proses proaktif yang digunakan siswa untuk memperoleh keterampilan akademis, seperti menetapkan tujuan, strategi memilah dan menggerakkan dan efektifitas seseorang bukan sebagai
proses reaktif yang terjadi pada siswa karena kekuatan impersonal atau kekuatan yang bukan berasal dari diri sendiri. Maka diharpakan dengan dilaksanakannnya strategi self regulated learning dapat
meningkatkan kemampuan literasi siswa . Kata Kunci:
self regulated learning, literasi sains.
ABSTRACT
This article describes the self-regulated learning strategies used to improve scientific literacy in students. Based on the results of the PISA study in 2012 remained in the position 64th from 65 under the state of
Qatar and the above countries Peru with the acquisition of diminishing value that is equal to 382. These results indicated that the ability of Indonesian students scientific literacy is far from average PISA
standards amounting 500. The ability of the students in the PISA science literacy is divided into 6 levels. A total of 41.3 at the level 1 and 20.3 below the level and the rest are in level 2. For level 5 and 6
students no Indonesian students who fall into that level. For it made a new breakthrough to improve the ability of scientific literacy is to change into Curriculum 2006 Curriculum 2013 Curriculum 2013 have
expectations that lead in realizing scientific literacy and prose pembelajarn that diharapakn in Curriculum 2013 is effective and efficient learning. According to Gagne 1985, elements that affect the
learning process in order to be effective and efficient strategy in determining the learning objectives and when the strategy is carried out to monitor the effectiveness of learning strategies. The strategy of self-
regulation self-regulated learning is a strategy that is very important in the learning process self- regulated learning is a proactive process that is used by students to acquire academic skills, such as
setting goals, strategies sorting and moving and effectiveness of a person rather than as a reactive process that occurs in students because impersonal force or power that does not come from ourselves.
Then was expected to dilaksanakannnya self-regulated learning strategies can improve the literacy skills of students.
Keywords:
self regulated learning, lyteracy science
ISBN: 978-602-72071-1-0
PENDAHULUAN
Pendidikan hakikatnya adalah sebuah proses pendewasaan seseorang dan proses pengembangan potensi
yang dimiliki melalui suatu pembelajaran serta dapat mengaplikasikannya dalam kehidupan sehari-hari. Hal
tersebut senada dengan tujuan pendidikan yang disebutkan dalam Undang-Undang No.20 Tahun 2003
pada Bab 2 pasal 3 dan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomer 23 tahun 2006 .
Permendikbud Nomor
103 tahun
2014 menyatakan bahwa pembelajaran yang dilakukan
memberikan kesempatan kepada siswa untuk melakukan kegiatan pengamatan dalam suatu pembelajaran
sedangkan guru hanya bertugas untuk memfasilitasi kegiatan pembelajaran dan siswa juga harus memiliki
suatu keterampilan. Keterampilan yang dimaksud antara lain keterampilan : melakukan pengamatan dengan
peralatan yang sesuai, melaksanakan percobaan sesuai prosedur, mencatat hasil pengamatan dan pengukuran
dalam tabel dan grafik yang sesuai, membuat kesimpulan dan mengkomunikasikannya secara lisan dan tertulis
sesuai dengan bukti yang diperoleh. Keterampilan
– keterampilan inilah yang dimaksud dengan literasi sains
menurut Programe for Internasional Student Assesment PISA.
OECD Organisation
for Economic
Cooperation and Development, 2012 menyatakan bahwa
penekanan literasi sains bukan hanya pada penguasaan pengetahuan dan pemahaman mengenai konsep dan
proses sains, tetapi lebih diarahkan bagaimana seseorang menggunakan pengetahuan dan pemahamannya untuk
mengidentifikasi permasalahan, menjelaskan fenomena, merumuskan kesimpulan berbasis fakta, membangun
pengetahuan baru, menyadari bagaimana pengetahuan dan teknologi dapat meningkatkan kualitas kehidupan,
serta menumbuhkan kemauan dan gagasan sehingga menjadi masyarakat yang reflektif.
PISA Programe for Internasional Student Assesment adalah baromoter yang dapat digunakan untuk mengetahui
kemampuan literasi siswa. Aspek yang diteliti dalam studi PISA adalah kemampuan membaca, matematika, dan
sains. PISA menetapkan 4 aspek untuk literasi sains dalam pengukurannya, yakni context, knowledge, competencies,
dan attitudes. Berdasarkan hasil studi PISA pada tahun 2012 masih tetap dalam posisi ke-64 dari 65 dibawah
negara Qatar dan di atas negara Peru dengan perolehan nilai yang semakin menurun yaitu sebesar 382. Hasil
tersebut mengidentifikasikan bahwa kemampuan literasi sains siswa Indonesia jauh dari rata-rata standar PISA
yaitu sebesar 500. Kemampuan literasi sains siswa dalam PISA dibagi menjadi 6 level. Sebanyak 41,3 berada
pada level 1 dan 20,3 berada dibawah level dan sisanya berada di level 2. Untuk level 5 dan 6 siswa tidak
ada siswa Indonesia yang masuk dalam level tersebut.
Penilaian PISA berorientasi pada masa depan dan menguji kemampuan siswa untuk menggunakan
keterampilan dan
pengetahuan mereka
dalam menghadapi tantangan hidup maka dapat diprediksikan
jika tidak mengejar kemampuan yang tertinggal maka bisa diprediksi bangsa Indonesia akan tertinggal dengan
bangsa lain. Salah satu upaya reformasi dalam peningkatan mutu yang dilakukan oleh pemerintah yaitu
perubahan Kurikulum 2006 menjadi Kurikulum 2013. Secara umum, Kurikulum 2013 memiliki harapan yang
mengarah dalam mewujudkan literasi sains diantaranya adalah agar siswa memiliki kemampuan berkomunikasi,
kemampuan dalam berfikir kreatif dan kritis, kemampuan dalam mempertimbangkan masalah dalam sisi moral,
kemampuan dalam masyarakat global dan memiliki minat luas dalam kehidupan dan kesiapan untuk bekerja,
kecerdasan sesuai dengan bakat dan minat serta peduli terhadap lingkungannnya. Untuk itu perlu diajarkan atau
dilatihkan kemampuan literasi siswa dengan baik.
Menurut Gagne
1985, unsur
yang mempengaruhi proses pembelajaran agar menjadi efektif
dan efisien adalah strategi dalam menentukan tujuan belajar dan kapan strategi tersebut dilakukan untuk
memonitor keefektifan strategi pembelajaran. Strategi regulasi diri self regulated learning merupakan startegi
yang sangat penting dalam proses pembelajaran. Menurut Zimerrman 2002, self regulated learning merupakan
proses proaktif yang digunakan siswa untuk memperoleh keterampilan akademis, seperti menetapkan tujuan,
strategi memilah dan menggerakkan dan efektifitas seseorang bukan sebagai proses reaktif yang terjadi pada
siswa karena kekuatan impersonal atau kekuatan yang bukan berasal dari diri sendiri
Materi Fluida Statis merupakan materi Fisika SMA kelas X semester 2 yang tercantum dalam
Kompetensi Dasar 3.5, yaitu mendeskripsikan hukum- hukum pada fluida statik dan penerapannnya dalam
kehidupan sehari-hari. Materi ini berisi tentang konsep, prinsip, dan teori yang membicarakan tentang hukum-
hukum yang berlaku dalam fluida statik yang terdiri dari tekanan, Hukum Utama Hidrostatis, Hukum Pascal,
Hukum Archimedes, adhesi dan kohesi, viskositas serta penerapanya dalam kehidupan sehari-hari. Materi fluida
statis ini merupakan materi yang sangat berhubungan sekali dengan kehidupan sehari-hari siswa sehingga
diharapkan siswa lebih memahami konsep yang diajarkan dan dapat meningkatkan kemampuan literasi sains yang
dimiliki. Faktanya kemampuan literasi siswa pada penelitian yang telah dilakukan oleh Sumiarni 2015
menyatakan bahwa untuk seluruh siswa tidak tuntas untuk semua indikator yang telah ditentukan oleh peneliti
pada saat pretest. Dari penelitian juga dapat diketahui bahwa kemampuan siswa dalam mengidentifikasi
penyebab terjadinya suatu peristiwa dalam kehidupan sehari-hari sangat rendah atau hampir tidak bisa. Setelah
dilakukan perlakuan dalam suatu penelitian hampir semua kemampuan literasi sains yang dimiliki siswa
tuntas tetapi ada bebarapa indikator yang masih belum tuntas
yaitu kemampuan
dalam menjelaskan,
memprediksi, meramalkan, mengidentifikasi. Untuk itu perlu adanya suatu strategi pembelajaran guna
meningkatkan kemampuan literasi yang masih belum tuntas
Berdasarkan uraian di atas, dengan melihat pentingnya kemandirian siswa dalam mengatur diri
sendiri dalam proses belajar yang nantinya berdampak pada kemampuan literasi siswa, perlu dikembangkan
perangkat pembelajaran fisika berbasis self regulated learning
pada materi fluida statis untuk meningkatkan kemampuan literasi siswa.
PEMBAHASAN 1. Strategi Self Regulated Learning
Berdasarkan kajian literatur dari penelitian menyatakan bahwa self regulated learning adalah keseluruhan belajar
mengatur diri atau pengelolaan dalam belajar. Menurut Zimmerman 1989 menyatakan bahwa
“SRL is a proces where individuals create self-oriented feedback loops to monitor their effectiveness in
completing a task and adapt accordingly to experience success. SRL is viewed within the context of social
interactions, as the process is ideally supported when students are interacting with peeers, teachers and
coaches
” Dari pernyataan di atas dapat diketahui bahwa SRL adalah
suatu proses dimana individu membuat orientasi diri berupa umpan balik untuk memamntau efektivitas mereka
dalam menyelesaikan tugas dan beradaptasi untuk menggapai kesuksesan. SRL dilihat dari konteks interarksi
sosial, sebagai proses idealnya ketika siswa berinteraksi dengan teman sebaya, guru dan pelatih.
Zimmerman dalam Nur,2008 menyatakan bahwa Self Regulated Learning berpengaruh terhadap
motivasi belajar siswa, keterampilan mengatur waktu belajar dan keterampilan dalam mengatur strategi dalam
belajar serta kompetensi mentaati peraturan. Zimmerman 1998 menyatakan beberapa dimensi dari Self Regulated
Learning
dalam bidang akademik yang tercantum dalam Tabel 1.
Pertanya an Ilmiah
Dimensi Psikologi
Tugas Kondisi
Pelengkap pengaturan
diri Proses
pengatur an diri
Mengapa Tujuan Memilih
untuk berpartisi
pasi Motivasi
diri Penetapa
n tujuan dan
kepercay aan diri
Bagaima na
Cara Memilih
cara Direncana
kn atau
dirutinkan Strategi,
dan intruksi
diri
Kapan Waktu
Memilih waktu
Waktu dan efisien
Manajem en waktu
Apa Prilaku
Memilih waktu
yang diharapk
an Sadr
diri atas kinerja
diri Monitori
ng diri, evaluasi
diri, dan konsekue
nsi diri
Dimana Lingkun
gan fisik Memilih
tempat Peka
terhadap lingkungan
Penatan lingkung
an Pertanya
an Ilmiah Dimensi
Psikologi Tugas
Kondisi Pelengkap
pengaturan diri
Proses pengatur
an diri dan pandai
Dengan siapa
Sosial Memilih
partner ,
model atau guru
Peka terhadap
sosial dan panadai
bersosialis asi
Selektif mencari
bantuan
Sumber : Zimmerman, 1998 dalam Lutfauziah 2014 Manfaat lain dari penerapan Self Regulated
Learning adalah pelajar yang meimiliki pengaturan diri
atau lebih menjadi pelajar yang mandiri termotivasi dari pembelajaran itu sendiri, tidak hanya menilai pentingna
belajr dari hasil penilaian atau persetujuan orang lain sehingga mereka mampu bertahan pada tugas jangka
panjang hingga tugas tersebut terselesaikan.
Strategi Self Regulated Learning memiliki beberapa tahapan yang menentukan tujuan dan
merencanakan strategi dan mengamati pelaksanaannya, memantau hasil penenrapan strategi, mengevaluasi dan
mengamti kinerja diri. Zimmerman, 1998. Tahapan tersebut antara lain :
1. Menetapkan tujuan pembelajaran 2. Melaksanakan kegiatan
3. Memonitoring kegiatan 4. Evaluasi diri
Adapun strategi Self Regulated Learning dapat
diterapkan yaitu 1. Memperkenalkan strategi Self Regulated Learning di
awal pembelajaran 2. Membantu siswa belajar menetapkan tujuan yang
sesuai 3. Memberikan suatu cara kepada siswa untuk mencatat
dan mengevaluasi kemajuan mereka 4. Mencermati catatan siswa dari waktu ke waktu dan
mendorong siswa mengembangkan format penguatan diri.
2. Literasi sains Literasi sains berasal dari gabungan 2 kata latin
literatus artinya ditandai dengan huruf, melek huruf, atau
berpendidikan dan scientia yang artinya memiliki pengetahuan. PISA mendefinisikan literasi sains sebagai
pengetahuan sains dan kemampuan menggunakan pengetahuan sains untuk mengidentifikasi permasalahn,
mendapatkan pengetahuan baru, menjeaskan fenomena sains, dan menarik kesimpulan berdasarkan fakta dan isu-
siu sains OECD, 2013b
Seseorang yang memiliki literasi sains memiliki pandangan tentang dunia ilmiah, terlibat dalam inkuiri
sains dan menghargai kegiatan ilmiah. Pandangan ilmiah meliputi mempresepsi dunia sebagai pengetahuan yang
luas dan melihat pengetahuan ilmiah bersifat tahan lama tapi bisa berubah, dan tahu kapan penyelidikan ilmiah
dilakukan AAAS, 1990.
Literasi sains sangat penting dikuasai oleh peserta didik dalam kaitannya dengan cara peserta didik
dapat memahami lingkungan hidup, kesejahteraan,
ekonomi dan masalah-masalah lain yang dihadapi di masyarakat modern yang bergantung ada teknologi dan
kemajuan ilmu pengetahuan Toharuddin dkk, 2011 Menurut PISA kerangka literasi sains terdiri dari
empat aspek yang saling berkaitan yaitu : konteks, kompetensi, pengetahuan, dan siap yang digambarkan
pada diagram 1 di bawah ini.
Berdasarkan diagram di atas dapat dijelaskan bahwa untuk mengatasi permasalahan dalam kehidupan
sehari-hari memerlukan kompetensi ilmiah yang sangat tergantung atau dipengaruhi oleh pengetahuan ilmiah
seseorang dan sikap ilmiah seseorang.
Sedangkan untuk Trowbridge dan Bybee 1996 kerangka untuk literasi sains tabel 2 terdiri dari 3 tujuan
utama yaitu pengetahuan, kekmampuan, intelektual, dan keterampilan memanipulasi aplikasi dari pemahaman
sains.
Tabel 2. Kerangkan Literasi Sains Tujuan
Penerimaan terhadap
pengetahuan Perkembangan
dari kemampuan
intelektual dan keterampilan
memanipulasi Perluasan
pemaham ide
dan niali
Domain Dalam era
materi pelajaran
Fisika Sains
kehidupan Sains
kebumian Konsep
pemersatu Hakikat sains
Teknologi Dalam proses
Inkuiri sains Perancangan
teknologi Dalam
area Masalah
pribadi Tantangan
sosial Sudut
pandang sejarah
Sudut pandang
budaya
Menurut Bauer, et all., dalam Gormally, 2012 kemampuan
literasi sains
melipiuti pemahaman
konseptual, pandangan terhadap sains dan masyarakat. Gormally et al., mengklasifikasikan dua keterampilan
utama untuk menilai literasi sains yaitu : 1 keterampilan yang berhubungan dengan identifikasi dan analisis dalam
penggunaan inkuiri yang mendorong kepada pengetahuan siswa, 2keterampiulan yang berhungan dengan dengan
pengorganisasian, analisis dan menginterpretasi data kuantitatif dan informasi sainstifik.
Penelitian tidak hanya mengakses pengetahuan siswa akan tetapi juga meilai kemampuan siswa dalam
mengatasi masalah dunia nyata. Menilai literasi siswa tidak hanya terkait dengan masalah-masalah di dalam
kelas, tetapi literasi sains lebih menekankan pada aplikasi pengetahuan sains dalam konteks kehidupan nyata.
PISA menilai literasi sains melalui kompetensi ilmiah yang meliputi kemampuan untuk mengidentifikasi
isu ilmiah, mendeskripsikan atau memprediksi fenomena ilmiah dan penggunaan bukti ilmiah OECD. 2013b
Ketiga kompetensi
ini dipilih
karena memerlukan kemampuan kognitif siswa seperti berfikir
induktif dan deduktif, berfikir kritis dalam membuat keputusan, transformasi informasi dan berfikir dalam
menggunakan sains.
PISA mendeskripsikan enam tingkatan level kemampuan literasi sains yang berkaitan dengan
kompetensi ilmiah yang siswanya perlu mencapai setiap levelnya.
Berdasarkan kerangka literasi sains maka untuk meningkatkan atau melatihakan kemampuan literasi sains
dapat digunakan strategi self regulated learning yang diletakan pada tahapan pelaksanaan kegiatan ataupun
diletakkan pada evaluasi diri.
PENUTUP Simpulan
Kerangka literasi
sains maka
untuk meningkatkan atau melatihakan kemampuan literasi sains
dapat digunakan strategi self regulated learning yang diletakan pada tahapan pelaksanaan kegiatan ataupun
diletakkan pada evaluasi diri sehingga kemapuan literasi siswa akan semakin meningkat.
