Jaminan orang Jaminan penangguhan penahanan

92 a Penangguhan penahanan telah dicabut kembali oleh instansi yang menahan. Prosedur permintaan kembali uang jaminan dapat didasarkan atas surat pencabutan penangguhan penahanan. Atas dasar surat inilah yang bersangkutan atau penasihat hukumnya maupun keluarganya mengajukan permintaan pengembalian uang jaminan dari panitera Pengadilan Negeri. b Berdasar putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap. Untuk mengakhiri perjanjian penangguhan penahanan, bila terdakwa telah mendapatkan putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap. Apapun putusan dari pengadilan, dengan sendirinya telah mengubah status terdakwa dan secara otomatis mengakiri perjanjian penangguhan penahanan. Dengan berakhirnya perjanjian penangguhan penahanan, uang jaminan dikembalikan menjadi milik yang bersangkutan dan yang bersangkutan atau penasihat hukum atau keluarganya mengajukan permintaan pengembalian uang titipan dari panitera Pengadilan Negeri.

8.2.2. Jaminan orang

Jaminan penangguhan penahanan berupa orang diatur dalam Pasal 36 PP No. 27 Tahun 1983 dan angka 8 huruf c, f dan j Lampiran Keputusan Menteri Kehakiman No. M.14-PW.07.031983. Pada dasarnya tata cara pelaksanaan jaminan orang hampir sama dengan tata cara jaminan uang. Pengertian jaminan dengan orang, yakni berupa perjanjian penangguhan dimana seseorang bertindak dan menyediakan diri secara sukarela sebagai jaminan. Penjamin sendiri bisa penasihat hukumnya, keluarganya atau orang lain yang tidak mempunyai hubungan hukum apapun dengan tahanan. Penjamin bersedia memberi pernyataan dan kepastian kepada instansi yang menahan bahwa dia akan bertanggung jawab memikul segala risiko dan akibat yang timbul apabila tahanan melarikan diri. Tata cara pelaksanaannya dapat diuraikan seperti di bawah ini: 93 1 Menyebut secara jelas identitas orang yang menjamin. Identitas penjamin dicantumkan secara jelas dalam perjanjian penangguhan. 2 Instansi yang menahan menetapkan besarnya jumlah uang yang harus ditanggung oleh penjamin, yang disebut “uang tanggungan”. Surat perjanjian penangguhan penahanan juga harus memuat besarnya “uang yang harus ditanggung” oleh orang yang menjamin apabila tersangka atau terdakwa melarikan diri. Besarnya uang tanggungan itu ditetapkan oleh instansi yang menahan. Dalam jaminan orang, uang tanggungan tidak segera disetor. Penyetoran masih harus tersedianya keadaan atau peristiwa lain yaitu apabila tersangka atau terdakwa melarikan diri. Uang tanggungan disetorkan apabila tersangka atau terdakwa melarikan diri dan sudah lewat tiga bulan tidak juga ditemukan. 3 Pengeluaran surat perintahpenetapan penangguhan didasarkan atas surat jaminan dari si penjamin. Pengeluaran surat perintah penetapan penangguhan didasarkan atas bukti “surat jaminan” dari penjamin yang disampaikan kepada instansi yang menahan. Dengan diserahkannya surat jaminan dari penjamin, instansi yang menahan dapat mengeluarkan surat perintah penangguhan penahanan. 4 Uang tanggungan wajib disetor oleh penjamin ke kas negara melalui panitera pengadilan. Orang yang menjamin wajib menyetor uang tanggungan yang ditetapkan dalam perjanjian penangguhan penahanan: a Apabila tersangka atau terdakwa melarikan diri, b Setelah lewat tiga bulan tidak ditemukan, c Penyetoran uang tanggungan ke kas negara dilakukan oleh orang yang menjamin melalui panitera Pengadilan Negeri. Dalam Pasal 36 ayat 3 PP No. 27 Tahun 1983 jo angka 8 huruf j Lampiran Keputusan Menteri Kehakiman No. M. 14-PW. 07.031983, pelaksanaan penyetoran uang tanggungan tidak diperlukan penetapan Pengadilan Negeri apabila yang menjamin secara sukarela melaksanakan penyetoran uang tanggungan kepada kepaniteraan Pengadilan Negeri yang untuk selanjutnya diserahkan kepada kas Negara sesuai dengan jumlah yang ditetapkan dalam perjanjian penangguhan penahanan. 94 Apabila orang yang menjamin tidak melaksanakan kewajiban penyetoran uang tanggungan maka untuk memaksakan pemenuhan penyetoran orang yang menjamin, diperlukan “penetapan” Pengadilan Negeri. Penetapan itu berisi perintah kepada jurusita pengadilan untuk melakukan “sita eksekusi” terhadap barang milik orang yang menjamin. Pelaksanaan sita eksekusi atau executorial beslag dan pelelangan dilakukan jurusita sesuai dengan hukum acara perdata. Oleh karena itu proses pelaksanaan penyetoran dan pelelangan dilakukan sesuai ketentuan Pasal 197 HIR atau Pasal 208 RBG. Dengan demikian, sita eksekusi terhadap harta orang yang menjamin, oleh Pasal 35 ayat 3 PP No. 27 Tahun 1983 dipersamakan dengan executorial beslag terhadap harta debitur berdasar putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap guna memenuhi pembayaran utang kepada pihak kreditur. Ketua Pengadilan Negeri dapat memerintahkan untuk meletakkan sita eksekusi atas harta orang yang menjamin dengan ketentuan didahulukan penyitaan terhadap harta yang bergerak sesuai dengan ketentuan Pasal 1131 KUH Perdata jo. Pasal 197 ayat 1 HIR. Jika harta yang bergerak belum memenuhi jumlah pelunasan uang tanggungan yang ditetapkan dalam perjanjian penangguhan, barulah penyitaan dilanjutkan terhadap harta yang tidak bergerak sampai dianggap cukup untuk melunasi jumlah uang tanggungan. Penjualan lelang atas sita eksekusi dilakukan sesuai dengan ketentuan hukum acara perdata yang diatur dalam Pasal 220 HIR atau Pasal 215 RBG. Setelah jurusita selesai melaksanakan peletakan sita eksekusi atas harta kekayaan orang yang menjamin, disusul dengan pelaksanaan penjualan lelang sesuai dengan apa yang diatur dalam hukum acara perdata. Hasil penjualan lelang tersebut disetor ke kas negara melalui panitera sesuai dengan jumlah uang tanggungan yang ditetapkan dalam perjanjian penangguhan. Jika hasil penjualan lelang masih kurang, 95 Ketua Pengadilan Negeri dapat lagi mengeluarkan surat penetapan kepada jurusita untuk meletakkan sita eksekusi lanjutan terhadap harta milik orang yang menjamin, sampai terpenuhi pelunasan penyetoran uang tanggungan yang ditetapkan.

