Communicative Language Teaching CLT

commit to user 51

e. Communicative Language Teaching CLT

CLT adalah metode pengajaran yang dinilai sebagai perwujudan era atau fenomena baru dalam bidang pengajaran bahasa asing. Sebelum berkembanganya CLT, ada kecenderungan di kalangan para praktisi untuk menerapkan prinsip-prinsip satu metode pengajararan tertentu secara tertutup atau eksklusif. Dalam era CLT ini prinsip pengajaran yang diterapkan lebih bersifat terbuka Brown, 2001: 43 dengan mengakomodasi berbagai prinsip pembelajaran yang dinilai menguntungkan dan efektif. Lebih spesifik lagi Brown 2007: 18 menyebut CLT sebagai “an eclectic blend of the contributions of previous methods into the best of what a teacher can provide in authentic uses of the second language in the classroom”. Karenanya CLT tidak lagi dianggap sebagai sebuah metode pengajaran melainkan sebagai suatu pendekatan atau approach. CLT pertama kali dirumuskan sebagi jawaban permasalahan kebutuhan untuk mengembangkan kompetensi untuk berkomunikasi langsung dengan orang asing tanpa harus memerlukan waktu lama belajar Richards dan Rogers, 2002: 153- 154. Dari satu sisi, metode ini dinilai sebagai perumusan kembali metode SLT yang mengutamakan pengembangan berkomunikasi lisan berdasarkan atas konteks yang dihadapi melalui serangkaian latihan pemakaian pola-pola kalimat dasar dalam kegiatan yang bermakna berbasis pada situasi dan konteks yang dihadapi. Persamaannya dengan CLT dapat dilihat pada tujuan pembelajaran yaitu agar pembelajar mampu berbahasa dengan tepat berdasarkan konteks yang dihadapi. Perbedaannya terletak pada proses pembelajaran. Jika SLT bertumpu pada pelatihan pola-pola kalimat yang biasanya dipakai dalam konteks yang dipelajari, CLT lebih mengutamakan kualitas kegiatan interaksi berbahasa. commit to user 52 Awal pengembangan metode ini adalah tersusunnya Notional Funtional Syllabus oleh pakar dari Council of Europe, sebuah badan kerjasama regional organisasi negara-negara di benua Eropa yang bergerak dalam bidang pendidikan dan kebudayaan. Silabus ini mengutamakan penguasaan nosi dan fungsi bahasa sebagai materi yang perlu dicakup dalam rencana pembelajaran bahasa asing. Kedua cakupan sibalus ini sesuai dengan konsep Dell Hymes tentang communicative competence CC, yakni apa yang seharusnya dimiliki seseorang untuk dapat berkomunikasi. Rancangan silabus ini telah memberi jalan penerapan teori CC Hymes, 1972 dalam proses pembelajaran. Dalam teori ini Hymes berargumentasi bahwa pengetahuan kebahasaan yang dikuasai pembelajar tidak akan berarti jika mereka tidak mampu menggunakannya dalam tindak komunikatif berdasarkan atas kondisi yang ada. Dengan mengembangkan kedua unsur tersebut; fungsi dan nosi bahasa pembelajar dinilai akan mampu menggunakan apa yang mereka pelajari di kelas ke dalam tindak komunikasi yang sesungguhnya. Karena prinsip pembelajaran yang dikembangkan CLT bersifat terbuka para praktisi cenderung memodifikasi langkah pembelajaran berdasarkan atas persepsi serta konteks pembelajaran yang dihadapinya. Hasilnya banyaknya tumbuh variasi metode pengajaran yang dapat dikelompokkan ke dalam CLT. Richards dan Rogers 2002: 155 dan Brown 2001:43 merumuskan ciri-ciri pembelajaran yang dikembangkan dalam CLT ini sebagai berikut. 