Pemilihan Bahan Ajar Cetak

commit to user ii 172 172 buku teks yang digunakan guru juga dapat menjadi indikator tumbuhnya dinamika pengelolaan sekolah dan merupakan bagian dari bentuk upaya para pemangku kepentingan untuk meningkatkan mutu diklat di sekolah tersebut. Penyediaan bahan ajar tidak hanya menjadi permasalahan bagi guru dan siswa. Kepala sekolah dan Komite Sekolah pun telah memberikan perhatian dan berperan aktif dalam upaya penyediaan bahan ajar tersebut. Keragaman bahan ajar yang digunakan guru tidak selalu berarti bahwa guru mempunyai wewenang penuh untuk memilihnya. Pada praktiknya, semua stakeholder sekolah berkontribusi dalam pengadaan bahan ajar yang dibutuhkan.

b. Pemilihan Bahan Ajar Cetak

Telaah lebih jauh mengungkap adanya beberapa kecenderungan pemilihan bahan ajar cetak di SMK yang terbentuk oleh berbagai faktor yang saling terkait, terutama kondisi dan aspirasi guru, kebutuhan dan kondisi siswa dan kondisi sekolah. Kecenderungan pertama adalah pemilihan bahan ajar yang berbentuk buku terbitan luar negeri atau impor yang telah memperoleh reputasi internasional yang disebut Tomlinson dan Masuhara 2008: 161 sebagai EFL global coursebooks. Fenomena ini berkembang di beberapa SMK negeri yang mempunyai reputasi akademik yang cukup baik. Dalam wawancara, TBW, guru senior di SMKN unggulan di Depok, Sleman yang juga penulis beberapa buku teks menyatakan “Kami menggunakan Interchange...New Interchange...buku Interchange itu juga mengacu ke..dua target, .target UN sama target TOEIC” W 3: 2, 5,9. Berdasarkan kajian yang dilaksanakan oleh tim guru di sekolahnya, TBW menyatakan keyakinannya bahwa tuntutan kurikuler berupa pengembangan seperangkat kompetensi berbahasa Inggris melalui keempat keterampilan bahasa serta commit to user ii 173 173 kebutuhan siswa untuk memperoleh sertifikasi kompetensi bahasa Inggris dalam bentuk skor tes TOEIC dapat dicapai dengan menggunakan Interchange. Berdasarkan observasi di kelas yang menggunakan Interchange, kondisi pembelajaran tersebut memang dapat dikembangkan di kelas dengan memadai. Periksa sinopsis kegiatan pembelajaran dengan Interchange di halaman 200. Dari serangkaian wawancara dengan beberapa narasumber terungkap bahwa Interchange digunakan di beberapa SMKN di wilayah Kabupaten Sleman, dan di wilayah Kota Madya Yogyakarta. Alasan mereka memakai buku teks ini seperti yang disampaikan TBW adalah karena mereka menilai bahwa kualitas dan lingkup materi yang tercakup dianggap sesuai dan memenuhi kebutuhan siswa dan memenuhi tuntutan kurikuler seperti yang dicantumkan dalam KTSP. Kebanyakan guru senior di beberapa SMK negeri memilih menggunakan buku teks seperti Interchange, Breakthrough, dsb. karena kualitas bahasa, lingkup materinya serta alur penyajian materinya lebih terstruktur dan lebih runtut sehingga mudah diterapkan dalam meningkatkan kompetensi bahasa siswa. Model tersebut dirasa tepat dan mudah bagi guru untuk mengembangkan pengalaman belajar siswa di kelas. Kecenderungan ini tumbuh dari keyakinan mereka akan keunggulan buku tersebut dari sudut pandang pengembangan kompetensi berbahasa tertentu. Kecenderungan kedua adalah pemilihan buku teks yang diterbitkan penerbit lokal dengan harga yang terjangkau. Fenomena ini berkembang di kalangan sekolah swasta yang sebagian besar siswanya dinyatakan dari keluarga dengan tingkat ekonomi menengah ke bawah. Dalam konteks ini, pemilihan buku teks oleh guru sangat dipengaruhi oleh kebijakan sekolah tentang persepsi daya beli buku orang tua siswa. Guru dituntut untuk mampu membuat pilihan yang bijaksana agar proses diklat commit to user ii 174 174 berjalan dengan efektif tanpa harus memaksa siswa membeli buku teks tertentu. Kebijakan mewajibkan siswa memberi buku teks di sekolah swasta sering kali mendapat reaksi negatif dari siswa atau orang tua siswa yang dapat berakibat rusaknya situasi ketenteraman sekolah. Kondisi ini lazim dijumpai di beberapa sekolah swasta. Ketika menjawab pertanyaan tentang kepemilikan buku teks oleh siswa, guru senior di SMK swasta di pinggiran utara kota Yogyakarta yang mempunyai prestasi akademis dalam bidang kejuruan ini memberi penjelasan dalam wawancara sebagai berikut “ ... memang anak sini ini sebagian besar ’kan dari ekonomi menengah ke bawah.... sehingga tidak berani mewajibkan anak membeli buku..... jadi mestinya sekolah memikirkan pengadaan buku itu”.. W 10: 25. Pernyataan tersebut sesuai dengan kebijakan beberapa kepala sekolah SMK swasta yang rata-rata kondisi ekonomi orang tua siswanya dianggap kurang mampu. Guru di sekolah seperti ini tidak berani memaksa siswa memberi buku teks tertentu. Sebagai jalan keluar, sekolah mengusahakan penyediaan