Creatively product design: a Silahkan merancang

ISBN: 978-602-72071-1-0 Fase 5 ini juga memberikan kesempatan kepada mahasiswa untuk menyampaikan pendapatnya dalam menentukan tindak lanjut untuk pertemuan selanjutnya. Model RSCBL memiliki landasan teoritik yang solid dan landasan empirik mutakhir sehingga dapat menjadi pilihan alternatif bagi dosen dalam melaksanakan Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 2012 tentang KKNI, Permendikbud Nomor 73 Tahun 2013 tentang Penerapan KKNI Bidang Pendidikan Tinggi, dan Permendikbud Nomor 49 Tahun 2014 tentang Standar Nasional Pendidikan Tinggi yang menekankan bahwa proses pembelajaran pada pendidikan tinggi harus memberikan ruang bagi pengembangan prakarsa, kreativitas, kebutuhan, dan kemandirian dalam mencari dan menemukan pengetahuan. Model ini memberikan kesempatan kerja sama dan berimajinasi untuk memproduksi ide-ide baru yang tidak biasa, dan memikirkan solusi-solusi unik untuk menyelesaikan masalah. Mahasiswa dapat memahami dunia tempat mereka tinggal, beradaptasi dengan perubahan masyakat yang cepat, dan menciptakan teknologi baru untuk mencapai tujuan yang diinginkan. Ucapan Terima Kasih Terima kasih kami sampaikan kepada Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan yang telah menyediakan Beasiswa Program Pasca Sarjana Dalam Negeri BPPDN Program Doktoral Pendidikan Sains, Kaprodi Pendidikan Fisika FKIP Unlam, Dekan FKIP Unlam, dan Rektor Unlam yang telah mengijinkan tugas Belajar. Prof. Dr. Mohamad Nur dan Prof. Dr. Leny Yuanitas, M.Kes selaku pembimbing disertasi. PENUTUP Simpulan Model Responsibility Scientific Creativity Learning RSCBL adalah pembelajaran sains untuk meningkatkan kreativitas ilmiah dan tanggung jawab mahasiswa. Kreativitas ilmiah merupakan kreativitas dalam pembelajaran sains meliputi unusual use, problem finding, scientific imagination , product improvement, science creatively problem solving, creatively experiment designing, dan creatively product design. Tanggung jawab merupakan perilaku untuk melakukan yang terbaik dalam proses pembelajaran meliputi partisipasi, menghormati orang lain, kerjasama, mendorong teman lain, membantu teman lain, memimpin, menyampaikan pendapat, dan meminta bantuan. Lingkungan belajar yang menunjang model RSCBL meliputi penghapusan blok kreativitas, kerjasama, pembelajaran berbasis investigasi, suasana bebas, terbuka, demokratis, dan positif. Pelaksanaan pembelajaran dengan Model RSCBL diawali dengan membangkitkan tanggung jawab pribadi yang kreatif, mengorganisasikan kebutuhan belajar kreatif, membimbing investigasi secara kelompok, memantapkan tanggung jawab dalam menunjukkan kreativitas ilmiah, serta mengevaluasi kreativitas ilmiah. Model RSCBL sangat mendukung program pemerintah untuk meningkatkan kompetensi lulusan mahasiswa yang kreatif dan bertanggung jawab. Mahasiswa dapat bekerja sama dan berimajinasi untuk memproduksi ide-ide baru yang tidak biasa, dan memikirkan solusi-solusi unik untuk menyelesaikan masalah. Mahasiswa dapat memahami dunia tempat mereka tinggal, beradaptasi dengan perubahan masyakat yang cepat, dan menciptakan teknologi baru untuk mencapai tujuan yang diinginkan. Saran Model RSCBL merupakan bagian dari penelitian disertasi S3 Pendidikan Sains Unesa, sehingga perlu ditindaklanjuti dengan validasi isi dan konstruk dari pakar, serta ujicoba penelitian untuk memastikan kepraktisan dan keefektifan model yang dikembangkan. DAFTAR PUSTAKA ADB. 2014. Creative Productivity Index: Analysing Creativity and Innovation in Asia. A Report by The Economist Intelligence Unit for The Asian Development Bank August 2014. The Economist Intelligence Unit Ltd. and Asian Development Bank. Arends, R.I. 2012. Learning to Teach. New York: Mc. Graw-Hill. Bappenas. 2014. Rancangan Awal Rencana Pemba- ngunan Jangka Menengah Nasional 2015-2019: Buku II Agenda Pembangunan Bidang . Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional Badan Perencanaan Pembangunan Nasional. Bappenas. 2015. Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional 2015-2019: Buku I Agenda Pembangunan Bidang . Kementerian Perencanaan Pembangunan NasionalBadan Perencanaan Pembangunan Nasional Blascova, M. 2014. Influencing Academic Motivation, Responsibility and Creativity. Procedia - Social and Behavioral Sciences, 159, 415 – 425. Daud, A.M., Omar, J., Turiman, P. Osman, K. 2012. Creativity in Science Education. Procedia - Social and Behavioral Sciences, 59, 467 – 474. Eggen, P.D. Kauchak, D.P. 2012. Educational Psychology: Windows on Clasrooms 9 th edition. New Jersey: Pearson. English, M. C., Kitsantas, A. 2013. Supporting Student Self-Regulated Learning in Problem and Project Based Learning. Interdisciplinary Journal of Problem-based Learning, 72. Erdogan, T. Senemoglu, N. 2014. Problem Based Learning in Teacher Education: Its Promises and Challenges. Procedia - Social and Behavioral Sciences, 116, 459 – 463. Escarti, A., Wright, P.M., Pascual, C. Gutierrez, M. 2015. Tool for Assessing Responsibility-Based Education TARE 2.0: Instrument Revisions, Inter-Rater Reliability, and Correlations between Observed Teaching Strategies and Student Behaviors. Universal Journal of Psychology, 32, 55-63. Fryer, M. 2012. Some Key Issues in Creativity Research And Evaluation as Seen from A Psychological ISBN: 978-602-72071-1-0 Perspective. Creative Research Jurnal, 24:1, 21- 28. Gorghiu, G., Draghicescu, L.M., Cristea, S., Patrescu, M. Gorghiu, L.M. 2015. Problem Based Learning: An Efficient Learning Strategy in The Science Lessons Context. Procedia - Social and Behavioral Sciences, 191, 1865 – 1870. Gregory, E., Hardiman, M., Yarmolinskaya, J., Rinne, L., Limb, C. 2013. Building Creative Thinking in The Classroom: From Research to Practice. International Journal of Educational Research, 62, 43 –50. Greiff, S., Wustenberg, S., Csapo, B., Demetriou, A., Hautamaki, A., Graesser, A.C. Martin, R. 2014. Domain-general problem solving skills and education in the 21st century. Educational Research Review, 13, 74 –83. Hu, W. Adey, P. 2010. A Scientific Creativity Test for Secondary School Students. International Journal of Science Education, 24:4, 389-403. Hu, W., Wu, B., Jia, X., Yi, X., Duan, C. Meyer, W. 2013. Increasing Student ‟s Scientific Creativity: The “Learn To Think” Intervention Program. The Journal of Creative Behavior, 47:1, 3 –21. Imafuku, R., Kataoka, R., Mayahara, M., Suzuki, H., Saiki, T. 2014. Students‟ Experiences in Interdisciplinary Problem Based Learning: A Discourse Analysis of Group Interaction. Interdisciplinary Journal of Problem-Based Learning, 82. Jamal, A Suyidno. 2015. Pemahaman Kreativitas, Keterampilan Proses, dan Sikap Kreatif Mahasiswa melalui Pembelajaran Kreatif pada Matakuliah Fisika Dasar. Prosiding Seminar Nasional Tahun 2015 pp. 361-369. Program Studi Pendidikan Sains Pascasarjana Universitas Negeri Surabaya. Kellogg, L., Hurley, K., Kip, K. 2011. The Partnership for 21st Century Skills. Liu Lin. 2013. Primary Teachers Beliefs About Scientific Creativity in The Classroom Context. International Journal of Science Education, 36:10, 1551-1567. Moreno, R. 2010. Educational Psichology. New Mecico. John Wiley Sons Inc. Moutinho, S., Torres, Joana, T., Fernandez, I., Vasconcelos, C. 2015. Problem Based Learning and Nature of Science: A study with science teachers. Procedia - Social and Behavioral Sciences, 191, 1871 – 1875. Mueller, J.S., Melwani, S. Goncalo, J.A. 2012. The Bias Against Creativity: Why People Desire but Reject Creative Ideas. Psychological Science, 23:1, 13 –17. Mukhopadhyay R. Sen, M.K. 2013. Scientific Creativity- A New Emerging Field of Research: Some Considerations. International Journal of Education and Psychological Research, 2:1, 1-9. Nariman, N. , Chrispeels, J. 2015. PBL in The Era of Reform Standards: Challenges and Benefits Perceived by Teachers in One Elementary School. Interdisciplinary Journal of Problem Based Learning, 101. OECD. 2014. PISA 2012 Results: Creative Problem Solving: Students’ Skills in Tackling Real-Life Problems Volume V, PISA . Publishing: OECD. Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 49 tahun 2014 tentang Standar Nasional Pendidikan Tinggi. Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 73 Tahun 2013 tentang Penerapan KKNI Bidang Pendidikan Tinggi. Peraturan Presiden Nomor 8 Tahun 2012 tentang Kerangka Kualifikasi Nasional Indonesia. Rietzschel, E.F., Bernard A.N. Wolfgang, S. 2010. The Selection of Creative Ideas after Individual Idea Generation: Choosing between Creativity and Impact. British Journal of Psychology, 101, 47 – 68. Rolina, N. 2014. Developing Responsibility Character for University Student in ECE Through Project Method. Procedia - Social and Behavioral Sciences 123, 170 – 174. Saliceti, F. 2015. Educate for Creativity: New Educational Strategies. Procedia-Social and Behavioral Sciences, 197, 1174 – 1178. Setiadi, D. 2013. Pengembangan Model Pembelajaran untuk Meningkatkan Kemampuan Literasi Sains Peserta Didik SMP. repositori.upi.edu. Slavin, R.E. 2005. Educational Psikology, Theori and Practice . Boston: Pearson Education. Stojanova, B. 2010. Development of Creativity as A Basic Task of The Modern Educational System. Procedia Social and Behavioral Sciences, 2, 3395 –3400. Suyidno Nur, M. 2015. Pemahaman Kreativitas Ilmiah Mahasiswa dalam Pembelajaran Kreatif pada Matakuliah Fisika Dasar. Prosiding Seminar Nasional Tahun 2015 pp. 1361-1366. Program Studi Pendidikan Sains Pascasarjana Universitas Negeri Surabaya. Tim Dikti. 2014. Buku Kurikulum Pendidikan Tinggi. Direktorat Pembelajaran dan Kemahasiswaan, Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Kementerian Pendidikan Dan Kebudayaan. Unesco. 2014. Global Citizenship Education: Preparing Learners for The Challenges of The 21 st Century . The United Nations Educational, Scientific and Cultural Organization. Wibowo, F.C. Suhandi, A. 2013. Penerapan Model Science Creative Learning SCL Fisika Berbasis Proyek untuk Meningkatkan Hasil Belajar Kognitif dan Keterampilan Berpikir Kreatif. Jurnal Pendidikan IPA Indonesia, 2:1, 67-75. ISBN: 978-602-72071-1-0 MODEL LITERACY BASED LEARNING LBL Titin Sunarti 1 Madlazim 2 Wasis 3 1 S3 Pendidikan Sains, Pasca sarjana Unesa 2 Guru Besar, Pasca sarjana Unesa 3 Dosen Pasca sarjana Unesa Email: titin.mipayahoo.co.id ABSTRAK Literacy Based Learning LBL adalah pembelajaran sains untuk membekali kompetensi literasi sains mahasiswa calon guru meliputi menumbuhkan literasi sains, mengkonstruksi literasi sains, dan mengembangkan pembelajaran literasi sains. Perencanaan pelajaran dengan LBL adalah menetapkan sasaran dan tujuan pembelajaran, merancang RPP Pengajaran Literasi Sains, dan mengorganisasikan sumber daya dan logistik yang diperlukan. Pelaksanaan pembelajaran diawali dengan memotivasi belajar sains, mengkonstruksi literasi sains identifikasi, eksplorasi, eksplanasi, aplikasi, refleksi, mengembangkan pembelajaran literasi sains identifikasi, mengembangkan, peer teaching, refleksi, revisi, dan evaluasi literasi sains dan pembelajaran sains. LBL membantu menyiapkan seorang calon guru fisika menjadi pembelajar yang profesional dan mandiri, memiliki daya saing, dan mampu beradaptasi terhadap perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi mutakhir. Penelitian lanjutan disarankan untuk menguji validitas, kepraktisan, dan keefektifan model. Kata Kunci: Model Literasi Based Learning, literasi sains, sikap ilmiah ABSTRACT Literacy Based Learning LBL is the study of science learning for equip science literacy competencies student teachers candidates, include fostering scientific literacy, scientific literacy construct and develop scientific literacy learning. LBL is a lesson plan with set goals and learning objectives, designing lesson plans teaching literacy science, and organizing resources and logistics. Implementation of learning begins with motivation to learn science, science literacy construct identification, exploration, explanation, application, reflection, developing science literacy learning identifying, developing, peer teaching, reflection, revision, and evaluation of scientific literacy. LBL help prepare a physics teacher candidates into professional and independent learners, competitive, and able to adapt to the development of cutting-edge science and technology. However, further research is recommended to test the validity, practicality, and effectiveness of the model. Keywords: Literacy Based Learning, scientific literacy, scientific attitude. ISBN: 978-602-72071-1-0 PENDAHULUAN Fisika mempelajari hukum yang mendasari semua fenomena fisik di alam semesta Walker, 2014. Fisika merupakan suatu studi empiris mengenai dunia fisik dan prinsip-prinsip yang mengatur perilaku yang telah dipelajari melalui pengamatan fenomena alam Ponnusamy, 2007. Belajar fisika menawarkan cara berfikir tentang dunia yang memiliki aplikasi dalam kehidupan sehari-hari dan penjelasan tentang dunia secara rasional agar mudah dipahami, mendukung pemikiran terbuka, obyektif dan adil, bergantung pada bukti empiris, melibatkan kreativitas dalam membangun penjelasan dan pengujian, mendukung kebutuhan untuk berpikir kritis tentang asumsi, ide-ide, pengujian dan interpretasi Newton, 2008. Pendidikan fisika harus menyiapkan kompetensi lulusan mahasiswa calon guru fisika yang memahami literasi sains dengan baik NRC, 211. Mahasiswa mempelajari fisika merupakan langkah awal memahami literasi sains. Literasi sains saat ini telah menjadi perhatian secara luas dari para ilmuwan, dosen dan pemegang kebijakan publik Impey, 2013, karena sangat diperlukan masyarakat modern untuk menghadapi berbagai permasalahan sains dan teknologi Turiman et al., 2011, menunjang pembangunan berkelanjutan Udompong Wongmanich, 2014. National Science Education Standards mendefinisikan literasi sains sebagai pengetahuan dan pemahaman tentang konsep-konsep ilmiah dan proses yang diperlukan untuk pengambilan keputusan secara pribadi, partisipasi dalam urusan sipil budaya, dan ekonomi produktif NRC, 2011. Calon guru memahami literasi sains apabila menyadari dan memahami dampak sains dan teknologi dalam keseharian, mengambil keputusan pribadi tentang sesuatu meliputi sains, kesehatan, penggunaan sumber energi, berdiskusi secara aktif untuk mengkritisi isu-isu sains secara aktif dan penuh keyakinan Impey, 2013. Pengembangan literasi sains diakui sebagai tujuan utama pendidikan fisika di dunia Lederman et al., 2013; Turiman, 2011. Pemerintah RI menetapkan Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2012 tentang Kerangka Kualifikasi Nasional Indonesia dan Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 73 Tahun 2013 tentang Penerapan KKNI Bidang Perguruan Tinggi, dimana Standar Kualifikasi Jenjang S1 adalah mampu mengaplikasikan bidang keahliannya dan memanfaatkan IPTEKS pada bidangnya dalam penyelesaian masalah serta mampu beradaptasi terhadap situasi yang dihadapi. Pencapaian lulusan kompetensi tersebut dalam Permendikbud Nomor 49 Tahun 2014 tentang Standar Nasional Pendidikan Tinggi diharuskan melalui proses pembelajaran yang mengutamakan pendekatan ilmiah sehingga tercipta lingkungan akademik yang berdasarkan sistem nilai, norma, dan kaidah ilmu pengetahuan. Pengembangan literasi sains mahasiswa calon guru fisika dewasa ini menjadi tantangan pengajaran dan pembelajaran di perguruan tinggi Murcia, 2009. Hasil survey tahun 1988-2008 menunjukkan bahwa peningkatan literasi sains mahasiswa di perguruan tinggi Amerika kurang signifikan karena hanya 10-15 Impey, 2011, literasi sains mahasiswa calon guru di Turki juga tergolong rendah Akengin Sirin, 2014. Layanan pendidikan di Indonesia yang berkualitas juga menjadi tantangan pembangunan manusia dibidang pendidikan dalam RPJMN 2015-2019 Bappenas, 2014. Pembelajaran didominasi ceramah telah membuat mahasiswa kesulitan memahami esensi materi pelajaran, kurang mampu menyimak akibat ketergantungan fotokopi bahan presentasi dari dosen, terbatasnya peluang untuk mengungkap materi pembelajaran dari dunia nyatamasyarakat sangat terbatas Tim Dikti, 2014. Sunarti 2015 menemukan bahwa pemahaman literasi sains mahasiswa calon guru Unesa pada level 3 sebanyak 6, level 4 sebanyak 72, level 5 sebanyak 22, dan belum ada yang berada pada level 6. Mahasiswa yang mampu menjelaskan fenomena secara ilmiah sebanyak 51,3; mengintepretasi data dan memberikan bukti ilmiah sebanyak 23,8; dan mengevaluasi dan merancang penyelidikan ilmiah sebanyak 9,3, serta mereka pada umumnya hanya mampu menyelesaikan butir tes literasi sains pada tingkat kognitif rendah. Mahasiswa pada umumnya belum mampu menggunakan pengetahuan konseptual, prosedural, dan epistemik secara konsisten untuk memberikan penjelasan, evaluasi dan desain penemuan ilmiah, menginterpretasi data pada keanekaragaman situasi kehidupan kompleks yang membutuhkan pemikiran kognitif pada level yang tinggi. Pengembangan literasi sangat diperlukan untuk membantu calon guru memahami materi literasi sains dan unsur-unsurnya, serta mampu menggunakan metode pembelajaran yang sesuai untuk mengembangkan literasi sains di kelas Udompong et al., 2014. Pembelajaran fisika diharapkan dapat membekali calon guru dengan pengetahuan profesional. seorang guru dikatakan profesional tidak cukup hanya menguasai pengetahuan tentang materi yang akan diajarkan, tetapi juga harus memahami cara membuat materi itu mudah dimengerti oleh siswanya Eggen Kauchak, 2013. Berbagai strategi pembelajaran inovatif yang selama ini digunakan untuk meningkatkan literasi sains calon guru diantaranya adalah Problem Based Learning PBL, Integrated Teaching Strategies ITS, dan Pembelajaran Berbasis Investigasi PBI. PBL dapat meningkatkan prestasi belajar fisika mahasiswa calon guru Celik et al., 2011, meningkatkan kemampuan memahami fenomena fisika, memungkinkan mahasiswa berbagi pengetahuan, melakukan penelitian dan menyelesaikan berbagai jenis masalah, mensistesis informasi, mengatasi miskonsepsi dan mengembangkan pemahaman mendalam tentang fisika Ali Syah, 2013. Moutinho et al. 2014 menyimpulkan bahwa PBL sangat membantu guru sains Biologi dan Geologi sekolah dasar dan menengah dalam menjelaskan aspek-aspek hakikat sains, membantu siswa memahami dampak dari aspek sosial dan budaya terhadap pengembangan sains, memahami pentingnya kreativitas dan imajinasi dalam pengembangan sains. Mereka merekomendasikan bahwa pembelajaran sains harus memberikan perhatian lebih terhadap hakikat sains kontemporer beserta aplikasinya. Nariman Chrispeels ISBN: 978-602-72071-1-0 2015 merekomendasikan PBL harus memperhatikan pentingnya kolaborasi dan kedalaman instruksi guru dalam meningkatkan eksplorasi siswa sesuai Next Generation Science Standard Nariman Chrispeels, 2015. Villaneuva 2010 menyimpulkan bahwa Integrated Teaching Strategies dapat meningkatkan kemampuan pemecahan masalah, keterampilan literasi sains, pemahaman ilmiah, dan membantu guru meningkatkan kemampuan komunikasi dan praktek pedagogis dalam sains. Villaneuva merekomendasikan perlunya eksplorasi lebih lanjut untuk memajukan perspektif teoritis dan pendekatan praktis dalam pengajaran sains. Setiadi 2013 menyimpulkan bahwa Pembelajaran Berbasis Investigasi PBI menekankan pada aplikasi metode ilmiah dan konteks materi investigasi dalam situasi kehidupan sehari-hari. Siswa harus berfikir tingkat tinggi dalam melakukan eksplorasi, diskusi dan refleksi untuk menciptakan interaksi pertukaran ide-ide dalam memunculkan gagasan untuk pengembangan investigasi. Setiadi merekomendasikan LPTK sebaiknya membekali calon lulusannya dengan keterampilan dan pengetahuan yang berhubungan