150
karena itu Pasal 82 ayat 1 huruf a KUHAP menggariskan bahwa dalam waktu 3 hari setelah diterimanya permohonan Ketua Pengadilan
Negeri harus sudah menunjuk hakim dan panitera yang memeriksa perkara dan hakim yang bersangkutan juga sudah menetapkan hari
sidang.
157
Berdasarkan ketentuan Pasal 82 ayat 1 huruf c KUHAP, putusan harus d
ij atuhkan dalam waktu selambat-lambatnya tujuh hari. Menurut Yahya Harahap, setidaknya ada dua pedoman untuk
menentukan tenggang waktu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 82 ayat 1 huruf c KUHAP yaitu:
1. Putusan d
ij atuhkan 7 hari dari tanggal penetapan hari sidang; 2. Putusan
d ij atuhkan 7 hari dari tanggal pencatatan.
158
16. Putusan pengadilan
Meskipun KUHAP tidak menentukan bagaimana bentuk putusan praperadilan, Yahya Harahap menganggap perlu ada patokannya.
Menurut dia bentuk putusan praperadilan disatukan dengan Berita Acara Pemeriksaan sidang berdasarkan pada ketentuan Pasal 82
ayat 1 huruf c dan Pasal 83 ayat 3 huruf a, dan Pasal 96 ayat 1 KUHAP.
159
Meski demikian, dalam praktiknya putusan praperadilan ternyata mengacu pada bentuk umum putusan pengadilan tanpa
menggabungkannya dengan Berita Acara Pemeriksaan persidangan.
160
157 Berdasarkan ketentuan ini, Yahya Harahap berpendapat bahwa Penetapan hari sidang dihitung dari tanggal diterimanya permohonan atau pencatatan di register
bukan dari tanggal penunjukkan hakim oleh Ketua Pengadilan Negeri. Lihat M. Yahya Harahap, Op.Cit., Pembahasan..., hal. 13.
158 Mengenai ketentuan Pasal 82 ayat 1 huruf c KUHAP ini, Yahya Harahap berpendapat bahwa putusan harus dijatuhkan 7 hari sejak pencatatan mendekati
tafsir ketentuan yang digariskan dalam Pasal 82 ayat 1 huruf c KUHAP karena pelaksanaan yang demikian sesuai dengan prinsip peradilan yang cepat. Lihat M.
Yahya Harahap, Ibid., hal. 14-15.
159 Yahya Harahap,
Ibid., hal. 18. 160 Dalam praktik yang ditemui di PN Jakarta Selatan, PN Medan, PN Makassar,
dan PN Kupang, Pengadilan menggunakan putusan yang biasa digunakan tanpa menggabungkannya dengan Berita Acara Pemeriksaan persidangan.
151
Bentuk putusannya sendiri pada umumnya terdiri dari identitas Pemohon dan Termohon, alasan-alasan permohonan, jawaban
Termohon, alat-alat bukti atau pembuktian, pertimbangan hakim, dan putusan. Amar putusan permohonan praperadilan berupa pernyataan
yang berisi:
1. Sah atau tidaknya penangkapan atau penahanan; 2. Sah atau tidaknya penghentian penyidikan atau penuntutan;
3. Diterima atau ditolaknya permintaan ganti kerugian atau rehabilitasi;
4. Perintah pembebasan dari tahanan; 5. Perintah melanjutkan penyidikan atau penuntutan;
6. Besarnya ganti kerugian; 7. Pernyataan pemulihan nama baik tersangka;
8. Pengembalian barang sitaan.
161
161 Amar putusan dari point 4-8 merupakan konsekuensi logis apabila permohonan praperadilan mengenai point 1–3 diterima atau dikabulkan oleh Hakim.
152
153
BAB IV TEMUAN DAN ANALISIS SITUASI PENAHANAN
DI INDONESIA
Setelah jatuhnya rezim otoritarianisme Soeharto pada 1998, di Indonesia justru ada kecenderungan terus bertambahnya regulasi
pidana yang memungkinkan dilakukannya penahanan. Dari tahun ke tahun keb
ij akan legislasi Indonesia terus melahirkan undang-undang dengan ancaman pidana di luar KUHP, yang ancaman hukumannya
di atas 5 tahun penjara. Dengan meningkatnya jumlah tindak pidana dengan ancaman hukuman di atas 5 tahun, akan berbanding lurus
dengan meningkatnya tindak pidana yang menjadi syarat objektif dapat dilakukannya penahanan.
Selain ancaman pidana dalam KUHP, sampai tahun 2007 terdapat 443 tindak pidana yang memiliki ancaman pidana di atas 5 tahun. Jumlah
ini meningkat dibanding tahun-tahun sebelumnya. Peningkatan jumlah undang-undang yang memuat ancaman pidana di atas 5
tahun menjadi salah satu faktor penting terus bertambahnya jumlah orang yang ditahan, karena dalam praktik penahanan, unsur yuridis
menjadi pertimbangan utama bagi kalangan penegak hukum.
Peningkatan jumlah orang yang ditahan telah berimplikasi terhadap buruknya situasi penahanan, seperti masalah kelebihan kapasitas
tempat-tempat penahanan overcrowded. Selain terus bertambahnya undang-undang dengan ancaman pidana di atas 5 tahun, mudahnya
syarat yang digunakan untuk melakukan penahanan terhadap seseorang sebagaimana diatur di KUHAP, telah berkontribusi besar
terhadap kenaikan jumlah orang yang ditahan.
Penelitian ini juga kian membuktikan bahwa situasi kelebihan kapasitas masih menjadi masalah utama tempat-tempat penahanan
di Indonesia. Di Kupang, lembaga pemasyarakatan berkapasitas 500 orang, diisi 582 orang. Sedangkan di Medan, kapasitas rumah tahanan
yang hanya 850 orang diisi 2.769 orang. Di Makassar 2011, Rutan