buku teks di perpustakaan sebagai upaya peningkatan mutu proses diklat tanpa menambah beban pembiayaan pada orang tua siswa. Tujuan ini dinilai sangat strategis karena kenyataan bahwa rata-rata motivasi siswa SMK swasta untuk mempelajari bahasa Inggris kurang tinggi. Karenanya Kepala Sekolah bekerja sama dengan guru dan Komite Sekolah mengambil kebijaksanaan yang dapat mereka pikul bersama. Kondisi rendahnya motivasi belajar bahasa Inggris tersebut terrekam dalam suatu observasi proses diklat di lab bahasa yang disewabeli atau dibeli secara leasing di salah satu SMK swasta di Yogya utara, tempat EY mengajar. Berikut catatan lapangan peneliti. commit to user ii 175 175 Seperti yang dijanjikan wakil kepala sekolah bidang kurikulum, saya diizinkan mengobservasi kelas yang diajar instruktur HL pagi itu. Ruang laboratorium bahasa yang berukuran 8 X 6 meter tersebut dilengkapi dengan satu meja panjang dengan satu unit komputer tempat instruktur mengatur kegiatan pembelajaran. Ruang tersebut diisi 10 bangku panjang yang masing-masing dipasang satu unit komputer. Tiap unit komputer dipasang dua headset untuk dua siswa. Saat itu kegiatan pembelajaran berlangsung dengan jadwal tes penjajakan kemampuan bahasa Inggris dengan mengerjakan soal TOEIC bagian kedua yaitu question and answer. Saya hanya melihat kertas lembar jawab dan pensil di meja di hadapan tiap siswa. Setelah selesai, instruktur meminta mereka untuk meninggalkan lembar jawab dan pensil di atas meja. Ketika para siswa keluar, saya melihat tak satupun siswa membawa bahan ajar. Rata-rata mereka hanya membawa satu buku tulis tipis yang dilipat dan diselipkan di saku belakang celana mereka. CL:25 Kegiatan pembelajaran di atas menguatkan penjelasan EY tentang rendahnya motivasi siswanya belajar bahasa Inggris yang dapat diamati dari rendahnya keterlibatan siswa dalam proses diklat. EY memberi contoh lebih rinci kalau para siswa tidak mau mencatat pelajaran jika tidak ada pemeriksaan dan penilaian dari guru. Dengan demikian dapat difahami jika mereka tidak merasa membutuhkan buku teks. Jalan keluar dari kondisi ini yang diambil guru di sekolah dengan kondisi demikian adalah menggunakan buku teks yang terdapat di perpustakaan. Dari beberapa wawancara guru dan observasi, paling tidak ada tiga buku teks yang disumbangkan oleh beberapa institusi pemerintah melalui program pengadaan buku teks. Beberapa bahan ajar yang diterima sekolah adalah sebagai berikut. commit to user ii 176 176 Tabel 4.5 Buku Teks Bahasa Inggris yang Diperoleh Sekolah No Buku Teks Penerbit Donatur Keterangan 1 Global Access to the World of Work Dikmenjur- Jakarta Dirjen PMK Semua SMK 2 English for Vocational School based on the Recent Curriculum, the KTSP Model 2006 LPPPS- Yogyakarta Pemerintah Kota Madya Yogyakarta SMK di Kodya Yogyakarta 3 Pelajaran Bahasa Inggris untuk SMK Kanisius- Yogyakarta Dinas Pend Kabupaten. SMK di Kab. Sleman Selain itu, ada beberapa SMK yang memperoleh bantuan buku teks dari institusi mitra. Dalam kegiatan observasi di beberapa perpustakaan SMK di Yogyakarta, peneliti memperoleh bukti-bukti pemakaian ketiga buku teks tersebut. Ketika melakukan observasi di salah satu SMK swasta di Kabupaten Sleman, peneliti berdialog dengan beberapa mahasiswa jurusan pendidikan bahasa Inggris dari suatu LPTK swasta di Yogyakarta yang sedang melaksanakan PPL di SMK tersebut. Ketika mendiskusikan buku teks yang biasa digunakan di sekolah tersebut, seorang mahasiswi praktikan mengambil tiga buku dari rak yang berbeda tempatnya, menunjukkan buku EVS, GA dan Pelajaran Bahasa Inggris untuk SMK di atas meja dan menjelaskan pemakaiannya. Berikut catatan peneliti. Obs erv Sambil mendengarkan penjelasannya, saya membuka-buka ketiga buku itu bergantian. Saya mengamati kondisi fisik ketiga buku tersebut berbeda bukan karena tahun penerbitannya namun tingkat pemakaiannya. EVS tampak paling ‘lusuh’ dibandingkan dengan buku teks lainnya. Beberapa bagian pojok halaman-halaman depan buku EVS yang dijilid dengan kertas manila tipis terdapat banyak lipatan nglunthung- Jawa. Selain itu di dalam buku ini terdapat banyak coretan, tanda serta tulisan tangan dengan ball point siswa ketika mereka menjawab latihan-latihan yang ada di dalamnya. CL. 8 commit to user ii 177 177 Catatan tersebut menegaskan dua hal. Pertama adalah bervariasinya tingkat pemakaian buku teks yang ada. Kedua adalah rendahnya motivasi siswa belajar bahasa Inggris dilihat dari kepemilikan buku teks oleh siswa. Karena siswa tidak memiliki buku teks, mereka mengerjakan latihan yang diberikan guru di buku milik perpustakaan tersebut bukannya menyalin latihan itu di buku tulis masing-masing.

c. Bahan Ajar Non-cetak