Produksi Etanol Indonesia Desain Agroindustri Etanol

• Pemasak, termasuk support, pengaduk dan motor, steam line dan insulasi • External Heat Exchanger • Pemisah padatan - cairan Solid Liquid Separators • Tangki Penampung Bubur • Unit Fermentasi Fermentor dengan pengaduk serta motor • Unit Distilasi, termasuk pompa, heat exchanger dan alat kontrol • Boiler, termasuk sistem feed water dan softener • Tangki Penyimpan sisa, termasuk fitting • Tangki penyimpan air hangat, termasuk pompa dan pneumatik • Pompa Utilitas, Kompresor dan kontrol • Perpipaan dan Elektrikal Tabel 21 Persentase penggunaan energi dalam proses produksi Etanol Identifikasi Proses Uap Listrik Penerimaan bahan baku, penyimpanan, dan penggilingan 6.1 Pemasakan liquefaction dan Sakarifikasi 30.5 2.6 Produksi Enzim Amilase 0.7 20.4 Fermentasi 0.2 4 Distilasi 58.5 1.6 Etanol Dehidrasi jika ada 6.4 27.1 Penyimpanan Produk 0.7 Utilitas 2.7 27 Bangunan 1 0.5 TOTAL 100 100 Sumber: A Guide to Commercial-Scale Etanol Production and Financing 2005 Solar Energy Research Institute SERI, 1617 Cole Boulevard, Golden, CO 80401

8.3.5 Kapasitas Pabrik

Kapasitas pabrik etanol yang akan dibangun sangat dipengaruhi peluang pasar yang ditentukan berdasarkan tren permintaan dan persaingan. Selain itu ketersediaan bahan baku juga dijadikan batasan dalam menentukan kapasitas pabrik.

8.3.5.1 Peluang Pasar

Berdasarkan prediksi permintaan Etanol pada Tabel 19 maka diketahui pada tahun 2010 terdapat permintaan dunia kira-kira 14 milyar galon Etanol per tahun. Data produksi Etanol Indonesia menunjukkan pada tahun 2004 hingga 2006 mengambil pangsa pasar sekitar 0,40. yang selama ini digunakan untuk keperluan industri minuman serta farmasi dan sebagian lagi diekspor ke sejumlah negara, maka dengan kemampuan yang sama pada tahun 2010 minimal Produk Etanol Indonesia masih memiliki peluang memproduksi kira-kira 56 juta galon. Peluang pasar baik di dalam maupun di luar negeri masih dapat ditingkatkan dengan memafaatkan ketersediaan bahan baku yang melimpah di Indonesia dan juga didukung oleh kebijakan pemerintah seperti disediakannya insentif bagi produsen etanol, keringanan pajak atau peraturan penggunaan kandungan Etanol dalam bensin. Bahkan menurut perkiraan www.marketresearch.com [2007], Produksi etanol Indonesia diprediksi mencapai 96 juta galon pada tahun 2010.

