commit to user
70
teks. Sebagai contoh, konteks pembelajaran bahasa terstruktur atau instructed language learning context mutlak memerlukan buku teks yang baik, sedangkan
konteks pembelajaran bahasa alamiah atau naturally occuring language acquisition relatif tidak tergantung pada ketersediaan buku teks. Konteks pengembangan
membaca mutlak memerlukan buku teks yang tersusun sistimatis, sedangkan pengembangan keterampilan wicara tidak. Demikian juga proses pembelajaran yang
terstruktur; bukan proses pemerolehan bahasa secara alamiah, perlu dirancang dan dikembangkan agar kegiatan yang dikembangkan lebih efektif mencapai tujuan yang
ingin dicapai. Dalam proses tersebut pemilihan dan penyusunan buku teks yang baik akan mendukung pengembangan pengalaman belajar yang berkontribusi terhadap
tingkat pencapaian tujuan yang ingin dicapai.
c. Penyusunan Buku Teks
Pembahasan buku teks di sub-bagian II A.3 menunjukkan bahwa buku teks berfungsi sebagai sarana untuk mencapai tujuan yang dirumuskan dalam kurikulum
melalui serangkaian pengalaman belajar yang dilakukan siswa. Hubungan antara buku teks dan kurikulum dapat ditunjukkan melalui hakikat bahan ajar yang
merupakan isi buku teks. Hamalik menilai bahan ajar yang menjadi isi substansi buku teks sebagai
bagian integral dan merupakan inti kurikulum 2003:132. Pernyataan ini juga dikuatkan oleh Nunan 1994: 14 yang menegaskan bahwa bahan ajar atau materials
dianggap sebagai inti kurikulum atau “the what of the curriculum”. Dengan demikian penyusunan buku teks berkaitan erat dengan atau harus merujuk pada
kurikulum karena buku teks harus mencerminkan isi kurikulum.
commit to user
71
Pada praktiknya, penyusunan buku teks tidak dapat diturunkan atau dipilih langsung dari kurikulum. Hal ini karena hakikat kurikulum adalah ungkapan atau
rencana yang umum dan abstrak. Gambaran ini dapat dilihat dari beberapa kutipan berikut. Dubin dan Olshtain 1992: 3, 40 menyebutkan fungsi kurikulum sebagai
“ the broadest contexts in which planning for language instruction takes place, either in the national level or for a community’s school”. Pernyataan ini
menjelaskan bahwa hakikat kurikulum adalah suatu perencanaan pengajaran bahasa baik dalam skala nasional atau masyarakat yang cakupannya sangat luas.
Perencanaan ini juga merupakan pernyataan politis umum yang masih abstrak tentang tujuan pendidikan yang akan dicapai.
Senada dengan Dubin dan Olshtain, K. Johnson 1990: xi, 1 menyebutkan pemakaian istilah curriculum yang biasa digunakan di negara Inggris secara garis
besar merujuk pada “all the relevant decision making processes of all the participants...the factors which contribute to the teaching and learning situation”.
Dua kutipan di atas menunjukkan bahwa kurikulum merupakan suatu keputusan atau rancangan pengajaran yang cakupannya luas meliputi semua faktor yang
mempengaruhi atau mendukung proses pengajaran. Cakupan kurikulum meliputi semua hal yang seharusnya diajarkan dalam
suatu kurun waktu, serta semua komponen yang mendukung proses pembelajaran. Nunan 1988: 1 menyebut konsep tradisional kurikulum sebagai “a statement or
statements of intent—the ‘what should be’ of a course of study”. Pada dasarnya cakupan kurikulum adalah suatu pernyataan tentang tujuan yaitu apa yang
seharusnya dilakukan dalam satu kurun waktu pembelajaran. Hal ini juga ditegaskan Richards dan Rogers 2002: 39 dalam konteks pendidikan formal bahwa cakupan
kurikulum adalah
commit to user
72
...all those activities in which children engage under the auspices of the school This includes not only what pupils learn, but how they learn it, how
teacher helps them learn, using what supporting materials, styles and methods of assesment, and in what kind of facilities.
Dari kutipan di atas, lingkup kurikulum dapat digambarkan sebagai semua aktifitas dan pembelajaran siswa di sekolah, cara kegiatan tersebut dikembangkan, bentuk
dukungan yang diberikan serta bentuk evaluasi yang tepat digunakan untuk mengukur kinerja semua proses tersebut.
Untuk menuangkan butir-butir dalam kurikulum ke dalam buku teks diperlukan perencanaan yang lebih spesifik dan lebih konkrit dalam bentuk silabus.