8.3. Mekanisme pengeluaran tahanan karena penangguhan

penahanan Tata cara pengeluaran tahanan karena penangguhan penahanan diatur dalam Pasal 25 Peraturan Menteri kehakiman No. M.04.UM.01.061983. Mekanismenya sebagai berikut: a. Pengeluaran tahanan karena penangguhan penahanan harus berdasarkan surat perintahpenetapan pengeluaran tahanan dari instansi yang menahan. b. Dalam pembebasan tahanan dimaksud Petugas Rutan harus: i Meneliti surat perintahpenetapan pengeluaran tahanan dari instansi yang menahan; ii Membuat berita acara pengeluaran tahanan dari Rutan, dan menyampaikan tembusan kepada instansi yang menahan; iii Mencatat surat-surat penangguhan penahanan dan mengambil cap sidik jari tengah dari tangan kiri tahanan yang bersangkutan ke dalam register yang disediakan; iv Memeriksa kesehatan tahanan ke dokter Rutan, dan menyampaikan hasilnya kepada instansi yang menahan dan kepada tahanan; dan v Menyerahkan barang-barang milik tahanan yang ada dan dititipkan kepada Rutan dengan berita acara dan mencatat dalam register yang disediakan.

8.4. Pencabutan penangguhan penahanan

Berdasarkan Pasal 31 ayat 2 KUHAP, penyidik, penuntut umum dan hakim berwenang untuk sewaktu-waktu mencabut kembali penangguhan penahanan apabila tersangka atau terdakwa “melanggar” syarat-syarat yang ditentukan.