DAFTAR PUSTAKA Gagne, R, M. 1985. The Conditions of Learning and the
Theory of Instruction . New York : Reinehart
and Winston. Graber, W., Nentwing, P., Becker, H.J, Sumfleth, E.,
Pitton,A., Wolweber, K, Jorde, D. 2001. Scientific literacy : From theory to practice. In
H. Behrendt, et al Eds. Research in Science Education-Past, Present, and Future
pp 61- 70. Nederland: Kluwer Academic Publisher.
Harosah, Sinta, R. 2013. Penerapan Strategi Literasi Pada Pembelajaran Bertema Pelangi Untuk
Meningkatkan Literasi Fisika Siswa SMP .
Jakarta : UPI. Hobson, Art. 2003. Physics Literacy, Energy and The
Environment . USA : Publishing Ltd.
Jannah, Wardatul, Zuhra, Putri. 2015. Hubungan Self Regulated Learning Dengan Prestasi Belajar
siswa Kelas XI SMK Informatika Bandung .
Bandung : Prosiding Penelitian SPeSIA. OECD. 2000. Literacy Skills for the World of
Tomorrow - Further results from PISA 2000 :
OECD Publishing. OECD. 2003. First Result From PISA : Executive
Sumary : OECD Publishing.
OECD. 2006. Asesseing Scientific, Reading, and Mathematical Literacy : A Framework for
PISA 2006. s.1 : OECD Publishing.
OECD. 2009. PISA 2009 Results : Learning Trends Changes in Student Performance Since 2000
Volume V : OECD Publishing OECD. 2012. PISA 2012 Results in Focus:
What 15- Year-Olds Know And What They Can Do With
What They Know : OECD Publishing.
Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomer 23 tahun 2006. Standar
Proses untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah
. Jakarta : Menteri Pendidikan Nasional.
Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia
Nomer 103
tahun 2014.
Pembelajaran Pada Pendidikan Dasar dan Pendidikan Menengah
. Jakarta : Menteri Pendidikan Nasional.
Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 54 tahun 2013. Standar
Kompetensi Lulusan . Jakarta : Menteri
Pendidikan Nasional . Ruliyani, Dwi, Bekti. 2014. Hubungan Antara Self-
Efficacy dan Self Regulated Leraning Dengan Prestasi Akademik Matematika Siswa SMAN 2
Bangkalan . Volume 03 Nomor 2.
Sumiarni, Sri. 2015. Pengembangan Perangkat Pembelajaran Berbasis Inkuiri Terbimbing
Untuk Melatihkan Literasi Sains Siswa . Thesis
Pendidikan Sains Unesa. Zimmerman, B.J. 2002. Becaming a Self-Regulate
Learner : An Overview, Spring : Journal Citatation Reports : Theory into Practice
. Voume 41. No. 2, 64-70
ISBN: 978-602-72071-1-0
MODEL PEMBELAJARAN LANGSUNG BERBASIS PhET SIMULATION
TERHADAP HASIL BELAJAR SISWA MATERI LISTRIK DINAMIS
Agus Haryadi
1. S-2 Pendidikan Sains, PASCASARJANA, UNESA
2. E-mail : agush4ry4digmail.com
ABSTRAK
Penelitian berjudul Penerapan Model Pembelajaran Langsung Menggunakan Media PhET Simulation terhadap Hasil Belajar Siswa Mata Pelajaran Fisika Materi Listrik Dinamis Kelas XII IA SMAN 1
Driyorejo Gresik. Adapun alasan penerapan model pembelajaran langsung ini dimaksudkan untuk meningkatkan pemahaman siswa pada saat kegiatan belajar mengajar fisika dengan cara mengikutsertakan
mereka dalam proses penggalian ilmu ini, sedangkan dalam suatu proses belajar mengajar diperlukan suatu ketuntasan belajar. Penelitian ini dilakukan dengan dua kali putaran. Putaran pertama dilaksanakan dengan
menggunakan penerapan model pembelajaran langsung. Setelah itu dilakukan observasi dan refleksi, kami melakukan revisi kemudian dilaksanakan putaran kedua dengan tetap menerapkan model pembelajaran
langsung yang telah direvisi yaitu dengan menggunakan media PhET Simulation. Adapun hasil dari penelitian ini yaitu dengan menggunakan penerapan model pembelajara langsung dapat peningkatan hasil
belajar siswa terlihat dari siklus I, dan siklus II. Pada Siklus pertama ketuntasan hasil belajar siswa sebesar 58.25. Namun pada siklus kedua meningkat menjadi 87,5. Angka ini melebihi presentasi ketuntasan
klasikal yaitu 75, sehingga dapat disimpulkan bahwa ketuntasan hasil belajar siswa telah tercapai pada siklus kedua. Penerapan model pembelajaran langsung menggunakan media PhET Simulation dapat
meningkatkan keaktifan, kreatifitas,serta cara berfikir siswa kelas XII IPA SMA Negeri 1 Driyorejo Gresik.
Kata Kunci:
Pembelajaran Langsung, PhET Simulation.
ABSTRACT
Research entitled “Penerapan Model Pembelajaran Langsung Menggunakan Media PhET Simulation
terhadap Hasil Belajar Siswa Mata Pelajaran Fisika Materi Listrik Dinamis Kelas XII IPA SMAN 1 Driyorejo Gresik
”. Use directional instructions aim for increase students understanding in physics learning with student envolved, besides complete learning is required. This research use two cycles, first
cycle by using directional instruction, observation and reflection, and revision. Second cycle keep directional instructions revised with PhET Simulation. This research shows that students complete
learning increase in all cycles. First students complete learning cycle shows 58.25 then become 87,5 in second cycle, shows more than required up to 75, so that students complete learning achieved in second
cycle. Using directional instructions with PhET simulation increase activity, creativity, and students thinking method of 12
nd
Science Class State Senior High School 1 Driyorejo Gresik.
Keywords: Directional Instructions, PhET Simulation.
ISBN: 978-602-72071-1-0
PENDAHULUAN
Pada dasarnya pendidikan merupakan suatu proses pengembangan potensi individu. Melalui pendidikan,
potensi yang dimiliki oleh individu akan diubah menjadi kompetensi. Kompetensi mencerminkan kemampuan dan
kecakapan individu dalam melakukan suatu tugas atau pekerjaan. Tugas pendidik atau guru dalam hal ini adalah
memfasilitasi anak didik sebagai individu untuk dapat mengembangkan
potensi yang
dimiliki menjadi
kompetensi sesuai dengan cita-citanya melalui proses pembelajaran
Dalam upaya mencerdaskan kehidupan bangsa, pendidikan formal di sekolah mencakup segala aspek
kehidupan. Salah satu aspek yang dipelajari adalah Ilmu Pengetahuan Alam IPA. Tujuan utama pembelajaran
Ilmu Pengetahuan Alam IPA adalah agar siswa memahami langsung IPA secara sederhana dan mampu
menggunakan metode ilmiah, bersikap ilmiah untuk memecahkan masalah-masalah yang dihadapi dengan
lebih menyadari kebesaran dan kekuasaan pencipta alam Depdikbud, 1997: 2. Pembelajaran IPA memiliki fungsi
yang fundamental dalam mengembangkan kemampuan berpikir kritis, kreatif dan inovatif. Agar tujuan tersebut
dapat tercapai, maka IPA perlu diajarkan dengan cara yang tepat dan dapat melibatkan siswa secara aktif yaitu
melalui proses dan sikap ilmiah.
Fisika merupakan salah satu cabang IPA yang mendasari perkembangan teknologi maju dan Langsung
kehidupan yang begitu harmonis di alam. Pengelolaan sumber daya alam dan lingkungan serta pengurangan
dampak bencana alam tidak akan berjalan secara optimal tanpa pemahaman yang baik tentang fisika. Pembelajaran
fisika dapat dilaksanakan secara inkuiri ilmiah untuk menumbuhkan kemampuan berpikir, bekerja dan bersikap
ilmiah serta berkomunikasi sebagai salah satu aspek penting kecakapan hidup.
Melihat pentingnya Ilmu Pengetahuan Alam, khususnya fisika dalam kehidupan manusia, maka proses
pembelajaran yang dilakukan di sekolah harus bisa diterima dengan baik oleh peserta didik. Maka dari itu
pemilihan dan penggunaan model strategi maupun metode belajar harus tepat dan sesuai dengan materi yang akan
diajarkan. Penggunaan model pembelajaran harus disesuaikan dengan tujuan yang akan dicapai setelah
proses belajar mengajar.
Proses belajar mengajar yang sementara ini dilakukan di lembaga-lembaga pendidikan masih banyak yang
menggunakan pembelajaran biasa dalam penyampaian materi, dimana guru menerangkan materi dan siswa
mendengarkan penjelasan dari guru. Proses belajar mengajar yang biasa seperti itu akan membuat peserta
didik lebih cepat bosan ketika mengikuti pelajaran di dalam kelas terutama fisika. Dan keadaan yang tidak
menyenangkan pada saat pembelajaran akan menurunkan konsentrasi siswa pada pelajaran yang sedang dipelajari
sehingga pemahaman yang diserap oleh siswa tidak bisa maksimal.
Tugas utama bagi pendidik adalah mengelola proses belajar mengajar sehingga terjadi interaksi aktif antara
guru dengan siswa dan siswa dengan siswa. Interaksi tersebut akan mengoptimalkan pencapaian tujuan yang
dirumuskan. Dalam hal ini perlu digunakan suatu model pembelajaran yang dapat meningkatkan kreativitas siswa
agar proses interaksi dapat berlangsung. Pendidik sebagai fasilitator pembelajaran mendesain pembelajaran yang
dapat meningkatkan pemahaman siswa. Oleh karena itu, diperlukan suatu model pembelajaran yang inovatif,
model Pembelajaran Langsung. Model ini merupakan model pembelajaran yang dapat membantu siswa
mempelajari keterampilan dasar dan memperoleh informasi yang dapat diajarkan tahap demi tahap.
Penggunaan Model Pembelajaran Langsung khususnya dalam mata pelajaran Fisika diharapkan siswa dapat lebih
berkonsentrasi dan
belajar aktif dalam proses
pembelajaran, menambah minat siswa di dalam belajar, meningkatkan kreatifitas siswa, memahami Langsung
fisika serta mampu berpikir kritis dan menggunakan atau menerapkan beberapa Langsung fisika dalam kaitannya
dengan kehidupan sehari-hari.
Berdasarkan uraian tersebut maka penulis tertarik melakukan penelitian tentang ” Penerapan Model
Pembelajaran Langsung Menggunakan Media PhET Simulation Terhadap Kompetensi Siswa Kelas XII IPA
Pada Mata Pelajaran Fisika Materi Listrik Dinamis SMAN 1 Driyorejo Gresik?”
METODE PENELITIAN
Penelitian ini merupakan penelitian tindakan kelas PTK. Penelitian tindakan kelas merupakan pengkajian
terhadap permasalahan praktis yang bersifat situasional dan kontekstual, yang ditujukan untuk menentukan
tindakan yang tepat dalam rangka pemecahan masalah yang dihadapi atau memperbaiki sesuatu.
Penelitian yang dilakukan adalah jenis penelitian tindakan kelas Classroom Action Research karena
penelitian ini bertujuan menganalisis atau memecahkan suatu masalah nyata dalam bidang pendidikan. Menurut
Tim Pelatih proyek PGSM 1999, bahwa penelitian tindakan kelas dilaksanakan berupa proses pengkajian
berdaur yang terdiri dari 4 tahap yaitu perencanaan, kegiatan dan pengamatan, refleksi dan revisi.
a. Rancangan
Sebelum penelitian dilaksanakan, terlebih dahulu peneliti merencanakan dan menentukan hal-hal yang
perlu dalam penelitian antara lain menentukan pokok bahasan, membuat program rencana pembelajaran,
ISBN: 978-602-72071-1-0
menyiapkan lembar observasi aktivitas guru dan siswa, dan perangkat lain sebagai pelengkap.
b. Kegiatan dan pengamatan Pada proses kegiatan pembelajaran di dalam
kelas Penerapan Model Pembelajaran Langsung Menggunakan Media PhET Simulation terhadap Hasil
Belajar Siswa Mata Pelajaran Fisika Materi Pengukuran Kelas X SMAN 1 Driyorejo Gresik
peneliti dibantu oleh beberpa observer untuk mengamati jalannya proses belajar yang sedang
berlangsung menggunakan lembar pengamatan atau observasi aktivitas guru dan siswa.
c. Refleksi Setelah melakukan pengamatan, peneliti bersama
observer mendiskusikan hasil observasi tersebut untuk mengetahui kelebihan dan kekurangan-kekurangan
selama proses pembelajaran berlangsung. d. Revisi
Berdasarkan hasil refleksi, peneliti membuat revisi rancangan yang berupa tindakan-tindakan
perbaikan untuk memperbaiki kekurangan-kekurangan yang diperoleh dari refleksi selama kegiatan
pembelajaran dan digunakan pada putaran siklus selanjutnya.
Penelitian ini dilaksanakan sebanyak 2 siklusputaran.
Adapun alur penelitian tindakan kelas Classroom Action Research
adalah sebagai berikut :
HASIL DAN PEMBAHASAN
Dalam penelitian ini digunakan dua data. Data pertama adalah data nilai siswa pada materi pokok listrik
dinamis dengan menerapkan Model pembelajaran langsung yang digunakan untuk lebih mengaktifkan
siswa dalam proses pembelajaran fisika dilakukan pada siklus pertama. Data kedua adalah nilai siswa pada materi
pokok listrik dinamis yang dilakukan pada siklus kedua dengan menerapkan Model pembelajaran langsung
sebagai hasil revisi yaitu menggunakan media PhET Simulation
. Penyajian data dalam penelitian ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh penggunaan Model
pembelajaran langsung menggunakan media PhET Simulation
pada materi pokok listrik Dinamis. Penerapan model ini dilakukan untuk mencapai ketuntasan belajar
yang maksimal. A. Siklus Pertama
1. Perencanaan Sebelum
melaksanakan kegiatan
belajar mengajar KBM, maka yang dilakukan guru adalah
sebagai berikut: a. Menyusun rencana pelaksanaan pembelajaran
RPPdan silabus pada pokok bahasan listrik dinamis
b. Membuat butir soal untuk ulangan harian pertama versi bahasa Indonesia sekaligus
dengan rubrik penilaian. c. merencanakan penilaian produk juga afektif
guna mencerminkan pendidikan berkarakter d. Merencanakan pembelajaran dengan terlebih
dahulu membuat kontrak belajar berdasarkan kesepakatan
bersama, guna
menciptakan kedisiplinan.
e. Merencanakan untuk selalu mengingatkan skor mereka sebagai hasil dari penilaian afektif untuk
memotifasi mereka f. membangun pengetahuan mereka dengan
memberikan pertanyaan
yang bersifatmembangun “inquiri” dan memberikan
pertanyaan yang
bersifat “mengecek”
pemahaman.
g.
menyediakan atau membuat media yang tidak abstrak untuk membantu pemahaman mereka
dengan memberikan contoh objek asli atau animasi gambar video yang mirip.
Setelah perencanaan ini tertata dengan baik maka yang dilakukan selanjutnya adalah melakukan
tinadakan-tindakan sesuai dengan perencanaan di atas.
2.
Pelaksanaan Tindakan guru selanjutnya adalah melaksanakan
prosedur yang sudah direncanakan yaitu sebagai berikut.
a. Membuat kontrak belajar. b. Menyiapkan media pembelajaran
c. Menjelaskan indikator pembelajaran d. Memulai materi dengan memberikan motivasi
e. Meminta siswa untuk merumuskan masalah
dari motivasi. f. Meminta siswa untuk menggarisbawahi hal
– hal penting, membuat peta Langsung
g. Memberikan contoh soal yang bersifat sederhana
ISBN: 978-602-72071-1-0
h. Memberikan kesempatan pada mereka untuk bertanya.
i. Memberikan kesempatan kepada siswa lain untuk menanggapi pertanyaan dari siswa yang
mengajukan pertanyaan, Jika tidak ada yang bisa menjawab maka guru boleh menjawabnya
dengan cara scaffolding .
j. memberikan soal-soal sebagai tugas. k. memberikan penghargaan perupa skor plus dan
hukuman berupa skor min untuk setiap karakter yang dimiliki oleh masing-masing murid.
l. mengumumkan skor perolehan sementara mereka, agar mereka termotifasi sekaligus
berhati-hati.
3.
Pengamatan Pada siklus I pengamatan dilaksanakan dengan
beberapa aspek yang diamati yaitu sebagai berikut: a. Pengamatan terhadap siswa
yang menjadi fokus pengamatan terhadap murid adalah sikap mereka terutama dalam
mematuhi kontrak yang dibuat bersama, sebagai hasilnya adalah perolehan skor yang
selalu diingatkan pada tiap pertemuan. hasilnya hampir semua siswa mendapatkan skor plus ini
menandakan tingginya kedisiplinan mereka dalam mematuhi kontrak belajar, sehingg bisa
dikatakan untuk penilaian afektif tidak perlu dikhawatirkan.
Untuk penilaian produk atau kognitif bisa dilihat dari pengerjaan soal-soal. Untuk soal
yang sudah pernah dicontohkan dan sederhana, hampir semua siswa bisa mengerjakan, untuk
soal yang tidak pernah dicontohkan dan sederhana, 30 dari mereka tidak bisa, karna
kesulitan dalam menggunakan rumus dan operasi hitung. untuk soal komplek sektar 25
dari mereka bisa mengerjaknnya.
b. Sarana dan prasarana Sarana belajar siswa pada siklus I ini masih
kurang. Hal ini disebabkan oleh minimnya sumber pengetahuan “buku” mereka hanya
memiliki satu buku pedoman yang disediakan sekolah, hanya beberapa murid saja yang
memiliki buku lebih dari satu. Sehingga tidak ada persiapan khusus sebelum pembelajaran
dan membuat mereka sibuk dengan catatan mereka
masing-masing yang
akan menghabiskan waktu sangat banyak.
