Pengujian keabsahan penahanan NORMA DAN STANDAR HAM INTERNASIONAL

135

13. Pengujian keabsahan penahanan

Mekanisme kontrol terhadap upaya penahanan tidak terpisahkan dari hak untuk menguji keabsahan upaya penahanan. Oleh karena penahanan merupakan upaya paksa dari negara terhadap hak dan kebebasan bergerak seseorang, maka jaminan untuk melakukan pengujian penahanan merupakan syarat penting. Berdasarkan pengalaman yang cukup lama dari negara-negara lain seperti Perancis, Belanda dan Amerika Serikat dalam menjalankan sistem pengujian penahanan. Dari praktik di beberapa negara tersebut dapat diambil komparasi, seperti lembaga judge d’ instruction di Perancis. Lembaga ini mempunyai wewenang untuk memeriksa terdakwa, saksi- saksi dan alat-alat bukti lainnya. Judge d’ Instruction dapat membuat berita acara pemeriksaan, melakukan penahanan, penyitaan, bahkan menentukan apakah cukup alasan untuk dilimpahkan ke pengadilan. Akan tetapi, hanya perkara besar dan sulit pembuktiannya yang dilakukan pemeriksaan melalui judge d’ instruction. 132 Di Belanda, dikenal Hakim Komisaris Rechter Commissaris. Melalui pranata ini, hakim berfungsi baik sebagai pengawas, sekaligus berwenang melakukan eksekusi. Hakim tidak hanya menguji atau berperan sebagai examinating judge tetapi juga berperan sebagai investigating judge dimana hakim berwenang memeriksa saksi dan tersangka. 133 Selain Rechter Commissaris, di Belanda juga dikenal pranata submissie 134 dan compositie. Kedua pranata tersebut berkaitan dengan perkara yang 132 Andi Hamzah, Perbandingan Hukum Pidana Beberapa Negara, Jakarta: Sinar Grafi ka, 2002, hal. 193. 133 Loebby Loqman, Praperadilan di Indonesia, Jakarta: Ghalia Indonesia, 1987, hal. 47 134 Submissie diadakan atas permohonan terdakwa yang disepakati oleh penuntut umum yang berisi permasalahan-permasalahan yang sulit pembuktiannya di persidangan. Kesepakatan tersebut diajukan kepada hakim untuk dimintai putusan hakim tanpa melakukan pembuktian di persidangan. Hakim dengan kewenangannya akan memutus mengenai hal atau kasus tersebut. Dalam compositie, jaksa penuntut umum dapat menghentikan proses penuntutan dengan cara terdakwa membayar sejumlah uang tertentu. Pembayaran uang tertentu ini dimaksudkan sebagai penebusan, terutama untuk kejahatan ringan. 136 menurut penuntut umum sulit pembuktiannya dan dapat diselesaikan di luar persidangan dengan diajukan pada hakim melalui proses transaction . Implementasi dari penyelesaian di luar sidang adalah memberikan kemungkinan kepada jaksa mengakhiri penuntutan dengan membayar sejumlah uang tertentu. Dikecualikan dari hal tersebut ialah tindak pidana yang diancam lebih dari 6 tahun dan tindak pidana pelanggaran. “Penyelesaian di luar sidang” dilakukan jaksa sebelum perkara masuk proses sidang pengadilan. Dalam kaitan dengan peran hakim dalam proses praajudikasi, di Amerika Serikat dikenal arraignment, preliminary hearing, 135 dan pretrial conference. 136 Selain itu dikenal grand jury. Dalam proses peradilan pidana Amerika Serikat, hakim magistrat sudah terlibat dalam proses pre-trial sejak 135 Preliminary hearing diadakan atas permintaan polisi yang memerlukan surat perintah untuk menangkap atau menggeledah arrest warrant or search warrant lihat Loebby Loqman, Op. Cit., hal. 51. Menurut James A. Inciardy tujuan utama dari preliminary hearing adalah untuk memberi perlindungan pada tersangka dari proses peradilan yang tanpa surat perintah the major purpose of the preliminary hearing is to protect defendants from unwarranted prosecutions. Karena adanya dugaan terjadinya tindak pidana, penyidik menghadap ke pengadilan untuk memperoleh penilaian hakim apakah telah terdapat alasan yang kuat probable cause untuk percaya bahwa tersangka merupakan pelaku tindak pidana dan oleh karena itu telah mempunyai cukup alasan untuk dapat ditahan dan diadili. Jika tidak ditemukan probable cause, maka perkara dapat dihentikan. 