201
terlebih dahulu dengan Ketua Pengadilan Tinggi KPT. Bila KPT tidak menindaklanjuti hasil koordinasi tersebut maka Kepala Rutan atau
Kepala Lapas wajib mengeluarkan tahanan demi hukum.
3. Komodifi kasi dalam tempat penahanan
Praktik memperjualbelikan fasilitas dalam tahanan atau dikenal dengan istilah komodifi kasi sangat mungkin terjadi di tengah minimnya
layanan yang disediakan di tempat-tempat penahanan. Modus jual beli tersebut seperti makanan yang diberikan oleh pihak pengelola
rutan. Bagi para tahanan yang ingin menambah menu makanan, dapat membeli tambahan makanan seperti sambal dan sayur di kantin
Rutan. Bagi tahanan yang menginginkan makanan khusus atau menu yang spesial, dapat berlangganan atau catering yang difasilitasi oleh
pegawai. Peluang ini sering dimanfaatkan oleh pegawai rutan untuk berdagang kepada para tahanan.
200
Air minum juga komoditas yang diperjualbelikan. Jika air minum yang diberikan kurang, para tahanan harus membeli air minum tambahan
untuk mereka. Sementara fasilitas tidur, semua tahanan membawa alas tidur berupa tikar dan bantal dari rumah masing-masing. Fasilitas
lainnya yang bisa dikomodifi kasi adalah kipas angin dan radio, yang diberikan oleh pihak pengelola rutan dengan tarif yang harus dibayar
setiap bulan.
201
Berikut ini pernyataan seorang tahanan mengenai tarif kamar:
“...Menunya tempe, tahu kadang ikan sayur tidak ada...Dengan jumlah 46 orang, padat kali...di dalam sel membayar kamar sebesar 80.000,-
rupiah dan dibayar kepada buser...untuk kunjungan kena lebih kurang total 60 ribu untuk uang baju, pegawai, kebersihan, pintu...
”.
202
200 Wawancara dengan para tahanan di Rutan Klas I Medan dan Rutan Klas II B labuhan Deli pada Agustus 2011.
201 Wawancara dengan para tahanan di Rutan Klas I Medan dan Rutan Klas II B labuhan Deli pada Agustus 2011.
202 Wawancara dengan tahanan SK, Agustus 2011.
202
Terkait dengan kunjungan, seorang pengunjung tahanan mengaku dikenakan tarif kamar yang disetor kepada petugas. Setiap pengunjung
dapat menghabiskan biaya sekitar Rp 50.000. Biaya itu terdiri dari biaya formulir, biaya pemeriksaan barang masuk, biaya kartu pengunjung,
dan biaya tempat kunjungan.
203
Praktik komodifi kasi penahanan terjadi hampir di seluruh tempat- tempat penahanan di wilayah Jakarta. Komodifi kasi ini meliputi
kamar tahanan, fasilitas khusus kunjungan, dan lain-lain. Untuk kamar tahanan, praktik komodifi kasi yang terjadi adalah tahanan
dapat membeli kamar tahanan yang diinginkannya. Di Rutan Cipinang misalnya, jika seorang tahanan ingin ditempatkan di kamar tahanan
“VIP”, tahanan harus membayar uang sebesar 3 juta rupiah dan tiap minggunya harus membayar Rp 200.000. Kamar VIP adalah kamar
tahanan dimana dalam satu kamar tersebut biasanya hanya dihuni maksimal oleh 5-6 orang tahanan. Dalam kamar ini terdapat kepala
kamar yang berperan juga sebagai kepala blok atau sering disebut sebagai “foreman”. Fasilitas yang dapat diperoleh oleh tahanan dalam
kamar ini, yaitu kamar ini tidak pernah dikunci, pakaian tahanan dicucikan, terdapat air galon untuk minum, tempat tidurnya berupa
kasur yang tebal dan ada corve yang merupakan pelayan kamar.
Untuk kamar tahanan lainnya, setiap penghuni kamar memiliki kelas- kelas tertentu dalam kamar tahanannya. Ada tahanan yang memiliki
peran sebagai kepala kamar, brengos, anak atas, anak dapur dan anak bawah.