Media yang disiapkan guru sudah bisa dikatakan bagus, karena siswa tertarik untuk
memperhatikan dan belajar lebih dalam, ketertarikan siswa ini membantu mereka untuk
menjalankan kontrak belajar.
4.
Refleksi Berdasarkan hasil pengamatan yang dilakukan
pada siklus pertama maka dapat disimpulkan siswa mencapai ketuntasan 58.25 untuk penilaian
kognitif, nilai ini didapat dari nilai ulangan harian I, berikut hasil dari ulangan harian I mereka:
Siswa yang dihitung tuntas sebanyak 18 orang sedangkan total siswa kelas XII IPA adalah 32
siswa. Berikut ini adalah hasil test mata pelajaran fisika siswa-siswi SMA Negeri 1 Driyorejo Gresik
kelas XII IPA materi pokok listrik dinamis.
Tabel 3. Nilai Hasil Tes Siswa Pada Siklus 1 NO
NAMA UH-1
Ketuntasan Belajar
Ya Tidak
1 Adam Risky
Mohammad 70
2
Aditya Aji Purbo Pratomo
63
3 Amalia Ayu Saraswati
90
4 Amera Gita Trisnawan
92
5 Ananda Anggun
Retnaningtyas 77
6
Andri Seno 75
7
Annestiana Handini 83
8
Bachtiar Wahyu Prabowo
76
9 Cicilia Kusumalinda
70
10 Debby Raka Oktanius
Suwignya 78
11
Dewi Safitri Saraswati 81
12
Dhany Aristawati 84
13
Eko Achmad Wibowo 90
14
Erfandi Zen Variamen 77
15
Fenty Aprie Ayu Purboningtyas
60
16 Haryo Yudhistira H
Nugroho 61
17
Herfian Handrioka 77
18
Kukuh Ardiawan 67
19
Mahargian Hammam Muafa
75
20 Merien Nadhiya
Haryono 68
21
Mohamad Rafi Islami 70
ISBN: 978-602-72071-1-0
NO NAMA
UH-1 Ketuntasan
Belajar Ya
Tidak 22
Mokhammad Irsyat Darmawan
78
23 Nevi Valensia Dwi
Safitri 75
24
Ni Komang Chika Oktaviani
76
25 Pramidya Dwi
Retnoingtyas 65
26
Rahman Amin Ulung 68
27
Ramdhan Qadarisyal Hamzah
77
28 Saint Willy
77
29 Sharfina Luthfiyanti
82
30 Siti Maisaro
75
31 Utari Ika Cahyani
70
32 Viola Islamia Arief
Effendi 71
Keterangan: - Jumlah siswa yang tuntas
: 18 - Jumlah siswa yang belum tuntas
: 14 Dari hasil tes diatas, dianalisis dengan menggunakan
rumus prosentase sebagai berikut: P =
siswa jumlah
tuntas siswa
jumlah
x 100 Sehingga diperoleh prosestase ketuntasan kelas
sebesar 58.25 . B. Siklus Kedua
1. Rencana terevisi a. Menggunakan PhET Simulation fisika tentang
pengukuran. b. Menyediakan soal- soal komplek dalam bentuk
hard copy sehingga waktu akan lebih efisien.
c. Menyediakan kunci jawaban dalam bentuk hard copy
untuk dipelajari dirumah d. Memberikan penguatan dan penghargaan siswa
yang menunjukan karakter positif. e. memberikan catatan khusus pada tugas dalam
setiap soal mengenai benar atau salah. f. Memberikan bimbingan pada siswa yang belum
paham di luar jam pelajaran. Setelah perencanaan ini tertata dengan baik
maka yang dilakukan selanjutnya adalah melakukan tinadakan-tindakan sesuai dengan perencanaan di
atas. 2. Pelaksanaan
Setelah perencanaan tersusun dengan baik, maka tindakan selanjutnya adalah melaksanakan
prosedur sebagai berikut: a. Melakukan presensi terhadap kehadiran siswa,
apakah ada yang sakit, ijin atau alpa. b. menginfokan tentang skor sementara siswa.
c. memberikan soal-soal yang bersifat kompleks dalam bentuk hard copy, dan siswa bisa
langsung mengerjakan di lembaran itu. d. memberikan kesempatan pada siswa untuk
mengerjakan di papan tulis dan siswa lain mengecek jawaban masing-masing.
e. guru bersama siswa menganalisis bersama-sama soal yang dikerjakan di papan tulis.
f. memberikan kunci jawaban yang berisi penyelesaian soal jika ada soal yang belum
terselesaikan untuk siswa pelajari di rumah dalam bentuk hard copy.
3. Pengamatan Aspek yang diamati pada siklus III ini di
antaranya sebagai berikut. a. Pengamatan terhadap siswa
Keadaan siswa pada Siklus kedua ini jauh lebih baik lagi. Proses KBM berjalan lebih
efektif karna
waktu yang
sebelumnya digunakan untuk mencatat difungsikan untuk
mengerjakan soal dan membahasnya. Antusias dan keseriusan siswa dalam mengerjakan soal
lebih meningkat ketika skor yang ditawarkan guru sangat tinggi sehingga timbul persaingan
sehat antara mereka untuk menjadi yang paling cepat dan tepat dalam mengerjakan soal-soal
tersebut.
b. Sarana dan prasarana Sarana dan prasarana pada siklus kedua ini
sudah terpenuhi, Masing-masing siswa sudah siap dengan sumber buku yang menunjang
proses KBM serta ditambah soal-soal yang diberikan oleh guru yang sudah dalam bentuk
hard copy,
dan file mengenai materi yang dapat siswa copy.
4. Refleksi Pada siklus II ini ternyata sudah tidak perlu
perbaikan-perbaikan lagi, sebab dengan adanya model pembelajaran langsung ini hasil belajar
siswa menjadi meningkat dan kreativitas pola pikir anak menjadi lebih baik lagi karena mereka diajak
untuk membangun dan membentuk pengetahuan mereka sendiri.
Dari pelaksanaan siklus kedua yaitu dengan menggunakan Model pembelajaran langsung
menggunakan media PeTH Simulation. Siswa yang dihitung tuntas sebanyak 23 orang sedangkan total
siswa kelas XII IPA adalah 28 siswa. Berikut ini adalah hasil test mata pelajaran fisika siswa-siswi
SMAN 1 Driyorejo Gresik kelas XII IPA materi pokok Pengukuran.
Tabel 3. Nilai Hasil Tes Siswa Pada Siklus 2
ISBN: 978-602-72071-1-0
NO NAMA
UH- 2
ketuntasan belajar
ya tidak
1 Adam Risky
Mohammad 75
2
Aditya Aji Purbo Pratomo
76
3 Amalia Ayu
Saraswati 90
4
Amera Gita Trisnawan
92
5 Ananda Anggun
Retnaningtyas 77
6
Andri Seno 75
7
Annestiana Handini 83
8
Bachtiar Wahyu Prabowo
76
9 Cicilia Kusumalinda
68
10 Debby Raka Oktanius
Suwignya 78
11
Dewi Safitri Saraswati
81
12 Dhany Aristawati
84
13 Eko Achmad Wibowo
90
14 Erfandi Zen
Variamen 77
15
Fenty Aprie Ayu Purboningtyas
68
16 Haryo Yudhistira H
Nugroho 70
17
Herfian Handrioka 80
18
Kukuh Ardiawan 77
19
Mahargian Hammam Muafa
75
20 Merien Nadhiya
Haryono 80
21
Mohamad Rafi Islami
77
22 Mokhammad Irsyat
Darmawan 78
23
Nevi Valensia Dwi Safitri
75
24 Ni Komang Chika
Oktaviani 76
25
Pramidya Dwi Retnoingtyas
70
26 Rahman Amin Ulung
78
27 Ramdhan Qadarisyal
Hamzah 80
28
Saint Willy 78
NO
NAMA UH-
2 ketuntasan
belajar ya
tidak 29
Sharfina Luthfiyanti 85
30
Siti Maisaro 79
31
Utari Ika Cahyani 75
32
Viola Islamia Arief Effendi
76
Keterangan: - Jumlah siswa yang tuntas : 28
- Jumlah siswa yang belum tuntas : 4 Dari hasil tes diatas, dianalisis dengan menggunakan
rumus prosentase sebagai berikut: P =
siswa jumlah
tuntas siswa
jumlah
x 100 Sehingga diperoleh prosestase ketuntasan kelas
sebesar 87,5. Dari
perhitungan yang
dilakukan dengan
menggunakan rumus diatas, diperoleh prosentase hasil tes setelah penerapan Model pembelajaran langsung pada
siklus pertama secara klasikal sebesar 58.25. Dari prosentase yang rendah ini maka dapat dikatakan bahwa
kelas XII IPA belum mencapai ketuntasan belajar secara klasikal pada materi pelajaran Listrik Dinamis. Sehingga
untuk mencapai ketuntasan secara klasikal peneliti melanjutkan penelitian tindakan kelas pada siklus
selanjutnya yaitu siklus kedua. Namun setelah dilanjutkan pada siklus kedua dengan diterapkan Model pembelajaran
langsung yang telah direvisi dan mengikuti saran-saran dari pengamat dan tambahan latihan soal-soal yang
menunjang model pembelajaran TPS, ternyata materi tersebut jauh lebih mudah dipahami oleh siswa. Ini
menandakan bahwa penerapan Model pembelajaran langsung pada siklus kedua dapat berjalan dengan baik.
Dari hasil tes setelah siklus kedua, terlihat peningkatan ketuntasan siswa secara klasikal yaitu
menjadi sebesar 87.5. Hal ini menunjukkan bahwa setelah perbaikan pada siklus kedua sangat berpengaruh
terhadap pemahaman siswa pada materi pokok Listrik Dinamis
yang telah diajarkan. Nilai prosentase tersebut menunjukkan bahwa nilai ketuntasn belajar setelah
perbaikan pada siklus kedua meningkat atau secara klasikal dapat dikatakan tuntas karena telah mencapai
lebih dari 75.
PENUTUP
Berdasarkan hasil penelitian penerapan Model pembelajaran langsung pada siswa kelas XII IPA SMA
Negeri 1 Driyorejo Gresik pada materi pokok Listrik Dinamis
, maka dapat disimpulkan bahwa penerapan Model pembelajaran langsung dapat meningkatkan hasil
ISBN: 978-602-72071-1-0
belajar Fisika siswa kelas XII IPA SMA Negeri 1 Driyorejo Gresik. Hal ini dapat ditunjukkan pada
peningkatan hasil belajar siswa dari siklus I, dan siklus II. Pada Siklus pertama ketuntasan hasil belajar siswa
sebesar 58.25. Namun pada siklus kedua meningkat menjadi 87.5. Angka ini melebihi presentasi ketuntasan
klasikal yaitu 75, sehingga dapat disimpulkan bahwa ketuntasan hasil belajar siswa telah tercapai pada siklus
kedua. Penerapan Model pembelajaran langsung juga dapat meningkatkan keaktifan, kreatifitas,serta cara
berfikir siswa kelas XII IPA SMA Negeri 1 Driyorejo Gresik.
DAFTAR PUSTAKA Arya, P. Atam. 1997. Introduction to Classical
Mechanics. United
State:Addison-Wesley Professional
. Fowles, Grant R. 1986. Analytical Mechanics. New
York:Saunder College publishing. Greiner, Walter. 2004. Classical Mechanics Point
Particles and Relativity . New York:Springer-
verlag New York. Halliday, David dkk. 2010. Fundamentals of physics.
United States of America: john Wiley and sons Inc.
Morin, David. 2008. Introduction to Classical Mechanics: With Problems and Solutions.
Cambridge:Cambridge University press. Nur,
Mohamad. 2001.
Teori Belajar
. Surabaya:Universitas
Negeri Surabaya
University Press. Prabowo. 1998. Metodologi penelitian. Surabaya :
UNESA University Press. Pribadi, Benny A. 2010. Model Desain Sistem
Pembelajaran . Jakarta: Dian Rakyat.
Pusat Kurikulum Dan Perbukuan Badan Penelitian Dan Pengembangan Kementerian Pendidikan Dan
Kebudayaan.-----------.Instrumen Penilaian
Buku Pengayaan Pengetahuan.Jakarata.-------- ----
Riduwan. 2007. Skala Pengukuran Variabel-Variabel Penelitian
. Bandung: Alfabeta. Soedojo, Peter. 2000. Azas-azas Mekanika Analitik.
yogyakarta:Gadjah Mada University Press. Sudibyo,Elok, dkk. 2008. Mari Belajar IPA. Jakarta:
Pusat Perbukuan, Departemen Pendidikan Nasional.
Sudjana, Nana. 2005. Metode Statistika. Bandung : Tarsito.
Sugiyono. 2011. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif Dan RD
. Bandung:Alfabeta. Suharsimi Arikunto. 2001. Dasar-Dasar Evaluasi
Pendidikan . Jakarta : Bumi Aksara.
Sutedjo, Bambang.----------. Pengembangan Bahan Ajar dan Media
.--------- Tarigan, Djago dan H.G Tarigan. 1986. Telaah Buku
Teks SMTA . Jakarta:Karunia.
Tim Penyusun Kamus Pusat Bahasa. 2008. Kamus Besar Bahasa Indonesia
. Jakarta: Pusat Bahasa.
ISBN: 978-602-72071-1-0
PENALARAN ILMIAH DALAM PEMBELAJARAN FISIKA
Nia Erlina
Pendidikan sains, S3 Program Pascasarjana, Universitas Negeri Surabaya E-mail: nia.erlina1gmail.com
ABSTRAK
Literasi sains saat ini dianggap sebagai tujuan utama untuk meningkatkan sumber daya manusia di abad ke-21, kemampuan penalaran ilmiah ditentukan sebagai faktor penting untuk mendorong kinerja siswa
dalam pembelajaran fisika. Kajian ini ditulis sebagai hasil interpretasi literatur tentang penalaran ilmiah dalam pembelajaran fisika. Keterampilan penalaran ilmiah dapat dilatihkan dan ditransfer dan merupakan
faktor penting yang dapat memungkinkan bagi siswa untuk mampu menangani tugas-tugas dunia nyata dalam karir masa depan. Pembelajaran inkuiri pada siswa SMA sesuai untuk mendukung keterampilan
penalaran ilmiah siswa. Lawson Classroom Test of Scientific Reasoning LCTSR merupakan instrumen penilaian untuk mempelajari hubungan antara kemampuan penalaran ilmiah siswa dan pembelajaran fisika
SMA. Domain kemampuan penalaran ilmiah termasuk: 1 Conservation of Mass and Volume CMV; 2 Proportional Thinking PPT, 3 Control of Variables CV, 4 Probabilistic Thinking PBT, 5
Correlational Thinking CT, dan 6 Hypothetical-deductive Reasoning HDR
. Keterampilan penalaran ilmiah melibatkan kemampuan berpikir analisis induktif dan deduktif dengan menggunakan konsep dan
prinsip fisika. Penalaran ilmiah merupakan cara untuk berfikir kritis. Multi representasi bermanfaat sebagai penalaran kualitatif dan penalaran kuantitatif. Penalaran ilmiah melibatkan kegiatan
menghasilkan, menguji dan merevisi hipotesis serta membantu pengambilan keputusan dalam penyelesaian masalah.
Kata Kunci:
keterampilan penalaran ilmiah, multi representasi, pembelajaran fisika .
ABSTRACT
Scientific literacy is currently regarded as the main objective to increase human resources in the 21st century, scientific reasoning skill is determined as an important factor to boost the performance of
students in physics learning. This study was written as a result of interpretation of literature on scientific reasoning in physics learning. Scientific reasoning skills can be trained and transferred and is an
important factor that can make it possible for students to be able to handle real-world tasks in future careers. Inquiry learning at high school students appropriate to support scientific reasoning skills of
students. Lawson Classroom Test of Scientific Reasoning LCTSR is an assessment instrument to study the relationship between scientific reasoning abilities of students and teaching high school physics.
Domain scientific reasoning skills including: 1 Conservation of Mass and Volume CMV; 2 Proportional Thinking PPT, 3 Control of Variables CV, 4 Probabilistic Thinking PBT, 5
correlational Thinking CT, and 6 Hypothetical-deductive reasoning HDR. Scientific reasoning skills involves the ability to think of inductive and deductive analysis using the concepts and principles of
physics. Scientific reasoning is how to think critically. Multirepresentation useful as a qualitative reasoning and quantitative reasoning. Scientific reasoning involves activities generate, test and revise the
hypothesis and help make decisions in problem solving.
Keywords:
scientific reasoning skill, multirepresentation, physics learning.
ISBN: 978-602-72071-1-0
PENDAHULUAN
Kehidupan tidak terlepas dengan perkembangan dunia. Perubahan aspek globalisasi, sosial, keilmuan,
sumber daya manusia, dan alat hidup merupakan pemicu transformasi dalam pendidikan dan tingkat keterampilan
seseorang. Akibatnya, semakin banyak pendidik, pemimpin bisnis dan politisi menyerukan keterampilan
abad ke-21 yang diajarkan sebagai bagian dari pendidikan semua orang untuk keberhasilan ekonomi
suatu negara. Pendidik dituntut memiliki pemahaman tentang paradigma pembelajaran abad ke-21 menjadi hal
yang penting dan diterapkan sebagai kerangka pedagogis dalam
proses pembelajaran.
Sekolah harus
mengimplementasikan kompetensi tidak hanya fokus pada penguasaan mata pelajaran utama, tetapi juga
tentang konten akademik di tingkat yang lebih tinggi. Siswa perlu mengembangkan kompetensi penting hasil
belajar abad 21 melalui berbagai jenis penalaran induktif, deduktif, dll sesuai dengan situasi.
