Fasilitas olahraga dan rekreasi Kesehatan tahanan

181

2.3. Fasilitas olahraga dan rekreasi

Di Rutan Salemba, fasilitas olahraga yang disediakan untuk warga binaan adalah bola voli, badminton dan futsal. Rutan ini selain memiliki taman yang cukup tertata baik, setiap hari Selasa biasanya diadakan pentas seni musik, sebagai fasilitas rekreasi bagi warga binaan. Untuk sarana pemenuhan kebutuhan rohani, di rutan ini terdapat masjid, gereja dan wihara. Sedangkan untuk sarana rekreasi, terkadang jika ada even tertentu yang menarik, petugas Rutan menyelenggarakan acara nonton bareng. Untuk memfasilitasi besukan, Rutan memiliki ruang kunjungan yang cukup memadai dari segi fi sik. Terdapat bangku dan meja serta kantin dalam ruangan ini. Saat besukan berlangsung, petugas keamanan mengawasi ruangan ini dari jarak jauh. Rutan Pondok Bambu memiliki sarana kegiatan keterampilan, perpustakaan, sarana bermain musik, sarana untuk beribadah dan beberapa lapangan yang dapat digunakan untuk olah raga. Guna memfasilitasi besukan terhadap warga binaan, Rutan ini tidak memiliki ruangan yang khusus, hanya berupa tenda khusus yang didirikan di lapangan terbuka. Rutan Klas I Makassar dilengkapi dengan fasilitas olahraga seperti sebuah lapangan yang bisa difungsikan untuk bermain basket, futsal, bulutangkis, dan bola voli. Ada juga fasilitas tenis meja yang tersedia masing-masing satu unit di setiap blok. Fasilitas ini bebas digunakan, kebanyakan tahanan atau narapidana biasanya berolahraga pada pagi dan sore hari. Untuk memenuhi standar perlakuan terhadap tahanan, di Rutan Klas I Makassar disediakan beberapa fasilitas pendukung, berupa perpustakaan, masjid dan gereja. Khusus gereja masih menggunakan fasilitas ruang baca pada Sabtu dan Minggu. Sedangkan di Rutan Klas I Medan, fasilitas olahraga yang tersedia berupa satu lapangan bola volley, dan senam pada setiap hari jumat.

2.4. Kesehatan tahanan

Di Medan, dengan Kondisi sel yang kuran higienis memungkinkan untuk perkembangan virus dan bakteri, sehingga memperburuk 182 kondisi kesehatan para tahanan. Sementara itu, tempat tidur dalam kondisi yang sangat padat, tidak berfungsi sebagaimana mestinya. Apalagi tidak disertai alas tidur yang layak. Para tahanan biasanya membawa sendiri alas tidur berupa tikar. 178 Untuk fasilitas kesehatan, Rutan Klas I Medan mempunyai klinik yang juga menyediakan ruang rawat inap, laboratorium, obat-obatan, 3 orang dokter umum, 1 orang dokter gigi, 1 orang dokter supervisi, serta 4 orang perawat. Jam kerja para dokter ini layaknya sebagai pegawai negeri biasa, yaitu dari jam 8.00 pagi hinggap pukul 16.30 petang. Di luar jam tersebut, para dokter siap dipanggil apabila dibutuhkan. Sementara itu jam kerja perawat dibagi dalam 2 shif kerja, 2 orang pada waktu pagi hingga petang, dan 2 orang malam hingga pagi. Dokter supervisi, mengunjungi rutan 2 kali dalam seminggu. Penyakit yang banyak terdapat di Rutan adalah Infeksi Saluran Pernapasan Atas ISPA, TBC, dan penyakit kulit. Jumlah tahanan yang meninggal dunia karena penyakit ini rata-rata 5-7 orang setiap bulan. Selain itu terdapat juga infeksi HIVAIDS khususnya para tahanan pengguna narkoba. Pihak Rutan sendiri tidak membedakan tahanan yang terinfeksi HIV dengan tahanan lainnya. “...yang sering ya infeksi saluran pernapasan dan kelainan kulit, macem-macem, ada proritus, ada skabies,....mungkin karena sanitasinya ya, satu lagi tahanan ini kan bisa dibilang untuk higine nya kan juga kurang,...mungkin ada keterbatasan, kalo di sini, air nya lah yang bermasalah, atau air nya lah yang ada karatnya, kan ada air bor ya...kalo habis dipake kan ada merah diwajah,.....kalo dirata-ratakan mungkin tiap hari itu kisarannya 30 ke 50, rentangnya segitu untuk semua penyakit...banyak lah ya kasus trauma di sini, serangan jantung, ada juga ya stroke untuk yang tua ada,....kalo untuk peran serta kita dari kesehatan mengenai HIV AIDS sendiri saya rasa udah cukup maksimal ya...iya, gak diisolasi, sama, membaur di bloknya masing- 178 Hasil observasi sel tahanan sejak Agustus 2011 hingga 21 September 2011 dan wawancara dengan para tahanan. 