136 Proses arraignment dan pretrial conference dilakukan setelah ditetapkan adanya alasan yang kuat probable cause melalui proses preliminary hearing atau grand jury. Arraignment merupakan pemeriksaan di depan hakim atau wakilnya yang terjadi setelah seseorang ditahan di mana tuduhan tersangka dibacakan dan tersangka ditanyakan sikapnya bersalah atau tidak. Dalam tahap ini tersangka dapat memilih satu di antara: 1 not guilty tersangka untuk menolak tuduhan yang dituduhkan kepadanya dan diteruskannya proses peradilan ke tahap persidangan pengadilan; 2 guilty plea tersangka mengakui tuduhan dan langsung dijatuhi pidana tanpa melalui proses pengadilan; atau 3 nolo contendere no contest atau I do not wish to contest, Sikap nolo contendere mempunyai dampak yang hampir sama dengan sikap guilty plea. tetapi jika tersangka memilih nolo contendere maka proses dilanjutkan ke pengadilan. Di pengadilan terdakwa tidak menolak tuduhan penuntut umum. Sebelum di hadapkan ke sidang peradilan di bawah jury, seorang tersangka terlebih dahulu dihadapkan ke pretrial conference. Keberadaan pretrial conference lebih ditujukan untuk merancang sidang pengadilan, terutama mengenai pembuktian dan hak-hak pihak yang berperkara untuk memperoleh pembuktian dari pihak lain discovery. Tujuan pretrial conference adalah untuk menjamin kelancaran, keadilan dan efektifi tas sidang peradilan lihat Loebby Loqman, Ibid, hal. 51. 137 dini. Proses pre-trial dalam rangka permohonan Habeas Corpus dilakukan dalam tiga proses yaitu: preliminary hearing, arraignment, dan pretrial conference . 137 Selain ketiga pranata tersebut, dalam sistem peradilan di negara federal dan beberapa negara bagian juga dikenal grand jury. Akan tetapi, tidak semua negara bagian menerapkan grand jury. Untuk tindak pidana berat felony, penentuan adanya dugaan kuat probable cause telah terjadi tindak pidana berat di negara Federal dan beberapa negara bagian Amerika Serikat dibuat grand jury. Di negara bagian yang tidak menerapkan grand jury, penentuan probable cause tetap menjadi kewenangan preliminary hearing. Di negara bagian yang menerapkan grand jury, preliminary hearing membuat putusan apakah perkara diteruskan ke grand jury atau tidak. 138 Grand jury, awalnya muncul di Inggris pada masa King Henry II pada Tahun 1166. Komposisi pranata ini terdiri dari 12 knights atau good and lawful Men. Dalam perkembangannya, grand jury terdiri dari 12 hingga 23 grand jurors dengan menggunakan 12 suara grand jurors untuk menentukan putusan. 139 Di Amerika Serikat, melalui Amandemen Kelima, grand jury menjadi salah satu mekanisme penting dalam proses peradilan pidana. Fi t h Amandement menyebutkan, “no person shall be held to answer for a capital or otherwise infamous crime, unless on a presentment or indictment of a Grand Jury.” Dalam sistem federal, grand jury hanya digunakan untuk tindak pidana berat felony. Tidak semua negara bagian menerapkan sistem grand jury dalam proses peradilan pidana. Negara bagian yang menerapkan grand jury, ada yang digunakan untuk semua perkara ada yang hanya untuk tindak pidana berat atau tertentu. Keanggotaan grand jury berasal dari masyarakat yang berjumlah 16 hingga 23 anggota dengan minimal 12 suara dari seluruh anggota untuk membuat sebuah 137 Lihat Indrianto Seno Adji, Op.Cit, hal. 24-35. 138 Roland del Carmen, Criminal Procedure: Law and Practice, Belmont: Chengage Learning, 2007, hal. 8. 139 James A. Inciardi, Criminal Justice, Oxford: Oxford University Press, 2001. 138 tuduhan tindak pidana indictment. 