commit to user
25
Secara bertahap pembelajar dituntun dan diberi kesempatan untuk mengembangkan kemampuan memahami ujaran lawan tutur serta kesempatan untuk membuat ujaran-
ujaran yang dapat difahami oleh lawan tutur. Melalui serangkaian kegiatan uji-coba pembelajar diharapkan mampu mengenali dan akhirnya menguasai bentuk-bentuk
bahasa yang sesuai dengan konteks.
c. Model Interactionist
Teori interactionist mamandang hakikat bahasa sebagai alat untuk berkomunikasi. Pandangan ini berkembang karena pengaruh teori sosiolinguistik
serta pemakaian bahasa yang mengutamakan perilaku pemakaian bahasa di kalangan masyarakat penutur. Pandangan ini mewarnai konsep pembelajaran yang
dikembangkan. Goh dan Silver 2004: 41 menggambarkan proses pembelajaran bahasa menurut teori interaktionisme sebagai “language learning evolves out of
communication”, bahwa pembelajaran bahasa terjadi atau merupakan hasil dari proses komunikasi. Teori ini mengadopsi hal-hal yang biasa terjadi dalam proses
komunikasi ke dalam proses pembelajaran. Proses komunikasi tidak hanya dipandang sebagai pemicu proses pembelajaran, melainkan juga sebagai wahana
pembelajaran. Menurut teori ini, faktor bawaan anak beserta lingkungan dianggap sebagai
dua faktor yang sama-sama menentukan keberhasilan proses pembelajaran bahasa. Larsen-Freeman dan Long menegaskan bahwa dalam proses itu, “...they invoke both
innate and environmental factor to explain language learning” 1991: 266. Berbeda dengan teori pembelajaran yang lain yang hanya bertumpu atau mengandalkan
fungsi satu komponen pembelajaran tertentu; faktor lingkungan dalam model behaviorist atau faktor bawaan dalam model innatist, model interacsionist mengakui
commit to user
26
kedua faktor tersebut mempunyai peran masing-masing yang sama pentingnya dalam proses pembelajaran. Faktor bawaan ditempatkan pada urutan pertama namun
faktor lingkungan dianggap sebagai faktor pendukung yang sangat dibutuhkan dalam proses pembelajaran. Lebih khusus lagi, Goh dan Silver menyatakan bahwa
kualitas lingkungan kebahasaan atau linguistic environment dalam bentuk peristiwa dan atau kondisi pemakaian bahasa yang ditemui anak dalam berbahasa seperti input
negotiation, output, dan interactional feedback 2004: 42 memegang peran penting dalam proses pembelajaran.
Penerapan teori ini dalam proses pengajaran bahasa asing dapat dilihat dalam metode Communicative Language Teaching CLT Richards dan Rogers, 2002;
Goh dan Silver, 2004: 45. Lebih jauh Goh dan Silver 2004: 45 menyebutkan beberapa fitur metode CLT ini sebagai metode yang lebih memihak pada
kepentingan pembelajar dari pada guru atau “more learner centered and less teacher-centered”, tidak mengandalkan atau menekankan pada aktifitas
pengulangan, menghafal, dan mempelajari kaidah bahasa atau “little reliance on drill work, memorization and rule-based learning”, menggunakan kerja
berpasangan dan kelompok, menggunakan konteks dalam mengajarkan kosakata dan grammar, mengutamakan pemakaian bahasa dalam kegiatan komunikasi, dan
berusaha untuk menampilkan aspek pemakaian bahasa dalam konteks yang sesungguhnya.
