commit to user
43
5 Pengajaran kurang memperhatikan kontek teks yang ada. Teks yang dihadapi dianggap sebagai latihan analisis tata bahasa.
6 Sering kali latihan-latihan yang diberikan kepada siswa berupa menerjemahkan kalimat-kalimat bahasa sasaran yang terpisah ke dalam bahasa ibu.
7 Pengajaran kurang memperhatikan pengembangan pelafalan kata.
Prinsip pengajaran ini masih banyak diterapkan di kelas bahasa asing sampai sekarang. Sebelum diterapkannya KBK dan KTSP, banyak guru mengembangkan
kegiatan pembelajaran bahasa Inggris yang mengikuti prinsip-prinsip di atas. Meskipun kurikulum yang kini diterapkan mengutamakan pemakaian bahasa sasaran
dalam konteks komunikasi yang terjadi sehari-hari, baik di lingkungan kehidupan nyata maupun antisipasi lingkungan tempat kerja nanti, beberapa kegiatan
pembelajaran yang merupakan ciri GTM masih sering dipraktikkan guru, khususnya butir 1-3 di atas. Banyaknya kritik dan kelemahan yang terdapat GTM, tidak
membuat para guru meninggalkan metode ini. Salah satu penyebabnya adalah bahwa model pengajaran seperti ini lebih mudah diterapkan di kelas karena guru tidak
dituntut untuk memiliki kompetensi bahasa sasaran yang tinggi, khususnya kompetensi berbahasa lisan.
b. Direct Method DM
DM adalah metode pengajaran bahasa asing yang pada awalnya dirumuskan sebagai reaksi atas kelemahan GTM yang mengabaikan pengembangan keterampilan
berbahasa lisan. DM dirancang sebagai metode yang menerapkan prinsip pembelajaran bahasa asing sebagaimana yang dialami oleh anak ketika mereka
belajar bahasa ibu mereka. Dalam konteks ini kegiatan pembelajaran dirahkan pada pengembangan kemampuan berkomunikasi lisan dengan cara melibatkan anak
commit to user
44
dalam berbagai kegiatan berkomunikasi lisan. Karenanya metode ini juga disebut Naturalistic Method.
Embrio metode ini berasal dari the Series Method yang dirumuskan Gouin yang menyatakan bahwa mengajarkan bahasa asing seharusnya dilakukan secara
langsung mengajak pembelajar berkomunikasi. Guru tidak perlu menjelaskan tata bahasa yang dipakai tetapi mengajarkan bagaimana menggunakan bahasa dalam
tindak komunikasi. Prinsip tersebut digambarkan Brown 2001: 20 sebagai berikut “...that taught the learner directly without translation and conceptually without
grammatical rules and explanation through a series of conncected sentences that are easy to perceive”, yaitu metode pengajaran bahasa yang mengajari pembelajar
langsung tanpa melalui penerjemahan dan secara konseptual tanpa menjelaskan kaidah-kaidah bahasa melalui serangkaian ujaran yang mudah difahami.
Praktik dan prosedur pembelajaran DM ini tidak banyak berbeda dengan metode Gouin. Brown 2001: 21 menggambarkan prinsip metode DM sebagai
“...that second language learning should be more like the first language learning— lots of oral interaction, spontaneous use of the language, no translation between
first and second langauge and little or no analysis of grammatial rules”, bahwa pembelajaran bahasa asing seharusnya dirancang seperti proses pembelajaran bahasa
ibu yang menekankan pada pengembangan interaksi lisan, pemakaian bahasa secara langsung, tidak menggunakan terjemahan ke dalam bahasa ibu dan tidak atau sedikit
melibatkan siswa dalam menganalisis kaidah bahasa. Beberapa ciri utama DM yang dirumuskan Richards and Rogers dalam Brown
2001: 21 adalah sebagai berikut. 1 Interaksi guru-siswa dilakukan semuanya dalam bahasa sasaran.
commit to user
45
2 Hanya kosa kata yang dipakai sehari-hari yang diajarkan. 3 Keterampilan berbahasa lisan dikembangkan dengan intensif dan seksama
berbasis tanya-jawab antara guru dan siswa dalam kelas kecil yang intensif. 4 Grammar diajarkan secara induktif
5 Butir pengajaran baru diajarkan melalui pemberian contoh dan pelatihan. 6 Kosa kata yang konkrit diajarkan melalui demonstrasi, benda dan gambar;
sedangkan kosakata abstrak diajarkan melalui asosiasi konsep. 7 Keterampilan wicara dan menyimak dikembangkan.
8 Pelafalan yang benar dan pemakaian grammar yang tepat ditekankan. Pada awalnya, metode ini sangat terkenal khususnya di kelas-kelas yang
dirancang untuk mengembangkan keterampilan berkomunikasi lisan pembelajar. Namun demikian karena sulit dan rumit penerapannya, sedikit sekali guru atau kelas
yang menerapkan metode ini sebagai metode tunggal. Hambatan utama yang dihadapi adalah terbatasnya lingkup penerapannya serta terbatasnya guru yang
memiliki kemampuan berbahasa sasaran yang tinggi untuk dapat menerapkannya dengan baik.
Dalam konteks pengajaran bahasa Inggris di SMK, guru hampir tidak pernah menerapkan metode ini secara eksklusif atau sebagai metode tunggal. Hal ini
mungkin karena rata-rata jumlah siswa setiap kelas di SMK mencapai 30-40 siswa. Selain itu langkanya guru yang memiliki kompetensi berbahasa Inggris yang
memadai khususnya keterampilan berbahasa lisan yang dipakai sebagai modal untuk menerapkan metode ini. Berdasarkan rambu-rambu kurikulum bahasa Inggris yang
lalu, guru jarang sekali menggunakan unsur kegiatan seperti di atas karena pengajaran lebih menekankan pada penguasaan bahasa tertulis. Berdasarkan KTSP,
kompetensi berbahasa lisan termasuk dalam ranah lingkup SKL untuk SMK.
commit to user
46
Pencapaian SKL ini menuntut guru mampu mengadopsi beberapa unsur kegiatan seperti yang dirancang dalam DM sebagai teknik penyajian materi seperti pemakaian
bahasa Inggris dalam menyajikan materi di kelas, penahapan dalam pengembangan keterampilan bahasa lisan, dan penyajian unsur tata bahasa secara induktif.
Perubahan orientasi pembelajaran ini karena kurikulum yang diterapkan di SMK sekarang memberi perhatian yang cukup proporsional dalam pengembangan
kemampuan siswa dalam unjuk kerja berkomunikasi lisan dalam bahasa Inggris.
c. AudioLingual Method ALM