Fisika memiliki banyak kegunaan. Arsitek, mekanik, pembangun, tukang kayu, tukang listrik, tukang pipa, dan
insinyur menggunakan fisika setiap hari dalam pekerjaan atau profesi mereka. Fisika sering didefinisikan sebagai
kajian tentang materi, energi, dan transformasinya. Fisikawan
menggunakan metode
ilmiah untuk
mengamati, mengukur, dan memprediksi peristiwa fisik dan sifatnya Ewen, et al. 2012. Sainsfisika adalah
istilah yang menggambarkan dua hal utama yaitu dasar pengetahuan dan proses pengetahuan Zimmerman,
2007.
Hakikat fisika meliputi rasa ingin tahu tentang benda dan fenomena alam yang menimbulkan masalah
baru yang dapat diselesaikan melalui metode ilmiah yang meliputi penyusunan hipotesis, perancangan eksperimen
atau percobaan, evaluasi, pengukuran, dan penarikan kesimpulan. Produk fisika berupa fakta, prinsip, teori,
dan hukum yang aplikasi melalui perencanaan metode ilmiah dan konsep sains dalam kehidupan sehari-hari.
Unsur-unsur tersebut diharapkan dapat muncul dalam proses pembelajaran fisika, sehingga siswa dapat
mengalami proses pembelajaran secara utuh, memahami fenomena alam melalui metode ilmiah, dan meniru cara
ilmuwan bekerja dalam menemukan fakta baru Wati dkk. 2012.
Menurut Vernon dan Donal dalam Arsyad 2011 mengemukakan bahwa belajar adalah perubahan
perilaku. Slameto 2010 menyatakan bahwa belajar adalah suatu proses usaha yang dilakukan untuk
memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru sebagai hasil pengalaman dalam interaksi dengan
lingkungan. Pembelajaran dapat diartikan sebagai perubahan dalam kemampuan, sikap, atau perilaku siswa
sebagai akibat dari pengalaman atau pelatihan Bukhori, 2012. Mengajar yang mengacu pada proses perubahan
tingkah laku menuntut metode pembelajaran yang tepat. Metode saintifik sangat relevan dengan tiga teori belajar,
yaitu teori belajar penemuan oleh Bruner, teori perkembangan struktur kognitif oleh Piaget dan zone of
proximal development
oleh vygotsky Hosnan, 2014. Menurut Shermer 2002 penalaran ilmiah adalah
seperangkat metode
yang dirancang
untuk menggambarkan dan menginterpretasikan pengamatan
atau menyimpulkan fenomena, masa lalu atau sekarang, dan bertujuan menguji bidang pengetahuan sebagai
penolakan atau konfirmasi. Penalaran adalah proses menarik kesimpulan dari prinsip-prinsip dan bukti untuk
membuat kesimpulan baru Lee She, 2010. Zimmerman 2005 mengemukakan bahwa penalaran
ilmiah meliputi kemampuan berpikir yang terlibat dalam penyelidikan, eksperimen, evaluasi bukti, inferensi, dan
argumentasi. Penalaran ilmiah terdiri dari keseluruhan pola penalaran biasanya meliputi sub-pola hipotetiko-
deduktif dan beberapa bagian pola, yang dapat dicirikan sebagai skema operasional formal seperti proporsi
kombinasi dan korelasi Lawson, 2004; Piajet, 1985. Selain itu, Weld, Stier, dan Birren 2011 melaporkan
bahwa penalaran ilmiah sebagai kemampuan untuk menentukan pertanyaan sains, merencanakan cara untuk
menjawab
pertanyaan, menganalisis
data, dan
menginterpretasikan hasil. Penalaran ilmiah memberikan kontribusi dalam
keterampilan kognitif
siswa. Namun,
penelitian pengembangan penalaran ilmiah, terutama dalam hal ilmu
alam jarang dilakukan di Indonesia. Informasi yang terkait dengan penalaran ilmiah menunjukkan bahwa
upaya pelaksaannya
melalui penerapan
strategi pembelajaran tertentu. Penelitian yang berkaitan dengan
pemetaan dan karakterisasi penalaran dalam aspek kognitif dan struktur semantik terbatas secara kualitatif.
Oleh karena itu, perlu untuk melakukan kajian komprehensif, untuk menganalisis secara kognitif dan
menjelaskan struktur semantik yang didasari oleh proses penalaran
. Zimmerman 2007 menemukan bahwa anak-
anak lebih mampu dalam pemikiran ilmiah sejak awal pemikirannya, dan bahwa orang dewasa yang kurang. Dia
juga menyatakan bahwa pemikiran ilmiah membutuhkan satu set kompleks keterampilan kognitif yang
dikembangkan melalui banyak latihan dan kesabaran. Hal ini penting bagi pendidik untuk memahami bagaimana
kemampuan penalaran ilmiah berkembang.
Cara di mana para ilmuwan mengembangkan kemampuan
berpikir mereka,
mempertahankan kesimpulan mereka, dan terlibat dengan penjelasan
alternatif Hogan Maglienti, 2001; Nersessian, 1995 sering tidak muncul di dalam pembelajaran sains.
Boudreaux, Shaffer, Heron, dan McDermott 2008 mempelajari pemahaman siswa terkait dengan variabel
kontrol, dan menunjukkan beberapa tantangan pendidikan yang serius. Banyak guru sains menganggap bahwa cara
mengajar mereka akan memunculkan penalaran ilmiah dengan sendirinya tanpa adanya partisipasi pribadi siswa
dalam proses ilmiah Hogan Maglienti, 2001. Dalam proses kegiatan di laboratorium, guru berpikir bahwa
proses pembelajaran siswa terhadap fakta-fakta ilmiah dan konsep atau mengarahkan siswa untuk mengingat
peralatan laboratorium akan mengembangkan penalaran ilmiah mereka. Kemudian guru-guru yang sama terkejut
ketika siswa mengalami kesulitan dalam menulis laporan hasil kegiatan di laboratorium atau menerapkan
pengetahuan yang diperoleh untuk situasi eksperimental baru. Dengan demikian akan terlihat bahwa peningkatan
ISBN: 978-602-72071-1-0
keterampilan penalaran ilmiah harus menjadi tujuan spesifik dan eksplisit pengajaran ilmu pengetahuan.
Keterampilan penalaran sangat penting bagi orang yang membutuhkan untuk dapat beradaptasi dengan
lingkungan sekitarnya yang dipenuhi dengan banyak masalah kompleks. Bahkan, penalaran ilmiah merupakan
keterampilan penting yang mendorong keberadaan masyarakat literasi sains. Hal ini dijelaskan oleh Galyam
Le Grange 2005; Dunbar Fugelsang 2004 bahwa kemampuan adaptasi terhadap perubahan yang cepat
sangat bergantung pada kemampuan untuk berpikir dan membuat
keputusan berdasarkan
penalaran, menganalisis, dan sintesis informasi. Masalah yang
kompleks dengan dasar permasalahan yang berbeda dan banyak konsekuensi menuntut siswa untuk berlatih
keterampilan penalaran ilmiah, seperti pemahaman, berpikir, meneliti, dan mengkritik Rebich Gautier,
2005. Pentingnya kesadaran penalaran sebagai tujuan utama belajar ilmu alam telah meningkat. Penelitian yang
ada telah menyarankan bahwa keterampilan penalaran ilmiah dapat dilatih dan ditransfer. Pelatihan penalaran
ilmiah juga dapat memiliki dampak jangka panjang pada prestasi akademik siswa.
Kajian ini ditulis sebagai hasil interpretasi literatur tentang penalaran ilmiah. Penulis berusaha untuk
menjelaskan pengertian,
karakteristis, proses
pembelajaran, dan implikasinya yang mungkin bisa dilakukan agar penalaran ilmiah dapat diketahui sehingga
berpotensi terhadap pengembangan penalaran ilmiah sesuai dengan paradigma pembelajaran abad ke-21
sebagai kerangka pedagogis dalam proses pembelajaran sains.
Dalam menawarkan
argumentasi berikut,
sebelumnya penulis memberi apresiasi atas pemikiran para peneliti yang dapat memberikan kontribusi dan acuan
untuk memperkuat hasil deskripsi, interpretasi, analisis dan evaluasi yang telah dilakukan yang berkaitan dengan
penalaran ilmiah, khususnya dalam pendidikan fisika.
PEMBAHASAN Pengertian Penalaran Ilmiah
Penalaran adalah proses menarik kesimpulan dari prinsip-prinsip dan bukti untuk membuat kesimpulan
baru atau mengevaluasi kesimpulan yang diajukan Lee She, 2010. Dari perspektif literasi sains Giere, 2006,
penalaran ilmiah merupakan keterampilan kognitif yang diperlukan untuk memahami dan mengevaluasi informasi
ilmiah, yang sering melibatkan pemahaman dan mengevaluasi teoritis, hipotesis statistik, dan kausal. Dari
sudut pandang penelitian Zimmerman, 2005, penalaran ilmiah, didefinisikan secara luas, termasuk keterampilan
berfikir dan bernalar yang melibatkan penyelidikan, eksperimen, evaluasi bukti, inferensi, dan argumentasi.
Aktifitas tersebut mendukung pembentukan dan modifikasi konsep dan teori tentang pengetahuan alam
dan sosial. Selain itu, Weld, Stier, dan Birren 2011 melaporkan bahwa penalaran ilmiah sebagai kemampuan
untuk menentukan pertanyaan sains, merencanakan cara untuk menjawab pertanyaan, menganalisis data, dan
menginterpretasikan hasil. Mengacu pada penalaran sebagai proses mental yang
menghasilkan dan mengevaluasi argumen logis, keterampilan penalaran meliputi klarifikasi, dasar,
inferensi dan evaluasi Ennis, 1987. Klarifikasi membutuhkan
mengidentifikasi dan
merumuskan pertanyaan, menganalisis unsur, dan mendefinisikan
istilah. Dasar mengacu pada kesimpulan tentang masalah yang didukung oleh informasi dari pengamatan pribadi,
pernyataan oleh orang lain, dan kesimpulan sebelumnya. Perbedaan dengan Keterampilan inferensi adalah
keterlibatan penalaran ilmiah sebagai hasil induktif atau deduktif. Proses penalaran induktif dari fakta-fakta
khusus untuk mencapai kesimpulan umum, dan itu adalah proses penalaran utama yang digunakan oleh para
ilmuwan untuk sampai pada generalisasi atau hukum ilmiah. Penalaran deduktif adalah proses penalaran dari
satu atau lebih pernyataan umum tentang apa yang diketahui kemudian mencapai kesimpulan logis tertentu
Lee She, 2010.
Dari perspektif yang lebih operasional, penalaran ilmiah merupakan seperangkat keterampilan penalaran
dasar yang diperlukan bagi siswa untuk melakukan penyelidikan ilmiah, yang meliputi mengeksplorasi
masalah, merumuskan
dan menguji
hipotesis, memanipulasi dan mengisolasi variabel, dan mengamati
dan mengevaluasi konsekuensi. Uji Lawson Ilmiah Penalaran LTSR menyediakan titik awal yang solid
untuk menilai keterampilan penalaran ilmiah Lawson, 1978, 2000. Tes ini dirancang untuk memeriksa satu set
kecil dimensi termasuk: 1 konservasi materi dan volume; 2 penalaran proporsional; 3 kontrol variabel; 4
penalaran probabilitas; 5 penalaran korelasi; dan 6 penalaran
hipotetis-deduktif. Keterampilan
ini merupakan komponen penting yang mendukung
kemampuan penalaran ilmiah yang didefinisikan secara luas.
Pentingnya Penalaran Ilmiah
Hasil penelitian menunjukkan bahwa tujuan pembelajaran secara umum dalam pendidikan Sains,
Teknologi, Teknik, dan Matematika STEM tidak hanya mencakup pengembangan pengetahuan konten materi
tetapi juga pengembangan kemampuan ilmiah umum yang dapat memungkinkan bagi siswa untuk mampu
menangani tugas-tugas dunia nyata dalam karir masa depan. Salah satu kemampuan tersebut adalah penalaran
ilmiah yang berkaitan erat dengan berbagai kemampuan kognitif umum seperti berpikir kritis dan penalaran.
Penelitian yang ada telah menyarankan bahwa keterampilan penalaran ilmiah dapat dilatih dan
ditransfer. Pelatihan penalaran ilmiah juga dapat memiliki dampak jangka panjang pada prestasi akademik
siswa. Oleh karena itu, penting untuk menyelidiki bagaimana menerapkan program pendidikan STEM yang
dapat membantu siswa mengembangkan kedua STEM pengetahuan konten dan penalaran ilmiah. Untuk tujuan
tersebut, hasil analisis perkembangan kemampuan penalaran ilmiah untuk siswa AS dan Cina diukur
menggunakan tes Lawson. Parameter keseluruhan kemampuan penalaran ilmiah dan keterampilan individu
telah di ketahui secara kuantitatif. Hasil penelitian
ISBN: 978-602-72071-1-0
menunjukkan bahwa skor total siswa Cina dan AS pada tes Lawson adalah sama, tetapi berbeda dalam lima dari
enam dimensi
keterampilan. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa sistem budaya dan pendidikan
kedua negara tersebut berkontribusi pada perbedaan skor yang didapatkan.
Literasi sains saat ini dianggap sebagai tujuan utama untuk meningkatkan sumber daya manusia di abad ke-21,
kemampuan penalaran ilmiah ditentukan sebagai faktor penting untuk mendorong kinerja siswa dalam
pembelajaran sains. Banyak peneliti ilmu pendidikan telah melaporkan bahwa gender berpengaruh terhadap
pemahaman siswa dan sikap mereka terhadap ilmu pengetahuan. Namun, tidak ada banyak penyelidikan di
bidang interaksi antara gender dan kemampuan penalaran ilmiah. Dalam rangka untuk mendapatkan pemahaman
yang lebih tentang masalah tersebut, pengaruh gender pada kemampuan penalaran ilmiah siswa. Hasil
penelitian ini mengungkapkan bahwa tidak ada interaksi antara gender dan kemampuan untuk berpikir secara
ilmiah, yaitu efek kemampuan penalaran ilmiah tidak tergantung pada jenis kelamin. Sebuah penalaran ilmiah
memiliki implikasi instruksional yang signifikan untuk meningkatkan kemampuan penalaran ilmiah siswa
Zeineddin Abd-El-Khalick, 2010.
Berdasarkan uraian tersebut dapat diketahui bahwa keterampilan penalaran ilmiah dapat dilatihkan dan
ditransfer. Keterampilan penalaran ilmiah merupakan literasi sains yang saat ini dianggap sebagai tujuan utama
untuk meningkatkan sumber daya manusia di abad ke-21. Dapat disimpulkan bahwa keterampilan penalaran ilmiah
dapat dilatihkan dan ditransfer dan merupakan faktor penting yang dapat memungkinkan bagi siswa untuk
mampu menangani tugas-tugas dunia nyata dalam karir masa depan.
Proses Pembelajaran Penalaran Ilmiah
Kerangka kerja untuk penelitian pengembangan penalaran ilmiah anak-anak, Zimmerman menyatakan
bahwa pemikiran ilmiah melibatkan pemikiran dan keterampilan penalaran yang mendukung pembentukan
dan modifikasi konsep dan teori tentang pengetahuan alam dan sosial Zimmerman, 2005 dan mengklaim
bahwa penalaran ilmiah mencakup keterampilan yang terlibat dalam penyelidikan, eksperimen, bukti evaluasi,
dan kesimpulan yang dilakukan untuk mencapai perubahan
konseptual atau
pemahaman ilmiah
Zimmerman, 2007. pengaruh dua metode yang berbeda pada siswa SMA yaitu belajar fisika dengan membaca
by reading dan melakukan by doing pada peningkatan tingkat pemikiran ilmiah menggunakan tes Lawson. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa kelompok pertama belajar fisika dengan membaca mencapai N-gain 0,16,
sedangkan kelompok lainnya mencapai N-gain 0.31. Hal tersebut memberikan kesadaran perlunya implementasi
berbagai model atau metode pembelajaran fisika yang tepat untuk meningkatkan tingkat kognitif siswa.
Menurut model perkembangan kognitif Piaget, individu akan melalui fase dan waktu tertentu terhadap
pengembangan kemampuan penalaran ilmiah. Siswa melalui tahapan perkembangan yang berbeda hingga
mencapai tingkat penalaran ilmiah tertinggi yaitu penalaran operasional formal. Antara usia 6 dan 11
tahun, siswa mencapai tingkat operasional konkret. Pada tahap itu, siswa dapat mengklasifikasikan benda dan
memahami konservasi jumlah, berat dan nilai-nilai yang berkelanjutan, tetapi mereka masih belum mampu
berpikir dalam hal hipotesis. Siswa pada usia antara 11 dan 15 dapat mengisolasi dan mengontrol variabel dan
mengamati hubungan timbal balik antara variabel melalui penalaran proporsional. Sehingga, siswa mampu
melakukan penalaran hipotetis dalam tahap terakhir pengembangan penalaran yaitu penalaran operasional
formal.
Berdasarkan uraian tersebut dapat diketahui bahwa penalaran ilmiah mencakup keterampilan yang terlibat
dalam penyelidikan untuk mendukung eksperimen, bukti evaluasi, dan kesimpulan. Siswa ditingkat Sekolah
menengah atas SMA telah mencapai usia antara 11 dan 15 yang telah mampu melakukan penalaran hipotetis
dalam tahap terakhir pengembangan penalaran yaitu penalaran operasional formal. Pembelajaran inkuiri pada
siswa SMA sesuai untuk mendukung keterampilan penalaran ilmiah siswa.