140 Di Los Angeles, misalnya, calon grand jurors berasal dari masyarakat. Tujuan utama merekrut grand juror dari masyarakat adalah untuk merepresentasikan berbagai budaya, etnik, dan kehidupan serta merefl eksikan berbagai kepentingan dan keinginan masyarakat Los Angeles. 141 Konstitusi Indonesia dan KUHAP mengenal keterbatasan perlindungan hak-hak tersangkaterdakwa. UUD 1945 hanya mengatur prinsip umum, yakni Pasal 28D ayat 1 yang menyebut setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama di hadapan hukum. Tidak ada ketentuan dalam UUD 1945 yang mengatur secara limitatif bagaimana perlindungan hak tersangka dalam proses praajudikasi. Hal ini berbeda dengan UUDS 1950 yang mengatur hak tersangkaterdakwa dalam Pasal 11-Pasal 14. Jaminan konstitusi di Indonesia berbeda dengan jaminan konstitusi di Amerika Serikat. Bill of Right dengan tegas memberikan perlindungan hak-hak tersangka, yaitu: a. Amandemen Keempat: perlindungan terhadap pemeriksaan dan penangkapan semena-mena protection against search and seizure, b. Amandemen Kelima: hak atas peradilan dengan sistem juri right to grand jury indictment; hak untuk tidak didakwa dua kali dalam perkara yang sama protection against double jeopardy; hak untuk diam dalam pemeriksaan privilege against self incrimination; hak atas proses peradilan yang adil due process of law, dan c. Amandemen Keenam: hak atas peradilan yang cepat dan terbuka untuk umum right to speedy and public trial; hak untuk diadili oleh juri yang tidak memihak right to an impartial jury; hak terdakwa untuk berpendapat right to notice; hak untuk menghadirkan saksi yang meringankannya right to confront adverse witnessess in his favour; dan hak atas penasihat hukum right to councel. 140 Roland del Carmen, Op. Cit., hal. 8, juga James A. Inciardi, hal. 426. 141 Lihat www.lasuperiorcourt.org, diakses pada Januari 2012. 139 Di Indonesia, kontrol pengadilan terhadap upaya paksa yang dilakukan polisi dan jaksa dalam proses penyidikan dan penuntutan dilaksanakan dalam dua bentuk yaitu 1 izin hakim atau Ketua Pengadilan dan 2 pemeriksaan melalui Praperadilan. 1. Izin melakukan tindakan paksa a. Perpanjangan penahanan apabila diperlukan guna kepentingan pemeriksaan oleh Penuntut Umum yang belum selesai dapat diperpanjang oleh Ketua Pengadilan Negeri paling lama 30 hari. b. Perpanjangan penahanan untuk pemeriksaan penyidikan dan penuntutan sesuai ketentuan Pasal 29 ayat 1 142 paling lama 30 hari dan, dapat diperpanjang paling lama 30 hari Pasal 29 ayat 3 huruf a KUHAP; c. Izin khusus kepada penyidik untuk melakukan penggeledahan Pasal 33 KUHAP; d. Ketua Pengadilan Negeri harus mengetahui penggeledahan rumah yang dilakukan penyidik di luar daerah hukum penyidik Pasal 36 KUHAP; e. Ketua Pengadilan Negeri berwenang mengeluarkan izin khusus penyitaan dan menerima laporan penyitaan Pasal 38 KUHAP; f. Ketua Pengadilan Negeri berwenang mengeluarkan izin khusus membuka, memeriksa dan menyita surat lainPasal 47 ayat 1 KUHAP; g. Hakim yang memeriksa perkara berwenang memberikan izin pengamanan atau penjualan barang sitaan tertentu Pasal 45 ayat 1 KUHAP. 2. Melalui praperadilan, Pengadilan Negeri berwenang untuk memeriksa dan memutus: 142 Pasal 29 ayat 1 menyebutkan :”Dikecualikan dan jangka waktu penahanan sebagahnana tersebut pada Pasal 24, Pasal 25, Pasal 26, Pasal 27 dan Pasal 28, guna kepentingan pemeriksaan, penahanan terhadap tersangka atau terdakwa dapat diperpanjang berdasar alasan yang patut dan tidak dapat dihindarkan karena a tersangka atau terdakwa menderita gangguan fi sik atau mental yang berat, yang dibuktikan dengan surat keterangan dokter, atau b perkara yang sedang diperiksa diancam dengan pidana penjara sembilan tahun atau lebih. 