204
Penentuan kelas ini tergantung pada faktor pendekatan tahanan terhadap kepala kamarnya atau petugas rutan dan tentunya
203 Biaya ini dikenakan langsung kepada pengunjung, sepeti dalam obeservasi di bulan Agustus, dan dikenakan langung kepada peneliti ketika ingin melakukan
wawancara dengan para tahanan. 204 Untuk istilah-istilah atau pengklasifi kasian ini tergantung pada dimana tahanan
ditahan. Tiap Rutan memiliki istilah yang berbeda-beda terhadap tahanannya. Untuk Rutan Pondok Bambu biasanya menggunakan istilah anak atas, anak dapur dan
anak bawah, sedangkan untuk Rutan Cipinang dan Rutan Salemba menggunakan istilah orang jelas dan orang tidak jelas atau orang buangan.
203
uang yang dapat disetorkan tiap bulannya. Di Rutan Pondok Bambu, seorang anak dapat menjadi anak dapur, setiap bulan harus membayar
sebesar Rp 400.000 kepada kepala kamar.
Anak dapur bertugas untuk menyiapkan makanan bagi seluruh penghuni kamar. Perlakuan yang cukup baik dari kepala kamar masih
dapat dirasakan oleh anak dapur. Lain halnya dengan tahanan yang merupakan anak bawah, yaitu tahanan yang selalu dibebani pekerjaan
oleh kepala kamar, brengos dan juga anak atas. Perlakuan terhadap anak bawah ini sangat jauh berbeda dari anak atas dan anak dapur.
Bahkan, untuk fasilitas tempat tidur saja, anak bawah biasanya diharuskan untuk tidur di lantai tanpa menggunakan alas.
Dalam hal ini, beda kelas berarti beda harga yang dikenakan pada tahanan dan pastinya beda juga perlakuan yang akan diterimanya
selama ditahan. Untuk anak atas, dia akan mendapatkan perlakuan yang sangat baik dari kepala kamar dan oleh petugas. Anak atas diberikan
keleluasaan untuk memilih tempat tidur yang cukup baik. Anak atas tidak dibebani pekerjaan dan dia berhak juga untuk menyuruh-nyuruh
anak bawah. Tentu saja ada harga khusus yang harus dibayarkan setiap bulannya oleh anak atas kepada kepala kamar dan untuk selanjutnya
akan disetorkan kepada petugas.
205
Mengenai fasilitas khusus, isitilah “ada uang ada jalan” menjadi fakta yang tidak terbantahkan karena dibenarkan semua mantan tahanan
yang diwawancarai. Dari mulai menggunakan handphone yang umum terlihat di Rutan, membeli kasur dari luar, TV, laptop dan
bahkan peralatan karaoke dapat dilakukan di Rutan selama ada uang. Untuk makanan, jika tahanan tidak mau makan-makanan yang telah
disediakan oleh petugas, tahanan juga dapat membeli makanan dari luar. Menariknya handphone dapat digunakan sebagai media mencari
205 Untuk menjadi anak atas ditahanan anak Lapas Pondok Bambu uang kamar yang harus dibayarkan tiap bulannya kepada kepala kamar yaitu berkisar antara Rp
700.000 hingga Rp. 800.000.
204
uang oleh tahanan. Biasanya, tahanan lebih memilih untuk dikirimkan pulsa dari pada harus d
ij enguk oleh keluarganya. Dengan pulsa tersebut, tahanan dapat menjualnya kembali kepada tahanan lainnya
atau bahkan kepada petugas. Sebagian tahanan enggan untuk d
ij enguk anggota keluarga karena untuk menjenguk, pihak keluarga dan tahanan dikenai biaya yang
tidak sedikit. Untuk nomor antrian saja, di Pondok Bambu, pembesuk dikenai biaya sebesar Rp 5.000. Jika tidak ingin mengantri, pembesuk
dapat membayar Rp 20.000 hingga Rp 30.000 kepada petugas.