Evaluasi Penalaran Ilmiah
Selain penggunaan bukti yang optimal oleh siswa dalam berbagai cara yang produktif dan berguna bagi
guru dan peneliti, penilaian penalaran ilmiah juga penting untuk dilakukan. Lawson Classroom Test of Scientific
Reasoning LCTSR Lawson, 1978, 2000 merupakan
instrumen penilaian yang banyak digunakan untuk menyelidiki kemampuan penalaran ilmiah siswa Lee and
She, 2010. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tes ini adalah dioptimalkan untuk menilai siswa SMA. The
Lawson pertama kali dikembangkan pada tahun 1978 dan direvisi pada tahun 2000 yang terdiri dari 12 dua
pertanyaan bertingkat sehingga total seluruh pertanyaan terdiri dari 24 item. Setiap pertanyaan memiliki
pertanyaan lapis kedua yang dirancang untuk mengukur secara mendalam proses pemahaman ilmiah siswa. 12
item tes tersebut masing-masing berisi dua tingkatan yaitu tingkat pertama mengharuskan siswa untuk memilih
jawaban, dan tingkat kedua menuntut siswa untuk menggunakan pemikiran atas jawaban tersebut. Siswa
yang mendapat skor 0-2 diklasifikasikan pada tingkat yang lebih rendah secara umum berhubungan dengan
tingkat
pre-concrete operational Piaget. Skor 3-4
diklasifikasikan pada tingkat yang lebih rendah secara umum berhubungan dengan tingkat
post-concrete operational
Piaget. Skor 5-8 diklasifikasikan sebagai Seseorang yang berada tingkat transisi dan mereka yang
mencapai skor 9-12 diklasifikasikan sebagai tingkat yang lebih tinggi yang sesuai umumnya untuk tahap
operasional formal Piaget Lawson 1978.
Tes Lawson memiliki desain yang unik dengan menggunakan struktur dua tingkat, yang dapat
menghasilkan kekayaan informasi tentang kemampuan siswa dalam mengkoordinasikan kesimpulan dan
penjelasan. Pola penalaran ilmiah sebagai domain kemampuan penalaran ilmiah termasuk: 1 Conservation
of Mass and Volume CMV;
2 Proportional Thinking
ISBN: 978-602-72071-1-0
PPT , 3 Control of Variables CV, 4 Probabilistic
Thinking PBT , 5 Correlational Thinking CT, dan 6
Hypothetical-deductive Reasoning HDR . Berpikir
proporsional dapat dikonseptualisasikan dengan cara menemukan satu variabel luas sebagai masalah
perbandingan dengan variabel intensif. Pengendalian variabel meliputi mengendalikan variabel dependen dan
independen yang berpengaruh dalam uji hipotesis. Berpikir probabilistik sebagai situasi di mana
menghasilkan hasil tertentu ketika diulang dalam keadaan yang sama dalam konteks yang lebih besar. Berpikir
korelasional untuk menentukan kekuatan hubungan timbal balik antara variabel. Penalaran hipotetis-deduktif
sebagai karakteristik dari proses penalaran yang menghasilkan pengembangan dan pengorganisasian solusi
yang mungkin untuk menangani masalah dalam setiap langkah dan domain dari kehidupan.
Dalam fisika, banyak peneliti pendidikan yang menggunakan uji Lawson untuk mempelajari hubungan
antara kemampuan penalaran ilmiah siswa dan pembelajaran fisika. Coletta dan Phillips 2005
melaporkan korelasi yang signifikan r ≈ 0,5 antara pre- post normalized gain
pada konsep gaya dan kemampuan penalaran siswa diukur dengan tes Lawson. Instrumen ini
telah diukur validitas dan reliabilitasnya. Misalnya, Lawson, Bank, dan Logvin 2007 menunjukkan nilai α
cronbach posttest adalah 0,79. She dan Lee 2010
menunjukkan α cronbach adalah 0,71 untuk pretest, 0,61
untuk post-test, dan 0,76 untuk retensi-test. Reliabilitas tes ditemukan 0,71 dengan menghitung konsistensi
internal menggunakan alpha Cronbach yang dianggap sesuai digunakan dalam penelitian. Salah satu bentuk tes
LCTSR
yaitu pengendalian variabel dapat dilihat pada contoh berikut.
Berikut ini merupakan hasil penelitian tentang kemampuan penalaran ilmiah menggunakan Lawson
Classroom Test of Scientific Reasoning LCTSR
Gambar 1. Persentase Kelas 3-12 pada Enam Tingkat Tes Lawson.
Tingkat 1 dan 2 menunjukkan tingkat keterampilan yang relatif rendah, persentase tingkat ini menurun seiring
semakin bertambahnya usia. Level 3 menunjukkan bahwa persentase relatif tetap stabil hingga terjadi kenaikan yang
tajam pada kelas 7 ke kelas 8, setelah itu terjadi penurunan
terus-menerus. Secara
umum terjadi
peningkatan nilai persentase seiring bertambahnya usia, namun terjadi penurunan dari kelas 11 ke kelas 12.
Tingkat 5 menunjukkan bahwa persentase meningkat seiring peningkatan kelas. Persentase tingkat 6 meningkat
seiring besarnya kelas. Hal ini menunjukkan bahwa siswa memerlukan keterampilan penalaran yang kuat untuk
menjawab semua empat item dengan benar.
Berdasarkan uraian tersebut dapat diketahui bahwa Lawson Classroom Test of Scientific Reasoning LCTSR
merupakan instrumen penilaian yang banyak digunakan untuk menyelidiki kemampuan penalaran ilmiah siswa.
Tes ini adalah dioptimalkan untuk menilai siswa SMA. uji Lawson digunakan untuk mempelajari hubungan antara
kemampuan penalaran ilmiah siswa dan pembelajaran fisika. Domain kemampuan penalaran ilmiah termasuk: 1
Conservation of Mass and Volume CMV;
2 Proportional Thinking PPT
, 3 Control of Variables CV
, 4 Probabilistic Thinking PBT, 5 Correlational Thinking CT
, dan 6 Hypothetical-deductive Reasoning HDR
. Instrumen ini telah terukur validitas dan reliabilitasnya. Dapat disimpulkan bahwa Lawson
Classroom Test of Scientific Reasoning LCTSR merupakan instrumen penilaian untuk mempelajari
hubungan antara kemampuan penalaran ilmiah siswa dan pembelajaran fisika SMA.
Penalaran Ilmiah dalam Pembelajaran Fisika
Fisika merupakan ilmu pengetahuan dasar yang berhubungan dengan perilaku dan struktur benda. Tujuan
utama semua sains termasuk fisika adalah usaha untuk mencari keteraturan dalam pengamatan manusia pada
alam sekitar Giancoli, 2005. Fisika bertujuan untuk mengembangkan kemampuan berpikir analisis induktif
dan deduktif dengan menggunakan konsep dan prinsip fisika untuk menjelaskan peristiwa yang terkait dengan
konsep dan prinsip tersebut dan menyelesaikan masalah baik secara kualitatif dan kuantitatif Erlina et al. 2015.
Fisikawan
menggunakan metode
ilmiah untuk
mengamati, mengukur, dan memprediksi peristiwa fisik dan sifatnya Ewen, et al. 2012. Mata pelajaran fisika
berhubungan erat dengan berbagai gejala alam dalam kehidupan
sehari-hari dan
ditujukan untuk
mengembangkan keterampilan bernalar, berpikir analitik,
ISBN: 978-602-72071-1-0
induktif, dan deduktif menggunakan konsep dan prinsip fisika. Keterampilan penalaran meliputi klarifikasi, dasar,
inferensi dan evaluasi Ennis, 1987. Penalaran ilmiah melibatkan proses induktif untuk mencapai kesimpulan
umum atau deduktif untuk mencapai kesimpulan logis tertentu atau keduanya.
Berdasarkan uraian tersebut dapat diketahui bahwa fisika merupakan ilmu pengetahuan dasar yang
berhubungan dengan perilaku dan struktur benda. Fisika bertujuan untuk mengembangkan kemampuan berpikir
analisis induktif dan deduktif dengan menggunakan konsep dan prinsip fisika. Mata pelajaran fisika
berhubungan erat dengan berbagai gejala alam dalam kehidupan
sehari-hari dan
ditujukan untuk
mengembangkan keterampilan bernalar, berpikir analitik, induktif, dan deduktif menggunakan konsep dan prinsip
fisika. Dapat disimpulkan bahwa keterampilan penalaran ilmiah melibatkan kemampuan berpikir analisis induktif
dan deduktif dengan menggunakan konsep dan prinsip fisika.
Seorang siswa yang memiliki kemampuan dalam penalaran ilmiah diantaranya mampu menyimpulkan
informasi yang valid dari data kuantitatif yang disajikan dalam bentuk grafik. Keterampilan yang diukur dalam
representasi data yaitu membaca grafik, interpretasi plot pencar, dan interpretasi informasi yang disajikan dalam
tabel, diagram, dan angka. Penalaran ilmiah melibatkan penyajikan beberapa hipotesis atau pandangan yang
saling tidak konsisten karena interpretasi data yang berbeda. Hal ini mungkin disebabkan penyajian diagram,
grafik, tabel, diagram, atau gambar yang dapat mengukur keterampilan
umum siswa
dalam memahami,
menganalisis, dan membandingkan sudut pandang atau hipotesis alternatif.
Kompetensi siswa dibentuk ketika siswa terlibat aktif dalam aktivitas mental, fisik, dan sosialnya. Proses
pembelajaran pelajaran
fisika mengisyaratkan
pembelajaran harus bersifat student centered berbasis kegiatan ilmiah. Pembelajaran inkuiri terbimbing
memberi kesempatan
para siswa
membangun pengetahuan secara multi representasi dan membantu
siswa mengembangkan pemahaman konsep Pandey, et al., 2011. Siswa memerlukan penghayatan dari sikap,
pengetahuan, dan keterampilan yang mereka dapat dari pembelajaran
kemudian menyesuaikan
terhadap pengalaman-pengalaman
mereka melalui
multi representasi. Peserta didik akan belajar lebih efektif dan
efisien ketika mereka aktif untuk mengolah informasi dengan multi representasi David, et al., 2013.
Beberapa alasan pentingnya menggunakan multi representasi dalam pembelajaran diantaranya, yaitu
representasi bermanfaat bagi penalaran kualitatif, representasi matematik digunakan untuk penalaran
kuantitatif dan multi representasi bermanfaat dalam kegiatan penyelidikan inkuiri. Acevedo, et al., 2010
menyatakan bentuk dari kemampuan multi repesentasi fisika adalah kemampuan untuk menyelesaikan masalah-
masalah fisika dengan proses representasi yang bermacam cara yaitu matematis, verbal tulisan atau
oral, dan visual simbolnotasi, gambar, dan grafik. Berdasarkan uraian tersebut dapat diketahui bahwa
penalaran ilmiah melibatkan penyajikan beberapa hipotesis atau pandangan yang saling tidak konsisten
karena interpretasi data yang berbeda. Siswa akan belajar lebih efektif dan efisien ketika mereka aktif untuk
mengolah
informasi dengan
multi representasi.
Representasi bermanfaat sebagai penalaran kualitatif dan penalaran kuantitatif. Dapat disimpulkan bahwa multi
representasi bermanfaat sebagai penalaran kualitatif dan penalaran kuantitatif.
Penalaran ilmiah meliputi penalaran dan keterampilan yang terlibat dalam menghasilkan, menguji dan merevisi
hipotesis atau teori, dan dalam masalah yang mengembangkan keterampilan secara penuh, merefleksi
pemahaman pengetahuan dan perubahan pengetahuan yang dihasilkan dari kegiatan penyelidikan. Para ilmuwan
tidak satu-satunya orang yang menggunakan keterampilan penalaran ilmiah dalam bidang pekerjaan. Dalam domain
kerja, seorang majikan mencari orang yang dapat mempelajari
tugas baru
dengan memanfaatkan
kemampuan memecahkan
masalah. Keterampilan
penalaran tertentu dapat membantu pengambilan keputusan dan pemecahan masalah dalam kehidupan
sehari-hari. Keterampilan rasio dapat digunakan dalam menentukan jarak tempuh atau menemukan merek
termurah di toko. Penalaran induktif digunakan untuk membuat kesimpulan dari pengamatan dan informasi
yang terbatas. Penalaran kausal dan probabilitas digunakan dalam memprediksi cuaca dan menilai tingkat
asuransi. Hipotetis keterampilan penalaran deduktif digunakan dalam menyelesaikan masalah dalam
kehidupan sehari-hari yang telah menjadi bagian kemampuan yang bersifat otomatis. Berdasarkan uraian
tersebut dapat disimpulkan bahwa penalaran ilmiah melibatkan kegiatan menghasilkan, menguji dan merevisi
hipotesis serta membantu pengambilan keputusan dalam penyelesaian masalah.
Awal mulanya, penalaran ilmiah disebut sebagai penalaran formal oleh Piaget atau berpikir kritis oleh
Hawkins. Penalaran ilmiah berkaitan erat dengan berbagai kemampuan kognitif umum seperti berpikir kritis dan
penalaran. Keterampilan penalaran ilmiah adalah alat yang memungkinkan seseorang untuk memperoleh
pengetahuan baru dan berpikir kritis. Penalaran ilmiah dan keterampilan berpikir kritis merupakan landasan
penting dari skeptisisme dan penalaran berbasis bukti yang merupakan dasar untuk ilmu pengetahuan. Menurut
Komite Nasional Dewan Penelitian tentang Pendidikan Sarjana Sains Franz and Green, 2013, berfikir kritis
disebut
dengan istilah
penalaran ilmiah
yang menggabungkan aspek analisis dengan keterampilan
khusus yang terkait dengan desain eksperimental. Berdasarkan uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa
penalaran ilmiah merupakan cara untuk berfikir kritis.
PENUTUP Simpulan
Berdasarkan hasil kajian dari berbagai literatur diatas dapat disimpulkan bahwa:
ISBN: 978-602-72071-1-0
1. Keterampilan penalaran ilmiah dapat dilatihkan dan ditransfer dan merupakan faktor penting yang dapat
memungkinkan bagi siswa untuk mampu menangani tugas-tugas dunia nyata dalam karir masa depan.
2. Pembelajaran inkuiri pada siswa SMA sesuai untuk mendukung keterampilan penalaran ilmiah siswa.
3. Lawson Classroom Test of Scientific Reasoning LCTSR
merupakan instrumen penilaian untuk mempelajari hubungan antara kemampuan penalaran
ilmiah siswa dan pembelajaran fisika SMA. 4. Domain kemampuan penalaran ilmiah termasuk: 1
Conservation of Mass and Volume CMV; 2
Proportional Thinking PPT , 3 Control of Variables
CV , 4 Probabilistic Thinking PBT, 5
Correlational Thinking CT , dan 6 Hypothetical-
deductive Reasoning HDR .
5. Keterampilan penalaran
ilmiah melibatkan
kemampuan berpikir analisis induktif dan deduktif dengan menggunakan konsep dan prinsip fisika.
6. Multi representasi bermanfaat sebagai penalaran kualitatif dan penalaran kuantitatif.
7. Penalaran ilmiah melibatkan kegiatan menghasilkan, menguji dan merevisi hipotesis serta membantu
pengambilan keputusan dalam penyelesaian masalah. 8. Penalaran ilmiah merupakan cara untuk berfikir kritis.
Saran Penalaran ilmiah menjadi hal yang penting dan diterapkan
sebagai kerangka pedagogis dalam proses pembelajaran. Perlunya pengembangan model pembelajaran fisika yang
mengintegrasikan multirepresentasi dan penalaran ilmiah dalam menyelesaiakan masalah.
DAFTAR PUSTAKA Acevedo, N. A. Van Dooren, W. Clarebout, G. Elen, J.
and Verschaffel, L. 2010. “Representational flexibility in linear-function problems: a
choiceno- choice study”. In L. Verschaffel, E.
De Corte, T. de Jong and J. Elen Eds. Use or representations in reasoning and problem
solving: Analysis and improvement , 74-79.
Milton Park, UK: Routledge. Arsyad, A. 2011. Media Pembelajaran. Jakarta:
Rajawali Pers. Boudreaux, A., Shaffer, P., Heron, P., McDermott, L.
2008. Student understanding of control of variables: Deciding whether or not a variable
influences the behavior of a system. American Journal of Physics
, 762, 163 - 170. Bukhori, F. 2012. Pembelajaran Berbasis Inkuiri untuk
Optimalisasi Pemahaman Konsep Fisika pada Siswa Di SMA Negeri 4 Magelang, Jawa
Tengah. Jurnal Berkala Fisika Indonesia 4 1 dan 211-21.
David, M. J. Christophe, D. J. Norma, A. J. 2013. “The
effect of representations on difficulty perception and learning of the physical concept of
pressure”. Themes in science and technology education
. Vol.6 No.2, pp. 91-108. Erlina,
Nia. 2013.
Pengembangan Perangkat
Pembelajaran Fisika Menggunakan Model Learning Cycle 7E
untuk Meningkatkan Keterampilan Penyelesaian Masalah. Tesis:
Magister Pendidikan,
Universitas Negeri
Surabaya. Erlina. N, Jatmiko. B, and Wicaksono. I. 2015. Problem
Solving Skills in Learning Physics. Proceeding International Conference
2015: 427-445. ISSN: 2443-2768 Mei 2015. Pascasarjana
Universitas Negeri
Surabaya UNESA,
Indonesia. Ewen, D., Schurter, N Gundersen, P.E 2012. Applied
Physics 10 th ed. Upper Saddle River, NJ:
Prentice Hall. Franz and Green. 2013. The impact of an
interdisciplinary learning community course on pseudoscientific reasoning in first-year science
students. Journal of the Scholarship of Teaching and Learning
, Vol. 13, No. 5, December 2013, pp. 90
– 105. Giancoli D.C. 2005. Physics: Principles with
Aplication, Sixth Edition. New Jersey: Printice Hall.
Giere, J., Bickle and R. F. Mauldin. 2006. Understanding Scientific Reasoning
, 5th edition, Belmont, CA: ThomsonWadsworth
Hogan, K.., Maglienti, M. 2001. Comparing the epistemological underpinnings of students‟ and
scientists‟ reasoning about conclusions. Journal of Research in Science Teaching
, 38 6, 663 - 687.
Hosnan. 2014. Pendekatan Saintifik dan Kontekstual Dalam Pembelajaran Abad 21
. Jakarta: Ghalia Indonesia.
Lawson, A. E. 1978. The development and validation of a classroom test of formal reasoning.
Journal of Research in Science Teaching, 151, 11-24.
Lawson, A. E. 2000. The generality of hypothetico- deductive reasoning: making scientific thinking
explicit. The American Biology Teacher, 627, 482-495.
Lawson, A. E. 2004. The Nature and Development of Scientific Reasoning: A Synthetic View.
International Journal
of Science
and Mathematics
Education ,
23, 307-338.
doi:10.1007s10763-004-3224-2. Lee, C.-Q., She, H.-
C. 2010. Facilitating Students‟ Conceptual Change and Scientific Reasoning
Involving the Unit of Combustion. Research Science Education
, 40, 479-504. Nersessian, N. J. 1995. Should physicists preach what
they practice? Constructive modeling in doing and learning physics. Science Education, 4
3, 203 - 226.
Pandey1, G. K. Nanda, and Ranjan, V. 2011. “Effectiveness of inquiry training model over
conventional teaching method on academic achievement of science students in India”.
ISBN: 978-602-72071-1-0
Journal of innovative research in education. Vol.1 No.1, pp. 7-20.
Piajet, J. 1985. The Equilibration of Cognitive Structures: The Central Problem of Intellectual
Development . Chicago and London: University
of Chicago Press. Rebich, S., Gautier, C. 2005. Concept mapping to
reveal prior knowledge and conceptual change in a mock summit course on global climate
change. Journal of Science Education, 53, 355- 365.
Shermer, M. 2002. Why people believe weird things: Pseudo-science,
superstition, and
bogus notions of our time
. New York, NY: Henry Holt and Company, LLC.
Slameto. 2010. Belajar dan Faktor-faktor yang Mempengaruhi
. Jakarta: Rineka Cipta. Wati, S. C., Sulastri, dan Riastini, N. 2012. Pengaruh
Model Pembelajaran Tps Berbantuan Media Permainan
Tradisional Bali
Terhadap Pemahaman Konsep IPA Siswa Kelas IV SD
Gugus IV
Sawan. E-Journal
Program Pascasarjana Universitas Pendidikan Ganesha
Program Studi PGSD 3 4 1-9.
Weld, J., Stier, M., Birren, J. M. 2011. The Development of a Novel Measure of Scientific
Reasoning Growth Among College Freshmen: The Constructive Inquiry Science Reasoning
Skills Test. Research and teaching, 404, 101- 107.
World Economic Forum. 2015. New Vision for Education
Unlocking the
Potential of
Technology http:www3.weforum.orgdocsWEFUSA_New
VisionforEducation_Report2015.pdf Zimmerman, C. 2005. The development of scientific
reasoning: what psychologists contribute to an
understanding of elementary science learning .
Paper commissioned by the Academies of Science National Research Council‟s Board of
Science Education, Consensus Study on Learning Science, Kindergarten through Eighth
Grade. http:www7.nationalacademies.orgboseCorinn
e_Zimmerman_Final_Paper.pdf
Zimmerman, C. 2007. The development of scientiWc thinking skills in elementary and middle school.
Developmental Review , 27, 172-223.
Zeineddin, A., Abd-El-Khalick, F. 2010. Scientific Reasoning and Epistemological Commitments:
Coordination of
Theory and
Evidence Among College Science Students. Journal of
research in science teaching , 479, 1064-1093.
doi:10.1002tea.20368
ISBN: 978-602-72071-1-0
EKSPLORASI KREATIVITAS ILMIAH SISWA SMA STUDI KASUS DI SMAN KABUPATEN BANYUWANGI
Iwan Wicaksono
1
Madlazim
2
Wasis
3 1
Program Studi S3 Pendidikan Sains, Program Pascasarjana Universitas Negeri Surabaya
2, 3
Dosen Pascasarjana Prodi Pendidikan Sains Univesrtitas Negeri Surabaya E-mail: iwan.wicaksono20gmail.com
ABSTRAK
Tujuan penelitian ini bertujuan untuk mengeksplorasi kreativitas ilmiah siswa SMA menggunakan pendekatan kualitatif. Eksplorasi kreativitas ilmiah siswa yang dilakukan meliputi proses pembelajaran,
penerapan kreativitas ilmiah, hambatan faktor yang menghalangi kreativitas ilmiah, dan harapan kreativitas ilmiah siswa. Lokasi penelitian di 3 SMA Negeri di Kabupaten Banyuwangi, Jawa Timur,
Indonesia yaitu SMA Negeri 1 Pesanggaran, SMA Negeri 2 Genteng, dan SMA Negeri 1 Gambiran yang dilaksanakan pada bulan November 2015. Teknik pengambilan sampel yang digunakan yaitu purposive
sampling terdiri atas 1 guru di masing-masing sekolah dan 3 siswa di masing-masing sekolah. Teknik pengumpulan data meliputi: 1 wawancara; 2 obeservasi; 3 dokumen; dan 4 bahan audio visual.
Analisis data kualitatif terdiri dari pengumpulan data, reduksi data, penyajian data, dan penarikan kesimpulan dengan menggunakan NVivo. Hasil eksplorasi menunjukkan jarang dilatihkan dalam proses
pembelajaran terbatasnya fasilitas laboratorium, kurangnya kesempatan untuk mengungkapkan dan menerapkan ide yang dimiliki melalui kegiatan percobaan, pemanfaatan ICT masih terbatas pada
penyampain materi pelajaran, kurang menekankan metode ilmiah yang mendorong kreativitas ilmiah, contoh penerapan kreativitas ilmiah, ranah evaluasi terbatas pada level menerapkan, dan kreativitas ilmiah
siswa mayoritas berkategori rendah. Kesimpulan analisis kebutuhan di lapangan ini, untuk kasus yang sama dapat dijadikan sebagai landasan penelitian selanjutnya, memberikan potensi untuk mengembangkan
model yang spesifik untuk meningkatkan kerativitas ilmiah siswa. Kata Kunci:
kreativitas ilmiah, pendekatan kualitatif, NVivo.
ABSTRACT
The purpose of this study aims to explore the scientific creativity of high school students using qualitative approach. Exploration of scientific creativity of students was conducted on the learning process, the
application of scientific creativity, obstacle factors that hinder scientific creativity, and expectations of the scientific creativity of students. Research sites in three high schools in Banyuwangi, East Java, Indonesia,
Pesanggaran SMAN 1, SMAN 2 Tile, and SMA 1 Gambiran held in November 2015. The sampling technique used is purposive sampling consisting of one teacher in each school and 3 students in each
school. Data collection techniques include: 1 interviews; 2 observation; 3 documents; and 4 audio- visual material. Qualitative data analysis consists of data collection, data reduction, data presentation,
and conclusion by using NVivo. Exploration results show rarely trained in the learning process limited laboratory facilities, the lack of opportunities to express and implement those that are owned through
experiment, the use of ICT is still limited to penyampain subject matter, less stressed scientific method that encourages scientific creativity, examples of the application of scientific creativity, the realm of evaluation
limited to the level of implementing, and scientific creativity of students the majority of low category. Conclusion The analysis of the needs in this field, for the same case can be used as the basis of further
research, giving it the potential to develop specific models to improve scientific kerativitas students. Keywords:
scientific creativity, qualitative approach, NVivo.
ISBN: 978-602-72071-1-0
PENDAHULUAN
Keterampilan abad
ke-21 secara
langsung mempengaruhi pengajaran dan pembelajaran. Duncan
dalam Larson Miller, 2011 menunjukkan keterampilan abad ke-21 ditandai dengan meningkatnya
tuntutan keterampilan kreativitas, ketekunan, dan penyelesaian masalah yang dilakukan melalui kegiatan
kelompok.
Kerangka yang
menggambarkan keterampilan, pengetahuan, dan keahlian siswa yang
dibutuhkan untuk keberhasilan memasuki dunia kerja saat ini meliputi: 1 subyek inti dan tema abad ke-21; 2
keterampilan belajar dan inovasi; 3 keterampilan informasi, media, dan teknologi; dan 4 keterampilan
hidup dan karir The Partnership for 21st Century Skills, 2009. Proses pembelajaran harus dibangun visi
mendidik
dengan meningkatkan
keterampilan komunikasi dan kolaborasi, mengintegrasikan teknologi
dan keterampilan
penyelesaian masalah,
serta menghasilkan pemikiran inovatif dan kreatif Anderson
Krathwohl, 2001. Ditinjau dari aspek kehidupan mana pun, kebutuhan
akan kreativitas sangatlah terasa. Torrance dalam Mayesky, 2009 menyatakan kreativitas adalah
kemampuan untuk menghasilkan hal baru, suatu hal baru dengan kekhususan. Rhodes dalam Munandar, 2012
menyebut empat jenis definisi tentang kreativitas ini sebagai Four Ps of Creativity: Person, Process, Press,
dan Product. Ditinjau dari aspek pribadi person, kreativitas muncul dari interaksi pribadi yang unik dengan
lingkungannya. Torrance dalam Munandar, 2012 meninjau sebagai proses process, kreativitas adalah
proses merasakan dan mengamati adanya masalah, membuat dugaan tentang kekurangan masalah, menilai dan menguji
dugaan atau hipotesis, kemudian mengubah dan mengujinya lagi, dan akhirnya menyampaikan hasil-
hasilnya. Ditinjau dari aspek pendorong press kreativitas dalam perwujudannya memerlukan dorongan
internal maupun dorongan eksternal dari lingkungan. Definisi
mengenai produk
product kreativitas
menekankan bahwa apa yang dihasilkan dari proses kreativitas merupakan sesuatu yang baru, orisinal, dan
bermakna. Pada umunya, definisi kreativitas berfokus pada salah satu dari atau kombinasinya dari empat P
yang saling berkaitan yaitu pribadi kreatif yang melibatkan diri dalam proses kreatif dengan dukungan
dan dorongan dari lingkungan untuk menghasilkan produk kreatif.
Kreativitas diasumsikan sebagai suatu yang dimiliki atau tidak dimiliki, dan tidak banyak yang dapat
dilakukan melalui pendidikan untuk mempengaruhinya Munandar, 2012. Asumsi tersebut bertolak belakang
dengan hasil penelitian yang mengungkapkan kreativitas tidak semata-mata dari sifat genetik saat lahir tetapi sifat
yang dapat dikembangkan tetapi kecerdasan pada umumnya merupakan anugerah genetik Dyer, et al.,
2011. Keterampilan berpikir kreatif merupakan hasil belajar, hanya sepertiga secara inovatif dan kreatif
bersumber dari genetik dan sisanya dari proses belajar. Amabile dan Garner dalam Adams, 2005 menekankan
bahwa berfikir kreatif merupakan aspek kunci proses kreatif. Berpikir merupakan proses menghasilkan
representasi mental yang baru melalui transformasi informasi yang melibatkan interaksi secara kompleks
antara atribut-atribut mental seperti penilaian, abtraksi, penalaran, imajinasi, dan pemecahan masalah Solso, et
al., 2008. Berpikir kreatif merupakan unsur esensial kreativitas seseorang, setiap tindakan kreatif selalu
melibatkan kemampuan berpikir kreatif. Hakikat sains meliputi empat unsur utama meliputi: 1 rasa ingin tahu
tentang benda, fenomena alam, makhluk hidup, dan hubungan sebab akibat yang menimbulkan masalah baru
yang dapat dipecahkan melalui prosedur yang benar dan bersifat open ended; 2 prosedur pemecahan masalah
melalui metode ilmiah meliputi: penyusunan hipotesis, perancangan eksperimen atau percobaan, evaluasi,
pengukuran, dan penarikan kesimpulan; 3 produk berupa fakta, prinsip, teori, dan hukum; dan 4 aplikasi berupa
perencanaan metode ilmiah dan konsep sains dalam kehidupan sehari-hari. Dalam proses pembelajaran sains,
keempat unsur itu diharapkan dapat muncul, sehingga siswa dapat mengalami proses pembelajaran secara utuh,
memahami fenomena alam melalui pemecahan masalah, metode ilmiah, dan meniru cara ilmuwan bekerja dalam
menemukan fakta baru Wati, dkk., 2012.
Belajar sains mempunyai kesamaan dengan proses kreatif, berbagai langkah proses ilmiah, sesuai dengan
konteks ilmiah modern, masyarakat yang membutuhkan ilmiah, dan orang yang terampil mempunyai visi kreatif
Mukhopadhyay, 2013. Kreativitas ilmiah digunakan untuk mencapai langkah-langkah baru dan kebaruan
dalam mewujudkan tujuan sains, salah satunya melatih siswa yang tertarik pada aktivitas sains sehingga
meningkatkan prestasi akademik siswa. Mata pelajaran fisika berpotensi dalam domain untuk mendorong
pemikiran kreatif dan penting untuk dikembangkan dan keseluruhan ciri kreativitas ilmiah juga merupakan ciri
dasar kreativitas dalam fisika. Kreativitas dalam sains fisika merupakan proses intelektual multidimensi dan
kompleks yang berhubungan dengan mengetahui, memahami dan menerapkan konsep, hukum, prinsip,
teori, rumus, simbol yang digunakan dalam fisika. Proses tersebut membantu siswa dalam mengenali kemungkinan
penyebab
dari masalah,
merumuskan masalah,
mengidentifikasi variabel, mengonstruksi persamaan, mencari kemungkinan solusi menggunakan pemikiran
analitis, imajinasi antisipatif, dan verifikasi percobaan. Kreativitas ilmiah sebagai suatu sifat intelektual atau
kemampuan menghasilkan atau berpotensi menghasilkan suatu produk tertentu yang orisinal dan memiliki nilai
sosial atau personal, dirancang dengan suatu tujuan tertentu di dalam pikiran, menggunakan informasi yang
diberikan Hu Adey, 2002. Keterampilan proses sains siswa juga akan menunjukkan berapa banyak siswa
memiliki komponen kreativitas ilmiah Pekmez, et al., 2009.
Penyelesaian masalah dalam sains menghendaki siswa mengeksplorasi pengetahuannya sendiri dan
membayangkan berbagai cara untuk memperoleh suatu solusi. Komponen kreativitas dari penyelidikan dapat
diukur dengan keterampilan siswa dalam mengajukan
ISBN: 978-602-72071-1-0
pertanyaan yang sesuai dan penentuan variabel, perencanaan eksperimen, dan mencoba metode yang
berbeda. Torrance dalam Hu Adey, 2002 komponen kreativitas mempunyai dimensi kelancaran, kelenturan,
dan orisinalitas yang melingkupi indikator keterampilan berfikir kreatif ilmiah. Dimensi kreativitas meliputi: 1
kelancaran
fluency adalah
kemampuan untuk
menghasilkan banyak ide verbal atau nonverbal dalam merespons masalah yang tidak memiliki satu jawaban
benar; 2 fleksibilitas flexibility adalah kemampuan untuk mengambil pendekatan berbeda untuk suatu
masalah, memikirkan ide dalam kategori yang berbeda, atau melihat masalah dari perspektif yang berbeda; dan
3 keaslian originality berarti keunikan, ketidaksamaan dalam pemikiran dan tindakan, fleksibilitas atau cara
berpikir yang unik Hu Adey, 2002; Pekmez, et al., 2009.
Tes Scientific Creativity and Scientific Proses Skill SCSPC sebagai alat ukur kreativitas ilmiah dengan
melakukan assesmen terhadap keterampilan proses sains siswa meliputi: 1 penggunaan-penggunaan yang tidak
biasa unusual uses; 2 kemampuan siswa untuk memperbaiki suatu produk teknis product ability to
improve a technical
; 3 imajinasi ilmiah siswa scientific imagination
; 4 kemampuan eksperimen kreatif creative experimental ability; dan 5 kemampuan
merancang produk sains kreatif creative science product design ability
Pekmez, et al., 2009. Peningkatan keterampilan berpikir kreatif ilimah tersebut dapat
menjawab perubahan zaman karena masalah harus ditangani secara kreatif dan pengetahuan tidak menjamin
dapat menyelesaikan masalah di masa depan
.
Penelitian kreativitas ilmiah yang telah dilakukan menunjukkan bahwa tidak cukup dengan kemampuan
sains tetapi banyak faktor yang mempengarui perkembangan kreativitas ilmiah dan perlakuan khusus
yang dapat diterapkan Hu Adey, 2002. Pendekatan kualitatif yang digunakan untuk mengidentifikasi atau
mempersempit fokus dari variabel-variabel potensial kreativitas ilmiah siswa Creswell, et al., 2003. Tujuan
eksplorasi untuk menginvestigasi fenomena penelitian yang belum dipahami secara utuh dan membangun
hipotesis-hipotesis untuk tujuan penelitian selanjutnya. Eksplorasi kreativitas ilmiah siswa dibutuhkan karena
proses identifikasi analisis kebutuhan lebih lanjut selain menggunakan informasi yang sudah ada dalam literatur
atau bersandar pada hasil penelitian yang lain Creswell, 2013. Hasil eksplorasi kreativitas ilmiah siswa
digunakan untuk mengungkap kebutuhan di lapangan sebelum melakukan penelitian selanjutnya.
METODE PENELITIAN
Pada dasarnya bagian ini menjelaskan bagaimana penelitian itu dilakukan. Materi pokok bagian ini adalah:
1 rancangan penelitian; 2 populasi dan sampel sasaran penelitian;
3 teknik
pengumpulan data
dan pengembangan instrumen; 4 dan teknik analisis data.