dengan pengembangan literasi sains secara komprehensif beserta asesmennya. Hasil-hasil penelitian di atas beserta rekomendasinya mengindikasikan bahwa perlu adanya perbaikan terhadap Model PBL, ITS, PBI agar lebih efektif digunakan untuk meningkatkan literasi sains mahasiswa calon guru fisika. Perbaikan model harus memperhatikan rekomendasi beberapa peneliti diantaranya memberikan perhatian lebih terhadap hakikat sains kontemporer beserta aplikasinya Moutinho et al., 2014, pentingnya kolaborasi dan kedalaman instruksi guru Nariman Chrispeels, 2015, eksplorasi lebih lanjut untuk memajukan perspektif teoritis dan pendekatan praktis dalam pengajaran sains Villaneuva, 2010, calon lulusan LPTK dibekali keterampilan dan pengetahuan literasi sains secara komprehensif beserta asesmennya Setiadi, 2013. Oleh karena itu dilakukan upaya perbaikan model-model di atas dalam bentuk pengembangan Model Literacy Based Learning LBL. PEMBAHASAN Model Literacy Based Learning LBL dikembangkan dengan tujuan utama untuk membekali kompetensi literasi sains mahasiswa calon guru fisika seperti diilustrasikan pada Gambar 1. Gambar 1. Hasil belajar dengan Model LBL Menumbuhkan sikap ilmiah, sikap ilmiah merupakan salah satu hasil penting dalam pendidikan sains dan memiliki kontribusi dalam pengembangan literasi sains mahasiswa calon guru. Sikap ilmiah meliputi: 1 pemberian dukungan terhadap penyelidikan ilmiah, dengan menunjukkan pengakuan pentingnya mempertim-bangkan perspektif ilmiah dan argumen yang berbeda, mendukung penggunaan informasi faktual dan penjelasan rasional, mengungkapkan perlunya proses logis dan berhati-hati dalam menarik kesimpulan, 2 keyakinan mahasiswa dalam belajar sains, dengan menunjukkan keyakinan bahwa mereka dapat menangani tugas-tugas ilmiah secara efektif, mengatasi kesulitan untuk memecahkan masalah ilmiah, dan menunjukkan kemampuan ilmiah yang kuat, 3 minat dan motivasi dalam sains, dengan menunjukkan rasa ingin tahu dalam sains dan yang berhubungan dengan isu-isu sains, kesediaan untuk memperoleh tambahan pengetahuan dan keterampilan ilmiah dengan menggunakan berbagai sumber dan metode, kesediaan untuk mencari informasi dan memiliki minat yang sedang berlangsung dalam ilmu pengetahuan termasuk pertimbangan karir terkait sains, 4 tanggung jawab terhadap sumber daya dan lingkungan, dengan menunjukkan rasa tanggung jawab pribadi untuk menjaga lingkungan yang berkelanjutan, kesadaran akan konsekuensi lingkungan dari tindakan individu, kemauan mengambil tindakan untuk mempertahankan sumber daya alam OECD, 2013; Thomson et al., 2013. Mengkonstruksi literasi sains, konstruktivisme merupakan gagasan bahwa mahasiswa secara aktif membangun pengetahuan mereka dari pengalaman pribadi mereka dengan orang lain maupun lingkungan Moreno, 2010; 298. Mahasiswa dapat mengkonstruksi literasi sains dengan cara: 1 menjelaskan fenomena ilmiah, dengan menerapkan pengetahuan sains yang sesuai untuk menjelaskan fenomena ilmiah dan menjelaskan implikasi potensial dari pengetahuan sains untuk masyarakat, 2 mengevaluasi dan merancang penyelidikan ilmiah, dengan mengidentifikasi pertanyaan yang dapat dieksplorasi dalam penelitian ilmiah, membedakan pertanyaan-pertanyaan ilmiah dan tidak ilmiah, menjelaskan cara mengeksplorasi pertanyaan- pertanyaan ilmiah, dan 3 menafsirkan data dan bukti ilmiah, dengan mentransformasi data dari satu representasi ke representasi yang lain, menganalisis dan menarik kesimpulan dengan tepat OECD, 2013. Mengembangkan pembelajaran literasi sains, kompetensi seorang calon guru selain harus menguasai pengetahuan literasi sains beserta terapannya, juga harus mampu merencanakan dan melaksanakan strategi pengajaran literasi sains dengan baik. Lingkungan belajar yang menunjang perkuliahan dengan Model LBL adalah: 1 memberikan kemudahan akses berbagai sumber referensi literasi sains baik dalam perpustakaan maupun jaringan internet, 2 melibatkan metakognisi mahasiswa dalam membaca, diskusi, dan inkuiri untuk mengkonstruksi dan mengembangkan pengetahuan profesional secara maksimal Moreno, 2010, 3 menciptakan kesempatan mengembangkan skema melalui asimilasi dan akomodasi dalam rangka mengkritisi dan menemukan solusi masalah literasi sains, Mengembangkan pembelajaran literasi sains Menumbuhkan sikap ilmiah Mengkonstruksi literasi sains Model LBL ISBN: 978-602-72071-1-0 4 menciptakan suasana belajar yang demokratis, terbuka dan positif untuk meningkatkan keyakinan diri dan kemampuan berfikir reflektif dalam mengkonstruksi literasi sains dan menerapkannya dalam mengambil keputusan untuk menentukan tindakan mereka di masa depan, 5 penggunaan pembelajaran berbasis masalah Celik et al., 2011, Moutinho et al., 2014, investigasi Setiadi, 2013, dan terintegrasi Villaneuva, 2010 untuk meningkatkan motivasi, literasi sains, dan sikap ilmiah mahasiswa, 6 merangsang mahasiswa lebih aktif dalam mengkonstruksi pengetahuannya melalui discovery, scaffolding , dan kolaborasi Moreno, 2010, 7 adanya kesempatan untuk mengembangkan pemahaman literasi sains melalui eksplorasi lebih lanjut dan pengambilan keputusan dalam menyelesaikan berbagai masalah kehidupan nyata Villaneuva, 2010. Perencanaan pelajaran dengan Model LBL adalah menetapkan sasaran dan tujuan pembelajaran, merancang RPP Pengajaran Literasi Sains, dan mengorganisasikan sumber daya dan logistik yang diperlukan. Adapun pelaksanaan pembelajarannya menggunakan empat fase utama dimana fase dua dan tiga dalam bentuk siklus belajar yang dapat dilihat pada Gambar 2. Gambar 2. Sintaks Model LBL Fase 1: Memotivasi belajar sains , dosen berusaha menarik minat dan motivasi mahasiswa dengan menyampaikan tujuan pembelajaran dan menyajikan isu-isu sains berupa fenomena sains atau produk tehnologi sains dan diberikan contoh pada Gambar 3. Gambar 3. Contoh isu-isu sains Dosen selanjutnya mengarahkan mahasiswa untuk terlibat aktif dalam pembentukan kelompok terdiri 4-6 anggotakelompok, kemudian membagikan LKM beserta logistik yang diperlukan. Kesiapan belajar sangat berperan terhadap prestasi belajar fisika Widyaningyas, et al ., 2013. Dosen dapat menggunakan advanced organizer untuk membantu mahasiswa mengkodekan informasi baru Moreno, 2010: 225. Fase ini diharapkan dapat meningkatkan minat dan motivasi mahasiswa untuk terlibat aktif dalam mengembangkan literasi sains, sehingga mereka dapat memfokuskan usahanya untuk belajar dan menghasilkan kinerja yang lebih tinggi. Fase 2: Mengkonstruksi literasi sains , fase inti Model LBL yang dirancang dalam siklus I dengan tujuan meningkatkan sikap ilmiah mahasiswa dalam mengkonstruksi pengetahuan literasi sains melalui pengalaman pribadi dengan orang lain maupun lingkungan. Siklus ini diawali dengan Identifikasi, dosen meminta mahasiswa untuk membaca kembali isu-isu sains di LKM dan meyakinkan bahwa mereka dapat mengidentifikasi pertanyaan-pertanyaan yang ilmiah dan tidak ilmiah dengan benar. Pertanyaan ilmiah adalah pertanyaan yang secara rasional memungkinkan dilakukan penyelidikan dan pertanyaan tidak ilmiah adalah pertanyaan berkaitan dengan mitos dan sulit dinalar. Eksplorasi, dosen memberikan dukungan kepada mahasiswa untuk terlibat aktif dalam penyelidikan ilmiah melalui eksperimen merumuskan hipotesis, identifikasi variabel dan definisi operasional variabel, merancang tabel pengamatan, dan prosedur eksperimen mengacu LKM, melaksanakan eksperimen sesuai rencana, serta membaca berbagai referensi untuk mendapatkan informasi yang diperlukan. Eksplanasi, dosen meyakinkan mahasiswa untuk menganalisis data dan menggunakan pengetahuan sains yang ditemukan tersebut untuk menjelaskan isu-isu sains secara rasional dan berhati-hati dalam menarik kesimpulan. Aplikasi, dosen memantapkan minat dan motivasi mahasiswa untuk terlibat aktif dalam mengkaji berbagai fenomena ilmiah yang lain, pemecahan masalah dan produk teknologi mengacu pada LKM, dan membantu mahasiswa untuk menerapkan literasi sains dalam pengambilan keputusan tentang identifikasi masalah kehidupan nyata beserta alternatif solusinya. Terakhir adalah Refleksi, mahasiswa berusaha mendiskusikan hasil kinerja kelompok di depan kelas. Fase 3: Mengembangkan pembelajaram literasi sains, juga termasuk fase inti Model LBL yang dirancang dalam siklus II dengan tujuan memantapkan sikap ilmiah mahasiswa dalam mengembangkan literasi sains sesuai dengan hasil konstruksi literasi sains pada fase sebelumnya. Siklus II diawali dengan Identifikasi, dosen menyajikan Contoh RPP Literasi Sains untuk memberikan kemudahan dalam mengembangkan wawasan pengetahuan mahasiswa dalam membuat RPP. Dosen menggunakan scaffolding untuk meningkatkan minat dan motivasi dalam memahami contoh RPP untuk mengajarkan literasi sains. Mengembangkan, dosen memberikan tanggung jawab kepada mahasiswa untuk mengembangkan ide-ide pembelajaran dengan menyusun ISBN: 978-602-72071-1-0 RPP untuk mengajarkan literasi sains. Peer Teaching, dosen memantapkan minat dan motivasi untuk terlibat aktif dalam ujicoba RPP yang dikembangkan dalam bentuk peer teaching. Refleksi, mahasiswa berusaha mendiskusikan hasil peer teaching di depan kelas. Terakhir adalah Revisi RPP, dosen memastikan kesediaan mahasiswa untuk melakukan revisi RPP sesuai saran-saran dalam peer teaching. Fase ini diharapkan menghasilkan RPP yang dapat digunakan untuk mengajarkan literasi sains dengan baik. Fase 4: Evaluasi literasi sains dan pembelajaran sains, dirancang untuk menguatkan sikap ilmiah mahasiswa dalam meningkatkan literasi sains yang telah dipelajari beserta penerapannya di masa depan. Dosen meminta mahasiswa terlibat aktif dalam evaluasi hasil literasi sains dan refleksi proses pembelajaran yang telah dilakukan, serta memberikan saran tindak lanjut berdasarkan hasil evaluasi dan refleksi. Asesmen dan evalusi literasi sains dapat pada mengacu pada kerangka PISA 2015 dan standar kompetensi guru profesional sehingga dapat mengukur kompetensi literasi sains calon guru seperti yang disajikan pada Tabel 1. Tabel 1. Kompetensi literasi sains calon guru Kompetensi Indikator Menjelaskan fenomena secara ilmiah  Menjelaskan fenomena ilmiah dengan menerapkan pengetahuan sains yang sesuai.  Menjelaskan implikasi potensial dari pengetahuan sains untuk masyarakat. Menggunakan metode ilmiah dalam menyelesaikan masalah keseharian  Mengidentifikasi pertanyaan yang dapat dieksplorasi dalam penelitian ilmiah.  Membedakan pertanyaan-pertanyaan ilmiah dan tidak ilmiah.  Menjelaskan cara mengeksplorasi pertanyaan- pertanyaan ilmiah.  Mentransformasi data dari satu representasi ke representasi yang lain.  Menganalisis dan menarik kesimpulan dengan tepat. Merencanakan dan melaksanakan RPP untuk mengajarkan literasi sains  Merancang RPP untuk mengajarkan literasi sains. Memiliki sikap rasa ingin tahu, rasional, terbuka, obyektif, kritis, dan jujur.  Dukungan dalam penyelidikan ilmiah  Keyakinan dalam belajar sains  Minat, keterlibatan, dan motivasi dalam sains  Tanggung jawab terhadap sumber daya dan lingkungan Asesmen literasi sains untuk kompetensi menjelaskan fenomena secara ilmiah, menggunakan metode ilmiah dalam menyelesaikan masalah keseharian, merencanakan RPP untuk mengajarkan literasi sains menggunakan bentuk tes esei dan tes kinerja. Asesmen kinerja terdiri dari tiga aktivitas dasar, yaitu dosen memberi tugas, peserta didik menunjukkan kinerjanya, dinilai berdasarkan indikator tertentu dengan instrumen yang disebut rubrik Moreno, 2010. Asesmen sikap ilmiah dapat mengadaptasi “Programme for International Student Assessment, A teacher’s guide to PISA scientific literacy” yang dikembangkan Thomson, et al. 2013 meliputi menunjukkan dukungan dalam penyelidikan ilmiah, keyakinan dalam belajar sains, minat, keterlibatan, dan motivasi dalam sains, serta tanggung jawab terhadap sumber daya dan lingkungan Model LBL membantu pendidik dalam mendukung program peningkatan kualitas layanan pendidikan dalam RPJMN 2015-2019 Bappenas, 2014. Mahasiswa calon guru fisika dapat dipersiapkan menjadi seorang calon guru fisika menjadi pembelajar yang profesional dan mandiri, memiliki daya saing, dan mampu beradaptasi terhadap perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi mutakhir. Penelitian lanjutan disarankan untuk menguji validitas, kepraktisan, dan keefektifan model. Ucapan Terima Kasih Terima kasih kami sampaikan kepada Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan yang telah menyediakan Beasiswa Program Pasca Sarjana Dalam Negeri BPPDN Program Doktoral Pendidikan Sains, Kepala Jurusan Fisika FMIPA Unesa, Dekan FMIPA Unesa, dan Rektor Unesa yang telah mengijinkan tugas Belajar. Prof. Dr. Madlazim, M.Si. dan Dr. Wasis, M.Si selaku pembimbing disertasi. PENUTUP Simpulan Model LBL adalah pembelajaran sains untuk meningkatkan literasi sains mahasiswa calon guru dalam mengkonstruksi literasi sains, mengembangkan strategi pengajaran literasi sains, dan mengembangkan sikap ilmiah. Model LBL berusaha menciptakan lingkungan akademik yang demokratis, terbuka dan positif dalam menggali informasi dari berbagai sumber referensi melalui diskusi, penyelidikan, dan kolaborasi, serta pengembangan pemahaman literasi sains melalui eksplorasi lebih lanjut dan pengambilan keputusan dalam menyelesaikan berbagai masalah kehidupan nyata. Garis besar perencanaan pelajaran dengan Model LBL adalah menetapkan sasaran dan tujuan pembelajaran, merancang RPP Pengajaran Literasi Sains, dan mengorganisasikan sumber daya dan logistik yang diperlukan. Pelaksanaan pembelajaran diawali dengan orientasi motivasi belajar sains, mengkonstruksi literasi sains Siklus I, mengembangkan pembelajaran literasi sains Siklus II, evaluasi literasi sains. Asesmen literasi sains dapat pada mengacu pada kerangka PISA 2015 dan standar kompetensi guru professional dalam bentuk tes esei atau kinerja, dan sikap ilmiah mahasiswa menggunakan angket. Saran Model LBL merupakan bagian dari disertasi S3 Pendidikan Sains Unesa, sehingga perlu dilakukan penelitian lanjutan untuk menguji validitas, kepraktisan, dan keefektifan model. DAFTAR PUSTAKA Akenngi, H Sirin, A. 2013. A Comparative Study Upon Determination of Scientific Literacy Level of Teacher Candidates. Academic journals, Vol. 819, 1882-1886. ISBN: 978-602-72071-1-0 Ali, S.R. Syah, N.S.H. 2013. Impact of Project Based Learning of Physics in A Technical Institution, Karachi. Proceeding International Conference on Physics Education, August 5-9, 2013, Prague, Czech Republic. Pp. 671-677. Bappenas. 2014. Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional RPJMN 2015-2019. Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional Badan Perencanaan Pembangunan Nasional. Celik, P., Onder, F. Silay, I. 2011. The Effects of Problem Based Learning on The Students‟ Success in Physics Course. Procedia - Social and Behavioral Sciences 28 2011 656 – 660. Eggen, P.D. and Kauchak, D.P. 2012. Educational Psychology: Windows on Clasrooms 9 th edition. New Jersey: Pearson. Impey, C. 2013. Science Literacy of Undergraduates in The United States . Orgazations People and Strategies in Astronomy 2 OPSA 2. Departement of Astronomy, University of Arizona. Lederman, N.G., Lederman, J.S. and Antink, L. 2013. Nature of Science and Scientific Inquiry As Contexts for The Learning of Science and Achievement of Scientific Literacy. International Journal of Education in Mathematics, Science and Technology, 1:3, 138-147 . Moreno, R. 2010. Educational Psycology. New York: John Wiley Sons Inc. Moutinho, S., Torres, J., Fernandes, I., Vasconcelos, C. 2014. Problem Based Learning and Nature of Science: A study with science teachers. Procedia - Social and Behavioral Sciences, 191, 1871 – 1875. Murcia, K. 2009. Re-thinking The Development of Scientific Literacy Through a Rope Metaphor. Research Science Education, 39, 215 –229. Nariman, N. , Chrispeels, J. 2015. PBL in The Era of Reform Standards: Challenges and Benefits Perceived by Teachers in One Elementary School. Interdisciplinary Journal of Problem- Based Learning, 101. Newton, D.P. 2008. A Practical Guide to Teaching Science in The Secondary School . USA: Routledge. NRC. 2011. Inquiri and the national science education standards. A guide for Teaching and Learning. Washington: National Academy Press. OECD. 2013. PISA 2015, Draft SCIENCE Framework. Publishing: OECD. Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 49 Tahun 2014 tentang Standar Nasional Pendidikan Tinggi. Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 73 Tahun 2013 tentang Penerapan Kerangka Kualifikasi Nasional Indonesia Bidang Perguruan Tinggi. Peraturan Presiden Nomor 8 Tahun 2012 tentang Kerangka Kualifikasi Nasional Indonesia. Ponnusamy, S., Rasarasan, S., Ramanujam, G., Loganatan, P., Rajkumar, R. Vijayan, N. 2007. Physics, Higher Secondary First Year, Volume – 1. Chennai: Tamilnadu Textbook Corporation. Setiadi, D 2013. Pengembangan Model Pembelajaran untuk Meningkatkan Kemampuan Literasi Sains Peserta Didik SMP. repositori.upi.edu. Sunarti, T. 2015. Pemahaman Literasi Sains Mahasiswa Calon Guru Fisika Universitas Negeri Surabaya. Proceding Seminar Nasional Jurusan Fisika FMIPA UM 2015. Udompong, L. Wongmanich, S. 2014. Diagnosis of The Scientific Literacy Characteristics of Primary Students. Procedia - Social and Behavioral Sciences, 116, 5091 – 5096. Udompong, L., Traiwicitkhun, D. and Wongwanich, S. 2014. Causal Model of Research Competency Via Scientific Literacy of Teacher and Student. Procedia-Sosial and Behavioral Science, 116, 1581-1586. Thomson, S., Hillman, K. Bortoli, L.D. 2013. Programme for International Student Assessment, A Teacher’s Guide to PISA Scientific Literacy . Victoris: Acer Press. Tim Dikti. 2014. Buku Kurikulum Perguruan Tinggi. Direktorat Pembelajaran dan Kemahasiswaan, Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Turiman, P., Omar, J., Daud, A.M. and Osman, K. 2012. Fostering The 21st Century Skills Through Scientific Literacy and Science Process Skills. Procedia - Social and Behavioral Sciences, 59, 110 – 116. Villanueva, M.G.F. 2010. Integreted Teaching Strtategies Model for Improved Scientific Literacy in Second Language Learners . Unpublised Philosophea Doctor Education In Faculty Of Education at the Nelson Mandela Metropolitan University. Walker, J.S. 2014. Physics, Fourth Edition. San Fransisco: Pearson Education. Widyaningtyas, A., Sukarmin Radiyono, Y. 2013. Peran Lingkungan Belajar dan Kesiapan Belajar terhadap Prestasi Belajar Fisika Siswa Kelas X Sekolah Menengah Atas Negeri 1 Pati. Jurnal Pendidikan Fisika, 1:1, 136-143. ISBN: 978-602-72071-1-0 PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH TERHADAP PENINGKATAN HASIL BELAJAR SISWA PADA SUB POKOK BAHASAN PEMBIASAN KELAS X MA Muhammad Syaiful Hidayat Pendidikan fisika FKIP, Universitas Islam Madura, Pamekasan, Indonesia. Email: hidaysaifgmail.com ABSTRAK Dalam pembelajaran fisika, siswa kurang terlibat dalam proses pemecahan masalah sehingga menyebabkan hasil belajar siswa menjadi rendah. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi pengaruh model pembelajaran berbasis masalah dibandingkan dengan metode konvensional kelas X pada sub pokok bahasan Pembiasan di MA Miftahul Ulum Bettet Pamekasan dan mengidentifikasi aktivitas siswa kelas X dengan model pembelajaran berbasis masalah dibandingkan dengan metode konvensional pada sub pokok bahasan pembiasan di MA Miftahul Ulum Bettet Pamekasan. Penelitian ini adalah penelitian eksperimen dengan sampel terpisah. Sampel penelitian yaitu kelas X-C sebagai kelas eksperimen dengan model pembelajaran berbasis masalah dan X-D sebagai kelas kontrol dengan metode konvensional. Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa ada pengaruh model pembelajaran berbasis masalah terhadap peningkatan hasil belajar siswa dengan metode konvensional sebagai pembanding, hal ini tampak dari perhitungan statistik menggunakan uji t, diperoleh t hitung t tabel dengan t hitung = 4,67 sedangkan t tabel = 4,67 dengan taraf signifikansi 5. Nilai tersebut menujukkan adanya perbedaan signifikan terhadap skor hasil belajar diantara keduanya. Ditinjau dari hasil uji gain ternormalisasi juga terdapat pebedaan yang signifikan ini dapat dilihat dari nilai rata-rata gain ternormalisasi pada kelas eksperimen, sebesar 0,64 atau 64 . Sedangkan pada kelas kontrol, gain ternormalisasi sebesar 0,35 atau 35 . Rata-rata persentase aktivitas siswa pada kelompok eksperimen selama pembelajaran adalah 70.5 . Sedangkan pada kelas kontrol sebasar 67,1 . Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa aktivitas siswa pada kelas eksperimen dengan model pembelajaran berdasarkan masalah lebih baik dari pada kelas kontrol dengan metode pembelajaran konvensional Berdasarkan hasil penelitian ini disarankan agar model pembelajaran berbasis masalah digunakan sebagai salah satu variasi pembelajaran fisika dalam meningkatkan hasil belajar dan keterampilan proses pemecahan masalah. Kata Kunci: Model Pembelajaran Berbasis Masalah, Metode Konvensional, Hasil Belajar Siswa Abstract In the study of physics, students are less involved in the problem solving process that led to student learning outcomes to be low. This research aimed to identify the effect of problem based learning model compared with conventional methods of class X in the sub subject Refraction in MA Miftahul Ulum bettet Pamekasan and identify the student activity of class X with a problem based learning model compared with conventional methods in sub subject of refraction in MA Miftahul Ulum bettet Pamekasan. This research is an experimental research with a separate sample. The research sample is class X C as an experimental class with a problem based learning model and X D as the control class with conventional methods. Based on the results of the research showed that there is influence of problem-based learning model for improving student learning outcomes with conventional methods as a compare it, it appears from the statistical calculation using the t test, obtained t count t table with t = 4.67, while t table = 4 , 67 with a significance level of 5. The values it showed significant difference to the learning outcome scores between two it. Judging from the test results there is also a normalized gain significant contrast can be seen on the average value of the gain is normalized in the experimental class, 0.64 or 64. While in the control class, the normalized gain of 0.35 or 35. The average percentage of the activity of the students in the experimental group during the study as 70.5. While in the control class as 67.1. It can be concluded that the activity of the students in the experimental class with a problem based learning model is better than the control class with conventional teaching methods. Based on the results of this ISBN: 978-602-72071-1-0 research suggested that the problem-based learning model is used as a variation of learning physics in improving learning outcomes and skills of problem-solving process. Keywords: Problem Based Learning Models, Conventional Methods, Student Learning Outcomes PENDAHULUAN Pendidikan merupakan upaya terorganisir yang memiliki makna bahwa pendidikan harus dilakukan secara sadar dan tujuan yang jelas yang pada intinya tujuan tersebut adalah untuk mencerdaskan kehidupan bangsa. Untuk mewujudkan tujuan tersebut tentunya pemerintah memiliki strategi dalam merancang pendidikan yang mapan serta pelaksanaannya mendapat dukungan dari segala sisi terutama dari pelaksana pendidikan termasuk didalamnya adalah guru dan siswa dalam konteks belajar dalam pembelajaran yang aktif, kreatif, inspiratifinteraktifinovatif, efektif dan menyenangkan. Berdasarkan observasi yang dilakukan di kelas X MA Miftahul Ulum Bettet Pamekasan, penulis menjumpai beberapa kendala ditinjau dari aktivitas siswa. Diantara kendala tersebut adalah siswa kurang antusias dalam menyimak. Selain itu juga siswa merasa gentar dalam menghadapi masalah terutama ketika dihadapkan pada masalah mata pelajaran yang diujikan. Salah satu buktinya adalah ketika menjelang UNAS. Siswa seakan-akan dihadapkan pada sesuatu yang menakutkan. Ini terjadi karena siswa kurang terbiasa dalam pemecahan masalah. Hal ini menyebabkan hasil belajar pada kelas tersebut menjadi rendah. Oleh karena itu diperlukan suatu model pembelajaran yang dapat meningkatkan motivasi siswa dalam proses pemecahan masalah. Salah satunya dengan penerapan model pembelajaran berbasis masalah. METODE PENELITIAN Dalam penelitian ini menggunakan penelitian eksperimen. Rancangan penelitian ini seperti pada tabel berikut: Kelompok Pre-test Perlakuan Post- test I 1 II Z 2 Keterangan : I = kelompok eksperimen II = kelompok kontrol = hasil pre-test kelompok eksperimen = hasil pre-test kelompok kontrol = jenis perlakuan dengan model pembelajaran berdasarkan masalah = jenis perlakuan dengan metode konvensional = hasil post-test kelompok eksperimen = hasil post-test kelompok kontrol HASIL DAN PEMBAHASAN Analisis hasil belajar siswa diperoleh berdasarkan data yang diperoleh dari data kuantitatif dan data kualitatif. Uji normalitas kemampuan awal dan hasil belajar siswa dalam hal ini menggunakan chi kuadarat yang diambil dari nilai pre-test dan Post-test siswa . Hasil uji tersebut tersaji sebagai berikut: Tes Nilai x 2 hitung Nilai i x 2 tabel Taraf Signefi kansi Keteranga n Pre-test 13,5 14 5 Normal Post-test 12,5 14 5 Normal Dari tabel diatas dapat dilihat x 2 hitung x 2 tabel , sehingga dapat disimpulkan bahwa kemampuan awal siswa dan hasil belajar pada kelas eksperimen dan kelas kontrol berdistribusi normal. Uji yang digunakan untuk mengetahui kemampuan awal siswa dalam hal ini adalah uji homogenitas sampel. Hasil uji tersebut tersaji sebagai berikut: Tes Nilai F Hitung F Tabel Taraf Signefikansi Keterang an Pre – Test 1,1 4,21 5 Homogen Post- test 12,5 14 5 Homogen Dari tabel diatas dapat dilihat menunjukkan nilai F hitung F tabel . Hal ini menunjukkan bahwa kemampuan awal siswa hasil belajar siswa baik pada kelas eksperimen dengan model pembelajaran masalah maupun kontrol dengan metode konvensional adalah sama. Kelas Eksper imen Kelas Kontrol t hitu ng t ta bel Taraf Signe fikan si Keterang an �̅ S 1 2 �̅ S2 2 4,67 2, 04 5 Terdapat perbedaan yang signefikan 69 ,3 8 19 9, 59 50 ,4 7 326, 39 Berdasarkan tabel diatas dapat dilihat t hitung t tabel. Kesimpulannya, terdapat perbedaan signifikan terhadap skor hasil belajar antara kelompok eksperimen dan kontrol. Hal ini menunjukkan bahwa hasil belajar kelas eksperimen yang menggunakan model pembelajaran berdasarkan masalah lebih baik dari pada kelas kontrol yang menggunakan metode konvensional. ISBN: 978-602-72071-1-0 Berdasarkan deskripsi nilai dari data kelas eksperimen dan kontrol maka dapat disimpulkan bahwa kelas eksperimen dengan model pembelajaran berbasis masalah berpengaruh dalam peningkatan hasil belajar siswa. Selain menganalisis kemampuan kognitif siswa juga dilakukan analisis terhadap aktivitas siswa yang tersaji sebagai berikut: Kegiatan Model Pembelajaran Berdasarkan Masalah Metode Konvensional Persentase Persentase Partisipasi dalam kegiatan 69,53 67,18 Kerjasama dalam kelompok 70,31 67,97 Diskusi masalah autentik 71,09 66,41 Kesimpulan 71,09 67,2 Berdasarkan tabel diatas dapat disimpulkan bahwa aktivitas siswa pada model pembelajaran berbasis masalah lebih baik dibandingkan dengan aktivitas siswa pada metode konvensional UCAPAN TERIMA KASIH Denagan selesainya penelitian ini penulis mengucapkan terima kasih kepada: 1. Bapak Herman Jufri Andi, S.Si., M.Si. selaku pembimbing yang telah berkenan memberikan waktu, bimbingan dan pengarahan penulisan skripsi ini. 2. Bapak Dr. H. Saiful Hadi, M.Pd. selaku dekan FKIP Universitas Islam Madura yang telah menerbitkan surat permohonan izin penelitian . 3. Bapak Dr Ketut Mahardika, M.Si, Bapak Suprianto, S.Pd, M.Si, dan ibu Ida Kholida, S.Pd, M.Pd selaku dosen penguji yang telah membantu atas kelancaran penyusunan skripsi ini. 4. Petugas perpustakaan Universitas Islam Madura yang telah memberikan ijin dan layanan yang ramah. 5. Bapak Muh. Mukhtar, S.Ag. selaku Kepala MA Miftahul Ulum Bettet Pamekasan yang telah memberikan izin tempat penelitian dalam skripsi ini. 6. Bapak Risfandi S.Si, S.Pd,. selaku Guru pengajar Di kelas X-C dan X-D MA Miftahul Ulum Bettet yang meluangkan waktunya untuk penelitian penulis serta selaku observer selama kegiatan penelitan berlangsung. PENUTUP Simpulan Berdasarkan analisis data dan pembahasan maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut: 1. Model pembelajaran berbasis masalah berpengaruh terhadap peningkatan hasil belajar siswa di kelas X MA Miftahul Ulum Bettet Pamekasan pada sub pokok bahasan pembiasan. Hal ini tampak dari hasil rata-rata belajar siswa, uji t dan gain ternormalisasi. 2. Aktivitas siswa setelah penerapan model pembelajaran berdasarkan masalah lebih baik dibandingkan dengan metode konvensional pada sub pokok bahasan pembiasan di kelas X MA Miftahul Ulum Bettet Pamekasan. Saran Berdasarkan penelitian ini maka peneliti sarankan bahwa pembelajaran berbasis masalah dapat digunakan sebagai variasi model pembelajaran dalam meningkatkan hasil belajar siswa, keterampilan proses pemecahan masalah. Bagi peneliti lain diharapkan untuk melakukan penelitian model pembelajaran berdasarkan masalah pada subyek penelitian dan mata pelajaran yang berbeda agar diperoleh hasil yang lebih baik, khususnya sebagai upaya perbaikan kinerja dan hasil belajar siswa. DAFTAR PUSTAKA Amri, Sofan. 2009. Kontruksi Pengembangan Pembelajaran, Pengaruhnya Terhadap Mekanisme dan Praktik Kurikulum . Jakarta: PT. Prestasi Pustakaraya. Anisa, Nur. 2009. Penerapan Model Pembelajaran “Problem Based Learning” Untuk Meningkatkan Hasil Belajar dan Kreativitas Siswa Kelas XI Jurusan APK-2 di SMK Negeri 1 Turen . Univesitas Negeri Malang. Arikunto, Suharsimi. 2005. Manajemen penelitian. Jakarta: PT Rineka Cipta. Asra; Sumiati. 2008. Metode Pembelajaran. Bandung: CV Wacana Prima. Djamarah, Syaiful Bahri. Strategi Belajar Mengajar. Jakarta: PT Asdi Mahasatya. Foster, Bob. 2004. Terpadu Fisika Sma Jilid 1b Untuk Kelas X . Jakarta: Erlangga. Ghony, Djunaidi. 2009 Petunjuk Praktis Penelitian Pendidikan. Malang: UIN-Malang Press. Hertanto. 2007. Fisika Kelas X. Kalaten: PT. Macanan Jaya Cemerlang. Kanginan, Marthen. 2002. Fisika Untuk SMAMA Kelas X. Jakarta: Erlangga. Kharida, Luluk Arifatul. 2009. Penerapan Model Pembelajaran Berbasis Masalah Problem Based Instruction Untuk Meningkatkan Hasil Belajar Siswa Pada Pokok Bahasan Elastisitas Data Kelas Eksperimen Kelas Kontrol Rata-rata pre-test 32,19 31,56 Rata-rata post-test 69,38 50,47 Skor ideal 90 85 Gain ternormalisasi 0,64 0,35 Persentase 64 35 ISBN: 978-602-72071-1-0 Bahan Kelas XI SMA Islam Sultan Agung 1 Semarang. Universitas Negeri Semarang. Komalasari, Kokom. 2011. Pembelajaran Kontekstual Konsep Dan Aplikasi . Bandung: PT Refika Aditama. Murni, Wahid. 2010. Evaluasi pembelajara kompetensi dan praktik . Yogyakarta:Nuha Letera. Pribadi, Mohammad. 2007. Fisika Mennyingkap Fakta . Jaten Permai, Karang Anyar: CV Garaha Multi Grafika. Putra, Sitiatava rezema. 2013. Desain Belajar Mengajar Kreatif Berbasis Sains . Jogjakarta: Diva Pres. Setyono, P Sulistio. 2012. Intisari Fisika Untuk SMA kelas X, XI dan XII. Bandung: Pustaka Setia. Shomad, Abdus; Stepanus Sahala. 2010. Penerapan model pembelajaran berbasis masalah dalam pembiasan cahaya pada lensa terhadap hasil belajar siswa di kelas VIII SMP Negeri 5 Ketapang . Universitas Tanjung Pura. Sudjana. 2009. Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya. Sugiono. 2007. Statistika Untuk Penelitian. Bandung: CV Alfabeta. Sumarsono, Gathot. 2006. Penerapan Model Pembelajaran Problem Based Instruction Sebagai Upaya Meningkatkan Hasil Belajar Fisika Pokok Bahasan Kinematika Gerak Lurus Pada Siswa Kelas X Semester 1 Sma Negeri 1 Batang Tahun Pelajaran 20052006. Universitas Negeri Semarang. Trianto. 2011. Model-Model Pembelajaran Inovatif Berorientasi Kontruktivistik, Konsep Landasan Teoritis Praktis dan Implementasinya. Jakarta: Prestasi Pustaka Publisher. Yamin, Martinis. 2011. Paradigma Baru Pembelajaran. Jakarta: Gaung Persada GP Pres Jakarta. Zainuri, Ahmad. 2012. Upaya Peningkatan Ketuntasan Belajar Fisika Siswa Dengan Menggunakan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Stad Pada Pokok Bahasan Fluida Statik Di Sma Al-Falah Sumber Gayam Kadur Pamekasan, Universitas Islam Madura. ISBN: 978-602-72071-1-0 PENGARUH SITUATED LEARNING TERHADAP HASIL BELAJAR FISIKA Asriyadin 1 Yus’iran 2

1,2

Dosen Program Studi Pendidikan Fisika STKIP Taman Siswa Bima E-mail: asriyadingmail.com ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh penerapan model situated learning terhadap hasil belajar fisika pada materi gelombang bunyi. Melalui pelaksanaan pembelajaran fisika dengan model situated learning diharapkan dapat diketahui perbedaan hasil belajar fisika siswa antara kelompok kontrol dan kelompok eksperimen. Metode penelitian yang digunakan adalah penelitian eksperimen experimental research dengan studi komparasi. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas XII IPA SMA Negeri 1 Pagutangan Brebes tahun pelajaran 20132014. Sampel penelitian ini terdiri atas dua kelas yaitu kelas XII IPA 2 dan kelas XII IPA 3, dimana kelas XII IPA 2 sebagai kelas eksperimen dan kelas XII IPA 3 sebagai kelas kontrol. Instrumen penelitian yang digunakan untuk mengumpulkan data adalah lembar tes. Analisis data yang digunakan adalah uji t-test. Hasil penelitian menunjukan terdapat perbedaan yang signifikan antara hasil belajar fisika menggunakan model situated learning dan konvesional. Kata kunci : situated learning, dan hasil belajar. PENDAHULUAN Sains merupakan cara mencari tahu tentang alam secara sistematis untuk menguasai pengetahuan, fakta- fakta, konsep-konsep, prinsip-prinsip, proses penemuan, dan memiliki sikap ilmiah. Pendidikan sains di sekolah- sekolah bermanfaat bagi siswa untuk mempelajari diri sendiri, alam sekitar, dan kemajuan teknologi. Pendidikan sains menekankan pada pemberian pengalaman langsung untuk mengembangkan kompetensi agar siswa mampu menjelajahi dan memahami alam sekitar secara ilmiah. Pendidikan sains diarahkan untuk mencari tahu dan berbuat sehingga dapat membantu siswa memperoleh pengalaman yang lebih mendalam tentang alam sekitar. Mata pelajaran fisika adalah salah satu mata pelajaran dalam rumpun sains. Hakikat sains adalah ilmu pengetahuan yang objek pengamatannya adalah alam dengan segala isinya termasuk bumi, tumbuhan, hewan, serta manusia. Sains adalah ilmu pengetahuan yang diperoleh dengan menggunakan metode-metode berdasarkan observasi. Sains berkaitan dengan cara mencari tahu tentang alam secara sistematis, sehingga sains bukan hanya penguasaan kumpulan pengetahuan yang berupa fakta-fakta, konsep-konsep, atau prinsip- prinsip saja tetapi juga merupakan suatu proses penemuan Depdiknas, 2003: 6. Pada dasarnya fisika adalah ilmu dasar, seperti halnya kimia, biologi, astronomi, dan geologi. Ilmu-ilmu dasar diperlukan dalam berbagai cabang ilmu pengetahuan terapan dan teknik. Tanpa landasan ilmu dasar yang kuat, ilmu-ilmu terapan tidak dapat maju dengan pesat. Teori fisika tidak hanya cukup dibaca, sebab teori fisika tidak sekedar hafalan saja akan tetapi harus dibaca dan dipahami serta dipraktikkan, sehingga siswa mampu menjelaskan permasalahan yang ada. Dalam belajar fisika, yang pertama dituntut adalah kemampuan untuk memahami konsep, prinsip maupun hukum-hukum, kemudian diharapkan siswa mampu menyusun kembali dalam bahasanya sendiri sesuai dengan tingkat kematangan dan perkembangan intelektualnya. Belajar fisika yang dikembangkan adalah kemampuan berpikir analitis, induktif dan deduktif dalam menyelesaikan masalah yang berkaitan dengan peristiwa alam sekitar, baik secara kualitatif maupun kuantitatif dengan menggunakan matematika, serta dapat mengembangkan pengetahuan, keterampilan dan sikap percaya diri Depdiknas, 2003: 1. Mata pelajaran fisika juga merupakan salah satu mata pelajaran yang dianggap sulit bagi sebagian siswa. Banyak siswa SMA yang menghindari jurusan IPA ketika naik kelas XI karena ingin menghindari pelajaran eksak, salah satunya fisika. Hal ini bisa karena siswa kurang mahir dalam perhitungan matematika, karena fisika juga identik dengan perhitungan angka yang notabennya banyak digunakan rumus. Selain itu, hasil belajar masih rendah dikarenakan siswa mengalami kesulitan belajar. Di SMA Negeri 1 Paguyangan Brebes, hasil belajar fisika yang diperoleh belum dapat dicapai dengan baik. Dari beberapa analisis hasil ulangan yang dilakukan guru fisika selalu menunjukkan indikasi bahwa kurang dari 50 siswa mendapatkan nilai di bawah kriteria ketuntasan minimal KKM yaitu 65 dari skala 100. Pada pembelajaran fisika terdapat beberapa konsep yang sulit dipahami oleh siswa. Salah satu konsep dalam fisika yang sulit dipahami oleh siswa adalah materi gelombang ISBN: 978-602-72071-1-0 bunyi, karena gelombang bunyi sulit di nalar oleh siswa dan tidak dapat diamati secara langsung. Banyak faktor yang menyebabkannya, hal ini tidak terlepas dari faktor siswa, guru, bahan pelajaran dan metode mengajar yang digunakan oleh guru. Faktor- faktor tersebut juga merupakan faktor penentu kualitas pendidikan. Usaha peningkatan kualitas pendidikan fisika merupakan tantangan bagi setip guru fisika untuk selalu memperbaiki dan meningkatkan profesionalismenya sesuai tuntunan jaman. Dalam proses belajar mengajar, siswa tidak hanya menjadi pendengar dan mencatat apa yang disampaikan oleh guru. Meskipun dalam hal ini siswa dapat dikatakan melakukan aktivitas, akan tetapi masih pada tataran kegiatan pasif. Mengingat pentingnya pengajaran fisika, maka pengembangan proses belajar mengajar perlu dikembangkan pada situasi yang kondusif yang dapat memberikan kesempatan seluas-luasnya bagi siswa untuk dapat terlibat dalam proses belajar mengajar secara aktif. Untuk dapat melibatkan dan mengaktifkan siswa maka diperlukan metode pengajaran dan situasi yang tepat sesuai mata pelajaran yang akan dipelajarinya. Beberapa masalah yang telah disampaikan diatas, maka perlu menciptakan suatu lingkungan belajar yang baru yaitu menerapkan pembelajaran dengan cara situated learning . Sesuai dengan salah satu ciri mata pelajaran fisika adalah adanya kerjasama antara eksperimen dan teori maka dengan cara ini diharapkan siswa akan lebih bersemangat dalam belajar karena dalam pembelajaran situated learning memberi pengalaman baru bagi siswa untuk aktif melalui situasi yang telah disediakan untuk pembelajaran baik melalui praktik dan bersentuhan langsung dengan objek atau miniatur objek yang dipelajari dan hal tersebut sangat disarankan dalam mata pelajaran fisika. Situated learning diharapkan dapat memberikan nilai tambah bagi siswa seperti motivasi belajar dalam upaya meningkatkan aktivitas belajar siswa di sekolah. Adanya aktivitas yang meningkat ini diharapkan akan merubah cara belajar siswa dari belajar pasif menjadi cara belajar aktif, sehingga dapat lebih mudah menguasai atau menyerap materi-materi yang diajarkan oleh guru di sekolah, atau dengan kata lain dapat memperoleh hasil belajar yang tinggi. Berdasarkan paparan diatas maka tujuan peneliti ini adalah mengetahui perbedaan penerapan model pembelajaran situated learning dan konvesional