Proyeksi Permintaan Etanol Desain Agroindustri Etanol

ubi kayu, ubi jalar, sagu, dan tebu untuk bobot yang sama menghasilkan masing- masing 166,6 liter, 125 liter, 90 liter dan 250 liter bioetanol. Dari jagung bisa dibuat etanol 99,5 atau etanol untuk bahan bakar yang bisa digunakan untuk campuran gasohol Shintawaty 2006. Dalam perkembangan industri etanol, Indonesia yang kaya sumber daya alam ini hanya sampai pada rencana investasi. Beberapa rencana investasi tersaebut adalah pabrik etanol berbahan baku singkong dengan kapasitas 200 kiloliter per hari di Lampung dan di Jawa Barat dengan kapasitas 80 kiloliter per hari dengan bahan baku molase. Investasi pada industri etanol memang sangat lambat di Indonesia, karena kendala penyediaan bahan baku. Lahan tidur masih sangat banyak, tetapi tidak dimanfaatkan karena dukungan kebijakan pemerintah belum maksimal. Peraturan Presiden Nomor 5 Tahun 2006 tentang Kebijakan Energi Nasional dan Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 2006 tentang Penyediaan dan Pemanfaatan Bahan Bakar Nabati Biofuel Sebagai Bahan Bakar Lain, diharapkan dapat memacu investasi pada industri etanol. Jika pemerintah Indonesia, swasta, dan petani dapat bekerja sama, substitusi 5 bensin dapat menghemat US1,539-miliar setara Rp1,539- triliun. Itulah nilai subsidi 0,86-miliar liter bensin pada 2005 dengan harga subsidi Rp1.790liter. Penghematan semakin besar, jika persentase substitusinya meningkat. Pada saat ini terdapat enam produsen besar etanol di Indonesia dengan total produksi 174 ribu kiloliter pada 2002. Namun, sebagian besar masih terfokus untuk memenuhi kebutuhan industri dan ekspor. Sedangkan menurut BKPM Badan Koordinasi Penanaman Modal, pada pertengahan tahun lalu sudah ada 11 investor yang siap membangun pabrik bioetanol dan biodiesel di Indonesia dengan kapasitas 50 ribu kiloliter hingga 150 ribu kiloliter per tahun. Tiga perusahaan di antaranya sudah mempersiapkan diri melakukan pembangunan konstruksi pabrik bioetanol di daerah Lampung yang diperkirakan akan selesai dalam waktu setahun ke depan dengan total kapasitas mencapai 300 ribu kiloliter per tahun. Sehingga pada 2010 diproyeksikan produksi bioetanol Indonesia mencapai 280 juta litertahun. Meningkatnya produksi bioetanol akan diikuti peningkatan aplikasi bioetanol menjadi E-10 atau E-20. Dari empat pabrik di Lampung, Jawa Tengah, dan Jawa Timur saja dihasilkan 174,5 juta liter per tahun. Dari jumlah itu, 115 juta liter diekspor ke Jepang dan Filipina, sedangkan sisanya digunakan sebagai bahan baku industri asam asetat, selulosa, pengolahan rumput laut, minuman alkohol, cat, farmasi, dan kosmetik. SPBU di Rampal, Malang, Jawa Timur, satu-satunya yang menyediakan biopremium di Jawa Timur. Komposisinya, 5 etanol asal tebu dan 95 premium. Campuran kedua bahan itu juga disebut gasohol. Harga gasohol di Malang sama dengan premium. Meski demikian, masyarakat antusias mengisi kendaraannya dengan biopremium. Menurut Suwandi 2007, rata-rata penjualan gasohol mencapai 14.000 liter per hari. Penjualan meningkat 22 dibandingkan saat pertama kali SPBU dibuka pada 13 Agustus 2006. Saat itu permintaan gasohol baru 11.000 liter per hari.

8.3.4 Teknologi Proses Etanol

Secara umum, produksi bioetanol ini mencakup 3 tiga rangkaian proses, yaitu: Persiapan Bahan baku, Fermentasi, dan Pemurnian. Proses produksi bioetanol secara lebih jelas dapat dilihat pada Gambar 28. Gambar 28 Teknologi Proses Pembuatan Bioetanol USDA di dalam Wallace et al, 2005 PENGGI LINGAN LIKUIFIKASI SAKARIFI KASI FERMENTASI SENTRIFU GASI PENGERI NGAN DESTILASI Jagung Enzim Urea Kaustik Lime Sirup Enzim Kondensat Energi panas Air Daur Ulang Ragi Asam Sulfat DDG EVAPORASI Backsate PEYIM PANAN Wet DDG Vent Kaldu Vent