Metode penelitian yang digunakan merupakan pendekatan kualitatif
melalui serangkaian
representasi yang
digunakan mencakup berbagai catatan lapangan, wawancara, percakapan, foto, rekaman, dan catatan
pribadi. Sejumlah definisi tentang penelitian kualitatif telah banyak dikemukakan oleh para ahli. Metode
penelitian kualitatif sebagai prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau
lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat diamati Creswell, 2013.
a. Jenis Penelitian Jenis penelitian yang digunakan adalah studi kasus
eksploratoris. Studi kasus merupakan peneliti menyelidik secara cermat suatu program, peristiwa, aktivitas, proses,
atau sekelompok individu Creswell, 2013. Studi kasus eksploratoris dilakukan sebagai studi pendahuluan untuk
melakukan penelitian pengembangan berikutnya Borg Gall, 2003.
b. Prosedur Pengumpulan data Lokasi penelitian di 3 SMA Negeri di Kabupaten
Banyuwangi, Jawa Timur, Indonesia yaitu SMA Negeri 1 Pesanggaran, SMA Negeri 2 Genteng, dan SMA Negeri
1 Gambiran. Penelitian dilaksanakan pada bulan November 2015. Teknik pengambilan sampel yang
digunakan yaitu purposive sampling. Sampel yang digunakan terdiri atas: 1 1 guru di masing-masing
sekolah G1, G12, dan G3 dan 2 3 siswa di masing- masing sekolah S11, S12, S13, S21, S22, S23, S31, S32,
dan S33. Peran peneliti dalam penelitian sebagai instrumen atau alat pengumpul data adalah merancang
penelitian, pelaksana dalam pengumpulan data, analisis data yang dikumpulkan, dan melaporkan hasil penelitian.
Teknik pengumpulan data meliputi: 1 wawancara; 2 obeservasi; 3 dokumen; dan 4 bahan audio visual.
Wawancara semi terstruktur berdasarkan topik-topik pertanyaan yang sudah dirancang tetapi pada waktu
bersamaan pada bagian-bagian tertentu dirancang dengan pertanyaan
terbuka. Observasi
dilakukan untuk
memperhatikan fenomena melalui kelima panca indra berdasarkan fokus penelitian. Observasi melalui proses
pembelajaran yang biasanya dilakukan oleh masing- masing sekolah. Dokumen yang berupa tulisan meliputi
Rencana Pelaksanaan Pembelajaran RPP, Lembar Kegiatan Siswa LKS, Buku Ajar Siswa BAS dan hasil
tes kreativitas ilmiah. Bahan audio visual berupa rekaman
wawancara, foto,
dan video
proses pembelajaran.
c. Analisis dan Interpretasi Data Peneliti melakukan analisis dari fakta lapangan
yang ditemukan yang disintesakan ke dalam fokus, kategori, dan sub kategori yang telah ditetapkan dalam
penelitian sesuai model Miles dan Huberman mengunakan NVivo. Analisis data kualitatif terdiri dari
tiga kegiatan yang terjadi secara bersamaan meliputi reduksi data, penyajian data, dan penarikan kesimpulan
yang ditunjukkan pada Gambar 1 Miles Huberman, 1994. Proses yang digunakan untuk analisis data
kualitatif melakukan pengkodean secara manual maupun komputer.
ISBN: 978-602-72071-1-0
Gambar 1. Analisis data model Miles dan Huberman Pengumpulan data merupakan fokus penelitian
tentang kreativitas ilmiah siswa. Data yang muncul dalam penelitian kualitatif berwujud kata-kata melalui
wawancara, observasi, dokumen, dan baha audio visual. Semua data yang terkumpul, dicatat dalam bentuk teks
data NVivo. Data yang diperoleh dari lapangan cukup banyak yang perlu dicatat secara rinci dan teliti. Reduksi
data merupakan proses pemilihan, pemusatan perhatian pada penyederhanaan, pengabstrakan, dan transformasi
data kasar yang muncul dari catatan di lapangan.
Setelah data direduksi, langkah selanjutnya penyajian data merupakan sekumpulan informasi
tersusun yang memberikan kemungkinan adanya penarikan kesimpulan dan pengambilan tindakan.
Melalui penyajian data tersebut, data terorganisasi, tersusun dalam pola hubungan sehingga mudah
dipahami. Langkah selanjunya penarikan kesimpulan dan verifikasi, kesimpulan awal yang dikemukakan masih
bersifat sementara, dan akan berubah bila ditemukan bukti yang kuat mendukung pada tahap pengumpulan
berikutnya.
d. Uji Keabsahan Data Kriteria keabsahan data dilakukan dengan menguji
empat kriteria meliputi: 1 kredibilitas; 2 keteralihan; 3 ketergantungan; dan 4 kepastian Creswell, 2013. Cara
yang dilakukan untuk melihat kredibilitas data dengan triangulasi, pengecekan anggota, perpanjangan waktu
pengamatan, meningkatkan ketekunan, dan bahan referensi. Keteralihan merupakan sejauh mana penelitian
dapat diterapkan dalam situasi lain. Ketergantungan merupakan keterampilan peneliti dalam mengumpulkan
informasi dan ketepatan rancangan. Kepastian sebagai menguji hasil penelitian merupakan fungsi dari proses
penelitian, hal ini dilakukan bersamaan dengan ketergantungan.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Topik eksplorasi kreativitas ilmiah siswa yang dilakukan merupakan penerapan butir kreativitas ilmiah
yang dilaksanakan dalam pembelajaran yang ditunjukkan pada Gambar 2.
Gambar 2. Topik eksplorasi kreativitas ilmiah Butir kreativitas ilmiah yang berhubungan dengan
keterampilan proses sains meliputi: 1 unusual uses; 2 improve a technical product
; 3 scientific imagination; 4 creative experimental ability
; dan 5 creative science product design ability
Hu Adey; Pekmez, et al., 2009. Penerapan butir kreativitas ilmiah dapat ditinjau
dari hasil triangulasi wawancara guru maupun siswa, observasi pembelajaran, dokumen pendukung, dan tes
kreativitas. Hasil kode dapat ditunjukkan pada Tabel 1 berikut.
Tabel 1 . Eksplorasi butir kreativitas ilmiah siswa
Teknik Hasil Kode
Frekue nsi
Wawancara Guru
Jarang dilatihkan Laboratorium terbatas
Teoritis Tugas proyek
3 3
3 1
Wawancara Siswa
Unusual uses Jarang percobaan
Tidak mencari fungsi lain Diberitahu guru
Teoritis Improve a technical product
Tidak dilakukan Remidi
Mengerjakan ulang Membuat soal
Scientific imagination Tidak diungkapkan
Tidak diberi kesempatan Imajinasi rumus
Contoh dari guru Creative experimental
Jarang dilakukan Terbatas alat dan bahan
Terbatas waktu Tidak berkelompok
Creative science product design Belum Pernah
Kreativitas ilmiah dengan ICT Setuju
Menarik Membantu
9 8
6 4
8 8
6 3
8 6
4 3
9 6
6 5
9 9
7 5
ISBN: 978-602-72071-1-0
Teknik Hasil Kode
Frekue nsi
Observasi Pembelajara
n Unusual uses
Tidak diberikan kesempatan Improve a technical product
Tidak ada aktivitas Scientific imagination
Tidak berikan kesempatan Creative experimental
Tidak berikan kesempatan Tidak ada percobaan
Siswa pasif Creative science product design
Tidak berikan kesempatan Tugas mengerjakan soal
Kreativitas ilmiah dengan ICT Menyampaikan materi
3 3
3 3
3 2
3 2
3 Dokumen
RPP Sintaks model tidak sesuai
Langkah pembelajaran tidak jelas Alokasi waktu
Aktivitas guru dominan LKS
Tidak metode ilmiah Diberikan langkah percobaan
Tidak mendorong ide kreativitas ilmiah BAS
Tidak ada contoh percobaan Tidak ada contoh penerapan ilmiah
Soal evaluasi C1 Soal evaluasi C2
Soal evaluasi C3 Soal evaluasi C4
3 3
3 2
3 3
2 3
3 3
3 3
1
Tes Kreativitas
Ilmiah Unusual uses
Rendah Sedang
Improve a technical product Rendah
Sedang Scientific imagination
Rendah Sedang
Creative experimental Rendah
Creative science product design Rendah
6 3
7 2
5 4
9 9
Contoh respons hasil wawancara guru dan siswa sebagai berikut:
G2: jarang pernah dilakukan karena laboratorium kurang lengkap misalnya alat dan bahan yang
disediakan sehingga cenderung saya berikan teori kepada siswa.
S31: jarang sekali melakukan percobaan soalnya cuman teori saja, pemanfaatan laboratorium yang
kurang, selain itu belum diberikan kesempatan mengungkapkan imajinasi.
Hasil respons guru terhadap butir kreativitas ilmiah siswa menunjukkan jarang dilatihkan dalam proses
pembelajaran, selain
itu terbatasnya
fasilitas laboratorium. Hal ini bertentang dengan tujuan sains
untuk mencari keteraturan dalam pengamatan manusia pada alam sekitar Giancoli, 1998. Hasil respons siswa
terhadap butir kreativitas ilmiah siswa menunjukkan kurangnya kesempatan untuk mengungkapkan dan
menerapkan ide yang dimiliki melalui kegiatan percobaan. Hal ini tidak mendorong kreativitas ilmiah
siswa, kreativitas ilmiah berkaitan dengan percobaan sains kreatif, menemukan masalah ilmiah kreatif dan
penyelesaian, dan aktivitas sains kreatif Hu Adey, 2002. Berdasarkan metode ilmiah misalnya observasi,
hipotesis, eksperimentasi, dan verifikasi mempunyai persamaan dengan proses kreatif. Kegiatan percobaan
yang dilakukan mendorong siswa menerapkan metode ilmiah sehingga mengembangkan kreativitas ilmiah.
Pembelajaran untuk melatihkan kreativitas ilmiah, guru harus menggunakan pendekatan imajinasi. Pendekatan
ini efektif ketika siswa berusaha menyelesakan masalah sains, penyelesaian masalah membutukan daftar
eksplorasi, imajinasi solusi, dan membuat teknik solusi yang baru. Potensi pemanfaatan ICT untuk mendukung
kreativitas ilmiah siswa sangat besar, memberikan kesempatan menghasilkan karya kreatif tanpa kehilangan
waktu.
Hasil observasi pembelajaran menunjukkan siswa tidak dilatih kreativitas ilmiah melalui kegiatan
percobaan. Guru seharusnya mendorong siswa aktif untuk melakukan percobaan melalui cara-cara baru yang
sesuai. Pemanfaatn ICT masih terbatas pada penyampain materi pelajaran. Strategi pengajaran yang efektif
mempengaruhi kreativitas merupakan kegiatan yang berpusat pada siswa, berhubungan dengan kehidupan
nyata, manajemen keterampilan di kelas, pertanyaan terbuka, dorongan berpikir kreatif dan penggunaan
teknologi dan multimedia. Hasil analisis dokumen untuk kreativitas ilmiah menunjukkan tidak menekankan
metode ilmiah yang mendorong kreativitas ilmiah, contoh penerapan kreativitas ilmiah, dan ranah evaluasi
terbatas pada level menerapkan. Pengetahuan ilmiah berguna untuk menjadikan kreatif dan terbuka dengan
ide-ide baru, dan mengevaluasi secara mendalam Abd- El-Khalick, et al., 2004. Hasil butir tes kreativitas ilmiah
siswa yang diberikan menunjukkan mayoritas berkategori rendah. Hasil model visual eksplorasi kreativitas ilmiah
siswa dapat ditunjukkan pada Gambar 3.
Gambar 3. Model visual eksplorasi kreativitas ilmiah siswa
PENUTUP Simpulan
Penyelesaian masalah dalam sains yang diberikan kepada siswa, membutuhkan eksplorasi, mengimajinasi
ISBN: 978-602-72071-1-0
solusi, dan menciptakan kombinasi baru dari
pengetahuan atau solusi melalui teknik baru. Kreativitas ilmiah merupakan komponen yang penting dalam
pembelajaran sains, dibutuhkan pengembangan cara yang spesifik dan pengujian lebih lanjut untuk meningkatkan
kreativitas ilmiah siswa Hu Adey, 2002; Pekmez, et al., 2009. Namun, potensi kreativitas ilmiah siswa belum
banyak diteliti dalam pembelajaran Liang, 2002, penelitian yang telah dilakukan masih ada beberapa
keterbatasan penelitian tentang kreativitas ilmiah. Pembelajaran sains yang terintegrasi dengan ICT untuk
mendorong ide-ide yang dimiliki siswa menjadi kerangka dalam mengajar sains.
Eksplorasi butir
kreativitas ilmiah
siswa menunjukkan
jarang dilatihkan
dalam proses
pembelajaran, selain
itu terbatasnya
fasilitas laboratorium.
Kurangnya kesempatan
untuk mengungkapkan dan menerapkan ide yang dimiliki
melalui kegiatan percobaan. Pemanfaatan ICT masih terbatas pada penyampain materi pelajaran. Kurang
menekankan metode ilmiah yang mendorong kreativitas ilmiah, contoh penerapan kreativitas ilmiah, dan ranah
evaluasi terbatas pada level menerapkan. Hasil butir tes kreativitas ilmiah siswa yang diberikan menunjukkan
mayoritas berkategori rendah. Saran
Eksplorasi kreativitas ilmiah siswa merupakan faktor yang penting dalam pembelajaran sains. Hasil kesimpulan
analisis kebutuhan di lapangan ini, untuk kasus yang sama dapat dijadikan sebagai landasan penelitian selanjutnya.
Berdasarkan kesimpulan hasil yang dipahami secara utuh, memberikan potensi untuk mengembangkan model yang
spesifik untuk meningkatkan kerativitas ilmiah siswa. DAFTAR PUSTAKA
Abd-El-Khalick, F., Boujaoude, S., Duschl, R.,
Lederman, N. G., Mamlok-Naaman, R., Hofstein, A., Tuan, H.-L. 2004. Inquiry In Science
Education: International Perspectives. Science Education, 88
3, 397 –419.
Anderson, L. W., Krathwohl, D. 2001. A Taxonomy for Learning, Teaching, and Assessing.
New York: Longman.
Adams, K. 2005. The Source of Innovation and Creativity: What Are The Source of Crativity and
Innovation In Individual . National Center on Education and The Economy NCEE Research
Summary and Final Report , 13-24.
Borg, W. R., Gall, J. P., Gall, M. D. 2003. Educational Research: An Introduction.
New York: Pearson Education, Inc.
Creswell, J. W., Clark, V. L., Gutmann, M. L., Hanson, W. E. 2003. Modern Mixed methods
Research Design. In A. Tashakkori, C. Teddie, Handbook of Mixed methods in Social
Behavioral Research pp. 188-216. California:
SAGE. Creswell, J. W. 2013. Qualitative Inquiry Research
Design: Choosing Among Five Approach Third
Edition ed.. California: SAGE. Dyer, J., Gregersen, H., Christensen, C. M. 2011.
The Innovators DNA. Boston, Massachusetts:
Harvard Business Review Press. Giancoli. 1998. Physics: Principles with Aplication,
Fifth Edition. New Jersey: Printice Hall.
Hu, W. S., Adey, P. 2002. A scientific Creativity Test for Secondary School Student. International
Journal of Science Education, 24 4, 389-403.
Larson, L. C., Miller, T. N. 2011. 21st Century Skill: Prepare Student for The Future. Kappa Delta
Record , 121-123.
Mayesky, M. 2009. Creative Activities for Young Children.
Australia: Delmar Cangage Learning. Miles, M. B., Huberman, A. M. 1994. Qualitative
Data Analysis: An Expanded Sourcebook Second Edition.
Thousand Oaks, California: Sage Publications.
Munandar, U. 2012. Pengembangan Kreativitas Anak Berbakat.
Jakarta: Rineka Cipta. Mukhopadhyay, R. 2013. Measurement of Creativity in
Physics - A Brief Review on Related Tools. Journal Of Humanities And Social Science, 6
5, 45-50.
Pekmez, E. S., Aktamis, H., Taskin, B. C. 2009. Exploring Scientific Creativity Of 7TH Grade
Students. Journal of Qafqaz University, 26, 204- 214.
Solso, R. L., Maclin, O. H., Maclin, M. K. 2008. Cognitive Psychology.
United State: Pearson Education.
The Partnership for 21st Century Skills. 2009. A Framework for 21st Century Learning.
Tucson: AZ:P2 Avaliable at: www.21stcenturyskills.org.
Wati, C. S., Sulastri, Riastini, N. 2012. Pengaruh Model Pembelajaran TPS Berbantuan Media
Permainan Tradisional
Bali Terhadap
Pemahaman Konsep IPA Siswa Kelas IV SD Gugus
IV Sawan.
E-Journal Program
Pascasarjana Universitas Pendidikan Ganesha Program Studi PGSD, 3
4, 1-9.
ISBN: 978-602-72071-1-0
PENERAPAN MEDIA PEMBELAJARAN ROLE PLAYING GAME RPG MAKER XP
TERHADAP HASIL BELAJAR SISWA
Nurhayati Ningsih
SMA Negeri 2 Probolinggo Email : nurhayatiningsihgmail.com
ABSTRAK
Tujuan Penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh penerapan media pembelajaran Role Playing Game RPG Maker XP
terhadap hasil belajar siswa kelas XI-IPA SMAN 2 Probolinggo materi Termodinamika. Jenis penelitian ini adalah penelitian tindakan kelas yang terdiri dari 2 siklus. Siklus 1
terdiri dari perencanaan, tindakan, observasi dan refleksi dan revisi. Hasil dari refleksi dianalisis dan selanjutnya diadakan revisi sebagai tindak lanjut untuk diadakan penyempurnaan pada siklus 2.