140 a. sah atau tidaknya penangkapan, penahanan, penghentian penyidikan atau penghentian penuntutan; b. ganti kerugian dan atau rehabilitasi bagi seorang yang perkara pidananya dihentikan pada tingkat penyidikan atau penuntutan. Ketua Pengadilan Negeri diberi kewenangan untuk memberikan izin melakukan upaya paksa. Tetapi KUHAP tidak menentukan secara jelas apakah Ketua Pengadilan dapat menilai perlu tidaknya upaya paksa yang dilakukan penyidik dan penuntut umum. KUHAP juga tidak mengatur kewenangan praperadilan untuk menguji sah atau tidaknya izin yang dikeluarkan oleh Ketua Pengadilan Negeri. Secara yuridis, praperadilan tidak berwenang menguji sah tidaknya izin yang diberikan oleh Ketua Pengadilan Negeri. Dalam praktik praperadilan, hakim menolak menguji sah tidaknya izin Ketua PN. Dalam putusan No. 01Pid.Prap2006PN.Jak.Sel. Pengadilan menolak untuk menguji sah tidaknya izin Ketua Pengadilan Negeri, dalam pertimbangan hukumnya disebutkan: “Menimbang bahwa dalam jawaban termohon menyatakan bahwa apabila pemohon keberatan terhadap penetapan Ketua Pengadilan Negeri jakarta Selatan buktlP-4 yang sama dengan bukti T.16, maka Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Selatan haruslah ikut digugat. Menimbang bahwa terhadap jawaban termohon tersebut adalah tidak benar menurut hukum karena berdasarkan SEMA no.14 tahun 1983 tanggal 8 Desember 1983 hakim tidak dapat dipraperadilankan ”. 143 Berdasarkan ketentuan KUHAP dan putusan praperadilan, maka praperadilan hanya melakukan pengujian pada ada tidaknya surat izin 143 Putusan Praperadilan Nomor:01Pid.Prap20Q6PN.Jak.sel, hal, 26. Dalam perkara ini termohon dalam jawabannya berpendapat bahwa jika pemohon keberatan terhadap surat Penetapan Ketua PN Jakarta Selatan No.:86Pen.Pjd2005 PN.Jak.Sel.tanggal 29 Desember 2006 dan Penetapan Ketua PN Jakarta Selatan No.0MPen.Pid2006PN,Jak.Sel, tanggal 13 Peruari2006 maka sudah sepatutnya Pemohon juga mendudukkan Ketua PN Jakarta Selatan sebagai Termohon praperadilan. Atas jawaban termohon tersebut, hakim praperadilan berpendapat Penetapan Ketua Pengadilan dapat diajukan praperadilan. Putusan Praperadilan Nomor:01Pid.Prap20Q6PN.Jak.Sel. hal. 11. 141 Ketua Pengadilan Negeri sebagai bentuk pengujian formalitas dalam tindakan upaya hukum aparat penegak hukum. Karena itu, muncul gagasan agar praperadilan mengadopsi konsep Habeas Corpus yang dikenal dalam sistem Anglo Saxon. Habeas Corpus Act memberikan hak pada seseorang untuk menuntut menantang pejabat yang melakukan penahanan atas dirinya polisi atau jaksa. Tuntutan itu untuk membuktikan apakah penahanan tidak melanggar hukum dan benar-benar sah sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku atau sebaliknya. Konsep ini berguna menjamin bahwa perampasan atau pembatasan kemerdekaan seorang telah memenuhi ketentuan-ketentuan hukum yang berlaku dan hak-hak asasi manusia. Surat perintah Habeas Corpus ini dikeluarkan oleh pengadilan kepada pihak yang sedang menahan polisi atau jaksa melalui prosedur yang sederhana, langsung dan terbuka sehingga dapat dipergunakan oleh siapapun. Bunyi surat perintah Habeas Corpus the writ Habeas Corpus adalah sebagai berikut: “Si tahanan berada dalam penguasaan Saudara, Saudara wajib membawa orang itu di depan pengadilan serta wajib menunjukkan alasan yang menyebabkan penahanannya ”. 144 Walaupun praperadilan yang merupakan hasil transplantasi konsep Habeas Corpus , dalam praktiknya substansi dan mekanisme praperadilan tidak sesuai dengan konsep Habeas Corpus. Hakim dalam praperadilan cenderung tidak efektif dalam mengawasi penggunaan upaya paksa dari kesewenang-wenangan penyidik dan penuntut umum. 145 Pada umumnya pemeriksaan di sidang peradilan pidana merupakan pemeriksaan mengenai perkara pokok, dalam arti pemeriksaan untuk membuktikan dakwaan penuntut umum. Kalau kita teliti istilah yang 144 Adnan Buyung Nasution, “Praperadilan Versus Hakim Komisaris, Beberapa Pemikiran Mengenai Keberadaan Keduanya” , 27 November 2001. 