183 masing, tapi statusnya dirahasiakan, tapi dibilang rahasia pun gak ya...belum ada penanganan khusus untuk itu...70 persen mereka itu pengguna narkoba... ”. 179 Berdasarkan survei pendahuluan di Rutan Klas I Medan ditemukan penderita menderita tuberkulosis paru. Penyakit itu muncul setelah penderita tinggal dalam tahanan. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juni 2011-Januari 2012 berdasarkan variabel higiene per orangan kebiasaan membuang ludah, batuk dan merokok, sanitasi lingkungan kapasitas hunian, ketersediaan air bersih, lingkungan Rutan dan kebersihan alat makanminum ternyata berpengaruh signifi kan terhadap kejadian penyakit tuberkulosis paru. Berdasarkan temuan tersebut kapasitas hunian merupakan faktor risiko paling besar menyebabkan terjadinya penularan penyakit tuberkulosis paru oleh karena itu rekomendasi temuan tersebut adalah perlu segera mengimplementasikan strategi penanggulangan tuberkulosis pada LapasRutan, khususnya deteksi dini melalui screening pada tahanan yang baru masuk serta pengobatan bagi penderita tuberkulosis paru, perlu membuat ruang tahanan khusus bagi penderita tuberkulosis paru sehingga terpisah dari tahanan yang lain sebagai upaya mencegah penularan, perlu menyesuaikan kapasitas hunian, menyediakan air bersih sesuai kebutuhan, menjaga sanitasi lingkungan Rutan dan menjaga kebersihan alat makanminum yang digunakan warga binaan pemasyarakatan, Petugas kesehatan pada Unit Pelayanan Tuberkulosis Paru Rutan Klas I Medan dangat perlu melakukan pembinaan dan pengarahan kepada WBP untuk mengubah kebiasaan meludah, batuk dan merokok. Paling tidak ada empat penyakit yang mendominasi warga binaan atau tahanan di Rutan Kelas I Medan, yaitu: penyakit kulit dan kelamin, infeksi saluran pernafasan, tuberkolusis, serta HIVAIDS. Empat jenis penyakit itu mengancam 2.750 tahanan di Rutan Kelas I Medan. Penyakit 179 Wawancara dengan WP, pada tanggal 21 September 2011. 184 menular di dalam penjara sulit dicegah mengingat kapasitas tahanan yang sudah berlebih. Selain itu, budaya hidup sehat sudah jauh begitu seseorang menjadi penghuni tahanan. Sejak Januari hingga September 2011, sekitar 500 penghuni Rutan Kelas I Medan mengidap sakit kulit dan kelamin. Sedangkan pengidap infeksi saluran pernapasan akut 250 orang, tuberkolusis 12 kasus, dan HIVAIDS 15 kasus. Masalahnya adalah ruman tahanan Kelas I Medan tidak memiliki cukup dana untuk mengobati penyakit warga binaan Rutan. 180 Selain itu, penggunaan narkoba juga terjadi di dalam Rutan, ditemukan para tahanan kerap bermain judi sambil memakai sabu. Judi menjadi alat yang efektif untuk mendapatkan uang, dan kemudian untuk membeli sabu yang diedarkan oleh pengedar yang juga berstatus tahanan. 181 Peredaran dan pemakaian sabu ini berdampak pula pada penyebaran virus HIVAIDS di Rutan. Apalagi tidak ada pemisahan antara tahanan yang mengidap HIVAIDS dan yang tidak mengidap. Tentunya penyebaran virus itu sangat memungkinkan terjadi pada tahanan yang belum terinfeksi, apalagi penggunaan jenis narkoba yang menggunakan jarum suntik. Saat ini, ditemukan 45 orang tahanan Rutan Klas I A Medan yang positif mengidap HIVAIDS. 