Berdasarkan hasil penelitian, penerapan media pembelajaran Role Playing Game RPG Maker XP berpengaruh terhadap hasil belajar siswa. Hal ini ditunjukkan dengan adanya kenaikan secara signifikan
pada hasil belajar siswa yaitu nilai rata-rata tes tulis mengalami kenaikan sebesar 15,29, sedangkan ketuntasan secara klasikal mengalami kenaikan sebesar 21,87. Sedangkan respon siswa terhadap media
pembelajaran Role Playing Game RPG Maker XP sangat setuju dan respon siswa diambil dengan menggunakan angket.
Kata Kunci :
Media Pembelajaran RPG Maker XP, Hasil Belajar
ISBN: 978-602-72071-1-0
PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah
Sistem pendidikan di Indonesia ternyata telah mengalami banyak perubahan. Perubahan-perubahan itu
terjadi karena telah dilakukan berbagai usaha pembaharuan dalam pendidikan. Masyarakat perguruan
tinggi atau masyarakan pendidikan selalu berusaha dalam penemuan baru di bidang ilmu pendidikan dan teknologi
pendidikan yang akan membawa pengaruh sangat besar dalam bidang pendidikan. Akibat pengaruh-pengaruh itu
maka pendidikan semakin mengalami kemajuan.
Guru mengemban tugas yang berat untuk tercapainya
tujuan pendidikan
nasional yaitu
berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang
Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri serta menjadi warga negara yang
demokratis dan bertanggung jawab. Sisdiknas 2009
Berhasilnya tujuan pembelajaran ditentukan oleh banyak faktor diantaranya adalah faktor guru dalam
melaksanakan proses belajar mengajar, karena guru secara langsung dapat mempengaruhi, membina dan
meningkatkan kecerdasan serta keterampilan siswa. Untuk mengatasi permasalahan di atas dan guna
mencapai tujuan pendidikan secara maksimal, peran guru sangat penting dan diharapkan guru memiliki model dan
media pembelajaran yang baik dan sesuai dengan konsep-konsep mata pelajaran yang akan disampaikan.
Agar tetap memelihara posisinya yang penting dan tidak menjadi penghambat secara teknis, guru-guru
dituntut kreatif menemukan dan menciptakan macam- macam media. Media disediakan oleh guru agar siswa
melakukan aktivitas interaktif yang menyenangkan dan menantang potensi siswa serta membebaskan tumbuhnya
prakarsa dan kreativitas siswa menjadi manusia yang memiliki
kekuatan spiritual,
pengendalian diri,
kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia dan ketrampilan. Dengan demikian, perubahan peran penting guru adalah
dari guru yang dominan menjadi guru yang membebaskan. Utomo Dananjaya 2010
Sesuai dengan Peraturan Pemerintah RI No. 192005, pasal 19 yaitu proses pembelajaran pada satuan
pendidikan diselenggarakan
secara interaktif
, menyenangkan, menantang, memotivasi peserta didik
untuk berpartisipasi aktif serta memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa, kreativitas dan kemandirian sesuai
dengan bakat, minat dan perkembangan fisik psikologi peserta didik.
Berdasarkan survey
di SMA
Negeri 2
Probolinggo, dalam pelaksanaan pembelajaran sudah menerapkan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan akan
tetapi pelaksanaannya belum maksimal. Untuk prestasi belajar yang diperoleh oleh peserta didik berdasarkan
ulangan harian masih banyak siswa yang mendapat nilai dibawah 75 sehingga banyak siswa yang harus mengikuti
remidi. Sedangkan berdasarkan respon dari siswa banyak yang mengatakan kurang berminat karena mereka merasa
bahwa pelajaran fisika itu sulit, terlalu banyak rumus dan sangat menjenuhkan.
Dengan adanya permasalahan tersebut, maka peneliti akan mencoba untuk menerapkan media
pembelajaran Role Playing Game RPG Maker XP dikelas XI IPA
– 1 sebagai penunjang pelaksanaan KTSP, sehingga pelaksanaan KTSP dapat berjalan
dengan baik dan maksimal. Juga untuk membantu guru dalam menyajikan materi pelajaran fisika yang
menyenangkan, selain itu juga untuk mengurangi tingkat remidi pada siswa. Melalui pembelajaran dengan media
Game RPG Maker ini diharapkan hasil pembelajaran dapat lebih bermakna bagi siswa, sehingga pelajaran
fisika
menjadi suatu
pelajaran yang
sangat menyenangkan. Sehingga penulis memandang perlu
untuk melakukan penelitian dengan judul : “Penerapan Media Pembelajaran Role Playing Game RPG Maker
XP Terhadap Hasil Belajar Siswa”.
II. B. RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan latar belakang penelitian di atas, maka dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut :
1. Bagaimanakah pengaruh media pembelajaran RPG Maker XP
terhadap hasil belajar siswa kelas XI IPA- 1 di SMA Negeri 2 Probolinggo?
2. Bagaimanakah respon siswa terhadap media pembelajaran RPG Maker XP di kelas XI IPA-1 di
SMA Negeri 2 Probolinggo ?
III. C. TUJUAN PENELITIAN
Penelitian ini dilakukan dengan tujuan : 1. Mengetahui hasil belajar siswa setelah
dilakukan kegiatan pembelajaran pada konsep Termodinamika dalam pembelajaran fisika
dengan menggunakan media pembelajaran RPG Maker XP
di kelas XI IPA-1 SMA Negeri 2 Probolinggo.
2. Mengetahui respon siswa terhadap proses pembelajaran dengan menggunakan media RPG
Maker XP di Kelas XI IPA-1 SMA Negeri 2 Probolinggo
IV. D. MANFAAT PENELITIAN
1. Bagi peneliti yaitu sebagai bahan masukan dalam kegiatan pembelajaran dengan
menerapkan media pembelajaran RPG Maker XP
. 2. Bagi siswa yaitu untuk membantu
meningkatkan hasil belajar siswa melalui penyajian materi yang menarik dan
menyenangkan sehingga siswa punya keinginan yang tinggi untuk menuntaskan
materi pelajaran, keberanian bertanya, keberanian
mengemukakan pendapat,
bekerja sama dalam kelompok dan menghargai pendapat orang lain.
3. Bagi sekolah yaitu memberikan masukan untuk meningkatkan kualitas pembelajaran.
E. KAJIAN TEORI Pembelajaran Fisika
ISBN: 978-602-72071-1-0
Mata pelajaran fisika di SMA dikembangkan dengan mengacu pada pengembangan fisika yang
ditujukan untuk mendidik siswa agar mampu mengembangkan observasi dan eksperimentasi serta
berfikir taat azas. Hal ini di dasari oleh tujuan fisika, yakni mengamati, memahami dan memanfaatkan gejala-
gejala alam yang melibatkan zat materi dan energi Pedoman Khusus Pengembangan Silabus dan Penilaian
mata Pelajaran Fisika, 2004: 2.
Menurut Lukmanul Hakim : 2004 mata pelajaran fisika di SMA merupakan salah satu pelajaran
wajib secara umum yang memiliki tujuan sebagai berikut 1. Menyadari keindahan dan keteraturan alam untuk
meningkatkan keyakinan terhadap Allah SWT. 2. Memupuk sikap ilmiah yang mencakup : jujur dan
obyektif terhadap data terbuka dalam menerima pendapat berdasarkan bukti-bukti tertentu, ulet dan
tidak cepat putus asa, kritis terhadap pernyataan ilmiah, yaitu tidak mudah percaya tanpa ada
dukungan hasil observasi empiris, dapat bekerja sama dengan orang lain.
3. Memberi pengalaman untuk dapat mengajukan dan menguji hipotesis melalui percobaan : merancang
dan merakit instrumen percobaan, mengumpulkan, mengolah dan menafsirkan data, menyusun laporan
serta mengkomunikasikan hasil percobaan secara lisan dan tertulis.
4. Mengembangkan kemampuan berpikir analitis induktif dan dedukatif dengan menggunakan konsep
dan prinsip fisika untuk menjelaskan berbagai peristiwa alam dan menyelesaikan masalah, baik
secara kualitatif maupun kuantitatif.
5. Menguasai pengetahuan, konsep dan prinsip fisika serta mempunyai ketrampilan mengembangkan
pengetahuan, ketrampilan dan sikap percaya diri sehingga dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-
hari dan sebagai bekal untuk melanjutkan pendidikan pada jenjang yang lebih tinggi.
6. Membentuk sikap positif terhadap fisika dengan menikmati dan menyadari keindahan dan keteraturan
perilaku alam serta menjelaskan berbagai peristiwa alam dan keluasan penerapan fisika dalam teknologi.
Pembelajaran fisika sebagai proses sistem yang tidak terlepas dari komponen-komponen lain yang saling
berinteraksi di dalamnya. Salah satu komponen dalam proses tersebut adalah media pembelajaran.
A. Media Pembelajaran Berbasis Game RPG Maker
Ketepatan seorang guru dalam memilih metode pembelajaran akan berpengaruh terhadap keberhasilan
belajar siswa, karena metode pembelajaran akan berpengaruh terhadap kegiatan pembelajaran di kelas.
Hal ini sesuai dengan pendapat Djahiri 1992:28 yang menyatakan bahwa, pemilihan metode pembelajaran
yang sesuai dengan tujuan kurikulum dan potensi siswa merupakan kemampuan dan ketrampilan dasar yang
harus dimiliki seorang guru.
Dengan adanya media Game edukasi dengan RPG Maker yang disertai dengan kecanggihan teknologi saat
ini, sudah
seharusnya guru
tertantang untuk
menggunakan media tersebut guna meningkatkan kualitas pembelajaran yang ia laksanakan, sehingga
diharapkan mampu mengatasi kesulitan siswa dalam memahami konsep-konsep fisika yang pada akhirnya
dapat meningkatkan hasil pembelajaran fisika di SMA.
Perkembangan teknologi
informasi telah
mengubah cara belajar, bekerja dan implementasinya bisa kita lihat antara lain dengan munculnya istilah-istilah
baru seperti e-book, cyber campus dan pembelajaran berbasis game. Peningkatan kualitas pendidikan baik
dari segi kualitas dan kuantitas telah menjadi perhatian dan sepatutnya mendapatkan perlakuan khusus sebagai
alternatif dalam pengembangan pendidikan dan meningkatkan kualitas pedagogik.
Berbagai macam media dan metode pembelajaran yang
telah diimplementasikan
dalam rangka
meningkatkan pola pembelajaran sebelumnya, game pembelajaran adalah salah satu metode pembelajaran
yang tengah dikembangkan. Sifat dari game yang mengharuskan pemain untuk mandiri dan aktif, mengerti
konsekuensi
dalam mengambil
keputusan, mengimplementasikan
strategi terbaik,
serta meningkatkan motivasi dan mendukung pengembangan
kemampuan pemainnya Clark,2006. Dalam pembelajaran fisika, adanya media game
RPG Maker dapat membantu guru dan siswa dalam menampilkan gambar, konsep dan berbagai macam soal
fisika baik pilihan ganda maupun esay, sehingga siswa lebih bersemangat, termotivasi dan menyenangkan dalam
belajar dan anggapan selama ini bahwa fisika hanyalah pelajaran yang menjemukan adalah salah.
B.
Hasil Belajar
Belajar merupakan sifat ilmiah yang dimiliki manusia sepanjang hidupnya, maka dapat dikatakan
bahwa belajar berlangsung seumur hidup. Menurut Nana Sudjana 1992:5 “ belajar adalah perubahan yang relatif
permanen dalam suatu kecenderungan tingkah laku sebagai hasil dari praktek atau latihan”. Perubahan yang
didasari dan timbul akibat praktek, pengalaman, latihan bukan secara kebetulan. Menurut Arief S. Sadiman
2006:2 “belajar adalah proses perubahan tingkah laku yang relatif permanen pada diri seseorang sebagai akibat
interaksi individu dengan lingkungannya dan bukan karena kematangan”.
Untuk mengetahui hasil belajar yang dicapai siswa diadakanlah suatu penilaian. Penilaian dapat diadakan
setiap saat selama kegiatan pembelajaran berlangsung, dapat juga diadakan setelah siswa menyelesaikan suatu
program pembelajaran dalam waktu tertentu. Diantaranya berbagai hasil belajar menurut Nana Sudjana 1992: 23,
hasil belajar dalam aspek kognitif yang paling banyak dinilai oleh para guru di sekolah karena berkaitan dengan
kemampuan siswa dalam menguasai isi bahan pelajaran. Pendapat serupa dikemukakan oleh Hari Setiadi
Bahrul Hayat 1999 : 228 yang menyatakan bahwa aspek yang paling umum dinilai dalam kegiatan belajar
mengajar di kelas adalah kognitif.
Berdasarkan uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa hasil belajar adalah kemampuan yang dimiliki
oleh siswa setelah menerima pengalaman belajar, baik
ISBN: 978-602-72071-1-0
Rencana Tindaka
n
Pelaksana an
Tindakan Observa
si Refleksi
Observa si
Pelaksana an
Tindakan Rencana
tindakan Refleksi
Siklus I
Siklus II
yang berupa pengetahuan, sikap dan ketrampilan. Hasil belajar bukan hanya suatu penguasaan hasil latihan saja,
melainkan mengubah perilaku. Bukti yang nyata jika seseorang telah belajar adalah terjadinya perubahan
tingkah laku pada orang tersebut, misalnya dari tidak tahu menjadi tahu, dari tidak mengerti menjadi mengerti.
F. METODE PENELITIAN A. Rancangan Penelitian
Penelitian Tindakan Kelas PTK ini, terdiri dari empat tahap yaitu perencanaan tindakan, pelaksanaan
tindakan, observasi dan refleksi dengan menggunakan pendekatan kualitatif Husnul Chotimah, 2008: 2.
Karena peneliti dapat memperbaiki media pembelajaran secara langsung, peneliti dapat meneliti sendiri media
pembelajaran yang digunakan di kelas, peneliti dapat melihat merasakan dan menghayati apakah praktik-
praktik pembelajaran yang dilakukan selama ini memiliki keefektifan yang tinggi.
Desain yang digunakan dalam penelitian ini adalah model Kemmis dan Mc Taggart yang dapat digambarkan
seperti di bawah ini
Gambar 1 Model PTK oleh Kemmis dan Mc Taggart
B. Subyek penelitian
Siswa yang diberi tindakan adalah siswa kelas XI IPA-1sebanyak 32 siswa dan satu orang guru sebagai
peneliti serta satu orang teman sejawat sebagai pengamat. Dan siswa dalam kelas tersebut belum pernah
mendapatkan pembelajaran dengan menggunakan media Game RPG Maker.
C. Tehnik Pengumpulan Data
1 Observasi Metode observasi sebagai metode ilmiah dapat
diartikan sebagai pengamatan dan pencatatan secara sistematis terhadap fenomena-fenomena yang diselidiki
Sutrisno Hadi, 1989 : 136. Sedangkan pendapat lain mengatakan bahwa observasi adalah cara pengambilan
data dengan menggunakan mata tanpa ada pertolongan standart lainnya untuk keperluan tersebut Moh. Nasir,
1988 : 212 Oleh karena itu, observasi disini dilakukan untuk
mengamati aktivitas siswa selama proses pembelajaran, sebagai upaya
D. Analisis Data
a Analisa data hasil tes Data nilai tes untuk mengetahui tingkat
ketuntasan hasil belajar secara individual maupun klasikal. Seorang siswa dikatakan mencapai ketuntasan
belajarnya, jika prosentase daya serap atau nilai yang diperoleh mencapai 75 , dengan perhitungan:
Prosentase
� � � ℎ �
� Sedangkan secara klasikal, suatu kelas telah tuntas
belajarnya bila di kelas tersebut telah terdapat 85 siswa yang telah mencapai prosentase daya serap dengan
perhitungan :
� b Analisis Angket siswa
Angket merupakan sejumlah peryataan tertulis yang digunakan untuk memperoleh data tentang respon
siswa terhadap pembelajaran fisika dengan menggunakan media Game RPG Maker selama proses pembelajaran.
Untuk menganalisis angket data yang diperoleh diubah ke prosentase yang menggunakan rumus sebagai berikut:
Prosentase
� � � ℎ �
� Jika siswa yang menjawab positif lebih dari 60
maka dianggap seluruh siswa setuju atau mempunyai tanggapan positif terhadap pernyataan tersebut.
G. Hasil Penelitian Pelaksanaan Pembelajaran
a Siklus I
Pelaksanaan tindakan
Pada tahap pelaksanaan tindakan , media pembelajaran berbasis Game RPG Maker ini memuat
tentang konsep-konsep Hukum I Termodinamika beserta soal-soalnya yang digunakan sebagai proses tanya jawab
dengan siswa. Disamping itu agar siswa lebih aktif dalam proses pembelajaran maka digunakan metode diskusi
secara berkelompok untuk menjawab konsep-konsep dan soal-soal yang ditampilkan dalam game untuk mengukur
tingkat pemahaman konsep siswa dalam proses pembelajaran tersebut. Pada siklus I ini terdapat empat
Map dimana Map 1 memuat satu pertanyaan umum, map 2 terdapat dua soal, map 3 terdapat dua soal dan map 4
terdapat dua soal.
Adapun rincian pelaksanaannya adalah sebagai berikut :
i Pertemuan I 1 x 45 menit
Kegiatan awal, setelah siswa memberi salam, peneliti melakukan kegiatan rutin di awal pertemuan
meliputi : mempresentasi siswa , memberi semangat dengan suasana yang nyaman dan kondusif serta
memberikan informasi
tentang langkah-langkah
pembelajaran yang akan diterapkan pada pertemuan berikutnya dan peneliti juga menginformasikan bahwa
untuk lebih semangat dalam pembelajaran maka tiap