157
kepolisian memiliki otoritas mutlak dalam penahanan, karena selain menahan, mereka juga sekaligus mengelola tahanan, sehingga rentan
bagi terjadinya abuse of power. Menurut Kementerian Hukum dan HAM, rumah tahanan resmi yang pengelolaannya tidak langsung di bawah
Kemenkumham Dirjenpas, jumlahnya hanya 6 cabang rutan, yaitu: 1 Rutan Mabes Polri; 2 Rutan Mako Korpbrimob Polri Kelapa Dua;
3 Rutan Kejaksaan Agung; 4 Rutan Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan; 5 Rutan Kantor Pusat Ditjen Bea dan Cukai Kementerian Keuangan;
dan 6 Rutan Komisi Pemberantasan Korupsi. Meski pengelolaannya tidak langsung oleh Kemenkumham, namun otorisasi keenam Rutan
tersebut ada pada Kemenkumham, sehingga tanggung jawab dan pengawasannya tetap ada pada Kemenkumham. Pertanyaannya
kemudian adalah bagaimana dengan status tempat-tempat penahanan di luar 6 cabang Rutan tersebut, yang pengelolaannya tidak berada di
bawah Kemenkumham?
1. Terus meningkatnya jumlah penahanan
1.1. Tren peningkatan berdasarkan jumlah tahanan per-tahun
Kecenderungan terus meningkatnya jumlah tahanan pra-persidangan dari tahun ke tahun, menjadi salah satu catatan penting terkait situasi
penahanan di Indonesia. Berdasarkan data rekapitulasi yang dirilis oleh Kementerian Hukum dan HAM sepanjang tahun 1994 sampai
dengan tahun 2000,
164
di Indonesia rata-rata terdapat 13.000 - 24.000 orang tahanan pra-persidangan setiap tahun. Dalam periode tersebut,
peningkatan jumlah tahanan terlihat begitu mencolok, dari jumlah 13.634 orang pada tahun 1994 naik menjadi 19.173 orang pada tahun
2000. Jika dilihat komposisinya, jumlah tahanan pra-persidangan komposisinya mencapai lebih sepertiga dari jumlah narapidana.
164 Lihat, Situation Analysis on the Juvenile Justice System in Indonesia, Unicef 2002. Sebagai informasi semua catatan angka-angka tentang tahanan dan narapidana,
baik usia anak-anak, pemuda maupun dewasa, dihitung dari tahanan dan narapidana yang berada di Rumah Tahanan Negara dan Lembaga Pemasyarakatan
Anak, Pemuda dan Dewasa.
158
Bahkan pada tahun-tahun tertentu jumlah tahanan pra-persidangan mencapai separuh dari jumlah narapidana yang ada. Situasi ini terlihat
misalnya pada tahun 1995, 1999 dan tahun 2000.
Periode berikutnya, 2001 – 2007, juga memiliki kecenderungan serupa, terus mengalami kenaikan setiap tahun. Berdasarkan rekapitulasi
peningkatan jumlah tahanan pra-persidangan yang masuk Rumah Tahanan Negara, sepanjang periode tersebut, rata-rata kenaikannya
mencapai tiga ribuan orang per tahun. Hanya di tahun 2003 jumlah tahanan tidak mengalami lonjakan tajam, dari 25.133 orang di tahun
2002, menjadi 25.720 orang di tahun 2003. Lonjakan tajam terjadi antara tahun 2004-2005, dari yang semula 30.426 orang di tahun 2004, menjadi
39.593 orang di tahun 2005. Ini berarti kenaikannya mencapai sembilan ribu orang dalam setahun. Melihat data yang dirilis oleh Dirjen
Pemasyarakatan Kementerian Hukum dan HAM, dapat disimpulkan kenaikan peningkatan tahanan pra-persidangan dari tahun 2001 ke
tahun 2007 melebihi 100, 20.474 orang di tahun 2001, menjadi 51.949 orang di tahun 2007.
165
165 Refl eksi Kinerja Pemasyarakatan Tahun 2009 dan rencana Strategis tahun 2010, dirjenpas, hand out.
159
Diagram 1: Rekapitulasi jumlah tahanan dan narapidana 1994-2000
Sumber: Unicef, Situation Analysis on the Juvenile Justice System in Indonesia, 2002.
Laporan Dirjen Pemasyarakatan tahun 2007 menyebutkan peningkatan rata-rata tingkat hunian, baik tahanan pra-persidangan, narapidana,
maupun anak didik di seluruh lembaga pemasyarakatan dan rumah tahanan di Indonesia, mencapai 17.037 orang. Sementara peningkatan
kapasitas tingkat hunian dari tahun 2006 hanya sebesar 12.550 orang. Peningkatan kapasitas hunian dilakukan antara lain melalui
pembangunan gedung baru atau perluasan bangunan LapasRutan. Penambahan kapasitas hunian ini hanya mampu menurunkan 2,06
dari keseluruhan angka kelebihan kapasitas RutanLapas.
160
Diagram 2: Rekapitulasi jumlah tahanan dan narapidana
2001-2007
Sumber: rekapitulasi laporan Ditjen Pemasyarakatan 2005-2008.
Informasi mengenai kecenderungan naiknya jumlah tahanan pra-persidangan juga nampak dalam laporan tahunan Ditjen
Pemasyarakatan. Dalam kurun waktu satu dekade, kenaikan jumlah tahanan prosentasenya melebihi 100, dari tahun 2001 ke tahun
2010. Dalam laporan tahun 2001 disebutkan jumlah tahanan pra- persidangan sebanyak 23.296 orang, sedangkan tahun 2010 naik
menjadi 53.271 orang. Penurunan hanya terjadi dari periode 2002 ke 2003 dan periode 2009 ke 2010. Tahun 2003 tahanan pra-persidangan
menurun menjadi 25.550 orang menurun dari 27.668 orang di tahun 2002. Sementara tahun 2010 sebanyak 53.271 orang, turun dari tahun
2009 yang jumlahnya mencapai 54.638 orang.
161
Diagram 3: Jumlah tahahanan pra-persidangan 2001-2010
Sumber: Laporan tahunan Ditjen Pemasyarakatan tahun 2001-2010. 1.2.
Tren tahanan berdasarkan jenis tahanan
Rekapitulasi data 1994-2000 memperlihatkan kecenderungan bahwa angka penahanan di tingkat Pengadilan Negeri paling tinggi
dibandingkan dengan instansi lainnya. Urusan berikutnya ada di tingkat kejaksaan, kepolisian, pengadilan tinggi dan Mahkamah Agung.
Kecenderungan jumlah tahanan di tingkat Pengadilan Negeri lebih besar dibandingkan dengan kejaksaan dan kepolisian sesungguhnya
cukup mengherankan. Logisnya, jika mengikuti tahapan dalam proses peradilan pidana, seharusnya ada ‘seleksi’ atau penyusutan jumlah
orang yang berstatus sebagai tahanan. Wajarnya paling besar ada pada tahanan kepolisian, tahanan jaksa, tahanan Pengadilan Negeri, hingga
terkahir paling kecil di Mahkamah Agung, dan semakin menyusut pada ketika sudah masuk status narapidana termasuk anak-anak yang
dipidana. Oleh karenanya, sepatutnya jumlah angka lebih besar adalah pada kategori tahanan pra-persidangan dan paling kecil pada kategori
narapidana termasuk anak didik. Tetapi ternyata data kuantitatif yang diperoleh dari Dirjen Pemasyarakatan justru memperlihatkan
kondisi yang sebaliknya.
162
Situasi ini dimungkinkan sebagai akibat dari ketidakakuratan dalam pencatatan orang yang ditahan, baik tahanan dewasa maupun anak,
khususnya di tahanan kepolisan, dan tahanan kejaksaan yang dititipkan di rumah tahanan. Akibatnya muncul dark numbers yang besarannya
sulit diukur, tapi diperkirakan sangat besar. Sebaliknya pencatatan di Pengadilan Negeri relatif cukup baik, karena sudah ada registrasi
persidangan. Semua orang yang ditahan pengadilan tercatat, termasuk yang sebelumnya tidak tercatat di kepolisian dan kejaksaan.
Ada beberapa penyebabnya munculnya dark numbers. Pertama, kenyataannya ada sejumlah orang termasuk anak-anak yang ditahan
di kantor polisi baik polisi sektor, polisi resort, maupun kantor polisi daerah atau bahkan pos polisi yang tidak dicatat dalam statistik
kriminal kepolisian. Kedua, kemungkinan terdapat sejumlah orang dewasa dan anak-anak yang berstatus tahanan, yang ditahan di Rutan
dan Lapas namun tidak tercatat. Ketiga, realitas di lapangan juga menunjukkan sejumlah orang dan anak-anak berstatus tahanan tetapi
tidak ditahan dalam lembaga penahanan dan tidak dicatat oleh statistik kepolisian, kejaksaan, pengadilan dan kantor pemasyarakatan.
166
166 Lihat Unicef, Op.Cit.
163
Diagram 4: Jumlah tahanan menurut institusi yang menahan 1994-2000
Sumber: Unicef, Situation Analysis on the Juvenile Justice System in Indonesia, 2002.
Kecenderungan serta dugaan tentang adanya dark numbers juga tampak dari data yang dirilis oleh Direktorat Bina Registrasi dan
Statistik, Ditjen Pemasyarakatan mengenai data tahanan di tingkat kepolisian, kejaksaan, Pengadilan Negeri, Pengadilan Tinggi, dan
Mahkamah Agung, di tahun 2007 dan 2009. Disparitas pada periode ini cukup mencengangkan, karena angkanya yang mencapai ribuan,
antara jumlah tahanan di kepolisian, kejaksaan dan pengadilan. Pada 2007 tahanan di kepolisian angkanya 7.392 orang, di kejaksaan menjadi
15.285 dan di Pengadilan Negeri menjadi 16.914 orang. Begitu juga di tahun 2009, jumlah tahanan di kepolisian meningkat menjadi 8.625
orang, di kejaksaan menjadi 14.219 orang dan di Pengadilan Negeri 24.936 orang, turun dibanding tahun 2007.
164
Digaram 5: Jumlah tahanan menurut institusi yang menahan 2007 dan 2009
Sumber: Direktorat Bina Registrasi dan Statistik, 2009.
Adanya dark numbers kian dapat dibenarkan karena data mengenai rekapitulasi tahanan hanyalah data rekapitulasi yang bersumber dari
Kementerian Hukum dan HAM, tidak termasuk data dari Rutan Polri. Jumlah tahanan yang semakin membesar di tahap pengadilan negeri
adalah gabungan dari tahanan yang dari awal berada dalam rumah tahanan negara rutan di bawah pengawasan Ditjenpas dan tahanan
yang berasal dari Rutan Polri, yang berada di bawah pengawasan Polri. Situasi ini sekaligus menunjukkan bahwa tren tahanan yang berada
dalam pengawasan Polri yang ada saat ini, cukup besar jumlahnya, jika melihat peningkatan jumlah tahanan pada level tahanan jaksa dan
pengadilan.
1.3. Penyebab terus meningkatnya jumlah tahanan