182 Kemudian akibat penahanan, terjadi juga penurunan kondisi pisikis tahanan seperti stres, trauma, stroke, dan dapat berujung pada serangan jantung. Selain itu, terdapat juga potensi bunuh diri, bahkan telah ada tahanan yang bunuh diri. 183 Dari temuan yang sudah menjadi berita umum di media, seorang narapidana yang menjalani vonis 5 tahun penjara bernama Syamsul Bahri Nasution. Warga Jalan Karya Dame Gang H Rolis Medan ini tewas gantung diri dengan menggunakan kain sarung, di selnya, Blok A8. Sebab bunuh diri ini diduga karena 180 Lihat Penyakit Narapidana Medan, Tempo, Kamis, 29 September 2011. 181 Dikutip dari berita Waspada Online, terbit pada 11 Oktober 2011. 182 Dikutip dari berita Waspada Online, terbit pada 30 September 2011. 183 Wawancara dengan WP, pada tanggal 21 September 2011. 185 penurunan kondisi psikis atau stres berat akibat beban pikiran. Beban pikiran ini karena banyaknya utang terhadap pihak Rutan selama menjalani hukuman. 184 Di Rutan Salemba, fasilitas medis dalam Rutan ini sekelas dengan Puskesmas Klas C. Tenaga medis yang tersedia terdiri dari 4 orang dokter umum, 2 orang dokter gigi dan 8 orang paramedis. Dalam satu tahun, untuk kesehatan warga binaan, Rutan Salemba memiliki anggaran sebesar Rp 442.138.000. Rutan Cipinang memiliki poliklinik, dengan 7 dokter umum, 3 dokter gigi serta 6 perawat. Sejauh ini, jumlah tersebut masih memadai dalam melakukan perawatan warga binaan Rutan. Rutan Pondok Bambu punya 5 dokter umum, 1 dokter gigi, 1 psikolog, dan 5 paramedis. Namun, menurut salah seorang petugas pemasyarakatan di Rutan ini PP2A, jumlah tim medis tersebut belum memenuhi kebutuhan pelayanan kepada seluruh tahanan. Beberapa penyakit yang kerap kali diderita oleh tahanan baik itu di Rutan Salemba, Rutan Cipinang, dan Rutan Pondok Bambu, yaitu infeksi saluran pernafasan akut, scabies, obs. febris, susp. gastritis, GE, dan dermatitis. Untuk Rutan Salemba dan Cipinang, infeksi saluran pernafasan akut ISPA berada di posisi tertinggi dalam da t ar nama penyakit yang paling banyak diderita warga binaan. Di Rutan Pondok Bambu, yang paling ditemukan pada tahanan anak adalah penyakit scabies atau sering disebut sebagai rabi. “Itu kutukan bang. Mitosnya kalau orang udah ditahan di Pondok Bambu pasti kena penyakit rabi”, ujar seorang mantan tahanan anak. Jika yang diderita tahanan adalah penyakit menular, maka tahanan akan dimasukkan ke dalam ruang karantina khusus. Jika sakitnya 184 Lihta http:waspada.co.idindex.php?option=com_contentview=articleid=21452 3:napi-tanjung-gusta-tewas-gantung-diricatid=14:medanItemid=27;http:www. poskota.co.idkriminal20110906tahanan-rutan-tanjung-gusta-medan-tewas- dengan-tubuh-tergantung; Lihat juga http:matatelinga.comindex.php?option=com_ contentview= marticleid=784:tahanan-rutan-tanjung-gustatewas -gantung-dirica tid=39:peristiwaItemid=54, diakses pada 31 Oktober 2011. 186 tidak dapat diatasi tim medis Rutan, tahanan akan dirujuk ke Rumah Sakit Polri. “Di Rumah Sakit POLRI atau Rumah Sakit Pemerintah, kecuali untuk penyakit-penyakit tertentu yang tidak dapat ditangani oleh rumah sakit tersebut dapat dibawa ke rumah sakit lain, biayanya berasal dari pihak Rutan dan keluarga , dituturkan seorang petugas Rutan. Di Lapas Klas IIA Kupang, para tahanan dan napi sangat mengeluhkan sarana poliklinik yang dinilai kurang memadai, karena rutan tersebut tidak miliki dokter. Para tahanan terpaksa mengandalkan obat-obatan yang beredar di pasaran yang dikirimkan oleh keluarga mereka. Sementara di Polres Kupang, anggaran kesehatan hanya sebesar Rp 1.500hari. 185 Jika membutuhkan perawatan intensif karena penyakit yang dideritanya, tahanan akan dirujuk ke Rumah Sakit Bhayangkara milik Polri. 