8.3.4.1 Persiapan Bahan Baku

Bahan baku untuk produksi bietanol bisa didapatkan dari berbagai tanaman, baik yang secara langsung menghasilkan gula sederhana semisal Tebu sugarcane, gandum manis sweet sorghum atau yang menghasilkan tepung seperti jagung corn, singkong cassava dan gandum grain sorghum disamping bahan lainnya. Persiapan bahan baku beragam bergantung pada bahan bakunya, tetapi secara umum terbagi menjadi beberapa proses, yaitu: 1 Tebu dan Gandum manis harus digiling untuk mengektrak gula, 2 Tepung dan material selulosa harus dihancurkan untuk memecahkan susunan tepungnya agar bisa berinteraksi dengan air secara baik, 3 Pemasakan, Tepung dikonversi menjadi gula melalui proses pemecahan menjadi gula kompleks liquefaction dan sakarifikasi Saccharification dengan penambahan air, enzim serta panas enzim hidrolisis. Pemilihan jenis enzim sangat bergantung terhadap supplier untuk menentukan pengontrolan proses pemasakan. Tahap Likuifikasi memerlukan penanganan sebagai berikut: 1 Pencampuran dengan air secara merata hingga menjadi bubur, 2 Pengaturan pH agar sesuai dengan kondisi kerja enzim, 3 Penambahan enzim alpha-amilase dengan perbandingan yang tepat, 4 Pemanasan bubur hingga kisaran 80 sd 90°C, dimana tepung-tepung yang bebas akan mengalami gelatinasi mengental seperti jeli seiring dengan kenaikan suhu, sampai suhu optimum enzim bekerja memecahkan struktur tepung secara kimiawi menjadi gula komplek Dekstrin. Proses Likuifikasi selesai ditandai dengan parameter dimana bubur yang diproses menjadi lebih cair seperti sup. Tahap sakarifikasi pemecahan gula kompleks menjadi gula sederhana melibatkan proses sebagai berikut: 1 Pendinginan bubur sampai suhu optimum enzim sakarifikasi bekerja, 2 Pengaturan pH optimum enzim, 3 Penambahan enzim glukoamilase secara tepat , 4 Mempertahankan pH dan Suhu pada rentang 50 sd 60°C sampai proses sakarifikasi selesai dilakukan dengan pengetesan gula sederhana yang dihasilkan.

8.3.4.2 Fermentasi

Pada tahap ini, tepung telah sampai pada titik telah berubah menjadi gula sederhana glukosa dan sebagian fruktosa dimana proses selanjutnya melibatkan penambahan enzim yang diletakkan pada ragi yeast agar dapat bekerja pada suhu optimum. Proses fermentasi tersebut akan menghasilkan etanol dan CO 2 . Bubur kemudian dialirkan kedalam tangki fermentasi dan didinginkan pada suhu optimum kisaran 27 sd 32°C, dan membutuhkan ketelitian agar tidak terkontaminasi oleh mikroba lainnya. Karena itu keseluruhan rangkaian proses dari liquefaction, sakarifikasi dan fermentasi haruslah dilakukan pada kondisi bebas kontaminan. Selanjutnya ragi akan menghasilkan etanol sampai kandungan etanol dalam tangki mencapai 8 sd 12 biasa disebut dengan cairan beer, dan selanjutnya ragi tersebut akan menjadi tidak aktif, karena kelebihan etanol akan berakibat racun bagi ragi. Tahap selanjutnya yang dilakukan adalah destilasi, namun sebelum destilasi perlu dilakukan pemisahan padatan-cairan, untuk menghindari terjadinya clogging selama proses distilasi.

8.3.4.3 Distilasi

Distilasi dilakukan untuk memisahkan etanol dari bir sebagian besar adalah air dan etanol. Titik didih etanol murni adalah 78°C sedangkan air adalah 100°C Kondisi standar. Dengan memanaskan larutan pada suhu rentang 78 - 100°C akan mengakibatkan sebagian besar etanol menguap, dan melalui unit kondensasi akan bisa dihasilkan etanol dengan konsentrasi 95 volume. • Peralatan penggilingan

8.3.4.4 Persentase Penggunaan Energi

Persentase perkiraan penggunaan energi panassteam dan listrik diuraikan dalam Tabel 21.

8.3.4.5 Peralatan Proses

Adapun rangkaian peralatan proses yang digunakan pada proses produksi Etanol adalah sebagai berikut: