English for Vocational School

commit to user ii 202 202 kegiatan pembelajarannya tidak terintegrasi. Sinopsis ini menunjukkan bahwa proses pembelajaran tidak hanya tergantung guru, tetapi juga buku teks yang digunakan sebagai dasar pengembangannya.

c. English for Vocational School

Selelah memberi salam dan memberi tahu topik yang akan diajarkan siang itu, guru melakukan langkah warming up dengan bertanya-jawab dalam bahasa Inggris dengan menggunakan pola kalimat dari tema yang akan dibicarakan. Seperti biasanya beliau harus mengulang-ulang pertanyaan dan bahkan tidak jarang harus menjelaskan makna atau menerjemahkan pertanyaan tersebut dalam bahasa Indonesia agar siswa yang ditunjuk mampu menjawabnya. Siang itu materi yang akan diajarkan adalah ‘taking phone messages’. Guru membuka dengan menanyakan pengalaman siswa dalam menelpon sampai pada kondisi ketika orang yang ditelpon tidak ada. Pertanyaan tersebut semua diekspresikan dalam bahasa Inggris namun ketika siswa tidak kunjung menjawab, guru menerjemahkannya ke dalam bahasa Indonesia. Guru juga menjelaskan berbagai situasi yang mungkin ditemui siswa ketika nanti akan praktik lapangan, etika bertelpon, apa saja yang harus disebutkan oleh seorang petugas dan berbagai kemungkinan yang terjadi dalam percakapan telepon, termasuk bagaimana mencatat pesan taking telephone messages. Setiap kali memasuki kegiatan baru guru selalu menjelaskan hakikat tugas yang harus dikerjakan siswa, pertama dalam bahasa Inggris dan kemudian mengulangi penjelasan tersebut dalam bahasa Indonesia. Beberapa kosa kata yang dianggap sulit ditanyakan kepada siswa dan kalau mereka tidak tahu, guru menerjemahkannya. Semua tugas dikembangkan seperti perintah pada tiap bagian section. Pada akhir pelajaran, guru menunjuk beberapa pasang siswa diminta maju ke depan kelas untuk memperagakan bagaimana mereka bercakap-cakap melalui telpon, dan bagaimana meninggalkan dan mencatat pesan telepon. Meskipun siswa telah diberi waktu untuk mempersiapkannya, kebanyakan mereka masih melihat teks—catatan tentang apa yang akan dikatakan dalam ‘percakapan’ yang akan dipraktikkan. Sebelum menutup pelajaran, guru membuat rangkuman materi yang telah commit to user ii 203 203 diajarkan dengan memberi penekanan pada pola-pola kalimat request dan statement dalam bahasa Indonesia. Sambil mengikuti penjelasan guru, siswa diminta bersama-sama menyebutkan beberapa istilah yang digunakan guru dalam menjelaskan topik hari itu. CL: 25.. Sinopsis di atas menggambarkan proses pembelajaran yang cukup dapat melibatkan siswa dalam proses pembelajaran, meskipun situasi kelas terasa bising karena luas ruangan yang terlalu kecil untuk 34 siswa. Dari interaksi yang dibangun, terlihat siswa masih menemui banyak kesulitan dalam menangkap ujaran guru dalam bahasa Inggris meskipun guru mengucapkannya dengan suara keras, pelan dan berhati-hati dalam melafalkan tiap suku kata careful speech. Tampak ada kecenderungan guru untuk menjelaskan pola kalimat yang beliau temui secara terlulis di papan tulis. Tidak lupa guru bertanya kepada siswa jika masih ada yang belum faham materi hari itu. Kegiatan pembelajaran diakhiri dengan meminta siswa memepragakan dialog di depan kelas. Hasil unjuk kerja tersebut tampaknya digunakan sebagai indikator tercapainya tujuan pembelajaran unit tersebut. Ketiga sinopsis yang menggambarkan tiga model proses diklat berdasarkan tiga buku teks di atas menunjukkan bahwa nilai efektifitas ketiga kelas tersebut berjenjang dalam mengembangkan kegiatan pembelajaran. Berdasarkan pandangan Dunkin dan Biddle dalam Chaudron, 1990: 3, hasil pembelajaran dapat difahami melalui pencermatan proses yang terjadi di kelas. Dalam menganalisis proses tersebut, indikator pencapaian tujuan pembelajaran adalah tuntutan kurikulum yang berlaku, yakni pengembangan seperangkat kompetensi berbahasa. Karena hakikat kompetensi tersebut berbentuk kemampuan bersikap, berpikir, dan bertindak secara konsisten sebagai perwujudan dari pengetahuan, sikap, dan keterampilan yang dimiliki peserta didik BSNP, 2006, hasil pembelajaran yang menggunakan ketiga buku teks tersebut commit to user ii 204 204 berbeda tingkat keberhasilannya. Secara ringkas perbandingan kegiatan pembelajaran melalui ketiga buku teks di atas dapat dituangkan dalam tabel berikut. Tabel 4.10 Ringkasan Kegiatan Belajar Siswa dalam Tiga Kelas No Unjuk Kemampuan siswa berbahasa Inggris di kelas Interchange GA EVS 1 Menyimak dialog dalam video + ― ― 2 Menyimak dialog dari rekaman audio + ― √ 3 Menyimak penjelasan lisan guru + √ √ 4 Menjawab pertanyaan lisan guru + √ √ 5 Membaca teks + + √ 6 Menjawab pertanyaan tertulis tentang isi teks + ― √ 7 Menjawab pertanyaan tertulis + + √ 8 Menjawab latihan tentang grammar ― + √ 9 Membuatmerespon teks tertulis secara mandiri + ― ― Keterangan + = unjuk kerja berbahasa secara intensive √ = unjuk kerja berbahasa secara sedang ― = tidak melakukan unjuk kerja bahasa Tabel di atas menyajikan jenis dan intensitas kegiatan pembelajaran yang dilakukan siswa di tiga kelompok belajar di atas. Kelas yang kegiatan belajarnya menggunakan Interchange dan EVS menunjukkan kegiatan yang lebih bervariasi dibandingkan dengan kelas dengan siswa yang belajar dengan GA. Dari jumlah dan variasi kegiatan berbahasa yang dilakukan, siswa yang menggunakan Interchange dan EVS hampir sama. Perbedaan keduanya terlihat pada tingkat intensitas kegiatan. Dalam kegiatan menyimak penjelasan lisan guru dan menjawabnya secara lisan, misalnya, siswa di kelas yang menggunakan Interchange melakukannya lebih intensif dari pada siswa di kelas yang menggunakan EVS. Sinopsis di atas memperlihatkan bahwa dalam proses pembelajaran yang menggunakan Interchange, guru mampu mengembangkan interaksi di kelas dalam commit to user ii 205 205 bahasa Inggris dan mendorong siswa berbahasa Inggris semampu mereka. Hal ini juga dapat diamati dari kemampuan mereka menjawab pertanyaan lisan guru dalam bahasa Inggris meskipun dalam bentuk singkat. Di kelas lain yang menggunakan EVS, dapat diamati bahwa siswa masih menghadapi kesulitan dalam menyimak penjelasan lisan guru sehingga guru sering harus menerjemahkannya agar para siswa memahaminya. Guru masih sering menuntun dan memancing jawaban siswa secara lisan dan ini bisanya dilakukan bersama-sama. Perbedaan menyolok dari kedua kelas adalah, siswa yang menggunakan Interchange mampu menyusun teks sebagai respon terhadap teks yang dibaca, sedangkan siswa yang menggunakan EVS hanya mampu menjawab pertanyaan tertulis berdasarkan masalah yang sangat khusus. Perbedaan kedua adalah di kelas Interchange siswa mampu bekerja berkelompok dalam menyusun teks tertulis, sedangkan kerja kelompok yang dilakukan siswa EVS baru sebatas menjawab pertanyaan yang disediakan dan menyusun dialog yang akan diperagakan di kelas. Penjelasan di atas dapat menunjukkan bahwa tingkat keberhasilan guru di kelas beragam tergantung konteks dan kondisinya. Guru kedua kelas tersebut dapat mengaku keberhasilan mereka dalam mengembangkan kegiatan belajar. Namun karena konsep kompetensi dalam KTSP mencakup tidak saja pengetahuan, namun juga sikap, dan keterampilan berbahasa digunakan sebagai indikator pencapaian, dapat dinyatakan bahwa kelas yang menggunakan Interchange menunjukkan unjuk kebahasaan yang lebih tinggi dan lebih memenuhi indikator kompetensi seperti yang dimaksudkan KTSP dari kelas yang menggunakan EVS. Gambaran tersebut menjadi bukti bahwa Interchange dapat digunakan untuk mengembangkan kegiatan pembelajaran yang dapat mencapai pengembangan kompetensi berbahasa lebih tuntas dari EVS. commit to user ii 206 206

