34 hanya 6,10 persen saja yang berasal dari kegiatan off-farm Balitbang PSE Deptan
dan Bank Dunia, 2000 di dalam BP2HP Deptan, 2001. Menurut Susilowati 2007, kebijakan di sektor agroindustri non makanan
akan menurunkan tingkat kemiskinan lebih besar dibandingkan kebijakan di sektor agroindustri makanan. Sebaliknya kebijakan di sektor agroindustri
makanan akan menurunkan tingkat kesenjangan pendapatan rumah tangga lebih besar. Kebijakan peningkatan investasi di sektor agroindustri akan berdampak
lebih besar meningkatkan pendapatan rumah tangga, menurunkan tingkat kemiskinan dan memperbaiki distribusi pendapatan rumah tangga, jika
dialokasikan di sektor agroindustri prioritas industri karet, industri kayu lapis, bambu dan rotan, industri rokok, industri minuman dan industri pengolahan
makanan sektor perikanan. Kendala kendala dalam pengembangan agroindustri adalah: 1 kontinuitas
produk pertanian kurang terjamin, karena tidak adanya kepastian pemanfaatan lahan usaha yang sesuai hak guna usaha dan rencana umum tata ruang serta
adanya kesenjangan pengembangan wilayah 2 kualitas bahan baku dan produk olahannya rendah karena kemampuan sumberdaya manusia terbatas, 3 informasi
dan teknologi yang digunakan sebagian besar masih relatif sederhana dan masih tergantung pada lisensi 4 kemitraan belum berkembang secara luas antara
agroindustri skala sedangbesar dengan agroindustri skala kecilrumah tangga maupun antara hulu dan hilir, 5 investasi di bidang agroindustri kurang
berkembang karena ketidakpastian iklim usaha dan kebijakan, sumber dana investasi terbatas serta lembaga keuangan menerapkan suku bunga yang sama
untuk semua sektor IKAH Deperindag 2003 dan 2005; Supriyati Suryani 2006.
3.5 Agroindustri Hortikultura
Kegiatan-kegiatan penanganan pasca panen dan pengolahan hasil pertanian pada umumnya masih sangat kurang. Komoditi pertanian pada
umumnya dipasarkan dalam bentuk primer belum diolah, sehingga bernilai rendah dan rentan terhadap fluktuasi harga. Ekspor pertanian pun lebih banyak
35 dari komoditi tradisional dalam bentuk primer. Jika dikaji dari perkembangan
produksi beberapa produk hortikultura Indonesia Pusdatin Deptan 2010. Pasar hortikultura pada saat ini semakin dikuasai Cina, Thailand, dan
bahkan Malaysia. Cina mampu menjual komoditi kentang, kol, dan jahe, yang semula pemasok utamanya adalah Indonesia, dengan harga murah dan kualitas
baik. Malaysia sejak 1997 telah mencanangkan program Third National Agricultural Policy NAP3 yang diharapkan pada tahun 2010 Malaysia dapat
memenuhi kebutuhan buah dan sayurnya secara mandiri. Thailand dapat mengekspor buah segar senilai US 760 juta pada tahun 2002, karena memiliki
kekuatan mutu yang tinggi, produk seragam, diproduksi secara berkelanjutan dan dalam jumlah yang memadai, selain juga karena didukung tersedianya
infrastruktur jalan dan pendeknya jalur distribusi dari petani ke pengekspor. Indonesia dengan potensi sumberdaya yang tinggi ternyata belum
memiliki daya saing terhadap negara-negara tetangganya. Hal ini disebabkan karena potensi sumberdaya yang dimiliki belum termanfaatkan secara optimal.
Padahal Indonesia memiliki kekuatan bagi berkembangnya komoditi dan produk hortikultura, karena didukung oleh sumberdaya alam yang memungkinkan
tingginya produktivitas komoditi hortikultura. Kekuatan tersebut adalah: biodiversitas yang tinggi, potensi alam agroklimat yang tinggi bagi
pengembangan komoditi hortikultura dan tersedia lahan yang luas. Peluang diversifikasi produk bagi industri pengolahan sayur dan buah dapat dilihat pada
pohon industri buah dan sayur yang disajikan pada Gambar 4 dan Gambar 5.
Gambar 4 Pohon industri sayur-sayuran Ditjen Agrokim Depperin, 2007 SAYUR-SAYURAN
Jus sayuran Bubuk sari sayuran
Sari pekat sayuran Sayuran kering
Pasta Pickle
Acar Asinan sayuran
Sayuran dalam botol Sayuran dalam kaleng
36
Menurut IKAH Depperin 2007, agroindustri buah dan sayur mendapat tantangan yang besar karena Indonesia harus mampu mengatasi masalah high
cost teknologi pengemasan kaleng akibat krisis ekonomi. Ekspor buah dan
sayuran kaleng selama lima tahun terakhir berfluktuasi dimana tingkat pertumbuhan volume ekspor buah kaleng selama periode 1996 – 2000 adalah
sebesar 9,62 persen per tahun.
Gambar 5 Pohon industri buah-buahan Ditjen Agrokim Depperin 2007
Menurut Irawan et al., 2001, dalam rangka peningkatan daya saing pada masa perdagangan bebas, maka pembangunan hortikultura seyogyanya dilakukan
dengan pendekatan agribisnis, bukan dengan pendekatan produksi yang selama ini
B U A H
Kulit buah Daging buah
mentahhampir matang
Sediaan farmasi Makanan
Asinan Pickle
Chutney Manisan
Tepung buah Leather fruits
T o f e e Buah kering
Jam Jelly Anggur buah
S i r o p S q u a s h
J u i c e P u r e e
Buah dalam kaleng
Makananminum Makananminum
Pakan ternak Pupuk kompos
Papain Pektin
P a s t e Konsentrat
Daging buah masak
B i j i P a t i
Makanan Makanan