241
2.2. Syarat Pasal 21 ayat 4 KUHAP
Unsur yuridis untuk melakukan penahanan diatur dalam Pasal 21 ayat 4 KUHAP. Pasal ini mengatakan bahwa:
“Penahanan tersebut hanya dapat dikenakan terhadap tersangka atau terdakwa yang melakukan tindak pidana dan atau
percobaan maupun pembenian bantuan dalam tindak pidana tersebut dalam hal:
1. tindak pidana itu diancam dengan pidana penjara lima tahun atau lebih;
2. tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 282 ayat 3, Pasal 296, Pasal 335 ayat 1, Pasal 351 ayat 1,
Pasal 353 ayat 1, Pasal 372, Pasal 378, Pasal 379 a, Pasal 453, Pasal 454, Pasal 455, Pasal 459, Pasal 480 dan Pasal 506
Kitab Undang-undang Hukum Pidana, Pasal 25 dan Pasal 26 Rechtenordonantie pelanggaran terhadap Ordonansi Bea
dan Cukai, terakhir diubah dengan Staatsblad Tahun 1931 Nomor 471, Pasal 1, Pasal 2 dan Pasal 4 Undang-undang
Tindak Pidana Imigrasi Undang-undang Nomor 8 Drt. Tahun 1955, Lembaran Negara Tahun 1955 Nomor 8, Pasal
36 ayat 7, Pasal 41, Pasal 42, Pasal 43, Pasal 47, dan Pasal 48 Undangundang Nomor 9 Tahun 1976 tentang Narkotika
Lembaran Negara Tahun 1976 Nomor 37, Tambähan Lembaran Negara Nomor 3086.“
Meski Pasal 21 ayat 4 KUHAP menentukan secara limitatif kejahatan mana yang dapat dilakukan penahanan, tetapi dalam praktik masih
timbul multitafsir. Adanya kata “dapat” dalam frasa “Penahanan tersebut hanya dapat dikenakan terhadap....”
menimbulkan penafsiran yaitu: 1. apakah penahanan hanya dapat dilakukan terhadap kejahatan
sebagaimana ditentukan dalam Pasal 21 ayat 4, selain kejahatan tersebut tidak dapat dilakukan penahanan, atau
242
2. apakah “dapat” merujuk pada diskresi penyidik, penuntut
umum, dan hakim untuk melakukan atau tidak melakukan penahanan.
Dalam praktik praperadilan, hakim sering tidak mempertimbangan penafsiran tersebut. Akan tetapi, kedudukan Pasal 21 ayat 4 KUHAP
menjadi unsur utama dalam menilai sah tidaknya penahanan. Hal tersebut dapat dilihat dari pertimbangan hukum dalam perkara
Putusan No 24Pra.Pid2007PN.Mdn
“Menimbang bahwa dalam Pasal 21 1 unsur penahanan dilakukan apabila adanya suatu kekhawatiran. Namun dengan ukuran
mengkhawatirkan tentu antara kepentingan Pemohon dan Termohon mempunyai sisi lain yang berbeda. Oleh karena itu sepatutnya hal ini
tidak perlu dipermasalahkan. Apabila ada unsur-unsur penilai yang subyektif dari pejabat Penyidik. Oleh karena itu yang mejadi penentu
utama pasal berapa dituduhkan Pemohon mengingat Pasal 378 jo 228 KUHP yang digunakan maka Penyidik dapat melakukan penahanan
dan tidak bertentangan dengan undang-undang
”.
244
Sementara itu dalam putusan No. 08Pid.prap2008PN.Jak.Sel diuraikan sebagai berikut:
“Menimbang, bahwa tentang kesimpulan Penyidik Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan tentang adanya bukti yang cukup dan alasan
dilakukannya penahanan terhadap Pemohon, penilaian tersebut adalah sepenuhnya kewenangan Penyidik yang tidak dapat dinilai dalam
pemeriksaan praperadilan, demikian pula berkenaan dengan hak-hak tersangka selama dalam pemeriksaan tidak didampingi Penasihat
Hukum atau tidak diberitahu tentang tindak pidana yang disangkakan kepadanya bukanlah merupakan atau atau materii ruang lingkup
praperadilan melainkan materi eksepsi yang dapat diajukan dalam persidangan perkara pokok oleh karena itu terhadap hal tersebut
haruslah dikesampingkan
”.
244 Putusan No 24Pra.pid2007PN.Mdn, hal. 24.
243
Pendapat hukum tersebut dengan tegas menguatkan kedudukan unsur yuridis sebagai ukuran dan mengesampingkan perbedaan
penafsiran dari pemohon dan termohon tentang kondisi yang menjadi unsur keadaan kekhawatiran. Hakim praperadilan tidak mencari titik
temu perbedaan penafsiran tentang unsur keadaan kekhawatiran. Pendapat hukum tersebut juga tidak mempertimbangkan perlu
tidaknya penahanan dilakukan karena hakim menilai penyidik sudah menggunakan ukuran syarat obyektif.
Dalam praktik, untuk menentukan ada tidaknya unsur yuridis, terdapat perbedaan putusan apakah dibutuhkan pembuktian di persidangan
praperadilan bahwa telah diduga terjadi tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat 4 KUHAP atau tidak harus dengan
melakukan pembuktian di praperadilan karena pembuktian hanya dilakukan dalam pemeriksaan pokok perkara.
2.3. Penerapan unsur Pasal 21 ayat 1 KUHAP