1 Menjadikan kompetensi komunikatif sebagai tujuan pembelajaran bahasa. Teori CC ini kemudian dikembangkan lebih lanjut antara lain oleh Canale dan Swain 1980 yang menguraikannya ke dalam empat komponen yaitu grammatical competence meliputi penguasaan pengetahuan tentang kebahasaan seperti penguasaan kosa kata, grammar, dsb., sociolinguistic competence meliputi commit to user 53 pengetahuan kapan bentukan-bentukan lingual tertentu digunakan dalam berkomunikasi, discourse competence yaitu kompetensi mengembangkan wacana dalam berinteraksi seperti bagaimana memulai, menjaga keberlangsungan, dan mengakhiri interaksi, dan strategic competence yaitu kompetensi untuk dapat mencari jalan keluar atau berkompensasi jika ada masalah dalam berkomunikasi. 2 Mengembangkan prosedur pengajaran keempat keterampilan berbahasa yang menciptakan ketergantungan antara bahasa dan komunikasi. Pada kenyataannya, setiap pemakaian bahasa dalam kehidupan sehari-hari selalu melibatkan lebih dari satu keterampilan berbahasa. Fenomena tersebut diakomodasi ke dalam proses pembelajaran dengan menuangkannya ke dalam rancangan pembelajaran dan bahan ajar; peran guru dan perilaku pembelajar demi berkembangnya kompetensi berbahasa mereka. 3 Kegiatan pembelajaran menurut CLT harus lebih memihak pada kepentingan pembelajaran siswa dari pada kepentingan guru dalam mengajar. CLT mengupayakan berfungsi aktifnya pembelajar dalam proses pembelajaran melalui berbagai kegiatan yang memungkinkan mereka mengembangkan kompetensi komunikatif. Semakin banyak kesempatan itu diberikan kepada siswa semakin tinggi kemungkinan peningkatan kompetensi mereka. 4 Untuk mendorong pengembangan kompetensi komunikatif, kegiatan pembelajaran yang berpihak pada pengembangan keterampilan berbahasa siswa dibangun berdasarkan atas tiga axioma berikut. a Kegiatan yang melibatkan komunikasi yang sesungguhnya mendorong pembelajaran; commit to user 54 b Kegiatan yang menggunakan bahasa untuk melakukan kegiatan yang bermakna meningkatkan pembelajaran; dan c Bahasa yang bermakna bagi pembelajar mendukung proses pembelajaran. Berdasarkan axioma tersebut kegiatan pembelajaran dapat disusun dengan lebih terfokus pada pengembangan CC. Rambu-rambu pembelajaran menurut CLT dirumuskan untuk mengembangkan berbagai kegiatan yang mengadopsi prinsip-prinsip tersebut. Mengingat luasnya lingkup prinsip yang dianut, berkembang kecenderungan di kalangan praktisi untuk tidak mengadopsi semua prinsip tersebut, melainkan memilih prinsip mana yang dapat diterapkan yang sesuai dengan kondisi yang ada untuk dapat mengembangkan CC para pembelajar. Di lain pihak. para praktisi merasa bebas memodifikasi prinsip pengajaran yang ada dengan apa yang mereka nilai tepat diterapkan dalam lingkungan mereka. Prinsip ini banyak diterapkan di kelas-kelas bahasa, tidak terkecuali di lingkungan pendidikan formal di Indonesia. Berdasarkan kajian kurikulum bahasa Inggris untuk SMK tahun 1999, 2004 dan 2006, dapat diketahui bahwa rambu-rambu pembelajaran bahasa Inggris yang dikembangkan mengacu pada penerapan prinsip pembelajaran menurut CLT. Secara eksplisit kurikulum bahasa Inggris untuk SMK tahun 1999 dengan tegas menyebutkan rambu-rambu pengajaran yang perlu diterapkan mengacu pada prinsip-prinsip CLT seperti yang dirumuskan Richards Rogers dan Brown di atas. Meskipun kurikulum 2006—KTSP— tidak secara eksplisit menyebutkan metode pengajaran yang harus digunakan, arah dan model pembelajaran yang diterapkan mengacu pada apa yang dikembangkan dalam kurikulum sebelumnya, yaitu kurikulum 2004 dan 1999. Analisis lebih lanjut menunjukkan bahwa penerapan commit to user 55 KTSP lebih menegaskan akan pengembangan dan pemakaian bahasa sasaran dalam berinteraksi di kelas dalam kegiatan yang bermakna bagi siswa. Artinya, ciri-ciri pembelajaran yang dikembangkan menurut CLT juga diterapkan dalam pembelajaran bahasa Inggris di SMK.

f. Compentency Based Language Teaching CBLT