67
polisi, tahanan jaksa atau tahanan hakim. Walaupun HIR hanya mengenal tahanan di rumah tahanan, namun dalam praktik hukum
dan jurisprudensi telah mengakui dan mengesahkan jenis tahanan rumah. Hal itu dapat dilihat dalam putusan MA No. 29 KKr1969
tanggal 20 Juni 1970. Tahanan sementara yang d
ij alankan dalam LPC Glodok diubah menjadi tahanan sementara yang d
ij alankan di rumah terdakwa sendiri. Alasan Mahkamah Agung mengubah tahanan dari
LPC Glodok menjadi tahanan rumah di tempat kediaman terdakwa disebabkan terdakwa menderita penyakit tekanan darah tinggi
sesuai dengan keterangan yang diberikan oleh dokter. Di samping itu ternyata terdakwa menderita penyakit mental. Mengingat keadaan
yang meliputi diri terdakwa sebagaimana yang dibuktikan oleh surat- surat keterangan dokter tersebut, Mahkamah Agung berpendapat
cukup alasan untuk memberi ketentuan lain mengenai tempat di mana terdakwa harus menjalani masa tahanan, yang disesuaikan dengan
keadaan kesehatan terdakwa.
Putusan Mahkamah Agung tersebut merupakan perkembangan yang mengakui jenis tahanan rumah dan peralihan jenis penahanan.
Walaupun putusan Mahkamah Agung tersebut mempergunakan istilah tahanan sementara yang d
ij alankan di rumah, namun putusan itu telah mengakui eksistensi tahanan rumah.
Jenis-jenis tahanan diatur dalam Pasal 22 ayat 1 KUHAP. Menurut ketentuan ini, jenis penahanan dapat berupa:
penahanan rumah tahanan negara Rutan; Penahanan rumah; dan
Penahanan kota.
4.1. Penahanan rumah tahanan
Diantara ketiga jenis penahanan, penahanan Rutan-lah yang paling banyak menimbulkan masalah sejak KUHAP resmi berlaku.
Pemerintah dihadapkan pada problem mendirikan banyak Rutan, dan tentu saja memerlukan biaya besar. Maka untuk sementara
68
agar kesulitan itu bisa di atasi, penjelasan Pasal 22 ayat 1 KUHAP telah menggariskan keb
ij aksanaan berupa pedoman: selama Rutan belum ada pada suatu tempat, penahanan dapat dilakukan di
kantor kepolisian negara, kantor Kejaksaan negeri, di lembaga pemasyarakatan, di rumah sakit, atau dalam keadaan mendesak
di tempat lain. Keadaan ini sebetulnya tidak boleh dipertahankan berlarut-larut. Pemerintah melalui Departemen Kehakiman harus
berlomba dengan waktu untuk memenuhi ketentuan Pasal 22 ayat 1 huruf a KUHAP.
Untuk merespon perkembangan tersebut, pemerintah mengeluarkan Peraturan Pemerintah PP No. 27 Tahun 1983 tentang Pelaksanaan
KUHAP. Pasal 18 peraturan ini menegaskan bahwa pada setiap ibukota kabupatenkota dibentuk Rutan. Jika dianggap perlu dapat
didirikan cabang rutan di luar ibukota kabupaten seperti pada suatu kecamatan tertentu.
Namun praktiknya, membangun Rutan di setiap kabupatenkota tidak segampang membalik telapak tangan karena butuh biaya besar dan
waktu yang tak sedikit. Lalu, pemerintah menempuh keb ij akan sesuai
dengan kemampuan yang ada. Misalnya, mengalihkan beberapa Lembaga Pemasyarakatan Lapas yang ada menjadi Rutan. Pada 16
Desember 1983, keluar Surat Keputusan Menteri Kehakiman No. M.04 UM.01.06 Tahun 1983 tentang Penetapan Lembaga Pemasyarakatan
Tertentu sebagai Rutan. Keputusan Menteri Kehakiman dimaksud mempunyai dua lampiran.
Lampiran I, berisi da t ar Lembaga Pemasyarakatan yang
ditetapkan sebagai Rutan. Lampiran II, berupa da
t ar Lapas yang disamping tetap dipergunakan sebagai Lembaga Pemasyarakatan, beberapa
ruangannya ditetapkan sebagai Rutan.
69
Dengan Keputusan tersebut, maka amanat Pasal 18 PP No. 27 Tahun 1983 tidak ditempuh dengan jalan membangun Rutan baru, melainkan
dengan jalan mengalihkan beberapa Lapas menjadi Rutan. Sebagian Lapas tadi diubah dan dialihkan menjadi Rutan seperti yang terdapat
dalam Lampiran I. Sedangkan yang sebagian lagi hanya beberapa ruangan saja yang dialihkan menjadi Rutan seperti yang ditetapkan
dalam Lampiran II.
Siapa saja yang ditempatkan dalam Rutan d ij elaskan lebih lanjut
dalam Pasal 19 PP No. 27 Tahun 1983 jo. Pasal 1 Peraturan Menteri kehakiman No. M.04.UM.01.06 Tahun 1983.
Di dalam Rutan ditempatkan tahanan yang masih dalam proses penyidikan, penuntutan dan pemeriksaan di Pengadilan Negeri,
Pengadilan Tinggi, dan Mahkamah Agung dan; Semua tahanan berada dan ditempatkan dalam Rutan tanpa
kecuali, tetapi tempat tahanan dipisahkan berdasarkan jenis kelamin, umur, dan tingkat pemeriksaan.
Demikian penegasan Pasal 19 ayat 1 dan 2 PP No. 27 Tahun 1983 serta Pasal 1 ayat 1 dan 2 Putusan Menteri dimaksud. Rutan adalah
tempat tahanan tersangka atau terdakwa yang masih sedang dalam proses penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan pengadilan.
4.2. Penahanan rumah