145 Luhut M.P Pangaribuan, Lay Judges dalam Pengadilan Pidana: Satu Studi Teoritis Mengenai Sistem Peradilan Pidana Indonesia, Jakarta: Program Pascasarjana Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2009, hal. 11. 142 dipergunakan KUHAP, yakni ”praperadilan”, maka maksud dan artinya secara harfi ah berbeda. Pra artinya sebelum, atau mendahului, sedangkan ”praperadilan” sama dengan sebelum pemeriksaan di sidang pengadilan sebelum memeriksa pokok dakwaan penuntut umum. Seperti sudah dipaparkan dibagian awal, di Eropa sendiri sudah dikenal lembaga semacam ini, tetapi fungsinya benar-benar melakukan pemeriksaan pendahuluan. Jadi fungsi hakim komisaris rechter commisaris di negeri Belanda dan judge d’ instruction di Prancis dapat disebut praperadilan. Sebab, selain menentukan sah tidaknya penangkapan, penahanan, penyitaan, hakim juga melakukan pemeriksaan pendahuluan atas suatu perkara. Misalnya penuntut umum di Belanda dapat meminta pendapat hakim mengenai suatu kasus, apakah misalnya kasus itu pantas dikesampingkan dengan transaksi misalnya perkara tidak diteruskan ke persidangan dengan mengganti kerugian antara korban dengan pelaku tindak pidana ataukah tidak. Meskipun mirip dengan hakim komisaris, wewenang praperadilan lebih terbatas. Praperadilan hanya memiliki wewenang untuk memutus apakah penangkapan atau penahanan sah ataukah tidak dan wewenang untuk menilai apakah penghentian penyidikan atau penuntutan sah atau tidak. Tidak disebut apakah penyitaan sah atau tidak. Menurut Oemar Seno Adji, lembaga rechter commisaris hakim yang memimpin pemeriksaan pendahuluan muncul sebagai perwujudan keaktifan hakim, yang di Eropa Tengah mempunyai posisi penting dengan kewenangan untuk menangani upaya paksa dwangmiddelen, penahanan, penyitaan, penggeledahan badan, rumah, dan pemeriksaan surat-surat. 146 Menurut KUHAP Indonesia, praperadilan tidak mempunyai wewenang seluas itu. Selain berwenang menilai sah tidaknya suatu penangkapan, penahanan seperti praperadilan, hakim 146 Oemar Seno Adji, Hukum, Hakim Pidana, Erlangga, Jakarta, 1980, hal. 88. 143 komisaris juga berwenang menentukan sah tidaknya suatu penyitaan yang dilakukan oleh jaksa. Hakim komisaris di Belanda melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan tugas jaksa. Lalu, jaksa melakukan hal yang sama terhadap pelaksanaan tugas polisi. Hakim Komisaris di Belanda melakukan pengawasan terhadap jaksa dan polisi sekaligus. Begitu pula kewenangan judge d’ instruction di Perancis. Di sini, hakim memeriksa terdakwa, saksi-saksi dan alat-alat bukti lain dalam pemeriksaan pendahuluan. Ia dapat membuat berita acara, penggeledahan rumah, dan tempat-tempat tertentu, melakukan penahanan, penyitaan, dan menutup tempat-tempat tertentu. Setelah pemeriksaan pendahuluan yang dilakukan rampung, hakim memutuskan apakah suatu perkara cukup alasan untuk dilimpahkan ke pengadilan atau tidak. Jika cukup alasan ia akan mengirimkan perkara tersebut dengan surat pengiriman yang disebut ordonance de Renvoi. Sebaliknya, jika tidak cukup alasan ia akan membebaskan tersangka dengan ordonance de non lieu. Namun demikian menurut Lintong Oloan Siahaan, tidak semua perkara harus melalui judge d’instruction. Hanya perkara-perkara besar dan yang sulit pembuktian yang ditangani. Perkara yang tidak begitu sulit pembuktiannya pemeriksaan pendahuluannya dilakukan sendiri oleh polisi di bawah perintah dan petunjuk-petunjuk jaksa. 