Hak tahanan pra-persidangan untuk bebas dari penyiksaan

51 Aturan 35 SMR, maka tempat-tempat penahanan sedapat mungkin pula memberikan pengenalan atas sistem penahanan kepada tahanan yang baru. Sebab, bagi banyak tahanan, penahanan tersebut mungkin merupakan pengalaman pertama mereka.

9. Hak tahanan pra-persidangan untuk bebas dari penyiksaan

Orang-orang yang ditahan sebelum sidang kadang-kadang d ij adikan sasaran penyiksaan dan penganiayaan untuk memaksa mereka mengaku dan memberikan informasi. Ketiadaan penyiksaan dan penganiayaan adalah prinsip yang menjadi pedoman standar tentang perlakuan terhadap para tahanan. Berkaitan dengan penyiksaan dan penganiayaan adalah informasi yang diperoleh melalui kedua tindakan tersebut: pernyataan yang diketahui diperoleh melalui penyiksaan tidak boleh digunakan sebagai bukti yang memberatkan siapapun. Dengan demikian, tuduhan penyiksaan harus segera diselidiki secara intensif dan pelaku penyiksaan harus dihukum. Langkah-langkah praktis seperti tidak menyertakan bukti yang diketahui diperoleh melalui penyiksaan dan menyimpang catatan interogasi, diperlukan untuk menjamin hak atas kebebasan dari penyiksaan dan penganiayaan. Pasal 5 DUHAM menyatakan bahwa tak seorang pun dapat d ij adikan sasaran penyiksaan atau perlakuan dan penghukuman lain yang kejam tidak manusiawi dan merendahkan martabat manusia. Dalam Pasal 7 Kovenan Hak Sipil dan Politik dinyatakan juga bahwa tidak seorang pun dapat d ij adikan sasaran penyiksaan atau perlakuan dan penghukuman lain yang kejam tidak manusiawi dan merendahkan martabat manusia. Secara khusus tidak seorang pun dapat d ij adikan obyek penelitian medis atau ilmiah tanpa persetujuan yang dberikan secara bebas dari orang tersebut. Pasal 2 Konvensi Menentang Penyiksaan menyatakan bahwa i setiap negara pihak harus mengambil langkah-langkah legislative 52 administrative , hukum atau langkah-langkah efektif lainnya untuk mencegah tindak penyiksaan di dalam wilayah hukumnya; ii tidak terdapat pengecualian apapun baik dalam keadaan perang atau ancaman perang atau ketidakstabilan politik dalam negeri atau keadaan darurat lainnya yang dapat digunakan sebagai pembenaran penyiksaan; iii Perintah dari atasan atau penguasa tidak boleh digunakan sebagai pembenaran dari penyiksaan. Setiap negara harus mengatur agar penyiksaan merupakan tindak pidana menurut ketentuan hukum pidana nasionalnya. Hal yang sama berlaku bagi percobaan untuk melakukan penyiksaan oleh siapa saja yang membantu atau turut serta dalam penyiksaan. 57 Setiap negara pihak juga harus mengatur agar tindak pidana tersebut dapat dihukum dengan hukuman yang setimpal dengan mempertimbangkan sifat kejahatannya. 58 Setiap negara pihak juga harus menjamin bahwa setiap pernyataan yang telah dibuat sebagai tindak lanjut dari tindak penyiksaan harus tidak digunakan sebagai bukti kecuali terhadap orang yang dituduh melakukan penyiksaan sebagai bukti pernyataan tersebut telah dibuat. 59 Dalam Prinsip-prinsip Mengenai Penahanan telah dinyatakan bahwa harus ada larangan untuk mengambil keuntungan yang tidak wajar dari keadaan orang yang ditahan atau dipenjarakan dengan tujuan memaksa orang tersebut mengaku, menyudutkan dirinya sendiri atau untuk bersaksi terhadap orang lain. 60 Tidak seorang tahanan pun yang sedang diinterogasi dapat d ij adikan sasaran kekerasan ancaman, atau metode-metode interogasi yang melumpuhkan kemampuannya untuk membuat keputusan atau melumpuhkan penilaiannya. 61 Lamanya interogasi atas tahanan atau yang dipenjara serta waktu jeda antar 57 Lihat Konvensi Menentang Penyiksaan Pasal 4 ayat 1. 58 Lihat Konvensi Menentang Penyiksaan Pasal 4 ayat 2. 59 Lihat Konvensi Menentang Penyiksaan Pasal 15. 60 Lihat Prinsip 21 1 Body Principles. 61 Lihat Prinsip 21 2 Body Principles. 53 setiap interogasi dan identitas petugas-petugas yang melakukan interogasi dan orang-orang lain yang hadir harus dicatat dan disahkan dalam bentuk tertentu yang ditetapkan oleh undang-undang. 62 Orang yang ditahan atau dipenjara, atau kuasa hukumnya jika dimungkinkan oleh hukum harus memiliki akses kepada informasi hasil interogasi tersebut. 63 Dalam Pedoman tentang Penuntut Umum, dinyatakan bahwa apabila memperoleh bukti yang memberatkan tertuduh dan diketahuinya atau dipercayainya berdasarkan alasan yang masuk akal telah diperoleh melalui cara–cara atau metode yang melawan hukum, jaksa harus menolak untuk menggunakan metode-metode tersebut. Jaksa harus memberitahukan ke pengadilan serta mengambil langkah-langkah untuk menjamin bahwa orang-orang yang bertanggung jawab atas penggunaan metode-metode tersebut diajukan ke pengadilan. 64 Terkait hal ini Komite HAM menyatakan: ”…Pengaduan mengenai perlakuan buruk harus diselidiki secara efektif oleh aparat yang berwenang. Mereka yang terbukti bersalah harus mempertanggungjawabkannya dan korban-korban harus mendapatkan upaya pemulihan yang efektif bagi dirinya mereka, termasuk hak untuk mendapatkan ganti kerugian …. 65 Komite menambahkan: “…pelarangan ini harus mencakup hukuman badan termasuk hukuman yang berlebihan sebagai upaya-upaya pengajaran dan pendisiplinan ”. Bahkan berdasarkan Pasal 7 Konvensi Menentang Penyiksaan, upaya-upaya seperti kurungan dalam sel tersendiri, sesuai dengan keadaan, dan terutama apabila seseorang ditahan tanpa boleh berhubungan dengan orang lain, bertentangan dengan pasal ini. Selanjutnya pasal ini secara tegas melindungi tidak saja orang-orang yang ditangkap atau dipenjarakan tetapi juga murid dan pasien-pasien 62 Lihat Prinsip 23 1 Body Principles. 63 Lihat Prinsip 23 2 Body Principles. 64 Pedoman tentang Penuntut Umum, Pedoman 16. 65 Komentar Umum 7 1 Komite HAM. 54 di lembaga pendidikan dan medis. Akhirnya tugas aparat hukum untuk menjamin perlindungan melalui hukum terhadap perlakuan seperti ini, meskipun bila dilakukan oleh orang-orang yang bertindak di luar atau tanpa wewenang resmi. 66

10. Pengawasan tempat penahanan pra-persidangan