8.3.5.2 Ketersediaan Bahan Baku

Menurut Pimentel dan Patzak 2005, 1 liter Etanol dapat dihasilkan dari 2,69 kg jagung atau memerlukan 10,18 kg untuk menghasilkan 1 galon etanol, sehingga dengan produksi jagung di Kabupaten Probolinggo yang saat ini rata- rata 240.000 ton per tahun, maka dapat direncanakan pendirian industri Etanol yang berkapasitas 85 juta liter per tahun atau 23 juta galon per tahun. Kapasitas pabrik dapat ditingkatkan hingga 50 juta galon per tahun dengan pengembangan agropolitan. Peningkatkan produksi bahan baku jagung dengan perluasan lahan panen dan peningkatan produktivitas jagung di Kabupaten Probolinggo. Berdasarkan analisis prediksi permintaan, peluang pasar dan ketersediaan bahan baku di atas, maka ditentukan kapasitas pabrik bisa mencapai 50 juta galon etanol per tahun. Kapasitas ini ditentukan karena besarnya peluang pasar bagi produksi Indonesia pada tahun 2010 adalah 56 hingga 96 juta galon etanol. Ketersediaan bahan baku jagung di Kabupaten Probolinggo saat ini sebesar 240.000 ton per tahun dengan total lahan mencapai 56.000 hektar. Dimana Produktifitas hasil jagung tertinggi di Jawa Timur berada di Probolinggo 3,6 tonha. Selama ini penggunaannya adalah 5 persen untuk konsumsi dan sisanya digunakan sebagai bahan baku pakan ternak. Umumnya, para petani menjual hasil panennya langsung ke beberapa pabrik makanan ternak yang ada di Mojokerto dan sekitarnya. Beberapa lainnya memilih menjual jagung ke tengkulak yang mendatanginya di sawah untuk mencukupi permintaan di beberapa pasar setempat. 8.3.6 Model Analisis Kelayakan Finansial 8.3.6.1 Kriteria Kelayakan Alat ukur atau kriteria kelayakan digunakan ntuk menentukan apakah suatu usaha tersebut menguntungkan atau layak untuk diusahakan. Alat ukur atau kriteria tersebut digunakan untuk mengambil keputusan layak tidaknya suatu usaha untuk dijalankan. Alat ukur atau kriteria yang biasa dipakai adalah dengan menggunakan NPV Net Present value, Net BC Net Benefit Cost ratio, IRR Internal Rate Of Return, BEP Break Even Point dan PBP Pay Back Period. Net present value dapat diartikan sebagai nilai bersih sekarang, menunjukan keuntungan yang akan diperoleh selama umur investasi. Net benefit cost ratio menujukkan berapa kali lipat keuntungan yang akan diperoleh dari besarnya investasi yang dikeluarkan. Internal rate of return menunjukkan prosentase keuntungan yang akan diperoleh dari usaha tersebut tiap tahun. IRR merupakan kemampuan dari usaha tersebut dalam mengembalikan atau membayar bunga bank. Pengertian yang sederhana tentang kriteria tersebut saling mendukung atau saling melengkapi dalam menunjukkan kelayakan dari suatu usaha. Analisis yang biasa digunakan dalam menilai kelayakan usaha yaitu analisis finansial. Analisis finansial pendekatannya individual, yang dimaksud dengan individu ini adalah dapat berupa perusahaan perorangan atau lembaga ekonomi PT, CV. Analisis finansial menujukkan kelayakan usaha dilihat dari perusahaan. Keuntungan yang diraih merupukan keuntungan yang dilihat dari segi perusahaan. Analisis suatu usaha yang direncanakan diperlukan data-data yang relevan dengan usaha tersebut. Biaya yang diperlukan untuk usaha tersebut dibandingkan dengan nilai hasil produksi yang akan dicapai selama umur proyek merupakan benefit dari usaha tersebut. Pengertian biaya tersebut adalah meliputi biaya investasi dan biaya operasionalvariabel.

8.3.6.2 Biaya Investasi

Biaya investasi merupakan seluruh biaya yang dikeluarkan sebelum usaha tersebut berjalan yang meliputi biaya peralatan, mesin-mesin sesuai dengan besar kecilnya usaha tersebut. Biaya investasi tersebut dikeluarkan pada awal proyek. Biaya operasionalvariabel merupakan seluruh biaya yang dikeluarkan selama proses produksi meliputi biaya tenaga kerja, produksi, bahan baku, pajak dan biaya operasional lainya yang digunakan dalam proses produksi. Pengertian benefit sebenarnya adalah pendapatan yang tampak yaitu keuntungan yang dapat dihitung atau dinilai dengan uang dan benefit yang intangible yaitu keuntungan yang sulit dihitung dengan uang. Analisis yang digunakan adalah benefit yang tampak yaitu dinilai hasil produksi tiap tahunperiode selama umur proyek. Yudiarto dan Djumali 2006 mengemukakan dari 83 buah pabrik bioetanol di AS, skalanya berkisar dari 2,5 klhari sampai dengan 1.000 kLhari, meskipun pada umumnya di atas 100 kLhari. Secara hitungan kasar, setiap kelipatan 10 kali kapasitasnya, biaya investasinya menurun separuhnya. Biaya investasi kilang bioetanol kapasitas 100 klhari berkisar antara Rp 2-3 milyar per- kiloliternya. Wallace 2002, Memperkirakan biaya investasi pabrik etanol berkapasitas 30 juta galon per tahun adalah 73,694,000; 50 juta galon per tahun 103,136,000 dan 70 juta galon per tahun 129,879,000. Dimana biaya per galon pada kapasitas 30, 50 dan 70 juta galon per tahun bertutur-turut adalah 2.18, 1.85 dan 1.67 per galon.

8.3.6.3 Biaya Produksi

Jagung berpotensi memproduksi etanol lebih baik karena rendemennya paling tinggi, yakni mencapai 55, selain itu biaya produksinya juga murah. Misalnya dengan harga yang berlaku pada tahun 2005, untuk menghasilkan satu liter etanol cuma diperlukan 2,5 kg jagung seharga Rp 1.000kg. Proses fermentasinya membutuhkan uap air 3,8 kg seharga Rp 304 dan listrik 0,2 kwh Rp200. Jika harga pekerja dihitung Rp300 per liter, maka biaya produksi etanol per liter hanya Rp 3.340. Biaya produksi tersebut lebih murah jika dibandingkan dengan biaya produksi premium yang mencapai Rp 6.300.