terhadap hasil belajar pada materi gelombang bunyi. Situated learning pertama kali diterapkan oleh Jean Lave dan Etienne Wenger sebagai model pembelajaran dalam bentuk praktek. Dalam pendekatan situated learning , pengetahuan dan keterampilan belajar menggambarkan bagaimana pengetahuan diperoleh dan diterapkan dalam situasi sehari-hari, berbeda dengan sebagian besar kegiatan belajar di kelas yang melibatkan pengetahuan yang abstrak. Menurut Lave and Wenger dalam Richard Bailey, 2010: 151 Situated learning merupakan suatu konsep pembelajaran yang bertempat di konteks yang sama sesuai dengan tempat dimana ilmu itu diterapkan. Proses pembelajaran tidak hanya memberi pengetahuan abstrak dan dekontekstual dari satu orang ke orang lain, tapi sebuah proses sosial dimana pengetahuan dibangun, disarankan bahwa situasi dan konteks pembelajaran tersebut tertanam dalam lingkungan fisik dan sosial tertentu. Teori ini adalah teori yang menekankan bahwa pengetahuan dan pembelajaran harus dikondisikan dalam fisik tertentu dan dalam konteks sosial masyarakat, rumah, laboraturium, dsb dalam mencapai tujuan belajar. Pada dasarnya situated learning adalah menciptakan suatu kegiatan dalam keidupan nyata Stein, 1998. Berikut ini beberapa contoh dari kegiatan situated learning antara lain: 1 Menekankan agar pemikiran yang lebih tinggi daripada perolehan fakta, 2 Mendorong refleksi belajar, 3 Fokus pada aplikasi daripada menghafal, 4 Tempat belajar dalam lingkungan nyata sesuai dengan karakter mata pelajaran, 5 Meningkatkan kerja lulusan, 6 Belajar terjadi melalui dialog dengan orang lain dalam komunitas praktek. Contoh ini menggambarkan bahwa siswa secara aktif terlibat dalam konteks pembelajaran yang menyerupai dunia nyata. Hal tersebut dapat diartikan sebagai pembelajaran dalam bentuk praktek sehingga situasi yang dirasakan siswa tersebut berada dalam pengalaman belajar dan memperoleh pengetahuan yang menjadi bagian dari kegiatan belajar, konteks, dan budaya dimana ia dikembangkan dan digunakan. Siswa dapat membangun pengetahuan mereka sendiri dari pengalaman belajar melalui situated learning , keberhasilan pengalaman belajar bersituasi bergantung pada interaksi sosial dan aktivitas kinestetik. Ada beberapa poin strategi yang sering dilakukan atau digunakan dalam situated lerning antara lain Les M. Lunce 2006: 39: 1 Cerita stories, 2 Refleksi reflection, 3 Instruksi berlabuh anchored instruction, 4 Magang kognitif cognitive apprenticeship, 5 Pemodelan modeling, 6 Kolaborasi collaboration, 7 Pembinaan coaching, 8 Perancah dan penilaian scaffolding and judging, 9 Multi praktik multiple practice , 10 Eksplorasi exploration, 11 Artikulasi articulation. Melalui situated learning siswa dapat menginterpretasi informasi dengan pemahamnnya sendiri. Peran pembelajaran tidak untuk mengeluarkan fakta-fakta tetapi untuk menyediakan siswa dengan cara- cara untuk mengumpulkan informasi. Situated learning percaya bahwa belajar yang efektif terjadi ketika pebelajar siswa terlibat dalam tugas-tugas autentik yang berhubungan dengan konteks-konteks dunia nyata. Teori situated learning berasaskan kefahaman bahawa ilmu diperoleh dari situasi kontekstual dan dipengaruhi oleh konteks aktivitas dimana pembelajaran itu berlangsung. Ini bermaksud pelajar memperoleh ilmu melalui pengalaman autentik membuat pekerjaan atau tugasan yang dilakukan oleh ahli professional dalam bidang berkenaan. Melalui pengalaman autentik, pelajar mendapat akses mengenai cara bagaimana melakukan sesuatu pekerjaan dengan cara yang telah ditentukan dan penuh bermakna. Berdasarkan teori ini dapat dirumuskan ISBN: 978-602-72071-1-0 bahwa pengalaman dalam pembelajaran akan membentuk cara belajar yang berkesan dan professional. Hasil belajar adalah kemampuan-kemampuan yang dimiliki siswa setelah ia menerima pengalaman belajarnya. Hasil belajar siswa pada hakikatnya adalah perubahan mencakup bidang kognitif, afektif dan psikomotoris yang berorientasi pada proses belajar mengajar yang dialami siswa Sudjana, 2005: 54. Sedangkan menurut Gronlund dalam Purwanto, 2008: 45, hasil belajar merefleksikan tujuan pengajaran. Tujuan pengajaran adalah tujuan yang menggambarkan pengetahuan, keterampilan, dan sikap yang dimiliki oleh siswa sebagai akibat dari hasil pengajaran yang dinyatakan dalam bentuk tingkah laku behavior yang dapat diamati dan diukur. Faktor-faktor yang mempengaruhi hasil belajar Menurut Munadi dalam Rusman, 2012: 124 antara lain meliputi faktor internal dan faktor eksternal: 1 Faktor internal terdiri dari: a Faktor Fisiologis. Secara umum kondisi fisiologis, seperti kesehatan yang prima, tidak dalam keadaan lelah dan capek, tidak dalam keadaan cacat jasmani dan sebagainya. Hal tersebut dapat mempengaruhi peserta didik dalam menerima materi pelajaran. b Faktor Psikologis. Setiap indivudu dalam hal ini peserta didik pada dasarnya memiliki kondisi psikologis yang berbeda-beda, tentunya hal ini turut mempengaruhi hasil belajarnya. Beberapa faktor psikologis meliputi intelegensi IQ, perhatian, minat, bakat, motif, motivasi, kognitif dan daya nalar peserta didik. 2 Faktor eksternal terdiri dari: a Faktor Lingkungan. Faktor lingkungan dapat mempengurhi hasil belajar. Faktor lingkungan ini meliputi lingkungan fisik dan lingkungan sosial. Lingkungan alam misalnya suhu, kelembaban dan lain-lain. Belajar pada tengah hari di ruangan yang kurang akan sirkulasi udara akan sangat berpengaruh dan akan sangat berbeda pada pembelajaran pada pagi hari yang kondisinya masih segar dan dengan ruangan yang cukup untuk bernafas lega. b Faktor Instrumental. Faktor-faktor instrumental adalah faktor yang keberadaan dan penggunaannya dirancang sesuai dengan hasil belajar yang diharapkan. Faktor-faktor ini diharapkan dapat berfungsi sebagai sarana untuk tercapainya tujuan-tujuan belajar yang direncanakan. Faktor-faktor instrumental ini berupa kurikulum, sarana dan guru Jadi dapat disimpulkan, bahwa hasil belajar fisika merupakan kemampuan yang dimiliki siswa setelah ia menemukan pengalaman belajar tentang fisika, yang mana hasil belajar tersebut dipengaruhi oleh dua faktor, yaitu faktor yang berasal dari dalam dan luar diri siswa. Berdasarkan teori Bloom dalam Nana Sudjana, 2009: 22 hasil belajar dalam rangka studi dicapai melalui tiga kategori ranah antara lain kognitif, afektif, psikomotor. Hasil belajar yang diukur dalam penelitian ini adalah kemampuan-kemampuan yang dimiliki siswa stelah melalui proses pembelajaran pada pokok bahasan gelombang bunyi khususnya pada ranah kognitif. METODE PENELITIAN Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif dan jenis penelitian adalah eksperimen, yang menggunakan desain posttest-0nly Control Design. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas XII IPA SMA Negeri 1 Paguyangan tahun pelajaran 20132014, sedangkan sampelnya adalah kelas XII IPA2 dan XII IPA3 dangan jumlah siswa masing- masing 28 orang siswa. Metode yang digunakan untuk megumpulkan data hasil belajar fisika pada pokok bahasan gelombang bunyi yaitu dengan metode tes. Sedangkan Instrumen yang digunakan adalah tes hasil belajar fisika. Data hasil tes baik kelompok kontrol maupun kelompok eksperimen dianalisis dengan uji t-test independen sample t-test. Sebelum dilakukan uji t-test, terlebih dahulu dilakukan uji prasarat yaitu uji normalitas dan uji homogenitas varians. HASIL DAN PEMBAHASAN Melalui tes hasil belajar fisika pada pokok bahasan gelombang bunyi, maka diperoleh nilai hasil belajar fisika pada kelompok kontrol dan kelompok eksperimen, secara ringkas dapat dilihat pada tabel 1. Tabel 1. Data tes hasil belajar fisika Kelas N Rerata SD Nilai Tertinggi Terrendah KK 28 10,1 2,92 15 5 KE 28 11,9 3,26 17 7 Berdasarkan tabel 1, bahwa jumlah siswa kelas eksperimen dan kontrol masing-masing 28 siswa, sedangkan nilai rata-rata kelas ekperimen dan kelas kontrol adalah 11,9 dan 10,1, sementara standar deviasinya adalah 2,92 untuk kelas kontrol dan 3,26 untuk kelas eksperimen, serta nilai terendah dan tertinggi untuk kelas eksperimen adalah 7 dan 17, nilai terrendah dan tertinggi untuk kelas kontrol adalah 5 dan 15. Sebelum dilaksanakan uji hipotesis terlebih dahulu dilakukan uji prasyarat analisa yang meliputi uji normalitas dan uji homogenitas varians. Uji normalitas dilakukan dengan teknik Kolmogorov-Smirnov melalui program SPSS 19, sedangkan uji homogenitas varians dilakukan dengan uji varians dengan bantuan program SPSS 19. Uji normalitas dengan teknik Kolmogorov- Smirnov melalui SPSS 19 menunjukkan bahwa data hasil belajar fisika berdistribusi normal. Hal ini dapat dilihat dari nilai signifikan alpha yaitu 0.200 0.05.untuk kelas eksperimen dan 0.180 0.05 untuk kelas kontrol. Jadi suatu data dikatakan berdistribusi normal apabila alpha signifikan. Uji homogenitas varians dengan bantuan SPSS 19 menunjukkan bahwa nilai signifikan 0.407 lebih kecil dari nilai alpha 0.05, sehingga dapat dikatakan bahwa sampel yang diambil dalam penelitian ini berasal dari populasi yang memiliki varians yang sama homogen. Suatu data dikatakan memiliki varians yang sama homogen jika alpha signifikan. Data perbedaan hasil belajar siswa antara kelompok kontrol dan kelompok eksperimen dianalisis dengan menggunakan uji t-tes independent sample t- ISBN: 978-602-72071-1-0 test dengan bantuan program SPSS 19. Adapaun ringkasan hasilnya dapat dilihat pada tabel 2. Tabel 2 . Uji Hipotesis independent sample t-test t-test for Equality of Means t df sig Hasil Belajar Equal variances assumed 2.204 54 0,032 Equal variances not assumed 2.204 53.354 0,032 Hasil analisis yang ditampilkan pada tabel 2, diperoleh nilai signifikan pada baris model sebesar 0,032 sedangkan nilai alpha sebesar 0.05. Ketentuan yang berlaku adalah jika alpha signifikan maka hal ini menunjukkan bahwa ada perbedaan hasil belajar yang signifikan antara kelompok kontrol dan kelompok eksperimen pada metode yang berbeda. Hasil penelitian ini menunjukan bahwa adanya perbedaan hasil belajar fisika. Hal ini disebabkan oleh perbedaan perlakuan yang diterapkan selama proses pembelajaran. Semakin besar keterlibatan siswa dalam proses pembelajaran maka semakin besar kemungkinan untuk dapat hasil belajar siswa yang lebih baik. Penelitian ini menunjukan bahwa proses pembelajaran dengan menerapkan model situated learning dapat meningkatkan hasil belajar fisika siswa dibandingkan dengan model konvesional, karena sistem model konvesional pada umumnya siswa yang merasa bosan sehingga dapat mengurangi motivasi dan hasil belajar fisika siswa. Dengan penerapan model situated learning siswa akan lebih bersemangat dalam belajar karena dalam penerapan model situated learning siswa tidak hanya menerima pengetahuan abstrak melainkan bersentuh langsung dengan konteks dunia nyata dalam bentuk praktek sesuai materi yang dipelajari sehingga siswa mudah memahami materi yang diajarkan. Melalui pembahasan di atas memberi gambaran bahwa tinggi-rendahnya hasil belajar pada proses pembelajaran itu sangat tergantung seberapa besar masukan pribadi dan masukan lingkungan terakomodasi dalam proses pembelajaran tersebut. Oleh karena itu, hal yang sangat menarik untuk dilakukan dari faktor-faktor yang mempengaruhi hasil belajar di atas adalah model situated learning . Hasil penelitian ini menunjukan bahwa penerapan model pembelajaran situated learning sangat efektif digunakan dalam proses pembelajaran di kelas karena penerapan model pembelajaran ini berhasil meningkatkan hasil belajar berdasarkan peningkatan skor akhir yang diperoleh siswa. PENUTUP Simpulan Terdapat perbedaan yang signifikan antara hasil belajar kelas eksperimen dan kelas kontrol. Hal ini juga dapat dilihat dari hasil belajar kelas eksperimen lebih tinggi dibandingkan dengan kelas kontrol. Saran 1. Pembelajaran dengan menerapkan model situated learning tidak hanya memilih ruangan atau tempat yang kondusif untuk belajar, tetapi sarana dan prasarana seperti alat peraga yang dibutuhkan sebagai media pembelajaran juga disediakan untuk meningkat aktivitas dan kreativitas dalam proses pembelajaran. 2. Dalam penerapan model situated lerning agar dapat meningkatkan hasil belajar yang lebih tinggi terlebih dahulu menyiapkan media-media yang dapat digunakan dalam proses pembelajaran agar siswa dapat berperan serta atau berpartisipasi dalam proses pembelajaran tersebut. 3. Dengan model sitiated learning, proses pembelajaran dapat mengoptimalkan alat peraga yang disediakan oleh sekolah dan dapat difungsikan sebagai bahan pembelajaran. 4. Bagi peneliti lain, bila akan mengadakan penelitian yang serupa, hendaknya memilih lingkungan belajar yang kondusif dan nyaman serta fasilitas pembelajaran yang lengkap sesuai dengan mata pelajaran yang hendak dipelajari. DAFTAR PUSTAKA Bailey, R. 2010. Physical Education for Learning: A Guide for Secondary Schools. Continuum International Publishing Group, New York Depdiknas. 2003. Standar Kompetensi Mata Pelajaran Biologi Sekolah Menengah Atas dan Madrasah Aliyah . Jakarta: Balitbang Depdiknas. Lunce, L.M. 2006. Simulations: Bringing the Benefits of Situated Learning to the Traditional Classroom. Journal of Applied Educational Technology , Volume 3, Number 1 pp. 37 – 45 Purwanto. 2008. Evaluasi Hasil Belajar. Surakarta: Pustaka Pelajar Rajawali Pers Rusman. 2012. Belajar dan Pembelajaran Berbasis Komputer Mengembangkan Profesionalisme Guru Abad 21 . Bandung: Alfabeta Stein, D. 1998. Situated learning in adult education. http:www.ericdigests.org1998-3adult- education.html Diakses tanggal 23 September 2013 Sudjana, N. 2009. Penilaian Hasil Proses Belajar mengajar . Rosdakarya, Bandung Sudjana, N. 2009. Penilaian Hasil Proses Belajar mengajar . Rosdakarya, Bandung. ISBN: 978-602-72071-1-0 IMPLEMENTASI METODE GROUP IINVESTIGATION UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR DITINJAU DARI KETERAMPILAN BERPIKIR KRITIS SISWA Lisna 1 Widodo 2 Moh. Toifur 3 1,2,3 Program Magister, Pendidikan Fisika, Universitas Ahmad Dahlan E-mail:lisna.uad89gmail.com ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah implementasi metode group investigation dapat meningkatkan hasil belajar ditinjau dari keterampilan berpikir kritis dan seberapa besar peningkatan hasil belajar yang ditinjau dari keterampilan berpikir kritis siswa pada konsep kalor di kelas VII-B SMP Al-Khairaat Kota Ternate. Subjek penelitian ini adalah siswa kelas VII-B berjumlah 26 siswa. Jenis penelitian ini adalah penelitian tindakan kelas melalui empat tahapan yaitu : perencanaan, pelakasaan, observasi, dan refleksi yang dilaksanakan dalam 3 siklus. Teknik pengumpulan data yang digunakan yaitu observasi, angket, catatan lapangan, dan tes. Instrumen yang digunakan berupa lembar observasi, angket, dan soal keterampilan berpikir kritis. Teknik analisis data yang digunakan adalah kuantitatif dan kualitatif. Hasil penelitian ini menunjukkan rerata persentase kognitif pra tindakan hingga siklus III berturut-turut 26,92, 34,62, 53,85, dan 76,92 dengan besar peningkatan 26,92, 46,15, dan 80,77.. Rerata persentase afektif siklus I hingga siklus III berturut-turut 26,92, 46,15, dan 80,77 dengan besar peningkatan 19,23, dan 34,62, dan rerata persentase psikomotorik siklus I hingga siklus III berturut-turut 3462, 57,69, dan 88,46 dengan besar peningkatan 23,07 dan 30,80. Simpulan dari penelitian ini adalah implementasi metode group investigation dapat meningkatkan hasil belajar ditinjau dari keterampilan berpikir kritis siswa kelas VII-B SMP Al-Khairaat Kota Ternate tahun pelajaran 20142015. Kata Kunci: group investigation, hasil belajar, keterampilan berpikir kritis. ABSTRACT This research aim to know whether the implementation of cooperative learning model with group investigation type can increase the grade of the students of Alkhairat Junior High School of Ternate City, particularly in class VII-B, or not, and how the grade increasing go, based on the students critical thinking skill. The type of the research is classroom action research, which has four stages : planning, implementation, observation, and reflection through 3 cycles. While, the action type is the implementation of cooperative learning model with group investigation type on calor. The subjectof the research are 26 students class VII-B of Alkhairat Junior High School of Ternate City, academic year 20142015. The instruments of this research are test sheet for cognitive aspects, teacher observation sheets on learning activities using the cooperative learning model with group investigation, students grade observation sheet for affective aspects, students grade observation sheet for psycomotoric aspects, questionaire of students response upon the model cooperative learning model with group investigation type, and field notes for investigate problems which might raise during the learning activities. The datas were analyzed quantitatively and qualitatively by using descriptive statistic methode. The results indicated that the implementation of cooperative learning model with group investigation type can increase the grade of the students based on the students critical thinking skill in cognitive, affective, and psycomotoric aspects. The increasing of students grade showed in percentages. From the pre-action to cycle III, the results for the cognitive aspects are 26,92, 34,62, 53,85, and 76,92 with the increasing number 26,92, 46,15 and 80,77. While, for the affective aspects are 26,92, 46,15, 80,77 with the increasing number 19,23 and 34,62, and for the psycomotoric aspects are 34,62, 57,69 and 88,46 with the increasing number 23,07 and 30,80. Keywords: group investigation,learning outcomes,critical thinking skill. . ISBN: 978-602-72071-1-0 PENDAHULUAN Secara umum, kualitas sumber daya manusia di Maluku Utara tergolong rendah. Hal ini dapat dilihat data dari Balitbang mengenai komposisi peringkat pencapaian pendidikan, bahwa indeks pengembangan manusia human development index, menunjukkan diantara 34 propinsi yang ada di Indonesia Maluku Utara menempati urutan ke 27.Data lain menunjukkan hal yang sama, menurut survey political and economic risk consultan PERC, mutu pendidikan di Maluku Utara berada di bawah posisi Ambon dan Irian. Selain itu, jika dilihat lebih dalam yang menyangkut tentang prestasi siswa di Maluku Utara, data hasil UN SMP yang dirilis, bahwa dari 34 Propinsi, Maluku Utara menempati urutan ke 27 dengan nilai 37,30. Data tersebut menunjukkan buruknya tingkat pendidikan di Maluku Utara serta diperlukannya peningkatan mutu sumber daya manusia. Hal tersebut menyebabkan pemerintah bersama dengan berbagai kalangan telah dan terus berupaya mewujudkan amanat tersebut melalui berbagai usaha pembangunan pendidikan yang lebih bermutu antara lain melalui pengembangan dan perbaikan kurikulum dan sistem evaluasi, perbaikan sarana pendidikan, pengembangan dan pengadaan materi ajar, serta pemberian pendidikan dan pelatihan bagi guru. Tetapi upaya pemerintah tersebut belum memberikan dampak yang signifikan dalam meningkatkan mutu pendidikan Maluku Utara. Adapun salah satu permasalahan khusus dalam pendidikan di Maluku Utara yaitu prestasi belajar. Pada dasarnya peningkatan kualitas pendidikan dalam hal ini tingkat keberhasilan prestasi belajar dipengaruhi oleh banyak faktor diantaranya kualitas pembelajaran, kemampuan guru, model pembelajaran, karakter siswa yang meliputi bakat, minat, motivasi dan kemampuan, materi, sarana prasarana, keterampilan berpikir, alat evaluasi, serta lingkungan. Kualitas pembelajaran dapat dilihat dari interaksi siswa dengan sumber belajar dan pendidik. Interaksi pembelajaran yang berkualitas adalah interaksi yang dapat menciptakan suasana yang