Pembangunan Desa dan Kota
17
meningkatkan proses, penyimpanan, perdagangan, transportasi dan praktek finansial yang lebih kompleks, spesialis dan proses integrasi. Aktifitas jasa
selanjutnya bertambah seperti penelitian, pengemasan, pasar modern, periklanan dan promosi, 2 peningkatan kesejahteraan sosial, yaitu transfer pendapatan dan
penyangga kejutan pendapatan, selama krisis pertanian dapat berfungsi sebagai penyangga, pengaman dan penstabil ekonomi, 3 pertumbuhan laju produktivitas,
pertanian lebih produktif dari industri sehingga harga pangan rendah yang berakibat peningkatan simpanan, peningkatan pendapatan, stabilitas ekonomi dan
total faktor produktivitas, 4 menurunkan kemiskinan, pertumbuhan yang kuat dari pertanian akan menurunkan harga pangan, meningkatkan pendapatan bagi
produsen pangan dan tenaga kerja perdesaan, termasuk menurunkan migrasi dari desa ke kota dan berpengaruh positif bagi perputaran antar sektor termasuk
migras, perdagangan dan peningkatan produktivitas, 5 Meningkatkan produktivitas tenaga kerja melalui pendidikan, 6 Menyediakan makanan yang
aman dan menyehatkan Stringer 2001. Walaupun di Indonesia pada tahun 1974-1979 Repelita II telah
dikembangkan program village working unit BUUD yang terdiri atas kelompok- kelompok desa yang meliputi 600 hingga 1000 hektar atau 150 hingga 110
kawasan agropolitan. Dalam unit ini dikembangkan pertanian dan tata pinjaman desa, serta pengolahan dan pemasarannya. Menurut Friedmann dan Douglass
1976, program pembangunan Indonesia masih menganggap pembangunan pertanian di perdesaan bukanlah merupakan usaha yang berarti dan hanya
dianggap sebagai pelengkap dari usaha industrialisasi. Todaro 2000 mengemukakan adanya stagnasi pertumbuhan pertanian
sejak tahun 1950 di negara-negara berkembang. Hal ini disebabkan karena terabaikannya sektor yang sangat penting ini dalam perumusan prioritas
pembangunan oleh pemerintah, dimana peran pertanian dalam pembangunan perekonomian hanya dipandang pasif bahkan hanya dianggap sebagai unsur
penunjang semata. Menurunnya peranan sektor pertanian juga terjadi di Indonesia.
Pembangunan yang dilaksanakan selama PJP I telah menghasilkan perubahan struktur ekonomi nasional, dimana peranan sektor pertanian mulai
18
mengecil dan sektor industri semakin besar. Data dari World Bank 1994 menunjukkan pada tahun 1971 pangsa sektor pertanian terhadap GDP sebesar 33
persen, sedangkan tahun 1990 menurun menjadi 19,5 persen. Sebaliknya sektor industri dan jasa mengalami peningkatan dari 35,9 persen menjadi 54,50 persen.
Menurut Todaro 2000, kesadaran akan pentingnya pertanian di kalangan negara-negara dunia ketiga telah dimulai tahun 1970-an dan terus berlangsung
hingga saat ini. Hal ini dapat dilihat salah satunya di negara Thailand. Thailand telah memprioritaskan pembangunan pertanian dengan mendirikan Bank for
Agricultural Cooperative BAAC sejak tahun 1966, dimana bank di atas melayani 80 persen petani Thailand dengan bunga rendah 9 – 12 persen per
tahun. Sejak 1976 Thailand sudah memiliki Marketing Organization for Farmer
MOF yang memiliki sejumlah pasar produk pertanian segar. Dalam skala besar, sejak 1996 Thailand telah membangun Pasar Produk Taalad Thai, yaitu sebuah
pasar produk pertanian terbesar dan terlengkap di Asia. Terminal ini merupakan tempat ideal bagi berlangsungnya transaksi antara penjual dengan pembeli
domestik dan ekspor produk pertanian. Dokumen dan sertifikat ekspor selesai di tempat ini dalam tempo satu dua jam. Hasil pertanian yang dijual di tempat ini
sudah melalui seleksi yang ketat dan dengan harga yang relatif rendah. Jaraknya 42 km dari Bangkok, sekitar 15 menit dari Bandara Internasional Don Muang dan
setengah jam ke pelabuhan. Petani yang memanfaatkan terminal yang beropersi 24 jam tersebut datang dari berbagai penjuru Thailand Abinowo 2000.
Australia Barat melakukan pengembangan pertanian kolektif yang menyebabkan pembangunan pertaniannya dapat berkembang secara pasti.
Pengembangan pertanian kolektif ini melalui rekayasa sosial yang melibatkan petani dari bawah bekerjasama dengan perguruan tinggi dalam rekayasa teknologi
serta didukung pusat data informasi. Hal tersebut menyebabkan pola tanam masing-masing komoditi diatur berdasarkan kebutuhan pasar dan setiap kelompok
kolektif mengembangkan produk unggulan masing-masing sehingga posisi tawar kelompok kolektif dalam menentukan harga menjadi sangat bagus Abinowo
2000.