Untuk tahanan yang menerima besukan, biaya yang dikenai untuk satu kali besukan di Cipinang adalah sebesar Rp 70.000, terdiri dari pos
keamanan I sebesar Rp 10.000, pos keamanan II sebesar Rp 20.000 dan pos keamanan III sebesar Rp 40.000. Uang ini biasanya disebut sebagai
uang buka kunci.
Komodifi kasi terhadap besukan tahanan tersebut, tidak hanya terjadi di Rutan saja, melainkan terjadi juga di tempat penahanan lain
seperti penahanan ditingkat Polsek, Polres dan atau bahkan di Badan Narkotika Nasional BNN. Di Polsek, untuk uang buka kunci dikenai
biaya sebesar Rp 10.000. Sedangkan di BNN, biasanya dikenai tarif Rp 50.000. Pungutan ini diungkapkan MTA1:
“Saat di BNN biasanya untuk buka pintu saja itu bayar Rp 50.000, tapi karena saya rajin membantu petugas disana maka saya tidak dibebani
biaya, dari cerita teman-teman saya ditahanan biasanya di Pondok Bambu untuk sekali besuk dikenakan biaya Rp 10.000
“. Beberapa mantan tahanan terkait dengan persoalan komodifi kasi di
tahanan menyatakan: “Pada intinya semuanya serba duit, ada jual beli kamar, bisa juga pesan
tempat tidur dan bahkan bisa membeli kasur dari luar... tahanan bisa keluar kamar tiap malam, bisa bawa HP... tentunya dengan membayar
petugas... untuk tahanan yang statusnya orang tidak jelas tempat tidurnya di bawah bahkan di ubin tanpa diberi kasur
”.
205
“Jual beli kamar tahanan sudah biasa, modusnya melalui perantara tahanan yang sudah lama di Rutan, harga sesuai blok, harga paling
murah satu juta dengan cara ditransfer dan masih membayar sewa bulanan dari harga 5 ribu hingga Rp 250.000 dan di Lapas lebih parah
lagi soal jual beli fasilitas...
”. “Untuk mendapatkan fasilitas khusus tentunya harus membayar
kepada petugas sebesar 3 juta rupiah dan tiap minggunya harus membayar sebesar Rp 200.000... kamar VIP tidak dikunci, 1 kamar
berjumlah 6 orang, pakaian di cucikan, ada air mineral untuk minum, ada corve dan dikasih kasur tebal... saat besukan hanya tahanan saja
yang dimintai uang sedangkan bagi pembesuk tidak. Untuk tahanan biasanya setiap besukan harus mengeluarkan uang sebesar Rp 70.000
uang diserahkan di pos keamanan I Rp 10.000,-, pos keamanan II Rp 20.000 dan pos keamanan III Rp 40.000... Biasanya waktu yang dikasih
paling lama 1 jam dan jika ingin menambah waktu besukan biasanya kena sampai Rp 300.000…
”. “Ada layanan khusus yang diberikan kepada tahanan yang memiliki
banyak uang... Intinya asal ada uang semuanya dapat dilakukan... Ada yang membawa HP di dalam tahanan dan bahkan tidak menutup
kemungkinan untuk keluar RutanLapas... Caranya dengan membayar petugas namun untuk besarnya pembayaran itu tergantung pada
pendekatan tahanan kepada petugas, yang saya tahu untuk keluar pondok bambu itu dikenakan tarif 5 juta rupiah...