Prinsip di atas dirumuskan berdasarkan fenomena beragamnya praktik pengajaran yang dapat dikelompokkan ke dalam CLT. Beragamnya kondisi kelas
tersebut disebabkan oleh beragamnya tuntutan dan kebutuhan konteks lokal yang menuntut bentuk penerapan prinsip yang berbeda untuk mengembangkan
commit to user
27
kompetensi komunikatif peserta didik. Prinsip tersebut menjadi nilai pengajaran yang bersifat terbuka yang penerapannya tidak mutlak dan tidak bersifat mengikat
atau prescriptive. Bersamaan dengan kesadaran beragamnya tuntutan lokal, prinsip- prinsip tersebut dijadikan sebagai indikator praktik pembelajaran yang dapat
dikategorikan ke dalam CLT. Senada dengan ketiga teori di atas, dalam konteks pembelajaran bahasa
asing, Spratt, dkk 2005: 41 menyimpulkan beberapa penelitian para ahli dan merumuskan tiga jenis proses pembelajaran; aquisition, interaction dan focus on
form sebagai berikut. 1
“Acquisition … to really learn a foreign language we need exposure to lots of examples of it and that we learn from the language in our surroundings, …
which is rich in variety, interesting to us and just difficult enough for us…”, bahwa proses pemerolehan bahasa memerlukan banyak pemajanan bahasa di
lingkungan pembelajar yang bervariasi, menarik serta menantang tetapi tidak terlalu sulit bagi anak.
2 “Interaction …. to learn language we need to use it in interaction with other
people… to express ourselves and make our meanings clear to other people, and to understand them. If they have not, we need to try again using other language,
until we manage to communicate successfully..”, bahwa pembelajaran bahasa memerlukan pembelajar untuk berinteraksi dengan masyarakat penutur untuk
belajar mengungkapkan pikiran dan perasaan secara efektif serta memperoleh masukan dari proses pembelajaran tersebut.
3 “Focus on form … foreign language learners also need to focus on form… they
need to pay attention to language, e.g. by identifying, working with and practicing the language ....”, bahwa dalam konteks pembelajaran bahasa asing,
commit to user
28
pembelajar perlu memperhatikan bentukan bahasa serta berlatih berkomunikasi dengan menggunakan bentukan tersebut.
Dari ketiga jenis proses di atas, Spratt, et al. menyimpulkan bahwa tak satupun yang diterapkan secara sendiri-sendiri. Mereka melihat bahwa kebanyakan
kasus pembelajaran bahasa asing melibatkan campuran ketiga proses tersebut. Ada saatnya ketika pembelajar memperhatikan pemajanan bahasa dalam konteks,
menggunakannya dalam kegiatan berkomunikasi serta mempelajari bentuk-bentuk yang efektif untuk berkomunikasi. Selanjutnya Spratt, et al. 2005: 41
menyimpulkan …we do not learn a foreign language best through learning grammar and
translating. Nor do we learn by constantly practicing until we form habits. We learn by picking up language, interacting and communicating and focusing on
form. Kenyataan di kelas menunjukkan bahwa para pembelajar terlibat dalam berbagai
kegiatan antara lain pemerolehan, berinteraksi dan berkomunikasi serta mempelajari bentukan bahasa.
Kesimpulan serupa juga dirumuskan Tomlinson 2008: 4 bahwa dalam proses pembelajaran bahasa asing ada lima butir komponen proses yang terjadi:
1 “rich experience of language in use” atau kaya pengalaman tentang bagaimana bahasa itu digunakan.
2 “the learner need to be motivated, relaxed, positive and engaged”, bahwa pembelajar perlu diberi dorongan, diupayakan untuk tidak dalam kondisi
tertekan dan dilibatkan dalam proses berbahasa. 3 “the language experience need to be contextualized and comprehensible”, bahwa
pengalaman kebahasaan tersebut perlu dihubungkan dengan konteks dan dapat difahami.
commit to user
29
4 “the language and discourse features available for potential aquisition need to be salient, meaningful and frequently encountered”, bahwa fitur kebahasaan dan
wacana yang mungkin dikuasai perlu jelas, bermakna serta sering dihadapi. 5 “the learners need to achieve deep and multi-dimensional processing of the
language”, bahwa pembelajar perlu melakukan berbagai proses pembelajaran yang mendalam .
Tomlinson menegaskan bahwa kelima jenis kegiatan tersebut memerlukan bahan ajar yang mendukung agar proses tersebut dapat terlaksana dengan efektif.
2. Sekolah Menengah Kejuruan SMK