Silabus disusun untuk menuangkan rencana pembelajaran yang lebih sempit atau lebih khusus dibandingkan dengan kurikulum. Dengan lain kata, silabus adalah
bagian dari, atau salah satu produk olahan dari kurikulum. Hal ini dinyatakan Dubin dan Olshtain 1992: 40 yang menyebutkan silabus sebagai “... syllabus, or the
instructional plan, guides teachers and learners in everyday concern... a more circumscribed document, usually one which has been prepared for a particular
program of learners”. Menurut mereka, silabus merupakan rencana pembelajaran tingkat berikutnya yang berbentuk naskah yang lebih khusus dan konkrit yang
dirancang sebagai acuan, petunjuk apa yang dilakukan guru-siswa, atau rencana pembelajaran dalam suatu program pembelajaran tertentu dan dalam kurun waktu
tertentu Johnson sependapat bahwa hakikat silabus adalah hasil pengolahan
kurikulum pada tahapan yang lebih konkrit lagi. Silabus, bagi K. Johnson 1990: 1 adalah “the product of the decision making processes generally exists in some
concrete form and can be observed and described...”. Dengan demikian pengertian silabus adalah perencanaan yang lebih spesifik dibandingkan dengan kurikulum.
commit to user
73
Dalam menjelaskan istilah silabus, Jack Richards merujuk pada aktifitas yang lebih konkrit. Richards 2002: 2 mendefinisikannya sebagai “a specification of
the content of a course of instruction and lists what will be taught and tested”, artinya bahwa silabus merupakan pemilihan isi serangkaian pengajaran yang lebih
rinci dan dengan mencantumkan butir-butir buku teks yang akan diajarkan dan dievalusi.
Lebih rinci lagi, Richards 1999: 8 juga menjelaskan hakikat penyusunan silabus sebagai bagian dari lingkup penyusunan kurikulum. Mengikuti langkah-
langkah penyusunan kurikulum model Taba, dikatakan bahwa langkah ketiga dan keempat dari model ini adalah “ selection of content” dan “organization of content’
sebagai inti penyusunan silabus. Dari kutipan ini dapat difahami bahwa isi silabus adalah kumpulan isi atau bahan ajar yang tersusun sedemikian rupa yang harus
diajarkan dan dicakup dalam evaluasi. Dubin dan Olshtain 1992: 28 menempatkan silabus sejajar dengan
rancangan pengajaran sebagai “course outline” dan juga “the instructional plan”. Sejalan dengan yang diutarakan Richards, dan Dubin dan Olshtain, Cunningsworth
1995: 54 mendefinisikan silabus sebagai “a specification of the work to be covered over a period of time, with a starting point and a final goal”, bahwa silabus
adalah rincian pekerjaan atau aktifitas pembelajaran yang harus dicakup dalam suatu masa tertentu yang perlu mencantumkan titik awal dan titik akhir atau tujuan suatu
proses pengajaran. Searah dengan itu, Johnson juga menyatakan bahwa silabus harus memuat
apa yang perlu diajarkan. Secara lebih rinci, K. Johnson 1990: 28 juga menyebutkan cakupan silabus sebagai “ the selection and organization of linguistic
content to be taught…to include not only vocabulary and grammar but notions that
commit to user
74
the learner needs to communicate about and functions that the learners need to communicate within”. Cakupan silabus berisi kosa kata, tata bahasa, nosi dan fungsi
bahasa yang disusun dalam sistim pembelajaran yang dibutuhkan pembelajar untuk mengembangkan kompetensi komunikatifnya.
Selain materials, Dubin dan Olshtain 1992: 28 juga memasukkan tujuan pembelajaran, metode atau cara pembelajaran dan evaluasi ke dalam lingkup silabus.
Menurut mereka, silabus perlu mencakup hal-hal berikut. 1 Tujuan program pembelajaran secara operasional.
2 Materi yang perlu dicakup selama program pembelajaran. 3 Waktu pembelajaran yang diperlukan.
4 Metode, teknik dan materi pengajaran. 5 Bentuk dan mekanisme evaluasi yang diterapkan.
Dengan demikian dapat difahami bahwa hakikat silabus adalah seperangkat perencanaan pengajaran yang mencantumkan serangkaian materials yang harus
dicakup dalam suatu periode tertentu, kapan dan bagaimana penerapannya dalam proses pembelajaran termasuk bagaimana bentuk evaluasi yang cocok diterapkan.
Rancangan tersebut berisi materi yang akan diajarkan seperti kosa kata, tata bahasa, fungsi dan nosi bahasa, model dan prosedur pembelajaran dan evaluasi.
Konsep yang sama juga dinyatakan dalam KTSP. Dokumen ini menegaskan bahwa silabus merupakan penjabaran SK dan KD ke dalam materi
pokokpembelajaran, kegiatan pembelajaran dan indikator pencapaian kompetensi untuk penilaian BSNP, 2006: 4. Selain lingkup kompetensi minimal yang harus
dicapai, KTSP juga menyebutkan rambu-rambu pencapaian serta evaluasinya..
commit to user
75
Dari beberapa kutipan di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa penyusunan buku teks harus didasarkan atas bahan ajar sebagai isi kurikulum dan rambu-rambu
penerapannya karena buku teks adalah wahana untuk mencapai tujuan yang dicantumkan dalam kurikulum. Karena kurikulum masih berupa perencanan yang
abstrak, penyusunan buku teks harus melalui penyusunan silabus sebagai rambu- rambu penuangan kurikulum ke dalam kegiatan yang lebih konkrit. Fokus
pembahasan silabus adalah “on what is taught and in what order it is taught” Cunningsworth, 1995: 54, yaitu apa saja yang harus dicakup dalam suatu proses
pengajaran dan bagaimana urutannya atau sistim pengaturan buku teks tersebut. Beberapa model pengaturan buku teks dalam kurikulum dibahas dalam bagian
berikut.
d. Penyusunan Buku Teks Bahasa Inggris untuk SMK