commit to user
ii
177
177 Catatan tersebut menegaskan dua hal. Pertama adalah bervariasinya tingkat pemakaian
buku teks yang ada. Kedua adalah rendahnya motivasi siswa belajar bahasa Inggris dilihat dari kepemilikan buku teks oleh siswa. Karena siswa tidak memiliki buku teks,
mereka mengerjakan latihan yang diberikan guru di buku milik perpustakaan tersebut bukannya menyalin latihan itu di buku tulis masing-masing.
c. Bahan Ajar Non-cetak
Selain menggunakan bahan ajar cetak yang berbentuk buku teks, beberapa guru sering juga menggunakan bahan ajar autentik seperti bahan yang diambil atau
digunting dari majalah, surat kabar, iklan, atau brosur. Ada beberapa sekolah negeri dan swasta tertentu yang telah mampu menyediakan media pembelajaran dalam
bentuk rekaman audio dan atau video serta ruang khusus tempat alat-alat tersebut dipasang. Selain itu tidak sedikit guru yang memperkaya materi yang diunduh dari
internet baik yang dilakukan guru maupun oleh siswa sebagai bagian dari tugas mandiri. Bahan ajar ini berfungsi sebagai pendukung atau pelengkap buku teks.
Salah satu media pembelajaran yang sedang diminati di kalangan SMK berupa perangkat keras komputer dan perangkat lunak pembelajaran yang ditawarkan oleh
perusahaan swasta HL. Perusahaan ini menawarkan paket model pembelajaran bahasa Inggris yang mereka nilai interaktif. Termasuk dalam paket leasing ini adalah
disediakannya sejumlah instruktur yang harus mendampingi para guru mengoperasikan peralatan dan model pembelajaran yang ditawarkan selama masa
kontrak. Layanan purna jual tersebut diterapkan karena HL memberikan jaminan kepada kepala sekolah bahwa paket diklat yang ditawarkan benar-benar memberikan
keunggulan, khususnya dalam pengembangan keterampilan berbahasa lisan yang sangat dibutuhkan dalam menempuh tes listening dalam UN dan tes TOEIC. Selain
commit to user
ii
178
178 itu, ada beberapa SMK Negeri yang telah mampu menyediakan fasilitas pembelajaran
yang dapat diakses sendiri oleh siswa yang dinamakan self access center dan beberapa bahan ajar yang berupa realia.
d. Persepsi terhadap Keragaman Buku Teks
Beragamnya buku teks menimbulkan penilaian berbeda di kalangan guru. Beberapa narasumber menilai kondisi tersebut sebagai bukti kurang seriusnya
pemerintah dalam merancang peningkatan kualitas pengajaran bahasa Inggris di SMK. Namun demikian ada yang menilai fenomena ini sebagai sisi positif dalam penerapan
KTSP. Kebebasan ini diberikan agar satuan pendidikan dapat mencapai tujuan pembelajaran dengan lebih baik berdasarkan kondisi dan potensi yang ada. Ihwal
metodologi pencapaiannya termasuk buku teks yang dipakai diserahkan pada guru. Bagi guru yang masih memerlukan tuntunan untuk mengembangkan rambu-
rambu tersebut ke dalam kegiatan pembelajaran, tidak tersedianya buku teks yang resmi dikeluarkan oleh Depdiknas merupakan terputusnya mata rantai penyusunan
kurikulum dengan proses pembelajaran di kelas. Dengan demikian tidak adanya buku teks yang melengkapi KTSP dapat dinilai sebagai kurang tuntasnya perencanaan
penyempurnaan kurikulum oleh Diknas. Pendapat berikut dihimpun dari beberapa narasumber, termasuk beberapa guru dan Widyaiswara LPMP DIY yang memberikan
penilaian seakan perencanaannya kurang menyeluruh dan kurang terarah. Penilaian bahwa perencanaan kurang menyeluruh dinyatakan karena Diknas dan
atau BSNP tidak menyediakan seluruh perangkat yang dibutuhkan untuk menerapkan kurikulum baru. Perangkat yang paling utama bagi pelaksana adalah buku teks resmi
yang dapat digunakan guru menerapkan kurikulum tersebut pada tataran kelas. Dengan tidak adanya buku teks yang resmi juga digunakan alasan sebagian guru untuk
commit to user
ii
179
179 tidak atau belum menerapkan KTSP. Dengan demikian upaya peningkatan mutu
pendidikan melalui penyempurnaan kurikulum belum efektif. TBW juga menilai bahwa pemberian keleluasaan bagi guru untuk menentukan
buku teks yang sesuai dengan pencapaian tujuan kurikuler serta kondisi setempat sangat dilematis. Dalam wawancara, TBW menyatakan bahwa pemerintah nampaknya
tidak siap menyediakan buku teks. Pengadaan buku teks yang diserahkan kepada guru atau penerbit akan menimbulkan banyak masalah. Hal ini, pertama, karena
kebanyakan guru dinilai belum mampu menyusun buku teks yang baik, dan kedua, penerbit sering kali menggunakan paradigma yang berbeda dengan rambu yang
dirumuskan kurikulum dan guru. Namun demikian beberapa guru memandang bahwa pemakaian buku teks yang
beragam ini positif. AR, guru dan kepala sekolah salah satu SMKN di Wonosari, dan YK guru, penulis buku teks dan penyusun tes UN mata uji bahasa Inggris untuk SMK,
menilai kebebasan itu memberikan kesempatan kepada guru untuk benar-benar memilih buku teks yang sesuai dengan kondisi setempat sehingga guru merasa leluasa
mengembangkan kegiatan pembelajaran.
2. Muatan Buku Teks