Hubungan, misalnya mempromosikan perilaku positif untuk mencegah konflik

Keselamatan Dan Kesehatan Kerja di Bidang Kelistrikan Electrical Safety 233 Tahapan penerapan dan penanganan yang harus dilakukan dalam menerapkan standar ini, yaitu: 1. Menyiapkan organisasi untuk menerapkan manajemen standar penanganan stress ditempat kerja, seperti komitmen dari top manajemen untuk mendukung program ini, menyediakan sumberdaya yang cukup dan tim yang akan bekerja untuk program ini. 2. Melakukan identifikasi faktor-faktor resiko stress ditempat kerja dengan terlebih dahulu memahami standar penanganan stress ditempat kerja. 3. Mengumpulkan data-data pekerja yang mengalami stress dan bagaimana hal tersebut dapat terjadi. 4. Melakukan evaluasi terhadap data-data stress yang diperoleh dan mencari solusi yang mungkin dilakukan. 5. Membuat rencana tindakan atau program penanganan stress dan menerapkan rencana tersebut. 6. Melakukan tinjauan ulang dan kajian efektifitas program penanganan stress yang diterapkan.

I. Perilaku Keselamatan

Safety Behavior Perilaku berasal dari kata bahasa Inggris “ behavior ” dan kata tersebut sering dipergunakan dalam bahasa sehari-hari. Perilaku sering diartikan sebagai tindakan atau kegiatan yang ditampilkan seseorang dalam hubungannya dengan orang lain dan lingkungan disekitarnya, atau bagaimana manusia beradaptasi terhadap lingkungannya. Perilaku merupakan aktifitas atau kegiatan nyata yang ditampikan seseorang yang dapat teramati secara langsung maupun tidak langsung. Perilaku keselamatan adalah tindakan atau kegiatan yang berhubungan dengan faktor-faktor keselamatan kerja. Menurut Zhou et al., 2007 ada 4 faktor yang paling efektif untuk meningkatkan perilaku keselamatan, yaitu: safety attitudes , employee’s involvement, safety management systems and procedures , and safety knowledge. Faktor iklim keselamatan berpengaruh terhadap perilaku keselamatan apabila dibandingkan dengan pengalaman pekerja. Diperlukan strategi gabungan antara iklim keselamatan dan pengalaman kerja untuk meningkatkan perilaku keselamatan secara maksimal guna mencapai total budaya keselamatan. Rundmo dan Hale 2003 melakukan studi terhadap sikap attitude manajemen terhadap keselamatan dan pencegahan terjadi kecelakaan. Hasil studi menunjukkan bahwa perilaku dipengaruhi oleh sikap. Sikap yang ideal untuk manajemen adalah: komitmen yang tinggi, kefatalan rendah, toleransi terhadap pelanggaran rendah, emosi dan kekhawatiran tinggi, tunakuasa rendah, prioritas keselamatan tinggi, penguasaan dan kesadaran tinggi. Paul P.S. dan Maiti J. 2007 mempelajari peranan perilaku keselamatan pekerja terhadap terjadinya kecelakaan di perusahaan tambang. Berdasarkan studi yang dilakukan diperoleh struktural model yang menunjukkan hubungan work injury secara signifikan dipengaruhi oleh: pengaruh negatif, pengambilan resiko, ketidakpuasan kerja, umur dan kinerja keselamatan. Menurut Mullen J. 2004, terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi perilaku keselamatan individu pekerja, yaitu: 234 Keselamatan Dan Kesehatan Kerja di Bidang Kelistrikan Electrical Safety 1. Faktor organisasi, yaitu beban kerja yang berlebih, persepsi kinerja keselamatan, pengaruh sosialisasi, sikap keselamatan dan persepsi terhadap resiko. 2. Faktor personal image , yaitu kesan macho dan mampu untuk menghindari konsekuensi negatif, misalnya diejek atau diremehkan rekan kerja dan ketakutan kehilangan posisi. Menurut Mullen bahwa faktor organisasi menentukan perilaku keselamatan pekerja. Sosialisasi organisasi terhadap karyawan baru sedini mungkin akan mempengaruhi persepsi pekerja terhadap iklim keselamatan, sikap keselamatan, komitmen terhadap keselamatan dan perilaku keselamatan. OHS training dan edukasi serta penegakan aturan, inspeksi, dan komunikasi merupakan karakteristik perilaku yang paling dibutuhkan untuk meningkatkan kinerja keselamatan untuk semua posisi diatas. Mengembangkan atau merubah budaya organisasi merupakan tantangan serta membutuhkan biaya dan waktu yang lama. Dengan menentukan target yang tepat, seperti OHS advisor dan supervisor , kemudian mengidentifikasi keahlian dan kemampuan serta perilaku yang paling dibutuhkan yang dapat mengarah kebudaya keselamatan yang positif, kinerja keselamatan dapat diperbaiki dan dimaksimalkan. Pentingnya peran pimpinan dalam merubah budaya organisasi dan keselamatan sangat diutamakan, pimpinan bukan hanya tingkatan manajemen akan tetapi sampai pimpinan lapangan seperti foremen Dingsdag et al., 2008. Pendekatan budaya keselamatan dimulai dari level manajemen ke level yang lebih rendah top-down approach , sementara pendekatan perilaku keselamatan dimulai dari level bawah ke level atas bottom-up approach . Keberhasilan kedua pendekatan tersebut bergantung kepada ada tidaknya perubahan tata nilai dasar dari organisasi, itikad, dan asumsi tentang keselamatan di tempat kerja. DeJoy 2005 mengusulkan metode pendekatan terintegrasi antara pendekatan budaya keselamatan dan perilaku keselamatan. Pendekatan budaya keselamatan lebih bersifat komprehensif namun kurang memberikan solusi pada masalah keselamatan yang spesifik. Disisi lain, pendekatan perilaku lebih bersifat spesifik dalam menyelesaikan masalah keselamatan namun kurang komprehensif. Kombinasi pendekatan kedua metode ini akan saling melengkapi dan menghasilkan perubahan yang lebih komprehensif sekaligus menyelesaikan masalah-masalah keselamatan yang spesifik. Model pendekatan terintegrasi yang diusulkan sangat baik dan dapat diterima secara konsep DeJoy, 2005. Salah satu program yang paling banyak digunakan untuk memperbaiki perilaku pekerja adalah behavior-based safety . Behavior-based safety atau lebih dikenal dengan singkatan BBS adalah suatu pendekatan yang bersifat proaktif dalam meningkatkan kinerja K3, dan sistem ini juga memberikan peringatan dini terhadap potensi bahaya kecelakaan serta dapat mengukur perilaku aman dan tidak aman di tempat kerja. Sistem ini juga memberikan kesempatan kepada setiap individu untuk berbagi informasi mengenai kinerja K3 dan umpan balik terhadap rekan-rekan kerja mereka, mendorong keterlibatan pekerja dalam semua aktifitas K3, meningkatkan kesadaran pribadi akan K3, memperbaiki presepsi terhadap resiko dan mengarahkan konsep berpikir pada pencegahan kecelakaan IET, 2007.