186 Di Rutan Klas I Makassar masalah kebersihan ruang tahanan, khususnya ruang isolasi, sangat memprihatinkan kondisinya, karena adanya tumpukan sampah sisa makanan. Untuk fasilitas kesehatan, pihak Rutan hanya menyiapkan 4 dokter yang bertugas secara bergilir, dan 2 orang perawat. Dengan melihat perbandingan jumlah tahanan dan narapidana dengan kapasitas Rutan, peluang munculnya penyakit lebih besar terjadi. Umumnya penyakit yang muncul berkaitan dengan masalah pernapasan dan gangguan pencernaan. Menurut petugas Rutan, untuk mencegah terjadinya penularan, tiap tahanan baru akan terlebih dahulu diperiksa dokter Rutan. Bagi tahanan yang menderita penyakit akut seperti HIV, hepatitis, akan menjadi perhatian dokter. Berdasarkan data laporan tahunan dari Ditjen Pemasyarakatan mengenai keb ij akan Perawatan Kesehatan bagi tahanan sangatlah minim. Sebagai contoh, dana yang tersedia sangat terbatas sedangkan 185 Data diperoleh dari keterangan pihak KASIUM Polsek Jagakarsa dan KAURMINTU SAT TAHTI Polres Metro Jakarta Selatan. 186 Sumber: Plt Kasat Tahanan dan Barang Bukti Polres Kupang Kota, Aipda Goris, 21 Oktober 2011. 187 peruntukannya sangat banyak, meliputi biaya pembinaanperawatan, keamanan dan lain-lain, sehingga sulit untuk memenuhi kebutuhan riil pembinaan, perawatan, kegiatan kerja dan lain-lain. Hal ini berakibat pada rendahnya biaya perawatan kesehatan tahanan perhari, yang berkisar rata-rata antara Rp 30 tiga puluh rupiah sampai Rp 79 tujuh puluh sembilan rupiah, sedangkan untuk Lapas dan Rutan yang mengalami over kapasitas berkisar rata-rata antara Rp 18 delapan belas rupiah hingga Rp 30 tiga puluh rupiah. Dengan demikian, sudah sangat mendesak untuk meningkatkan biaya perawatan kesehatan narapidana dari Rp 30 hingga Rp 79 menjadi kisaran Rp 120.000 seratus dua puluh ribu rupiah hingga Rp 200.000 dua ratus ribu rupiah perhari. Jika ditambah narapidana sakit dan harus dirawat inap di rumah sakit, maka diperlukan biaya standar perawatan minimal sebagai berikut: biaya penda t aran Rp 10.000; biaya rontgent Rp 50.000; biaya periksa darah Rp 60.000. Total sebanyak Rp 120.000,00, belum termasuk biaya obat dan jasa dokter. 187 Bukti minimnya akses kesehatan bagi Rutan di Indonesia dapat dilihat dari jumlah tenaga paramedis di setiap rutan. Dalam laporannya, Ditjen Pemasyarakatan menyebutkan tenaga dokter dan perawat di Unit Pelaksana Teknis UPT Pemasyarakatan saat ini sebanyak 429 tenaga tetap, dan 427 tenaga paruh waktu. Total tenaga paramedis yang tersedia untuk seluruh Lapas dan Rutan di seluruh Indonesia adalah 847 orang. Sebanyak 254 orang diantaranya adalah dokter umum. Berarti rata-rata jumlah tenaga medis yang dapat diakses di tiap Rutan Lapas paling hanya 2 orang. Sedangkan sarana pelayanan kesehatan pada LapasRutanCabang Rutan memiliki Poliklinik sebanyak 197 unit dan Ruang rawat sebanyak 107 unit. 187 Laporan tahunan Ditjenpas 2005. 188 Tabel 10: Ketersediaan tenaga medis di tahanan Status Jenis Jumlah orang Poliklinik dan Ruang Perawatan Tenaga Tetap Dokter Umum 112 Poliklinik 197 unit Ruang rawat 107 unit Dokter Gigi 46 Perawat 262 Paruh Waktu Dokter Umum 142 Dokter Gigi 23 Perawat 262 Sumber: Dit. Bina Perawatan, Laporan Ditjenpas 2007. Dari data rawat inap napi dan tahanan tercatat bahwa tahanan yang berobat rawat inap sebanyak 1.706 orang tahanan, dengan rincian rawat di dalam 1.325 orang; rawat di luar sebanyak 381 orang. Tahanan yang meninggal karena sakit sebanyak 62 orang; gangguan pencernaan sebanyak Tahanan 45 orang; bunuh diri sebanyak 4 orang; HIVAIDS sebanyak 39 orang; TBC sebanyak 24 orang. Bila kita bandingkan data penyebab tahanan meninggal dengan data penyakit yang diderita tahanan, terdapat ketidakcocokan. 