147 Hakim komisaris di Belanda dapat selalu minta agar terdakwa dihadapkan kepadanya walaupun terdakwa berada di luar tahanan. Jika perlu untuk kepentingan pemeriksaan yang mendesak meminta dalam waktu satu kali dua puluh empat jam dapat pula memeriksa saksi-saksi dan ahli-ahli. KUHAP tidak memuat ketentuan dimana hakim praperadilan melakukan pemeriksaan pendahuluan atau memimpinnya. Hakim praperadilan tidak melakukan penggeledahan, penyitaan dan seterusnya yang bersifat pemeriksaan pendahuluan. Ia tidak pula menentukan apakah suatu perkara cukup alasan atau 147 Lintong Oloan Siahaan, Jalanya Peradilan Prancis Lebih Cepat dari Peradilan Kita, Jakarta: Ghalia Indonesia, 1981, hal. 92-94. 144 tidak untuk diteruskan ke pemeriksaan sidang pengadilan. Penentuan diteruskan atau tidak suatu perkara tergantung kepada penuntut umum. Bahkan tidak ada kewenangan hakim praperadilan untuk menilai sah tidaknya suatu penggeledahan dan penyitaan yang dilakukan oleh Jaksa dan Penyidik. Padahal kedua hal itu sangat penting dan merupakan salah satu asas dasar hak asasi manusia. Penggeledahan yang tidak sah merupakan pelanggaran terhadap ketentraman rumah tempat kediaman seseorang. Begitu pula penyitaan yang tidak sah merupakan pelanggaran serius terhadap hak milik orang. Praperadilan merupakan salah satu lembaga baru yang diperkenalkan sejak adanya Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana KUHAP di tengah-tengah kehidupan penegakan hukum. Praperadilan dalam UU No. 8 Tahun 1981 tentang KUHAP ditempatkan dalam Bab X, Bagian Kesatu, sebagai salah satu bagian ruang lingkup wewenang mengadili bagi Pengadilan Negeri. Ditinjau dari segi struktur dan susunan peradilan, praperadilan bukan lembaga pengadilan yang berdiri sendiri serta bukan pula sebagai instansi tingkat peradilan yang mempunyai wewenang memberi putusan akhir atas suatu kasus pidana. Praperadilan hanya suatu lembaga baru yang ciri dan eksistensinya berada dan merupakan kesatuan yang melekat pada Pengadilan Negeri. Praperadilan hanya d ij umpai pada tingkat Pengadilan Negeri sebagai satuan tugas yang tidak terpisah. Dengan demikian, praperadilan bukan berada di luar atau di samping maupun sejajar dengan Pengadilan Negeri, tetapi hanya merupakan divisi dari Pengadilan Negeri. Administrasi yudisial, personil, peralatan dan fi nansial bersatu dengan Pengadilan Negeri dan berada di bawah pimpinan serta pengawasan dan pembinaan Ketua Pengadilan Negeri, tata laksana fungsi yustisialnya merupakan bagian dari fungsi yustisial Pengadilan Negeri itu sendiri. 148 148 Yahya Harahap, Pembahasan.. Op.Cit., hal. 1. 145 Dari gambaran di atas, eksistensi dan kehadiran praperadilan bukan merupakan lembaga tersendiri. Ia hanya merupakan pemberian wewenang dan fungsi baru yang dilimpahkan KUHAP kepada setiap Pengadilan Negeri, sebagai wewenang dan fungsi tambahan atas tugas yang telah ada. Selama ini tugas pokok, wewenang dan fungsi Pengadilan Negeri adalah mengadili dan memutus perkara pidana dan perkara perdata. Melengkapi tugas pokok tadi diberi tugas tambahan untuk menilai sah atau tidaknya penangkapan, penahanan, penghentian penyidikan atau penghentian penuntutan yang dilakukan penyidik atau penuntut umum yang wewenang pemeriksaannya diberikan lewat praperadilan. Hal tersebut terlihat dalam Pasal 1 butir 10 KUHAP yang menegaskan praperadilan adalah wewenang Pengadilan Negeri untuk memeriksa dan memutus: sah atau tidaknya suatu penangkapan atau penahanan, sah atau tidaknya penghentian penyidikan atau penghentian, permintaan ganti rugi atau rehabilitasi oleh tersangka atau keluarganya atau pihak lain atau kuasanya yang perkaranya tidak diajukan ke pengadilan. Maksud dan tujuan yang hendak diwujudkan dari lembaga Praperadilan adalah demi tegak dan dilindunginya hukum serta perlindungan hak asasi tersangka dalam tingkat pemeriksaan penyidikan dan penuntutan.

14. Sejarah praperadilan di Indonesia