menyenangkan dan dapat menciptakan pengalaman belajar Ali,2009:15. Sebagaimana Mufahroyin 2009:13 menyatakan bahwa untuk mengahdapi perubahan dunia yang begitu pesat adalah dengan membentuk budaya berpikir kritis di masyarakat. Prioritas dari sebuah pendidikan adalah mendidik siswa bagaimana cara belajar dan meningkatkan keterampilan berpikir kritis. Menurut Richard W. Paul yang dikutip oleh Kasdin dan Febiana 2012:5 berpikir kritis adalah proses disiplin secara intelektual dimana seseorang secara aktif dan terampil memahami, mengaplikasikan, menganalisis, mensintesakan dan mengevaluasi berbagai informasi yang dikumpulkan atau yang diperoleh dari pengalaman, pengamatan, refleksi yang dilakukan, penalaran, atau komunikasi”. Jadi seseorang yang berpikir kritis akan selalu aktif dalam memahami dan menganalisis informasi yang diperoleh. Keterampilan berpikir kritis dapat dikembangkan melalui pembelajaran IPA menitik beratkan pada sistem, konsep, prinsip. IPA dengan hakikatnya sebagai ilmu yang terstruktur dan sistematis, sebagai suatu kegiatan manusia melalui proses yang aktif, dinamis, dan generatif, serta sebagai ilmu yang mengembangkan sikap berpikir kritis, dan objektif, menjadi sangat penting bagi siswa agar dapat mampu berpikir kritis untuk mencapai hasil atau mengambil keputusan yang tepat dan bijaksana dalam menghadapi laju perubahan ilmu pengetahuan dan teknologi yang begitu pesat. Namun, pentingnya IPA untuk dipelajari oleh siswa tidak sejalan dengan anggapan yag saat ini berkembang pada sebagian besar siswa adalah IPA bidang studi yang sulit dan tidak disenangi. Hanya sedikit yang mampu menyelami dan memahami IPA sebagai ilmu yang dapat melatih keterampilan berpikir kritis Suputra, Sedanayasa, dan Dibia, 2012. Dari hasil observasi peneliti menunjukkan bahwa model pembelajaran yang diterapkan dalam kegiatan pembelajaran di kelas VII-B belum dapat memaksimalkan atau belum dapat merangsang kemampuan berpikir kritis siswa. Dalam hal ini, kemapuan siswa memecahkan suatu permasalahan, menganalisis asumsi, mengevaluasi, sampai pada pengambilan keputusan, dan juga dalam hal berpartisipasi melalui kegitaan pembelajaran dengan memberikan argumen, serta kurang adanya motivasi dan minat. Selain itu sifat individualistik siswa yang mendominan saat dalam melakukan kerja kelompok. Padahal berdasarkan wawancara dengan guru, kemampuan siswa di kelas VII-B tergolong baik dan siswa cukup aktif bertanya di dalam proses pembelajaran serta hasil belajar yang diperoleh siswa masih dikategorikan baik. Namun, mereka tidak dapat untuk mengkomunikasikan ide-ide dalam pembelajaran IPA mereka baik secara lisan maupun secara tulisan. Mereka juga tidak maksimal dalam menganalisis permasalahan dan pengambilan keputusan untuk menentukan solusi. Hal ini dapat diidentifikasi dari bagaimana siswa menyelesaikan soal-soal sebagian besar siswa masih mengharapkan temannya tanpa ada usaha untuk memecahkan atau menjawab soal yang diberikan oleh guru. Hal tersebut dapat dibuktikan dengan hasil evaluasi yang dilakukan, diperoleh siswa yang tergolong sangat kritis 0, kritis 8 siswa, cukup kritis 13 siswa, dan kurang kritis 5. Jika dilihat dari ketuntasan secara klasikal dari 26 orang siswa yang tuntas sesuai indikator keberhasilan adalah 7 siswa atau 26,92. Kondisi seperti ini dapat mempengaruhi hasil belajar atau prestasi belajar yang dicapai siswa dalam kegiatan belajar. Maka dari itu, perlu adanya upaya untuk dapat mengemas pembelajaran dengan optimal, melalui model pembelajaran yang relevan dengan dapat menciptakan atmosfir yang kondusif yaitu dengan keantusiasan, kehangatan, tantangan, bervariasi, keluesan, penekanan yang positif dan juga iklim kelas yang dapat mendorong kegiatan pembelajaran yang efektif yaitu menyenangkan, mengaksikan, menguatkan, menghidupkan, memberi kebebasan, dan juga dapat meningkatkan keterampilan berpikir krits yang ISBN: 978-602-72071-1-0 kesemuanya itu berimplikasi pada tujuan pembelajaran yang ingin dicapai. Salah satu model pembelajaran yang diduga dapat meningkatkan kualitas kegiatan pembelajaran dengan menciptakan atmosfir yang kondusif, keagitan pembelajaran yang efektif, serta dapat memfasilitasi berkembangnya kemampuan berpikir kritis siswa dalam kegiatan pembelajaran adalah model pmebelajaran kooperatif tipe group investigation. Group investigation merupakan salah satu bentuk pembelajaran kooperatif yang menekankan pada partisipasi dan aktivitas siswa untuk mencari sendiri materi informasi pelajaran yang akan dipelajari melalui bahan-bahan yang tersedia. Pada metode ini, siswa dilibatkan sejak perencanaan, baik dalam menentukan topik maupun para siswa untuk memiliki kemampuan yang baik dalam berkomunikasi maupun dalam keterampilan proses kelompok dan juga dapat melatih untuk menumbuhkan kemampuan berpikir mandiri Sudrajat, 2009:25. Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka peneliti tertarik untuk melakukan suatu penelitian dengan judul implementasi metode group investigation untuk meningkatkan hasil belajar ditinjau dari keterampilan berpikir kritis siswa dengan rumusan masalah: apakah impelementasi metode group investigation dapat meningkatkan hasil belajar ditinjau dari keterampilan berpikir kritis siswa? Dan berapa besar peningkatan hasil belajar yang ditinjau dari keterampilan berpikir kritis siswa melalui metode group investigation? Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah impelementasi metode group investigation dapat meningkatkan hasil belajar ditinjau dari keterampilan berpikir kritis siswa dan berapa besar peningkatan hasil belajar yang ditinjau dari keterampilan berpikir kritis siswa melalui metode group investigation PEMBAHASAN A. Hasil Observasi Hasil Beajar Aspek Afektif Data hasil observasi aspek afektif siswa siklus I, siklus II, dan siklus III dapat disajikan pada tabel 1 dan gambar diagram 1. Tabel 1. Rekapitulasi hasil observasi aspek afektif Gambar 1. Rekapitulasi hasil observasi aspek afektif Berdasarkan tabel 1 dan gambar 1 menunjukkan bahwa persentase hasil belajar siswa aspek afektif pada sklus I dan siklus II dengan besar peningkatan 19,23 belum memenuhi indikator keberhasilan. Hal ini disebabkan karena siswa belum begitu terbiasa dengan penerapan model pembelajaran kooperatif tipe group investigation dengan melakukan kegiatan praktikum atau relatif baru sehingga siswa membutuhkan proses untuk penyesuaian. Hal ini sesuai dengan pendapat Hamalik 2009 yang mengatakan bahwa belajar dapat diartikan sebagai proses perubahan perilaku akibat pengalaman dan latihan. Namun pada siklus III mengalami peningkatan sebesar 34,62 dengan klasifikasi sangat baik. siswa sudah lebih terbiasa dengan metode group investigation dan juga telah terbiasa dengan kegiatan praktikum atau penyelidikan dengan adanya interaksi sehingga dapat terciptanya kerjasama, terlihat adanya tanggung jawab yang dilihat dari kesediaan siswa secara sukarela dalam melakukan kegiatan praktikum dan membentuk panitia acara untuk mempresentasikan hasil diskusi atau hasil investigasi. Selain itu terlihat adanya partisipasi siswa dalam mengungkapkan pendapat atau tanggapan dan pertanyaan-pertanyaan pada tahap presentasi. Dengan adanya peningkatan hasil belajar afektif pada siswa, dapat dikatakan bahwa siswa tidak mengalami kesulitan yang berarti telah terbiasa melakukan kinerja ilmiah melalui pengalaman- pengalaman kinerja ilmiah dari pertemuan-pertemuan sebelumnya. B. Hasil Belajar Aspek Kognitif Ditinjau dari keterampilan berpikir kritis Hasil belajar asepk kognitif yang ditinjau dari keterampilan berpikir kritis dapat disjaikan pada tabel 2 dan gambar diagram 2. Tabel 2. Rekapitulasi hasil belajar aspek kognitif ditinjau dari keterampilan berpikir kritis Pengukuran Persentase Klasifikasi Pra tindakan 27 Kurang kritis Siklus I 35 Kurang kritis Siklus II 54 Cukup kritis Siklus III 77 Kritis Gambar 2. Rekapitulasi hasil belajar aspek kognitif ditinjau dari keterampilan berpikir kritis Berdasarkan tabel 2 dan gambar 2 menunjukkan bahwa pada pra tindakan ke siklus I dengan besar peningkatan 7,7, siklus I ke siklus II dengan besar Pengukuran Persentase Klasifikasi Siklus I 26,92 Kurang baik Siklus II 46,15 Cukup baik Siklus III 80,77 Sangat baik ISBN: 978-602-72071-1-0 peningkatan 19,23 belum memenuhi indokator keberhasilan yadengan besar png telah ditentukan, hal in disebabkan oleh faktor intelegensi dan juga perhatian siswa dalam kegiatan pembelajaran. Hal ini sesuai dengan pendapat Daryanto 2009 yang menyatakan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi hasil belajar adalah termasuk intelgensi dan perhatian. Namun pada siklus III aspek kognitif siswa mengalami peningkatan sebesar 23,07 dengan klasifikasi kritis. C. Hasil Observasi Aspek Psikomotorik Data hasil observasi aspek psikomotorik siklus I, siklus II, dan siklus III dapat disajikan dalam bentuk tabel 3 dan gambar 3. Tabel 3. Rekapitulasi hasil observasi aspek psikomotorik Pengukuran Persentase Klasifikasi Siklus I 38 Kurang baik Siklus II 58 Cukup baik Siklus III 88 Sangat baik Gambar 3. Rekapitulasi hasil observasi aspek psikomotorik Berdasarkan tabel 5 dan gambar 3 menunjukkan bahwa persentase hasil belajar siswa aspek afektif pada sklus I dan siklus II dengan besar peningkatan 19,23 sehingga menjadi belum memenuhi indikator keberhasilan. Hal ini disebabkan 1 sebagian siswa masih terlihat kebingungan dalam memahami langkah-langkah percobaan; 2 merangkai alat; 3 siswa masih kesulitan menganalisis data, dan 4 kurang begitu antusias dalam melakukan kegiatan praktikum dan 5 belum berpengalaman melakukan kegitaan praktikum atau kegiatan penyelidikan sehingga sehingga membutuhkan proses untuk penyesuaian. Sesuai dengan pendapat Anni 2009 yang mengatakan bahwa belajar merupakan proses di mana suatu organisme mengubah perilakunya setelah melakukan aktivitas. Namun pada siklus III hasil belajar aspek piskomotorik menagalami peningkatan sebesar 30,77 dan memenuhi indikator keberhasilan secara klasikal dengan klasifikasi sangat baik. Hal ini disebabkan siswa lebih terampil melakukan penyelidikan atau kegiatan penyelidikan sesuai dengan prosedur. Adapun kondisi kooperatif siswa meningkat, begitu pula dengan kondisi individualistik, siswa dapat dilatih untuk tampil lebih aktif baik dalam diskusi maupun melakukan penyelidikan atau kegiatan praktikum. D. Hasil Angket Respon Siswa Dari hasil analisis angket pada siklus I, siklus II, dan sikkus III menunjukkan bahwa untuk tahap mengidentifikasi topik dan mngatur kelompok penelitian mencapi nilai rata-rata 74,89 dengan klasifikasi baik. Tahap merencanakan investigasi dalam kelompok mencapai nilai rata-rata 75,74 dengan klasifikasi baik. Tahap melaksanakan investigasi mencapai nilai rata-rata 74,62 dengan klasifikasi baik. Tahap menyiapkan laporan mencapai nilai rata-rata 75,10 dengan klasifikasi baik. Tahap presentasi mencapai nilai rata-rata 73,71 dengan klasifikasi baik. Tahap evaluasi mencapai nilai rata-rata 74,62 dengan klasifikasi baik. PENUTUP Simpulan Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan dapat diambil kesimpulan bahwa impelementasi metode group investigation dapat meningkatkan hasil belajar ditinjau dari keterampilan berpikir kritis siswa kelas VII-B SMP Al-Khairaat Kota Ternate hal ini ditunjukkan dengan persentase hasil belajar aspek afektif pada siklus I sebesar 26,92. Kemudian mengalami peningkatan sebesar 19,23 sehingga pada siklus II menjadi 46,15 dan pada sikus III mengalami peningkatan sebesar 34,62 sehingga menjadi 80,77. Untuk hasil belajar aspek kognitif dari pra tindakan ke siklus I degan persentase 26,92 mengalami peningkatan sebesar 7,70 sehingga menjadi 34,92. Pada siklus I Ke siklus II mengalami peningkatan sebesar 19,23 sehingga menjadi 53,85, dan pada siklus II ke siklus III mengalami peningkatan sebesar 23,07 sehingga menjadi 76,92. Saran Berdasarkan hasil penelitian ini, peneliti merekomendasikan saran kepada guru sebagai berikut. 1. Model pembelajaran kooperatif tipe Group Investigation GI yang telah diterapkan pada siswa kelas VII B SMP AL-KHAIRAAT Kota Ternate dapat meningkatkan hasil belajar yang ditinjau dari keterampilan berpikir kritis siswa sehingga dapat dijadikan alternatif dalam pembelajaran IPA. 2. Pembelajaran melalui model pembelajaran kooperatif tipe Group Investigation GI memerlukan adanya pengawasan lebih dari satu guru pada saat belajar secara berkelompok agar hasil yang diperoleh lebih optimal. UCAPAN TERIMA KASIH 1. Bapak Dr. Widodo, M.Si dan Dr. Moh. Toifur, M.Si selaku pembimbing pertama yang memeberi arahan dan bimbingan sehingga penelitian ini dapat diselesaikan. 2. Pihak SMP Al-Khairaat Kota Ternate yang telah memberikan izin penelitian sehingga penelitian ini terlaksana. ISBN: 978-602-72071-1-0 3. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan namanya satu persatu yang telah memberikan motivasi, dukungan, dan perhatiannya. DAFTAR PUSTAKA Ali, Muhammad. 2009. Psikologi Perkembangan Peserta Didik . Bandung: Remaja Rosdakarya. Anni, C. T. 2009. Psikologi Belejar. Semarang: UPT MKK UNNES. Daryanto. 2009. Panduan Proses Pembelajaran Kreatif dan Inovatif. Jakarta : Publisher. Hamalik. 2009. Proses Belajar Mengajar. Jakarta: Bumi Aksara. Kasdin dan Febiana. 2012. Critical Thinking Membangun Penilaian Logis . Jakarta: Erlangga. Mufahroyin. 2009. Memberdayakan kemampuan berpikir kritis . online. Diambil dari:Muhfaroyin.blogspot.com200901Ber pikir-Kritis.html. Diakses pada tanggal 06 Desember 2015. Suputra dan Sedanayasa, Dibia . 2012. Pengaruh Model GI Group Investigaton Berorientasi kearifan Lokal Terhadap Kemampuan Berpikir Kritis SD Negeri di Desa Sinabun. Sudrajat. 2009. Strategi Pembelajaran Kooperatif. online. Diambil dari http: akhmadsudrajat.wordpress.com20090620strate gi-pembelajaran-kooperatif-metode-group- investigation. Diakses pada tanggal 06 Desember 2014. ISBN: 978-602-72071-1-0 IMPLEMENTASI MODEL PEMBELAJARAN POE PREDICTION OBSERVATION EXPLAINATION UNTUK MENINGKATKAN PEMAHAMAN DAN KEAKTIFAN SISWA MATERI RANGKAIAN LISTRIK SEDERHANA Nita R. Sari 2 Diane N. 2 Made R.S.S.N. Ayub

1,2

1 Jurusan Fisika Fakultas Sains dan Matematika Universitas Kristen Satya Wacana Salatiga 2 Jurusan Pendidikan Fisika Fakultas Sains dan Matematika Universitas Kristen Satya Wacana Salatiga Email : tata_rosvitayahoo.com ABSTRAK Metode pembelajaran merupakan aspek penting ketika melaksanakan pembelajaran. Peneliti menemukan masih banyak guru menggunakan metode ceramah sehingga pembelajaran bersifat monoton dan membosankan. Salah satu model pembelajaran yang dibutuhkan untuk memberikan kesempatan kepada siswa agar terlibat aktif dalam pembelajaran dan dapat mengaplikasikan konsep-konsep IPA dalam kehidupan sehari-hari yakni model POE Prediction Observation Explaination. Tujuan penelitian ini untuk meningkatkan pemahaman dan keaktifan siswa SD. Penelitian ini dilakukan pada siswa SD kelas VI. Metode penelitian menggunakan RPP dengan model pembelajaran POE materi rangkaian listrik sederhana sub konsep syarat lampu menyala yang sudah diuji kelayakannya oleh pihak yang berkompetensi, lembar kerja siswa, lembar observasi, dan kuisioner. RPP terbagi dalam 3 kegiatan pembelajaran. Pembelajaran 3 hanya 73 siswa yang tuntas, sehingga perlu dilakukan pengulangan siklus pada pembelajaran ke 3. Hasil pengulangan siklus ke 2 pada pembelajaran ke 2 adalah 85, dan dilanjutkan pembelajaran ke 3 dengan hasil 93. Dengan hasil tersebut didapatkan bahwa pembelajaran POE dapat disimpulkan mampu meningkatkan pemahaman siswa dan keaktifan siswa. Kata kunci : Metode Pembelajaran, POE, rangkaian listrik sederhana ABSTRACT Learning method is an essential aspect in learning performance. Researchers found that many teachers still use lecture method, so learning process becomes monotonous and boring. One of the learning models required to provide opportunities for students to be active in learning process and to apply scientific concepts in daily lives is POE model Prediction Observation Explanation. The purpose of this study is to create fun and interesting learning process that will improve elementary students’ understanding and activity. This study was performed on the fourth grade elementary students. The study method used lesson plan that implemented POE learning model that had been evaluated by qualified teacher on material about simple electrical circuit and sub concept about the requirements to make light bulb light up, student worksheet, observation worksheet, and questionnaire. The lesson plan was divided into 3 learning activities. In the third learning activity, only 73 of the students passed the minimum score, so a repeated cycle had to be performed in the third learning process. The repeated second cycle in the second learning process shows that 85 of the students passed the minimum score, and in the third learning process, 93 of the students passed the minimum score. From the result, it is concluded that POE learning can improve students’ understanding and activity. Keywords :learning methods, POE, Simple Electric Circuit PENDAHULUAN Pendidikan telah menjadi salah satu kebutuhan yang penting dalam kehidupan manusia itu sendiri. Melalui pengalaman dan pendidikan yang diperoleh, seseorang dapat memanfaatkan dan menerapkan ilmu pengetahuan tersebut dalam kehidupan sehari-hari. Seperti yang diungkapkan oleh Sanjaya 2010:2 pendidikan diarahkan untuk membentuk manusia yang cerdas, memiliki kemampuan memecahkan masalah hidup, serta membentuk manusia yang kreatif dan inovatif. Membangun pola pikir siswa yang kreatif bisa dilakukan melalui pembelajaran di dalam kelas. Oleh karena itu, sangat dibutuhkan kompetensi profesional seorang guru dalam proses pembelajaran. Guru sebagai ISBN: 978-602-72071-1-0 pengajar dituntut untuk mempunyai penguasaan di bidang keilmuan, guru dituntut untuk menguasai keterampilan kurikulum dan guru juga dituntut untuk menguasai ketrampilan pedagogis pembelajaran dan pengembangan cara mensikapi pemahaman materi ajar. Menurut Suparno 2013:23 pada kenyataannya masih banyak guru yang hanya mengajar tanpa memperhatikan ketrampilan pedagogisnya . Dewasa ini perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi menuntut kualitas pendidikan. Mengingat pentingnya peranan IPA dalam kehidupan sehari-hari, terutuma yang berhubungan dengan perkembangan IPTEK, maka siswa dituntut harus mampu menguasai IPA karena merupakan salah satu mata pelajaran yang berhubungan dengan ilmu pengetahuan dan teknologi. Menurut Sudana Riska 2015, alasan mengapa pembelajaran IPA penting di sekolah dasar adalah 1 IPA dapat membantu anak-anak untuk dapat memahami mata pelajaran lain terutama bahasa dan matematika, 2 IPA di sekolah dasar merupakan pendidikan terminal untuk anak-anak selama di sekolah dasar supaya mereka dapat mengenal lingkungannya secara logis dan sistematis, 3 IPA SD benar-benar menyenangkan, anak-anak dimanapun diam-diam tertarik dengan masalah-masalah kecil, baik masalah buatan maupun masalah kebetulan dari alam sekitarnya. Permasalahannya masih banyak guru yang menggunakan metode konvensional yang menyebabkan pembelajaran IPA membosankan dan bersifat monoton. Akibatnya dalam pembelajaran IPA siswa cenderung menghafal dan tidak mengembangkan kemampuan yang dimilikinya untuk berfikir kritis dan sistematis. Hal ini berdampak pada rendahnya hasil belajar siswa. Di SDN Derekan Kecamatan Pringapus Kabupaten Semarang, hasil belajar siswa pada mata pelajaran IPA khususnya materi rangkaian listrik sederhana, masih di bawah KKM. Beberapa faktor penyebab kurang maksimalnya hasil belajar siswa adalah pemilihan strategi pembelajaran yang kurang tepat. Hal ini dilihat dari nilai rata-rata IPA pada materi tersebut masih berada pada interval 63,00-69,00. Menandakan bahwa hasil belajar di bawah 70. Oleh karena itu seorang pendidik perlu mempertimbangkan model pembelajaran apa yang seharusnya digunakan supaya siswa mampu memahami konsep IPA dan pembelajaran menjadi lebih inovatif, kreatif dan menyenangkan. Beberapa masalah yang mendasari peneliti pada artikel ini adalah : “Bagaimana rancangan RPP dan implementasi RPP yang dibuat dengan model pembelajaran POE prediction observation explaination untuk mengetahui konsep awal siswa dan keaktifan siswa dengan materi rangkaian listrik sederhana?” Salah satu model pembelajaran yang dapat mengeksplorasi pengetahuan awal siswa dan membuat siswa aktif adalah model pembelajaran POE Prediction Observation Explaination. Model pembelajaran POE Prediction Observation Explaination berasal dari teori belajar kontruktivisme. Lapono 2010:25 menyatakan teori konstruktivisme dalam pembelajaran didasari oleh kenyataan bahwa setiap individu memiliki kemampuan untuk mengkonstruksi kembali pengalaman atau pengetahuan yang dimilikinya. Hubungan antara model pembelajaran POE Prediction Observation Explaination dengan teori konstruktivisme yaitu menganggap bahwa siswa dengan pengetahuan yang telah mereka miliki akan dapat mengembangkan kemampuan atau pengetahuannya itu. Menurut White dan Gunstone dalam Keeratichamroen, 2007 model pembelajaran POE merupakan suatu langkah yang efisien untuk menciptakan diskusi para siswa mengenai konsep ilmu pengetahuan. Dimana pada tahap prediction pembelajaran POE memberikan kebebasan yang seluas-luasnya kepada siswa untuk menyusun dugaan disertai dengan alasan sebagai langkah awal untuk menemukan konsep awal siswa. Hal ini sangat penting bagi guru untuk membantu siswa menemukan konsep yang benar pada tahapan berikutnya. Selanjutnya pada tahap observation siswa diajak untuk melakukan eksperimen untuk membuktikan apakah prediksi siswa tersebut benar atau salah. Dan pada tahap akhir explaination, jika prediksi siswa benar pada eksperimen maka siswa tinggal merangkumkan yang ditemukan dan menguraikan dengan lebih lengkap. Namun, jika prediksi siswa tidak sesuai dengan eksperimen maka guru perlu membantu siswa untuk mencari penjelasan kenapa prediksinya salah dan membantu mengubah prediksinya menjadi konsep yang benar. Adapun kelebihan dari model pembelajaran POE Prediction Observation Explaination yaitu merangsang peserta didik untuk lebih kreatif khususnya dalam mengajukan prediksi, dapat mengurangi verbalisme, proses pembelajaran menjadi lebih menarik dan menyenangkan, sebab peserta didik tidak hanya mendengarkan tetapi juga mengamati dan mencoba peristiwa yang terjadi melalui eksperimen, siswa akan memiliki kesempatan untuk membandingkan antara teori dugaan dengan kenyataan. Berdasarkan masalah-masalah dan literature di atas, maka penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan pemahaman dan keaktifan siswa dengan merancang dan mengimplementasikan pembelajaran menggunakan model pembelajaran POE Prediction Observatio Explaination pada materi rangkaian lisrik sederhana. PEMBAHASAN Penelitian ini merupakan jenis penelitian tindakan kelas dimana guru bertindak sebagai peneliti. Sampel yang digunakan adalah siswa kelas VI SDN Derekan Kecamatan Pringapus sebanyak 23 siswa. Permasalahan yang akan diangkat pada topik rangkaian listrik sederhana dengan menggunakan model pembelajaran POE prediction observation explaination dibatasi pada sub konsep syarat lampu menyala dengan indikator i siswa dapat menyalakan lampu dengan menggunakan satu baterai, satu lampu dan satu kabel beserta gambar rangkaiannya, ii melalui percobaan siswa dapat menjelaskan syarat lampu dapat menyala dengan menggunakan satu baterai, satu lampu dan satu kabel iii dengan percobaan siswa dapat menjelaskan syarat lampu dapat menyala dengan dua kabel, dua ISBN: 978-602-72071-1-0 baterai, dan satu lampu. Setiap indicator dijabarkan dalam satu RPP. Penelitian dilakukan dengan 2 siklus. Siklus 1 Kegiatan 1, digunakan untuk membantu siswa dapat menyalakan lampu dengan menggunakan satu baterai, satu lampu dan satu kabel dan menggambarkan rangkaiannya. Pada tahap prediksi, guru meminta siswa untuk menggambarkan 1 rangkaian dengan menggunakan 1 baterai, 1 lampu dan 1 kabel agar lampu dapat menyala. Kemudian hasil prediksi digambarkan di sebuah kertas yang sudah disiapkan oleh guru. Hasil prediksi siswa dapat di rangkum dalam gambar 1. sebagai berikut : a b c d e Gambar 1. Gambar Prediksi Siswa Dari 23 siswa, 18 siswa menjawab prediksi a, c e, dan 5 siswa lainnya menjawab prediksi b dan d. Dimana prediksi gambar a, b, c adalah gambar jawaban yang benar, dan gambar d dan e adalah jawaban yang salah. Setelah tahap prediction memprediksi selesai, guru meminta siswa untu melakukan observation percobaan. Dimana siswa melakukan percobaan untuk membuktikan apakah prediksi yang mereka gambarkan benar atau salah. Didapatkan hasil observasi siswa seperti pada Tabel 1. Tabel 1 . Hasil Observasi Siswa Gambar Keterangan a. Lampu nyala b. Lampu tidak nyala c. Lampu nyala d. Lampu tidak nyala e. Lampu nyala Pada saat eksperimen beberapa siswa mendapatkan lampu menyala sesuai dengn prediksi mereka tetapi ada beberapa sisiwa yang terkejut karena gambar susunan rangkaian yang dibuat pada prediksi tidak dapat menyalakan lampu. Mereka berfikir bahwa dengan menghubungkan baterai dengan ujung logam lampu saja dapat menyala. Dari 23 siswa, 19 siswa dapat menyalakan lampu seperti tabel 1a,1c, 1e dan 4 siswa lainnya yang memilih gambar di tabel 1b dan 1d, berusaha mencoba sampai menemukan rangkaian yang benar. Mereka akhirnya dapat mengerti bahwa tidak hanya ujung logam saja yang harus dihubungkan tetapi juga harus memperhatikan ulir lampu, atau dapat dikatakan sebagai rangkaian tertup. Tahap berikutnya adalah tahap explaination, tahap dimana siswa menjelaskan mengapa lampu tersebut dapat menyala. Selanjutnya memasuki tahap explaination , masing-masing kelompok menjelaskan hasil percobaan pada selembar kertas yang sudah disediakan. Dari 23 siswa ada 20 siswa yang dapat menjelaskan dengan benar bahwa lampu dapat menyala walapun dengan 1 baterai dan 1 kabel sedangkan 3 siswa lainnya belum dapat menjelaskan. Kesimpulan dari kegiatan pertama di dapatkan bahwa siswa memahami bahwa lampu dapat menyala jika ulir lampu dihubungkan dengan salah satu kutub baterai dan ujung logam lampu dihubungkan dengan kutub baterai lainnya, baik secara langsung maupun dengan kabel. Berdasarkan hasil analisa di atas, kegiatan pembelajaran 1 dapat dismpulkan seperti pada Tabel 2. Tabel 2. Jumlah siswa yang dapat melakukan prediction, observation, dan explaination dengan jawaban benar pada kegiatan 1. Tahap Siswa Persen Prediction 18 78 Observation 19 82 Explaination 20 87 Kegiatan 2, siswa diminta untuk menjelaskan syarat lampu dapat menyala dengan 1 kabel, 1 lampu, dan 1 baterai. Pada tahap prediction guru menyediakan sepuluh gambar. Seperti pada gambar 2. 1 2 3 4 5 6 7 ISBN: 978-602-72071-1-0 8 9 10 Gambar 2. Sepuluh gambar teknis tahap prediksi Dari 23 siswa, hanya 18 siswa yang dapat memprediksikan gambar rangakaian dengan benar. Setelah mereka selesai menjawab, siswa masuk dalam kelompok kecil yang terdiri dari 4-5 orang untuk membuktikan apakah gambar rangkaian yang ia jawab benar atau salah. Ada sepuluh gambar yang disediakan oleh guru, beberapa siswa beranggapan salah satu gambar seperti gambar no 4 tidak bisa menyalakan lampu. Karena letak ujung lampunya tidak tepat di kutub baterai. Ketika siswa mencoba membuktikan ternyata gambar nomor 4 dapat menyalakan lampu. a b Gambar 3. Gambar rangkaian untuk soal no 4. agambar teknis b susunan rangkaian Dari gambar di atas dapat dilihat bahwa siswa masih berfikir lampu akan menyala jika diletakkan pada salah satu kutub baterai tetapi lampu juga dapat menyala jika diletakkan pada sekitar kutub baterai. Memasuki tahap explaination, 19 siswa menjelaskan lampu dapat menyala karena ada baterai sebagai sumber energi dan kabel sebagai penghubung. Dan 4 siswa lainnya menjelaskan lampu dapat menyala hanya dengan baterai. Berdasarkan analisa di atas, kegiatan pembelajaran 2 dapat disimpulkan seperti pada Tabel 3. Tabel 3. Jumlah siswa yang dapat melakukan prediction, observation, dan explaination dengan jawaban benar pada kegiatan 2. Tahap Siswa Persen Prediction 18 78 Observation 19 82 Explaination 21 91 Kegiatan 3, siswa diminta menjelaskan syarat lampu dapat menyala dengan 2 kbel, 2 baterai, dan 1 lampu. Langkahnya tidak jauh berbeda dengan kegiatan 1 dan 2 hanya dibagian kegiatan 3 menggunakan 2 buah baterai, 2 kabel dan 1 lampu. Sebelum melakukan percobaan siswa harus memprediksikan rangkaian mana yang dapat menyalakan lampu pada lembar kerja siswa yang disediakan. Dari 23 siswa, hanya 15 siswa yang dapat memprediksikan gambar rangakaian yang menggunakan 2 kabel, 1 lampu, 2 baterai dari sepuluh gambar yang disediakan oleh guru. Kemudian siswa berkumpul dalam kelompok untuk mencoba membuktikan masing-masing gambar. Dari 10 gambar yang ada, siswa yang dapat membuktikan susunan rangkaian yang dapat menyalakan lampu hanya 17 siswa dan 6 siswa lainnya belum dapat membuktikan. Ada 4 susunan rangkaian yang dapat menyalakan lampu dan 6 rangkaian yang tidak bisa menyalakan lampu seperti pada gambar 4. a b Gambar 4. a susunan rangkaian yang dapat menyalakan lampu, b susunan rangkaian yang tidak dapat menyalakan lampu. Di kegiatan 3 ini, beberapa siswa mengalami kesulitan dalam menyusun rangkaian. Salah satu penyebabnya ada gambar rangkaian yang menggunakan 3 kabel. Padahal dalam kegiatan 3, siswa hanya diminta agar dapat menjelaskan rangkaian jika menggunakan 2 baterai, 2 kabel, dan 1 lampu. Maka dari itu pada tahap explaination, hanya 18 siswa yang dapat menjelaskan syarat lampu dapat menyala dan 5 siswa belum dapat menjelaskan syarat lampu dapat menyala jika menggunakan 2 baterai, 2 kabel, 2 lampu. Maka dari itu kegiatan 3 di perbaiki kembali di siklus 2. Berdasarkan hasil analisa di atas, kegiatan pembelajaran 3 dapat dimpulkan seperti pada Tabel 4. Tabel 4. Jumlah siswa yang dapat melakukan prediction, observation, dan explaination pada kegiatan 3 Tahap Siswa Persen Prediction 15 65 Observation 17 75 Explaination 18 78 Siklus 2 Kegiatan 3 keberhasilan siswa belum mencapai target karena hanya 15 siswa yang dapat menyusun rangkaian dengan menggunakan 2 kabel, 2 baterai dan 1 lampu. hanya menggunakan 1 baterai atau lebih terang. Pada siklus 2, perlakuan yang diberikan pada kegiatan 3 tidak jauh berbeda dengan di siklus 1. Tahap prediction siswa diminta untuk mengisi lembar kerja yang sudah disediakan. Sedikit berbeda dengan siklus 1, selain menjawab siswa juga memberikan alasan mengapa pada rangkaian tersebut dapat menyala dan tidak dapat menyala. Dari 23 siswa yang dapat sebanyak 20 siswa dengan alasan bahwa lampu dapat menyala karena ada baterai sebagai sumber energi, kabel sebagai penghubung. Masuk pada tahap observation, siswa masuk dalam kelompok kecil untuk membuktikan apakah prediksinya benar atau salah. Dari percobaan yang dilakukan 22 siswa berhasil membuktikan bahwa prediksinya benar. Selain hanya menjawab lembar kerja siswa yang disediakan siswa juga menjelaskan secara singkat mengapa rangkaian tidak menyala dan dapat menyala. Dari 23 siswa, 12 siswa menjawab bahwa ISBN: 978-602-72071-1-0 lampu dapat menyala karena ada baterai dan kabel penghubung dan 10 siswa menjawab bahwa lampu dapat menyala jika ujung lampu dihubungkan pada kutub baterai dan ulirnya dihubungkan pada kutub baterai yang lain. Tahap terakhir kegiatan ini yakni tahap explaination, siswa diminta untuk menjelaskan lampu- lampu mana saja yang dapat menyala dan tidak dapat menyala. Siswa menjelaskan dengan presentasi di depan kelas dengan membuktikan rankaiannya menyala atau tidak. Pada tahap ini, 22 siswa dapat menjelaskan syarat lampu dapat menyala jika ada baterai, kabel, dan ujung lampu diletakkan dengan salah satu kutub baterai sedangkan ulir lampunya diletakkan dengan kutub baterai yang berbeda. Selain itu, beberapa kelompok mencoba menambahkan baterai pada rangkaian dan ternyata ketika baterai ditambah nyala lampu semakin terang. Hal ini malah tidak terfikirkan oleh guru saat mengajar. Untuk itu model pembelajarn POE merupakan salah satu model pembelajaran yang dapat membuat siswa lebih kreatif dan inovatif. Berdasarkan hasil analisa di atas, kegiatan pembelajaran 3 pada siklus 2 dapat disimpulkan seperti pada Tabel 5. Tabel 5. Jumlah siswa yang dapat melakukan prediction, observation, explaination pada kegiatan 3 siklus 2 Tahap Siswa Persen Prediction 20 87 Observation 22 96 Explaination 22 96 Untuk mengetahui tingkat keaktifan siswa dimana ada tujuh aspek di amati yaitu A memperhatikan penjelasan guru, B duduk tenang saat kegiatan diskusi sedang berlangsung, C kerja kelompok aktif dan terarah, D bertanya tentang hal yang kurang dimengerti, E mampu menerima pendapat maupun sanggahan dari teman, F menyelesaikan tugas secara kelompok dan G membuat catatan hasil diskusi. Skala kriteria pengamatan sebagai berikut 1 : kurang baik, 2 : cukup baik, 3 : baik, dan 4 : sangat baik. Kriteria keaktifan siswa a. 77-85 : Sangat Aktif SA b. 68-76 : Aktif A c. 59-67 : Cukup Aktif CA d. 50-58 : Kurang Aktif KA Dimana penilaian untuk keaktifan siswa dengan rumus � � � Berdasarkan hasil analisa, maka dapat disimpulkan hanya 6 siswa yang aktif dengan kriteria 68- 76, 12 siswa yang cukup aktif dengan kriteria 59-67, dan 5 siswa yang kurang aktif dengan kriteria 50-58. Hal ini dapat dilihat pada Tabel 6a. Tabel 6a. Keaktifan Siswa Siklus 1 No Kriteria Jumlah siswa Ket 1 77-85 2 68-76 6 Aktif 3 59-67 12 Cukup Aktif 4 50-58 5 Kurang Aktif Dari tabel di atas, keaktifan siswa pada siklus 1 hanya belum mencapai kriteria yang ditentukan. Untuk itu pada siklus 2 penilaian keaktifan siswa diulang kembali. Berdasarkan hasil analisa, maka dapat disimpulkan hanya 1 siswa yang sangat aktif dengan kriteria 77-85, 17 siswa yang aktif dengan kriteria 68-76, dan 5 siswa yang cukup aktif dengan kriteria 59-67. Hal ini dapat dilihat pada Tabel 6b. Tabel 6b. Keaktifan Siswa siklus 2 No Kriteria Jumlah siswa Ket 1 77-85 1 Sangat Aktif 2 68-76 17 Aktif 3 59-67 5 Cukup Aktif 4 50-58 Oleh karena itu siklus 2 sangat membantu juga dalam perbaikan pada aspek keaktifan. Pada siklus 2 aspek keaktifan dapat tercapai sesuai kategori sebanyak 18 siswa. Pemahaman materi yang baik akan menjadikan hasil belajar yang baik pula. Berdasarkan hasil penelitian ketuntasan hasil belajar siswa mengalami peningkatan dari 65 menjadi 86. Selain ketuntasan belajar prosentase keaktfan siswa juga meningkat dari 61 menjadi 82. Hal ini menunjukkan bahwa siswa dapat memahami konsep yang hanya bersifat abstrak atau melalui imajinasi tetapi juga melalui observasi dan pengamatan secara langsung. Oleh karena itu penggunaan metode pembelajaran POE ini sendiri mampu meningkatkan pemahaman siswa dan kreatifitas siswa. PENUTUP Simpulan Dari penelitian yang telah dibuat dapat disimpulkan bahwa pemahaman konsep Namun dai 23 siswa masih terdapat 3 siswa yang belum mencapai KKM. Penggunaan model pembelajaran POE membantu siswa mengembangkan keaktifan siswa. Siwa dapat mengeksplorasi ide-ide yang sifatnya divergen lateral. Hal ini ditunjukkan bahwa pada siklu 2 di kegiatan 3 siswa mencoba menghubungkan baterai, kabel, lampu dengan pegangan paying beranggapan bahwa lampu dapat menyala. Awalnya lamp tidak dapat menyala karena kutub negative baterai tidak menempel. Setelah siswa menemukan cara lain, siwa kembali mencoba dan hasilnya lampu dapat menyala. Saran Berdasarkan kesimpulan maka dapat dikemukakan saran sebagai berikut : 1. Dalam penerapan model pembelajaran POE dengan metode discovery learning, guru sebaiknya pandai ISBN: 978-602-72071-1-0 dalam mengelola waktu sehingga pembelajaran dapat berlangsung efisienS. 2. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut tentang penggunaan model pembelajaran POE dengan metode discovery learning pada pokok bahasan yang lain. UCAPAN TERIMA KASIH Penulis mengucapkan terima kasih kepada Didie Yunanto S.Pd, selaku wali dan guru kelas VI SDN Derekan yang senantiasa membimbing dan membantu kelancaran penelitian dan semua pihak yang belum dapat penulis sebutkan satu-persatu yang telah memberikan bantuan dalam penyusunan artikel ini. DAFTAR PUSTAKA Arikunto, Suharsimi. 2006. Penelitian Tindakan Kelas, Jakarta: Bumi Angkasa. Desi Nur Anisa, Mohammad Masykuri, Sri Yatimah. Pengaruh model pembelajaran POE predict,observe, and explain dan sikap ilmiah terhadap prestasi belajara siswa pada materi asam basa, dan garam kelas VII Semester 1 SMPN 1 Jaten tahun peajaran 2012 2013. Jurnal Pendidikan Kimia JPK, vol 2, No 2. Program Pendidikan Kimia. Universitas Sebelas Maret. Domi. Mengupayakan perubahan konsep Fisika menggunakan strategi POE Prediction Observatio Explanation, 2008. Hergenhann B. R, Matthew H. Olson, 2008, Theories Of Learning Teori Belajar, Edisi Ketujuh, Jakarta: Kencana. Lapono, Nabisi. 2010. Belajar dan Pembelajaran SD. Jakarta. Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan Nasional. M. P. Restami, K. Suma, M. Pujani. Pengaruh model pembelajaran POE PREDICT-OBSERVE- EXPLAINT terhadap pemahaman konsep fisika dan sikap ilmiah ditinjau dari gaya belajar siswa, e journal Program Pascasarjana Universitas Pendidikan Ganesha Program Studi IPA vol 3, 2013. N. Pt. Evi Yupani, N. Nyn Garminah, L Pt Putrini Mahadewi. Pengaruh model pembelajaran PREDICT- OBSERVE- EXPLAINT POE berbantuan materi bermuatan kearifan lokal terhadap hasil belajar IPA siswa kelas IV. Petter Hubber. POEs, Post Boxes and IAIs. Science Teacher Association of Victoria Physics Teacher’ Annual Conference, Monash University, Victoria, 2005. Riska Lebdiana, Sulhadi, Nathan Hindarto. Pengembangan Perangkat Pembelajaran Materi Suhu dan Kalor Berbasis POE predict observe explain untuk Meremidiasi Miskonsepsi Siswa. Unnes Physics Education Journal UPEJ, vol 4, no 3, 2015, Program Fisika, FMIPA, Universitas Negeri Semarang. Siti Rahayu, AT Widodo, Sudarmin. Pengembangan perangkat pembelajaran model POE berbantuan media “I Am A Scientist”. Innovative journal of Curiculum and Education Technology 2 1 2013. Sudjana, Nana. 2008, Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar, Bandung: Rosdakarya. Suparno, Paul SJ. 2013, Metodologi Pembelajaran Fisika Konstruktivistik Menyenangkan, Yogyakarta: Universitas Sanata Dharma. Suyitno A dan Salam Rachmadi A. 2010, Ilmu Pengetahuan Alam, Bogor: Yudistira Zuziwe Mthembu. Using the Predict- Observe- Explain Technique to Enhance the Students’ Understanding of Chemical Reactions Short Report on pilot study, 2001. IMPLEMENTASI MODEL PEMBELAJARAN POE PREDICTION OBSERVATION EXPLAINATION UNTUK MENINGKATKAN PEMAHAMAN DAN KEAKTIFAN SISWA MATERI RANGKAIAN LISTRIK SEDERHANA Made R.S.S.N. Ayub 1 Nita R. Sari 2 Diane N. 3 1 Jurusan Fisika Fakultas Sains dan Matematika Universitas Kristen Satya Wacana Salatiga 2,3 Jurusan Pendidikan Fisika Fakultas Sains dan Matematika Universitas Kristen Satya Wacana Salatiga Email : tata_rosvitayahoo.com ABSTRAK Metode pembelajaran merupakan aspek penting ketika melaksanakan pembelajaran. Peneliti menemukan masih banyak guru menggunakan metode ceramah sehingga pembelajaran bersifat monoton dan membosankan. Salah satu model pembelajaran yang dibutuhkan untuk memberikan kesempatan kepada siswa agar terlibat aktif dalam pembelajaran dan dapat mengaplikasikan konsep-konsep IPA dalam kehidupan sehari-hari yakni model POE Prediction Observation Explaination. Tujuan penelitian ini untuk meningkatkan pemahaman dan keaktifan siswa SD. Penelitian ini dilakukan pada siswa SD kelas VI. Metode penelitian menggunakan RPP dengan model pembelajaran POE materi rangkaian listrik sederhana sub konsep syarat lampu menyala yang sudah diuji kelayakannya oleh pihak yang berkompetensi, lembar kerja siswa, lembar observasi, dan kuisioner. RPP terbagi dalam 3 kegiatan pembelajaran. Pembelajaran 3 hanya 73 siswa yang tuntas, sehingga perlu dilakukan pengulangan siklus pada pembelajaran ke 3. Hasil pengulangan siklus ke 2 pada pembelajaran ke 2 adalah 85, dan dilanjutkan pembelajaran ke 3 dengan hasil 93. Dengan hasil tersebut didapatkan bahwa pembelajaran POE dapat disimpulkan mampu meningkatkan pemahaman siswa dan keaktifan siswa. Kata kunci : Metode Pembelajaran, POE, rangkaian listrik sederhana ABSTRACT The learning methods an important aspect when carry out of learning. The researchers found there are many teachers in a speech and learning is monotons and boring. One learning model needed to give opportunity to students to get involved in learning and can apply konsep-konsep science in the life of sehari-hari the model POEs prediction observation explaination . The purpose of this research to improve understanding and liveliness of primary school students. Sample research is students in VI grade. The research uses a method of lesson plans on the model of learning material poe electrical circuit simple requirement sub the concept of the lights are on that had been tested its feasibility by the party that berkompetensi , worksheets students , sheets of observation , and quisioner . Lesson plans divided into 3 learning activities .Learning 3 only 3 percent of students be completed , so that needs to be done repetition cycle in learning for 3 .The repetition cycle to 2 on learning for 2 is 85 , and continued learning for 3 with the results of 93 .With the result got that learning poe can be concluded capable of improve understanding students and liveliness student. Keywords :learning methods, POE, Simple Electric Circuit PENDAHULUAN Pendidikan telah menjadi salah satu kebutuhan yang penting dalam kehidupan manusia itu sendiri. Melalui pengalaman dan pendidikan yang diperoleh, seseorang dapat memanfaatkan dan menerapkan ilmu pengetahuan tersebut dalam kehidupan sehari-hari. Seperti yang diungkapkan oleh Sanjaya 2010:2 pendidikan diarahkan untuk membentuk manusia yang cerdas, memiliki kemampuan memecahkan masalah hidup, serta membentuk manusia yang kreatif dan inovatif. Membangun pola pikir siswa yang kreatif bisa dilakukan melalui pembelajaran di dalam kelas. Oleh karena itu, sangat dibutuhkan kompetensi profesional seorang guru dalam proses pembelajaran. Guru sebagai pengajar dituntut untuk mempunyai penguasaan di bidang keilmuan, guru dituntut untuk menguasai keterampilan kurikulum dan guru juga dituntut untuk menguasai ketrampilan pedagogis pembelajaran dan pengembangan cara mensikapi pemahaman materi ajar. Namun pada kenyataannya masih banyak guru yang hanya mengajar tanpa memperhatikan ketrampilan pedagogisnya. Dewasa ini perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi menuntut kualitas pendidikan. Mengingat pentingnya peranan IPA dalam kehidupan sehari-hari, terutuma yang berhubungan dengan perkembangan IPTEK. Maka dari itu siswa dituntut harus mampu menguasai IPA karena merupakan salah satu mata pelajaran yang berhubungan dengan ilmu pengetahuan dan teknologi. Menurut Sudana, dkk alasan mengapa pembelajaran IPA penting di sekolah dasar adalah 1 IPA dapat membantu anak-anak untuk dapat memahami mata pelajaran lain terutama bahasa dan matematika, 2 IPA di sekolah dasar merupakan pendidikan terminal untuk anak-anak, selama di sekolah dasar supaya mereka dapat mengenal lingkungannya secara logis dan sistematis, 3 IPA SD benar-benar menyenangkan, anak-anak di manapun diam-diam tertarik dengan masalah-masalah kecil, baik masalah buatan maupun masalah kebetulan dari alam sekitarnya. Permasalahannya masih banyak guru yang menggunakan metode konvensional yang menyebabkan pembelajaran IPA membosankan dan bersifat monoton. Akibatnya dalam pembelajaran IPA siswa cenderung menghafal dan tidak mengembangkan kemampuan yang dimilikinya untuk berfikir kritis dan sistematis. Hal ini berdampak pada rendahnya hasil belajar siswa. Di SDN Derekan Kecamatan Pringapus Kabupaten Semarang, terutama untuk mata pelajaran IPA, khususnya pada materi rangkaian listrik sederhana hasil belajar siswa masih di bawah KKM. Dari beberapa faktor penyebab kurang maksimalnya hasil belajar siswa tersebut adalah pemilihan strategi pembelajaran yang kurang tepat. Nilai rata-rata IPA khususnya pada materi tersebut masih pada interval 63,00-69,00. Mengacu pada interval 63,00-69,00 menandakan bahwa hasil belajar di bawah 70. Penyebab kurang maksimalnya hasil pembelajaran tersebut yakni guru masih menggunakan metode ceramah dalam proses pembelajaran, konsep awal siswa yang belum terakomodasi dengan baik, dan pemilihan strategi pembelajaran yang kurang tepat. maka seorang pendidik perlu mempertimbangkan model pembelajaran apa yang seharusnya digunakan supaya siswa mampu memahami konse IPA dan pembelajaran menjadi lebih inovatif, kreatif dan menyenangkan. Beberapa masalah yang mendasari peneliti pada artikel ini adalah : “Bagaimana implementasi RPP dengan model pembelajaran POE prediction observation explaination untuk mengetahui konsep awal siswa dan keaktifan siswa dengan materi rangkaian listrik sederhana?” Salah satu model pembelajaran yang dapat mengeksplorasi pengetahuan awal siswa dan membuat siswa aktif adalah model pembelajaran POE Prediction Observation Explaination. Menurut White dan Gunstone dalam Keeratichamroen, 2007 model pembelajaran POE merupakan suatu langkah yang efisien untuk menciptakan diskusi para siswa mengenai konsep ilmu pengetahuan. Dimana pada tahap prediction pembelajaran POE memberikan kebebasan yang seluas- luasnya kepada siswa untuk menyusun dugaan disertai dengan alasan sebagai langkah awal untuk menemukan konsep awal siswa. Hal ini sangat penting bagi guru bila nantinya mau membantu siswa agar mempunyai konsep yang benar. Selanjutnya pada tahap observation siswa diajak untuk melakukan eksperimen untuk membuktikan apakah prediksi siswa tersebut benar atau salah. Dan pada tahap akhir explaination, jika prediksi siswa benar pada eksperimen maka siswa tinggal merangkumkan yang ditemukan dan menguraikan dengan lebih lengkap. Namun, jika prediksi siswa tidak sesuai dengan eksperimen maka guru perlu membantu siswa untuk mencari penjelasan kenapa prediksinya salah dan membantu mengubah prediksinya menjadi konsep yang benar. Adapun kelebihan dari model pembelajaran POE Prediction Observation Explaination yaitu merangsang peserta didik untuk lebih kreatif khususnya dalam mengajukan prediksi, dapat megurangi verbalisme, proses pembelajaran menjadi lebih menarik dan menyenangkan, sebab peserta didik tidak hanya mendengarkan tetapi juga mengamati dan mencoba peristiwa yang terjadi melalui eksperimen, siswa akan memiliki kesempatan untuk membandingkan antara teori dugaan dengan kenyataan. Model pembelajaran POE Prediction Observation Explaination berasal dari teori belajar kontruktivisme. Lapono 2010:25 menyatakan teori konstruktivisme dalam pembelajaran didasari oleh kenyataan bahwa setiap individu memiliki kemampuan untuk mengkonstruksi kembali pengalaman atau pengetahuan yang dimilikinya. Hubungan antara model pembelajaran POE Prediction Observation Explaination dengan teori konstruktivisme yaitu menganggap bahwa siswa dengan pengetahuan yang telah mereka miliki akan dapat mengembangkan kemampuan atau pengetahuannya itu. PEMBAHASAN Penelitian ini merupakan jenis penelitian tindakan kelas dimana guru bertindak sebagai peneliti. Penelitian dilakukan dengan 2 siklus dimana siklus 1 pada tanggal 5 Januari 2016 pukul 07.00 – 09.00 WIB dan siklus 2 pada tanggal 7 Januari 2016 pukul 07.00 – 09.00 WIB. Sampel yang digunakan untuk penelitian adalah siswa kelas VI SDN Derekan Kecamatan Pringapus sebanyak 23 siswa terdiri dari 13 siswa laki- laki dan 10 siswa perempuan. Adapun alat pengumpul data yang digunakan berupa : i Rencana Pelaksanaan Pembelajaran RPP, ii lembar observasi keaktifan siswa, iii lembar observasi KBM, dan iv kuisioner. RPP tentang topik rangkaian listrik menggunakan metode POE prediction observation explaination pada sub konsep syarat lampu menyala. Adapun rancangan siklus penelitian sebagai berikut : yang digunakan berupa : i Rencana Pelaksanaan Pembelajaran RPP, ii lembar observasi keaktifan siswa, iii lembar observasi KBM, dan iv kuisioner. RPP tentang topik rangkaian listrik menggunakan metode POE prediction observation explaination pada sub konsep syarat lampu menyala. Adapun rancangan siklus penelitian sebagai berikut : Gambar Siklus PTK Lembar observasi KBM digunakan untuk melihat reaksi siswa selama KBM dan lembar kuisioner digunakan untuk melihat tingkat ketertarikan siswa terhadap pembelajaran yang telah berlangsung. Lembar kuisioner digunakan untuk mengetahui tingkat pemahaman siswa. Lembar observasi keaktifan siswa digunakan untuk mengetahui tingkat keaktifan siswa dimana ada tujuh aspek di amati yaitu memperhatikan penjelasan guru, duduk tenang saat kegiatan diskusi sedang berlangsung, kerja kelompok aktif dan terarah, bertanya tentang hal yang kurang dimengerti, mampu menerima pendapat maupun sanggahan dari teman, menyelesaikan tugas secara kelompok dan membuat catatan hasil diskusi. Skala kriteria pengamatan sebagai berikut 1 : kurang baik, 2 : cukup baik, 3 : baik, dan 4 : sangat baik. Dimana penilaian untuk keaktifan siswa dengan rumus � � � Penelitian ini terdiri atas tiga tahap yaitu tahap persiapan, tahap pelaksanaan, dan tahap refleksi. Pada tahap persiapan, seluruh alat pengumpul data dipersiapkan. Pada tahap pelaksanaan, KBM dilaksanakan berdasarkan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran RPP yang telah dibuat. Pada tahap itu, lembar observasi KBM dan lembar observasi keaktifan siswa diisi oleh observer. Setelah KBM selesai masuk pada tahap yang terakhir adalah tahap refleksi, dimana pada tahap ini evaluasi dilakukan melalui lembar kuisioner. Pembelajaran dikatakan berhasil apabila i minimal 75 dari siswa memberikan respon yang positif dan aktif dalam KBM serta ii minimal 75 dari siswa memperoleh nilai minimal 70 pada tahap evaluasi. Keaktifan beajar siswa dikatakan berhasil jika siswa mencapai kategori aktif 68 – 76 dan sangat aktif 77 – 85. Pada tahap akhir ini lembar observasi dan kuisioner dianalisa secara deskriptif kualitatif untuk mengetahui apakah indikator keberhasilan tercapai atau tidak. Jika hasil yang didapat belum mencapai target yang diinginkan maka proses pembelajaran diulang siklus 2. Tetapi jika hasil yang diinginkan sudah mencapai target maka proses pembelajaran dianggap selesai atau berhasil. Dalam penelitian ini permasalahan- permasalahan yang akan diangkat pada topik rangkaian listrik sederhana dengan menggunakan model pembelajaran POE prediction observation explaination dibatasi pada sub konsep syarat lampu menyala dengan indikator i siswa dapat menyalakan lampu dengan menggunakan satu baterai, satu lampu dan satu kabel, ii melaui percobaan siswa dapat menjelaskan syarat lampu dapat dengan menggunakan satu baterai, satu lampu dan satu kabel disertai dengan percobaan, iii menjelaskan syarat lampu dapat menyala dengan dua kabel, dua baterai, dan satu lampu disertai dengan percobaan. Di dalam penelitian ini sub konsep tersebut akan disajikan dalam 3 kegiatan pembelajaran. Adapun kegiatannya sebagai berikut : Siklus 1 Kegiatan 1, siswa diminta untuk menggambarkan satu rangkaian yang dapat menyalakan lampu dengan alat bantu 1 baterai, 1 lampu dan 1 kabel. Pada tahap prediksi, guru meminta siswa untuk menggambarkan 1 rangkaian dengan menggunakan 1 baterai, 1 lampu dan 1 kabel. Kemudian hasil prediksi digambarkan di sebuah kertas yang sudah disiapkan oleh guru. Jika siswa belum menemukan gambar rangkaian yang dapat menyalakan lampu, maka siswa harus mencoba sampai mendapatkan satu rangkaian yang dapat menyalakan lampu. Hasil yang dapat prediksikan oleh siswa sebagai berikut : c a b Gambar 1 a, b, c susunan rangkaian lampu yang dapat menyala. Pada gambar 1 a, b, dan c merupakan susunan rangkaian untuk menyalakan lampu menggunakan satu kabel, satu baterai dan satu lampu. Setelah tahap prediction memprediksi selesai, guru meminta siswa untu melakukan observation percobaan. Dimana siswa melakukan percobaan untuk membuktikan apakah prediksi yang digambarkan benar atau salah. Jika prediksi siswa benar, maka siswa masuk pada tahap explaination menjelaskan. Pada tahap observasi ada beberapa siswa yang terkejut karena gambar susunan rangkaian yang dibuat tidak dapat menyalakan lampu. Mereka berfikir bahwa dengan menghubungkan baterai dengan ujung logam lampu saja dapat menyala. Rencana Refleksi SIKLUS 1 BERHASIL SELESAI TindakanObservasi BERHASILSELESAI RENCANA Refleksi SIKLUS 2 GAGAL TindakanObservasi a b c b Gambar 2 a, b susunan rangkaian lampu yang tidak dapat menyala. Hal tersebut terjadi karena pada susunan rangkaian, ulir lampu atau ujung logam lampu tidak terhubung dengan kutub baterai yang berbeda. Setelah beberapa kali melakukan percobaan, akhirnya siswa dapat menyelesaikan permasalahan tersebut dengan baik. Mereka dapat mengerti bahwa tidak hanya ujung logam saja yang harus dihubungkan tetapi juga harus memperhatikan ulir lampu. Kemudian siswa masuk pada tahap explaination, tahap dimana siswa menjelaskan mengapa lampu tersebut dapat menyala. Pada tahap explaination, masing-masing kelompok menjelaskan hasil percobaan pada selembar kertas yang sudah disediakan. Dari 23 siswa ada 20 siswa yang dapat menjelaskan lampu dapat menyala walapun dengan 1 baterai dan 1 kabel. Rata-rata siswa menjelaskan lampu dapat menyala dengan susunan seperti pada Gambar 1. Lampu dapat menyala jika ulir lampu dihubungkan dengan salah satu kutub baterai dan ujung logam lampu dihubungkan dengan kutub baterai lainnya, baik secara langsung maupun dengan kabel. Tabel 1. Jumlah siswa yang dapat melakukan prediction, observation, dan explaination pada kegiatan 1. Tahap Siswa Persen Prediction 18 78 Observation 19 82 Explaination 20 87 Kegiatan 2, siswa diminta untuk memprediksikan rangkaian mana yang menyala sesuai dengan lembar kerja siswa yang disediakan oleh guru. Setelah mereka selesai menjawab, siswa masuk dalam kelompok kecil yang terdiri dari 4-5 orang untuk membuktikan apakah gambar rangkaian yang ia jawab benar atau salah. Ada sepuluh gambar yang disediakan oleh guru, beberapa siswa beranggapan gambar nomor 4 tidak bisa menyalakan lampu. Karena letak ujung lampunya tidak tepat di kutub baterai. Ketika siswa mencoba membuktikan ternyata gambar nomor 4 dapat menyalakan lampu. b b Gambar 3 gambar teknis a beserta susunan rangkaian yang dapat menyala soal nomor 4 b Dari gambar di atas dapat dilihat bahwa siswa masih berfikir lampu akan menyala jika diletakkan pada salah satu kutub baterai tetapi lampu juga dapat menyala jika diletakkan pada sekitar kutub baterai. Tahap explaination, 19 siswa menjelaskan lampu dapat menyala karena ada baterai sebagai sumber energi dan kabel sebagai penghubung. Dan 4 siswa lainnya menjelaskan lampu dapat menyala hanya dengan baterai. Tabel 2. Jumlah siswa yang dapat melakukan prediction, observation, dan explaination pada kegiatan 2. Tahap Siswa Persen Prediction 18 78 Observation 19 82 Explaination 21 91 Kegiatan 3 langkahnya tidak jauh berbeda dengan kegiatan 1 dan 2 hanya dibagian kegiatan 3 menggunakan 2 buah baterai, 2 kabel dan 1 lampu. Sebelum melakukan percobaan siswa harus memprediksikan rangkaian mana yang dapat menyalakan lampu pada lembar kerja siswa yang disediakan. Kemudian siswa berkumpul dalam kelompok untuk mencoba membuktikan masing-masing gambar. Dari 10 gambar yang ada, siswa dapat membuktikan 4 susunan rangkaian yang dapat menyalakan lampu dan 6 susunan yang tidak dapat menyalakan lampu. a b Di kegiatan 3 ini, beberapa siswa mengalami kesulitan dalam menyusun rangkaian. Dari 23 siswa yang berhasil menyusun 10 rangkaian hanya 15 siswa. Jika dipersentasekan hanya 65 dari target yang ingin dicapai yakni 75. Maka dari itu kegiatan 3 di perbaiki kembali di siklus 2. Tabel 3. Jumlah siswa yang dapat melakukan prediction, observation, dan explaination pada kegiatan 3 Tahap Siswa Persen Prediction 15 65 Observation 17 75 Explaination 18 78 Siklus 2 Pada siklus 1, kegiatan 1 dan 2 sudah dikatakan berhasil sesuai target yang diinginkan. Tetapi pada kegiatan 3 keberhasilan siswa belum mencapai target karena hanya 15 siswa yang dapat menyusun rangkaian dengan menggunakan 2 kabel, 2 baterai dan 1 lampu. Hal ini disebabkan karena pada kegiatan 2 siswa belum memahami betul konsep yang diajarkan. Pada kegiatan 2 siswa hanya mampu menjelaskan lampu dapat menyala dengan baterai dan kabel. Di siklus 2 peneliti lebih menekankan konsep pengajaran di kegiatan 2 dan 3. Karena model pembelajaran POE itu sendiri pada setiap tahapnya sangat berhubungan. Jika siklus 1 kegiatan 2 siswa hanya dapat menjelaskan syarat lampu menyala disebabkan ada baterai dan kabel. Maka pada siklus 2 kegiatan 2 selain kabel dan baterai siswa sudah dapat menjelaskan bahwa lampu menyala jika dasar bohlam dihubungkan dengan salah satu kutub baterai dan ulir bohlam dihubungkan dengan kutub baterai yang lain. Dari 23 siswa yang mana pada siklus 1 hanya 19 siswa kini menjadi 22 siswa yang berhasil menjelaskan mengapa lampu dapat menyala walaupun hanya menggunakan 1 baterai dan 1 kabel. Kegiatan 2 sudah dapat dikatakn berhasil kaarena teah mencapai target yang diinginkan. Perbaikan juga dilakukan pada kegiatan 3 dimana siswa yang tadinya masih belum jelas bagaimana menyusun rangkaian dengan menggunakan 2 baterai, 2 kabel dan 1 lampu. Selain itu jika baterai ditambah bagaimana dengan nyala lampunya apakah sama saja jika hanya menggunakan 1 baterai atau lebih terang. Dibagian kegiatan 3 ini siswa yang tadinya masih salah dalam menyusun rangkaian. Setelah ada perbaikan, siswa menjadi lebih antusias dalam mengikuti pembelajara. Prediksi yang dilakukan oleh siswa dari siklus 1 hanya 15 orang kini di siklus 2 sudah 20 siswa yang mampu memprediksikan. Pada tahap berikutnya siswa yang mampu mencoba dan membuktikan bahwa prediksinya benar 22 orang. Beberapa kelompok mencoba menambahkan baterai pada rangkaian dan ternyata ketika baterai ditambah nyala lampu semakin terang. Ada juga siswa yang mencoba menghubungkan dengan pegangan payung. Awalnya tidak nyala tetapi setelah dicoba terus menerus dapat menyalakan lampu. Kreatifitas yang dimiliki siswa dapat menambah pengalaman dan konsep yang tdak diajarkan oleh guru. Tahap terakhir dari POE di kegiatan 3 siklus 2 ini dijelaskan oleh masing-masing kelompok disertai pembuktian di depan kelas. Untuk keaktifan siswa dilihat dari siklus 1 kegiatan 1, 2 dan 3 hampir semua siswa aktif dan mencapai target. Tetapi kriteria yang dikatakan berhasil dalam aspek keaktifan jika siswa mencapai kategori aktif 68 – 76 dan sangat aktif 77 – 85. Padahal pada siklus 1 dari 23 siswa yang dapat dikatakan aktif dan sangat aktif hanya 14 siswa. Oleh karena itu siklus 2 sangat membantu juga dalam perbaikan pada aspek keaktifan. Pada siklus 2 aspek keaktifan dapat tercapai sesuai kategori sebanyak 19 siswa. Pemahaman materi yang baik akan menjadikan hasil belajar yang baik pula. Berdasarkan hasil penelitian ketuntasan hasil belajar siswa mengalami peningkatan dari 65 menjadi 86. Selain ketuntasan belajar prosentase keaktfan siswa juga meningkat dari 61 menjadi 82. Hal ini menunjukkan bahwa siswa dapat memahami konsep yang hanya bersifat abstrak atau melalui imajinasi tetapi juga melalui observasi dan pengamatan secara langsung. Oleh karena itu penggunaan metode pembelajaran POE ini sendiri mampu meningkatkan pemahaman siswa dan kreatifitas siswa. PENUTUP Simpulan Dari penelitian yang telah dibuat dapat disimpulkan bahwa pemahaman konsep siswa sebelum pembelajaran sebagai berikut : 1 masih banyak siswa yang belum mampu menggambarkan rangkaian dengan menggunakan 1 lampu, 1 baterai dan 1 kabel. 