188 188 Ibid, Laporan Ditjen Pas tahun 2007. 189 Diagram 8: Penyakit yang diderita tahanan Sumber: Laporan Ditjenpas, Kemenkumham, 2007. Dalam laporan tahun 2007 terkait dengan tahanan narkotika berdasarkan data yang diperoleh, diketahui bahwa sekitar 20 dari jumlah narapidana dan tahanan narkotika merupakan pengguna jarum suntik IDU’s. Berkumpulnya IDU’s dalam satu LapasRutan ikut mendorong penyebaran dan penularan HIV-AIDS, sehingga secara langsung berdampak pada peningkatan prevalensi HIV-AIDS di Lapas Rutan. 189 Namun demikian menurut Dit. Bina Perawatan, penyebab kematian tidak murni seluruhnya dari HIV atau infeksi oportunisnya, melainkan juga disebabkan oleh tuberklosis dan penyakit lainnya. 190 189 Peningkatan tersebut berdampak langsung pada pertumbuhan penularan HIV- AIDS di dalam LapasRutan. Angka kematian secara sampel diambil pada Lapas Cipinang dan Rutan Salemba pada tahun 2005 mencapai 166 orang Lapas Cipinang dan 179 orang Rutan Salemba. 190 Laporan Ditjen Pas tahun 2007. 190 Diagram 9: Tahanan dan narapidana yang meninggal, 2002-2009 Sumber: Ditjen Pemasyarakatan, Kemenkumham, 2010. 2.5. Komunikasi tahanan Di Medan, secara teroritis Rutan melarang penggunaan handphone untuk para tahanan. Tetapi larangan ini hanya di atas kertas, karena tidak d ij alankan sebagaiman mestinya. Masih banyak tahanan yang menggunakan telepon genggam secara sembunyi-sembunyi. Bahkan ada pula tahanan yang berjualan pulsa di Rutan untuk bisa membayar biaya yang dikenakan selama di Rutan. Untuk berkomunikasi dengan keluarga, tahanan dapat menerima kunjungan keluarga. Waktu kunjungan adalah jam 09.00–13.00 WIB, dan 14.30–17.00 WIB. Setiap pengunjung diberikan waktu antara 30–60 menit, dan diperbolehkan memperpanjang waktu jika jumlah pengunjung tidak ramai. 191 Di Polres Kupang, jadwal kunjungan tahanan dibuka setiap hari selama satu minggu mulai pukul 11.30-15.30. Bahkan di luar jam kunjungan pun, tahanan tetap diperbolehkan menerima kiriman makanan dari 191 Hasil observasi sel tahanan sejak Agustus 2011 hingga 21 September 2011. 191 anggota keluarganya tanpa dikenai pungutan. Orang yang membawa makanan wajib mencicipi makanan tersebut di hadapan petugas jaga sebelum diserahkan ke tahanan. Bedanya, keluarga tahanan yang datang di luar jam kunjungan, tidak diperbolehkan bertemu tahanan. Di Rutan Klas I Makassar terdapat ruang kunjungan, luasnya kira- kira sekitar 10 x 10 meter persegi. Fasilitasnya hanya berupa karpet dan tempat duduk panjang. Untuk jadwal kunjungan dibagi dua, jam 09.00-11.30 dan jam 13.00-15.00 WIT. Kunjungan hanya berlangsung selama 15 menit, meski kenyataannya bisa sampai 1 jam, tergantung kepadatan pengunjung. Jika pengunjung membludak, waktu besuk dipersingkat. Saat tahanan dan napi bertemu dengan keluarganya, tetap ada petugas piket yang mengawasi meski tetap menjaga jarak. Sehingga agak sulit bagi petugas mendengar omongan tahanan dan keluarga mereka. Pemeriksaan barang-barang milik tahanan tetap dilakukan. Selama di Rutan, tahanan dan napi boleh menggunakan atau membawa makanan, minuman bukan minuman beralkohol, pakaian, televisi, radio, koran, buku, dan bacaan-bacaan lainnya. Barang terlarang adalah telepon genggam dan barang-barangan yang dilarang oleh undang- undang, seperti narkoba, benda tajam, dan benda-benda berbahaya.

2.6. Keamanan dan pengawasan