”. ”Petugas selalu meminta uang kepada kepala kamar, kepala kamar
inilah yang diberi kamar khusus oleh petugas,,, tergantung dari banyak sedikitnya jumlah uang yang dapat disetorkan, kemudian kepala kamar
inilah yang akan memperlakukan anak atas dengan baik... biasanya kepala kamar dan anak atas itu dimanis-manisin oleh petugas
”. “Petugas biasanya meminta uang kepada kepala kamar sebesar Rp
10.000 per hari dan untuk anak atas biasanya kepala kamar akan bersikap baik kepada mereka... kepala kamar saya membawa BB selama
di tahanan... Bahkan transaksi jual beli dengan orang luar pun dapat dilakukan dari kamar tahanan, contohnya waktu itu kepala kamar
206
melakukan transaksi dengan pedagang HP Roxy, saat harganya sudah deal, maka HP pesanan akan diantarkan ke Rutan sedangkan untuk
mengambil HP itu dapat dilakukan oleh petugas yang tentunya sudah dibayar... Saya itu masuk sebagai anak dapur, sebagai anak dapur
saya dimintai biaya sebesar Rp 400.000 per bulan, fasilitas yang saya dapatkan hanya tempat tidur berupa matras, saya bertugas untuk
menyiapkan makanan anak-anak kamar
”. Praktik komodifi kasi di Makassar hampir sama dengan wilayah lain,
sangat terkait dengan pemenuhan kebutuhan pribadi tahanan selama di penjara. Seorang tahanan mengaku, dia harus mengeluarkan biaya
tambahan untuk mendapatkan tempat tidur yang memadai, serta tambahan air. Secara umum, praktik komodikasi penahanan yang
terjadi di lingkungan Rutan Klas I Makassar, meliputi pelayanan, fasilitas, dan makanan. Sejumlah kasus menjurus pada konspirasi yang
lebih ekstrim seperti pengedaran narkoba.
Menurut petugas potensi penggunaan narkoba di dalam Rutan Klas I Makassar cukup rawan. Dalam beberapa kali penggeledahan di
Rutan, Polisi memergoki tahanan menyimpan narkoba dalam rutan atau sedang melakukan transaksi. “Tersangka mengaku mendapatkan
narkoba jenis sabu-sabu itu justru dari Rutan Klas I Makassar. Bahkan pernah polisi mendapati istri kepala pengamanan Rutan Klas I Makassar
sebagai pemasok sabu-sabu untuk tahanan. Namun kasus ini tak berlanjut ke kejaksaan
”, menurut petugas Kasus narkoba terakhir yang ketahuan telah melibatkan sipir dan tahanan terjadi pada 13 Maret 2011.
Dari informasi beberapa tahanan selama di lokasi, sebagian tahanan leluasa membeli pulsa yang disediakan sipir. Secara resmi pulsa
dilarang d ij ual, namun dapat diperoleh secara dima-diam agar tidak
menimbulkan kecemburuan tahanan lain. Sebagian tahanan bebas membawa ponsel, kendati dilarang. Ada juga tahanan tak membawa
ponsel dari luar, namun untuk komunikasi dengan pihak luar Rutan, tahanan bisa menyewa ponsel milik sipir dengan tarif khusus.
207
Masalah komodifi kasi di atas merupakan masalah yang berurat akar dengan masalah kondisi tahanan dan mental penerima suap
dari kalangan petugas rutan. Untuk mengurangi hal ini Dirjen Pemasyarakatan pernah melakukan program LapasRutan Bebas
Peredaran Uang BPU pencanangan program BPU ini dilakukan sejak tanggal 27 April 2004. Dengan tujuan untuk memantapkan suasana,
situasi dan kondisi kehidupan dan penghidupan yang teratur, aman, tertib dan tenteram sehingga dapat menjamin terselenggaranya kegiatan
pelayanan pembinaan di LapasRutan sebagaimana diharapkan, maka telah diterapkan Program LapasRutan Bebas Peredaran Uang BPU.
Menurut kalangan Rutan, hal ini didasarkan kepada pemikiran bahwa pemilikan, peredaran dan penggunaan uang tunai secara langsung
dimaksud memberi dampak pada terjadinya gangguan keamanan dan ketertiban serta hubungan kolutif di LapasRutan. Berdasarkan
pemantauan dan evaluasi Direktorat Jenderal Pemasyarakatan di LapasRutan disinyalir terjadi pemilikan, peredaran dan penggunaan
uang tunai secara langsung pada sejumlah Lapas. Program BPU merupakan revitalisasi nilai-nilai dasar yang memang sudah sejak lama
dilakukan pada LapasRutan yang dewasa ini cenderung melemah. Bebas Peredaran Uang adalah keadaan dimana di LapasRutanCabang
Rutan tidak beredar uang tunai dan atau bertransaksi langsung dengan uang tunai melalui pengaturan mekanisme dan tata cara peredaran
dan penggunaannya yang terkendali.
206
4. Implikasi dan dampak penahanan