2 Masih banyak siswa yang belum bisa memprediksikan, mencoba rangkaian mana yang dapat menyalakan lampu sampai menjelaskan bagaimana lampu dapat menyala walaupun hanya menggunakan 1 kabel, 1 lampu dan 1 baterai. 3 Siswa belum bisa menyusun rangkaian yang dapat menyalakan lampu dengan 2 kabel, 2 baterai dan 1 lampu karena konsep siswa belum tertanam pada pikiran siswa. Hal ini terlihat pada prosentase pemahaman konsep hanya 65 di siklus 1. Sementara itu pada siklus 2 di dapatkan bahwa pemahaman konsep siswa 86. Artinya terdapat peningkatan pemahaman konsep sisw dari pemahaman konsep awa dengan proentase 65 menjadi 86. Namun dai 23 siswa masih terdapat 3 siswa yang belum mencapai KKM. Penggunaan model pembelajaran POE membantu siswa mengembangkan keaktifan siswa. Siwa dapat mengeksplorasi ide-ide yang sifatnya divergen lateral. Hal ini ditunjukkan bahwa pada siklu 2 di kegiatan 3 siswa mencoba menghubungkan baterai, kabel, lampu dengan pegangan paying beranggapan bahwa lampu dapat menyala. Awalnya lamp tidak dapat menyala karena kutub negative baterai tidak menempel. Setelah siswa menemukan cara lain, siwa kembali mencoba dan hasilnya lampu dapat menyala. Saran Berdasarkan kesimpulan maka dapat dikemukakan saran sebagai berikut : 3. Dalam penerapan model pembelajaran POE dengan metode discovery learning, guru sebaiknya pandai dalam mengelola waktu sehingga pembelajaran dapat berlangsung efisien. 4. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut tentang penggunaan model pembelajaran POE dengan metode discovery learning pada pokok bahasan yang lain. UCAPAN TERIMA KASIH Penulis mengucapkan terima kasih kepada Didie Yunanto S.Pd, selaku wali dan guru kelas VI SDN Derekan yang senantiasa membimbing dan membantu kelancaran penelitian dan semua pihak yang belum dapat penulis sebutkan satu-persatu yang telah memberikan bantuan dalam penyusunan artikel ini. DAFTAR PUSTAKA Desi Nur Anisa, Mohammad Masykuri, Sri Yatimah. Pengaruh model pembelajaran POE predict,observe, and explain dan sikap ilmiah terhadap prestasi belajara siswa pada materi asam basa, dan garam kelas VII Semester 1 SMPN 1 Jaten tahun peajaran 2012 2013. Jurnal Pendidikan Kimia JPK, vol 2, No 2. Program Pendidikan Kimia. Universitas Sebelas Maret. Domi. Mengupayakan perubahan konsep Fisika menggunakan strategi POE Prediction Observatio Explanation, 2008. Lapono, Nabisi. 2010. Belajar dan Pembelajaran SD. Jakarta. Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan Nasional. M. P. Restami, K. Suma, M. Pujani. Pengaruh model pembelajaran POE PREDICT-OBSERVE- EXPLAINT terhadap pemahaman konsep fisika dan sikap ilmiah ditinjau dari gaya belajar siswa, e journal Program Pascasarjana Universitas Pendidikan Ganesha Program Studi IPA vol 3, 2013. N. Pt. Evi Yupani, N. Nyn Garminah, L Pt Putrini Mahadewi. Pengaruh model pembelajaran PREDICT-OBSERVE- EXPLAINT POE berbantuan materi bermuatan kearifan lokal terhadap hasil belajar IPA siswa kelas IV. Petter Hubber. POEs, Post Boxes and IAIs. Science Teacher Association of Victoria Physics Teacher’ Annual Conference, Monash University, Victoria, 2005. Riska Lebdiana, Sulhadi, Nathan Hindarto. Pengembangan Perangkat Pembelajaran Materi Suhu dan Kalor Berbasis POE predict observe explain untuk Meremidiasi Miskonsepsi Siswa. Unnes Physics Education Journal UPEJ, vol 4, no 3, 2015, Program Fisika, FMIPA, Universitas Negeri Semarang. Siti Rahayu, AT Widodo, Sudarmin. Pengembangan perangkat pembelajaran model POE berbantuan media “I Am A Scientist”. Innovative journal of Curiculum and Education Technology 2 1 2013. Zuziwe Mthembu. Using the Predict- Observe- Explain Technique to Enhance the Students’ Understanding of Chemical Reactions Short Report on pilot study, 2001. Buku : Arikunto, Suharsimi. 2006. Penelitian Tindakan Kelas, Jakarta: Bumi Angkasa. Hergenhann B. R, Matthew H. Olson, 2008, Theories Of Learning Teori Belajar, Edisi Ketujuh, Jakarta: Kencana. Sudjana, Nana. 2008, Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar, Bandung: Rosdakarya. Suparno, Paul SJ. 2013, Metodologi Pembelajaran Fisika Konstruktivistik Menyenangkan, Yogyakarta: Universitas Sanata Dharma. Suyitno A dan Salam Rachmadi A. 2010, Ilmu Pengetahuan Alam, Bogor: Yudistira. ISBN: 978-602-72071-1-0 PENGARUH PENGGUNAAN MEDIA PEMBELAJARAN BUKU SAKU TERHADAP HASIL BELAJAR SISWA DI SMA NEGERI 2 BANJARMASIN Mustika Wati 1 Misbah 2 Aulia Rahmah 3 1,2,3 Jurusan PMIPA Program Studi Pendidikan FisikaUniversitas Lambung Mangkurat ABSTRAK Hasil belajar siswa di SMA Negeri 2 Banjarmasin masih cukup rendah disebabkan oleh siswa merasa terbebani dengan ukuran buku teks yang tebal dan besar, buku teks kurang menarik untuk dibaca serta memuat soal yang cukup rumit tetapi tanpa penjelasan materinya.Oleh karena itu dilakukan penelitian yang bertujuan untuk mengetahui ada tidaknya pengaruh penggunaan media pembelajaran buku saku terhadap hasil belajar siswa di SMA Negeri 2 Banjarmasin. Jenis penelitian menggunakan penelitian eksperimen. Teknik pengambilan data melalui metode tes dan dokumentasi. Hasil penelitian dianalisis secara deskriptif kuantitatif. Temuan penelitian yaitu hasil uji korelasi menunjukkan bahwa nilai r hitung nilai r tabel dengan nilai r hitung sebesar 0,58 dan nilai r tabel sebesar 0,33. Diperoleh simpulan bahwa terdapat pengaruh penggunaan media pembelajaran buku saku terhadap hasil belajar siswa di SMA Negeri 2 Banjarmasin. Kata kunci : Buku saku, hasil belajar siswa ABSTRACT The student’s learning result in SMA Negeri 2 Banjarmasin is relatively low because the students feel burdened of thickness and big size of the textbook, the textbook is not interesting to read and has complicated question but didn’t give the explanation. Therefore, researcher did a research to know if usage the pocket book has an effect toward the student’s learning result in SMA Negeri 2 Banjarmasin. This research is experiment research. Data is obtained by test methods and documentation. Data is analyzed descriptive quantitatively. The research result shows that the value of r arithmetic r table. The value of r arithmetic is 0.58 and the value of r table is 0.33. Researcher conclude that there is an effect of usage learning media pocket book toward the student’s learning result in SMA Negeri 2 Banjarmasin. Keywords : Pocket book, Student’s learning result PENDAHULUAN Kurikulum 2013 menuntut perubahan dalam proses pendidikan dan pembelajaran dimana diperlukan adanya strategi, model dan media pembelajaran yang sesuai untuk mendukung siswa dalam mengikuti proses pembelajaran agar kemampuan yang telah dimiliki siswa dapat bertambah dan meningkat. Media pembelajaran merupakan salah satu hal penting yang dapat mempengaruhi siswa dalam proses pembelajaran. audio rekaman, CD, file multimedia, dsb Aqib,2014.Untuk pengertian media pembelajaran itu sendiri yaitu segala sesuatu yang dapat digunakan untuk menyalurkan pesan dan merangsang terjadinya proses belajar pada si pembelajar siswa Aqib,2014. Media pembelajaran juga dapat diartikan segala bentuk dan saluran yang digunakan orang untuk menyalurkan pesaninformasi Munadi,2013. Media cetak termasuk media yang paling banyak digunakan dalam proses pembelajaran karena praktis penggunaannya dan tersedia di banyak tempat. Berdasarkan hasil wawancara dengan siswa dan siswi di Pada pelaksanaan proses pembelajaran di SMA Negeri 2 Banjarmasin diperoleh informasi bahwa para siswa dengan adanya buku teks menjadi terbantu dalam mempelajari materi fisika. Akan tetapi karena ukuran buku teks yang cukup besar dan tebal serta isi dari buku teks fisika di SMA Negeri 2 Banjarmasin yang dimiliki siswa dan siswi kebanyakan penjelasan yang cukup rumit, maka siswa dan siswi menjadi kurang berminat untuk membaca dan mempelajarinya. Apalagi saat mendekati ulangan harian atau ulangan semester, mereka kebanyakan mengeluh pusing untuk ISBN: 978-602-72071-1-0 membacanya karena bingung yang mana sebenarnya bagian-bagian penting untuk diingat dan dipahami. Selain itu, soal-soal pada buku teks fisika di SMA Negeri 2 Banjarmasin yang dimiliki siswa dan siswi cukup rumit sedangkan penjelasan materi tentang soal tersebut terkadang tidak ada. Dalam pengerjaan soal,siswa dan siswi sering harus membuka buku teks untuk mengerjakannya tetapi bingung menggunakan cara yang mana untuk soal-soal tersebut. Berdasarkan hasil ulangan fisika akhir semester ganjil juga terlihat bahwa masih banyak nilai siswa berada di bawah KKM yang ditetapkan oleh sekolah, sehingga harus mengikuti remedial. Untuk memotivasi siswa agar dapat lebih memahami materi pembelajaran tersebut, maka diperlukan suatu media pembelajaran yang dapat membantu dalam proses pembelajaran. Media pembelajaran yang dirasa cocok dalam situasi ini adalah buku saku, dimana media ini lebih menekankan pada ukuran yang kecil dan mudah dibawa serta dapat memberikan informasi kepada siswa secara lebih efektif yaitu dengan penjelasan materi secara ringkas dan disertai gambar-gambar, soal-soal, permainan edukatif berkaitan dengan materi pembelajaran sebagai penunjang yang dapat menarik siswa untuk memperhatikan dalam proses pembelajaran. Berdasarkan masalah yang ditemukan, media pembelajaran yang dirasa cocok dalam situasi ini adalah buku saku. Buku saku adalah buku berukuran kecil yang mudah dibawa dan dapat dimasukkan ke dalam saku Tim KBBI,2008. Dalam penelitian ini, pengertian media pembelajaran ialah sesuatu yang digunakan oleh pengajar dalam proses pembelajaran agar materi pembelajaran dapat tersampaikan kepada siswa. Media pembelajaran merupakan salah satu hal penting yang harus ada dalam setiap proses pembelajaran agar proses pembelajaran dapat berjalan lancar. Media pembelajaran yang digunakan dalam penelitian ini ialah buku saku dengan materi pembelajaran suhu dan kalor. Buku saku juga dapat diartikan sebagai buku dengan ukurannya yang kecil, ringan, dan bisa disimpan di saku sehingga praktis untuk dibawa kemana mana, dan kapan saja bisa dibaca. Buku saku juga lebih menekankan pada ukuran yang kecil dan mudah dibawa serta dapat memberikan informasi kepada siswa secara lebih efektif yaitu dengan penjelasan materi secara ringkas dan disertai gambar-gambar, soal-soal, permainan edukatif berkaitan dengan materi pembelajaran sebagai penunjang yang dapat menarik siswa untuk memperhatikan dalam proses pembelajaran. Buku saku dalam penelitian ini yaitu buku berukuran 11 cm x 14 cm berisi ringkasan materi disertai dengan gambar- gambar penunjang, tabel-tabel penunjang, rumus- rumus penunjang, glosarium dan permainan edukatif mengenai materi fisika suhu dan kalor. . Hasil penelitian Sulistyani 2013 tentang Perbedaan Hasil Belajar Siswa Antara Menggunakan Media Pocket Book Dan Tanpa Pocket Book Pada Materi Kinematika Gerak Melingkar Kelas X. Hasil penelitian menunjukkan ada perbedaan antara penggunaan pocket book dan tanpa pocket book terhadap hasil belajar siswa. Hal ini berarti penggunaan pocket book memiliki pengaruh terhadap hasil belajar siswa. Berdasarkan uraian di atas peneliti melakukan penelitian yang berjudul Pengaruh Penggunaan Media Pembelajaran Buku Saku Terhadap Hasil Belajar Siswa di SMA Negeri 2 Banjarmasin. Tujuan penelitian ini adalah mengetahui pengaruh penggunaan media pembelajaran buku saku terhadap hasil belajar siswa di SMA Negeri 2 Banjarmasin. METODE PENELITIAN Jenis penelitian ini ialah penelitian eksperimen dimana metode yang digunakan yaitu eksperimen kuasi dengan tipe post test olny group design . Data penelitian berupa data kuantitatif berupa nilai tes hasil belajar siswa. Penelitian ini dilakukan di SMA Negeri 2 Banjarmasin pada bulan Februari 2015 hingga Desember 2015. Populasi dari penelitian ini ialah seluruh siswa kelas X MS Matematika dan Sains SMA Negeri 2 Banjarmasin Tahun Ajaran 20142015 berjumlah 214 orang. Untuk teknik yang digunakan dalam mengambil sampel, yaitu teknik cluster random sampling dimana didapatkan kelas X MS 4 sebagai kelas kontrol dan X MS 2 sebagai kelas eksperimen. Teknik pengumpulan data pada penelitian ini menggunakan metode tes dan metode dokumentasi, sedangkan instrument pengumpulan data berupa tes hasil belajar siswa dengan bentuk soal pilihan ganda. Instrumen penelitian divalidasi oleh para ahli yang terdiri dari satu orang dosen program studi Pendidikan Fisika FKIP UNLAM Banjarmasin dan satu orang guru mata pelajaran fisika di SMA Negeri 2 Banjarmasin. Setelah divalidasi, peneliti melakukan uji coba di SMA Negeri 4 Banjarbaru. Hasil uji coba yang didapat kemudian dianalisis validitas, reliabilitas, tingkat kesukaran dan daya pembeda. Hasil uji reliabilitas menunjukkan 0,77 dimana termasuk kategori sedang. Analisis data dalam penelitian ini menggunakan uji normalitas, uji homogenitas, serta uji hipotesis. Uji hipotesis menggunakan uji t polled varians dengan rumus sebagai berikut: ̅ − ̅ √ − � − � − 1 Setelah itu dilanjutkan uji korelasi untuk mengetahui pengaruh penggunaan media pembelajaran buku saku terhadap hasil belajar siswa di SMA Negeri 2 Banjarmasin dengan menggunakan rumus berikut: ∑ � √ ∑ ∑ � 2 ISBN: 978-602-72071-1-0 HASIL DAN PEMBAHASAN Pada kelas eksperimen, rata-rata hasil post test yaitu sebesar 85,75 dengan persentase ketuntasan di tabel 1 berikut : Tabel 1. Hasil post test kelas eksperimen No. Ketuntasan Frekuen si Persentas e

1. Tuntas

29 82,86

2. Tidak

tuntas 6 17,14 Jumlah 35 100, 00 Pada kelas kontrol, rata-rata hasil post test yaitu sebesar 74,25 dengan persentase ketuntasan dapat dilihat pada tabel 2 berikut : Tabel 2. Hasil post test kelas kontrol No. Ketuntas an Freku ensi Persent ase 1. Tuntas 25 69,44 2. Tidak tuntas 11 30,56 Jumlah 36

100, 00

Setelah didapatkan hasil post test, kemudian dilakukan uji normalitas dan didapatkan nilai sig sebesar 0,64 untuk kelas eksperimen dan 0,41 untuk kelas kontrol. Nilai sig 0,05 maka didapatkan bahwa data berdistribusi normal. Selanjutnya, dilakukan uji homogenitas dan didapatkan hasil F hitung sebesar 1,12 dan F tabel sebesar 4,00. Karena nilai F hitung F tabel maka data homogen. Setelah data normal dan homogen, selanjutnya dilakukan uji hipotesis. Hasil perhitungan uji t dapat dilihat pada tabel 3 berikut: Tabel 3. Uji t polled varian Nilai t hitung Nilai t Tabel Kesimpulan 2,75 2,00 H ditolak Tabel 3 menunjukkan hasil perhitungan dengan uji t sebesar 2,75. Untuk mengetahui apakah hipotesis diterima atau ditolak, maka nilai t yang telah dihitung dibandingkan dengan nilai t yang tertera pada tabel untuk dk = 69 dengan α = 0.05 adalah 2,00. Dalam hal ini berlaku ketentuan bahwa bila t hitung lebih kecil atau sama dengan t tabel maka H diterima. Ternyata hasil perhitungan menunjukkan bahwa t hitung ≥ t tabel , dengan demikian H ditolak dan H a diterima. Dengan kata lain, terdapat perbedaan antara kelas yang menggunakan media pembelajaran buku saku dengan kelas yang tidak menggunakan media pembelajaran buku saku. Selanjutnya dilakukan uji korelasi dan hasil perhitungan uji korelasi menghasilkan data pada tabel 4berikut: Tabel 4. Uji korelasi r product moment Nilai r hitung Nilai r tabel Kesimpulan 0,58

0.33 H

ditolak Dari Tabel 4, dapat dilihat bahwa korelasi r antara media pembelajaran buku saku terhadap hasil belajar siswa sebesar 0,58, nilai r positif berarti terdapat pengaruh yang positif antara penggunaan media pembelajaran buku saku terhadap hasil belajar siswa. Nilai r hitung lebih besar daripada nilai r tabel , berarti H yang menyatakan bahwa tidak terdapat pengaruh penggunaan media pembelajaran buku saku terhadap hasil belajar siswa di SMA Negeri 2 Banjarmasin ditolak sehingga H a diterima. Maka dari itu, terdapat pengaruh penggunaan media pembelajaran buku saku terhadap hasil belajar siswa di SMA Negeri 2 Banjarmasin. Menurut penelitian Alvianti 2012 dengan judul penelitian Efektivitas Media Pocket Book dalam Pembelajaran Fisika Pokok Bahasan Gelombang Elektromagnetika Untuk Meningkatkan Hasil Belajar Fisika Siswa Kelas X MAN Rembang menyatakan hasil penelitian menunjukkan bahwa media pocket book lebih efektif dibandingkan dengan buku paket. Hal ini dilihat dari persentase ketuntasan klasikal kelas eksperimen sebesar 91,17 dan tanggapan siswa terhadap pembelajaran dengan media pocket book sebesar 81,28 . Menurut penelitian Sulistyani 2013 dengan judul penelitian Perbedaan Hasil Belajar Siswa Antara Menggunakan Media Pocket Book Dan Tanpa Pocket Book Pada Materi Kinematika Gerak Melingkar Kelas X menyatakan bahwa hasil belajar siswa yang menggunakan pocket book rata-rata nya yaitu sebesar 81,27 dan hasil belajar siswa yang tanpa menggunakan pocket book rata-ratanya yaitu sebesar 77,73. Nilai t hitung t tabel = 2,097 2,000 dengan taraf signifikansi 50. Berdasarkan hasil yang diperoleh maka dapat disimpulkan bahwa ada perbedaan hasil belajar fisika siswa yang menggunakan pocket book dan tanpa pocket book pada materi kinematika gerak melingkar. Berdasarkan penelitian oleh Yuliani 2015 tentang Pengembangan Buku Saku Materi Pemanasan Global Untuk SMP. Hasil penelitian menunjukkan bahwa persentase tanggapan siswa pada uji coba produk mencapai 50. Ketuntasan belajar klasikal siswa mencapai 75 serta persentase tanggapan guru mencapai 50 . Berdasarkan berbagai bukti penelitian yang telah dilakukan sebelumnya dan pernyataan teori yang mendukung hasil analisis dari penelitian yang peneliti lakukan, maka dapat dikatakan bahwa terdapat pengaruh penggunaan media pembelajaran buku saku terhadap hasil belajar siswa di SMA Negeri 2 Banjarmasin. PENUTUP Simpulan Temuan yang diperoleh dalam penelitian ini ialah hasil uji korelasi menunjukkan nilai r hitung sebesar 0,58 dan nilai r tabel sebesar 0,33. Hasil ini menunjukkan bahwa nilai r hitung nilai r tabel yang menyatakan H o ditolak dan H a diterima. Berdasarkan temuan diatas, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa terdapat ISBN: 978-602-72071-1-0 pengaruh media pembelajaran buku saku terhadap hasil belajar siswa di SMA Negeri 2 Banjarmasin. DAFTAR PUSTAKA Alvianti. 2011. Efektivitas Media Pocket Book Dalam Pembelajaran Fisika Pokok Bahasan Gelombang Elektromagnetik Untuk Meningkatkan Hasil Belajar Fisika Siswa Kelas X MAN Rembang . Skripsi Sarjana. Rembang. Aqib, Zainal. 2014. Model-Model, Media dan Strategi Pembelajaran Kontekstual Inovatif . Bandung: Yrama Widya. Munadi, Yudhi. 2013. Media Pembelajaran Sebuah Pendekatan Baru . Jakarta: Referensi. Rahmawati, N R, Sudarmin dan Pukan, K K. 2013. Pengembangan Buku Saku IPA Terpadu Bilingual Dengan Tema Bahan Kimia Dalam Kehidupan Sebagai Bahan Ajar Di MTs. Unnes Science Education Journal . 2: 157-164. Sugiyono. 2012. Statistika Untuk Penelitian. Bandung: Alfabeta. Sulistyani, N. H. D, Jamzuri, dan Rahardjo, Dwi Teguh. 2013. Perbedaan Hasil Belajar Siswa Antara Menggunakan Media Pocket Book dan Tanpa Pocket Book Pada Materi Kinematika Gerak Melingkar Kelas X. Jurnal Pendidikan Fisika .1: 164-172. Tim KBBI. 2008. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka. Yuliani, Fahtria Herlina Lina. 2015. Pengembangan Buku Saku Materi Pemanasan Global Untuk SMP. Unnes Journal of Biology Education. 4: 104-110.