GLOBAL ECONOMY ABM Investama Tbk 2013

A BM In ve sta m a L a p or a n Ta h u n a n 2 1 3 3 52

I. PEREKONOMIAN GLOBAL

Setelah krisis keuangan global tahun 2008, perekonomian dunia masih berjuang untuk pulih. Walaupun terdapat sinyal-sinyal perbaikan dalam indikator pertumbuhan global, perekonomian dunia masih mengalami perlambatan hampir sepanjang tahun. Menurut Bank Dunia dalam laporan “World Economic Situation and Prospect” yang dirilis pada Januari 2014, ekonomi dunia hanya tumbuh 2,1, tidak lebih baik dari kondisi tahun 2012 yang masih mampu mencapai 2,4. Negara-negara maju mulai menunjukkan percepatan dalam pertumbuhan ekonominya, tetapi sebaliknya negara-negara berkembang cenderung mengalami perlambatan. Kinerja ekonomi global tahun ini juga menunjukkan betapa kebijakan moneter negara maju memiliki dampak yang sangat luas bagi negara berkembang. Pada pertengahan tahun, Amerika Serikat mengumumkan penghentian secara bertahap program ekspansi moneter atau quantitative easing QE yang telah dilakukan sejak 2008. Kebijakan The Fed yang dikenal sebagai “Tapering Of” ini direspon dengan kepanikan di pasar uang dan saham dunia. Akibatnya terjadi penarikan investasi dari investor global dan terjadi depresiasi mata uang seperti yang dialami Thailand, Malaysia, India dan Indonesia. Seperti negara-negara berkembang lainnya, Indonesia juga terpukul akibat larinya dana asing seiring dengan meningkatnya ekspektasi investor bahwa The Fed akan menaikkan suku bunga lebih cepat dari yang selama ini diperkirakan. Mendekati akhir tahun, ekonomi Amerika Serikat menunjukkan tanda-tanda pemulihan walaupun tidak signiikan dan masih belum melampaui angka pertumbuhan tahun lalu. Pertumbuhan ekonomi Amerika Serikat hanya mencapai 1,6 dibandingkan 2,8 pada tahun sebelumnya. Tetapi beberapa indikator ekonomi makro Amerika Serikat sudah menunjukkan perbaikan, meski belum semuanya menguat. Zona Euro yang terdiri dari 17 negara mulai merangkak keluar dari resesi. Kebijakan Bank Sentral Eropa ECB memangkas suku bunga acuan ke rekor terendah 0,25 pada bulan November berhasil mengurangi dampak resesi di kawasan dan menstabilkan pasar inansialnya. Pertumbuhan ekonomi sudah mulai terlihat, walaupun masih sangat lemah. Setelah 18 bulan mengalami tekanan, perekonomian Zona Euro perlahan pulih menjadi -0,5 dibandingkan -0,7 pada tahun 2012. Membaiknya pertumbuhan di Zona Euro akan menguntungkan perekonomian global secara keseluruhan karena secara kolektif, Uni Eropa merupakan pusat kegiatan perekonomian terbesar dunia.

I. GLOBAL ECONOMY

After the 2008 global inancial crisis, the world economy is still struggling to recover. Although there are recovery signals in the global growth indicators, the world economy experiences slowdown for almost throughout the years. According to the World Bank in “World Economic Situation and Prospect” report released in January 2014, the world economy grew only 2.1, not better than 2012 condition that reached 2.4. The developed countries began to show acceleration in economic growth, on the contrary developing countries tend to experience slowdown. Performance of the global economy this year also indicated how the monetary policy of developed countries have very broad impact on developing countries. By mid-year, the United States announced gradual discontinuation of monetary expansion program or quantitative easing QE which has been conducted since 2008. This policy of the Fed, known as “Tapering Of” was responded with panic in the world money markets and stock markets. The result was investment withdrawals by global investors and currency depreciations as experienced by Thailand, Malaysia, India and Indonesia. Similar to the other developing countries, Indonesia was also hit by the light of foreign funds in line with the increase in investors’ expectations that The Fed will raise interest rates sooner than had been expected. Towards the end of the year, the United States’ economy showed recovery signals, although not signiicant and still not exceeding the growth rate of the previous year. The United States’ economic growth was only 1.6 compared to 2.8 in the previous year. Some macroeconomic indicators in the United States showed improvement, although not all rose. Euro Zone consisting of 17 countries began to crawl out of recession. Policy of European Central Bank ECB to cut its referral rate to the lowest record of 0.25 in November managed to reduce the recession impact in the region and stabilize inancial markets. Economic growth has appeared, although still very weak. After 18 months of pressure, Euro Zone economy slowly recovered to -0.5 compared to -0.7 in 2012. The improved growth in the Euro Zone will beneit the overall global economy because Collectively, the European Union is the largest economy in the world. A BM In ve sta m a A n n u a l R e p or t 2 1 3 53 Sementara itu, Jepang masih berjuang untuk keluar dari kebuntuan ekonomi yang telah mendera selama dua dekade. Tahun lalu pemerintah Jepang meluncurkan paket stimulus ekonomi yang ambisius yang dikenal dengan nama “Abenomics”. Di antara kebijakannya adalah Bank Sentral Jepang BoJ meluncurkan pelonggaran moneter secara agresif dan menetapkan target inlasi 2 untuk menyokong target pertumbuhan Produk Domestik Bruto PDB riil sebesar 2. Meskipun program stimulus ini telah membantu melemahkan nilai tukar Yen sehingga meningkatkan daya saing Jepang untuk ekspor, tetapi karena masih banyak masalah sruktural yang belum teratasi, pertumbuhan ekonomi Jepang tetap bertahan di angka 1,9. Ekonomi China selama lebih dari satu dekade menjadi magnet yang kuat untuk konsumsi komoditas karena pertumbuhan ekonomi dua digitnya. Namun sejak tahun 2011 pertumbuhannya juga terus melambat. Dari rata-rata pertumbuhan 10,8 selama periode 2007–2010, menjadi 9,3 pada tahun 2011 dan hanya 7,7 di dua tahun terakhir 2012-2013. Tetapi sebagai negara yang memiliki cadangan devisa terbesar di dunia, China memiliki ketahanan ekonomi yang kuat. Selain itu, tingkat suku bunga di China saat ini masih berada di level 6 sehingga masih ada cukup ruang bagi bank sentral China, People’s Bank of China PBOC untuk menurunkan suku bunga jika diperlukan. Tampaknya pemerintah China sengaja menahan akselerasi pertumbuhan ekonominya untuk mencegah overheating yang akan menciptakan gelembung aset asset bubble terutama di sektor properti.

II. PEREKONOMIAN INDONESIA