D. Pembahasan

Buku teks merupakan unsur pendukung penting dalam proses pendidikan. Dalam konteks pengajaran bahasa Inggris, J.C. Richards 2002: 1 menegaskan pentingnya buku teks tersebut sebagai unsur pendukung penting dalam kebanyakan program pengajaran bahasa. Khusus dalam konteks pendidikan formal, Dunkin dan Biddle dalam Chaudron, 1990: 3 menggambarkan pentingnya peran textbook, bersama variabel lain, dalam mendukung pengembangan kualitas proses pembelajaran di kelas yang menentukan tingkat kinerja proses tersebut. Sejalan dengan Richardas dan Dunkin dan Biddle, Tomlinson 2008: 4 juga menggambarkan fungsi buku teks yang secara diungkapkan sebagai pajanan bahasa dalam konteks pemakaian yang tepat serta menyediakan sarana agar pembelajar dapat melibatkan diri dalam kegiatan tersebut dengan rasa senang. Pentingnya peran buku teks tersebut difahami oleh semua stakeholders pendidikan di SMK. Sesuai dengan kapasitasnya, para stakeholder pendidikan di SMK sedikit banyak telah memberi sumbangan dalam pengadaan buku teks. Kenyataan bahwa semua guru di SMK DIY dan sekitarnya menggunakan beragam buku teks menunjukkan kinerja yang sinergis dari upaya stakeholders.

1. Alasan Pemilihan Buku Teks

Temuan tahapan eksplorasi menunjukkan bahwa rata-rata guru menggunakan lebih dari satu buku teks yang dipilih berdasarkan kondisi sekolah dan komitmen para stakeholder. Keragaman buku teks yang dipilih berdampingan dengan tersedianya keragaman kualitasnya. Kondisi tersebut terbentuk oleh beberapa faktor sebagai berikut.