Pembangunan Wilayah Berbasis Pertanian

27 Agropolitan berada dalam kawasan pemasok hasil pertanian sentra produksi pertanian yang memberikan kontribusi yang besar terhadap mata pencaharian dan kesejahteraan masyarakatnya. Selanjutnya kawasan pertanian tersebut termasuk kotanya disebut dengan kawasan agropolitan. Kota pertanian dapat merupakan kota menengah atau kota kecil atau kota kecamatan atau kota perdesaan atau kota nagari yang berfungsi sebagai pusat pertumbuhan ekonomi yang mendorong pertumbuhan pembangunan perdesaan atau wilayah sekitarnya melalui pengembangan ekonomi, yang tidak terbatas sebagai pusat pelayanan sektor pertanian, tetapi juga pembangunan sektor secara luas seperti usaha pertanian on farm dan off farm, industri kecil, pariwisata, jasa pelayanan, dan lain-lain. Batasan suatu kawasan agropolitan tidak ditentukan oleh batasan administratif pemerintah desakelurahan, kecamatan, kabupaten tetapi lebih ditentukan dengan memperhatikan economic of scale dan economic of scope. Oleh karena itu, penetapan kawasan agropolitan hendaknya dirancang secara lokal dengan memperhatikan realitas perkembangan agribisnis yang ada di setiap daerah. Dengan demikian bentuk dan luasan kawasan agropolitan, dapat meliputi satu wilayah Desakelurahan atau kecamatan atau beberapa kecamatan dalam kabupatenkota atau dapat juga meliputi wilayah yang dapat menembus wilayah kabupatenkota lain yang berbatasan. Kotanya dapat berupa kota desa, kota nagari, kota kecamatan, kota kecil atau kota menengah. Suatu kawasan agropolitan yang sudah berkembang memiliki ciri-ciri sebagai berikut Friedmann Douglass 1976; Friedmann 1996; Soenarno 2003; Ferrario 2009: 1. Sebagian besar masyarakat di kawasan tersebut memperoleh pendapatan dari kegiatan pertanian agribisnis. 2. Kegiatan di kawasan tersebut sebagian besar di dominasi oleh kegiatan pertanian atau agribisnis, termasuk di dalamnya usaha industri pengolahan pertanian, perdagangan hasil-hasil pertanian termasuk perdagangan untuk kegiatan ekspor, perdagangan agribisnis hulu sarana pertanian dan permodalan, agrowisata dan jasa pelayanan. 28 3. Hubungan antara kota dan daerah-daerah hinterland daerah-daerah sekitarnya di kawasan agropolitan bersifat interdepedensitimbal balik yang harmonis, dan saling membutuhkan, dimana kawasan pertanian mengembangkan usaha budidaya on farm dan produk olahan skala rumah tangga off farm, sebaliknya kota menyediakan fasilitas untuk berkembangnya usaha budidaya dan agribisnis seperti penyediaan sarana pertanian, modal, teknologi, informasi pengolahan hasil dan penampungan pemasaran hasil produksiproduk pertanian. 4. Kehidupan masyarakat di kawasan agropolitan mirip dengan suasana kota karena keadaan sarana yang ada di kawasan agropolitan tidak jauh berbeda dengan di kota. Sarananya terdiri dari: pasar, fasilitas sekolah, fasilitas kesehatan dan fasilitas telekomunikasi. Agropolitan merupakan kawasan yang diharapkan terjadi desentralisasi perencanaan dan pengambilan keputusan. Hal ini akan mencegah hiperurbanisasi, ketergantungan daerah miskin pada daerah kaya, pengangguran yang meningkat di perkotaan, kekurangan makanan yang terus menerus dan semakin besar dan kesejahteraan penduduk perdesaan yang memburuk Friedmann Douglas 1976.

3.2 Syarat, Tujuan dan Sasaran Pengembangan Kawasan Agropolitan

Agar pembangunan kawasan agropolitan berkelanjutan, maka diperlukan beberapa syarat, yaitu: 1 Harus diupayakan otonomi lokal sehingga setiap kawasan memiliki wewenang dan sumber-sumber ekonomi sehingga dapat merencanakan dan melaksanakan sendiri pembangunannya, 2 Keuntungan yang diperoleh dari kegiatan setempat harus ditanam kembali untuk menaikkan daya- hasil dan menciptakan suatu keadaan yang mendorong pertumbuhan ekonomi selanjutnya, dan 3 Pemakaian sumberdaya alam yang lebih rasional dan produktif dengan menentukan batas-batas minimum dan maksimum luas tanah milikland reform Friedmann Douglas 1976. Tujuan pengembangan kawasan agropolitan adalah untuk meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan masyarakat melalui percepatan pengembangan wilayah dan peningkatan keterkaitan desa dan kota dengan mendorong berkembangnya sistem dan usaha agribisnis yang berdaya saing berbasis 29 kerakyatan, berkelanjutan tidak merusak lingkungan dan terdesentralisasi wewenang berada di Pemerintah Daerah dan Masyarakat di kawasan agropolitan. Dengan berkembangnya sistem dan usaha agribisnis maka di kawasan agropolitan tersebut tidak saja membangun usaha budidaya on farm saja tetapi juga “off farmnya, yaitu usaha agribisnis hulu pengadaan sarana pertanian, agribisnis hilir pengolahan hasil pertanian dan pemasaran dan jasa penunjangnya, sehingga akan mengurangi kesenjangan pendapatan antar masyarakat, mengurangi kemiskinan dan mencegah terjadinya urbanisasi tenaga produktif, serta akan meningkatkan Pendapatan Asli Daerah PAD Deptan, 2003. Sasaran pengembangan kawasan agropolitan menurut Deptan 2003, adalah untuk mengembangkan kawasan pertanian, melalui kegiatan-kegiatan berikut: 1. Pemberdayaan masyarakat pelaku agribisnis agar mampu meningkatkan produksi, produktifitas komoditi pertanian serta produk-produk olahan pertanian, yang dilakukan dengan pengembangan sistem dan usaha agribisnis yang efisien dan menguntungkan serta berwawasan lingkungan, 2. Penguatan kelembagaan petani, 3. Pengembangan kelembagaan sistem agribisnis penyedia agroinput, pengolahan hasil, pemasaran dan penyediaan jasa, 4. Pengembangan kelembagaan penyuluhan pembangunan terpadu, 5. Pengembangan iklim yang kondusif bagi usaha dan investasi. Sejak tahun 2002, pemerintah Indonesia telah melakukan program rintisan pengembangan agropolitan secara terpadu lintas sektor, yang melibatkan Departemen PertanianDeptan, Departemen Pemukiman dan Prasarana WilayahDepkimpraswil serta Departemen Dalam Negeri dan Otonomi DaerahDepdagriotda. Program tersebut dimaksudkan untuk membentuk suatu kawasan agropolitan berbasis agribisnis peternakan, perkebunan, tanaman pangan, dan hortikultura. Tujuan program rintisan pengembangan agropolitan adalah meningkatkan percepatan pembangunan wilayah, meningkatkan keterkaitan desa dan kota serta mendorong berkembangnya sistem dan usaha agribisnis pada daerah potensi sebagai kawasan pengembangan agropolitan Deptan, 2003.